Anda di halaman 1dari 7

MAKNA KENOSIS YESUS KRISTUS DARI FILIPI 2:7

Joni Kawarang Mbani


Sekolah Tinggi Teologi Duta Panisal
Program Studi Sarjana Pendidikan Agama Kristen
jhonychawarang@gmail.com

Abstrak
Kenosis sering menjadi bahan perdebatan para ahli teologi. Namun fakta Alkitab
menyatakan bahwa Dia tidak pernah menganggap kemuliaan, yaitu rupa Allah sebagai
sesuatu yang berharga yang harus dipertahankan sampai mengingkari.
Kata “mengosongkan” ditulis dalam bahasa Yunani Kata ἐκένωσεν (ekénōsen), kata
ini berasal dari kata κενόω (kenóō) "mengosongkan". Ekenosen dalam ayat ini merupakan
kata kerja orang ketiga tunggal yang berbentuk indikatif aorist aktif. Yang merujuk kepada
kata κενόω, kosong.
Dalam kenosisNya, Ia menjadi sama seperti manusia, Dia menjadi sama seperti
manusia. Ungkapan ini menekankan kemiripan yang Dia miliki dengan semua manusia, tetapi
tidak menuntut kecocokan sempurna dengan setiap manusia.
Kata kunci: Teologis, Makna Kekosongan Yesus Kristus.
Pendahuluan
Dalam Bab ini penulis akan memaparkan tentang pendahuluan, yang mencakup latar
belakang masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan.
Kenosis (penjelmaan Yesus) menjadi perdebatan para ahli teologi dari masa ke masa.
Pembicaraan kenosis Yesus Kristus, menghasilkan dampak teologi, yang sering menunjukkan
warna teologi, baik yang mempertahankan kenosis, menolak kenosis maupun yang tidak
menerima dan tidak menolak (kedua-duanya mempercayai). Namun perbincangan mengenai
kenosis hanya sebatas para teolog, para ahli-ahli dan kaum-kaum yang mempelajari Alkitab
(sarjana-sarjana teologi), sehingga kaum Kristen awam yaitu orang kristen biasa (jemaat) atau
Kristen mula-mula (petobat-petobat baru) tidak mengetahui akan esensi dari kenosis Yesus
Kristus dalam hidup mereka.
Secara sederhana pengertian kenosis yaitu, dalam bahasa Yunani berarti
“mengosongkan”, dari kata (kenos) “kosong”.1 Padanan kata “kenos” dalam bahasa Yunani
adalah Mataios, yang mana lebih bersifat kemanusiaan secara personal serta dihubungkan
dengan perasaan, esensi dan juga usaha yang sia-sia.
Mengenai konsep mengosongkan diri yang digunakan oleh Rasul Paulus untuk
menasehati jemaat di Filipi merupakan hal yang cukup penting dalam Alkitab. Mengutip
pernyataan dari Brian J. Bailey, “bagian ini adalah salah satu pernyataan teologi yang terdalam
diseluruh Firman Tuhan”.2
Banyak sekali orang-orang Kristen awam (Jemaat) atau kristen mula-mula (petobat-
petobat baru) tidak mengetahui akan esensi dari kenosis Yesus Kristus di dalam hidup mereka.
Hal ini merupakan dampak dari pembahasan kenosis yang hanya seputar para teolog dan para
ahli-ahli serta para sarjana-sarjana teolog saja, tidak pernah sampai kepada orang-orang kristen
awam sehingga orang-orang kristen tidak tahu dan tidak sadar akan tindakan Yesus Kristus
mengosongkan diri-Nya (kenosis) dengan menjadi manusia dengan rupa seorang hamba, yang

