Dede Kurniawan
Sekolah Tinggi Teologi Jemaat Kristus Indonesia
dariusdedekurniawan@gmail.com
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peranan gembala sidang dalam jemaat sangat menentukan pertumbuhan iman
jemaat tersebut. Secara Alkitabiah, analisis dan rumusan tentang kepemimpinan
gembala adalah suatu konsep pendekatan pelayanan yang menjunjung tinggi nilai-
nilai rohani, kepemimpinan hamba, moralitas, sosial dan etika dengan pendekatan
yang menjadi ciri khasnya adalah kasih, bukan atas kekuasaan, politik dan uang
(Yohanes 21:15-17). Pemimpin gembala adalah salah satu model kepemimpinan yang
harus dikembangkan yang harus dikembangkan dan diaktualisasikan dalam segala
bentuk dan konteks pelayanan modern.
Raja Daud sangat jelas memberikan rincian hubungan yang indah dan manis
antara gembala dengan domba-dombanya. Dalam Mazmur 23 sangat jelas pernyataan
Daud jika Tuhan adalah gembalanya dan Daud adalah domba-Nya.Begitu dekatnya
hubungan antara gembala dengan domba sehingga domba merasakan ketenangan
dalam hidupnya.
Yesus menyebut diri-Nya: ”Akulah Gembala yang Baik”, maka kita bisa
memahaminya sebab memang Ia memanggil sejumlah orang menjadi pengikut-Nya.
Sebagai seorang gembala, yang berjalan di depan domba-dombanya yang ia
gembalakan, aspek keteladanan sangat ditekankan. Sang gembala Agung segala
domba sangat mengerti akan kehidupan domba-domba-Nya.
Setiap orang percaya wajib hidup dan bertumbuh menurut ajaran Kristus.
Oleh sebab itu perlu selalu ada pembaharuan dalam pelayanan kepada jemaat. Untuk
hidup dalam proses pembaharuan tersebut, maka sebagai orang percaya, Tuhan
mengangkat para rasul, pemberita Injil, para pengajar dan gembala untuk
memperlengkapi orang-orang kudus agar bertumbuh mencapai kedewasaan penuh di
dalam Kristus Yesus (Ef. 4:11-13).
Penggembalaan yang benar diterima sebagai tugas dari Allah dan karena itu,
harus pula dipertanggungjawabkan kepadaNya. Karena dalam menunaikan tugas,
orang yang setia dan bertanggung jawab, tidak mencari kepentingan diri sendiri,
tetapi menjadi teladan bagi semua orang seorang gembala yang sungguh-sungguh
mengasihi Tuhan.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
kualitatif dengan menggunakan pendekatan biblikal melalui studi pustaka tentang
tugas gembala sidang berdasarkan kajian teologis dalam surat Paulus kepada
Timotius dan Titus.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tugas-tugas gembala
sidang menurut Paulus berdasarkan surat-suratnya kepada Timotius dan Titus dalam
surat 1, 2Timotius dan surat Titus.
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Gembala Sidang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah “gembala” diartikan sebagai
penjaga atau pemiara mahluk hidup, selain itu juga dapat diartikan sebagai penjaga
keselamatan orang banyak. Dalam bahasa Inggris, kata “shepherd” (gembala) berakar
dari kata “sheep” (domba). Tetapi dalam bahasa Ibrani kuno, kata “gembala” tidak
berakar dari kata “domba”, melainkan dari kata “memberi makan.” Kata Ibrani untuk
“gembala” ialah “ra’ah.” Kata ini dibentuk dari kata “memberi makan.” Akibatnya,
gembala dikenal sebagai “orang yang memberi makan.”
2
Dua fungsi dari pekerjaan gembala yang dijelaskan dalam Alkitab ialah
memelihara dan melindungi kawanan domba gembalaannya. Beradasarkan pengertian
ini jugalah yang mungkin dijadikan dasar bagi para pendeta jemaat disebut sebagai
gembala jemaat (gembala sidang).
Gambaran tentang peran Tuhan sebagai Gembala tersebut juga dilukiskan di
dalam Perjanjin Baru, yang tidak lain adalah pribadi Yesus sendiri di dalam Injil
Yohanes 10. Yesus sendiri mendeklarasikan diri-Nya sebagai seorang Gembala yang
baik, ketika ada bahaya yang mengancam domba-domba-Nya, Ia tidak meninggalkan
mereka tapi melindunginya. Ia tidak membiarkan binatang buas menerkam dan
mencerai-beraikan domba-domba-Nya.
