Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia saat ini menuju pada krirs moral. Apa yang dahulu dianggap tabu

dan tidak boleh, sekarang menjadi hal yang biasa dan diperbolehkan.

Pendidikan moral sangatlah perlu bagi manusia, karena melalui pendidikan

perkembangan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik, serasi dan

sesuai dengan norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri.

Pergaulan yang melebihi ambang batas membuat anak seringkali

terjerumus pada hal-hal negatif disekitarnya. Anak merupakan masa depan

bagi setiap orangtua dan keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan

utama bagi anak. Dalam kehidupan anak tentunya keluarga merupakan tempat

yang sangat vital. Anak-anak memperoleh pengalaman pertamanya dari

keluarga. Dalam keluarga peranan orang tua sangatlah penting. Mereka

merupakan model bagi anak atau guru yang pertama bagi anak karena dimana

orang tua dan anak tinggal menetap satu rumah sehingga anak lebih banyak

memperoleh pendidikan, pengajaran, teladan, nasihat dan masih banyak lagi

dasar-dasar hidup lainnya yang diberikan. Ketika orang tua melakukan sesuatu

anak-anak akan mengikuti orang tua mereka. Hal ini disebabkan anak dalam

masa meniru.
B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian pendidikan moral dalam keluarga Kristen?

2. Bagaimana tipe gaya atau cara orang tua mendidik anak serta

kekurangan dan kelebihannya?

3. Bagaimana peran orang tua dalam memberikan pendidikan moral

dalam keluarga?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami pengertian pendidikan moral dalam

keluarga Kristen.

2. Mengetahui dan memahami tipe gaya atau cara orang tua mendidik

anak.

3. Mengetahui, memahami dan mampu melakuakan peran orang tua

dalam memberikan pendidikan moral dalam keluarga.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian pendidika moral dalam keluarga Kristen

Secara etimologi istilah pendidikan merupakan terjemahan dari

“education” dalam bahasa Inggris. Kata “education” berasal dari bahasa Latin,

ducere yang artinya membimbin (to lead), di tambah akhiran “e” yang berarti

keluar (out). Menurut Langeveld: pendidikan adalah bimbingan yang

diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa.1

Istilah moral berasal dari kata Latin “Mos” yang berarti adat istiadat,

kebiasaan, tata cara kehidupan. Sedangkan pengertian moralitas berhubungan

dengan keadaan nilai-nilai moral yang berlaku dalam suatu kelompok sosial

atau masyarakat. Jadi, suatu tingakah laku dikatakan bermoral apabila

tingkahlaku itu sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam suatu

kelompok sosial dimana anak itu hidup.2

Arti keluarga menurut UU Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 ayat (10)

tentang keluarga, menyatakan bahwa, keluarga adalah unit sosial ekonomi

yang terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua

institusi, merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua lebih orang yang

1
Sainom, Penanaman PAK Dalam Keluarga, (Jakarta: Delima,2015), hlm 3-5
2
Singgih D.Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Jakarta: Libri, 2011), hlm 61
mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan

perkawinan dan adopsi.

Jadi, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan moral dalam keluarga

Kristen adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada orang yang

belum dewasa, dalam hal ini adalah orang tua kepada anak-anaknya tentang

nilai-nilai kehidupan yang tak terlepas dari dasar Firman Tuhan.

B. Tipe gaya atau cara orang tua mendidik anak


Jenis-jenis parenting style yang dikemukakan oleh Diana Baumrind.

Baumrind menyebutkan ada 3 jenis parenting style pada orang tua. Berikut ini

adalah ketiga jenis parenting style tersebut:3

1. Authoritarian / Otoriter

Authoritarian atau pola asuh otoriter ini menekankan pada disiplin dan juga

kepatuhan pada anak. Pola asuh ini banyak menerapkan aturan – aturan yang

ketat dan kaku, serta mengedepankan hukuman – hukuman ketika ada aturan

yang dilanggar. Pola asuh ini membawa anak – anak untuk mengikuti aturan

dari orang tua, tanpa bisa diganggu gugat.

Ketika anak – anak melanggar aturan, maka hukuman akan diberikan.

Hukuman lebih bersifat aversif, bisa berupa dipukul, dikurung di dalam kamar,

kekerasan, dan hukuman lain yang banyak mengarah kepada hukuman fisik.

