Anda di halaman 1dari 20

Tugas Kristologi

Kristologi Bapa- bapa Gereja abad ke 1-2

Oleh
Gardennia Y Imelda R ( Nim 2122001)

Imelda Walalajo, (Nim 2121002)

Untuk memenuhi Tugas Matakuliah :

Kristologi

Diserahkan kepada

Dr. Juanda

Program Pascasarjana STTII SURABAYA


2021

Kristologi Bapa-bapa Gereja Abad 1 dan 2

Latar Belakang

Alasan kelompok kami memilih topik ini adalah untuk Memahami perkembangan teori2
tinting Kristologi yang merupakan suatu keharusan dalam bidang studi teologia. Hal ini
diperlukan karena untuk memahami konsep Kristologi yang ada saat ini kita tentu
mengetahui bagaimana sejarah perkembangan dan asal-muasal timbulnya konse-konsep
Kristologi yang ada dalam sejarah. Adanya pengetahuan tersebut membantu para mahasiswa
di era sekarang ini untuk dapat memahami secara komprehensif akan teori dan konsep-
konsep Kristologi yang ada. Sehingga dengan demikian mampu untuk memberikan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul di masyarakat serta mampu
mempertanggungjawabkan pengajaran tentang Kristologi dalam iman percaya kita di tengah-
tengah pengajaran yang tidak Alkitabiah.

Perkembangan konsep Kristologi ini berasal dari abad 1 disebabkan karena banyaknya
pengajaran-pengajaran yang tidak Alkitabiah yang membuat kebingungan dan kesesatan
dalam masyarakat Kristen yang saat itu masih sangat muda. Ajaran sesat tersebut antara lain
Gnostik, Docetisme, Valentinian, Monarkhianisme, Montanisme dan Stoa /Stoicism. Kedua
ajaran tersebut banyak kemiripan dengan ajaran Kristen. Sehingga apabila jemaat yang masih
muda tidak benar-benar memahami doktrin ke-Kristenan yang benar akan mudah di sesatkan.
Selain ajaran-ajaran menyimpang dalam ke-Kristenan juga banyak menghadapi serangan dari
pemikiran-pemikiran filsafat abad pertama. Hal ini mendorong Bapa-bapa gereja untuk
membuat dan membicarakan konsep-konsep tologi yang ada khsusunya Kristologi.

Pembahasan

Dalam membahas teologi Kristologi Bala-bapa gereja abad 1 dan 2 maka kita akan
membahas padangan-pandangan Bapa-bapa Gereja yang ada dan menuangkan pandangannya
pada periode tersebut. Pembahasan pandangan ini dimulai dengan pembahasan dari Bapa
Gereja:
1. Ignatius dari Anthiokia

Ignatius menguraikan tentang keilahian Kristus dalam Surat kepada Jemaat di Efesus Bab 7:

Terdapat satu Tabib yang memiliki daging maupun roh; keduanya menjadikan dan tidak
dijadikan; Allah yang ada dalam daging; kehidupan sejati dalam kematian; dari Maria
dan juga dari Allah; pertama-tama dapat merasakan penderitaan dan kemudian tidak
dapat, yaitu Yesus Kristus Tuhan kita. i

Kendati kurang jelas, dalam Surat kepada Jemaat di Efesus Bab 7 pada teks Recensio
Panjang abad ke-4 yang mengalami interpolasi/penjelasan sebagai berikut:

Tetapi Tabib kita adalah satu-satunya Allah yang benar, yang tidak diperanakkan dan
yang tak terhampiri, Tuhan dari semua, Bapa dan Yang Memperanakkan Putra Tunggal.
Kita juga memiliki seorang Tabib: Tuhan Allah kita, Yesus Kristus, Firman dan Putra
Tunggal, sebelum waktu dimulai, tetapi yang kemudian menjadi manusia pula,
dari Maria sang perawan. Karena "Firman itu telah menjadi daging." Menjadi tak
bertubuh, Ia berada dalam tubuh, menjadi tak dapat merasakan penderitaan, Ia berada
dalam tubuh yang dapat merasakan penderitaan, menjadi baka, Ia berada dalam tubuh
yang fana, menjadi hidup, Ia menjadi tunduk pada kebinasaan, agar Ia dapat
membebaskan jiwa kita dari kematian dan kebinasaan, serta membebaskannya, dan dapat
menyembuhkannya ketika jiwa kita terserang penyakit kefasikan dan nafsu jahat.ii

Dalam Surrat kepada Jemaat di Magnesia, Santo Ignatius diklaim sebagai penulis Kristen
pertama yang diketahui mendukung digantikannya Sabat dengan Hari Tuhan di dalam
Kekristenan:

Jangan tergoda dengan ajaran-ajaran aneh ataupun dongeng-dongeng kuno, yang


adalah tidak bermanfaat. Karena apabila sampai hari ini kita hidup menurut
cara Yudaisme, kita mengakui bahwa kita masih belum menerima rahmat (kasih
karunia). ... Apabila mereka yang pernah menjalani praktik-praktik kuno memperoleh
kebaruan harapan, tidak lagi menjalankan hari Sabat tetapi membiasakan hidup mereka
mengikuti hari Tuhan, yang padanya kehidupan kita juga muncul melalui Dia dan
melalui kematian-Nya yang disangkal sejumlah pihak ... bagaimana kita dapat hidup
terpisah dari Dia? ... Adalah mengerikan berbicara tentang Yesus Kristus dan
[sekaligus] mempraktikkan Yudaisme. Karena Kekristenan tidak meyakini Yudaisme,
tetapi Yudaisme dalam Kekristenan. ... . iii

Para ahli telah lama mencatat pernyataan Ignatius dari Antiokhia tentang kristologi tinggi.
Yesus, yang sebagai Tuhan muncul dalam bentuk manusia (Ef. 19.3), adalah ‘Tuhan di dalam
manusia’ (Ef. 7.2) dan adalah ‘Tuhan kita’ (Eph. Inscr.; 15.3; 18.2; Rom. Inscr.; 3.3; Polyc
8.3). Yesus Kristus termasuk dalam perikop ‘tritunggal yang baru lahir’ seperti Ef. 9.1 dan
Magn. 13.1-2. Namun harta lebih lanjut masih harus ditambang, dan nada spesifik yang akan
saya jelajahi adalah integrasi kristologi tinggi Ignatius dengan etikanya. Paraenesisnya berakar
pada ‘pikiran Allah’, juga digambarkan sebagai ‘pikiran Kristus’ (Ef. 3.2; Phld. Inscr.), yang
adalah ‘Allah yang membuat Anda begitu bijaksana’ (Smyrn. 1.1; lih. Ef. 17.2). Instruksi
moral Ignasian menggabungkan ‘kehendak Allah dan Yesus Kristus’ (Trall. 1.1), ‘hormat Bapa
dan kehormatan Yesus Kristus’ (Trall. 12.2), dan ‘kasih Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus’
(Phld. 1.1). Orang-orang percaya harus menjadi ‘peniru Allah’ (Trall. 1.2) serta ‘peniru Yesus
Kristus’ (Phld. 7.2). Ignatius bahkan berdoa agar dia menjadi ‘peniru penderitaan Allahku’
(Rm. 6.3; lih. Ef. 10.3). Dengan demikian, nasihat Ignatian menggabungkan sebuah imitatio
Christi dengan sebuah imitatio Dei. Berangkat dari pengalaman khusus dan keadaan khusus,
paraenesis kontekstual Ignatius mengangkat Putra ke status otoritatif yang sejajar dengan Bapa.
Interaksi antara kristologi dan etika juga menggarisbawahi pemahaman multi-level tentang
‘kesatuan’ dan penggunaan ‘daging dan roh’ yang multivalen.

