Anda di halaman 1dari 74

Sejarah Gereja Asia – STT BASOM, 2018 |1

BAB I
PENGANTAR SEJARAH GEREJA DI ASIA

A. Gambaran Umum Sejarah Gereja Asia


Sebagai titik perjumpaan antara Barat dan Timur , Yerusalem (tempat lahirnya Agama
Kristen) secara geografis adalah wilayah Asia Barat dan merupakan kekuasaan politis Romawi yang
berorientasi dominan Eropa. Perluasan Injil ke arah Barat (Eropa), telah membentuk kebudayaan
Barat/Eropa sedemikian rupa bahkan hingga akhir abad 16 Eropa dikenal dengan sebutan: “ corpus
Christianum” (dunia kekristenan). Istilah ini sekarang disebut sebagai wilayah Christendom (dunia
orang Kristen) sebagai peradaban Eropa/Barat.
Dari lahirnya hingga abad 12, kekristenan di Asia (khusus Asia Barat) sangatlah
berkembang pesat. Akan tetapi masa abad 13-14 gereja di Asia nyaris dihapuskan, dan keadaan ini
berlangsung hingga abad 19. Masa akhir abad 19 (sensus PBB tahun 1990: dari seluruh penduduk
dunia ½ di Asia) seluruh penduduk Asia hanya 7,8 % orang Kristen (kelompok masyarakat
minoritas). Kekristenan di Asia dengan segala implikasi positif dan negatifnya hingga akhir abad 19
hanya sebagai warisan penginjilan Barat. Nampaknya bila ditinjau dari berbagai aspek, beberapa
keadaan yang menyebabkan kekristenan di Asia, perkembangannya tidak sebesar apa yang dicapai
di Eropa. Beberapa keadaan itu adalah:
1) Berlangsungnya penghambatan besar dialami oleh orang Kristen di Asia terjadi ketika
mereka berjumpa dengan kelompok agama-agama besar dan kuat yang sebelumnya sudah
menyatu dengan segala aspek kehidupan dan budaya bangsa-bangsa Asia. Kelompok
agama-agama besar itu adalah agama Zoroaster 1 (Persia hingga tahun 650), agama Hindu
dan Budha di India, Asia Timur dan Asia Tenggara, agama Kong Hu Chu di Cina dan di
negara-negara di mana Cina berserak. Munculnya Agama Islam abad ke-7 yang
pengaruhnya menguasai seluruh daerah Timur Tengah yang sebelumnya dikuasai oleh
gereja, kemudian pengaruh penyebaran Islam mencapai hingga ke arah Asia Tengah,
Selatan dan Tenggara terutama Malaysia dan Indonesia, sehingga ketika memasuki daerah-
daerah ini agama Kristen sulit menerobos masyarakat di sana.
2) Yang cukup menentukan sangat mundurnya perkembangan gereja di Asia adalah sulitnya
(sangat kurang) ditemukan bahan-bahan sebagai sumber untuk menggali akar-akar
Kekristenan di Asia (wilayah di luar kekaisaran Romawi). Dengan komposisi isi informasi
yang sangat terbatas beberapa sumber rujukan dapat menelusuri sejarah gereja di Asia
(zaman lama) adalah:
 Tulisan dari Mashika-Zakha (+ 550 M) yang berjudul: “Tawarikh Arbil (Mesopotamia
Utara)”. Isinya tentang riwayat Kekristenan Mesopotamia antara tahun 99-540 M.
 Tulisan Thomas dari Marga (850), judulnya: “ Book of Governors” isinya riwayat
penghuni-penghuni biara bait Abe di Mesopotamia Utara. Buku ini memberi gambaran
jelas tentang spiritualitas gereja Nestorian 2.
 Tulisan Mari Ibnu Sulaiman (1140): “Book of The Tower”, tulisan ini merupakan sejarah
Patriarkh (pimpinan Gereja) Nestorian, yang dimaksudkan dengan “Tower” dalam hal ini
adalah istana/tempat kedudukan seorang Patriarkh.
1
Zoroastrianisme atau Majusi adalah sebuah agama dan ajaran filosofi yang didasari oleh ajaran
Zarathustra yang dalam bahasa Yunani disebut Zoroaster. Zoroastrianisme dahulu kala adalah sebuah agama yang
berasal dari daerah Persia Kuno atau kini dikenal dengan Iran. Di Iran, Zoroastrianisme dikenal dengan sebutan
Mazdayasna yaitu kepercayaan yang menyembah kepada Ahura Mazda atau “Tuhan yang bijaksana”.
2
Nestorianisme adalah doktrin (ajaran) yang mengajarkan bahwa Yesus eksis sebagai dua pribadi, yakni
sebagai manusia Yesus dan sebagai Putera Allah, atau Logos. Doktrin ini dikaitkan dengan Nestorius (386-451), Patriark
Konstantinopel. Pandangan mengenai Kristus ini dikutuk dalam Konsili Efesus tahun 431, dan konflik mengenai
pandangan ini mengakibatkan Skisma Nestorian, yang memisahkan Gereja Timur Asiria dari Gereja Byzantium.
Sejarah Gereja Asia – STT BASOM, 2018 |2

