Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TEOLOGI KONTEKSTUAL

KRISTUS LAWAN KEBUDAYAAN

DISUSUN OLEH :

▪ TITIN M. BULAWAN
▪ KARMITA SAMBO DATU
▪ FRISKA PAYANGAN ▪ GELBY EUNIKE PARABANG ▪ ELA OLYVIEA
T.
▪ JANTO

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI TORAJA


TAHUN AJARAN 2021/2022

Kata Pengantar

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa diucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berpartisipasi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Saya sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman saya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Mengkendek, 22 Maret 2022

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
❑ LATAR BELAKANG
Pemahaman tentang hubungan Kristus dan Budaya dapat mempengaruhi penerapan
penginjilan di dalam berbagai konteks. Hubungan Kristus dan Budaya menempatkan dua hal
antara Penebus dan hasil respon manusia atas Karya-Nya. Kemudian itu dilanjutkan dengan
implikasi hubungan Kristus dan Budaya yang dapat diamati dalam diri seseorang atau
komunitas sebagai salah satu model pendekatan penginjilan dalam berbagai konteks. Kristus
mentransformasi budaya secara toleran melalui murid-murid-Nya. Perubahan tersebut diawali
dari hati yang mengenal Kristus secara pribadi yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Para murid
Kristus akan diuji untuk mengerjakan keselamatannya setiap hari dalam segala konteks
budaya. Perbedaan budaya merupakan keniscayaan di bumi ini. Karena itu, setiap murid
Kristus selalu memiliki kesempatan memberitakan Injil dalam berbagai konteks budaya.
Berbicara mengenai pemahaman hubungan antara Kristus dan Budaya, salah seorang
Teolog juga Etikus (Richard Niebuhr) memiliki suatu karya/buku yang begitu terkenal yaitu
Christ and Culture di mana di dalamnya membahas tentang hubungan antara Kekristenan dan
budaya maupun sistem kemasyarakatan. Dimana hal-hal yang berkaitan dengan hubungan
antara Kekristenan dan kebudayaan akan berkembang menjadi sesuatu yang bisa
diperdebatkan ketika manusia mengetahui bahwa Kristus atau Kekristenan itu sendiri adalah
suci, sempurna, dan tidak berdosa. Sementara budaya adalah buatan manusia dimana manusia
itu sendiri penuh dosa. Seperti konsep-konsep Kristus dan kebudayaan oleh Richard Niebuhr
mengenai Kristus melawan kebudayaan, dimana dosa ada dan diam di dalam kebudayaan.1
Pertentangan dan persaingan dimungkinkan dapat terjadi jika sikap yang dimunculkan dari
pemikiran-pemikiran Teologi menentang kebudayaan. Yang harus menjadi perhatian dalam
memandang sebuah kebudayaan adalah dengan kesadaran untuk mau menghargai sebuah
lingkup sosial yang hadir dalam kebudayaan.
❑ RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan ini ingin menguraikan bagaimana sikap dan pandangan gereja tentang
Tipologi Kristus lawan Kebudayaan?
❑ TUJUAN PENULISAN
Ingin mengetahui bagaimana sikap dan pandangan gereja tentang Tipologi e5Kristus lawan
Kebudayaan.

