Anda di halaman 1dari 24

Nama : Virma Fitryani Siahaan

NIM : 18.01.1719

Tingkat/Jurusan : II-B/Teologi

Mata Kuliah : Hermeneutika Pl II

Dosen Pengampu : Dr. Jontor Situmorang

Tafsiran Ayub 1:8-12 dengan Metode Naratif

I. Pendahuluan
Kitab Ayub merupakan kitab sastra yang di dalamnya mengandung filsafat-
filsafat hidup yang membimbing manusia kepada keberhasilan hidup, sehingga kitab
ayub tergolong pada kitab Hikmat. Pada penafsiran kali ini yang dimana
menggunakan metode tafsir naratif pada kitab Ayub 1:8-12Semoga sajian kami ini
dapat menambah wawasan kita semua, Tuhan memberkati.

II. Pembahasan
II.1. Pengertian Metode Naratif
Dalam KBBI, kata narasi adalah suatu cerita atau kejadian, deskripsi dari
tema atau suatu karya.1 Kritik naratif adalah cabang dari kritik sastra yang mirip
dengan apa yang telah dikerjakan oleh para pembaca sastra klasik berabad-abad
lamanya. Upaya meneliti alkitab sebagai sastra selalu dilaksanakan dalam sekolah
umum dan di perguruan tinggi.2 Metode naratif merupakan ilmu tafsir yang
digunakan dengan menggali atau menyelidiki unsur-unsur yang membangun
dalam cerita teks di dalam alkitab. Analisa naratif lebih mengutamakan penelitian
terhadap teks akhir dan menekankan perefleksian yang dalam tentang makna
teks.3 Jadi metode naratif adalah suatu bentuk tafsiran terhadap cerita-cerita
Alkitab dengan cara menyelidiki unsur-unsur yang membangun cerita.4

1
KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 683.
2
A.A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2002), 302
3
M.J. Morgan, Elements Of Biblical Exegetis: Basic Guide For Students and Ministers, (Amerika: Hendrikson
Publisher, 2001), 8.
4
Agus Jetron Saragih, Eksegese Naratif, (Medan: P3M, 2006), 6-8.
II.2. Latar Belakang Penafsiran Naratif
Lahirnya exegese narasi sangat dipengaruhi oleh munculnya
strukturalisme ditahun 70-an. Kelompok strukturalisme yang berdasarkan ilmu
kesusastraan mempertanyakan tentang eksitensi dan hasil metode pendekatan
historis kritis, bahkan hipotesa-hipotesa yang selam ini diterima menjadi satu
kepastian kembali dipergumulkan. Kelompok ini meyimpulkan bahwa ilmu tafsir
yang berpengaruh pada saat itu tidak berhasi menyediakan landasan yang mantap
dalam kerangka berteologi. Peranan strukturalisme yang sangat besar ini
menyebabkan seorang penafsir perlu mengenal tentang strukturalisme ini dan
hubungannya dengan narasi. Strukturalisme adalah paham yang mempelajari
kesusasteraan dari segi struktur atau relasi-relasi yang terdapat dalam sebuah
karya sastra (struktur bahasa) dan dampak yang ditimbulkan oleh relasi itu secara
konkret (makna bahasa).5
II.3. Tujuan Metode Naratif
Ada beberapa tujuan penafsiran naratif yaitu:
 Menemukan makna firman Allah sebagai karakter dari teks itu sendiri
 Menemukan pemahaman yang lebih jelas tentang pengertian, prinsip-
prinsip dasar, metode-metode serta peranya dalam sejarah perkembangan
ilmu tafsir
 Membantu untuk mencari makna cerita yang dituliskan dalam Alkitab.6
II.4. Kelebihan Metode Naratif
 Metode ini menggunakan bahasa perpormatif, sehingga pembaca merasa
terlibat atas teks yang dibacanya. Sehingga metode ini bukan hanya
bersifat informative seperti metode Historis Kritis
 Metode ini merekontruksi cerita teks dalam sifat-sifat aktif dan pasif
dalam teks menghubungkan nya dalam pengertian sebab akibat untuk
menemukan tujuan yang disampaikan
 Metode ini menggabungkan dan menghubungkan pokok cerita (makro)
dan cerita-cerita yang membangunya (mikro), sebab dalam narasi bisa saja
5
Agus Jetron Saragih, Exegese Naratif Ulasan Teoritis dan Praktis Sebagai Metode Tafsir Post Modernisme,
9-10
6
Agus Jetron Saragih, Eksegese Naratif, 6-8.
makna cerita dalam teks terdapat mikro sebaliknya, apabila itu bersifat
berdiri sendiri.
II.5. Kekurangan Metode Naratif
 Metode penafsiran narasi dengan pendekatanya mirip dengan pendekatan
metode kanonikal yang kurang besifat informative seperti metode historis.
Dimana peristiwa atau pengalaman yang berada dibalik teks kurang
diperhatikan, baik itu unsur-unsur sosiologis, historis, konteks psikologis,
politik, ekonomi dan budaya.
 Alkitab itu sendiri dalam setiap kesustaraan keagamaan memiliki perbedaan
konteks yang besar dalam setiap teks dengan yang lain secara historis,
sehingga metode narasi dapat terjebak kepada unsur subyektivitas dan
relativitas.7
II.6. Pengantar kitab Ayub
II.6.1. Latar Belakang Kitab Ayub
Kitab ayub terdiri dari empat puluh dua pasal, tetapi ternyata
bagian aslinya hanya dua setengah pasal saja, yaitu pasal 1 dan pasal 2
dan pasal 42:7-17, sedangkan selebihnya adalah tambahan, yaitu pasal
3-42:6 yang ditulis dalam bentuk puisi dan berisikan pembicaraan
antara Ayub dengan kawan-kawannya yaitu Elifas, Bildad, Zofar dan
Elihu. Rupa-rupanya cerita mengenai Ayub adalah suatu cerita yang
kuno, kemudian seorang penulis memakai cerita ini untuk menjelaskan
atau menyampaikan pikiran-pikirannya. Kitab Ayub termasuk Sastra
Hokmah (Hikmat), karena itu kitab ini tidak mempunyai hubungan
dengan sejarah Israel.
Raja-raja Israel dan peristiwa-peristiwa dalam ini sejarah Israel
tidak disebutkan di sini. Bahkan mungkin kitab Ayub pada mulanya
bukanlah sebuah kitab dari Israel, melainkan agaknya kitab Ayub
berasal dari Edom, sebab bahasa yang dipakai di dalam kitab ini
dipengaruhi oleh bahasa Semitis Selatan. Juga terasa pengaruh bahasa
Arab dan Aram di dalamnya. Justru kitab ini dipengaruhi pula oleh

