1. Gereja Alexandria adalah Eutycian! Atau “Monophysite!’ Dalam hal ini, Gereja
Alexandria dianggap percaya bahwa Yesus Kristus mempunyai satu kodrat
yaitu kodrat kemanusiannya telah melebur ke dalam semesta. Ide ini sangat
bertentangan dengan kepercayaan kita dan Gereja Alexandria tidak akan pernah
menerima kepercayaan itu.
2. Dr. J Tager menyatakan bahwa Kekristenan adalah sesuatu yang sangat asing di Mesir
sampai abad ke lima Masehi dan bahwa orang Mesir menerima agama Kristen oleh
sebab motif politik. Ketika Patriak-patriak memberi simpati kepada dunia Kristen,
mereka mempunyai kesempatan untuk memusnahkan kekuasaan kaisar dan akan
segera merombak segala ajaran gereja Roma!
Tuduhan ini sangatlah kejam bagi orang Koptik. Sejarah mencatat sebaliknya,
agama Kristen bukanlah sesuatu yang asing di Mesir. Beribu-ribu orang Koptik telah
menjadi Kristen sejak jaman pendudukan Romawi. Justru di Mesirlah, Mahzab dan
Sekolah Alexandria di bangun oleh bapa-bapa yang setia mengabdi kepada Gereja.
Tidak lagi perlu dipertentangkan bahwa Patriak tidak patuh atau melenceng dari ajaran
pemimpin pusat yaitu Paus di Roma sebab hubungan mereka selama ini baik-baik
saja.
Dan tidaklah benar bahwa Gereja Koptik melepaskan diri dari Gereja
Universal kerena keinginannya lepas dari kekaisaran Bynzantium. Faktanya, kaisar
ingin menyelesaikan konflik teologi yang berkepanjangan dan Patriak Melkite telah
ditunjuk oleh kaisar untuk menganiaya orang Koptik. Hal ini membuat orang Koptik
jengah dan muncullah semangat melawan pemimpin yang semena-mena.
3. Banyak akademisi telah mengklaim bahwa St. Dionisius, St Athanasius dan St Cyril
telah melakukan perbuatan kekerasan yang semestinya tidak dilakukan oleh petinggi
gereja. Ini adalah tuduhan yang sangat keji sebab mereka membela gereja dengan
sangat tulus berlandaskan semangat kemartiran.
Oleh karena isu-isu ini, saya tidak akan menolak usulan persatuan Gereja Barat dan
Gereja Timur. Banyak juga para akademisi baru yang mengerti dan memahami
kepercayaan kita yang benar tentang Kristus. Berikut ini akan saya jelaskan sudut
pandang teologis untuk menegaskan posisi Gereja Koptik dalam Konsili Kalsedon.
1. Memang ada kontroversi dari dua sekolah teologi tersebut tetapi mereka juga setuju
dalam banyak poin yang tidak dituliskan diatas.
2. Problem itu hadir ketika adanya salah interpretasi dari orang yang tidak benar-benar
mengerti konsep dasar teologi kedua sekolah diatas. Apollinarius dari Laodikia
menyangkal bahwa Tuhan Yesus memiliki jiwa manusia sedangkan Eutyches dari
Konstantinopel menyangkal kemanusiaan Kristus, keduanya salah memahami konsep
kristologi Sekolah Alexandria. Perlu dicatat bahwa mereka yang menerima konsep Kristologi
Aleksandria yang berpusat pada satu sifat Kristus (mia-fisis), justru mereka
bukanlah berasal dari Sekolah Aleksandria, tidak pula mereka mempelajari sistem
teologi Alexandria. Di sisi lain Nestorius, Theodoret dari Cyrus, Theodore dari
Mospuestia dan Ibas dari Edessa yang bersisikukuh untuk membagi kodrat Yesus
Kristus menjadi dua, juga dinilai salah oleh Sekolah teologi Antiokia.
3. Politik kekaisaran dan gereja sangat kuat pengaruhnya dalam membangun konflik ini
untuk menciptakan celah yang lebar diantara para pemimpin gereja.
1. Logos atau sabda adalah sebuah hypostasis abadi, menyatukan diri-Nya kedalam
kemanusian yang tidak mempunyai eksistensi atau tidak dapat mengada sebelum
peristiwa inkarnasi yang tidak terpisah dari sifat Ketuhanan-Nya. Dia menjadi
manusia dengan menerima status hipostatik melalui persatuan dengan-Nya dan
dengan Sabda-Nya. Kemanusian-Nya bukanlah hypostasis independen yang
terlepas dari Sabda. Kemanusian-Nya tidak dapat terpisah dengan Ketuhanan dan
Sabda atau Logos-Nya.
2. Kodrat persatuan Keilahian dan kemanusiaan itu ada di dalam diri-Nya dan nyata.
St. Cyril menolak teologi Antiokhia tentang “indwelling teologi” yang
menyatakan bahwa Ketuhanan Kristus berdiam di dalam kemanusiaan-Nya, atau
Sifat Ketuhanan dan kemanusian-Nya “saling dekat” atau saling “mengonjungsi:
sehingga mungkin sekali terjadi pemisahan antara Ketuhanan dan kemanusian-Nya
seperti yang di pahami oleh Nestorius.
Para ahli menyatakan bahwa mayoritas uskup yang hadir dalam Konsili Kalsedon percaya
bahwa konsep traditional yang diterima oleh St.Athanasius adalah “satu inkarnasi kodrati
yang berasal dari Sabda Allah”. Konsep ini sangat berbeda dari yang telah di terima dan
dipahami Eutyches mengenai “satu kodrat”.