2. Clement dari Aleksandria

Salah satu pemikiran Klemens yang penting adalah usahanya untuk membangun hubungan
yang baik antara iman Kristen dengan filsafat.ivv Pada waktu itu, kebanyakan orang takut
untuk menghubungkan keduanya karena akan dianggap sesat. vi Klemens berusaha
memperlihatkan bahwa dengan mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan filsafat tidak
lantas membuat orang menjadi sesat. vii Upaya Klemens didasarkan pada pertimbangan bahwa
kalau gereja menutup diri terhadap kebudayaan dan filsafat Yunani, maka gereja akan
tertutup bagi orang-orang yang berpendidikan.viii
Namun di lain pihak ada beberapa orang yang cenderung menekankan keilahian Yesus
sehingga mereka tidak melihat bahwa ia benar-benar manusia.ix Klemens juga
mengungkapkan siapa Yesus.

“Sebab Ia makan, bukan untuk keperluan tubuh, yang kesegaran dan keutuhannya
dijaga oleh suatu daya kekuatan suci, tetapi untuk keperluan agar mereka yang ada
bersama-Nya tidak mempunyai pikiran yang lain tentang diri-Nya”

Salah satu kutipan dalam kumpulan Fragmen Pra-Sokrates:

"Xenophanes dari Kolophon mengajarkan bahwa tuhan itu satu dan tak bertubuh.”x

Lalu Klemens menyatakan:

“Hanya ada satu tuhan, ia adalah yang paling besar di antara semua tuhan dan semua
manusia, dan Ia tidak mirip dengan yang mortal (manusia) entah dalam pikirannya,
maupun dalam rupanya”

Semasa Klemens hidup, Gnostisisme berkembang pesat di Mesir bahkan banyak sekali
pemimpin Gnostisisme yang berasal dari Mesir dan giat menyebarkan ajarannya di sana. xi
Ia bersikap terbuka terhadap sebagian besar pandangan hidup Yunani tetapi sulit baginya
menerima ajaran Gnostik. Bagi Klemens, untuk menentang sebuah ajaran tidak cukup hanya
dengan mengatakan anti terhadap ajaran tersebut tetapi perlu menghayatinya juga di dalam
hidup. Ia menolak ajaran Gnostisisme yang menolak pernikahan. Menurut Klemens,
pernikahan adalah baik karena merupakan pemberian dari Allah. Akan tetapi, pernikahan
yang ideal bagi Klemens semata-mata hanya untuk mendapatkan keturunan.
Rupanya Klemens tidak menolak sepenuhnya ajaran Gnostik karena ia juga membenarkan
sebagian pandangan Gnostik yang mengajarkan iman yang membawa kepada pengetahuan.

3. Polikarpus dari Smirna

Menurut kisah, Polikarpus adalah murid langsung dari Yohanes. Yohanes yang dimaksud
bisa merujuk pada Yohanes anak Zebedeus yang menurut tradisi merupakan penulis Injil
Yohanesxii
Surat Polikarpus kepada filipi berisi formulasi klasik di mana ia membantah argumen gnostik
bahwa Inkarnasi Tuhan dalam, dan kematian dan Kebangkitan, Kristus adalah fenomena
imajiner yang murni signifikansi moral atau mitologis.

Dalam Bab 7, Polikarpus mendesak jemaat Filipi untuk menolak berbagai doktrin sesat,
tetapi tidak pernah menyebutkan bidaah tertentu dengan nama. Misalnya, ia menyerang
docetisme, keyakinan bahwa Yesus tidak muncul di Bumi dalam daging, dengan mengutip1
Yoh : ("Karena siapa pun yang tidak mengakui bahwa Yesus Kristus telah datang dalam
daging, adalah antikristus").

4. Ireneaus dari Lyon

Kristologi Ireneus tidak lepas dari paham tentang Allah. Ireneus menyebut Allah sebagai
awal, tidak dijadikan atau diciptakan, tanpa awal dan tanpa akhir. Allah menciptakan segala
sesuatu dari yang tidak ada . Dalam diri Allah terdapat kesempurnaan, keabadian, kekuasaan,
kebaikan dan kebijaksanaan. Allah adalah universal intelect, cinta, roh, pendengaran, mata,
cahaya dan sumber dari segala yang baik. Semua atribut kebesaran Allah ini tidak dapat
diukur dan berada di luar jangkauan akal budi manusia. Ireneus menegaskan bahwa dalam
diri Allah terdapat segala sesuatu yang baik, dan Allah bertindak sebagai Allah yang baik.
Menurut Ireneus, Allah Perjanjian Lama dan Allah Perjanjian Baru adalah Allah yang satu
dan yang sama.xiii

Ireneus tidak pernah ragu bahwa hanya ada satu Allah, yaitu Allah Abraham, Allah Ishak dan
Allah Yakub, yang adalah pencipta yang tidak dipengaruhi oleh siapa pun. Allah
menciptakan segala sesuatu atas dasar kehendak-Nya, bebas dan penuh cinta, sebab Dia
transenden dan absolut. Ia menciptakan manusia dengan kedua tangan-Nya xiv

Yesus Kristus, Logos Ilahi

Pada zaman Ireneus, kristologi-logos menjadi istilah baru untuk menjelaskan Yesus Kristus
sebagai Allah Putera yang sejak kekal ada dan yang tetap bersatu dengan Allah Bapa.
Kristologi-Logos dimaksudkan untuk menekankan bahwa Yesus Kristus adalah Logos,
Putera dan Firman Allah. Putera berbeda tetapi sekaligus bersatu dengan Bapa xv
Para apologet memakai ungkapan logos untuk mempertanggungjawabkan iman Kristen di
hadapan filsuf kafir sekaligus untuk menangkal ajaran bidaah-bidaah yang membingungkan
umat. Merujuk pada prolog Injil Yohanes (Yoh 1:1-3) dan dibantu pemahaman filosofis
tentang logos, para apologet menerangkan praeksistensi Yesus Kristus. Pemahaman ini
diawali dengan asumsi tentang adanya seorang mediator sekaligus pencipta dunia ini.
Mediator itu adalah Logos. Logos yang sejak awal bersama dengan Bapa kemudian
menjelma menjadi manusia (Yoh 1:14) xvi