3
https://www.psikoma.com/parenting-style-orang-tua-pada-anak
Kelebihan pola asuh otoriter :

 Anak – anak cenderung patuh terhadap aturan

 Anak – anak lebih kecil kemungkinannya membangkang pada orangtua

 Disiplin pada anak meningkat

 Pola hidup anak cenderung tersusun dan terjadwal

Kekurangan pola asuh otoriter :

 Kemungkinan anak – anak berbuat kekerasan diluar lingkungan keluarga

meningkat

 Anak – anak merasa takut terhadap sosok orangtua

 Anak – anak tumbuh menjadi individu yang rigid dan kaku

2. Permissive / Permisif

Permissive atau pola asuh permisif. Pada pola asuh permisif ini, anak –

anak cenderung dibebaskan. Orangtua memberikan kebebasan bagi anaknya

untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Pola asuh ini merupakan

pola asuh yang paling jarang, atau bahkan tidak pernah menerapkan adanya

hukuman bagi anak.

Kelebihan pola asuh permisif :

 Kebutuhan anak – anak tercukupi, karena hampir semua kemauannya

dikabulkan oleh orangtua

 Anak merasa nyaman berada di lingkungan keluarga


Kekurangan pola asuh permisif

 Anak – anak menjadi kurang menghargai

 Anak menjadi cenderung manja, karena semua yang diinginkan diberikan

 Anak bisa menjadi kurang patuh, kurang ajar, dan mau menang sendiri di

lingkungannya

 Anak – anak cenderung egois dan juga egosentris.

3. Authoritative / Otoritatif

Authoritative atau otoritatif merupakan jenis pola asuh yang lebih

mengedepankan demokrasi. Orangtua memiliki peran dalam membuat aturan

dan juga hukuman, namun tetap memberikan kesempatan bagi anak – anaknya

untuk mengungkapkan pendapatnya. Pola asuh ini lebih mengedepankan

penghargaan terhadap keputusan yang dibuat oleh anak – anak.

Mendiskusikannya, dan tidak langsung menyetujuinya. Namun demikian, pola

asuh otoritatif ini juga memiliki hukuman – hukuman pada anak, dan tidak

serta merta melepas anak begitu saja dengan kebebasannya. Pola asuh otoritatif

merupakan jenis pola asuh yang efektif untuk membangun kemandirian pada

anak, sekaligus meningkatkan kepatuhan anak dengan cara yang lebih baik,

tanpa adanya kekerasan.

Kelebihan dari pola asuh otoritatif :

 Anak mampu untuk membuat keputusan sendiri

 Proses pengambilan keputusan pada anak tetap diawasi oleh orangtua


 Anak belajar untuk menghargai orang lain, dan melihat baik buruknya

suatu masalah atau keadaan

Kekurangan dari pola asuh otoritatif :

 Pola hukuman yang jarang diberikan, membuat anak kurang belajar

menganai rasa bersalah

 Anak bisa jadi terlalu tergantung pada orangtua

C. Peran orang tua dalam pendidikan moral

1. Memberikan pendidikan agama

Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan

sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan

perilaku anak.

Penanaman pendidikan ini harus disertai contoh konkret yang masuk

pemikiran anak, sehingga penghayatan mereka didasari dengan kesadaran

rasional. Dengan demikian anak sedini mungkin sudah harus diajarkan

mengenai dasar-dasar iman Kristen.

Setiap rumah haruslah menjadi rumah doa. Firman Tuhan merupakan

bagian penting dalam kehidupan keluarga. Setiap keluarga Kristen

haruslah memiliki komitmen untuk membaca dan merenungkan Firman

Tuhan sehingga Firman Tuhan tersebut ada dalam hati kita, maka akan

keluar melalui pemikiran, perkataan dan tindakan kita sehari-hari.


Tidak ada orang yang sempurna. Tetapi orang tua perlu berusaha

dengan pertolongan Tuhan, untuk memberikan teladan yang tinggi

dihadapan anak-anaknya karena iman kepada Kristus akan menentukan

kita menjadi apa dan seperti apa nantinya.

Dan sebenarnya yang menyebabkan kemerosotan moral adalah sangat

banyak. Akan tetapi faktor terpenting adalah kurangnya pendidikan agama

pada tiap-tiap orang yang tidak dilaksanakan sempurna terutama dalam

keluarga. Pendidikan keluarga yang baik adalah: pendidikan yang

memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan

pendidikan-pendidikan agama.