 “Monumen Chang-an”: monumen ini merupakan sebuah tugu peringatan yang terbuat
dari lempengan batu besar dan dibangun oleh orang-orang Kristen di Cina atau
Tiongkok tahun 781 M. Di monumen tersebut dijumpai inskripsi atau tulisan yang
dipahat di batu besar. Tulisan itu memberi penjelasan mengenai Sejarah Agama Kristen
di Tiongkok antara tahun 635-781. Chang-an adalah ibukota Tiongkok zaman itu, masa
dinasti Tang
3) Misi gereja Nestorian (ingat perpecahan gereja Barat dan Timur hasil dari Konsili Nicea: 325
dan Chalcedon: 451 tentang perdebatan Trinitas antara Agustinus/Ambrosius dengan Arius,
Nestorius dan Jerome serta Chrisostomus ). Yang tidak dipandang oleh Barat (Eropa)
sebagai misi kekristenan yang benar. Kelompok Nestorian dianggap sebagai orang Kristen
bidat/sesat yang telah dikutuk oleh konsili oikumenis yang dipelopori oleh kaisar Romawi.
Karya besar missionari Nestorian yang telah mencapai Asia Tengah, Timur dan Selatan
ditolak Barat sebagai karya misi kekristenan yang tidak benar bahkan dianggap karya misi
yang memalukan sebab dianggap selalu tunduk kepada penguasa politis duniawi. Padahal
orang Asia sendiri menganggap karya misi Nestorian ini sebagai karya misi yang apostolis
yang bebas dari pengaruh Hellenisme dan filsafat Yunani. Padahal secara politis gereja
Nestorian sangat mendukung pertumbuhan gereja di Asia dalam hubungannya dengan
konflik Persia (bebas dari pengaruh kebudayaan Yunani) dengan Romawi.
4) Keadaan yang mendukung kristenisasi berlangsung cepat di Eropa adalah pertentangan
dan hambatan yang dialami oleh agama Kristen tidak begitu besar, karena ketika agama
Kristen memasuki Eropa, di sana tidak dijumpai agama-agama besar seperti dijumpai di
Asia, yang ada hanya agama-agama suku yang bersifat primitif, yang tidak mempunyai daya
tahan terhadap Agama Kristen dan bahkan di banyak negara Agama Kristen dijadikan
sebagai agama negara.
Dari penjelasan di atas jelas bahwa fakta sejarah telah membuktikan kekristenan lahir di
Asia, tetapi adalah sangat ironis bahwa hingga abad 19 agama Kristen dianggap sebagai agama
Barat karena agama Kristen datang dari Barat bersamaan dengan masuknya ekspansi
(kolonialisme) Barat ke Asia. Kekristenan di Asia menghadapi tantangan perkembangannya yang
luar biasa untuk digumuli awal abad 21 ini. Perkembangan gereja yang luar biasa di Asia (dari tahun
1990 Korea telah mengambil alih tongkat/pusat pergerakan misi ke seluruh dunia, demikian dengan
Cina negara yang berabad-abad tertutup dengan kekristenan, dari tahun 1949 hanya 4 ½ juta
penduduknya Kristen-RK dan Protestan-tetapi tahun 1992 telah mencapai 75 juta jiwa) sangat
menuntut konsekwensi yang sangat kokoh dari sudut ilmu sejarah gereja.

