Dede Kurniawan
Sekolah Tinggi Teologi Jemaat Kristus Indonesia
dariusdedekurniawan@gmail.com
Abstrak
Protes tidak selalu diidentikan dengan perlawanan sekalipun protes itu ditujukan kepada
Allah, seperti yang dilakukan oleh Ayub.Ayub yang didakwa oleh tiga orang temanya sebagai
orang yang bersalah karena penderitaan yang menimpanya. Pembelaan Ayub tidak hanya
ditujukan kepada tiga orang temannya, tapi juga kepada Allah. Kesadaran akan Allah
membuat Ayub menyadari posisinya sebagai seorang manusia sehingga ia tidak berbuat dosa
dengan menghujat Allah. Sikap protes Ayub yang ditunjukkan merupakan bentuk iman Ayub
atas Allah yang Mahaadil.
Kata-kata kunci: protes, iman, retribusi, theodicy
PENDAHULUAN
Perspektif Kitab Ayub
Ketika seorang pembaca selesai membaca kitab Ayub, kesan pertama yang didapatkan
adalah keteguhan iman seorang Ayub dalam menghadapi berbagai penderitaan dalam
hidupnya. Kesan tersebut sudah menjadi suatu stereotype bagi tokoh Ayub yang dinilai dari
sudut pandang kesalehannya. Namun demikian Ayub tetaplah seorang manusia dengan segala
keterbatasan yang ia miliki. Keterbatasaan lahiriah seorang manusia inilah yang justru
seharusnya menjadi pusat perhatian para pembaca kitab Ayub, yaitu Ayub versus
Kemahakuasaan Allah.
Tema sentral yang diambil oleh penulis kitab Ayub adalah “Mengapa orang saleh pun
turut mengalami musibah” (Ayb. 1:1–2:13). Konsep theodicy digunakan oleh penulis kitab
Ayub untuk menentang prinsip retribusi yang lazim digunakan oleh orang-orang Israel pada
saat itu, yang menyatakan bahwa kemalangan dan penderitaan merupakan hukuman Allah
terhadap dosa yang diperbuat oleh manusia (Ams. 3:33; 9:1-18). Mereka menyimpulkan yang
rajin akan mendatangkan kekayaan sedangkan yang malas akan mendatangkan kemiskinan
(Ams. 10:4), dan segala perbuatan baik pasti akan mendatangkan hasil yang baik pula (Ams.
16:8).
Kemahakuasaan TUHAN yang digambarkan dalam kitab Ayub meruntuhkan gagasan
“hidup benar maka makmur, berdosa maka menderita.” Hal inilah yang mendasari sikap iman
Ayub yang mempertanyakan keadilan Allah yang dia sembah. Theodicy yang ditampilkan
dalam kitab Ayub ini menjadi sejalan dengan iman yang dimiliki Ayub dan pada awalnya
terlihat kontras dengan kesalehan yang dimiliki Ayub.
Kesalehan Ayub
Ayub dikisahkan sebagai seseorang penting yang memiliki kuasa, saleh, jujur, takut akan
Allah dan menjauhi kejahatan. Ia memiliki sepuluh orang anak yang terdiri dari tujuh laki-laki
dan tiga anak perempuan. Kekayaan yang dimiliki Ayub berupa tujuh ribu ekor kambing
domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina. Kesalehan
Ayub terlihat pada waktu Ayub membuat korban bakaran bagi kesepuluh anaknya yang telah
berpestapora sebelumnya dengan alasan: “Mungkin anak-anakku telah berbuat dosa dan telah
mengutuki Allah di dalam hati” (Ayb. 1:5).
Kesalehan Ayub disebabkan karena kesadarannya akan Allah. Allah sangat senang dan
sangat bangga kepada Ayub karena ia sungguh hidup dengan benar dalam kehendak Allah.
Allah sendirilah yang mengkonfirmasi kesalehan Ayub kepada Iblis bahwa tak ada orang
yang begitu setia dan baik hati seperti Ayub yang menyembah Allah dan sama sekali tidak
berbuat kejahatan (Ayb. 1:8; 2:3).
