Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada mulanya Allah menciptakan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa. Tuhan

menciptakan manusia sungguh sangat berbeda dengan ciptaan lain, manusia sungguh sangat

sempurna serta serupa dan segambar dengan Allah Imagodei. Itulah yang menunjukkan

bahwa manusia itu ciptaan yang sangat mulia. Allah mempersiapkan manusia begitu

sempurna dengan segala keperluan yang telah Allah ciptakan sebelum manusia diciptakan.

Dengan segala kesempurnaan itulah, manusia diberikan wewenang dan menjadi rekan sekerja

Allah untuk berkuasa dan menjaga

Blommendaal menyebut kehidupan manusia mula-mulanya hidup dengan memiliki

hubungan persekutuan yang sempurna dengan Allah.1 Namun manusia ingin menjadikan

dirinya memiliki kedudukan yang “setara dengan Allah”. Manusia juga ingin memiliki

kapasitas untuk menentukan hal yang baik dan hal yang jahat. Kesombongan seperti ini yang

membuat manusia mendapat murka dan hukuman dari Allah. Maka dari itulah timbul

penderitaan yang dialami oleh manusia. Mereka harus bekerja keras, bersusah payah, dan

adanya maut bagi setiap manusia. Begitu hebat penderitan dan pergumulan yang dialami

manusia sehingga Allah sendiri harus merasakan kemiskinan dan kematian. 2 Kesadaran akan

hal itu yang membuat manusia selalu ingat dan memahami tentang tindakan apa yang telah

dilakukan di masa lalu. Kondisi kehidupan manusia tidak lagi sama, sekarang manusia dapat

memilah tindakan yang baik dan yang jahat, tetapi kenyataannya kehidupan manusia tidak

lagi memiliki ke stabilan dalam menjalani kehidupannya. Manusia mengalami kedukaan

seperti: kematian Rohani dan jasmani akibat dari dosa manusia.

1
Dr.J.Blommendaal, “Pengantar Kepada Perjanjian Lama” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 152.
2
W. S. LaSor. D. A. Hubbard & F. W. Bush, “Pengantar Perjanjian Lama 1” (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2019), 127.
Penderitaan dan Pergumulan merupakan sebuah pengalaman yang sangat nyata

Peperangan Rohani, tulah sebabnya Alkitab tidak pernah menghilangkan makna penderitaan

sekecil apa pun.3 Jika kita melihat dalam Kitab Perjanjian Lama, Penderitaan dan

Pergumulan tidak hanya dirasakan oleh Ayub. Bangsa Israel juga tidak dari Penderitaan dan

Pergumulan. Dimasa lalu, Kehidupan Agamis Bangsa Israel sering mendapatkan murka dan

hukuman dari Allah oleh karena kesalahan dan ketidak taatan Bangsa Israel. Dosa-dosa itu

yang membuat relasi Bangsa Israel dengan Allah menjadi terhambat. Bangsa Israel

melakukan penyembahan terhadap Dewa-dewa lain, hidup dalam pesta pora dan kemabukan

serta mereka tidak setia kepada Allah Israel4.

Kondisi dalam kitab Perjanjian Baru juga menceritakan mengenai penderitaan dan

pergumulan yang dialami oleh Rasul Paulus. Paulus menderita dan menerima hinaan bukan

karena Paulus melakukan kesalahan, tetapi karena Paulus menyampaikan dan pembenaran

akan firman Tuhan yang membuat kaisar Romawi menjadi cemas akan perkembangan

kekristenan.5 Konteks penderitaan dan pergumulan yang kontras anatara Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru. Ini yang membuktikan bahwa Allah adil terhadap seluruh umatnya.

Kitab Ayub terdiri dari 42 pasal mengenai penderitaan, keluhan, perdebatan, serta

respon yang dialami oleh sosok tokoh yang bernama Ayub. 6 Kitab ini menceritakan

bagaimana perjalanan spiritual dari sosok Ayub serta bagaimana Allah menunjukkan

keadilannya kepada setiap orang. Ayub adalah orang yang saleh, jujur dan takut akan Allah

(Ayub 2:3). Dalam (Ayub 2:4-5) digambarkan bagaimana Iblis mendorong Allah untuk

mencobai Ayub melalui Penderitaan serta pergumulan.7 Iblis sebagai penantang mengeluhkan

bahwa keadilan terhadap Ayub harus sampai dan harus terlibat terhadap titik yang vital dalam