B. Maksud Umum Istilah “Gereja Asia Lama”


Istilah “lama” dalam pemakaian “gereja Asia Lama”, dipakai dalam tiga kategori yaitu:
1) Membedakan gereja di Asia pada zaman pertama dengan gereja yang muncul sesudahnya
akibat usaha PI orang Barat. Zaman “gereja Asia Lama” dihitung sampai tahun 1400, sebab
terdapat kesinambungan yang besar dalam Sejarah Gereja Asia selama periode itu.
2) Dalam istilah “gereja Asia Lama”, pengertian “Asia” tidak bersifat geografis semata-mata,
jadi pengertian Lama dimaksudkan sebagai wilayah Asia yang termasuk kepada wilayah
yang tidak dominan pengaruh kebudayaan Yunani Romawinya (Hellenistis). Pengaruh
Hellenisme (sebagai kebudayaan yang mencakup bahasa dll) di Asia jelas tidak sama
dengan batas wilayah kekuasaan Romawi (kekuasaan politik) di Asia.
3) Gereja Asia Lama juga bermaksud, gereja di Asia di luar pengaruh Hellenisme sejak
permulaannya sampai sekitar tahun 1400.
Dari penjelasan di atas maka periodisasi Sejarah Gereja di Asia dapat dibuat sebagai berikut:
1) Zaman gereja Asia Lama; dari permulaan kekristenan (abad I) sampai kira-kira tahun 1400-
an. Zaman ini dibagi ke dalam dua periode, yaitu: Pertama, masa sebelum kelahiran atau
Sejarah Gereja Asia – STT BASOM, 2018 |3

kedatangan Islam (Kekristenan berada di lingkungan kekuasaan Romawi dan kerajaan


Partia/Persia). Kedua, setelah kekristenan berada di bawah kekuasaan Islam. Dalam hal ini
perlu diperhatikan bahwa zaman Lama, pusat kekristenan dan penginjilan di Asia ada di
Mesopotamia Utara, dari sinilah kegiatan PI dilakukan oleh orang-orang Kristen Syria atau
kemudian oleh orang-orang Kristen Nestorian ke berbagai daerah di Asia. Faktor yang
paling menentukan bagi perkembangan gereja masa periode ini adalah berlangsungnya
perluasan gereja, perkembangan tata gereja, perkembangan ajaran gereja, hubungan
gereja dengan negara, dll.
2) Zaman Gereja Asia Baru (zaman Vasco da Gama) – Zaman Pekabaran Injil dari dan oleh
orang-orang Barat (+ tahun 1500-1947). Zaman ini juga dibagi ke dalam dua periode yaitu:
Pertama, zaman sebelum tahun 1800 (+ atahun 1500-1800). Kedua, masa antara tahun
1800-1947. Masa periode tahun 1800, PI dilakukan atas usaha penguasa (negara Eropa)
yang menguasai beberapa daerah Asia. Sedang periode kedua yakni setelah tahun 1800, di
mana usaha-usaha PI dilakukan oleh berbagai lembaga penginjilan yang datang dari Eropa
atau dunia Barat. Lembaga-lembaga penginjilan ini umumnya lahir sebagai pengaruh dari
gerakan pietisme atau gerakan revivalisme yang muncul di Eropa.

C. Alat Pendukung Bagi Perluasan Gereja di Asia Masa Abad Pertama


Dari sudut perluasan Gereja masa Sejarah Gereja Asia lama, beberapa keadaan yang
mempengaruhi serta menentukan perluasan gereja adalah:
1) Pusat PI pertama di Asia. Pusat PI pertama abad-abad pertama sejarah gereja di Asia
adalah Antiokhia (bnd. Kis. 11:19-21; 14:26). Sejajar dengan ini, historigrafi (catatan
sejarah) gereja Asia sangat ditentukan oleh corak Barat (mis Berkhoff dan Enklaar) walau
ada PI ke arah Timur dan Selatan (lih. Kis. 2:8-11). Pola perluasan gereja sangat ditentukan
oleh keadaan lingkungan seperti situasi politis, kultus, keagamaan Asia Barat.
2) Secara Politis, Asia Barat dibagi dua yakni: Roma dan Persia. Pertentangan antara Romawi
dan Persia berlangsung terus menerus, pokok pertentangan adalah pemulihan kekuasaan
dan wilayah dari zaman Koresy dan Darius.
3) Dari Sudut kebudayaan Roma menganut kebudayaan Hellenistis bercorak Yunani. Bahasa
pengantar di Timur Romawi ialah Yunani sedang di Romawi Barat adalah bahasa Latin. Di
Persia sisa kebudayaan Babilonia kuno masih berpengaruh yang secara langsung menolak
pengaruh Hellenisme. Di Mesir penduduk menolak pengaruh Yunani dan Hellenistis walau
wilayah ini masuk ke wilayah Romawi.
4) Dari sudut Bahasa, di Persia dipakai bahasa Persia sedang di Barat (Irak, Syria dan
Palestina sekarang) dipakai bahasa Arab (Syria).
5) Dari sudut agama, di kekaisaran Romawi terdapat macam-macam agama, di antaranya
agama-agama suku kuno dan agama-agama sinkritisme yang baru. Namun di Persia agama
Zoroaster telah menjadi agama negara.