Saya telah menjelaskan arti dari salah satu kodrat Allah (dari Alexandria) sebagai “miaphysis”
melalui tulisan-tulisan St. Cyril dan para Bapa non-Kalsedon, seperti SS.Dioscorus,
Severus dari Antiokhia dan Philoxenus: Kita dapat menyimpulkan maknanya dalam poin-poin
berikut ini :
1 Yang kami maksud dengan "mia" adalah satu, tapi bukan “satu saja” atau “satu
yang hanya satu” tetapi “suatu kesatuan yang tak terpisahkan, satu dari dua sifat”
seperti yang dikatakan oleh St.Dioscorus
4 Yesus Kristus adalah satu, sehakikat dengan Allah Bapa dan sehakikat dengan
kita, manusia.
6 St Severus menyatakan bahwa dalam inkarnasi “Ilahi”, Sabda Allah tidak berubah
menjadi bentuk yang lain melainkan tetap menjadi Sabda dan itulah Dia. Dia
tetaplah Dia.
8 Kemanusian Yesus adalah sempurna, Dia memiliki raga dan juga jiwa.
Beberapa ahli mencoba untuk menyatakan bahwa teologi Alexandria sangat erat
dengan sikap asketisme Koptik yaitu hanya mementingkan keilahian atau kekudusan
dan melupakan raga. Saya telah menjelaskan bahwa pendapat ini salah besar.
Untuk memahami konsep kristologi Antiokhia: “dua kodrat setelah penyatuan” kita
harus mengetahui konsep dasar perbedaan paham “satu kodrati” dan “dua kodrati” dalam halhal
berikut ini:
1. Orang Arian tidak dapat menerima Ketuhanan Kristus sebab bagi mereka Kristus
adalah dua entitas yaitu Tuhan dan manusia
2. St.Athanasius menegaskan kesatuan Keilahian dan kemanusiaan Yesus,
mengulangi keyakinan gereja bahwa Yesus adalah satu kodrati; dan "Tubuh Kristus"
adalah tubuh-Nya sendiri dan bukan elemen yang berasal dari luar diri-Nya. Dengan
demikian, Yesus Kristus adalah satu entitas, bukan dua tanpa menolak kehadiran
kodrat ketuhanan-Nya dan kemanusian-Nya.
Dualisme Kristus sangat jelas dalam konsep Antiokia, tetapi mereka menolak
mempertahankan keyakinan mereka. Beberapa sarjana modern menyatakan bahwa
mereka tidak berniat untuk menyatakan dualisme tetapi menolaknya seperti Nestorius.
Saat ini beberapa sarjana bertanya-tanya apakah Nestorius sendiri benar-benar
Nestorian, sebagian para sarjana masih percaya Kristologi Antiokia membagi kodrat
Kristus dalam dua entitas.
Dalam Konsili Ekumeniss ketiga di Efesus pada tahun 341 M, Nestorius digulingkan
dari Tahtanya dan dikucilkan, doktrin-doktrinnya dikutuk, Kredo Nicea ditegaskan kembali,
dan persetujuan formal diberikan kepada kepercayaan “Theotokos”. Antiokia menyerang
keputusan ini. Kedatangan Yohanes dari Antiokia, bersama dengan Theodoret dari Cyrus
beserta uskup lainnya bermuara pada suatu pertemuan pada suatu tempat dimana St.Cyril dan
Memnon dari Efesus dikucilkan karena dituduh melakukan kekerasan dan menyebarkan
ajaran sesat dalam masyarakat. Setiap golongan memiliki pendukungnya sendiri di
pengadilan, dan Kaisar tidak tahu harus mendukung golongan yang mana. St.Cyril
dijebloskan ke penjara selama dua bulan dan kemudian diizinkan untuk kembali menduduki
tahtanya dan Nestorius diasingkan ke Mesir di mana ia akhirnya meninggal. Rekonsiliasi
antara Yohanes dan Cyril akhirnya diberlakukan pada tahun 433 M. Yohanes mengirim Paulus
dari Emesa ke Alexandria dengan mandat untuk Cyril dan pengakuan iman itu harus
dikukuhkan sebagai dasar kesepakatan. St.Cyril menerimanya dan mengirim surat
terkenalnya yang berjudul “Lautentur caeli” atau “persatuan formal” kembali ke Antiokia.
Masalah ini diselesaikan secara eksternal, tetapi “persatuan” itu sendiri telah dipahami
dengan cara yang berbeda oleh Alexandria dan Antiokia. St.Cyril menerimanya agar dapat
membawa Antiokia untuk menerima hasil Konsili Efesus (431M) secara tak bersyarat. Antiokia
tidak puas dengan ide persatuan itu dan mereka marah karena Nestorius diasingkan. Tak satu
pun dari golongan besar itu setuju dengan Symbol Kesatuan. Keadaan berubah menjadi
semakin memburuk dan menjadi dasar perpecahan gereja melalui Konsili Kalsedon pada
tahun 451 M. Beberapa peristiwa dapat diringkas sebagai berikut
Di Edessa tahun 435 Masehi, uskup baru Ibas baru saja terpilih dan sejak saat itu, ia
menjadi murid Therodore dari Mospuestia (Pemimpin Antiokia). Kontroversi dogmatis kini
mulai terfokus pada tulisan Theodore. Pada tahun 433 Masehi, Yohanes dari Antiokhia
diganti oleh keponakannya, Domnus yang memiliki karakter lemah dan tidak stabil,
seseorang hanya mampu membuat keputusan ia bersama dengan Theodoret dari Cyrus
sebagai penasehatnya. Pada tahun 444 M, St.Cyril meninggal dan digantikan oleh Dioscorus.
Di Konstantinopel, Proclus digantikan (tahun 446 M) oleh Flavianus. Dia tampak percaya
pada “satu inkarnasi Sabda Allah” tapi Theodoret dari Cyrus mengubah pikirannya.