3
Paul David Tripp, “Suffering (Penderitaan)” (Jawa Timur: Literatur Perkantas Jatim, 2020), 46.
4
Dr.J.Blommendaal, “Pengantar Kepada Perjanjian Lama” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 50.
5
GPIB INDONESIA, “SDGK GPIB” (Jakarta: GPIB INDONESIA, 2022), 20.
6
W. S. LaSor. D. A. Hubbard & F. W. Bush, “Pengantar Perjanjian Lama 2” (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2011), 107.
7
Dr.J.Blommendaal, “Pengantar Kepada Perjanjian Lama” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 152.
penderitaan. Iblis percaya jika hidup Ayub turut dalam penderitaan, maka Ayub akan

mengutuk Tuhan dan melepaskan kesalehannya (Ayub 2:5), tetapi ayub menunjukkan bahwa

dirinya layak dan patut dijadikan sebagai contoh dan teladan bagi kita dimana ia

menunjukkan iman dan kesetiaannya. Selain mengajarkan mengenai kesetiaan, Kitab Ayub

juga mengajarkan para pembaca untuk menerima dan menanggapi penderitaan dengan sikap

iman dan mengarahkan hati dan pikiran kepada kedaulatan dan kehendak Allah. Oleh karena

itu Ayub merupakan suatu teladan yang perlu ditiru dan harus dihidupi di dalam setiap

langkah kita. Ayub terkenal sebagai sosok tokoh yang kehilangan Anak, Istri dan segala

harta bendanya, meskipun Ayub ditimpa oleh malapetaka yang membuat dirinya menderita,

Ayub tidak kehilangan arah, malah dirinya tetap setia kepada Allah. Oleh karena sikap Ayub

yang setia, bahkan tidak tergoyangkan ini, banyak manusia yang menjadikan Ayub sebagai

teladan dalam kehidupan spiritual manusia dalam menjalani setiap aspek kehidupannya.

Dalam sejarah kehidupan, manusia selalu diperhadapkan dengan penderitaan dan

pergumulan, misalnya : peristiwa kematian, sakit-penyakit, krisis keuangan dan sebagainya.

Meskipun begitu Tuhan selalu ingin memberikan yang terbaik bagi setiap kehidupan

manusia. Namun, beragam juga tanggapan dari manusia yang sedang mengalami penderitaan

dan pergumulan. Manusia terkadang menafsirkan penderitaan dan pergumulan sebagai

tantangan dan rintangan yang menghalangi manusia untuk membangun relasi yang berpihak

terhadap Tuhan. Dengan adanya penderitaan dan pergumulan ini, manusia sering sekali

menganggap bahwa individu yang berperilaku baik (saleh) sukar mengalami yang namanya

penderitaan dan pergumulan, tetapi sebaliknya, disaat manusia yang melakukan kejahatan

mengalami penderitaan dan pergumulan, itu dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar serta

pantas dialami oleh manusia tersebutenderitaan dan pergumulan dari Ayub merupakan

gambaran dari individu manusia yang harus menjalani pemurnian iman, agar manusia lebih

meningkatkan kesadaran hidup terhadap ketentuan Allah. Manusia harus mampu menghadapi
penderitaan dan pergumulan yang dialaminya dengan iman, seperti yang dilakukan oleh

Ayub, mungkin saja kita mengalami penderitaan dan pergumulan yang lebih atau bahkan

lebih ringan dari yang dirasakan Ayub. Jadi kita harus melihat bagaimana Ayub mampu

menghadapi setiap masalah dengan sungguh luar biasa dan menunjukkan kesetiaannya

kepada Allah.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi

mengenai masalah seputar Penderitaan dan Pergumulan Sebagai Wujud kesetiaan Oleh sebab

itu penulis menetapkan judul: “Penderitaan dan Pergumulan Sebagai Wujud Kesetiaan

Suatu Tinjauan Naratif Ayub 2:1-13 dan Implikasinya bagi Umat Percaya Masa Kini”

1.2 Batasan Masalah

Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penulisan ini adalah

Penderitaan dan Pergumulan dengan pendekatan studi tinjauan naratif eksegetis Ayub

2:1-13 Dan implikasinya bagi umat percaya masa kini. Akan tetapi tidak menutup

kemungkinan dari nats-nats lain untuk pemahaman yang lebih mendalam.

1.3 Rumusan Masalah

Untuk memudahkan pemahaman dalam tulisan ini, maka penulis menguraikan hal-hal

yang menjadi rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimana latar belakang kitab Ayub Dan kehidupan Ayub?

2. Bagaimana Penderitaan dan Pergumulan dapat menjadi wujud kesetiaan

berdasarkan Tinjauan Naratif Ayub 2:1-13?

3. Bagaimana implikasi “penderitaan dan pergumulan sebagai wujud kesetiaan :

Ayub 2:1-13 bagi umat percaya masa kini.


1.4 Tujuan Penelitian

Setiap penulisan karya ilmiah mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahu bagaimana kisah dari kehidupan Ayub

2. Untuk mengetahui seperti apa Penderitaan dan Pergumulan sebagai wujud

kesetiaan berdasarkan Tinjauan Naratif Ayub 2:1-13?

3. Untuk mengetahui bagaimana kita mengimplikasi “penderitaan dan

pergumulan sebagai wujud kesetiaan : Ayub 2:1-13 bagi umat percaya masa

kini.

1.5 Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan berpikir dalam menyusun karya tulis

ilmiah

2. Secara khusus bagi penulis sendiri, tulisan ini memberikan manfaat yang besar

untuk menambah wawasan teologi yang alkitabiah.

3. Menambah literatur di Perpustakaan Institut Agama Kristen Negeri Tarutung

(IAKN Tarutung)

4. Sebagai bahan masukan bagi para pembaca khususnya mahasiswa-mahasiswi

Teologi dalam proses penyusunan skripsi.

Anda mungkin juga menyukai