Pendidikan agama merupakan salah satu faktor pengendalian terhadap

tingkah laku anak hari ini. Hal ini dapat dimengerti karena agama

mewarnai kehidupan masyarakat setiap hari. Moral sesuatu yang amat

penting, karena dari moral inilah yang membuat manusia berbeda dengan

hewan. nilai-nilai agama yang diperolehnya menjadi bagian dari

pribadinya yang dapat mengatur segala tindak tanduknya secara otomatis.

Dengan demikian meminimalisir kemunduran moral sangat besar sekali

dan kemampuan memfilter mana yang baik dan mana yang tidak baik.

Pendidikan agama mengarahkan kepada anak untuk komitmen terhadap

ajaran agamanya. Tidak terbuai dengan lingkungan yang tidak baik. Tidak
berprilaku buruk dalam setiap aktivitasnya. Intinya, dengan pendidikan

agama prilaku anak dapat diarahkan.4

Pendidikan agama mampu memberikan makna pada kehidupan

individu dan kelompok, juga memberikan harapan tentang kelanggengan

hidup sesudah mati, sehingga manusia akan mempergunakan

pengetahuannya dalam upaya menciptakan perubahan pada dirinya dan

pada masyarakat yang ada di sekitarnya dengan tetap berada pada koridor

ajaran agama.

Pendidikan agama haruslah mampu untuk terus sejalan dengan

perkembangan zaman, sehingga mampu menyelesaikan dan menjawab

segala problematika yang dihadapi oleh mannusia. Dengan demikian

manusia akan tetap merasakan pentingnya pendidikan agama dalam

kehidupannya.

Pembinaan dan pembiasaan ajaran agama pada anak sejak dini, sangat

penting karena dengan demikian akan dapat mengetahui dan memahami

agama secara berlahan-lahan karena kecerdasannya belum sampai ke taraf

untuk mendapat hal-hal yang sifat abstrak. Apabila nilai-nilai keagamaan

dilalaikan sewaktu usia dini atau di berikan dengan cara yang kaku,

menyimpang, dan bahkan salah maka ketika dewasa anak tersebut akan

kurang peduli terhadap ajaran agama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

4
Henny Somantik, Pendidikan Rohani Kepada Anak Dalam Keluarga, (Jakarta:Delima,
2015), hlm 23-26
kedua orang tualah pendidik pertama dan utama dalam setiap keluarga,

dan bertanggung jawab penuh terhadap kelangsungan pendidikan anak-

anaknya terutama sekali dalam hal keagamaan.

2. Memberikan kasih sayang

Kelahiran anak dalam suatu keluarga selain memberikan kebahagiaan

tersendiri juga menimbulkan tugas baru bagi kedua orang tuanya,

tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pendidikannya.

Antar ayah dan ibu perlu mengasihi satu sama lain dan juga mengasihi

Tuhan (Efesus 5:18-33). Suasana kasih Kristen merupakan suasana yang

terbaik untuk membesarkan anak. Cinta kasih antara ayah dan ibu serta

dari ayah dan ibu kepada anak-anaknya perlu dikomunikasikan atau

diucapkan dan memerlukan tindakan. Sangat penting bagi anak untuk

merasakan kasih yang tulus baik dalam hal non-verbal atau pun secara

verbal.

Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat yang baik dan cukup bagi

anak-anaknya maka anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau buruk

dan hal ini akan menyiapkan sarana penyelewengan anak dan ketika anak-

anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya,
maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-

masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan

baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam urusan

mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka,

maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi

penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.

Ayah dan ibu memberikan kebebasan kepada anak untuk berpendapat

melalui pemberian pengarahan-pengarahan yang tidak hanya bersifat satu

arah, sediakan waktu untuk diskusi, hargai pendapat mereka sekalipun

mungkin salah. Ayah dan ibu disarankan agar memberi dorongan pada

apa yang harus dilakukan bukan yang dilarang.

Jangan membandingkan anak satu dengan anak lainnya karena secara

umum manusia tidak akan senang jika dibandingkan dengan orang lain

demikian pula pada anak. Kata positif yang diberikan kepada anak

membuat anak termotivasi untuk melakukan dan mengulangi perilaku

yang positif dan membuat anak percaya diri. Sedangkan empati dari orang

tua membuat anak merasa orang tua berada di pihaknya, terutama saat

anak memiliki masalah, empati dari orang tua sangatlah penting agar anak

dapat lebih tenang dan merasa orang tua merasakan apa yang anak

rasakan.