Menurut sejarah gereja St.Dioscorus mengirimkan surat kepada saudara-saudaranya
para uskup. Theodoret dari Cyrus menjawab dengan baik surat tersebut, ia memuji
kesederhanaan dan kesopanannya. Namun, ia pun menyatakan permusuhan kepada St.Dioscorus
sebab Dioscorus telah mengirim surat kepada Domnus dari Antiokhia, menyatakan
bahwa dia ramah dan secara terbuka kepada Teodoret dan memberitakan banyak orang
tentang dualisme Kristus seperti yang dipahami oleh Nestorian dan untuk menafikkan hasil
Konsili Efesus dan menyatakan bahwa Nestorius tidaklah sesat. Domnus mengirim surat
balasan kepada St.Dioscorus, mengatakan kepadanya bahwa ia menikmati suratnya karena
cinta dan keterbukaan.
Hingga saat ini para sarjana tidak dapat memahami konsep kristologi Eutyches,
karena dia kadang-kadang menggunakan konsep ortodoks untuk menopang pemikiran-pemikiran
utamanya. Mungkin karena pengetahuan teologisnya belum cukup atau karena dia
memang penipu, atau bahkan karena ia ingin menjaga ketenarannya di Konstantinopel dan
jabatan imamatnya.
Konflik pun akhirnya terjadi antara Eutyches dan Theodoret, Theodoret menuduh St..Cyril dari
Apollinarianisme, dan melawan St.Cyril dan Eutyches. Eusebius dari Dorylaeum
mencoba berargumen dengan Flavianus dari Konstantinopel untuk mengutuk Eutyches.
Patriark Flavianus meminta Eusebius untuk menindak masalah ini dengan bijaksana tetapi
Eusebius bersikeras untuk mengutuk Eutyches atas nama konsili. Eutyches menolak hadir
dalam Konsili Konstantinopel diadakan tahun 448, namun ia muncul dalam pertemuan ke
tujuh konsili tersebut.
Dia membantah pernah yang mengatakan kodrat kemanusiaan Yesus berasal dari surga. Dia
mengatakan bahwa kemanusian Kristus diturunkan dari Perawan Maria dan menyatakan
bahwa inkarnasi Yesus bersifat sempurna. Namun ia menolak untuk menyimpulkan bahwa kodrat
kemanusiannya sehakikat dengan kita, manusia. Eusebius bersikeras menjawab dua
pertanyaan ini: Apakah Kristus sehakikat dengan kita? Dan Apakah setelah inkarnasi tercipta
dua kodrat didalam diri-Nya? Ia ragu dengan jawaban pertanyaan pertama tetapi ia yakin
bahwa para Bapa suci Gereja yakin dengan “satu kodrat”.
Para ahli menyatakan bahwa menurut hasil diskusi dalam konsili, Eutyches tidak
dianggap sesat, dan bahwa Eusebius tidak bermaksud membuktikan kebenaran tetapi ia
dipaksa menerima konsep dualisme Kristus dalam ajaran Nestorianisme. Jadi, pengutukan
Eutyches oleh dewan konsili dianggap terlalu tergesa-gesa.
a. Leo dari Roma menulis surat kepada Pulcheria, mengatakan bahwa Eutyches
cenderung menjadi bid'ah karena ketidaktahuannya, jika ia bertobat ia akan
diperlakukan dengan baik. Leo mengatakan hal yang sama dalam suratnya kepada
Julus dari Cios (448-458) dan Flavianus.
b. Eutyches menyatakan pernyataan ortodoks, seperti: [Untuk Dia yang berasal dari
Sabda Allah yang turun dari surga tanpa daging dan dagingnya berasal dari daging
Perawan Maria yang tidak bisa dirubah dan dapat dielakkan. Dia yang adalah
Allah yang sempurna juga mengada menjadi manusia yang sempurna ketika hari
kematiannya untuk penebusan dosa kita].
Uskup Roma menganggap hal ini telah menghina otoritas kepausannya, menyatakan
dewan konsili sebagai “Dewan perampok”, istilah kasar yang biasanya digunakan oleh orang
barat. Perlu dicatat bahwa dokumen ini tidak ditulis sebagai dokumen konsili yang diajukan
kepada dewan, tetapi sebagai sebuah surat kepada kaisar yang salinannya telah dikirim ke dewan
dan diserahkan kepada para delegasi. Dokumen ini telah dipublikasian secara luas di
dunia Timur, bahkan sebelum konsili digelar. Para uskup dan Dioscorus sendiri - tidak
membacanya untuk menghormati Tahta Roma. Dokumen ini dibaca oleh Nestorius ketika ia
berada dalam pengasingannya dan ia menyetujui isi dokumen itu.
Prof. Florovsky dari Yunani mengatakan: [Dokumen Leo, jika didiskusikan dapat
menciptakan kesan oposisi yang berlebihan tentang kodrat Kristus. Penafsirkan dokumen ini
oleh sejarawan dan teolog Katolik Roma dizaman modern ini sepeti mentransfer doktrin
kuasi Nestorian.
1. Konsili tidak diadakan kerena permintaan Paus Dioscorus, dan tidak ada surat-surat
sebelumnya antara Paus Alexandria dan kaisar. Ini berarti bahwa St. Dioscorus tidak
mementingan kepentingan pribadi.
2. Surat kaisar menyatakan bahwa St Dioscorus dianggap tidak lebih terhormat dari
orang lain. Ini berarti bahwa tidak ada kesepakatan sebelumnya antara kaisar dan St
Dioscorus.
3. Surat kaisar mengungkapkan bahwa ada konflik teologis yang semakin parah di
Konstantinopel.
4. Keputusan dibuat melalui pemungutan suara, dan kita tidak mendengar bahwa salah
satu uskup yang hadir mengundurkan diri dari konsili, kecuali Flavianus dan
Eusebius.
