Anda di halaman 1dari 8

Nama : SINTA ARDOFRITA SIWU

Nim : 20303086
Kelas : 1-B, PENDIDIKAN EKONOMI
MK : PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

MENCIPTAKAN KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA

TUGAS!
Jelaskan dan kemukakan pendapat anda :
1. Konsep kerukunan antarumat beragama
2. Bentuk-bentuk kerukunan antar umat beragama
3. Sumber Alkitab tentang kerukunan antarumat beragama :
a. Allah sebagai pencipta dan manusia sebagai ciptaan
b. Umat Allah sebagai pelayan kebersamaan manusia
4. Pluralisme agama sebagai persoalan teologis
5. Peran umat beragama dalam mengembangkan kerukunan antarumat
beragama

JAWAB!
1. Pengertian kerukunan umat beragama adalah terciptanya suatu hubungan
yang harmonis dan dinamis serta rukun dan damai diantara sesama umat
beragama di Indonesia, yakni hubungan harmonis antarumat beragama,
antara umat yang berlainan agama dan antara umat beragama dengan
pemerintah dalam usaha memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa
serta meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat
sejahtera lahir dan batin.4 Dalam penelitian ini kerukunan hidup umat
beragama tidak mencakup dalam pengertian luas, melainkan kerukunan
antara penganut agama Islam dengan penganut agama Kristen.

2. Bentuk-bentuk kerukunan antarumat beragama


Untuk mencapai kerukunan antarumat beragama, pemerintah telah
melakukan berbagai program antara lain program “Pembinaan Kerukunan
hidup Umat Beragama” yang dalam Pelita I-V mengambil bentuk dalam
kegiatan- kegiatan Dialog, Studi Kasus, Kerja Sama Sosial, Kunjungan
silaturahmi dan lain-lain. Pembentukan Wadah Musyawarah Antarumat
beragama tanggal 30 Juni 1980 dilihat sebagai usaha yang sangat penting
dalam hubungan dengan pembinaan kerukunan antarumat beragama
(Sairin 1996, 187). Dari antara bentuk-bentuk kegiatan yang berhubungan
dengan kerukunan antarumat beragama, bentuk dialog adalah bentuk
yang paling awal dilaksanakan dengan prakarsa pemerintah dan telah
dilakukan di berbagai kota di Indonesia. Dialog adalah suatu percakapan
yang bertolak pada upaya untuk mengerti mitra percakapan dengan baik,
saling mendengarkan pendapat mitra percakapan. Dialog menunjuk pada
adanya percakapan antara dua orang atau lebih mengenai berbagai
permasalahan yang menyangkut kepentingan bersama. Dialog antarumat
beragama adalah pertemuan yang disengaja untuk bertukar pikiran,
informasi dan pengalaman tentang keyakinan masing-masing tanpa
pretensi menganggap diri lebih benar. Yang berdialog adalah manusia.
Oleh sebab itu, dalam konteks kepelbagaian agama yang ada di
Indonesia, bukanlah dialog agama, tetapi dialog antarorang beragama.
Banyak pemikiran keagamaan yang dapat disumbangkan oleh umat
beragama seandainya ada wadah dialog. Banyak kecurigaan yang tidak
wajar dalam hubungan antarumat akan lenyap, akan berganti dengan
pergaulan yang akrab.