7
Agus Jetron Saragih, Eksegese Naratif, (Medan: P3M, 2006), 6-8.
bahasa Aram, jadi kitab ini berasal dari masa sesudah pembuangan di
Babylon.8
Walaupun memastikan latar belakang sejarah tidaklah mungkin
selain relevan, perlu untuk membicarakan latar belakang sastra sebuah
kitab seperti Ayub. Kitab ini berisikan beraneka ragam karya sastra.
Termasuk dialog (psl 2-27); percakapan diri (psl 3); wacana (misalnya:
psl 29-41); narasi (psl 1-2); dan nyanyian pujian (psl 28). 9 Kitab Ayub
termasuk salah satu dari kelompok kitab berhikmat. Kitab Ayub
memahami makna kehidupan berdasarkan kenyataan hidup manusia.10
Pada masa Ayub, kekayaan diukur berdasarkan jumlah ternak dan
pelayanaan yang dimiliki seseorang, bukan uang, karena uang tidak
digunakan secara umum pada waktu dan zaman itu. Para musuh Ayub
orang Syeba dan Kasdim (Ayub 1:15, 17), yang disebutkan dalam
(Ayub 42:8) ini merupakan kurban umum pada zaman purba dan
bukan kurban yang diisyaratkan oleh para imam Israel.11 Kitab ini
mempermasalahkan penderitaan pribadi, bukan penderitaan suatu
bangsa, yaitu mengenai kebebasan Allah mengizinkan orang yang
tidak bersalah mengalami penderitaan dan kerelaan untuk
menerimanya tanpa kehilangan iman.12
II.6.2. Arti Nama Kitab Ayub
Nama Ayub (Ibr: iyyov), yang ditafsirkan oleh Albright sebagai
“Dimanakah Bapa (ku)?” terdapat dalam surat-surat Amarna (kira-kira
1350 sM). Dan dalam Naskah-naskah Kutukan dari Mesir (kira-kira
2000 sM). Dalam kedua tulisan ini, nama tersebut adalah nama
pemimpin suku di Palestina dan sekitarnya. Hal ini memperkuat
kemungkinan bahwa kitab ini mencatat pengalaman seseorang yang
benar-benar hidup pada zaman kuno, walaupun mungkin sekali cerita
penderitaannya dikarang dalam bentuk yang kita kenal sekarang oleh
8
J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2016), 150.
9
Andrew E.Hill & Jhon Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Penerbit: Gandum Mas), 2013, 427.
10
Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama, (Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 202.
11
…, Alkitab Edisi Study, (Jakarta: LAI, 2012), 815-816.
12
W.S. Lasor.dkk, Pengantar Perjanjian Lama II, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 109.
penyair kemudian hari. Tetapi nilai cerita sama sekali tidak
berpengaruh sekalipun kita tidak tahu apakah cerita itu berdasarkan
sejarah atau tidak.
Terdapatnya kitab ini dalam kanon Alkitab tidak pernah
dipermasalahkan, tetapi letaknya dalam kanon telah menjadi pokok
perdebatan. Dalam tradisi Ibrani, Kitab Mazmur, Ayub, dan Amsal
hampir selalu dihubungkan; Kitab Mazmur pada urutan pertama
sedangkan Kitab Ayub dan Amsal letaknya bergantian. Dalam
septuaginta, kitab Ayub diletakkan pada tempat yang berbeda-beda
salah satu naskah manaruhnya pada bagian akhir Perjanjian Lama,
sesudah Kitab Yesus bin Israel, dan Musa dianggap sebagai
pengarangnya, maka Alkitab Siria menetapkan Kitab Ayub diantara
Taurat dan Kitab Yosua. Sedangkan Alkitab bahasa Latin menetapkan
susunan yang hanya sedikit berbeda dengan Alkitab Ibrani, dan
susuanan itu diikuti oleh sebagian besar Alkitab modern, termasuk
dalam bahasa Indonesia, yaitu Kitab Ayub, Mazmur, Amsal13.
II.6.3. Penulis dan Waktu Penulisan
Ada tiga pandangan utama mengenai tanggal kitab ini ditulis.
Kitab ini mungkin disusun selama zaman para leluhur sekitar (2000
SM) tidak lama sesudah peristiwa itu semua terjadi dan mungkin
ditulis oleh Ayub sendiri; Selama zaman Salomo atau tidak sesudah itu
sekitar 950-900 SM, karena bentuk sastra dan gaya penulisannya mirip
dengan kitab-kitab sastra hikmat masa itu; Ataupun selama masa
pembuangan sekitar 586-538 SM, ketika umat Allah sedang bergumul
mencari arti telogis dari bencana mereka. Penulis yang tidak dikenal
jikalau bukan Ayub sendiri yang menulis kitab ini. Pastilah memiliki
sumber-sumber lisan atau tertulis yang terperinci dari zaman Ayub
yang dipakainya dibawah dorongan dan ilham ilahi untuk menulis
kitab ini sebagaimana adanya sekarang.14

13
W. S. Lasor. dkk. Pengatar Perjanjian Lama II Sastra & Nubuat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), 107-
108.
14
…, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: LAI & Gandum Mas, 2015), 754-755.
Ada tanda-tanda yang menjelaskan bahwa cerita ini berasal dari
zaman Israel Kuno atau zaman Abraham, yaitu sebagai berikut ini:

• Ayub memberi persembahan dengan tanpa iman dan tanpa kuil


(ayub 1:5).
• Jenis harta Ayub sama dengan harta Bapa leluhur, yaitu: domba,
unta, kedelai, dan budak-budak (Ayub 1:3, Kej 12:16, 32:5).
• Usia Ayub 150 tahun yaitu usia zaman Abraham (Ayub1:5).
• Cerita (Epik) prosa ini mirip kitab kejadian dan sastra Ugarit.
• Yehezkiel menyebutkan bahwa zaman Ayub bersamaan dengan
zaman Nuh dan Daniel (Yeh 14:14, 20). 15

Walaupun pengarang dengan sengaja menyembunyikan diri, namun


ada beberapa hal dapat dikatakan yaitu:

 Penderitaannya sama seperti Ayub, karena pengenalannya


terhadap keadaan Ayub sangat jelas.
 Ia menemukan kelegaan dari kepedihannya dalam pertemuannya
dengan Allah yang sama seperti gambar yang begitu
mengesankan tentang jawaban Allah dari dalam badai (Ayub 38-
41, bnd Mazmur 73:17)
 Ia betul-betul memahami teknik-teknik hikmat dan tradisi,
sebagaimana dinyatakan dalam tema dan cara-cara penulisannya.
 Penderitaannya membuatnya berselisih dengan pendapat hikmat
tradisional yang mengajarkan pola-pola mutlak mengenai
hukuman Ilahi dalam alam semesta. Berkat selalu merupakan
buah kebenaran, upah dosa selalu berupa penderitaan.
 Ia seorang Israel, sebagaimana ditunjukan dalam pandangannya
tentang kuasa Allah, seruannya akan keadilan Allah dan etikanya
yang tak dapat disalahkan (Ayub 31:1-40).

15
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-kitab Perjanjian Lama, (Medan: Bina Media Perintis,
2016), 143-144.
 Ia memilih tempat kejadian cerita itu ditanah Us diluar Israel
(dibagian selatan Edom atau bagian timur Gileat), karena tempat
itu adalah sumber kisah kuno tersebut dan juga karena
penderitaan seperti itu menggabarkan pengalaman manusia secara
universal.
 Dia menceritakan pengalamannya untuk menguatkan temannya
atau muridnya menghadapi penderitaan yang mungkin akan
menimpa mereka, bahkan dengan lebih mahir dari pada sahabat-
sahabatnya orang bijak yang menulis Mazmur 37:39, 73.16
II.6.4. Isi Kitab
Kitab Ayub menceritakan tentang riwayat seorang laki-laki yang
makmur dan baik kelakuannya. Ia bernama Ayub dan ia yakin bahwa
ia sanggup menentukan hidupnya, asal saja ia bertindak dengan
bijaksana akan tetapi, ia tertimpa kecelakaan. Anak-anaknya mati,
kedudukan dan harta habis ia mencari arti penderitaan, teman-
temannya berpendirian bahwa Ayub pasti bersalah dan menyebabkan
hukuman itu. Ayub sendiri yakin bahwa ia selalu hidup secara adil dan
ia meminta pembenaran oleh Allah. Dalam dialog dengan ketiga
temannya, Ayub tiba pada keyakinan bahwa ia tidak dapat mengetahui
apa sebabnya ia menderita dan tidak boleh meminta pertanggung
jawaban pada Allah.ia mulai melepaskan gambar Allah yang
penyayang melulu atau hakim yang menghukum atau membenarkan,
ia meminta dengan sangat bahwa Allah memperhatikannya dan
menjawab seruannya. Dengan demikian ia membuka diri pada firman
Allah yang mengherankan, ia dapat bertemu dengan dia yang
melampaui segala sesuatu. Ia dihiburkan dalam perdamaian dengan
Allah dan ia dapat meneruskan damai sejahtera pada teman-teman dan
keluarganya.17
II.6.5. Tujuan Kitab

16
W.S. Lasor.dkk, Pengantar Perjanjian Lama II Sastra dan Nubuat, 111
17
Marie-Claire Barth-Frommel, Ayub Bergumul dengan Penderitaan, Bergumul dengan Allah, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2016), 23-24.
Kitab ayub ditulis untuk menyelidiki lingkup yang luas dari
keadilan Allah di dunia dan saat-saat jedahnya. Ia merupakan contoh
alkitabiah kita yang utama mengenai teodisi, suatu pekerjaan yang
berusaha menyelidiki masalah keadilan ilahi. 18
Penyelidikan ini mengusut pada dua pokok utama. Pertama, iblis
secara tidak langsung menyatakan dalam pasal 1:9-11 bahwa
kebijakan Allah dalam memberkati orang benar justru menghalangi
perkembangan kebenaran yang sejati. Berkat meyebabkan orang-orang
mau hidup benar hanya karena keuntungan yang akan mereka peroleh.
Iblis mengatakan bahwa pernyataan dapat dibuktikan dengan cara-cara
menghentikan berkat-berkat Ayub. Iblis beranggapaan bahwa tidak
ada orang yang mau hidup benar tanpa adanya pamrih, dan hal itu
tidak mungkin ada dalam sistem yang dijalankan Allah. Dalam kasus
ini, kebijaksanaan Allah yang diuji, bukan Ayub. Kedua Ayub
bertanya-tanya bagaimana mungkin Allah memberikan orang benar
menderita.
Pesan ini disampaikan kitab Ayub ini adalah ingin menunjukan
bahwa kebiasaan Allah yang memberkati orang benar tidaklah
menghalangi perkembangan kebenaraan yang sejati. Berkenan dengan
situasi Ayub, pesannya adalah bahwa orang benar menerima berkat.
Dalam kedua hal ini keadilan Allah tersimpul dalam Hikmat-Nya. 19
Adapula tujuan lain dari kitab Ayub dimana penulis
mengemukakan kebenaran-kebenaran yaitu, selaku musuh Allah iblis
menerima izin untuk menguji iman seorang benar dengan meyiksa dia,
tetapi kasih karunia Allah menang atas penderitaan karena oleh iman
Ayub tetap kokoh dan tidak goyah, bahkan ketika kelihatannya
keuntungan jasmaniah atau duniawi untuk terus mengabdi kepada
Allah. Allah digerakan oleh pertimbangan-pertimbangan yang terlalu
luas sehingga tak dapat dipahami oleh pikiran manusia (37:5), karena
kita tidak melihat dengan kelapangan hati dan visi yang mahakuasa,
18
C. Hassell Bullock, Kitab-kitab Puisi dalm Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2014), 92.
19
Andrwe E. Hill & Jhon H Walton, Survei Perjanjian Lama, 433.
maka kita memerlukan Allah menyatakan dirinya kepada kita.
Landasan iman yang sesungguhnya tidak terletak dalam berkat-berkat
Allah, dalam situasi-situasi pribadi atau jawaban-jawaban yang cerdik
pandai, tetapi dalam penyataan Allah sendiri. Allah kadang-kadang
mengizinkan iblis menguji orang benar dengan kesengsaraan agar
memurnikan iman dan kehidupan mereka, sebagimana emas
dimurnikan oleh api (23:10, bd. 1 Petrus 1:6-7), ujian semacam itu
mengakibatkan peningkatan integritas rohani dan kerendahan hati
umatnya (42:1-10). Sekalipun cara-cara Allah menghadapi kita
kadang-kadang tampak suram dan kejam (sebagaimana dikira oleh
Ayub sendiri), akhirnya Allah tampak dalam belaskasihan dan
kemurahan yang penuh (42:7-17, bd. Yakobus 5:11)20
II.6.6. Ciri ciri kitab
a. Kiasan dan persamaan ‘orang menantikan aku seperti menantikan
hujan (29:23), :6b, 19:10, dll.
b. Gambaran tentang ciptaan: “apakah hujan itu berayah?” (38:28-
29).
c. Kutipan-kutipan: “Kulit ganti kulit” jawab iblis (2:4).
d. Riwayat (1-2, dll), Ratapan dan nyanyian.
e. Amsal: Alangkah kokohnya kata-kata yang jujur (6:25). 21
II.6.7. Tema tema Teologi
1. Kebebasan Allah
Allah bebas menyatakan rencana, kuasa dan kasih setianya dari
waktu dan tempat. Ayub dan teman-temannya tidak mampu
memahami arti yang sedang terjadi. Manusia mampu menemukan
kebebasan jika mereka mengenal kebebasan Allah. Jangan coba-
coba membatasi dan mengikat kebebasan Allah dengan aturan-
aturan yang ada.
2. Kemenangan Allah atas Iblis