5. Dalam kata pembukaan, Juvenal dari Yerusalem mengatakan bahwa Leo dari Roma
dalah orang yang “suci” dan “kekasih Allah”. Hal ini menumbuhkan semangat
konsili.
6. Ketika Leo dari Roma meminta kaisar Valentinus, ibunya dan adiknya Pulcheriato
untuk menengahi Theodosius II dan untuk memanggil dewan lain. Theodosius
mengirim surat kepada mereka dan mengapresiasi Konsili Efesus, mengatakan
Konsili tersebut adalah karya Tuhan.
7. Dalam surat kaisar yang ditujukan kepada dewan konsili, kaisar mengungkapkan
tindak kekerasan yang dilakukan Theodoret dari Cyrus.
8. Bahkan, sampai akhir konsili, St.Dioscorus tidak berbicara kasar atau melawan
kekuasaan Roma. Sedangkan Leo dalam surat-suratnya menyebut Paus kita sebagai
“penjarah Mesir” dan “pengkotbah setan” yang mencoba untuk mengajarkan
kejahatan kepada umatnya.
Para delegasi dari Roma kembali ke uskup mereka menyatakan kegagalan mereka untuk
melindungi Flavianus dan pendamping-pendampingnya. Leo menulis surat kepada
Theodosius II untuk melawan St Dioscorus, Gereja Konstantinopel dan terakhir meminta
Valentinus III, melalui istrinya, Eudoxia dan ibunya, Galla Placidia, untuk menyampaikan
surat itu kepada Theodosius mengenai Dioscorus dan Konsili Efesus pada tahun 449. Namun
Theodosius menolak permintaannya dan berlaku sebaliknya. Ia memuji St Dioscorus dan
Konsili Efesus.
1. Leo menerima banding dari mereka yang menentang Konsili Efesus (449 M), untuk
menyerang teologi Alexandria dan menjuluki Konsili Efesus kedua sebagai Sinode
Para Perompak.
3. Pada tanggal 28 Juli, 450 M Theodosius meninggal dan adiknya Pulcheria dan
kekasihnya Marcian dinyatakan sebagai kaisar pada tanggal 28 Agustus 450.
Pulcheria adalah seorang wanita yang mempunyai kemampuan luar biasa dan
kemauan yang gigih. Ia mengalahkan Chrysophius - grand Chamberlain – dengan
menjatuhkan hukuman mati padanya. Eutyches dibuang ke Doliche di utara Syiria. Ia
mendukung kekuasaan Roma dan menentang Alexandria. Ia dan suaminya
mengumpulkan tanda tangan untuk mendukung dokumen Leo yang akan
diperkenalkan sebagai dokumen dasar yang seharusnya dibahas dalam Konsili
Kalsedon. Pada saat yang sama ia memutuskan tidak membiarkan Roma menikmati
kekuasaan tertinggi dalam Gereja; ia menolak permintaan Leo untuk mengadakan
konsili di Italia dan bersikeras menginginkan konsili diadakan di Timur. Ketika ia
mengamati ada hal-hal yang merugikan, ia mengatakan bahwa tidak perlu diadakan
Konsili di Italia atau dimanapun.
Sekarang saya akan membahas semua hal yang dituduhkan kepada Paus kami.
a. Eusebius dari Dorylaeum yang hadir dalam Konsili Efesus tidak menyebutkan
kisah kertas kosong dalam petisinya kepada kaisar.
b. Jika cerita ini benar mengapa mereka menunggu selama lebih dari dua tahun
untuk mendengarnya untuk pertama kalinya pada tanggal AD 451 dari orangorang yang telah
menandatangani dukungan terhadap dukungan Leo?
3. REHABILITASI EUTYCHES
Pada penutupan sesi pertama - bertentangan dengan apa yang telah Paus
(Leo)rencanakan, hasil konsili harus menjadi perhatian utama dari dewan konsili.
Komisaris memutuskan bahwa diskusi tentang pertanyaan iman yang benar harus
dilakukan sesuai dengan pertemuan-pertemuan yang akan datang. Setiap delegasi
harus menuliskan pernyataan iman mengingat bahwa kaisar meyakini dekrit Konsili
Nicea dan Konstantinopel beserta tulisan-tulisan Bapa Gregory, Basil, Hilary,
Ambrose dan dua surat St.Cyril yang telah disetujui oleh Konsili Efesus Pertama.
VC Samuel mencatat bahwa mereka mengacu pada dua surat kanonik St.Cyril,
yaitu surat kedua dan surat ketiga yang ditujukan kepada Nestorius, sayangnya surat
ketiga tidak dibacakan di Konsili Kalsedon.
Sesi ini tidak menghasilkan keputusan yang lebih baik, meskipun pemimpin Konsili
Efesus tidak hadir. Diskusi berkutat pada “eksposisi lain dari iman diluar apa telah diajarkan
oleh para Bapa yang ditetapkan secara tertulis”. Meskipun banyak uskup menandatangani
dokumen Leo sebelum menghadiri konsili, ketika dokumen itu dibaca, beberapa orang
keberatan dengan tiga bagian dalam dokumen itu (terutama para uskup Illyricum dan
Palestina). Atticus dari Nikopolis meminta waktu untuk membandingkannya dengan surat
ketiga dari St Cyril yang ditujukan untuk Nestorius.
Delegasi dari Illyria mengatakan bahwa pemimpin Konsili Efesus yang tidak hadir
dalam konsili ini harus dimaafkan, tetapi tidak ada orang yang memperhatikan mereka.
Pada penutupan sesi dua komisaris menyatakan bahwa sidang berikutnya akan
diadakan lima hari lagi dengan tujuan agar mereka yang meragukan dokumen Leo dapat
bertemu dengan Anatolius dari Konstantinopel untuk menghilangkan keraguan mereka.