3. Sumber Alkitab tentang kerukunan antarumat beragama :


a. Allah sebagai pencipta dan manusia sebagai ciptaan
Dasar yang pertama adalah apa yang kita baca terutama dalam
Kitab Kejadian Pasal 1-11, tetapi juga dalam banyak bagian-bagian
Alkitab yang lain, yaitu pengakuan iman bahwa Allah adalah
Pencipta alam semesta dan bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan-Nya. Bagi banyak orang, pokok pengakuan ini akan
terdengar sangat biasa saja. Kesan “biasa” ini didapatkan karena
kita selalu menghubungkan pokok penciptaan dengan masalah
adanya Allah dan bagaimana manusia harus hidup di hadapan
Allah, bukan dengan masalah kerukunan antarumat beragama dan
kebersamaan manusia sebagai sesama ciptaan Allah. Dalam
konteks percakapan mengenai kerukunan antarumat beragama, kita
memerlukan perspektif baru yang khas Indonesia, yang bisa
menyoroti pokok penciptaan secara baru pula. Dalam kerangka ini,
penting sekali bagi kita untuk menyadari bahwa “Adam” bukanlah
sekadar nama dari manusia pertama. Memang dalam Kejadian 4:25
“Adam” adalah nama orang, akan tetapi sebelum itu “Adam” selalu
berarti “Manusia.”
Dalam Kejadian 1:26-28 Manusia disebut “gambar Allah.”
Biasanya, orang memulai pendekatan terhadap “gambar Allah”
secara keliru, yaitu mulai mempertanyakan apakah yang dimaksud
bahwa manusia adalah gambar Allah?
Padahal, kisah Kejadian mau memperlihatkan bahwa gambar Allah
adalah manusia. Hanya manusia dari seluruh ciptaan Allah yang
lain yang disebut gambar Allah. Itu berarti, pada satu pihak
manusia adalah ciptaan sama seperti makhluk lainnya, tetapi tetap
ada keunikannya. Di mana letak keunikannya? Gambar Allah
menunjuk pada kemanusiaan manusia. Dalam situasi mana pun
manusia berada, dia tetap gambar Allah, dia tetap manusia. Tidak
dapat dibinatangkan oleh siapa pun. Dalam teologi tradisional
calvinisme, gambar Allah yang ada pada manusia sudah rusak oleh
karena kejatuhannya dalam dosa. Baru oleh karya Yesus Kristus
yang adalah gambar Allah yang sejati, hakikat manusia sebagai
gambar Allah dipulihkan kembali. Tanpa bermaksud menentang
teologi yang tradisional ini, ada baiknya kita menyadari bahwa
dalam Kejadian 1-11 secara Eksplisit tidak dikemukakan bahwa
gambar Allah sudah rusak. Penentangan atau pemberontakan
manusia terhadap Allah pun tidak merusak kemanusiaan manusia.
Bila kita menghubungkan Kejadian 1-11 dengan ayat-ayat
mengenai Imago Dei dalam Perjanjian Baru, penafsiran mengenai
gambar Allah yang sudah rusak dapat dikonstruksikan. Bila kita
tetap mau mengikuti teologi tradisional, jalan ke luar yang dapat
diambil adalah mengakui bahwa, pada satu pihak, dosa
menyebabkan manusia kehilangan gambar Allah, tetapi oleh Yesus
Kristus, gambar Allah ini dipulihkan kembali. Dipulihkannya ini
tidak mesti sesudah manusia menerima Kristus. Sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Paulus, ”Allah menunjukkan kasih-Nya
kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita
masih berdosa” (Rm. 5:8).
Masih ada satu segi dari pokok penciptaan yang perlu menjadi
perhatian kita,yakni manusia sering disebut sebagai “daging”
(basar). Maksudnya, bukan pertama-tama mau mengungkapkan
aspek kejasmanian manusia, melainkan aspek kerapuhannya
sebagai makhluk fana yang dapat mati. Tradisi Hikmat yang berada
di belakang Kitab-kitab Kejadian, Ayub, Amsal, Pengkhotbah dan
juga sebagian Mazmur memuat pelbagai macam himbauan
mengenai apa yang harus dibuat oleh manusia untuk menerima
kefanaannya. Namun, itu sekaligus juga membuat hidup manusia
yang singkat ini menjadi berharga dalam tradisi ini, pergumulan
universal manusia sebagai makhluk dari darah dan daging, yang
meliputi harapan dan sukacita, tetapi juga amat menonjolkan
kekecewaan dan keputusasaannya. Kefanaan manusia dan
kerinduan manusia untuk imortalitas merupakan masalah
fundamental bagi agama-agama. Oleh karena itu, pokok mengenai
manusia sebagai “daging” dapat menjadi dasar untuk pemahaman
yang membantu memotivasi kerukunan antarumat beragama.