20
…, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: LAI & Gandum Mas, 2015), 755.
21
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-kitab Perjanjian Lama, 2016), 147.
Iblis boleh memasuki ruang kekuasaan Allah namun tetap tunduk
di bawah kekuasaan Allah. Iblis dari mana? Dia ciptaan Allah
namun melawan kehendak Allah (Mat. 4:1-11, Luk. 4:1-13) ia
berusaha menggoda manusia secara jasmani dan rohani (2 Kor.
12:7, 2 Kor. 11:14), iblis telah dikalahkan Kristus (Wahyu 20:2,
7, 10).
3. Kuat dalam penderitaan
Setiap orang pasti pernah dan mungkin akan mengalami
penderitaan. Kisah ini menolong kita untuk tetap tahan dalam
menghadapinya. Pentingnya persahabatan namun persahabatan
yang ada di dalam Tuhan.
4. Iman yang murni
Kesetiaan yang teruji adalah kesetiaan yang teguh meski waktu
banyak musuh atau ketika Allah seperti diam. Iman yang murni
akan semakin murni dalam cobaan.
II.6.8. Struktur Kitab
Kitab Ayub terdiri atas 42 pasal
Kitab Ayub terdiri atas 1070 ayat
Kitab Ayub terdiri atas 10.102 kata

Garis Besar struktur kitab Ayub menurut Alkitab penuntun hidup


berkelimpahan
I. Prolog Prosa: krisinya (1:1-2:13)
A. Ayub, Orang Benar yang Takut Akan Allah (1:1-5)
B. Percakapan antara Tuhan dengan Iblis, dan berbagai
musibah yang kemudian menimpa Ayub (1:6-2:10)
C. Kunjungan ketiga Sahabat Ayub (2:11-13)
II. Dialog antara Ayub dan Teman-temannya: usaha mencari
jawaban yang masuk akal (3:1-31:40)
A. Rangkaian dialog pertama: Kebenaran Allah (3:1-14:22)
1. Ayub meratapi hari kelahirannya (3:1-26)
2. Tanggapan Elifas (4:1-5:27)
3. Tanggapan balik Ayub (6:1-7:21)
4. Tanggapan Bildat (8:1-22)
5. Tanggapan balik Ayub (9:1-10:22)
6. Tanggapan Zofar (11:1-20)
7. Tanggapan balik Ayub (12:1-14:22)
B. Rangkaian dialog kedua : Nasib Orang Fasik (15:1-21:34)
1. Tanggapan Elifas (15:1-35)
2. Tanggapan balik Ayub (16:1-17:16)
3. Tanggapan Bildat (18:1-21)
4. Tanggapan balik Ayub (19:1-29)
5. Tanggapan Zofar (20:1-29)
6. Tanggapan balik Ayub (21:1-34)
C. Rangkaian dialog ketiga : Sifat Berdosa Ayub (22:1-31:40)
1. Tanggapan Elifas (22:1-30)
2. Tanggapan balik Ayub (23:1-24:25)
3. Tanggapan Bildat (25:1-6)
4. Tanggapan balik Ayub (26:1-14)
5. Rangkuman terakhir Ayub mengenai pendapat
dasarnya (27:1-31:40)
III. Berbagai wejangan Elihu: awal pengertian (32:1-37:24)
A. Elihu diperkenalkan (32:1-6a)
B. Wejangan pertama: ajaran Allah kepada manusia melalui
penderitaan (32:6b-33:33)
C. Wejangan kedua: Keadilan Allah dan kepongahan Ayub
(34:1-37)
D. Wejangan ketiga: Kejujuran tidaklah tanpa keuntungan
(35:1-16)
E. Wejangan keempat: Kesemarakan Allah dan
ketidaktahuan Ayub (36:1-37:24)
IV. Tuhan menjawab Ayub: penyataan langsung (38:1-42:6)
A. Allah menegur ketidaktahuan Ayub (38:1-39:35)
B. Kerendahan hati Ayub (39:36-38)
C. Allah menentang kecamaan Ayub terhadap keadilannya
dalam memerintah dunia (40:1-40:25)
D. Ayub mengakui keterbatasan pengetahuannya tentang
jalan-jalan Allah (42:1-6)
V. Epilog Prosa: krisis berakhir (42:7-17)
A. Ayub berdoa untuk ketiga temannya (42:7-9)
B. Berkat dua kali lipat bagi Ayub (42:10-17)22
Garis besar struktur kitab Ayub menurut buku Kitab kitab Ilahi
 Ps 1-2 kehormatan Allah dipertaruhkan (prosa)
Latar adalah kota Us. Ayub hidup dengan makmur, jujur
dan saleh. Ayub sangat memahami latar tempat, tapi satu
hal yang tidak ia pahami adalah ujian sorga yang akan
dialaminya. Allah hendak mempertaruhkan kehormatanNya
melalui iman Ayub kepada iblis. Ketegangan cerita ini juga
Nampak dari kehadiran sahabatnya dengan pandangan
teologia yang menyalahkan Ayub. Pada akhirnya Ayub
dilihat sebagai tokoh yang sangat setia
 Ps 3 menderita tanpa Teman (puisi)
Ayub putus asa dan Allah sepertinya diam. Ayub
mengutuki kelahiranya dan melontarkan keluhanya. Ada
perbedaan yang tajam dengan pembukaan hal ini disengaja
untuk mengundang pembaca agar menyelidiki cerita.
Dengan gaya cerita yang membesar besarkan si pengarang
menyingkapkan kemanusiaan Ayub. Ayub adalah seorang
yang kesunyianya diterpa bencana
 Ps 4-27 penghiburan yang mendukakan (puisi)
Penghiburan lebih menyakitkan daripada celaan. Teman
teman Ayub datang memberi dukungan penghiburan: Elifas
yang lembut, Bildad yang kuat, Zofar yang dogmatis