Pemahaman inilah yang dijelaskan oleh Ireneus dalam perjuangannya melawan ajaran kaum
Valentinian . Sama seperti para apologet sebelumnya, ia menerangkan peranan Logos sebagai
pencipta sekaligus perantara. Menurut Ireneus, Yesus Kristus adalah Logos Ilahi yang
bertindak sebagai Firman Allah. Lewat Firman itu, Allah menciptakan segala sesuatu dari
yang tidak menjadi ada (creatio ex nihilo). xvii

Yesus Kristus, Logos yang Berinkarnasi

Ireneus menekankan pentingnya inkarnasi Logos dalam sejarah keselamatan. Bagi Ireneus,
peristiwa inkarnasi merupakan kunci sejarah keselamatan. Dengan inkarnasi Logos, manusia
dibebaskan dari dosa dan mencapai kepenuhan (pleroma) xviii. Ireneus memulai ajarannya
dengan mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Allah.
Dalam penciptaan, Allah menanamkan intuisi dalam diri manusia, agar manusia dapat
mengenal Allah, dan melalui ciptaan mengetahui bahwa ada satu Tuhan dan Allah yang
universal. Hal ini hanya mungkin jika manusia memiliki kehendak yang kuat. Namun, karena
dosa manusia pertama, manusia terpisah dari Allah. Agar manusia dapat mengenal dan
melihat Allah lagi, Allah harus hadir dalam kehidupan manusia xix.

Melalui kehadirannya di tengah-tengah manusia, manusia dapat mengetahui bahwa Allah


Bapa yang tidak kelihatan itu adalah Allah yang satu dan merangkum segala sesuatu di dalam
diri-Nya. Dalam semua rencana itu, Allah sendirilah yang berinisiatif memperkenalkan
dirinya.xx

5. Yustinus Martir

Yustin seorang filsuf dan seorang martir serta antagonis paling awal terhadap ajaran sesat.

Berikit adalah karya-karya tulisannya:


1. Apologi Pertama (1 Apol) ditujukan kepada Antoninus Pius, putra-putranya,
dan Senat Romawi;[24]
2. Apologi Kedua (2 Apol) ditujukan kepada Senat Romawi;
3. Amanat kepada Orang Yunani (Discourse to the Greeks), suatu diskusi
dengan para filsuf Yunani mengenai karakter dewa-dewa mereka;
4. Hortatory Address to the Greeks (sekarang dianggap bukan karya Yustin[25]);
5. suatu makalah Mengenai Kemahakuasaan Allah (On the Sovereignty of God),
di mana ia menggunakan otoritas pagan maupun Kristen;
6. suatu karya berjudul Sang Penulis Mazmur (The Psalmist);
7. suatu makalah dalam bentuk skolastik Mengenai Jiwa (On the Soul); dan
8. Dialog dengan Trypho (Dialog)

Dalam kutipan dari 1 Apol. 33:1,4–5 (paralel parsial dalam Dial. 84)
mengenai annunciation dan kelahiran Yesus dari seorang perawan menunjukkan bagaimana
Yustin menggunakan ayat-ayat harmoni Injil dari Injil Matius dan Lukas untuk memberikan
bukti alkitabiah bahwa Yesus adalah Mesias berdasarkan penggenapan nubuat Yes 7:14xxi

"Dan dengarlah lagi bagaimana Yesaya menubuatkan bahwa Dia harus dilahirkan dari
seorang perawan;; karena demikian dikatakannya: 'Lihat, perawan itu mengandung
dalam rahimnya dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menyebut
dalam namanya, Allah beserta kita' (Matius 1:23)." (1 Apol. 33:1)xxii

"...kuasa Allah, yang turun ke atas perawan itu, menaunginya dan membuatnya selagi
masih perawan untuk mengandung (bandingkan Lk 1:35), dan malaikat Allah
memberitakan kepadanya dan berkata, 'Lihat, engkau akan mengandung dalam rahim
dari Roh Kudus dan melahirkan seorang anak laki-laki (Mt 1:20/Lk 1:31) dan ia akan
disebut Putra dari Yang Mahatinggi (Lk 1:32). Dan engkau akan menamainya Yesus,
karena Ia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka (Mt 1:21),'
sebagaimana diajarkan oleh mereka yang telah membuat memoirs ("catatan
kenangan") mengenai segala sesuatu tentang Juruselamat kita Yesus ... (1 Apol. 33:4–
5)xxiii
Yustinus juga mengemukakan bahwa "benih-benih Kekristenan" (manifestasi-manifestasi
tindakan Logos dalam sejarah) sebenarnya mendahului penjelaan Kristus. Gagasan tersebut
memungkinkan dia untuk mengklaim bahwa banyak filsuf Yunani historis
(termasuk Socrats dan Plato), yang telah ia pelajari dengan baik karya-karyanya, sebagai
orang-orang Kristen yang tidak menyadarinya.

6. Tertulianus

Ketika orang-orang Kristen Yunani masih bertengkar tentang keilahian Kristus serta
hubunganNya dengan Allah Bapa, Tertulianus sudah berupaya menyatukan kepercayaan itu
dan menjelaskan posisi ortodoks. Maka, ia pun merintis formula yang sampai hari ini masih
kita pegang: “Allah adalah satu hakekat yang terdiri dari tiga pribadi”

Ketika dia menyiapkan apa yang menjadi doktrin Trinitas, Tertulianus tidak mengambil
terminologinya dari para filsuf, tetapi dari Pengadilan Roma. Kata Latin substantia bukan
berarti "bahan" tetapi "hak milik". Arti kata persona bukanlah "pribadi", seperti yang lazim
kita gunakan, tetapi merupakan "suatu pihak dalam suatu perkara" (di pengadilan). Dengan
demikian, jelaslah bahwa tiga personae dapat berbagi satu substantia. Tiga pribadi
(Bapa, Putra dan Roh Kudus) dapat berbagi satu hakikat (kedaulatan ilahi).

Tertulianus memisahkan secara tegas antara agama dan filsafat. xxiv Ia menolak filsafat,
namun aliran filsafat pada zamannya mengubah pola pikir sehingga perlahan menerima
filsafat.xxv Bagi Tertulianus kebenaran berasal dari agama (Kristen), dan agama tidak ada
hubungannya dengan filsafat. Namun, pada akhirnya ia pun menerima filsafat sebagai pencari
kebenaran dengan jalan rasio. Ia merupakan filsuf yang banyak mendapatkan pengaruh dari
Stoa dengan penggunaan konsep spirit, word, substance, dan sebagainya.xxvi

Tertulianus dikenal sebagai seorang genius, pujangga Gereja terbesar di Barat sebelum
Agustinus. Ketika orang-orang Kristen dengan latar belakang Yunani masih berdebat tentang
keilahian Kristus serta hubunganNya dengan Allah Bapa, Tertulianus sudah berupaya
menyatukan kepercayaan itu dan menjelaskan posisi ortodoks. Maka, ia pun merintis formula
yang sampai hari ini masih kita pegang: yakni Doktrin Trinitas. Rumusan Trinitas pertama
(asli) yang dikemukakan oleh Tertullianus yaitu:
'una substantia tres personae', "satu substansi/hakekat tiga pribadi".
Ajaran Tertullianus tentang Tritunggal tertuang di seluruh makalahnya; Against Praxeas
(Melawan Praxeas), Tertullianus memulai pembahasan dengan mendefinisikan ulang
kesalahan ajaran bidat Monarkhianisme Dinamis atau Sabellianisme, yang menganggap
bahwa Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus merupakan Pribadi yang sama dan
tunggal.