1
Collin Brown, The New International Dictonary of New Testament theology Vol 1, (Michigan: Zondervan
Publishing House), hal 546-552.
2
Brian J. Bailey, menembus Sasaran Suatu Eksposisi Dari Surat Paulus Kepada Jemaat Di Filipi,(Jakarta: harvest
Publication House, 2002), hal 37.
1
tujuan-nya untuk keselamatan umat manusia. Dan selain itu dalam Yesus Kristus yang dalam
kesejatian kemanusiaan-Nya mau memberikan suatu teladan yang sejati dan sempurna.
Oleh sebab itu tidak heran jika ada orang-orang Kristen yang tingkah lakunya seperti
bukan orang Kristen, sebagai contoh di Sumba “karena di sana mayoritasnya Kristen, jadi di
suatu tempat kos-kosan (indekos) yang menerima berbagai kalangan orang yang tidak melihat
suku, agama, ras, dan adat (sara). Ada orang beragam Kristen,orang beragama Muslim, orang
beragama dan juga Hindu berada dalam tempat kos ini tetapi tingkah laku mereka sangat
berbeda-beda. Menurut yang di saksikan oleh penulis bahwa ternyata yang benar-benar
menjalankan agamanya dengan sungguh-sungguh justru yang beragama Muslim dan Hindu
dibandingkan dengan yang beragama Kristen, dan bukan hanya sekali saja tetapi berkali-kali.
Mengapa hal demikian bisa terjadi di dalam kehidupan orang percaya yang mengaku
bahwa dia adalah seorang Kristen, padahal kehidupan seorang Kristen harus sesuai dengan arti
nama Kristen sendiri yaitu pengikut Kristus. Menurut kesaksian dari sumber berdasarkan kasus
tersebut, bahwa yang menjadi penyebabnya adalah faktor internal dari individu tersebut seperti
sikap eksklusivisme (bersikap bahwa hanya agama yang dianutnyalah yang benar, sedangkan
di dalam kepercayaan lain tidak mengandung kebenaran). 3 Selain itu juga faktor eksternal
(walaupun kemungkinannya kecil). Hal ini membuktikan bahwa ternyata tindakan kenosis
Yesus Kristus belum sepenuhnya terimplikasikan di dalam kehidupan orang-orang Kristen
awam.
Melihat kasus ini, penulis beranggapan bahwa tidak ada yang salah dengan menjadi
orang Kristen termasuk mengenai ajaran-ajarannya (doktrin). Sebab penulis mengetahui akan
gembala dari orang Kristen tersebut sehingga doktrin-doktrin yang diberikan tidak mungkin
salah tetapi semuanya tergantung daripada bagaimana orang Kristen meresponi akan apa yang
dia terima. Sebab sebenarnya tidak ada firman Tuhan yang sulit untuk dilakukan karena melalui
tindakan kenosis Yesus Kristus. Ia sudah membuktikan bahwa di dalam kesejatian
kemanusiaan-Nya, ternyata Ia sanggup melakukan kehendak Bapa yang diberikan kepada-Nya.
Pengertian Kenosis menurut Filipi 2:7
Kata mengosongkan (kenosis) dalam kamus bahasa Indonesia berasal dari kata
“kosong” yang artinya membuat suapaya (menjadi” kosong, menjadikan kosong dengan
cara membuang (menghilangkan) isinya,meninggalkan 4. Dalam NIV menggunakan
kata “made Himself nothing” yang dalam kamus teologi Inggris-Indonesia diartikan
sebagai tiada, maut dan kosong5.
1. Mengosongkan Diri
Kata “mengosongkan” dalam Filipi 2:7 ditulis dalam bahasa Yunani
Kata ἐκένωσεν (ekénōsen), kata ini berasal dari kata κενόω (kenóō) "mengosongkan".
Ekenosen dalam ayat ini merupakan kata kerja orang ketiga tunggal yang berbentuk
indikatif aorist aktif. Yang merujuk kepada kata κενόω, kosong. Yesus Kristus
mengosngkan diri-Nya dari apa? Bukan sifat ilahi-Nya. Itu tidak mungkin. Dia terus
menjadi anak Allah6
Pengosongan diri Yesus Kristus disini terkait langsung dengan Dia mengambil
rupa seorang hamba dan menjadi manusia. Ketika Yesus mengosongkan diri dalam
inkarnasi-Nya dan mengambil rupa seorang hamba, maka hal itu terus menerus Dia
lakukan selama Dia masih ada di dalam dunia, dengan tujuan untuk mencapai
keselamatan dari umat manusia. Oleh karena itu hal ini dilakukan dengan sangat