22
…, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: LAI & Gandum Mas, 2015), 754.
datang menghibur Ayub. Mereka memiliki sifat yang
berbeda tetapi memiliki pandangan bahwa penderitaan itu
adalah karena dosa. Dalam dialog: Ayub dengan gaya
bercerita mencoba menerima keadaan itu dalam Allah.
Ayub protes bukan soal dugaan ia berdosa, dia sadar akan
dosanya. Tapi dia melihat penderitaan itu tak sebanding
dengan dosanya. Ayub sudah mulai tegar dan membela diri,
namun dialog ini belum mampu mencapai hasil,
pertolongan yang dharapkanya hanya dari luar.
 Ps 28 dimanakah penolongku (puisi)
Ada perkembangan dimana Ayub ingin mencari
pertolongan dari luar dirinya. Temanya bukan pilihan yang
tepat. Sestera hikmat selalu menuntun pembaca mencari
hikmat yang abadi dari Allah
 Ps 29-31 pembelaan yang sia sia
Penderitaan yang tragis dan kesetiaan Ayub ingin
memperpanjang ketegangan cerita. Ayub kembali membela
diri: ia menuturkan kesetiaanya kepada Allah, ia siap
dihukum jika bersalah. Ayub berupaya membela diri
namun keputusan tetap kepada Allah. Membela diri
dihadapan Allah adalah suatu yang sia sia sebab dia
mengetahui hidup kita melampaui pengetahuan kita
 Ps 32-37 hikmah dibalik celaka (puisi)
Elihu dengan hikmatnya mencoba menguatkan bahwa
penderitaan itu ada hikmahnya. Pendekatan itu belum
teologi, akhirnya kita diundang mendengarkan jawaban
Allah atas semua pergumulan ini. Ketidakmampuan dunia
untuk mengerti rahasia sorgawi 34:12-15, 37:24
 Ps 38:1-42:36 kemenangan Allah (puisi)
Allah menyatakan kemuliaanya yang dahsyat. Hanya Dia
yang dapat menyelesaikan Persoalan Ayub. Allah hadir
memecahkan keheningan di tanah Us. Allah mengajak
Ayub melihat tindakan Allah. Ayub sadar dan berkata aku
mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk
dalam debu. (42:6) kesadaran Ayub adalah karena kurang
mengenal Allah jadi bukan penyesalan atas dosanya
 Ps 42:7-17 pemurnian iman (prosa)
Ayub diajak merenungkan tentang perbedaan besar antara
hikmat dunia dengan hikmat sorgawi. Iman Ayub
diteguhkan dan dimurnikan seperti emas. Akhirnya emas
itu dibiarkan berkilauan23
Keputusan: penafsir memilih struktur dari Alkitab penuntun hidup
berkelimpahan karena struktur lebih jelas dan mudah dimengerti serta
membantu penafsir dalam menfsirkan teks

II.7. Sitz Im Leben24


II.7.1. Konteks Sosial
Sebelum Ayub mendapat cobaan berat, ia sangat di hormati oleh semua
orang, baik teman-temannya, istrinya, dan orang lain. Ia orang yang
bijak dan berhikmat.  Tetapi ketika ia kehilangan hartanya dan anak-
anaknya serta terkena penyakit kusta. Dengan penyakit itu membuat
orang-orang menjauhinya.  Walaupun ia di jauhi oleh orang-orang, ia
tidak menyalahkan mereka.
II.7.2. Konteks Politik
Dalam kaitan ini konteks politik yang ada pada masa itu Theokrasi, ini
dapat dilihat dengan pengaduannya terhadap Allah, Ayub berusaha
untuk menempatkan dirinya sebagai penggugat dan Allah sebagai
tergugat.
II.7.3. Konteks Ekonomi
Ayub adalah seorang yang kaya raya dari semua orang yang ada di
sebelah Timus daerah Us. Ia memiliki tujuh putra dan tiga putri. Ia
23
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-kitab Perjanjian Lama, 2016), 147.
24
…Ibid, 148
memiliki banyak kawanan ternak seperti kambing, domba, unta, lembu,
dan keledai.
II.7.4. Konteks Budaya
Pada masa Ayub ini menekankan budaya “prinsip pembalasan” berlaku
untuk membuktikan campur tangan Tuhan yang berdaulat; tetapi alam
ini tidak secara otomatis untuk memikirkan suatu sistem dengan prinsip
pembalasan yang terpasang di dalamnya (40:5-9).
II.7.5. Konteks Agama
Ayub adalah seorang yang sangat saleh dari semua orang yang ada di
daerahnya dan mampu menghadapi semua pencobaan-pencobaan
namun hatinya tetap teguh pada Tuhan dan menyakini monoteis (satu
Tuhan).
II.8. Langkah-langkah Penafsiran Naratif
II.8.1. Relasi Intertekstual
Intertekstual adalah sebuah pendekatan untuk memahami sebuah teks
sebagai sisipan dari teks lain. 25 Intertekstual juga dipahami sebagai
proses untuk menghubungkan teks dari masa lampau dengan teks masa
kini.26 Pendekatan Intertekstual menganggap bahwa suatu teks tidak
berdiri sendiri.27 Dari segi kesatuan muncullah dua konteks dalam narasi
yaitu konteks mikro dan konteks makro dalam narasi. Konteks mikro
narasi dalam sebuah narasi adalah hubungan yang terbentuk antara cerita
sebelum dan sesudah teks yang akan ditafsirkan, dan konteks makro
narasi adalah hubungan cerita dalam teks dengan cerita secara
menyeluruh dalam Alkitab. Jadi dalam analisa Intertekstual kita perlu
melihat hubungan cerita sebelum dan sesudah teks.28