Kesatuan substansi Allah ini terdistribusi ke dalam tigapribadi, yaitu pribadi Allah Bapa,
pribadi Yesus Kristus dan pribadi Roh Kudus. Tigapribadi ini bukanlah tiga kondisi, tetapi
tiga di dalam tingkatan, bukan dalam substansi tapi dalam bentuk, bukan dalam kuasa, tetapi
aspek-aspeknya. Namun, Allah adalah satu dalam substansi, dalam kondisi, dalam kuasa, dan
dalam kekuasaan, sampai Ia disebut sebagai Satu Allah. Ia menulis:

“while the mystery of the dispensation is still guarded, which distributes the Unity into a
Trinity, placing in their order the three persons – The Father, the Son, and the Holy Ghost:
three, however, not in conditions, but in degree; not in substance, but in form; not in power,
but in aspects; yet of one substance, and of one condition, and of one power, inasmuch as He
is one God, from whom these degrees and forms and aspects are reckoned, under the name of
the Father, and of the Son, and of the Holy Ghost.”

Tertullianus, lebih senang menyebut Yesus Kristus sebagai Anak, xxvii yang tidak bisa tidak
berasal dari substansi Allah. Anak akan mewakili Bapa dengan melakukan kehendak Bapa
dan menerima semua kekuasaan dari Bapa. Roh Kudus keluar dari Bapa melalui Anak. Anak
yang menerima semua kekuasaan dari Bapa itupun harus mengembalikan seluruhnya kepada
Bapa.xxviii Ia merumuskan:

Segala sesuatu ditundukkan ke bawah Anak, namun Anak itupun tunduk


sepenuhnya kepada Bapa. Dari sini terlihat bahwa ada Monarkhixxix di dalam keallahan
(Godhead). Ke-beradaan Anak tidak bertentangan dengan Monarkhi Allah. Sekaligus melalui
pasal IV ini, Tertullianus menunjukkan bahwa Bapa dan Anak bukanlah satu Pribadi yang
menyatu, tetapi merupakan dua Pribadi yang terpisah, bukan hanya nama-Nya yang terpisah,
tetapi juga faktanya. Fakta itu meliputi perbedaan antara Allah yang menyerahkan kerajaan
itu dan Anak yang menerima kerajaan; demikian juga Ia yang menyerahkan segala
kekuasaan, dengan Dia yang menerima kekuasaan itu. Oleh Karena itu, keduanya haruslah
merupakan dua Keberadaan (beings) yang berbeda. Ia mengutip 1 Kor 15:24-28 dan
mengatakan:

Keberadaan Anak dikaitkan dengan dispensasi Allah sendiri. xxx Allah telah ada sejak sebelum
alam semesta ini diciptakan. Maka tidak ada yang di luar Allah selain Allah sen-diri. Oleh
karena itu, tidak ada apapun yang berada bersama Allah, kecuali yang di dalam diri Allah itu
sendiri, yaitu Ia memiliki Rasio. Karena Allah rasional, maka Rasio (Akal) merupakan yang
pertama di dalam Dia. Rasio (Akal) di dalam pikiran-Nya sendiri ini (atau kesadaran /
consciousness), di dalam bahasa Yunani disebut logoj / logos, yang berarti Firman atau
Perkataan.
Tertullianus tidak terlalu setuju jika dikatakan bahwa Firman itu yang ada sejak awal, seperti
biasa dikatakan orang, tetapi lebih tepat dikatakan Rasio (Akal) itulah yang ada sejak awal,
karena Akal itu ada bersama-sama dengan Allah. Namun, memang Firman itu berisi Rasio
(Akal), sehingga membuktikan keberadaan awalnya menyatakan substansi yang sama.
Karena, sekalipun Allah tidak mengirimkan Firman-Nya, Ia tetap berada di dalam-Nya,
disertai dan termasuk di dalam Akal-Nya yang paling dalam, dimana Ia dengan diam-diam di
dalam diri-Nya sendiri merancang dan merencanakan segala sesuatu yang kemudian akan Ia
lontarkan melalui Firman-Nya.

Tertullian mengargumentasikannya di dalam analogi pikiran manusia. Ketika


manusiaberpikir, tentu ia tidak lepas dari kata-kata (firman), dan pada saat ia berusaha
mengerti, ia menggunakan akalnya. Ketika kita berbicara kepada diri kita sendiri di dalam
proses berpikir kita, maka kata-kata yang kita lontarkan kepada pikiran kita. Dengan
demikian, kata-kata (firman) itu menjadi pribadi kedua di hadapan kita. Pemikiran ini
menjadi dasarteguh bagi Tertullian untuk meyakini bahwa sejak sebelum dunia diciptakan,
Firman itu telah ada bersama-sama dengan Allah, dan dijadikan yang kedua di sisi Allah.

Karena melihat Firman sebagai Akal, Tertullian pada pasal berikutnya, mengkaitkan Firman
itu dengan Hikmat (Sofia / Sofia). Baginya, melihat Firman sebagai Hikmat akan jauh lebih
baik daripada menyebutnya sebagai Akal. Ia mengungkapkan:

“This power and disposition of the Divine Intelligence is set forth also in the Scripture
under the name of Sofia, Wisdom; for what can be better entitled to the name of Wisdom
than the Reason of the Word of God?” xxxi
Ia menyoroti bahwa dengan melihat Firman sebagai Akal dan Hikmat, maka Firman itu pasti
berpribadi. Allah menjadikan Kristus setara dengan Dia sendiri, Anak yang pertama
diperanakkan, karena Ia diperanakkan sejak sebelum segala sesuatu ada. Namun, Tertullianus
dengan tegas menolak jika pernyataan di atas disimpulkan menjadi dua substansi antara Allah
Bapa dan Allah Anak. Memang Firman itu memiliki substansi tertentu, dibentuk oleh Roh
dan merupakan komunikasi Hikmat, tetapi Ia bukanlah keberadaan yang substansif, dimana
Ia memiliki substansi-Nya sendiri secara terpisah, sehingga Anak dan Bapa menjadi dua.
Untuk itu, di dalam pasalVIII, ia menolak ajaran Valentinus yang melihat Kristus sebagai
Aeon. Bagi Tertullian, Kebenaran tidak boleh dikaitkan dengan terminologi seperti itu,
karena terminologi itu juga dipakai oleh bidat/ajaran sesat. Ia membalas argumen Valentinus
dengan pernyataan:

Di dalam melukiskan relasi antara Bapa dan Kristus, Tertullianus menggunakan lukisan
analogi antara matahari dengan sinarnya, atau sumber air dan sungai, khususnya untuk
menekankan perbedaan keduanya. Dan ternyata yang dibedakan bukan hanya dua, tetapi tiga,
yaitu berkait dengan Roh kudus.