3
Tony Tedjo, Mengenal agama Hindu,Budha, Khong Hu Cu, (Bandung: agape dan Pionir Jaya, 2011), hal 11.
4
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka,2001),
hal 597.
5
Henk Ten Napel, Kamus Teologi-Inggris Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hal 225.
6
A. T. Robertson, Word Pictures In The New Testament: Philippians (Nashville: Christian Classics Ethereal
Library, 1985).
2
sungguh-sungguh oleh Yesus Kristus sebab ini menyangkut keselamatan dari umat
manusia.
Ungkapan mengenai “ia membuat diri-Nya tidak memiliki reputasi.” Bailey
menjelaskan secara harafiah dari bahasa Yunaninya (heauton ekenosen) berarti:
“Kristus telah mengosongkan diri-Nya. Ia menyerahkan semua hak, kehormatan, dan
hak istimewa ilahi. Kemuliaan yang Ia miliki bersama Bapa-Nya sebelum dunia
diciptakan tidak tersingkap ketika Ia berada di atas bumi”7 menurut “King James
Version” digunakan kata “made him self of no reputation,” yang mengandung
pengertian membuat diri-Nya tidak reputasi. Sedangkan menurut “New International
Version” menggunakan kata “made Himself nothing,” yang berarti membuat diri-Nya
tidak ada apa-apa8.
Dalam hal ini Abineno memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksud
dengan mengosongka diri:
Ungkapan itu tidak boleh ditafsirkan seolah-olah dengan perbuatan itu Tuhan Yesus
menanggalkan wujud atau hakekat-Nya sebagai Allah dan dengan itu juga kebesaran
dan kemuliaan ilahi yang inherent di dalamnya. Ia tetap Allah. Yang Ia buat ialah Ia
menanggalkan penyataan-Nya sebagai Allah. Itu berarti, bahwa IA bukan saja
menyembunyikan (menutupi, menudungi) kebesaran dan kemuliaan-Nya sebagai Allah
dengan kerendahan dan kehinaan-Nya sebagai manusia, sepertiyang biasa ditafsirkan
orang, tetapi lebih daripada itu: Ia turun sampai di sana (mengosongkan diri beggitu
rupa), di mana manusia tidak dapat mengenal-Nya sebagai Allah, kecuali IA sendiri dan
Bapa.9
Hal sependapat dengan apa yang dijelaskan oleh Walvoord: “bagian ini tidak
menyatakan bahwa Kristus berhenti ada dalam rupa Allah, melainkan agaknya Ia
menambahkan kepada diri-Nya rupa seorang hamba”.10 Dalam hal ini diambil suatu
kesimpulan bahwa, “Kristus tidak melepaskan sifat-sifat keilahian-Nya, melainkan
bahwa Ia secara sukarela membatasi penggunaannya sesuai dengan maksud-Nya untuk
hidup diantara Manusia yang serba terbatas.”11
2. Rupa
Kata “rupa” ditulis dalam bahasa Yunani (morphen), kata ini berasal dari kata
(morphe). Kata morphen dalam ayat ini merupakan kata benda berbentuk akusatif
(berkedudukan sebagai objek) tunggal dengan jenis kelamin feminim.12
J. B. Lightfoot mengkontraskan antara kata morphe (ay 2:6) dan schema (ay. 2:8).
Kata morphe, dalam latar belakang filsafat Yunani, menunjuk pada esensi atau
karakteristik yang ada di dalam, sedangkan kata scema menunjuk pada sesuatu yang
dapat berubah-ubah, yang terlihat dari luar. Lightfoot sendiri tidak mengidentikkan kata
morphe dengan phusis atau ousia, namun “dalam rupa Allah” berarti mengambil bagian
dalam esensi ilahi Allah.13
Jadi, arti kedudukan kata “rupa” dalam ayat ini adalah sebagai objek. Objek
adalah tujuan dari aktifitas yang dilakukan oleh subjek. Subjek dalam ayat ini adalah
Yesus. Artinya Yesus melakukan tindakan pengosongan diri-Nya yang diarah pada
terhadap “rupa” seperti apa yang Yesus jadikan sebagai sasaran atau tujuan dalam
melakukan tindakan pengosongan diri-Nya yang diarahkan pada terhadap “rupa”