BAB II
PEMBAHASAN

1 Richard Niebuhr. Kristus dan Kebudayaan (Jakarta Pusat: Petra Jaya), hal. 56.
❑ KRISTUS DAN KEBUDAYAAN
Pada bagian ini, akan lebih fokus pada pembahasan relasi antara Kristus dan kebudayaan
manusia sebagaimana yang disajikan oleh kitab suci. Manusia hidup dalam konteks budaya
tertentu, di satu sisi, budaya adalah hasil dari kreativitas manusia, tetapi disisi lain budaya juga
cenderung mempengaruhi manusia. Saat ini, kita berada dalam masa budaya populer, budaya
populer menekankan sikap pragmatis dan dikendalikan oleh kapitalisme yang disamarkan,
orang Kristen tidak lepas dari pengaruh budaya populer, orang kriten dipanggil untuk dapat
berperilaku dalam budaya populer tanpa meninggalkan iman Kristen. Pada dasarnya,
kebudayaan adalah hal yang baik karena merupakan anugerah Allah kepada manusia yang
diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Namun, sejak kejatuhan manusia ke dalam
dosa, kebudayaan sering kali dipakai untuk menunjukkan perlawanan manusia kepada Allah. 2
Dan orang pertama yang memformulasikannya Kristus dan kebudayaan adalah H. Richard
Niebuhr, dalam bukunya Christ and Culture, yang kemungkinan besar merupakan karya yang
paling berpengaruh di abad ke-20. Pada saat orang Kristen mengevaluasi kebudayaan, banyak
penekanan seringkali diberikan pada berbagai teori tentang perkembangan historis, sosiologis,
psikologis, keindahan dan sebagainya. Memang pengetahuan tentang bidang-bidang tersebut
dapat menolong kita untuk menerapkan prinsip-prinsip kitab suci. Namun, teori-teori di luar
Alkitab tidak pernah menjadi standar terakhir. Hanya kitab suci yang merupakan standar
terakhir. Kita harus selalu terbuka untuk membiarkan kitab suci mengkritik teori-teori kita.
Kita sama sekali tidak boleh memaksa kitab suci untuk mengatakan apa yang dituntut oleh
teori kita, melainkan kita harus bersedia terus-menerus merevisi dan bahkan meninggalkan
teori-teori kita pada waktu berinteraksi terus-merus dengan Firman Allah.
Dan sekarang kita data melihat bagaimana kebudayaan berhubungan dengan agama. Pada
waktu berbicara tentang nilai dan ideal, kita berbicara tentang agama. Dalam pengertian yang
luas, agama seseorang adalah sesuatu yang secara kuat paling mengikat hati seseorang, serta
sesuatu yang paling memotivasi. Apabila seseorang suatu masyarakat menyembah berhala,
ilah-ilah yang palsu, penyembahan itu akan menguasai kebudayaan dari masyarakat itu.
Apabila suatu kebudayaan menyembah Allah yang benar, maka penyembahan itu akan sangat
mempengaruhi bahkan merebes/memasuki kebudayaan tersebut. Apabila suatu masyarakat

secara religious terbagi, seperti yang kita miliki sekarang, maka kebudayaan yang ada akan
memperlihatkan suatu pengaruh religious campuran. Banyak pendapat yang kurang
dipertanggungjawabkan antara pengertian iman Kristen dan kebudayaan, baik itu dari pihak
2 James A. Lola, “Iman Kristen Dan Budaya Popular,” Jurnal Teologi Kristen 1, no. 1 (Juli 2019): 102.
orang yang non-kristen maupun (khususnya) orang Kristen sendiri. Ada suatu kelompok
kekristenan yang mengajarkan bahwa ketika seseorang menjadi Kristen, maka semua bentuk,
ekspresi dan sistem dalam kebudayaannya sebelumnya itu harus dibuang, dan sama sekali
tidak diperbolehkan untuk dikenakan kembali.
Muncul anggapan bahwa itu adalah bentuk berhala dan ditunggangi oleh kuasa-kuasa
kegelapan yang ada dalam konsep kerpecayaan lamanya. Akibat dari tindakan yang dilakukan
oleh kelompokmi ini, maka muncullah anggapan bahwa kekristenan itu merusak,
menghancurkan dan tidak menghargai budaya setempat.3 Ada juga kelompok yang lainnya,
mengajarkan bahwa kebudayaan apapun bisa dipergunakan sebagai titik kontak dan pijakan
untuk masuk serta membangun kekristenan, tidak perlu dibuang dan bisa terus dikenakan,
sekalipun dari kekristenan. 4
Ini memunculkan suatu bentuk sinkritisme yang begitu kental,
karena berdiri dibalik dalih untuk melestarikan kebudayaan lokal.
Dan kenyataan yang banyak terjadi mengenai kesalahpahaman di antara orang Kristen itu
sendiri, yaitu mengenai bagaimana menyikapi suatu perkembangan kebudayaan pada
masamasa sekarang ini.5 Kebudayaan itu harus berarah tujuan untuk menemukan makna dan
nilai yang membawa manusia berespon kepada Allah, yang telah menyediakan atau
menciptakan segala sesuatu, bukan untuk disia-siakan. Kebudayaan yang ada berasal dari
Allah dan dijalankan sesuai tata nilai dari Allah dan harus kembali kepada Allah, itulah esensi
iman Kristen. Budaya tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Allah, baik asal mulanya,
prosesnya hingga kepada tujuan akhirnya. Sekalipun demikian, kebudayaan juga tidak terlepas
dari perguluman tertua manusia yaitu dosa. Keberadaan dosa juga mengambil andil dalam
perkembangaan kebudayaan manusia ke berbagai bidang, sehingga ada yang melecehkan dan
menganggap bahwa Allah bukan yang tertinggi dan harus dimuliakan, bahkan menolak
keberadaan Allah.
Dalam pengertian deskriptif, semua orang adalah berbudaya, karena tidak ada manusia
yang ada di luar kebudayaan. Namun dalam pengertian normative, sangat disayangkan untuk

