“REFLEKSI”
MATA KULIAH AGAMA KATOLIK
Disusun Oleh
Yesus Kristus benar-benar manusia dan benar-benar Allah. Hal ini sulit dipahami oleh
banyak orang, bahkan sejak awal Gereja. Ada kecenderungan untuk menjelaskan hal yang
sulit ini dengan gambaran yang sederhana, namun salah. Misalnya, ada orang yang berusaha
menjelaskan bahwa Yesus itu sungguh manusia tapi bukan sungguh Allah, Dia menjadi
Allah hanya karena adopsi belaka.
Penjelasan ini salah sebab Yesus Kristus sungguh Putera Allah melalui kodrat-Nya dan
bukan melalui adopsi.
Berikutnya ada kelompok yang juga menyangkal bahwa Yesus itu Allah. Kelompok terakhir
ini termasuk Hajah Irene. Menurut mereka Yesus itu ciptaan seperti yang lain, maka tidak
mungkin Ia menjadi Allah. Untuk menjawab ini bisa dijelaskan bahwa Yesus menjadi
manusia sungguh dilahirkan namun bukan dijadikan.
Artinya Yesus memang manusia tapi bukan ciptaan. Yesus yang adalah Allah dengan rela
hati menjadi manusia (bdk Flp 2:7)
Jadi Gereja mengakui bahwa Yesus itu sungguh Allah dan sungguh manusia secara tidak
terpisahkan. Ia sesungguhnya Putera Allah, yang menjadi manusia seperti kita, namun tetap
Allah Tuhan kita.
5. Allah Tritunggal
Dalam beberapa ayat Alkitab tersebut sudah menjelaskan pengertian Allah secara jelas
dan masih banyak ayat dalam Alkitab yang menjelaskan tentang janji-janji Tuhan Yesus bagi
orang percaya dan pengertian Allah Tritunggal dalam arti yang tersamar. Dengan begitu
banyak ayat yang menjelaskan pengertian Allah adalah satu tersebut membuat kita
sebenarnya tidak lagi harus mempertanyakan dan ragu akan hal tersebut. Kesatuan Allah ini
meliputi Bapa, Yesus Kristus dan juga Roh Kudus dan bukan menjadi 3 pribadi yang berbeda
namun 1 kesatuan dan ketiganya merupakan kekal, sudah ada sejak semula, tidak ada
penciptanya dan bahkan sebelum semua ini terjadi.
Dalam Yohanes 17:5 juga kita bisa melihat Yesus menyatakan keberadaan-Nya yang
sudah ada bersama dengan Allah Bapa sebelum dunia diciptakan. Kristus merupakan Firman
yang ada bersama Allah dan Firman itu sendiri adalah Allah serta oleh-Nya lah semua bisa
dijadikan. Ini menyimpulkan jika mustahil Yesus menjadikan segala sesuatu apabila Ia
bukanlah Allah sendiri.
Dalam 1 Korintus 8:6 yang sudah tertulis di Alkitab secara singkat menjelaskan jika Bapa
menjadi sumber dari segala sesuatu dan hanya pada hukum taurat yang harus kita taati
kepada Bapa kita hidup. Hanya lewat Yesus Kristus semuanya bisa terjadi dan menjadi jalan
bagi kita menuju ke Bapa. Yesus merupakan firman yang hidup, saat hari penciptaan, Allah
berfirman dan semuanya terjadi dan Yesus merupakan firman yang sudah terwujud menjadi
seorang manusia.
Dalam Yohanes 1:1 dijelaskan jika Yesus adalah Anak Allah yang hidup dan pada
Yohanes 10:30 dijelaskan jika Yesus menyatakan Diri-Nya dan Allah Bapa merupakan satu
kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan. Roh kudus adalah Allah dan Roh Kudus memiliki
sifat yang sama persis dengan sifat Allah. Roh Kudus tidak memiliki karakter seperti
kekuatan mistis sebab merupakan satu pribadi dengan Allah. Dalam Kisah Para Rasul 5:3-4
tertulis jika kita sebagai manusia mendustai Roh Kudus, maka itu berarti kita juga mendustai
Allah.
6. Tugas Perutusan Gereja
Gereja merupakan persekutuan umat Allah yang diikat oleh satu iman, satu babtisan dan
satu Tuhan yang sama. Gereja yang didirikan oleh Krsistus memiliki sifat satu, kudus, katolik
dan apostolik, serta memiliki tugas untuk mewartakan kabar baik Kerajaan
Allah/keselamatan, menguduskan dan mengembalakan umat Allah.
Hakikat tugas perutusan Gereja adalah melanjutkan dan mengambil bagian dalam Kristus
sebagai imam, nabi, dan raja hal ini merupakan sebuah konsekuensi dari babtisan setiap
orang kristiani (Katolik). Tugas imami adalah tugas pengudusan, tugas kenabian adalah tugas
pewartaan, dan tugas rajawi adalah tugas melayani.