7
Brian J. Bailey, menembus Sasaran Suatu Eksposisi Dari Surat Paulus Kepada Jemaat Di Filipi (Jakarta: Harvest
Publication House, 2002), hal 42.
8
Bibleworks V8
9
J. L Ch Abineno, Tafsiran Surat Filipi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001) hal. 55.
10
John F. Walvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita (Surabaya: Yakin, 1969), hal. 128.
11
Walvoord, Yesus Kristus...hal. 128.
12
Bibleworks V8
13
J. B. Lightfoot, St. Paul’s Epistle to the Philippians (Grand Rapids: Zondervan, 1953), hal. 127-133.
3
tersebut. Dan “rupa” seperti apa yang Yesus jadikan sebagai sasaran atau tujuan dalam
melakukan tindakan mengosongkan diri-Nya yaitu rupa seorang hamba.
3. Hamba
Kata “hamba” ditulis dalam bahasa Yunani δούλου (doulou), kata ini berasa
dari kata δούλους (doulos). Doulou merupakan kata benda genetif (kasus) tunggal
dengan jenis kelamin maskulin yang artinya seperti budak (slavish) dan bersikap
merendahkan diri (servile).14
Arti kata δούλους (doulos) menurut W.E Best yaitu seorang budak, orang yang
bersikap merendahkan diri, atau seorang yang menyerahkan seluruh kehendaknya.
Menurut hukum Romawi, menjadi budak Yahudi menunjukkan penghinaan yang besar.
Mengikuti beberapa hukum yang mengatur seorang budak, yaitu: pertama, seorang
budak tidak memiliki hak sebagai seorang warga negara. Kedua, tidak ada yang
memiliki (harta). Seorang tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepalanya dan tidak
ada uang untuk membayar pajak. Ketiga, seorang budak, dimata hukum, hanyalah
barang belaka yang bisa diperjual-beelikan. Keempat, menurut kematiannya, seorang
budak disiksa sebagai orang yang tak dianggap. 15
Dengan melihat perlakuan budak atau hamba pada masa itu, maka sangat tidak
masuk akal jika Yesus Kristus yang setara dengan Allah mau mengambil rupa tersebut.
Tetapi Yesus Kristus justru melalui tindakan pengosongan diri-Nya. Rela dan bersedia
mengambil rupa seorang hamba atau budak tersebut.
4. Manusia
Kata “manusia” ditulis dalam bahasa Yunani ανθρωπων (anthropon), kata ini
berasal dari kata ανθρωπος (anthropos). Kata anthropon dalam ayat ini merupakan
kata benda genitif (kasus) plural dengan jenis kelamin maskulin.16 Yang artinya manusia
sebagai makluk (human being), orang atau oknum (person), secara umum (generically)
termasuk semua kalangan semua manusia (include all human individuals) tanpa
membeda-bedakan suku, ras, agama, jabatan atau kedudukan (distinguish man from
beings of a different race or order, etc). Artinya dengan kehadiran Yesus menjadi sama
dengan manusia melalui tindakan pengosongan diri-Nya, Dia mau membuktikan bahwa
tidak peduli dari suku mana, ras apa, agama apa yang dianut dan jabatan atau kedudukan
apa yang sedang di miliki saat ini. Mereka mampu untuk melakukan kebenaran Firman
Tuhan sam seperti yang bisa dilakukan Yesus dalam kemanusiaan-Nya seratus persen.
Dalam Perjanjian Baru, kehendak bebas manusia yang akan disoroti adalah
dalam kehidupan Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah Allah yang mengosongkan diri-
Nya, mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Yesus Kristus
adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, yang dalam keduanya itu tidak dapat
saling bercampur. Pandangan ini didukung dengan pandangan Kevin J. Corner yang
menyatakan bahwa dalam pribadi Yesus ada dua hakikat yaitu manusia dan ilahi, yang
masing masing ada dalam dirinya.17
Jadi saya sependapat dengan Susanto Y.N (2018) kemanusiaan itu hanya bisa
dinyatakan dan dikembalikan oleh Allah sendiri dan jalan yang ditempuhNya ialah
melalui jalan penyelamatan di dalam Yesus Kristus. Dasar penyelamatan Allah ialah
kasihNya, karena Allah adalah kasih, yang menjelma di dalam Yesus Kristus, inkarnasi,
Allah menjadi manusia.
Yesus Kristus adalah manusia sejati dan secara otomatis Yesus Kristus memiliki
kehendak bebas yang tidak dapat dipengaruhi oleh siapa pun. Dalam satu situasi ketika

14
Bibleworks V8
15
W.E. Best, Christ Empitiend Himself (Texas: WEBBMT,1985), hal. 113-114.
16
Bibleworks V8
17
Susanto, Y. N. PANDANGAN TEOLOGIS TENTANG KEHENDAK BEBAS MANUSIA DAN
RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN ORANG PERCAYA SAAT INI.
4
Ia berdoa di taman Getsemani Dia mengatakan satu pernyataan yang sangat luar biasa
dalam Matius 26:39 “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini
lalu daripadaKu, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti
yang Engkau kehendaki.” Dan keduakalinya Dia berdoa pada ayar 42 mengatakan
“Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku
meminumnya, jadilah kehendak-Mu” dan ketiga kalinya Dia berdoa dan
mengucapkan doa yang itu juga pada ayat 44.18
Jadi, yang harus dipahami seperti ini: Yesus Kristus adalah Tuhan, yang rela
mengosongkan diriNya, menjadi sama dengan manusia yang dan mengambil rupa
seorang manusia.