Nyatanya sesi ketiga digelar tiga hari setelahnya, melenceng dari ketentuan awal yang
telah direncanakan. Tanggal 13 Oktober konsili digelar di bawah kepemimpinan Paschasinus,
wakil dari Roma dan dihadiri baik oleh komisaris maupun enam orang yang telah dikutuk.
Rev V.C. Samuel menyatakan bahwa konsili tidak menyebutkan jumlah uskup yang hadir
dalam pertemuan ini, yang sebenarnya tidak layak dihitung sebagai sesi. Karena jumlah yang
hadir kecil, sesi ini diadakan di martyrion St. Euphemia, sebuah kapel kecil, bukan diadakan
di Gereja Euphemia.
Karena mereka menginginkan untuk mewujudkan hasil sesi ini agar dapat disebut
sebagai keputusan kanonik, mereka memanggil Paus Dioscorus. Sayangnya Disocorus berada
dalam tahanan. Ia dapat keluar assalkan mendapat ijin dari kuasa tertinggi. Kehadiran
komisaris dan orang-orang yang dikucilkan bersama dengan dia. Dalam ketidakhadirannya,
sangat mudah untuk menghasut orang agar menuduhnya telah melakukan banyak penipuan
dan kecurangan, bahwa hidupnya tidak pantas untuk diteladani. Ada ketidakpuasan dalam
masyarakat sehingga dahulu di Alexandria, ia dicegah mengirim jagung ke Libya dan
beberapa tempat lainnya. Tuduhan ini sama sekali palsu, sebab sejarah mengatakan bahwa ia
adalah orang yang paling dicintai dan dihormati oleh rakyat Mesir. Bahkan para musuh-Nya
tidak menuduhn setiap perilakunya yang tampak salah dalam kehidupan pribadi-Nya. Cerita
dilarangnya pengiriman jagung itu hanya sebuah upaya untuk melawan dan menyerang
Dioscorus. Ia pun telah dituduh mengucilkan Leo. Sungguh layak untuk dicatat bahwa
delegasi Romawi diakhir sesi ini menyatakan bahwa pengucilan Dioscorus disebabkan oleh
Leo. Dewan hanya harus menyetujui keputusan itu. Kenyataannya hal itu bukan pernyataan
dogma teologis tapi pernyataan kosong untuk mempertahankan autoritas Kepausan Romawi.
Hal itu tetap menjadi pertanyaan sampai hari ini tetapi banyak dari para ahli yang
menyatakan bahwa Dioscorus tidak menyebar jaran bid’ah.
Konsep baru tentang iman Kristus tidak dibahas lagi kecuali setelah pengucilan
St.Dioscorus. Aloys Grillmeier menyatakan: [Hal itu terjadi karema tekanan yang terus
menerus dari Kaisar Marcian bahwa Bapa-bapa Kalsedon sepakat untuk menyusun konsep baru
tentang Kristus]. Pada sesi keempat konsili ini, pada tanggal 17 Oktober 451, para
delegasi kaisar mendukung tujuannya untuk tidak menciptakan konsep baru yang
menyimpang dari hasil keputusan Konsili Nicea dan Konsili Konstantinopel. Tixeront juga
menyatakan: [Sebagian besar Bapa Gereja menentang konsep iman baru tentang Kristus,
mereka berharap ada hasil yang dapat menguatkan konsep yang selama ini mereka yakini.
Kaisarlah yang memutuskan untuk mengeluarkan Alexandria dan membuat konsep
Kristus yang baru sehingga seluruh gereja di Timur berada dibawah kekuasaan
Konstantinopel. Ini semata-mata merupakan alasan politik. Kaisar berharap untuk
menurunkan Alexandria dari ketenaran ajaran teologinya dan mengedepankan
Konstantinopel. Mereka menggunakan Leo sebagai alat untuk mewujudkan keinginan mereka
memusuhi Alexandria, yang baginya adalah kendala dalam menyebarkan kekuasaan tertinggi
kepausan di atas gereja di seluruh dunia.
PERISTIWA-PERISTIWA PADA 22 OKTOBER
Uskup dari timur datang ke pertemuan dengan rancangan pernyataan rumus yang
akan diadopsi oleh konsili. Menurut Tixeront : [teks itu hilang. Yang kita tahu pasti adalah
bahwa teks itu menyatakan bahwa Yesus Kristus berasal dari dua kodrat "ek dus phuson".
Pendapat itu mungkin akurat, tapi ambigu, dan tidak memuaskan, karena Dioscorus sendiri
telah menyatakan bahwa ia memegang pendapat itu. Namun, konsep ini diterima oleh
sebagian besar anggota dewan konsili, kecuali utusan Kepausan dan Oriental yang memegang
keyakinan Nestorian.
Komentar ini menjelaskan bahwa sebagian besar uskup berpegang teguh pada konsep
iman Aleksandria. Penting untuk diketahui mengapa teks ini hilang. Di bawah ancaman
utusan Romawi, komisaris membuat pernyataan baru, tetapi uskup bersikeras bahwa hal ini
sangat bersifat ortodox. Kelly menyatakan bahwa [Hanya berkat keterampilan yang sempurna
dan diplomasi yang baik, dewan konsili berhasil dibujuk untuk menerima amandemen yang
diperlukan.
Diplomasi yang komisaris gunakan muncul dari Hefele yang menyatakan, bahwa
menit-menit di sini tampaknya tidak lengkap; mungkin mereka mengacu pada konsep Leo,
tidak untuk menentang iman yang telah dipercayai tetapi untuk bertahan dari Eutychianism.