b. Umat Allah sebagai pelayan kebersamaan manusia


Dasar yang kedua adalah pemahaman mengenai umat Allah. Pokok
ini sering dianggap sebagai sesuatu yang eksklusif sifatnya.
Abraham dipanggil keluar Dari Ur supaya menjadi cikal bakal
umat Israel, sedangkan umat Israel dipanggil Keluar (Exodus)
supaya menjadi umat kesayangan Tuhan. Demikian kita Baca di
dalam Ulangan 7:6. Pemahaman mengenai Israel sebagai umat
kesayangan Tuhan, umat yang dipilih Tuhan dari antara bangsa-
bangsa yang lain memang amat menonjol di dalam Alkitab.
Bahkan, dalam Perjanjian Baru yang sudah berwawasan universal,
ide ini tetap kuat juga. Keselamatan datang dari orang Yahudi
(Yoh. 4:22). Dalam Surat Paulus kepada jemaat di Roma pasal 11,
Paulus tetap mempertahankan bahwa Israel adalah umat Allah
sedangkan orang Kristen non-Yahudi Cuma “cangkokan” saja
(Rm. 11:17). Ide umat Allah kemudian diteruskan dalam Surat-
surat Petrus. Orang Kristen menjadi bagian dari “imamat yang
rajani” (1 Ptr. 2:9). Berbeda dengan Israel yang mempunyai
golongan imam dan awam, Israel baru, jemaat Tuhan, semuanya
adalah imam. Dalam Perjanjian Baru tidak banyak ayat yang
mengungkapkan kelompok Kristen sebagai umat (laos). Yang
banyak dipakai adalah “persekutuan” (koinonia). Dalam teologi
tradisional, Gereja biasanya digambarkan menggantikan tempat
Israel sebagai umat Allah. Gereja adalah israel baru, yang menjadi
kesayangan Tuhan yang jarang disadari adalah, bahwa di dalam
Alkitab juga ada pemahaman mengenai umat Allah yang tidak
menekankan status sebagai “kesayangan Tuhan.” Hal ini terutama
terdapatn pada ayat-ayat yang dekat sekali dengan masa
pembuangan dan yang berasal dari zaman pembuangan. Dalam
Zefanya 3:12 umat Israel yang luput dari hukuman Tuhan akan
dibiarkan, menjadi “suatu umat yang rendah hati dan lemah.”
Maksudnya, umat yang tidak bisamembanggakan status mereka
sebagai umat terpilih, sedangkan dalam kitab Yesaya terdapat 4
buah syair yang oleh para penafsir disebut “syairsyair Hamba
Tuhan” (ebed Yahweh), yaitu Yesaya 42:1-4, 49:1-6, 50:4-11 dan
52:13-53:12. Pada pokoknya, dalam keempat syair ini direfleksikan
bagaimana Israel harus memandang penderitaan masa lalunya
berupa kehinaan pembuangan yang telah memalukan mereka,
bagaimana mereka harus bersikap sekarang dan bagaimana Israel
di masa depan sesudah pembuangan berakhir, dapat menjadi
bangsa-bangsa, bagaimana harus hidup. Model ini bukanlah model
yang triumfalistik, eksklusif ataupun intoleran, melainkan model
yang rendah hati, inklusif dan toleran. Biasanya seorang tokoh
tertentu disebut sebagai hamba. Israel secara keseluruhan sebagai
umat disebut Hamba. Tekanan tidak lagi pada umat kesayangan,
sebab pembuangan telah diinterpretasikan sebagai hukuman yang
layak bagi umat yang berdosa dan tidak bisa mempertanggung-
jawabkan keberadaan mereka sebagai umat terpilih. Dalam syair
terakhir (Yesaya 52:13-53:12) yang sangat padat makna dan karena
itu juga bersifat multitafsir, penderitaan Israel dilihat sebagai
sesuatu yang bermakna, bukan hanya bagi Israel sendiri, melainkan
juga bagi yang lain israel tidak dilihat sebagai model
penampilannya menarik dan mengagumkan, tetapi model yang
sebetulnya pantas dipertanyakan, apakah layak menjadi model.
Penggambaran yang menjijikkan bermakna sebagai metafor dari