mengatakan tidak semua orang berbudaya, atau paling tidak kita semua tidak setara dalam
berbudaya.

3 Sabar Silitonga, “Krisis Nilai Budaya Menurut Pandangan Kristen,” JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu
Sosial 5, no.1 (2013): 58-67.
4 Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budaya: Refleksi Barat di Asia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992).
5 Harold Netland, Encountering Religious Pluralism: The Challenge to Christian Faith Mission (Downers
Grove, III: IVP Academic, 2001), 56.
❑ KRISTUS LAWAN KEBUDAYAAN

Bagi orang Kriten yang eksklusif, sejarah adalah kisah tentang gereja atau kebudayaan
Kristen yang bangkit dan beradaban kafir yang sedang menuju kematiannya. Kristus lawan
kebudayaan adalah pandangan yang cukup keras menegaskan tentang otoritas tunggal Kristus
terhadap kebudayaan dan menolak segalaa hal-hal yang diyakini oleh budaya. Menurut
padangan ini, kesetiaan kepada Kristus merupakan suatu penolakan terhadap lingkungan atau
sistem budaya, dan bahwa ada suatu garis yang dengan tegas memisahkan dunia dengan
anakanak Allah.

Terdapat sisi positif dari pandangan tersebut adalah orang-orang yang mempercayai atau
menganut Christ against culture bisa dikatakaan adalah faktor utama mengapa kita masih
boleh bersimpati terhadap pandangan ini. Mereka yang menolak dunia, pastinya akan dengan
teguh mempertahankan keyakinannya terhadap Kristus. Banyak diantara mereka yang telah
menderita secara mental dan fisik demi menjalankan keinginan mereka. Bahkan mereka rela
menyerahkan rumah, proferti, harta dan juga hak perlindungan negara demi pergerakan
mereka menolak dunia. Dan sisi negate dari pandangan tersebut adalah menurut Niebuhr
pandangan ini tidaklah sesuai karena adanya pemisahan antara dunia dengan Kristus tidak
pernah ada dan tidak akan pernah ada, sekalipun manusia berpikir bahwa itu mungkin bisa
terjadi. Selain itu, menurutnya terdapat sebuah pengertian yang salah dimana orang-orang
berpikir bahwa di dalam kebudayaan, terdapat dosa. Dan ketika keKristenan menjauhi
kebudayaan, maka manusia dikatakaan telah menjauhi dosa. Padahal, dosa bukan hanya
mengenai budaya. Dengan atau tanpa menjauh dari budaya, manusia itu sendiri telah berdosa
dan akan tetap bisa berbuat dosa. Yang terpenting menurut Niebuhr pandangan ini tidaklah
mengenal Yesus dan peran Roh dalam penciptaan dunia secara utuh.