Dalam perluasan gereja di Asia masa abad pertama, ada empat jalan (jembatan) yang
dapat dilihat sebagai alat untuk melintasi rintangan (hambatan) perluasan kekristenan zaman gereja
Asia Lama:
 Jemaat Yahudi Diaspora. Sisa keturunan masa pembuangan Babel (lih. Ezra 7:6-7). Mereka
memelihara hubungan satu sama lain tanpa mengabaikan perbedaan asal negara (Kis. 2:5-
10). Usaha PI zaman Asia lama jelas memakai jembatan ini (lih. Kis. 2:13,14,16, dll). Yahudi
diaspora sangat menentukan corak kerohanian/teologi gereja Asia Lama di Persia.
 Bahasa Aram. Sebagai bahasa resmi Romawi dan Persia bahasa ini juga secara langsung
menjadi bahasa gereja zaman Asia Lama, khususnya oleh gereja Nestorian (Inggris –
Syiriac).
Sejarah Gereja Asia – STT BASOM, 2018 |4

 Daerah Irak Utara yang dominan dengan agama suku. Keadaan ini memberi peluang PI di
Persia sehingga Irak menjadi pangkalan (pusat) gereja di Asia masa abad ke-2. Masa abad
ke-2 Irak adalah negara pertama yang dikristenkan di Asia di luar kekaisaran Romawi.
Selama sejarah gereja Asia Lama sampai menjelang lahirnya Islam, Irak (Mesopotamia
Utara) adalah pusat Kekristenan di Asia sekaligus sebagai pangkalan seluruh karya PI di
Asia.
 Jalan laut Asia Selatan-jalur Perdagangan. Perdagangan ramai antara Mesir (laut merah)
dengan India, Sri Lanka, Tiongkok (Cina). PI melalui jalur ini menghasilkan sejumlah jemaat
Kristen walau masa selanjutnya (abad 18-19) kekristenan tetap dianggap sebagai “asing” di
Asia dan oleh karenanya sulit berkembang (tetap kecil) kecuali di India Selatan dan Arab
Selatan.