Dalam bab ini, saya tidak akan menjelaskan diskusi teologis yang rinci sebab saya
telah menjelaskannya dalam buku “Istilah Physis dan Hypostatis dalam Gereja Perdana”.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa beberapa teolog dan uskup dalam Konsili Kalsedon
lebih meyakini konsep kristologi Alexandria, yaitu “satu kodrat dari Inkarnasi Sabda Allah”
atau “satu kodrat dari dua yang menyatu”. Delegasi dari Roma menawarkan dan lebih
memilih istilah baru “dalam dua kodrat (en dus fuzzes)”daripada istilah “ek dus phuson”
(dua kodrat). Teolog-teolog Roma mencoba mencari pembenaran dihadapan dewan konsili
bahwa istilah baru tersebut tidak menolak konsep kristologi Alexandria dan tidak
menganggapnya sebagai ajaran sesat, melainkan kurang sesuai. Istilah baru itu diharapkan
mampun untuk memperjelas istilah lama yang selama ini dipakai. Kontroversi konsep
kristologi Kalsedon / Alexandria dapat digaambarkan sebagai berikut :
1. Konsep “satu kodrat” memiliki dasar evangelis tertentu dan telah menyentuh tataran
keselamatan manusia. H. H. Paus Shenouda III menjelaskan argumennya tentang hal
ini secara rinci dalam bukunya “Kodrat Kristus” yang telah saya singgung beberapa
kali dalam buku ini.
3. Kelly menyatakan bahwa, tidak seperti, saudara-saudara mereka di Timur, orangorang Barat
lebih mementingkan kepentingan organisasi dan politik gerejawi
daripada konsep teologis. Tertullian mengatakan bahwa Barat tidak bahkan tidak
memberi kontribusi apapun terhadap konsep Kristologis.
4. Kami setuju dengan Dokumen Leo yang menyangkal Eutychianism dan memperjelas
bahwa kemanusian Kristus adalah nyata. Kristus memasuki suatu eksistensi dimana
Ketuhanan dan kemanusiaan menjadi satu dan tidak berubah. Dokumen itu terdiri dari
tiga pernyataan yang mengimplikasikan bahwa Bapa-bapa Kalsedon sendiri menolak
Nestorianisme.
5. Leo berbicara tentang “satu orang (prosopon)” yaitu Kristus sendiri tetapi istilah ini
tidak cukup sebab Nestorian menggunakannya istilah itu dan mengartikannya sebagai
“topeng” yang mengacu pada kesatuan ekseternal. Dari sini jelas bahwa dibutuhkan
penjelasan yang mendalam untuk memaknai kodrat Kristus sebagai kesatuan internal
dan hypostatis.
6. Konsili Kalsedon mengadopsi Dokumen Leo. Di Mesir banyak orang percaya tewas
karena mereka menolak untuk menandatangani dokumen itu. Diterimanya Dokumen
Leo sebagai dokumen utama dalam iman Kristiani menjatuhkan nama Konsili dimata
orang-orang non-Kalsedonian.
7. Kalsedon mengakui istilah “satu hypostasis”. Beberapa Nestorian keberatan akan hal
ini tetapi mereka menerimanya ketika kata “hypostasis” disamakan dengan kata
“proposon”.
8. Kami tidak mengakui Konsili ini sebab konsili ini mengabaikan semua konsep
tradisional Gereja, yang memperjelas keesaan Pribadi Kristus, sebagai kesatuan yang
benar, seperti: “satu sifat dari dua kodrat” dan “satu kodrat dari Inkarnasi Sabda
Allah”.
Saya menyimpulkan pembahasan saya tentang Konsili Kalsedon dengan mengacu pada
kata-kata yang membela konsili ini. [Harus dipahami bahwa teolog (Monofisit) tidak
bid’ah]
Istilah "monofisit" tidak digunakan selama abad kelima, keenam dan ketujuh, baru
digunakan kemudian dengan cara tertentu dan dalam polemik yang mengatasnamakan
Kalsedonian.
Dewan konsili menyampaikan kepada delegasi Roma tujuan mereka yaitu untuk
menyingkirkan Paus Alexandria dengan cara mengasingkan dia ke Pulau Gangra. Di bawah
tekanan yang kuat, para uskup konsili menerima konsep kristologi baru sehingga Alexandria
tidak akan memperoleh posisi teologis. Namun ketika para delegasi berusaha untuk
memaksakan otoritas kepausan pada gereja universal, suasana yang semula tenang dan hening
berubah menjadi pemberontakan, maka kanon (tindakan) 28 dikeluarkan untuk
memperingatkan delegasi dari Roma. Karena keinginan untuk memaksakan otoritas
kepausan, Leo dari Roma mengumumkan berulang kali kemarahnya dalam suratnya,
mengajukan perlawanan terhadap konsili dan menyerang Anatolius dari Konstantinopel
sebab ia berpikir kedudukan Roma dan Konstantinopel sejajar.
Pada tahun 450 Masehi, ketika ada kekosongan dalam tahta penguasa Alexandria,
ketika orang Koptik mendengar bahwa Paus mereka telah meninggal saat ia berada di
pengasingan, orang-orang berdiskusi dengan para pendeta dan menunjuk murid Disocorus
yang bernama Timotius untuk mengisi tahta kepausan. Dia adalah seorang biarawan dari
biara Qalamon yang telah ditahbiskan menjadi imam di Alexandria oleh Paus Cyril Agung.
Timotius adalah seorang pria bersemangat pertapa, dikenal hebat pengetahuan teologinya.