Yesus telah memberikan contoh bagaimana seharusnya peran gembala dalam
kepemimpinan menggembalakan domba-dombanya. Yesus sangat memerhatikan
keadaan domba-domba-Nya bahkan rela menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-
dombaNya. Hal ini dilakukannya sebab Yesus adalah sang pemilik domba, bukan
seorang upahan yang hanya mencari keuntungan bagi dirinya dan meninggalkan
domba-dombanya ketika ada bahaya yang mengancam mereka.
Gereja dipanggil untuk menjadi berkat dan kesaksian bagi dunia, sebab gereja adalah
terang dan garam dunia. Dengan demikian, model pelayanan Yesus semestinya juga
menjadi patron bagi kepemimpinan gembala jemaat dewasa ini.
Berdasarkan penjabaran Yehezkiel 34 dan Yohanes 10, jelas seorang gembala
jemaat memiliki karakteristik tertentu, yaitu bertanggung jawab, tidak mementingkan
diri sendiri, melainkan rela berkorban demi kesejahteraan kawanan dombanya.
Selaras dengan pernyataan Kristus sendiri kepada Petrus di dalam Injil Yohanes
21:15-19, yang mengatakan: “Gembalakan domba-domba-Ku”, sebanyak tiga kali
disebutkan-Nya di dalam dialog Yesus dengan Petrus tersebut. Dengan demikian,
menjadi seorang gembala sidang adalah inisiatif atau prerogratif Allah sendiri, bukan
atas dasar suka atau tertarik pada tugas dan jabatan tersebut.
3
B. Surat-surat Penggembalaan Paulus
Surat 1-2 Timotius dan surat Titus merupakan satu kelompok surat
tersendiri;memiliki ciri-ciri khas serupa, baik dalam bahasa dan gaya penulisan
yang dipergunakan, maupun dalam masalah-masalah yang dibahas, yakni:
penggembalaan jemaat. Oleh karena itu, surat I dan II Timotius serta Titus,
dikenal sebagai “surat penggembalaan” kepada Timotius (di Efesus) dan Titus (di
Kreta) mengenai pelayanan pastoral di gereja.
Paulus menulis surat 1 Timotius sesudah peristiwa-peristiwa yang tercantum
dalam pasal terakhir Kisah Para Rasul. Hukuman penjara yang pertama kali dialami
Paulus di Roma (Kis. 28:1-30) rupanya berakhir dengan kebebasan (2 Tim. 4:16-17).
Setelah itu, menurut keterangan Klemens dari Roma (sekitar tahun 96 M) dan Kanon
Muratori (sekitar tahun 170 M), Paulus meninggalkan Roma menuju ke arah barat ke
Spanyol dan di sana melaksanakan pelayanan yang sudah lama dicita-citakannya
(bdk. Rm. 15:23-24,28).
Berdasarkan data dalam surat-surat Penggembalaan ini, Paulus kemudian
kembali ke daerah Laut Aegea (khususnya Kreta, Makedonia, dan Yunani) untuk
pelayanan selanjutnya.Sementara waktu ini (sekitar tahun 64-65 M), Paulus
menugaskan Timotius sebagai wakil rasuli untuk melayani di Efesus, dan Titus di
Kreta. Dari Makedonia, Paulus menulis surat yang pertama kepada Timotius, dan
beberapa waktu kemudian dia menulis kepada Titus. Setelah itu, Paulus kembali
ditawan di Roma, ketika dia menulis surat yang kedua kepada Timotius, tidak lama
sebelum dia mati syahid pada tahun 67 atau 68 M (lih. 2 Tim. 4:6-8).
Surat Paulus kepada Timotius bersifat nasehat kepada kawan atau anak rohani
dalam pelayanan yang masih relatif muda. Maksud surat 1 Timotius ini adalah
membantu Timotius dalam tugas dan tanggung jawab penggembalaan di Efesus
(1Tim 3:15, 4:12), karena ada beberapa orang dalam jemaat itu ada yang
mengajarkan ajaran sesat. Dalam suratnya kepada Timotius, rasul Paulus, sebagai
pemimpin, meminta Timotius agar ia memelihara sikap dan kepribadiannya supaya ia
menjadi teladan bagi jemaatnya sehingga walau ia masih muda, ia tidak diremehkan
(1Tim. 4:12).