Kesengsaraan Ayub
Penderitaan yang terjadi dalam kehidupan Ayub berlangsung secara bertubi-tubi, dalam
waktu yang sangat singkat sekalipun pada awalnya Ayub dinyatakan saleh dan benar. Allah
mengizinkan kemalangan menimpa Ayub melalui Iblis sebanyak dua kali (Ayb. 1:9-12; 2:4-
7). Kemalangan yang pertama (Ayb. 1:13-17) Ayub kehilangan semua harta miliknya yang
terdiri dari lembu sapi, keledai, unta dan hamba-hambanya. Kemalangan tahap pertama yang
menimpa Ayub mencapai puncaknya melalui tragedi atas kematian anak-anaknya (Ayb. 1:18-
19). Iblis mengambil kekayaan Ayub atas izin Allah dengan tujuan untuk menguji seberapa
setia dan seberapa kenal Ayub kepada Allah yang ia sembah dan hasilnya ia tetap setia kepada
Allah. Kemalangan yang kedua datang ketika iblis dengan seizin Allah mendatangkan
penderitaan dan kesengsaraan kepada Ayub dengan barah di seluruh tubuh Ayub (Ayb. 1:20).
Ayub mulai berkabung karena bencana yang menimpa hidupnya. Istrinya menyuruh Ayub
mengutuki Allah karena ia kehilangan semua harta benda bahkan anak-anaknya.Tentu hal ini
membawa pertanyaan yang besar dalam diri Ayub. Kesalahan apa yang telah ia perbuat
sehingga penderitaan yang begitu hebat harus dia tanggung. Keyakinan akan kesalehannya
menjadikan dia percaya bahwa dia tidak pantas mendapatkan penderitaan (Ayb. 13: 22-24).
Kesadaran Ayub akan Allah melegalkan upaya Ayub untuk memperoleh keadilan dariNya
melalu kebenaran hidup versi Ayub yang tamim dan hinam (lih. 27:1-6). Keyakinan akan
kesalehannya menjadikan dia percaya bahwa dia tidak pantas mendapatkan penderitaan (Ayb.
13: 22-24).
Berdasarkan narasi kisah Ayub ini mengingatkan bahwa iman orang percaya akan diuji.
Sebab itu, penting sekali orang percaya memandang setiap penderitaan yang dialaminya
sebagai suatu ujian iman, tidak selalu merupakan bentuk hukuman Tuhan. Sebagaimana
dituturkan dalam kisah Ayub ini bahwa penderitaan yang dialami Ayub adalah akibat ulah
iblis dan seijin Tuhan, bukan karena akibat dosanya sebagaimana yang dituduhkan oleh ketiga
teman Ayub (Elifaz, Bildad, dan Zofar).
METODE PENELITIAN
Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan studi literatur yang mengkaji konsep protes
dan iman melalui penderitaan yang terjadi dalam Kitab Ayub. Hasil kajian tersebut disajikan
menggunakan metode deskriptif untuk memberikan uraian yang mengarah pada pembentukan
wawasan kualitatif. Untuk itu penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui
penggalian kepustakaan (library research), yaitu dengan menggunakan Alkitab, kamus,
tafsiran, dan buku-buku serta literatur dan tulisan-tulisan di media on-line yang berhubungan
dengan pembahasan karya tulis ini.
Hukum Retrbusi
Hukum atau doktrin retribusi adalah hukum reward dan punishment, dimana Allah yang
menjadi pemberi reward dan pemberi punishment tersebut. Jika seseorang tersebut benar
maka ia menerima reward dari Allah, jika seseorang tidak benar maka ia menerima
punishment dari Allah. Allah memberi punishment kepada orang yang melanggar perintah
dan memberi reward kepada orang yang takut akan Dia. Namun konsep tersebut tidak
imbang, karena lebih banyak mengarah kepada material. Pemikiran yang hanya mengarah
kepada hal material, fisik, atau kepada sesuatu yang berbenda merupakan konsep murni
masyarakat kuno. Termasuk masyarakat kuno pada zaman Ayub. Dimana kemakmuran dan
penderitaan seseorang di dunia menjadi tolak ukur masyarakat kuno dalam menilai orang
tersebut berdosa atau tidak.