1. Konteks Mikro
25
Alfian Rokhmansyah, Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal terhadap ilmu sastra, (Yogyakarat:
Graha Ilmu, 2014), 119
26
Nora Shuart Faris, Uses Intertextuality in Classroom and Educational Research United Stated, (Amerika:
Information Agr Publishing, 2004), 375
27
Alfian Rokhmansyah, Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal terhadap ilmu sastra, 119
28
Agus Jetron Saragih, Exegese Naratif Ulasan Teoritis dan Praktis Sebagai Metode Tafsir Post
Modernisme, (Medan: P3M STT Abdi Sabda, 2006), 36
Konteks mikro adalah hubungan yang terbentuk antara cerita
sebelum dan sesudah teks yang akan ditafsir. Sebelum masuk
kedalam Ayub 1:8-12, sebelumnya diceritakan bahwa anak anak
lelaki Ayub, biasanya mengadakan pesta di rumah mereka masing
masing menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka
diundang untuk makan dan minum bersama sama dengan mereka.
Dan setelah nats Ayub 1:8-12, menggambarkan bahwa pada suatu
hari ketika anak laki laki dan perempuan Ayub makan dan minum
dirumah saudara mereka yang sulung, datanglah seorang pesuruh
kepada Ayub untuk memberitahukan bahwa segala harta kekayaanya
telah dirampas termasuk semua hewan ternaknya, serta pada saat itu
juga anak anak Ayub meninggal pada saat mereka sedang makan dan
minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung karena angin
ribut yang bertiup kencang dan menghancurkan rumah itu sehingga
anak anaknya meninggal. Hubungan antara sebelum dan sesudah ayat
Ayub 1:8-12, menjalin relasi teks yang sesuai dan berurutan, karena
menggambarkan situasi bahwa ayub telah menggalami pencobaan.
2. Konteks Makro
Nats ini menceritakan mengenai kisah pencobaan yang dialami
oleh Ayub, dengan meninggalnya anak anak yang dikasihinya serta
kehilangan semua harta kekayaanya. Sama halnya dengan kisah
dalam Kejadian 22:1, dimana menggambarkan pencobaan yang
dialami oleh Abraham, ia harus merelakan Ishak anaknya sebagai
korban persembahan. Sehingga dari kedua ayat ini kita dapat melihat
bahwa ketika Ayub dan Abraham mengalami pencobaan yang sangat
berat, mereka tetap setia kepada Tuhan dan memegang teguh
imanya.
2.8.2. Latar atau Setting
Dalam latar menjelaskan tentang arena atau panggung sebuah cerita.
Adapun latar yang perlu diperhatikan yaitu tempat, waktu dan suasana. 29
29
Agus Jetron Saragih, Exegese Naratif Ulasan Teoritis dan Praktis Sebagai Metode Tafsir Post
Modernisme, 35
1. LatarTempat : Tanah Us
2. Waktu : Waktu dalam perikop ini tidak bias
dipastikan. Namun yang jelas terjadi di Tanah Us dibagian selatan
Edom atau bagian timur Gileat
3. Suasana (Keadaan) : Kesedihan adalah suasana di dalam perikop
ini, sebab dalam waktu yang bersamaan Ayub mengalami hal yang
sangat berat yaitu semua harta kekayaan yang dimilikinya habis serta
saat itu juga ia mengetahui bahwa anak anaknya telah mati.
2.8.3. Struktur dan Alur Cerita
Alur merupakan suatu urutan tentang peristiwa-peristiwa yang
mengikuti tatanan sebab akibat, dalam cerita ada ketegangan atau suasana
pertentangan, ketegangan itu bisa terjadi dengan alam, manusia dan
batinnya sendiri. Alur cerita memiliki tiga episode, yaitu adegan
permulaan, pertengahan, dan akhir.30
Dalam perikop ini menceritakan bagaimana iblis menghina
kerohanian Ayub di hadapan Allah dan menilainya dangkal. Oleh karena
itu iblis meminta untuk mencobai Ayub dengan cara mengambil semua
berkat baik harta kekayaan dan anak anaknya, Allah mengizinkanya
tetapi iblis tidak boleh menyentuh nyawa Ayub. Ayub diizinkan Allah
menanggung beban yang berat karena Allah tahu ia sanggup
menanggung beban tersebut. Alur cerita ini juga menggunakan alur maju
karena dalam cerita tersebut menceritakan bagaimana iblis ingin
mencobai Ayub, lalu Tuhan mengizinkanya dan sampai pada ia
mengalami pencobaan pencobaan tersebut
2.8.4. Sudut Pandang Narator
Sudut pandang adalah cara pengarang/narrator menempatkan
dirinya terhadap cerita atau dari sudut mana pengarang/narrator
memandang ceritanya. beberapa sudut pandang yang dapat digunakan
pengarang/narrator dalam bercerita. 31

30
Agus Jetron Saragih, Exegese Naratif Ulasan Teoritis dan Praktis Sebagai Metode Tafsir Post
Modernisme, 35
31
https:// putuagem.blogspot.com, diakses pada tanggal 1 Februari 2020, pukul 15:17 WIB.
Penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga jamak. Karena
ayat tersebut penulis hanya menjadi pengurai bagaimana peristiwa
tersebut, namun penulis tidak langsung ikut atau berada didalam
peristiwa pencobaan yang dialami Ayub didalam ayat tersebut.
2.8.5. Gaya Bahasa /Narasi
Gaya bahasa/narasi didalam ayat ini menggunakan gaya bahasa
memaparkan atau menjelaskan serta dengan beberapa dialog. Karena
dalam beberapa ayat terdapat penjelasan-penjelasan tambahan serta juga
terdapat beberapa dialog antara Allah dengan Iblis dalam ayat tersebut.
2.8.6. Tokoh
Penokohan adalah penjelasan tentang seorang tokoh berdasarkan
tindakan dan interaksinya dengan tokoh yang lain, melalui perkataannya
sendiri, melalui perkataan tokoh yang lain, atau melalui komentar khusus
dari pencerita. Penokohan biasanya bersifat statis kalau tokoh yang
dimaksud tidak berubah dalam sebuah cerita; dan bersifat dinamis jika
menunjukkan perubahan dan perkembangan yang mencolok dalam
cerita.32
1. Allah
Karakter Allah diayat ini ialah pengasih, karena dalam nats tertulis
bahwa Allah memang mengizinkan Ayub untuk dicobai oleh iblis,
namun ia tidak mengizinkan iblis untuk menyentuh nyawa Ayub
2. Iblis
Karakter iblis ialah jahat, ia tidak pernah percaya bahwa seseorang
bisa menjadi tak bercela dan jujur atau bahwa mereka bisa takut akan
Tuhan dan menjahui kejahatan, iblis juga membenci kesempurnaan
dan kejujuran, dan ia membenci orang orang yang takut akan Tuhan
dan mampu menjahui kejahatan. Dan itu yang menjadi alasan ia
mencobai Ayub
3. Ayub