4
Keteladanan yang sama Paulus minta dari Titus sebagai seorang pemimpin
jemaat. Paulus berkata: “Jadikanlah dirimmu sendiri suatu teladan dalam berbuat
baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu” (Tit.
2:7-8). Titus merupakan seorang petobat yang menjadi sahabat dan penolong Paulus
(Gal 2:3; Tit 1:4). Ia adalah seorang Yunani dengan orangtua bukan Yahudi. Surat
Titus adalah surat pribadi dari Paulus kepada salah seorang pembantu mudanya. Surat
ini juga disebut sebagai "pastoral letter" sebab membahas masalah yang berkaitan
dengan peraturan gereja dan pelayanannya. Titus, menjadi pendamping dekat Paulus
dalam pelayanan rasuli. Walaupun namanya tidak disebutkan dalam Kisah Para
Rasul, hubungannya dengan Paulus sangat erat dan Paulus yakin Titus memiliki
kemampuan khusus dalam pelayanannya.
Titus kemudian ditugaskan ke Korintus untuk menyelesaikan masalah-
masalah di sana (1Kor 1-6; 2Kor 2:13; 7:5-16). Kemudian Titus berada di Kreta
untuk mengatur gereja-gereja di sana (Tit 1:4,5). Titus mengabdikan dirinya, berani,
dan banyak akal. Ia tahu bagaimana menangani orang-orang Korintus yang suka
berselisih, orang-orang Kreta yang suka membual, dan orang-orang Dalmatia yang
suka berkelahi.
5
sebuah hal yang menjadi sangat vital yang nampaknya berkali-kali diingatkan oleh
Paulus agar kerohanian jemaat disana tetap terjaga. Paulus berharap bahwa ketika
Timotius memberi nasihat maka kiranya itu datang dari hati yang penuh kasih dan
nurani yang suci dengan iman yang murni. Maksudnya adalah tidak boleh ada hal-
hal lain yang Timotius sisipkan seperti kesombongan atau amarah di dalam
nasihat.
Paulus dalam suratnya kepada Timotius mengatakan bahwa tujuan nasihat
itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci dan hati nurani yang murni dan dari
iman yang tulus ikhlas (ay. 5). Jadi jelas bahwa nasihat itu harus diberikan dalam
kasih supaya mereka yang mendengar nasihat juga boleh memiliki kasih yang
sama dengan kasih Tuhan (ay. 5a). Nasihat juga diberikan supaya mereka yang
mendengarnya dapat memiliki hati nurani yang murni (ay. 5b).
Nasihat harus diberikan dari iman yang tulus ikhlas. Di sini ada dua kata
penting yaitu iman dan ketulusan/keikhlasan. Nasihat yang diberikan dari iman
artinya adalah dalam setiap hal, nasihat yang diberikan tidak menyimpang dari
kebenaran di dalam Injil. Selain itu, nasihat juga harus diberikan dengan ketulusan
dan kehikhlasan. Artinya dalam memberikan nasihat kita tidak boleh
mengharapkan sesuatu. Jangan sampai seorang gembala sidang memberikan
nasihat kepada orang lain dengan tujuan untuk keuntungan dan/atau kepentingan
dirinya sendiri.
Dalam ayat selanjutnya Paulus dengan tegas mengatakan bahwa ada
orang-orang yang tidak sampai pada tujuan itu (yaitu tujuan memberikan nasihat
denga benar). Akibatnya, mereka tersesat dalam omongan yang sia-sia (ay. 6).
Nasihat yang menyesatkan jika dilakukan maka akan menimbulkan masalah baru.
Selanjutnya pihak yang menerima nasihat akan menyalahkan pihak yang memberi
nasihat, dan seterusnya.
6
dari adanya kebutuhan dan keinginan, meskipun doa tidak hanya sebatas itu.
Tetapi, Tuhan mau agar setiap orang yang percaya membawa permintaan kepada-
Nya. Kedua, doa syafaat, yakni doa yang mencakup semua aspek kehidupan.
Ketiga, ucapan syukur. Doa tidak hanya berisi permohonan, tetapi juga ucapan
syukur kepada Allah atas segala sesuatu yang diterima.