Ketika Prof Meyendoff menulis tentang dia dan tentang Severus dari Antiokhia dan
Philoxenus dari Mabbogh, ia mengatakan bahwa non-Kalsedonian mempunyai teolog-teolog
yang hebat dibangdingan dengan Kalsedonian. Ketika penguasa kembali ke Alexandria ia
menganggap perilaku teolog-teolog tersebut sebagai perilaku pemberontakan melawan Byzantium
(Konstantinopel). Oleh karena itu ia memanfaatkan posisi Proterius untuk
menganiaya Mesir. Meskipun terjadi kekerasan yang parah ia berhasil memenangkan empat
uskup yang menjadi pengikut Patriak ini. Ketika Paus Timotius meninggalkan Alexandria
untuk perjalanan pastoral, Pangeran Dionysius tiba di Alexandria untuk menganiaya gereja
Mesir sehingga menyebabkan ia terluka oleh tangan-tangan Kristen. Prof Meyendorff
mengatakan: [Kaisar mencoba untuk memecahkan sengketa dengan kekerasan. Bagi kami,
sekarang tidak ada keraguan tentang fakta represi militer monophysitismin Mesir dan di
tempat-tempat lain, pengenaan hirarki Kalsedon di Bynzantium (politik), pengasingan yang
terjadi pada pemimpin Gereja Mesir. Semua memainkan peran penting memecah ketahanan
nasional Bynzantium, kontrol gerejawi dan kontrol politik di Mesir, Syria dan Armenia.
Setelah kembalinya Paus, Pangeran menutup gerbang kota untuk mencegahnya
masuk. Orang-orang dikumpulkan, tidak ada yang bisa mengendalikan perasaan mereka.
Bentrokan dengan serdadu-serdadu pun tidak dapat dihindari sehingga menimbulkan banyak
korban. Sekelompok orang memasuki gereja dan membunuh Proterius dan membakar
mayatnya di jalan.
Paus Timotius dan saudaranya diasingkan ke Gangra yaitu tempat di mana Paus
berhati-hati untuk mengirim surat iman untuk umatnya. Dia menjelaskan dalam suratsuratnya
tentang iman Gereja dam memperingatkan orang-orang agar berhati-hati terjebak
dalam pemikiran Eutychius. Ia juga memberikan referensi tulisan-tulisan St Dioscorus.
Orang-orang di pulau Gangra mencintainya dan menyebutnya “sang pembuat mujizat” dan
“pemberi amal”.
Hubungan antara Paus Alexandria dan Patriark Konstantinopel berubah sesuai dengan
situasi politik dan sikap dari kedua kaisar dan Patriak Konstantinopel. Sebagai contoh, ketika
Zeno merebut tahta Konstantinopel, dia mengirim Paus Petrus III (Paus ke 27) ke
pengasingan. Paus menghilang di salah satu distrik daerah pengasingan itu selama lima tahun
dan orang-orang memboikot patriark Gregorius yang diangkat oleh kaisar. Tidak lama setelah
itu, orang Koptik memutuskan untuk menghadapi kaisar, sehingga mereka memilih Delegasi
yang dipimpin oleh Yohanes Talaia. Delegasi ini pergi menemui Zeno dan mengklaim hak
rakyat untuk memilih pastor mereka. Zeno ragu-ragu karena ia berpikir bahwa Yohanes
berharap merebut Tahta St. Markus. Yohanes bersumpah bahwa ia tidak akan menerima
Tahta itu bahkan jika ia dipilih oleh semua orang. Zeno meyakinkan rakyat bahwa ia akan
menanggapi permintaan mereka.
Pada tahun 482 Masehi Gregorius meninggal dan Yohanes mengingkari sumpahnya.
Ia mampu merebut posisi ini dengan bantuan penguasa. Dia mengirim pesan kepada uskup
Roma dan Konstantinopel. Ia mengatakan bahwa Allah meningingkan delegasi Yohanes
pergi untuk menemui Apolos, seorang yang berkuasa di pengadilan. Pesan Yohanes tiba
terlambat dan jatuh ke tangan Acacias dari Konstantinopel yang menganggap keterlambatan
itu sebagai tindakan penghinaan. Acacis lebih memilih daripada dia. Ia menyarankan Zeno
untuk kembali ke Mesir, kembali pada Paus Petrus III. Uskup Roma mengirim pesan kepada
Acacias dan Zeno, mengumumkan kegembiraannya terhadap naiknya Yohanes dari Talaia ke
Tahta Alexandria. Namun Zeno menjawab bahwa Yohanes tidak layak mengampu
kehormatan yang tinggi ini karena ia telah melanggar sumpahnya.
Paus Petrus III pun kembali ke Tahta dan saling berkirim pesan dengan Patriark
Acacias yang telah mengatakan bahwa ia meminta pengakuan dari dewan Konsili Kalsedon
dan juga meminta persekutuan timbal balik yang baik antara Alexandria dan Konstantinopel.
Pesan tersebut masih ada sampai hari ini dan disimpan dengan baik. Hasilnya delegasi dari
Alexandria harus hadir dalam konsili Konstantinopel. Hasil kedua bahwa proklamasi Zeno
disebut “Henoticon”.
HENOTICON
Pada tanggal 28 Juli 482, Zeno mengeluarkan “Henoticon” yang menyajikan deskripsi
konflik agama di timur. Henoticon adalah laporan riil yang menyatakan kondisi gereja setelah
Konsili Kalsedon. Dikatakan bahwa ; [Waktu telah berjalan begitu cepat dan menyaksikan
beberapa generasi telah pergi, banyak terjadi penyelewengan seperti baptisan dan penerimaan
komuni yang tidak sesuai dengan tradisi lama. Banyak orang juga mati yang menandakan
kekerasan memang telah terjadi pada semesta ini. Suasana pun menjadi kisruh dan kacau.
Kita berharap dimasa depan, kekacauan dapat dihindari dan perdamaian dapat diraih].