Terhadap kedudukan gereja (orang Kristen) di dalam negara, sampai masa abad VII di Asia
ada dua fase/tahap dapat digambarkan, yaitu: “di satu pihak gereja mengalami
penghambatan/pertentangan dan gereja mendapat pengakuan”.
 Fase Pertama: fase ini berlangsung sampai masa abad ke-5 di mana gereja masih dalam
wilayah kekuasaan kekaisaran Romawi (puncaknya sampai tahun 313). Identifikasi terhadap
keadaan gereja masa ini: Tahap awal selama di dalam kerajaan Partia (yang kemudian
berubah menjadi Persia) gereja mengalami penghambatan dan sifat penghambatan itu
bersifat insidentil (lokal). Sumber penghambatan berasal dari tokoh-tokoh agama Zoroaster
(Magians). Negara tidak mengambil prakarsa dalam penghambatan ini. Tahap kedua
dimulai tahun 226 (masa pergantian kerajaan Partia menjadi Persia). Masa ini Persia
mengalami kebangunan nasional, agama Zoroaster menjadi agama negara, agama Kristen
dihambat secara sistematis dan penghambatan ini berlangsung di seluruh wilayah Persia.
Karenanya agama Kristen sangat dirugikan (bahkan mendapat presedent negatif hingga
tahun 313). Masa ini Kristen telah menjadi agama negara Romawi, secara langsung agama
Kristen turut menjadi musuh kerajaan Persia. Pernyataan raja Persia yang menghambat
Kekristenan adalah “sahabat musuh saya (Romawi) adalah musuh saya juga (Kristen)”,
otomatis dengan pernyataan ini gereja sangat dicurigai sebagai mata-mata Romawi di
semua wilayah Persia.
 Fase Kedua (terjadi tahun 410-424); masa ini gereja berhasil menemukan jalan keluar dari
perangkap politis, dan tahun 410 gereja mencapai suatu persetujuan dengan negara.
Persetujuan itu adalah:
 Negara mengakui gereja sebagai persekutuan yang sah dengan hak-hak dan kewajiban
tertentu. Uskup agung Seleukia-Ktesifon, ibukota kerajaan Persia, yang telah
mengambil gelar Patriarkh (katolikos) diakui sebagai kepala persekutuan Kristen. Ia
bertanggungjawab terhadap anggota-anggota persekutuan Kristen. Dalam satu hal,
kebebasan beragama bagi orang Kristen dibatasi; mereka tidak boleh berusaha
membujuk seorang penganut agama Zoroaster agar masuk menjadi Kristen (kalau ini
terjadi maka hukuman mati diadakan).
 Tahun 424, Gereja persia melepaskan diri dari gereja Barat (pusat Romawi) secara
Yuridis. Patriarkh/Katolikos dalam gereja Persia tidak dipandang lagi sebagai takluk
kepada Patriarkh Antiokhia. Pemisahan ini semakin diperkuat tahun 484, di mana ketika
kekaisaran Romawi dikutuk oleh konsili (Chalcedon 451). Penerimaan terhadap ajaran
Nestorius ini sangat dipengaruhi oleh pengamanan diri dan kecurigaan negara.
 Catatan yang sangat penting diperhatikan dalam hal ini bahwa masa sejarah gereja
Asia lama, orang Kristen (gereja) mendapat status dhimi atau millet. Status ini adalah
penentuan keadaan orang Kristen di wilayah kerajaan Persia yang didominasi budaya
khalifat Arab sebelum Islam lahir. Dengan kata lain, sama seperti dalam banyak hal,
Sejarah Gereja Asia – STT BASOM, 2018 |5

orang Arab mengambil alih saja keadaan yang sudah berlaku sebelum Islam muncul.
Namun walaupun kompromi telah dicapai, penghambatan juga masih berlangsung
sampai runtuhnya kerajaan Persia pada abad ke-7.