Ketiga pribadi Allah Bapa, Anak dan Allah Roh Kudus tidak bisa dipisahkan satu dari yang
lain, tetapi mereka tetap berbeda Satu dari yang Lain. Tertullianus mengatakan:

“…when they contend for the identity of the Father and Son and Spirit, that it is not by way
of diversity that the Son differs from the Father, but by distribution: it is not by division that
He is different, but by distinction; because the Father is not the same as the Son, since they
differ one from the other in the mode of their
being.”xxxii

Argumentasi ini dijadikan dasar bagi Tertullianus untuk melihat bahwa


Alkitab memang melihat Allah Bapa pada urutan pertama, Anak pada urutan kedua dan Roh
Kudus pada urutan ketiga. Inilah yang disebut sebagai ekonomi Allah.xxxiii

Pasal X dan XI secara khusus ditujukan untuk melawan konsep Monarchianisme yang dianut
oleh Praxeas. Tertullianus melawan konsep bahwa Allah Bapa dan Allah Anak se-benarnya
satu Pribadi. Dengan melihat nama yang beda saja, sudah langsung dapat diasumsikan bahwa
Allah Bapa memang berbeda dari Anak. Ia berkata:

Pada bagian akhir pembahasan Tritunggal secara khusus ini, di dalam pasal XIII,Tertullian
membela bahwa pandangan Tritunggal bukanlah konsep Politeisme seperti yang dituduhkan
oleh Monarkhianisme. Tertullianus membela keesaan Allah dalam Tritunggal ini dengan
melihat penggunaan dari kata ”Tuhan” yang dipakai bersama untuk keduanya. Untuk ini ia
memisahkannya sebagai dua sinar yang sebenarnya satu esensi adanya.

Hal ini dapat dimengerti, karena ancaman Gnostisisme dan Monarkhianisme saat itu sangat
mengganggu gereja. Doktrin Tritunggal, yang ditulisnya secara khusus untuk melawan
Sabellianisme. Lane melihat bahwa doktrin Tritunggal yang ditegakkan oleh Tertullianus
menghasilkan istilah-istilah yang nantinya akan dipakai di dalam menyusun rumusan-
rumusan mengenai Tritunggal dan Inkarnasi. Lane mengungkap:

Sekalipun ia pernah bersimpati kepada Montanisme, dan sedikit banyak hal itu me-mang
mempengaruhi tulisan dan argumentasinya, namun secara utuh pikiran Montanisme yang
didukungnya tidak sampai merusak pemahaman iman orthodoksnya dan tidak sampai
membuat ia meninggalkan gereja Katholik. Mungkin itu pula alasan mengapa para Bapak-
bapak Gereja saat itu tidak mengutuk dia sebagai seorang penganut Montanisme.

7. Origenes dari Aleksandria

Dalam tulisannya, Origenes mengemukakan bahwa Yesus adalah "yang sulung dari segala
ciptaan, yang mengambil wujud raga dan jiwa manusia." xxxiv Ia sungguh-sungguh percaya
bahwa Yesus memiliki jiwa insani, xxxv dan memandang keji paham Doketisme (keyakinan
bahwa Yesus datang ke dunia dalam bentuk roh, bukan dalam bentuk jasad). Origenes
membayangkan kodrat insani Yesus sebagai jiwa yang paling rapat dengan Allah, dan tetap
setia secara sempurna pada Allah, kendati semua jiwa lain akhirnya menjauh dari Allah. xxxvi
Pada waktu menjelma menjadi manusia, jiwa Yesus manunggal dengan Logos dan "saling
berbaur" menjadi satu. Dengan demikian, menurut Origenes, Kristus memiliki kodrat insani
sekaligus ilahi, tetapi sebagaimana semua jiwa lain, kodrat insani Kristus sudah wujud sejak
semula.
Origenes adalah orang pertama yang mencetuskan teori pampas/penebusan/ransom
teori dalam bentuk yang sudah paripurna, xxxvii sekalipun Ireneaus sudah lebih dahulu
mencetuskan semacam prototipe dari teori ini. Menurut teori ini, kematian Kristus di kayu
salib adalah pampasan/ransom kepada setan sebagai ganti kebebasan umat manusia. Menurut
teori ini juga, setan sesungguhnya telah diperdaya Allah, xxxviii karena Kristus bukan saja tidak
berdosa, melainkan juga adalah penjelmaan ilahi, yang tidak dapat diperbudak setan. Teori
ini kelak diperluas lebih lanjut oleh teolog-teolog seperti Gregorius dari Nisa dan Rufinus
dari Akuilea. Pada abad ke-11, Anselmus dari Caterbury mengecam teori pampas beserta
teori Christus Victor yang masih berkaitan dengannya, sehingga jumlah peminatnya di
kawasan barat Eropa jauh berkurang. Bagaimanapun juga teori pampas masih lumayan
populer dalam Gereja Ortodox Timur.

KESIMPULAN

Inti pengajaran Kristologi bapa- bapa gereja abad 1 dan 2

Bapa – bapa gereja ini telah memberikan kutipan- kutipan mereka untuk membantah ajaran.
Doketisme (dari bahasa Yunani dokein, “to seem”), adalah bidat pada akhir abad pertama
yang menyatakan bahwa Yesus hanya seolah”-olah” menjadi manusia. Doketisme adalah
“pernyataan tegas bahwa tubuh manusia Kristus adalah sebuah phantasm (= hasil dari fantasi
atau gambaran mental atau representasi dari sebuah objek yang nyata, atau suatu tiruan dari
yang nyata atau yang sebenarnya), dan bahwa penderitaan dan kematian-Nya adalah
penampakan belaka, karena jika dia menderita dia bukanlah Allah; jika dia adalah Allah dia
tidak dapat menderita”. Para penganut paham ini menyangkal kemanusiaan Kristus tetapi
menegaskan KeallahanNya. xxxix
menurut
Ignatius, “Yesus memiliki daging maupun roh”…dst
Polikarpus dari Smirna “siapa pun yang tidak mengakui bahwa Yesus Kristus telah datang
dalam daging, adalah antikristus”
Clement dari Alexandria “ Yesus memiliki tubuh jasmani “Sebab la makan, bukan untuk
…dst
Origenes dari Alexandria Yesus adalah “yang sulung dari segala ciptaan, yang mengambil
wujud raga dan jiwa. Manusia.” /Yesus memiliki jiwa insani, Pada waktu menjelma menjadi
manusia, jiwa Yesus manunggal (“saling berbaur”)dengan Logos meniadi satu. Jadi Kristus
memiliki kodrat insani sekaligus ilahi,