Kaisar Zeno, yang mulai memerintah dengan membatalkan resolusi Kaisar Basiliscus
dan mengirim para uskup non-Kalsedonian ke pengasingan, memahami bagaimana Gereja di
Timur dianiaya oleh pengadilan kekaisaran. Zeno dapat meraih simpati rakyat dan
menjadikan damai damai jemaat di Alexandria, khususnya memberi ketenangan batin
biarawan gereja Timur terutama ketika putrinya Hilaria menyamar sebagai biarawan laki-laki
hidup sebagai pertapa. Tidak ada yang tahu apa-apa jati diri Hillaria yang sebenarnya sampai
ia menyembuhkan adiknya yang sakit. Sang Kaisar kemudian berbaik hati kepada biarawan-
biarawati Mesir.
Dalam henoticonnya, Zeno tidak membahasa Konsili Kalseedon dan Dokumen Leo.
Ia dapat mengambil sisi positif konflik ini untuk memperjelas kodrat Yesus Kristus, walau
tnpa mengacu pada teks apapun.
“Henoticon” berisi:
1. Kredo Nicea adalah satu-satunya keyakinan yang disetujui oleh 150 Bapa
Konstantinopel dan oleh Bapa Konsili Efesus; bertujuan untuk mengembalikan gereja
padateologi masa pra Kalsedonian.
2. Baik Nestorius maupun Eutyches dianggap bid’ah. Dua belas artikel yang ditulis oleh
St. Cyril diterima.
3. Zeno menegaskan bahwa: [Kami mengakui bahwa Anak Allah, Allah sendiri, yang
benar-benar menjadi manusia sebagai Tuhan kita Yesus Kristus; Dia yang sehakikat
dengan kita, manusia. Dia turun dan berinkarnasi dengan Roh Kudus dan Perawan
Maria Perawan “Theokotos”. Dia adalah satu, bukan dua karena kita apat menjelaskan
bahwa Anak Allah adalah Anak Allah dan juga Utusan Allah yang menderita secara
sukarela dalam daging. Kami sama sekali tidak menerima mereka yang membuat
pemisahan anatara kemanusian dan ketuhanannya. Inkarnasi bersifat benar dan tanpa
dosa tidak memperkenalkan apapun selain Putra. Trinitas terus menjadi trinitas,
bahkan ketika Allah Sabda Allah berinkarnasi.]
Henoticon ini tidak mengambil hal non-Kalsedon. Dan justru memberi mereka
kebebasan spiritual yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan menggereja dan
tidak mewajibkan menerima resolusi Konsili Kalsedon. Non-Kalsedonian akhirnya
menerima putusan itu sebab mereka diberi kebebasan.
Henoticon ini memberikan jalan persatuan bagi empat tahta suci di Timur.
Tahta barat di Roma tidak terlalu menanggapi hal tersebut. Para delegasi dari Roma
menyatakan pendapat mereka dalam Konsili Kalsedon pada 22 Oktober tahun 451,
mengatakan bahwa Timur harus menerima ssudut pandang Roma atau melepaskan
diri dari persatuannya dengan Tahta Suci Roma. Para Bapa Konsili menyatakan
ketidakpuasan mereka.
Pada 28 Juli 484, Filex III Roma memanggil 27 uskup untuk hadir dalam
sinode dan ia mengekskomunikasi Paus Petrus dari Alexandria dan Patriark Acacias.
Terlepas dari kematian Acacias pada tahun 489, kematian Paus Petrus III pada tahun
490 dan kematian Zeno pada tahun 491, Kaisar Anastasius I (491-518 M) membahas
kembali Henoticon tersebut. Patriark-patriak Konstantinopel harus
menandatanganinya saat mereka sedang ditahbiskan. Hal ini berlanjut sampai
kematian kaisar pada tahun 518. Pada waktu itu, St Severus dari Antiokhia (512-518)
muncul sebagai salah satu teolog yang paling terkenal dalam bidang Kristologi.
Gereja Alexandria hidup dalam damai bersama-sama dengan tahta suci
lainnya di Timur, dan memiliki hubungan yang baik dengan Kaisar Anastasius sampai
terjadi penganiayaan lagi pada masa kaisar Yustinus.
GEREJA ALEXANDRIA DI BAWAH PEMERINTAHAN YUSTINUS I
PAUS TIMOTHY III (PAUS KE 31)
Pada tahun 519 M, Paus Timotius ditahbiskan, Kaisar Anastasius meninggal dan
Yustinus diangkat menjadi kaisar. Ia cenderung memihak Kalsedonian, namun istrinya,
Theodora yang saleh, memainkan peran berusaha untuk mengibanginya di beberapa
kesempatan. Jaman ini ditandai dengan banyak masalah dan konflik kenegaraan.
Suatu kali ketika Yustinus memasuki gereja dengan uskup Yohanes dari Kapadokia,
beberapa orang Kalsedon berteriak melawan St. Severus dari Antiokhia dan menuntutnya di
pengadilan, sementara yang lain berteriak dengan tepuk tangan sebagai reaksi
ketidaksetujuan. Kaisar kemudian mengadakan pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini.
Ketika Paus Alexandria mengetahui maksud kaisar, ia memutuskan tidak hadir dalam
pertemuan itu. Kaisar memerintahkan untuk menagkapnya. Serdadu-serdadu memasuki
gereja dengan paksa, orang-orang berusaha menyelamatkan Paus tetapi banyak orang yang
meninggal karena di bunuh oleh serdadu-serdadu itu. Paus pun di bawa ke tempat
pengasingan dan kaisar pun mengangkat patriak baru bernama Apollinarius, menggantikan
tahta Paus Alexandria.
St. Severus mnghadiri pertemuan itu tetapi ia di keluarkan dari pertemuan itu. Kaisar
ingin memotong lidahnya tetapi Theodora berhasil mengurungkan niatnya. Namun Kaisar
memberhentikannya jabatannya dari parokinya. St. Severus kemudian berlindung di Mesir.
Di dalam konsili, patriark Konstantinopel ini diberi juluki: “Patriark Ekumenis”. Sebutan ini
menimbulkan konflik antara Roma dan Konstantinopel.