Kebudayaan merupakan istilah yang lebih luas dari dunia. Dunia merupakan bagian yang
buruk dari kebudayaan, yaitu kebudayaan dari orang tidak percaya, yang esensinya tidak
terkena dampak dari anugerha umum dan anugerah khusus. Gereja mula-mula, yang melihat
dunia sebagai yang tidak tersentuh oleh Injil, seringkali memahami keduniawian sebagai
sesuatu yang bisa merebes, dan tidak dapat dihindari. Keduniawian yang dilihat sebagai
semacam kepercayaan yang sistematis yang berusaha untuk membawa segala sesuatu berada
di bawah jalannya.
Tipologi Kristus lawan kebudayaan adalah tipologi yang tidak mengenal kompromi dalam
memegang teguh otoritas Kristus di atas orang Kristen dan dengan tegas menolak tuntutan
kebudayaan untuk kesetiaan. Niebuhr mengambil pendapat dua orang tokoh yang mendukung
tipilogi Kristus melawan kebudayaan, yaitu Tertullian dan Tolstoi. Tertullian berpendapat
bahwa sebagai seorang Kristen haruslah berperilaku seperti Yesus Kristus ajarkan yaitu
mengasihi sesama manusia dan menghindari dosa (yang terdapat dalam kebudayaan). Bahkan
ketika Tertullian beralih ke filsafat dan seni, ia bahkan tidak membutuhkan (menolak) apapun
selain Kristus dengan kata lain Tertullian juga menolak kebudayaan. Sedangkan Tolstoi
bernpendapat bahwa Kristus telah mendirikan sebuah kerajaan Allah yang akan terus-menerus
melawan kebudayaaan manusia yang hanya berisi kejahatan. Jadi kedua tokoh ini, Niebuhr
telah berpendapat bahwa tidak ada keelamatan di luar Krustus. Terhadap tipologi ini, Niebuhr
jelas menolak karena tipologi ini menimbulkan suatu pandangan bahwa orang-orang penganut
tipologi ini seperti berada terpisah dari dunia. Namun pada satu contoh konkret yaitu ketika
Kristen ingin menjelaskan kata Kristus dalam budaya Yunani, maka kata yang tepat agar
pemahaman Kristus dapat diterima adalah kata logos. Contoh ini memperlihatkan keracuan
dan kemunafikan dari sikap anti-kebudayaan beberapa orang penganut tipologi Kristus lawan
kebudayaan. 6

DAFTAR PUSTAKA

6 Indriaty Samodara, Aruh (Suatu kajian terhadap makna tradisi Aruh di Masyarakat Dayak Pitap Kal-Sel).
https://repository.uksw.edu/handle/123456789/286. Diunduh pada 23 Maret 2022. Pukul 16.13.
Niebuhr, Richard. (2018). Kristus dan Kebudayaan. Jakarta Pusat: Petra Jaya.

Lola, James A. (2019). “Iman Kristen Dan Budaya Popular,” Jurnal Teologi Kristen 1, no. 1: 102.

Silitonga, Sabar . (2013) . “Krisis Nilai Budaya Menurut Pandangan Kristen,” JUPIIS: Jurnal Pendidikan
IlmuIlmu Sosial 5, no.1: 58-67.

Adams, Daniel J. (1992). Teologi Lintas Budaya: Refleksi Barat di Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Netland, Harold. (2001). Encountering Religious Pluralism: The Challenge to Christian Faith Mission (Downers
Grove, III: IVP Academic), 56.

Samodara, Indriaty. 2012 . Aruh (Suatu kajian terhadap makna tradisi Aruh di Masyarakat Dayak Pitap Kal-Sel).
https://repository.uksw.edu/handle/123456789/286. Diunduh pada 23 Maret 2022. Pukul 16.13.

Anda mungkin juga menyukai