Anda di halaman 1dari 3

Lukas 1:5-25

Nilai 

Ada hal yang manarik dari ucapan hati Zakharia di ayat 25:

"Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang." 

Bayangkan ... jadi selama ini, sebelum Gabriel membawa kabar baik untuk Zakharia dan Elisabeth
tentang akan lahirnya seorang anak di tengah keluarga mereka, hingga mereka sudah jadi kakek-kakek
dan nenek-nenek waktu itu. Puluhan tahun lamanya sebelum berjumpa dengan Gabriel, Zakharia
menyatakan bahwa ia dan Elisabet ... menanggung aib.

Padahal di ayat yang ke 6 dikatakan:

Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan
dengan tidak bercacat. 

Jadi sebetulnya kehidupan Zakharia menurut pandangan Tuhan adalah baik adanya. Lalu datang dari
mana "pemikiran Zakharia tentang 'aib' keluarga itu?" 

Ayat 7, Tetapi ...

Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya. 

Jika kita mengecek referensi ayat Alkitab yang ada di bawah-bawah itu dalam Alkitab kita, ada tidak
referensi ayat 7 yang mendasarkan dirinya pada teks di Perjanjian Lama? Tak ada. Tentang Tuhan yang
marah bila ada keluarga yang tidak mempunyai anak? Ada? Gak ada.

Tapi inilah kenyataan hidup kita. Selamat datang di dunia kehidupan yang nyata, di mana kita bukan
hanya berhadapan dengan sistem nilai yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus, TETAPI kita pun berhadapan
dengan sistem nilai yang dibuat oleh manusia. 

Tuhan tidak pernah mengatakan apa-apa tentang keluarga yang tidak memiliki anak, apalagi
mengatakan bahwa itu adalah aib ... tidak pernah sama sekali. 

Jadi datang dari mana pemahaman tentang aib itu? Dari sistem yang dibangun oleh masyarakat. 

Ada hal yang cukup mengejutkan. Ternyata di masa itu memang orang-orang Yahudi membuat daftar
peraturan yang menilai baik atau buruknya kehidupan suatu keluarga Yahudi.

- Seorang Yahudi yang tidak punya istri = BURUK.

- Seorang Yahudi yang punya istri tapi tidak punya anak? Sama. BURUK juga. 

Dan hukuman bagi mereka adalah dikucilkan dari kehidupan bersama di antara bangsa Yahudi kala itu.
Mengerikan bukan. 
Jemaat yang dikasihi Tuhan. Seringkali kita pun diperhadapkan dengan sistem-sistem nilai yang dianut
oleh masyarakat ... yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri ... yang pada akhirnya kehidupan kita pun
dikomeni baik atau buruk oleh masyarakat. Padahal Tuhan sendiri tidak pernah ngomeni apa-apa
tentang hal itu. 

Kadang masyarakat lebih kejam memang dalam melakukan "sebuah penghukuman" dibandingkan
dengan Tuhan sendiri. 

Berdasarkan dengan kenyataan ini ... ada satu hal yang menarik perhatian dan bisa membuat kita salut
dengan keluarga Zakharia ini. 

Pada suatu kali, waktu tiba giliran rombongannya, Zakharia melakukan tugas keimaman di hadapan
Tuhan. 

itu adalah hal yang luar biasa.

Ada beban aib yang dilimpahkan oleh masyarakat kepada keluarga Zakharia, tapi apa yang terjadi?
Dengan menanggung beban aib itu, Zakharia tetap melakukan tugas dan tanggung jawabnya di hadapan
Tuhan sebagai Imam. 

Zakharia tidak mengurung diri di rumah. Pun tidak pula dia jadi ogah melayani Tuhan. 

Mari kita melihat diri kita masing-masing. 

Bolehkah bertanya? Adakah satu peristiwa kemarin yang membuat hati dan pikiran kita mulai berpikir
untuk: "Tuhan, kayaknya sampai di sini perjalanan pelayanan saya bagi Mu ... Saya mau selesai saja di
sini ..." 

Sewaktu orang mulai memberi nilai terhadap apa yang kita lakukan bagi Tuhan dalam perjalanan
kehidupan kita dalam pekerjaan, pelayanan ... dalam hal apapun juga? 

Orang kasih nilai baik ... kita lanjut.

Orang kasih nilai buruk ... "aduh, sorry deh Tuhan ya ... cukup sampai disini." 

Kalau kata anak-anak muda, itu Moddy ... tergantung mood .... suasana hati ... suasana hati yang datang
dari penilaian orang lain. (Lah, kita memang melayani siapa sebetulnya di sini ... Melayani Tuhan duluan
atau melayani manusia duluan?) 

Faktanya, kalau kita mau ngejar selalu penilaian semua orang terhadap kehidupan kita .. atau apapun
yang kita kerjakanlah dalam kehidupan kita ini ... dalam pelayanan dalam apapun juga ... Gak akan ada
habisnya. Selalu ada yang kurang lah pasti menurut penilaian orang mah. 

Akan tetapi ... sewaktu seseorang berani berkata:


"Tuhan ini saya ... saya mau melayani Tuhan dengan segala keterbatasan yang ada dalam hidup saya dan
berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan ... Dan hari ini ... yang terbaik yang bisa saya
lakukan bagi Tuhan adalah yang saya lakukan sekarang bagi Mu, Tuhan ..." 

Itulah puncaknya kita hari itu.

Dan kita tak akan kecewa sewaktu ada orang yang bilang: "Hey .. naik lagi dong! Puncakmu kurang tinggi
tuh!" ... Tak akan kecewa karena kita tahu kita sudah berjuang semaksimal yang kita bisa hari itu untuk
sampai pada puncak terbaik yang kita bisa lakukan hari itu. 

Kejarlah apa yang menentramkan hati. Kejarlah apa yang Tuhan katakan tentang hidup kita. Sebab jika
kita mengejar perkataan dan penilaian manusia ... Bersiaplah untuk selalu kecewa. 

Jemaat Tuhan Nilai manusia adalah Bukan bagaimana ia mati, melainkan bagaimana ia hidup. Bukan apa
yang dia peroleh, melainkan apa yang dia berikan. Bukan apa pangkatnya, melainkan apa yang telah
diperbuatnya dengan tugas yang diberikan Allah kepadanya. Amin

Anda mungkin juga menyukai