Israel dalam pembuangan yang menderita malu yang amat sangat.
“Kita” dalam syair terakhir ini adalah dunia (bangsa-bangsa) yang
menyaksikan penderitaan israel. Meskipun menderita malu yang
amat sangat, penderitaan ini tidak berdampak traumatik, yang
menyebabkan Israel nantinya membangun konsep umat terpilih
yang triumfalis, eksklusif dan intoleran sebagai kompensasi atas
penderitaan masa lalu dan tidak mau menderita lagi atas alasan apa
pun sehingga daripada menderita lebih baik menderitakan orang
lain, tetapi penderitaan dilihat sebagai penebusan bagi dunia ini.
Israel menderita untuk dunia dalam rangka melayani dunia.
Didalam narasi Matius kita mencatat ada Khotbah di Bukit (pasal
5-7) yang ditujukan baik kepada para murid dan siapa pun yang
mau mendengar dan yang isinya berkaitan dengan bagaimana
manusia yang satu berelasi dengan manusia yang lain. Dalam
Matius 7:13 Yesus meringkaskan isi seluruh hukum Taurat dan
kitab para nabi sebagai berikut: “Segala sesuatu yang kamu
kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian
juga kepada mereka.” Ratusan tahun sebelumnya Khong Hu Cu
sudah berkata demikian,tetapi dengan perumusan yang berbentuk
negatif, “yang tidak kamu kehendaki.” Mereka yang berpola pikir
partikular akan mengatakan bahwa ucapan Yesus tetap unik oleh
karena dirumuskan secara positif, sedangkan ucapan Khong Hu Cu
kurang dibandingkan ucapan Yesus oleh karena dirumuskan secara
negatif. Di sini terjadi kerancuan berpikir yang menganggap
sebuah rumusan yang berbentuk negatif sebagai bermakna negatif!
Mengapa tidak menerima saja bahwa baik Yesus maupun Khong
Hu Cu mengambil imspirasi dari kebenaran universal yang laku
sepanjang masa? Pada akhir Injil Matius kita menjumpai pasal
yang terkenal mengenai penghakiman terakhir (Mat. 25:31-46).
Menarik sekali bahwa di sini Yesus mengidentikkan pelayanan
kepada-Nya dengan pelayanan kepada mereka yang tersisih dalam
masyarakat. Pada penghakiman terakhir “semua bangsa” harus
mempertanggungjawabkan tindak-tanduk mereka. Perikop ini tidak
berbicara mengenai penghakiman orang yang tidak percaya, tetapi
penghakiman orang yang tidak menolong sesama yang
membutuhkan pertolongan konkret. Itu makna dari perikop ini.
Dalam sejarah makna ini sering diselubungi dengan makna
partikular yang sangat berat sebelah. Pada ayat 32 dab 33
disebutkan mengenai “domba” dan “kambing.” Domba
ditempatkan di sebelah kanan sedangkan kambing di sebelah kiri.
Yang di sebelah kanan masuk ke hidup yang kekal, tetapi yang di
sebelah kiri masuk ke siksaan yang kekal (ayat 46). Otomatis
“domba” diidentikkan dengan partikularitas umat! Dalam rangka
mencari dasar Alkitab bagi kerukunan umat antarumat berragama,
sudah mendesak adanya upaya menafsirkan kembali ayat- ayat
yang universal sifatnya, tetapi yang terang universalnya lama
terselubung oleh penafsiran tradisional yang tidak sesuai dengan
makna harfiahnya. Uraian di dalam Alkitab mengenai kekhasan
umat tidak pernah dapat dilepaskan dari keuniversalan manusia.
Kekhasan umat bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Orang
terpanggil untuk menyadari jati dirinya, supaya dapat berkembang
bersama yang lain menuju keuniversalan manusia. Oleh karena itu,
pembinaan keumatan tidak dapat dilaksanakan terlepas dari
pembinaan kemanusiaan.