Yesus tak pernah menganggap orang lain lebih rendah dari diriNya. Sikap melayani
berangkat dari cara pandang. Cara pandang yang membedakan suku, ras, golongan, status
sosial, pria dan wanita merupakan cara pandang yang menghambat pertumbuhan sikap
melayani.
Cara pandang seperti itu tidak cocok dengan semangat Yesus Kristus. Dalam pandangan
Kristiani, sikap melayani tidak merendahkan, tidak membedakan, melainkan mengedepankan
kesamaan, persaudaraan semua orang, sebab di hadapan Tuhan semua orang sederajat. Inilah
yang menjadi dasar tugas perutusan gereja “ melayani bukan dilayani”.
7.
7. Maria dalam sejarah Keselamatan
Tidak semua orang dapat menafsirkan peranan Maria tersebut secara benar dan tepat,
terkhusus bagi mereka kaum awam. Pemahaman akan peran Maria ini membutuhkan
penafsiran mendalam dengan iman dan keyakinan pada Kristus sendiri.
Apabila tidak, maka akan timbullah keraguan dari dalam hati manusia sendiri karena
sejatinya manusia adalah manusia yang lemah. Pemahami peristiwa hebat dan dasyat seperti
peran Maria tidak lah mungkin dilakukan sendiri dan tanpa iman.
Pemahaman rendah menimbulkan keraguan seperti yang dirasakan oleh seorang uskup
bernama Nestorius. Nestorius meragukan kodrat Yesus yang sebagai manusia sekaligus
Allah sendiri. Sehingga dia meyakini bahwa Maria hanyalah bunda yesus saja bukan bunda
Allah. Karena maria hanya melahirkan Yesus sebagai manusia bukan Allah.
Maria merupakan perempuan yang melahirkan Yesus Kristus yang adalah Allah itu
sendiri. Iman akan Yesus yang merupakan Allah itu sendiri juga tercatat dalam kitab suci
yaitu pada perkataan Elisabet, saudari Maria (Lukas 1:43).
Hal serupa juga dituliskan dalam berbagai ayat lain di Alkitab seperti pada Kitab Injil dan
kitab-kitan lainnya. Gereja Katolik kemudian mengukuhkan Iman ini sebagai Dogma Maria
Bunda Allah yang diperingati setiap tanggal 1 Januari dan termasuk dalam Hari Raya Umat
Katolik.
Maria juga merupakan Bunda Gereja, Iman ini mengacu pada perkataan Yesus. Kala itu
Yesus menyerahkan Maria sebagai Ibu atas Para Rasul (Yohanes 19:26-27). Para rasul sendiri
merupakan cikal bakal Gereja yang pertama kali. Sehingga dengan kata lain peran Maria
dalam Karya Keselamatan yaitu Maria sebagai Bunda Gereja.
8. Iman yang memasyarakat
Berbicara Iman berarti kepercayaa kita akan sesuatu yang belum terlihat atau sesuatu
yang tidak kita ketahui. Iman yang memasyarakat adalah bagaimana kepercyaan akan
sesuatu hal ini bisa berada di tengah masyarkat.
Tampaknya salah satu segi yang terpenting dari pertumbuhan yang dimaksud di sini
adalah peralihan dari penghayatan ―agama‖ ke penghayatan ―iman‖. Ini adalah peralihan
dari pengandalan eksternal pada adat, perintah, kebiasaan, aturan-aturan, ritual, menuju ke
kemandirian, kedewasaan, aktifnya hati nurani, kebiasaan refleksi serta keberanian berwarta.
Iman yang dewasa ditempa lewat pengalaman pergumulan dengan Allah secara nyata. Iman
dewasa tidak berarti sesuatu yang sudah ―sampai dan ―mapan; sebaliknya, iman yang
dewasa berarti kesediaan untuk menempuh jalan-jalan baru yang sebelumnya tidak dikenal,
situasi yang dalam injil-injil sering digambarkan sebagah ―daerah seberang danau
Genesaret‖, yaitu wilayah orang-orang ―kafir.
Pengalaman berjumpa dan mungkin juga ―bergumul‖ dengan Tuhan dalam situasi
kongkret masyarakat dapat diperkaya dan dipersubur bilamana komunitas Kristiani sendiri
merupakan suatu kelompok yang terbuka pada masyarakat. Bila cara hidup dan cara
bertindak jemaat mencerminkan keterbukaan ini, serta jauh dari mentalitas ghetto, para
warga jemaat akan lebih sering dipertemukan dengan Allah yang aktif dan bertindak dalam
sejarah manusia, dalam pergulatan masyarakat untuk menjadi lebih baik. Betapa pun juga,
dewasa ini orang Kristiani akan lebih dilihat dan diperlakukan sebagai salah satu saja dari
kelompok sosio-religius dalam masyarakat. Sebagaimana kedewasaan suatu pribadi tampak
dalam keterbukaannya pada sesama, demikian pula, kedewasaan suatu kelompok jemaat
tampak, bukan dalam hal membela dan melindungi kepentingannya sendiri, melainkan
dalam hal sikapnya melayani masyarakat luas