32
Walter Kaiser, Jr, Berkhotbah dan Mengajar dari Perjanjian Lama, (Bandung: Kalam Hidup, 2008), 88
Karakter Ayub dalam nats ini ialah ia merupakan orang yang jujur,
saleh, takut akan Tuhan dan menjahui kejahatan
2.8.7. Tafsiran Implisit
Melalui tafsiran implisit narator berusaha untuk membawa pembaca
untuk menerima pesan apa yang terkandung dalam cerita. Dalam analisa
narasi perlu juga mengeksplisitkan maksud implisit pengarang melalui
dialog dan gambaran cerita. Setiap dialog pasti ditampilkan pengarang
dengan maksud tertentu. Demikian gambaran atau sikap dalam cerita
dipakai pengarang untuk menyampaikan tujuan tertentu. Untuk
menyelami maksud dan tujuan itulah diperlukan tafsir implisit.Di dalam
ayat Ayub 1:8-12 terdapat makna tersembunyi dalam nats tersebut yang
menunjukkan bahwa hendaknya dalam setiap pergumulan dan persoalan
yang menimpa kehidupan kita, kita harus tetap berpengarapan serta setia
kepada Tuhan. Sebab segala pencobaan yang kita alami merupakan
sebuah proses untuk mendewasakan iman kita secara pribadi.
2.9. Analisa Teks
2.9.1. Perbandingan Bahasa
Ayat 8
LAI : Memperhatikan
NIV : Considered (dipertimbangkan)
BDE : Di imburu (dilirik/diperhatikan)
TM : ‫ֲש ֹמ ְׇּת‬
ַ ‫( ה‬Considered)
Keputusan : Yang mendekati TM adalah NIV

Ayat 9
LAI : Takut
NIV : Fears (Kerakutan)
BDE : Biar (Takut)
TM : ‫( יׇ ֵרא‬Fear)
Keputusan : Yang mendekati TM adalah LAI dan BDE
Ayat 10
LAI : Membuat Pagar
NIV : Put a Hedge
BDE : Diramoti Ho (Engkau berkati)
TM : ‫שֺכ ְׇּת‬
ַ (Membuat pagar)
Keputusan : Yang mendekati TM adalah LAI

Ayat 11
LAI : ulurkanlah
NIV : Stretch out (Mengulurkan)
BDE : Disurdukon (Memasukan)
TM : ‫שֺלַח־‬
ְ (Stretch out)
Keputusan : Yang mendekati TM adalah NIV

Ayat 12
LAI : Iblis
NIV : Satan (setan)
BDE : Sibolis (iblis)
TM : ‫( ַהּשֺ ׇָטן‬Setan)
Keputusan : Yang mendekati TM adalah NIV