Doa-doa tersebut harus ditujukan untuk raja-raja dan semua pembesar. Ini
berarti Timotius tidak boleh hanya berdoa bagi diri sendiri dan jemaat saja, tetapi
untuk semua orang, bahkan tidak menutup kemungkinan bagi bangsa-bangsa lain.
Sebab Allah menghendaki agar kita dapat hidup tenang; dan agar semua orang
diselamatkan dan memperoleh kebenaran Allah, bukan hanya orang Yahudi,
melainkan juga orang non-Yahudi (2, 4).
7
sikap yang demikian merupakan sebuah kepura-puraan. Dan kepuraan-
puraan tidak akan bertahan lama. Paulus mengajarkan kepada Timotius
untuk tetap bertekun dalam membaca Kitab suci dan dalam membangun
dan mengajar. Hal ini menegaskan bahwa sumbernya agar tetap ia bisa
melakukan tugas pelayanan dengan baik adalah ketika ada ketekunan
dalam membahas Kitab Suci. Dengan demikian, maka Timotius harus
mampu tekun, teliti dan cekatan dalam mempergunakan karunia yang
telah ada padanya.
• Senantiasa berjaga-jaga (Ay. 15-16)
Kata “memperhatikan” dalam ayat ini, tidak hanya sebatas
memperhatikan, tetapi juga menjaga, merawat, memlihara. Dengan kata
lain, ayat ini menegaskan kepada Timotius agar Timotius senantiasa
menjaga dan memelihara dan bahkan senantiasa memeriksa apa yang
telah ia ajarkan dan lakukan di dalam kehidupan berjemaat, dengan tujuan
tetap berada di dalam koridor Firman Tuhan.
8
terpengaruh dengan ajaran yang salah. Tugas seorang gembala sidang adalah
untuk mengawasi ajaran-ajaran yang diberikan kepada jemaat agar selalu berada
dalam koridor Firman Tuhan dan tidak melenceng dari ajaran yang seharusnya.
9
prajurit adalah penuh dengan perjuangan dan penderitaan. Seorang gembala sidang
harus siap untuk berkorban dan menderita untuk jemaatnya.
2. Menetapkan Penatua-penatua
Mengatur dan menetapkan menunjukkan dua tugas yang berbeda yang
menjadi tanggung jawab seorang pemimpin. Titus dapat dikatakan seorang
pemimpin kalau melakukan tugas-tugas manejerial seperti yang telah dikatakan
10
Paulus kepada Titus (1:5). Jabatan-jabatan di dalam gereja dibedakan berdasarkan
fungsi bukan kekuasaan. Karena itu struktur kepemimpinan gereja juga bukanlah
struktur kekuasaan melainkan struktur fungsional yaitu berdasarkan karunia-
karunia.
Pendeta tidak lebih tinggi dari penatua, penatua tidak lebih tinggi dari
diaken atau syamas, bahkan tidak lebih tinggi dari pada warga jemaat. Itu
sebabnya pelayan-pelayan gereja disebut majelis (council) yang berarti bersama-
sama melayani atau komunitas pelayan-pelayan. Kata majelis dalam bahasa
Yunani disebut Synedrion artinya duduk bersama. Penatua-penatua dibuat dalam
struktur organisasi gereja bertujuan untuk secara bersama-sama menjalankan
fungsi gereja koinonia (persekutuan), marturia (pemberitaan Injil), dan diakonia
(melayani).
11
sehat dari gembala yang terpelajar. Gembala Jemaat adalah seorang guru yang
tugasnya memberikan arahan dan bimbingan kepada seluruh anggota jemaatnya.
KESIMPULAN
Dalam menghadapi tantangan pelayanan yang besar dalam era informasi atau
purnamodern ini para pemimpin gereja tidak boleh terhanyut pada tujuan yang sesat,
hanya mencari popularitas, keuntungan materi, atau kepentingan pribadi. Falsafah
dan peran kepemimpinan Kristen masa kini haruslah dibangun berdasarkan prinsip
Alkitab dan dengan memperhitungkan tantangan zaman ini.Ada beberapa prinsip
yang dapat menjadi pedoman bagi kepemimpinan Kristen masa kini.