4. Pluralisme agama sebagai persoalan teologis


Pluralisme, yakni kebersamaan kreatif. Dengan prinsip ini perbedaan
agama tidak dilihat semata-mata sebagai sesuatu yang secara praktis tidak
terhindarkan, melainkan sesuatu yang bermakna dan teologis. Dalam
wawasan pluralisme ini, yakni yang menerima serta menghayati
kepelbagaian secara positif, misi masing-masing agama tidak dihapuskan,
melainkan dikembangkan dari monolog (dengarlah aku) ke dialog
(marilah kita saling mendengarkan). Demikian juga perbedaan asasi
antara agama-agama tidak dinisbikan, melainkan ditonjolkan untuk saling
memperkaya wawasan. Dalam dialog dan interaksi dengan penganut
agama-agama lain penghayatan iman saya diperdalam dan komitmen
sosial saya diperkokoh. Wawasan pluralis akan menciptakan hubungan
antarumat berbeda agama yang lebih rukun dan berinteraksi secara positif
dalam kemanusiaan bersama yang kreatif dan keberagamaan yang
dinamis. Wawasan primordial digantikan wawasan kemanusiaan, yang
antara lain terungkap dalam perjuangan bersama untuk melaksanakan hak
dan kewajiban sebagai warga Negara, menegakkan demokrasi, hak-hak
asasi, keadilan sosial dan kedaulatan hukum, bertolak dari sumber
keagamaan masing-masing yang dikembangkan secara sehat dan dinamis.

5. Peran umat beragama dalam mengembangkan kerukunan antarumat


beragama
Untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama empat hal berikut ini
harus diperhatikan oleh umat beragama. Pertama, tanggung jawab yang
lebih besar pada yang lebih besar. Jika kerukunan hanya menjadi urusan
dan Perjuangan yang kecil akan menjadi sia-sia. Tidak ada perubahan
yang berarti bisa terjadi tanpa dukungan umat mayoritas yang banyak dan
militer yang kuat. Lebih mulus lagi bila juga memeroleh dukungan dari
birokrasi yang berkuasa. Seperti tidak mungkin ada demokrasi tanpa
mereka, juga tidak akan ada kerukunan tanpa mereka. Kedua, kerukunan
harus diupayakan terusmenerus. Tidak hanya menjadi topik seminar
setelah ada konflik, melainkan dirawat dan ditumbuhkan terus-menerus
melalui pengalaman bersama. Saat mengupayakan kerukunan terus-
menerus kebebasan harus ditata. Kebebasan yang liar dan binal akan
menghancurkan kebebasan itu sendiri. Masing-masing menata
kebebasannya sendiri dengan bertanggung jawab, dan dengan ini
masing-masing mewujudkan kerukunan beragama dan sekaligus
memelihara kebebasan itu sendiri. Selain itu, kerukunan harus
diupayakan langkah demi langkah dengan mengupayakan kesepakatan-
kesepakatan minimal yang semakin maju melalui pengalaman perjalanan
bersama. Ketiga, tugas mewujudkan kerukunan hidup antarumat
beragama adalah tugas bersama: Lembaga-lembaga keagamaan, umat
beragama serta pemerintah. Keeempat, kita harus menerobos dan
merobohkan tembok prasangka religius (Ismail 2002, 47). Hal tersebut
kita lakukan dalam rangka meneladani sikap Yesus Kristus.

MENURUT PENDAPAT SAYA


Kerukunan antarumat beragama merupak kondisi dimana antar umat
beragama dapat saling menerima, saling menghormati keyakinan masing-
masing, saling tolong menolong, dan bekerjasama dalam mencapai tujuan
bersama, tanpa melihat siapa dan apa latar belakang mereka.

Anda mungkin juga menyukai