2.9.2. Kritik Aparatus


Tidak ada kritik aparatus

2.9.3. Terjemahan Akhir


Ayat 8
Lalu bertanyalah Tuhan kepada iblis: “Apakah engkau
mempertimbangkan hambaku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi
seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan
menjahui kejahatan
Ayat 9
Lalu jawab iblis kepada Tuhan: “Apakah dengan tidak mendapat apa apa
Ayub takut akan Allah?”
Ayat 10
Bukankah engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya
serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakanya telah kau berkati
dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu
Ayat 11
Tetapi mengulurkan tangan-Mu jamahlah segala yang dipunyainya, ia
pasti mengutuki engkau di hadapan-Mu
Ayat 12
Maka firman Tuhan kepada setan: “Nah, segala yang dipunyainya ada
dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu
terhadap dirinya”. Kemudian pergilah iblis dari hadapan Tuhan.
2.10. Tafsiran
Dalam ayat ini memperkenalkan pergumulan diantara Allah dengan
musuh besarNya, Iblis. Allah ingin menunjukkan kepada iblis agar
memperhatikan Ayub bahwa Ayub adalah orang yang jujur, saleh, takut akan
Tuhan dan menjahui kejahatan. Melalui diri Ayub kemenangan Kasih karunia dan
penebusan ilahi telah terjadi. Dalam kehidupan hambaNya yang setia ini, Allah
memperlihatkan bahwa rencanaNya untuk menebus umat manusia dari dosa dan
kejahatan dapat tercapai. Setelah Allah memuji hambaNya Ayub dengan penuh
Kasih sayang di hadapan Iblis, maka Iblis merespon pernyataan Allah mengenai
bahwa Ayub merupakan orang yang saleh. Iblis berpendapat bahwa Ayub pasti
akan meninggalkan Allah ketika ia tidak lagi mendapatkan apa apa dari Allah.
Iblis mengatakan bahwa Kasih Ayub kepada Allah sifatnya hanya sementara dan
Ayub lebih mementingkan diri sendiri. Dan jika semua harta bendanya hilang
Ayub pasti akan meninggalkan Tuhan dan mengutuki Tuhan. Dalam pandangan
iblis, kesalehan Ayub itu seperti omong kosong. Bagi iblis, manusia hanya taat
kepada Allah karena ada pamrih yaitu bila mendapatkan segala sesuatu yang dia
inginkan. Bila tidak, tentu Ayub tidak akan menyianyiakan waktunya bagi Allah.
Iblis berpendapat bahwa jika semua harta benda duniawi yang dimiliki oleh Ayub
dicabut maka kesalehannya juga akan hilang secara perlahan seperti ia kehilangan
harta bendanya, iblis menjadikan bahwa harta duniawi yang dimiliki Ayub
menjadi tolak ukur iman dan kesalehan. Iblis mengatakan bahwa Ayub akan
mengutuki Allah jika Allah mengambil segala yang dipunyainya dan Ayub tidak
akan mengasihi dan melayani Allah disaat ia mengalami pencobaan yang tidak
semestinya dialaminya. Lalu Allah memberi iblis kebebasan untuk membuktikan
kesalehan Ayub. Namun dalam kebebasan yang diberikan Allah dengan
mengambil harta dan membinasakan keluarga Ayub, tetapi Allah juga
memberikan batasan-batasan kepada iblis dalam menjalankan rencanya. Tindakan
Allah dengan mempersilahkan iblis untuk mencobai Ayub menunjukkan kepada
kita bahwa sebenarnya tunduk pada kekuasaan Allah.
III. Refleksi Teologis
Dalam ayat ini mengingatkan kepada kita bahwa setiap orang pastinya akan
mengalami pencobaan dalam hidupnya, persoalannya ialah bagaimana cara kita
menanggapi setiap pencobaan yang terjadi dalam hidup kita. pada zaman sekarang,
orang Kristen terlalu cepat menyerah dan kalah. Juga terlalu cepat menyalahkan pihak
lain (orang lain, iblis serta Allah) atas kegagalan mereka. Padahal setiap orang
bertanggung jawab atas dirinya sendiri, termasuk kegagalannya. Seharusnya kita
dapat meneladani tokoh Ayub, walaupun dalam waktu yang hampir bersamaan Ayub
kehilangan seluruh miliknya, namun imannya merespon secara mengangumkan.
Tentu tak salah bila kehilangan harta benda bagai sebuah pukulan, atau kehilangan
anggota keluarga bagai rusaknya tatanan hidup dan kehilangan keduanya bagaikan
langit yang runtuh. Ayub sendiri berduka dan ia jelas menyatakan pernyataan
dukanya. Namun ia sadar bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Tuhan dan
karena itu ia patut menerima bila Tuhan ingin mengambil semua itu kembali. Dalam
peristiwa Ayub kita dapat melihat bahwa iblis mencobai manusia untuk
menjatuhkannya, sebaliknya Tuhan tidak mencobai manusia, ia menguji manusia
untuk memurnikannya (Yak.1:3,13). Yang terjadi dalam kehidupan Ayub ialah pada
saat iblis mencobai Ayub, Tuhan menguji Ayub (ay.12). Dua niat yang berbeda
namun bergabung dalam satu peristiwa, dengan kata lain Tuhan tidak bekerja sama
dengan iblis. Iblis meminta izin kepada Tuhan bukan untuk menunjukan iblis bekerja
bagi Tuhan. Namun ini memperlihatkan bahwa Tuhan berkuasa penuh atas iblis dan
bahwa tidak ada yang terjadi diluar kuasa Tuhan.
Yang dapat kita renungkan adalah “seperti Allah tahu siapa Ayub, Allah pun tahu
siapa kita dihadapaNya. Tetapi tetaplah waspada karena kita pun tidak akan terlepas
dari pencobaan iblis”
IV. Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa Ayub adalah seorang hamba yang setia, salah, dan
jujur. Ia menyerahkan segala kehidupannya kepada Tuhan, segala yang dia miliki
telah diambil oleh iblis namum ia tetap setia dan tetap berpengharapan kepada Tuhan.
Dengan kesetiaannya itu menghasilkan sukacita yang luar biasa dimana semua yang
telah diambil oleh iblis dikembalikan Allah dua kali lipat dari yang sebelumnya.
Kitab Ayub merupakan kitab yang berisi sastra Hokmah (Hikmat), yang di dalamnya
mencakup tentang filsafat ajaran-ajaran hidup yang patut kita contoh dalam
kehidupan kita sehari-hari.
tafsir naratif ini adalah suatu metode untuk memahami dan mengkomunikasikan
pesan alkitabiah yang sesuai dengan bentuk kisah dan kesaksian personal, sesuatu
yang merupakan ciri khas dari kitab suci dan suatu model fundamental dari
komunikasi antar manusia. Metode ini mencul karena metode historis kritis sering
melakukan pemisahan-pemisahan secara tidak langsung menghilangkan unsur-unsur
dan makna alkitab naratif lebih mengutamakan penelitian terhadap teks akhir dan
menekankan perefleksian tentang makna teks. Dimana tafsir naratif mempunyai
tujuan-tujuan dan langkah-langkah dalam melakukan tafsir naratif ini.
V. Daftar Pustaka
Alkitab Edisi Study, Jakarta: LAI, 2012
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: LAI & Gandum Mas, 2015
Blommendaal, J., Pengantar kepada Perjanjian Lama, Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia, 2016
Bullock, Hassell, Kitab-kitab Puisi dalam Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas,
2014
Claire, Marie Barth Frommel, Ayub Bergumul dengan Penderitaan, Bergumul
dengan Allah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016
Faris, Nora Shuart, Uses Intertextuality in Classroom and Educational Research
United Stated, Amerika: Information Agr Publishing, 2004
Hill, Andrew E & Jhon Walton, Survei Perjanjian Lama, Malang: Penerbit: Gandum
Mas, 2013
Kaiser, Walter, Jr, Berkhotbah dan Mengajar dari Perjanjian Lama, Bandung: Kalam
Hidup, 2008
KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1990
Lasor, W.S, dkk, Pengantar Perjanjian Lama II, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012

Ludji, Barnabas, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama, Bandung: Bina Media


Informasi, 2009
Morgan, M.J., Elements Of Biblical Exegetis: Basic Guide For Students and
Ministers, Amerika: Hendrikson Publisher, 2001
Rokhmansyah, Alfian, Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal terhadap ilmu
sastra, Yogyakarat: Graha Ilmu, 214
Saragih, Agus Jetron, Eksegese Naratif, Medan: P3M, 2006
Saragih, Agus Jetron, Exegese Naratif Ulasan Teoritis dan Praktis Sebagai Metode
Tafsir Post Modernisme, Medan: P3M STT Abdi Sabda, 2006
Saragih, Agus Jetron, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-kitab Perjanjian Lama, Medan:
Bina Media Perintis, 2016
Sitompul, A.A. & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2002

Sumber lain
https:// putuagem.blogspot.com, diakses pada tanggal 1 Februari 2020, pukul 15:17
WIB.

Anda mungkin juga menyukai