Tujuan dari Kenosis


Menurut Peter Wongso menyatakan bahwa tujuan Yesus Kristus melakukan
tindakan Kenosis, yaitu:19
Pertama, agar Dia dapat menyatakan Allah kepada manusia (Yoh 1:18). Sebab
Dia adalah rupa Allah yang sejati, Dia adalah Allah yang memiliki segala kekayaan (
Kol 2:9), maka hanya Dia yang dapat menyatakan Allah kepada manusia , sehingga
manusia di dunia ini dapat dengan sempurna mengenal Allah yang satu-satunya dan
Allah yang benar (Yoh 14:9).
Kedua, Dia sebagai teladan manusia sempurna (Yoh 13:15). Kristus dalam
segala hal selalu menjadi teladan bagi manusia; Dia menuntut orang melakukan sesuatu
hal, namun sebelumnya Dia sudah memberi contoh dari pelakuan tersebut; Dia dipenuhi
oleh segala keadilan, ketulusan, kesucian, kebajikan, penuh belas kassihan, dalam
melayani orang lain, rendah hati, mengorbankan diri, sungguh-sungguh sebagai teladan
manusia (I Pet 2:21).
Ketiga, menyatakan rasa simpati-Nya kepada manusia (Ibr 2:18). Sebab Dia
sudah mengalami pencobaan, penderitaan, kemiskinan. Ini menyatakan bahwa Dia
mempunyai segala pengalaman yang di alami manusia, akibatnya Dia dapat menyalami
keadaan manusia (Ibr 2:17-18; 4:14-16).

Keempat, merupakan hubungan erat dengan hal penebusan (Ibr 9:12,14,28;


10:5-10), sebab Dia haruslah mempunyai tubuh jasmaniah barulah dapat menyerahkan
diri-Nya sebagai korban. Dia mempunyai tubuh, barulah dapat mencucurkan darah demi
menebus atau membasuh dosa manusia. Seba itu Alkitab berkata: “Bukan darah dari
kambing domba itu dapat menebus dosamu, melainkan dengan darah-Nya yang sekali
dicurahkan bagi penebusan
selama-lamanya.” Maka dari itulah Kristus haruslahnya mempunyai tubuh manusiawi
ini, demi mengerjakan kehendak Allah untuk mati menggantikan manusia (Ibr 10:10-
14; Yoh 5:42).
Kelima, kemanusiaan Yesus Kristus mempunyai sangkut paut dengan
kebangkitan-Nya, kenaikan serta kedatangan dan penghakiman yang akan dilakukan-
Nya (Luk 24:39; Yoh 19:34; 20:27; Kis 1:11; Why 1:7). Karena Yesus Kristus
mempunyai tubuh manusiawi, sehingga Dia dapat bangkit dari kematian, menang atas
kematian,menjadi buah sulung kebangkitan, sehingga dapat memberikan pengharapan
kebangkitan kepada orang percaya. Sebab Dia mempunyai tubuh manusia, maka Dia
dapat datang kembali dan setiap mata akan dapat menatap-Nya serta Dia dapat
melaksanakan penghakiman terakhir bagi segenap umat manusia.