Pertama, wibawa kepemimpinan berdasarkan karakter yang baik. Dalam I
Tim 4:12 Paulus menasehati Timotius, “Jangan seorangpun menganggap engkau
rendah karena engkau muda.”Paulus menasehati demikian karena Timotius gembala
yang relatif muda (30-40 tahun) atau penakut. Sebaliknya ia harus memenangkan
hormat jemaat dengan cara menjadi teladan atau memiliki kepribadian/karakter yang
benar, bukan melalui gelar akademis, tipu muslihat atau cara lain. Adanya kriteria
bagi para pemimpin gereja juga menegaskan prinsip ini (I Tim. 3:1-13).
Kedua, menjadi teladan bagi orang-orang percaya. Pemimpin gereja tidak
mungkin orang yang sempurna, namun ia dapat menjadi teladan bagi warga jemaat.
Menurut ayat di atas keteladanan itu dalam perkataan, tingkah laku (dalam arti luas),
kasih, kesetiaan, kesucian (bukan hanya dalam hal seksualitas, tapi juga kesucian dan
integritas hati, serta tingkah laku). Prinsip keteladanan ini sangat ditekankan Paulus (I
Kor. II:1; Fil. 3:17). Ini merupakan prinsip pemuridan yang fundamen dalam
kekristenan.Dapatkah seorang pemimpin gereja mengajar dan mempengaruhi jemaat
jika teladannya tidak bersesuaian dengan ajarannya? Itu sebabnya mengapa
mengawasi diri tidak terlepas dari mengawasi ajaran (I Tim. 4:16).
Ketiga, menjadi komunikator kebenaran. Paulus menasehati agar Timotius
bertekun dalam membaca Alkitab, membangun dan mengajar (I Tim 4:13). Ini
merupakan tugas publik Timotius dan menjadi jalan untuk menghadapi ajaran sesat
pada saat itu (2 Tim. 3:14-17).Mengajar merupakan tugas yang penting bagi
12
pemimpin gereja di dalam era informasi ini.Sebab melaluinya worldview dan doktrin
yang benar dapat ditanamkan dalam kehidupan jemaat, penyesatan dapat ditangkal,
informasi yang membingungkan dan menyesatkan dapat dihadapi dengan sehat.
Keempat, menggembalakan jemaat. Tanggung jawab utama para pemimpin
gereja adalah menggembalakan jemaat Tuhan (1 Ptr. 5:3). Ini berarti memperhatikan
kesejahteraan rohani jemaat agar mereka dapat hidup dalam ketaatan kepada
kehendak Allah. Keadaan zaman ini memungkinkan banyak orang tersesat dan harus
dibimbing menerima Yesus, orang yang lemah iman perlu dikuatkan, keluarga yang
dilanda problema perlu dibimbing mendapatkan kemenangan, dan masih banyak
problema lain yang menuntut tanggung jawab penggembalaan dari gembala jemaat.
Kelima, mengenal nilai dan arah zaman. Para pemimpin gereja harus
memimpin dan menggembalakan warga jemaat menuju tujuan sebagaimana yang
dikehendaki Tuhan bagi gerejaNya.Di samping memiliki kehidupan yang benar dan
setia kepada firman Tuhan, para pemimpin gereja patut mengenal nilai dan arah
zamannya. Dengan kata lain, memiliki sensitivitas terhadap kebudayaan zamannya.
Pengenalan ini akan membantu pemimpin gereja merumuskan dan mempertajam visi
pelayanan dan meningkatkan efektivitas penginjilan di tengah zamannya. Ini
berimplikasi bahwa para pemimpin gereja secara progresif terus meningkatkan
kualitas kerohanian dan wawasannya.
Keenam, membangun pelayanan yang berdasarkan kerjasama tim. Dalam era
globalisasi yang multi tantangan ini mustahil seorang pemimpin sanggup memikul
seluruh tanggung jawab seorang diri saja. Zaman ini tidak memerlukan
kepemimpinan yang hanya mengandalkan figur dan kharisma seorang pemimpin saja.
Tantangan yang besar dan berdimensi luas harus diatasi melalui kerjasama di antara
para pemimpin gereja, antara pemimpin dan warga jemaat, dan antar warga jemaat
sendiri.
13
DAFTAR PUSTAKA
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat I Dan II Timotius, Titus,
Dan Filemon. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Budiman, R. Tafsiran Alkitab Surat-Surat Pastoral I & II Timotius Dan Titus.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
McMahan, Oliver. Gembala Jemaat yang Sukses. Jakarta : Sinode GBI, 2002.
Tung, Khoe Yao. Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen yang Berhati Gembala.
Yogyakarta: ANDI, 2016.
14