Pandangan Alkitab :mengenai docetisme

Yesus benar-benar memiliki tubuh jasmani saat ia datang ke Dunia ini, ia merasa lapar (Mat
4:2; 12:1), haus (yoh 19:8). Yesus takut saat di getsemani ( Mat 26:37), Yesus bisa
mengantuk dan Tidur (Ma 28:4), keluar air dan darah saat lambungnya ditikam tombak (Yoh
19:34), Yesus marah kepada orang yang berjualan di bait suci ( yoh 2:15), Yesus lelah saat
tiba di Samaria ( Yoh 4:6), Yesus bisa menangis ( Yoh 11:35).
Bapa- bapa gereja ini juga telah memberikan kutipan- kutipan mereka untuk membantah
ajaran gnosticisme yang mengarah pada sinkretisme yaitu kepercayaan kepada bamyak
agama dan banyak aliran kepercayaan
Ignatius : “ Tetapi Tabib kita adalah satu-satunya Allah yang benar, yang tidak diperanakkan
dan yang tak terhampiri, Tuhan dari semua,…..dst

Pandangan Alkitab mengenai Sinkretisme


Penolakan Alkitab terhadap sinkretisme itu jelas dari protes nabi-nabi Allah terhadap praktek
ibadah kepada Baal, upacara/ibadat.
Menurut Alkitab Yesus adalah satu- satunya Allah yang benar, alkitab memberikan ayat- ayat
yang cukup jelas mengenai hal tersebut diantaranya :
• Ulangan 6:4 (TB) Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu
esa!
Hanya ada satu Tuhan, (esa= echad dlm bahasa ibrani yaitu satu kesatuan/ gabungan
beberapa unsur, yang merujuk kepada Trinitas)
• Yesus dan Bapa adalah satu ( Yoh 10:30)
• Yesus adalah satu- satunya jalan menuju Bapa ( Yoh 14:6)
• Yesus telah ada sebelum dunia diciptakan ( yoh 17:5)
• Yohanes 8:24 (TB) Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati
dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati
dalam dosamu.”
Yesus menuntut kita untuk percaya bahwa Dialah satu- satunya Allah yang benar.

Bapa- bapa gereja ini juga membantah ajaran Gnosticisme tentang kebangkitan, yaitu bahwa
Kebangkitan Kristus adalah imajiner. Hal ini dibantah keras oleh Polikarpus dalam Surat
Polikarpus kepada filipi berisi formulasi klasik di mana ia membantah argumen gnostik
bahwa Inkarnasi Tuhan dalam, dan kematian dan Kebangkitan, Kristus adalah fenomena
imajiner yang murni signifikansi moral atau mitologis.

Pandangan Alkitab mengenai kebangkitan adalah Imajiner


Menurut Alkitab hal itu sangatlah tidak benar karena alkitab mencatat sendiri dalam banyak
ayat Alkitab bahwa Yesus benar- benar bangkit.contohnya :

• Kisah Para Rasul 13:30 “Tetapi Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati.”
• Kisah Para Rasul 2:32 “Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu
kami semua adalah saksi.”
• 2 Korintus 4:14 “Karena kami tahu, bahwa Ia, yang telah membangkitkan Tuhan
Yesus, akan membangkitkan kami juga bersama-sama dengan Yesus. Dan Ia akan
menghadapkan kami bersama-sama dengan kamu kepada diri-Nya.”
• Yohanes 21:14 “Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-
Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.”
• Matius 27:53 “Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu
masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang.”
• Markus 16:9 “Setelah Yesus bangkit pagi-pagi pada hari pertama minggu itu, Ia mula-
mula menampakkan diri-Nya kepada Maria Magdalena. Dari padanya Yesus pernah
mengusir tujuh setan.”
Iraneus dari Elyon (130-202)
Ia hadir untuk melawan paham Valentinian, Valentinian termasuk : nama Filsafat gnostic :
materi adalah jahat, maka Yesus tidak mungkin benar-benar mengambil rupa manusia, Ia
hanya kelihatannya saja berupa manusia dan menderita.”
Ia membantah mereka dengan ajarannya Yesus Kristus adalah Logos, Putera dan Firman
Allah. Putera berbeda tetapi sekaligus bersatu dengan Bapa.
la merujuk pada (Yoh 1:1-3) dan dibantu pemahaman filosofis tentang logos, para apologet
menerangkan praeksistensi Yesus Kristus. Pemahaman ini diawali dengan asumsi tentang
adanya seorang mediator Sekaligus pencipta dunia ini. Mediator itu adalah Logos. Logos
yang sejak awal bersama Dungan Bapa Kemudian menjelma menjadi manusia (Yoh 1:14)
Allah.

Valentinian ini juga mengajarkan bahwa Kristus Abdallah putra Sophia yang jatuh, yang
dengan demikian dikandung sebagai individu.

Pandangan Alkitab mengenai paham Valentinian ini ,Alkitab membantah keras ajaran
Valentinian ini, alkitab setuju dengan pendapat dari Iraneus, Yesus adalah anak Allah , Yoh
1:1-3, Yoh 1:14 dan diperkuat juga dengan, perkataan Yesus sendiri dalam Yohanes 5:25
(TB) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-
orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup.,
Perkataan malaikat bahwa Yesus Anak Allah, Lukas 1:32 (TB) Ia akan menjadi besar dan
akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-
Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Matius 16:16 : Maka jawab Simon Petrus: “Engkau
adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”

Origenes dari Alexandria


Ia adalah orang yang memandang keji Docetisme, seperti yang sudah dijelaskan diatas, ia
juga memiliki pandangan terkait soteriologi tentang penebusan, yaitu karya penebusan Yesus
dibayarkan kepada setan.

Pandangan Alkitab mengenai penebusan kepada setan ini yaitu Alkitab tidak setuju, teori
penebusan kepada setan adalah salah, menurut Paul Enns 1 hal 360
Untuk merespons pandangan itu, haruslah dicatat bahwa kekudusan Allah, bukan kekudusan
Setan yang dicemarkan, dan pembayaran (penebusan) harus ditujukan kepada Allah untuk
mengalihkan murka-Nya. Lebih jauh, Setan tidak memiliki kuasa untuk membebaskan
manusia, Allah saja yang memiliki kuasa itu. Teori ini salah karena hal itu membuat Setan
menjadi penerima keuntungan dari kematian Kristus. Pandangan ini memberikan pandangan
terlalu tinggi kepada Setan; salib adalah suatu penghukuman bagi Setan, bukan suatu harga
tebusan yang ditujukan kepada Setan. xl

Origenes juga percaya Tritunggal tetapi menganut paham sub-ordinasi, yaitu Bapa, Anak dan
Roh kudus memiliki tingkatan.Bapa lebih tinggi kedudukannya daripada Sang Putra, dan
Sang Putra lebih tinggi Kedudukannya daripada Roh Kudus.