18
Susanto, Y. N. PANDANGAN TEOLOGIS TENTANG KEHENDAK BEBAS MANUSIA DAN
RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN ORANG PERCAYA SAAT INI.
19
Dr. Peter Wongso, Kristologi (Malang: SAAT,1998) hal. 56-58.
5
Jadi kesimpulannya, kemanusiaan Yesus Kristus yang terutama, yaitu:
menyatakan Kristus sebagai teladan sempurna bagi manusia, menggenapi penebusan
dosa manusia, sehingga manusia memperoleh hidup, roh kudus dan dapat
percayakepada Allah serta membuktikan kepada manusia bahwa Yesus Kristus dalam
kemanusiaan-Nya yang sejati sekali pun dapat melakukan kehendak Bapa (Allah)
bahkan taat sampai mati di kayu salib.
Tekanan dari tujuan pengosongan diri Yesus Kristus yaitu karya keselamatan
yang dilakukan untuk setiap umat manusia.oleh sebab itu Dia mengambil rupa seorang
hamba dan mau turun ke dunia untuk menjadi manusia sejati, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh kehidupan yang kekal.
Makna kemanusiaan Yesus Kristus
Yesus Kristus dalam kemanusiaan-Nya merendahkan diri-Nya untuk taat
melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah Bapa. Oleh karena itu Aallah
mengaruniakan dan meninggikan nama-Nya di atas segala nama dan segala kuasa baik
di sorga, dibumi dilimpahkan kepada Yesus Kristus. Yesus Kristus itu firman Allah
yang lahir ke dunia bukan karena Ia mau membangkitkan orang mati, bukan karena
persoalan lahir tanpa bapak dan
sebagainya, tetapi untuk membuktikan bahwa Yesus benar-benar Allah yang mau
menjadi daging dan tinggal di dalam (in carne).
Yesus Kristus memiliki tubuh secara darah dan daging yang sama dengan
manusia tetapi Dia tidak dapat berbuat dosa. Yesus Kristus sebagai manusia untuk
mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya yaitu imagodei yangg adalah Kristus
bukannya manusia. Setelah manusia dibaptis sebagai tanda pertobatan maka manusia
harus melakukan perjamuan kudus yang artinya tubuh dan darah Yesus Kristus
manunggal (bercampur) dengan manusia.
Manusia sejati tidak memiliki dosa karena Allah sendiri yang menciptakan.
Kaitan dengan dosa, Allah tidak menciptakan manusia dengan potensi berdosa dengan
status atau natur dosa seperti Adam dan Hawa yang pada awalnya adalah sungguh-
sungguh manusia sejati yang tidak memiliki dosa sebelum pada akhirnya jatuh ke dalam
dosa. Manusia kita bisa mengatakan bahwa kelahiran dari hubungan seksual maupun
dosa itu bukan merupakan sifat-sifat dasar dari manusia yang dimiliki semua manusia
karena tidak semua manusia memiliki manusia memiliki dosa dan tidak semua manusia
lahir dari hubungan seksual laki-laki dan perempuan.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa:
Pertama, mengosongkan diri yang dilakukan Kristus sebenarnya adalah Kristus
mengambil natur tambahan bagi diri-Nya sendiri yang membatasi kehendak bebas
penggunaan sifat keilahian-Nya. Jadi, dalam hal ini Dia tidak melepaskan sifat
keilahian-Nya sama sekali, hanya Dia secara sukarela membatasi penggunaannya.
Kedua, Kristus telah mengosongkan diri-Nya dengan cara berinkarnasi, melalui
kelahiran dari seorang perawan (anak dara – Alkitab Terjemahan Lama) dan tanpa ada
campur tangan seorang laki-laki. Dalam hal ini Maria benar-benar mengandung dari
Roh Kudus (Matius 1:18).
Ketiga, ketaatan dan kerendahan hati diharapkan menjadi gaya hidup orang
percaya. Hal ini sesuai dengan teladan yang sudah diberikan oleh Kristus selama masa
inkarnasi-Nya di bumi. Dengan adanya ketaatan dan saling merendahkan diri, maka
dapat membangun kesatuan dalam jemaat. Dengan persatuan tersebut, gereja dapat
menggenapi maksud dan rencana Allah bagi gereja-Nya.

6
Daftar Pustaka

1. Brown, Collin. The New International Dictonary of New Testament theology Vol 1. Michigan:
Zondervan Publishing House.
2. Bailey, Brian. 2002. Menembus Sasaran Suatu Eksposisi Dari Surat Paulus Kepada Jemaat Di
Filipi. Jakarta: Harvest Publication House.
3. Tedjo, Tony. 2011. Mengenal agama Hindu,Budha, Khong Hu Cu. Bandung: agape dan Pionir
Jaya.
4. Alwi, Hasan. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Balai Pustaka.
5. Napel, Henk Ten. 2006. Kamus Teologi-Inggris Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
6. Robertson, A.T .1985. Word Pictures In The New Testament: Philippians Nashville: Christian
Classics Ethereal Library.
7. Bibleworks V8
8. Abineno, J.L Ch. 2001. Tafsiran Surat Filipi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
9. Walvoord, John F. 1969. Yesus Kristus Tuhan Kita Surabaya: Yakin, 1969.
10. Lightfoot, J. B. 1953. St. Paul’s Epistle to the Philippians. Grand Rapids: Zondervan
11. Best, W.E. 1985. Christ Empitiend Himself. Texas: Webbmt.
12. Wongso, Peter.1998. Kristologi. Malang: SAAT.

Anda mungkin juga menyukai