Memberikan kasih sayang, jangan berlebih-lebihan dan jangan pula

kurang. Oleh karena itu keluarga harus pandai dan tepat dalam
memberikan kasih sayang yang dibutuhkan oleh anaknya. Konsistensi

dalam mendidik dan mengajar anak-anak. Suatu tingkahlaku anak yang

dilarang oleh orang tua pada suatu waktu, harus pula dilarang apabila

dilakukan kembali pada waktu yang lain. Harus ada konsistensi dalam hal-

hal apa yang mendatangkan pujian dan hukuman pada anak, juga antara

ayah dan ibu harus ada kesesuaian dalam melarang dan memperbolehkan

tingkah laku tertentu pada anak. Tidak adanya konsistensi akan

mengaburkan pengertian anak tentang apa yang baik dilakukan dan apa

yang tidak baik untuk dilakukan.5

5
Singgih D.Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Jakarta: Libri, 2011), hlm 62
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada awal kehidupan anak tentunya ia tidak dapat menilai

tingkahlakunaya, apakah bermoral atau tidak bermoral. Pada hakekatnya, anak

belum bermoral artinya ia belum memiliki pengetahuan akan apa yang

diharapkan oleh kelompok sosial dimana ia hidup. Sehingga apabila kita

melihat tingkahlakunya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral, hal tersebut

lebih disebabkan karena ketidaktahuannya.

Aspek moral anak merupakan suatu yang berkembang dan

diperkembangkan. Artinya, bagaimana manusia itu kelak dipengaruhi oleh

lingkungan keluarga karena merupakan lingkungan pertama yang dikenal


anak, maka peranan orangtualah yang dirasakan paling besar pengaruhnya

terhadap perkembangan moral anak.

Orang tua yang satu dengan orang tua yang lainnya dalam mendidik anak-

anak tentunya juga berbeda. Mereka mempunyai suatu gaya atau tipe-tipe

tersendiri dan tentunya gaya-gaya tersebut akan berpengaruh terhadap

perkembangan anak.

B. Saran

Peran keluarga dalam mengembangkan moral anak sangatlah penting

karena hal tersebut berpengaruh pada pembentukan moral dimasa depan.

Orang tua sebagai teladan utama dalam pembentukan moral sehingga penting

memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari, seperti orang tua mengikuti

dan mengajak anak-anaknya untuk datang ke persekutuan ibadah bersama,

supaya sang anak mendapatkan ilmu tentang keagamaan karena hal ini dapat

menciptakan etika dan budi pekerti yang baik. Orang tua memakai pakaian

yang sopan dengan maksud mangajarkan kepada anak-anaknya untuk

berpakain sopan didalam dan di luar rumah untuk memperlihatkan jati diri

yang baik. Orang tua mengajarkan bersalaman kepada anak-anaknya sebelum

mereka berangkat sekolah ataupun keluar rumah dengan maksud meminta izin

(berpamitan) supaya dalam keluarga tercipta keteraturan.

Orang tua mendidik anak untuk berperilaku sopan kepada siapa saja yang

lebih tua dan menghargai yang lebih muda, diharapkan anak dapat
bersosialisasi dengan masyarakat. Dimana masyarakat dalam hal ini yaitu

kelompok dan lembaga, peran antara indifidu dalam berkelompok dan lain

sebagainya.

Pada kelompok dan lembaga yaitu anak dapat menjalankan kegiatan

berorganisasi dengan baik antar teman kelompok, bersifat demokrasi dan

belajar saling menghargai.

Keluarga merupakan media sosialisasi pertama yang dapat membentuk jati

diri anak. Jika keluarga dapat mensosialisasikan hal-hal yang baik (tutur kata,

tingkah laku, agama, keperibadian dan lain sebagainya) maka anak akan

tumbuh dan berkembang di masyarakat dan khususnya dalam keluarga

menjadi anak yang baik pula, tetapi anak yang tumbuh dan dibesarkan pada

keluarga yang tidak dapat mensosialisasikan nilai dan norma yang tidak baik

dan juga jauh dari kasih sayang orang tua maka anak tersebut menjadi anak

memberontak.

Anda mungkin juga menyukai