Pandangan Alkitab mengenai subordinasi ini yaitu Alkitab tidak setuju,


Kedudukan atau status keilahian pribadi-pribadi ini sama atau seimbang dalam segala hal.
Tidak ada yang lebih tinggi dari yang lainnya, atau sebaliknya tidak ada yang kedudukannya
lebih rendah dari yang lain. xli

Tertulianus
Inti ajarannya adalah Trinitas: Allah adalah satu hakikat yang terdiri dari tiga pribadi. Masih
digunakan sampai sekarang., Ia hadir untuk melawan ajaran Modalistik : Allah hanya satu
pribadi dan bukan tiga Pribadi, dan percaya bahwa sang Bapa, Putra, dan Roh Kudus
hanyalah bentuk atau jelmaan lain dari Pribadi yang sama. Menurut modalisme, Allah dapat
menjelma dalam tiga bentuk yang berbeda.

Dan juga melawan aliran Monarkianis. Seorang Monarkianis mempercayai kesatuan Allah
(dalam bahasa Latin monarchia berarti "kepemimpinan tunggal") sedemikian rupa sehingga
ia menolak khodrat Tritunggal Allah. Baik modalisme maupun monarkianisme modalistis
berpegang pada doktrin Patripassianisme, sebuah ajaran bahwa Allah Bapa juga menderita di
atas salib dengan (atau sebagai) sang Putra, dan erat hubungannya dengan Sabellianisme.

Alkitab mendukung Trinitas, Kita dapat melihat jelas Allah sebagai 3 pribadi dalam
peristiwa Yesus dibaptis, ada 3 pribadi yaitu Suara Bapa dari Sorga, Roh kudus dalam wujud
seperti burung merpati dan pribadi ke 3 Yesus sendiri. ( Mat 3:16-17)
Dan adanya Penggunaan kata “ Elohim “ Allah yg jamak

Santo Ignatius
Selain ia menentang docetisme dan sinkritisme yang sudah dibahas diatas, ia juga
menekankan arti penting Ekaristi, menyebutnya “obat kekekalan” dalam Surat kepada
Jemaat di Efesus Bab 20. xlii Keinginan yang sangat kuat untuk menyongsong kemartiran di
dalam arena, yang ia ungkapkan cukup eksplisit dalam beberapa bagian, mungkin tampak
agak aneh bagi pembaca modern. Pemeriksaan atas teologi soteriologisnya menunjukkan
bahwa ia memandang keselamatan sebagai terbebasnya manusia dari ketakutan yang luar
biasa akan kematian dan karenanya berani menghadapi kemartiran.xliii

Pandangan Alkitab mengenai Ekaristi ini


Ada beberapa masalah serius dalam pandangan ini. (1) Karya Kristus dipandang belum
selesai, pengorbanan Kristus diteruskan di Misa. Padahal Kristus telah mendeklarasikan
bahwa karya-Nya telah selesai (Yoh. 19:30), demikian pula dinyatakan oleh penulis Ibrani
(Ibr. 10:10-14). (2) Tubuh manusiawi Kristus seharusnya mahahadir, apabila pengajaran ini
ber namun demikian, tubuh manusia Kristus terlokasi di surga (Kis. 7:56). (3) Pada waktu
menetapkan Perjamuan, Kristus menggunakan gambaran percakapan yang biasa dipakai-
yaitu metafora (“Ini adalah tubuh-Ku… darah-Ku”)-pada waktu menunjuk pada roti dan
cawan. Ia hadir secara fisik, namun terpisah dari unsur-unsur itu pada waktu la menunjuk
roti dan anggur sebagai tubuh dan darah-Nya. Demikian pula halnya, pada Yohanes 6, Yesus
menggunakan suatu metafora yang sangat kuat (“makan daging-Ku… minum darah-Ku”)
untuk memberikan gambaran yang jelas tentang iman yang menyelamatkan dalam relasi
dengan diri-Nya. Apabila kita bersikeras bahwa ekspresi ini merupakan bahasa harfiah,
maka itu berarti melanggar prinsip hermeneutik yang fundamental. (4) Orang Yahudi
dilarang minum darah (Im. 17:10-16), namun itulah yang Yesus perintahkan untuk mereka
lakukan apabila transub stansiasi yang la maksudkan. xliv
Tentang tubuh dan darah Yesus

Lukas 22:19-20 LAI- (TB)(19) …….“Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu;
perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.”(20)……“Cawan ini adalah perjanjian baru oleh
darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.
KJV : (19)…. Ini adalah tubuhku yang diberikan untukmu: ini lakukan untuk mengingat aku.
(20) ……Cawan ini adalah bukti baru dalam darah-Ku, yang ditumpahkan bagimu.

Menurut tafsiran Wycliffe frasa diatas artinya Dia mengidentifikasi diri-Nya dengan
lambang-lambang Paskah. Sebagaimana tubuh dan darah anak domba merupakan korban
yang menjadi sarana tercapainya penebusan dari Mesir, demikian pula Kristus akan
merupakan korban yang menjadi sarana perjanjian yang baru. Tidak ada petunjuk di dalam
bahasa-Nya bahwa tubuh dan darah-Nya akan diubah secara lahiriah menjadi roti dan
anggur. xlv

Bagaimana melayani kelompok ajaran sesat


Kita dapat belajar dari Paulus yang mengajarkan Titus dan Timotius dalam menghadapi
bidat- bidat yaitu pertama – tama harus menasehati mereka, namun jika mereka tidak mau
mendengarkan, maka mereka harus dijauhi, sesuai dengan Titus 3:10 (TB) Seorang bidat
yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi.

Paulus menganggap ajaran- ajaran mereka itu sebagai soal-soal yang dicari-cari yang bodoh
dan tidak layak (2 Tim. 2:23), dan hal ini dianggapnya tidak berguna dan sia-sia belaka (Tit.
3:9). Seterusnya banyak perdebatan mengenai perkataan-perkataan (2 Tim.2:14) yang tidak
baik (1 Tim. 6:20 dan 2 Tim. 2:16) menunjukkan kepada ‘omongan yang kosong.
Jadi jangan kita meresponi mereka karena guru- guru ini akan lebih banyak lebih banyak
membuang waktu untuk soal-soal yang tidak berguna