Dalam percakapannya dengan Ayub, bahwa diperlihatkan tiga teman Ayub
mempertahankan bahwa penderitaan merupakan akibat dari dosa. Oleh karena itu mereka
melihat bahwa penderitaan yang Ayub alami merupakan penderitaan yang berakar dari dosa
(Ayb. 4-27). Setelah ketiga temanya tersebut berbicara, ia menanggapi setiap perkataan yang
dilontarkan kepadanya. Dimana ia menanggapi tuduhan-tuhan tersebut dengan sumpah resmi,
“Demi Allah yang hidup” ( Ayb. 27:2: bdk. Rut 3:13; I Sam. 14:45, 25:34; II Sam. 14:11;
IRaj. 17:1, 12, 18:10; II Raj. 5:20; II Taw. 18:13). Ayub membela dirinya dengan
menekankan ketidaksalahannya terhadap Allah.
KESIMPULAN
Allah mengizinkan Ayub untuk mengalami penderitaan semata-mata untuk menguji iman
Ayub. Kemahakuasaan Allah yang tidak terlampaui oleh akal budi manusia menjadi suatu
perspektif yang berbeda bagi Ayub dan para sahabatnya. Dengan iman, Ayub menyatakan diri
tidak bersalah dihadapan Allah dan para sahabatnya dan berupaya memperoleh keadilan
Allah. Usaha Ayub dalam mencari jawaban akan keadilan Allah dilakukan melalui retorika
protesnya sebagai bentuk tindakan iman sebagai hasil dari kesadarannya akan Allah. Pada
akhirnya, Allah memberikan jawaban atas protes Ayub dan pengenalannya akan Allah
menjadi jauh lebih baik lagi. Protes yang dilakukan Ayub kepada Allah menandakan iman
Ayub yang selalu aktif mencari Allah.
IMPLIKASI
Penderitaan dapat membawa manusia untuk semakin menerima atau memberontak atau
menuduh Tuhan berbuat yang kurang patut. Kesadaran akan Allah akan menentukan cara
seseorang memandang hidup yang terlihat dalam perilaku maupun tindakannya. Pengenalan
akan Allah menjadikan Orang-orang yang percaya kepada Kristus lebih kuat dan mampu
bertahan dengan penyerahan diri kepada Allah.
Ayub dalam menghadapi penderitaan tidak sampai pada sikap penolakan Allah seperti
ditunjukkan istrinya. Itulah sebabnya, penting bagi orang percaya untuk memiliki pengenalan
akan Allah. Dari proses pengenalan akan Tuhan tersebut akan menemukan perspektif ilahi
yang berasal dari hubungan pribadinya dengan Tuhan, lalu mengarahkan pandangannya untuk
bisa memahami permasalahan yang dialaminya sehingga dapat merenungkannya (refleksi
diri). Iman yang aktif adalah iman yang seharusnya dimiliki oleh pengikut Kristus. Protes
kepada Allah bukanlah hal yang salah selama didasari akan pengenalan Allah yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Girard, Rene. Ayub, Korban Masyarakatnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
Larosa, Arliyanus. Belajar Dari Kitab Ayub: Tegar Dalam Penderitaan. Bandung: Kalam
Hidup, 1997.
Lasor, W.S., D.A. Hubbrad, and F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2015.
Susanto, Hery. The Awareness of God, Kesadaran akan Allah Berdasar Perspektif Kitab
Ayub. Salatiga: Tisara Grafika, 2014.
Swindoll, R. Charles. Ayub, Seorang dengan Ketabahan yang Heroik. Jakarta: Nafiri Gabriel,
2004.