Kita perlu menguji setiap ajaran tersebut apakah sudah sesuai dengan ajaran yang sehat
yaitu perkataan Tuhan Yesus ( 1 tim 6:3) dan ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik (
1 tesalonika 5:21) Karena Ajaran-ajaran sesat ini hanya akan membawa orang percaya
untuk tidak mencapai pada tujuan iman yang sebenarnya yaitu Yesus Kristus. Oleh karena
itu maka orang percaya perlu memperdalam iman di dalam Yesus Kristus dengan berbagai
kegiatan pendalaman Alkitab yang diadakan dalam gereja-gereja lokal. Di mana dengan
berbagai pelajaran-pelajaran pendalaman Alkitab yang ada dapat memberikan pemahaman
yang mendalam akan kebenaran Firman Tuhan kepada setiap orang percaya sehingga setiap
orang percaya tidak mudah digoncangkan oleh berbagai pengajaran-pengajaran yang tidak
benar, yang tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
i
"The Epistle of Ignatius to the Ephesians", Ante-Nicene Fathers, 1, Translated by Alexander Roberts and
James Donaldson, Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1885
ii
"Chapter VII.—Beware of false teachers.", Ante-Nicene Fathers, Vol I, Saint Takla Haymanout Website:
Coptic Orthodox Church
iii
The Epistle of Ignatius to the Magnesians 8:1, 9:1-2, 10:3, Translated by J.B. Lightfoot
iv
F.D. Wellem. 1987. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. Hal. 80-81.
v
Williston Walker. 1946. A History of Christian Church. New York: Charles Scribner's Son. P. 77.
vi
F.D. Wellem. 1987.op cit.
vii
Tony Lane. 2007. Runtut Pijar:Sejarah Pemikiran Kristiani. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 14.
viii
F.D. Wellem. 1987.op cit.
ix
Johnson. Elizabeth., Kristologi di Mata Kaum Feminis,Yogyakarta: Kanisius, 2003
x
DK 21 B 23 (Klemens dari Alexandria, Stromata V, 109.1
xi
Tony Lane. 2007 op.cit
xii
Kirsopp Lake 1912. The Apostolic Fathers, vol. I, hal. 280-282
xiii
Eric Osborn, Irenaeus of Lyons (Cambridge: Cambridge University Press, 2003), hlm. 28-30.
xiv
Gagasan tentang ‘dua tangan Allah’ dikemukakan oleh Theofilus. Dalam menafsirkan Kejadian 1:26 perihal
penciptaan manusia, ia mengatakan bahwa Allah menggunakan kedua tangan-Nya, yaitu Logos dan Sophia.
Ireneus dengan hati-hati menyamakan kombinasi Logos- Sophia dengan Putera-Roh (Kudus) atau menjelaskan
bahwa Logos-Sophia sama dengan Putera-Roh. Walaupun memuat gagasan yang sama, Ireneus memilih
menggunakan kombinasi Putera-Roh (Kudus), sebab memiliki dasar biblis. [Lihat Robert M. Grant, Jesus after
the Second Century (London: SCM Press, 1990), hlm. 99-100].
xv
Nico Syukur Dister, Kristologi: Sebuah Sketsa (Kanisius: Yogyakarta, 1987), hlm. 284-285
xvi
Wilhelm Bousset, Kyrios Christos, diterjemahkan oleh Jhon E. Steely (New York: Abingdon Press, 1970),
hlm. 422; C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi ..., hlm. 101.
xvii
Wilhelm Bousset, Kyrios Christos ..., hlm. 422.
xviii
Wilhelm Bousset, Kyrios Christos ..., hlm. 422.
xix
Eric Osborn, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 30-32
xx
Eric Osborn, Irenaeus of Lyons ..., hlm. 30.
xxi
Skarsaune (1987) The Proof From Prophecy p. 145 – "1 Apol. 33 contains an elaborate explanation of Is
7:14. ... One notices that the fulfillment report is stylized so as to match the prophecy perfectly. That Yustin did
not entirely formulate it ad hoc is demonstrated by the close parallel in the Proteuangelium Iakobi (PJ 11:3),
where much of the same combination of Matthean and Lukan elements occurs. Probably all three elements
(Prophecy – Exposition – Fulfillment report) were present in Yustin's source. And – as pointed out by Koester
[Koester (1956) p. 67] – it seems the same source is employed once more in Dial. 84."
xxii
Koester (1990) Ancient Christian Gospels p. 379 – "1 Apol. 33 gives as proof concerning Jesus' birth the
prophecy of Isa 7:14. The text of this scriptural passage is presented in a form that is influenced by its quotation
in Matt 1:23."
xxiii
Koester (1990) Ancient Christian Gospels pp. 380–81
xxiv
Bdk. Eric Osborn, Tertullian, First Theologian of the West (Cambridge: University Press, 1997), hlm. 27-28
xxv
“Tertullian scornfully mocked those who advocate a Stoic or a Platonic or an Aristotelian Christianity. It was
a Gnostic thesis that faith needs supplementation by philosophical inquiries. “what has Athens in common with
Jerusalem?”. Kutipan ini sedikitnya menggambarkan penolakan pada filsafat. Namun pada pertengahan abad II,
filsafat mulai diterima. Lih. Henry Chadwick, The Early Church (London: Penguin Book, 1967), hlm. 74-75.
xxvi
Eric Osborn, Tertullian, First Theologian of the West, hlm. 35.
xxvii
Michael C. Thomsett, Heresy in the Roman Catholic Church a History, hlm. 32.
xxviii
Marian Hillar, From Logos to Trinity, hlm. 197-198.
xxix
Hans V. Campenhausen, The Fathers of the Latin Church, hlm. 35; Karl Baus, “From the Apostolic
Community to Constantine”, hlm. 250; Timothy D. Barnes, Tertullian: A Historical and Literary Study, hlm.
258-259.
xxx
Johanes Quasten, Patrology: The Ante-Nicene Literature After Irenaeus, hlm. 255.
xxxi
Johanes Quasten, Patrology, Ibid hlm. 290.
xxxii
Johannes Quasten, Patrology: Ibid hlm. 319-320.
xxxiii
Stanlay L. Greenslade (penerjemah dan editor), Early Latin Theology, Selections from Tertullian, Cyprian,
Ambrose, and Jerome (Philadelphia: The Westminster Press, 1956 ). hlm. 23.
xxxiv
Greggs, Tom (2009), Barth, Origen, and Universal Salvation: Restoring Particularity, Oxford, England:
Oxford University Press, ISBN 978-0-19-956048-6
xxxv
Greggs, Tom (2009), Ibid
xxxvi
Ehrman, Bart D. (2003), Lost Christianities: The Battles for Scriptures and the Faiths We Never Knew ,
Oxford, England: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-514183-2
xxxvii
Eddy, P. R.; Beilby, J. (2008), "Atonement", dalam Dyrness, William A.; Kärkkäinen, Veli-Matti, Global
Dictionary of Theology: A Resource for the Worldwide Church, Downers Grove, Illinois and Nottingham,
England: IVP Academic, hlm. 84–92, ISBN 978-0-8308-2454-0
xxxviii
Plantinga, Richard J.; Thompson, Thomas J.; Lundberg, Matthew D. (2010), An Introduction to Christian
Theology, Cambridge, England: Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-69037-9
xxxix
Norman L. Geisler, Baker Encyclopedia …, 202.
xl
Paul Enns vol 1 “ The moody Handbook of Theology “ hal 360
xli
http://yyhendrik.blogspot.com/2015/03/subordinasi-kaum-pluralis.html?m=1
xlii
Inggris) “The Epistle of Ignatius to the Ephesians”, Ante-Nicene Fathers, 1, Translated by Alexander Roberts
and James Donaldson, Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1885
xliii
XL (Inggris) Cobb, L. Stephanie. Dying To Be Men: Gender and Language in Early Christian Martyr Texts,
page 3 (Columbia University Press, 2008); ISBN 978-0-231-14498-8
xliv
Paul Enns vol 1 “ The moody Handbook of Theology “ hal 408
xlv
https://alkitab.sabda.org/verse_commentary.php?book=42&chapter=22&verse=19

Anda mungkin juga menyukai