BAB II
SEJARAH GEREJA ASIA LAMA
Sejarah Gereja Asia – STT BASOM, 2018 |6

A. Keadaan Asia Abad 1-7


Sejak sejarah kebudayaan manusia di dunia, Asia adalah tempat “akar-akar” agama-agama
besar seperti Hindu, Budha, dan Islam. Masa permulaan Kekristenan abad I, di Asia terdapat empat
kekuasaan besar yang sekaligus sebagai pusat peradaban. Keempat pusat kekuasaan itu adalah
Asia Barat yang dikuasai Romawi, kerajaan Parthia/Persia dan kekaisaran Cina dan India.
 Kekaisaran Romawi. Wilayah kekuasaannya meliputi Palestina, Syria, Asia kecil. Dalam
pandangan Asia masa abad I, Romawi adalah negara kolonial penjajah, konflik Romawi
dengan Partia/Persia masa abad pertama berpusat pada perebutan Asia Barat kepada
wilayah kekuasaan Romawi dan Partia. Kemenangan Romawi atas konflik ini, menentukan
Romawi menanamkan pengaruh Hellenisme yang masa selanjutnya Asia Barat hingga
sekarang masuk ke dalam wilayah Eropa. Namun masyarakat Yahudi Palestina menolak
pengaruh ini walau di kekaisaran Romawi Hellenisme turut membantu perkembangan
Kekristenan.
 Kerajaan Partia/Persia. Wilayahnya berbatasan dengan Romawi di sebelah Timur. Lebih
luas meliputi Mesopotamia (Irak-Iran sekarang) yang berbatasan dengan India di sebelah
timurnya. Tahun 225 Parthia berubah menjadi Persia (kerajaan yang dulu dikenal masa
zaman PL dengan rajanya Koresh (Cyrus) yang telah berhasil menguasai Babilonia. Agama
yang cukup kuat di wilayah ini adalah Zoroaster yang sangat menghambat pertumbuhan
Kristen di daerahnya.
 Kekaisaran Cina. Cina adalah negeri yang sangat luas. Dua abad sebelum Kristus, negara
ini sudah sangat kuat menganut Kong Hu Chu yang didirikan oleh Ch’in Shih Huang-ti (221-
210 SM). Masa inilah tembok besar Cina dibangun dengan tujuan untuk melindungi
daerahnya dari serangan suku-suku liar. Kemudian dinasti ini diganti oleh hirarki dinasti Han
(206 SM-220M). Penerus dinasti Han mulai tahun 128 SM sangat membuka diri terhadap
dunia luar yang sebelumnya oleh kaisar Han tidak melakukannya. Mulai dinasti inilah
bangsa Cina mempunyai minat luar biasa melakukan perdagangan ke berbagai penjuru
dunia (India, Persia, Syria, hingga ke Asia Barat). Masa semangat perdagangan inilah
kemudian muncul istilah: “Jalan Perdagangan Sutra” dari Cina. Jalan ini kemudian menjadi
jalur perdagangan Cina ke dunia luar demikian sebaliknya, yang sekaligus dimanfaatkan
oleh para misionaris/penginjil Persia (Mesopotamia) untuk memperluas Injil hingga ke Timur
Jauh (Cina). Yang paling memperoleh keuntungan bagi penyebaran agama melalui jalur ini
adalah bangsa India dengan membawa Hindu dan Budha ke Cina dan Asia Tenggara.
Penginjil pertama sampai di Cina berlangsung abad ke-7 oleh orang Kristen Nestorian dari
Persia. Oleh karena itu maka dapat diketahui bahwa saat Kekristenan tiba di Cina telah ada
dua agama besar di sana yaitu agama Kong Hu Chu sebagai agama asli dan agama Budha
yang masuk dari India. Pada pembahasan selanjutnya diterangkan lebih lanjutnya, setelah
masuknya agama Kristen di Cina maka kedua agama ini sekaligus sebagai tantangan
penyebaran Injil di Cina.
 India: India adalah asal agama Budha yang masa abad I penyebarannya cepat meluas ke
seluruh wilayah Asia. Akan tetapi setelah pengaruh kekristenan dan setelah munculnya
Islam, agama Budha di India berangsur-angsur surut dan umatnya melebur ke agama Hindu
India. Agama Hindu bertumbuh sejajar dengan latar belakang bangsa India, satu ciri yang
sangat menonjol adalah sistem kasta masyarakat India yang dipengaruhi oleh agama Hindu
dengan kasta Brahmana, kasta Ksatria, Kasta Waisya, Kasta Sudra.

B. Keadaan Gereja Di Asia Sampai Munculnya Islam


1. Gereja Di Edessa
Edessa (Irak, peta modern ada di hulu sungat Efrat hingga teluk Persia) masa abad pertama
adalah wilayah kerajaan Mesopotamia bagian Utara di bawah naungan provinsi Osrhoene. Letaknya
Sejarah Gereja Asia – STT BASOM, 2018 |7

yang strategis sebagai pusat jalur perdagangan “jalan Sutra lama” membentang dari Antiokhia,
Persia, India hingga Cina (lih. Kej. 11:31, haran yang pernah menjadi kediaman Abraham). Kota Urfa
(di Irak sekarang) adalah lanjutan kota Edessa yang sekarang berbatasan dengan Timur Turki,
sebelah Utara adalah Syria dan kota Damaskus serta gunung Ararat.
a. Makna Penting Edesa Zaman Gereja Asia Lama.
Edessa adalah kerajaan Kristen pertama di Asia (pengaruh pengkristenan raja Edessa
masa abad I). Di Edessa, pertama sekali diterjemahkan kitab PB dari bahasa aslinya Yunani ke
dalam bahasa Syria (200 M). Pada waktu itu bahasa Syria adalah bahasa pengantar di seluruh
wilayah Persia (dengan demikian di Gereja). Bangunan gereja pertama di Asia ditemukan di Edessa,
dibangun oleh raja Abgar VII segera setelah ia menjadi Kristen. Beberapa laporan dapat dirujuk
memahami kapan dilakukan PI ke Edessa adalah:
 Tulisan Eusebius (320) yang menyinggung bahwa Raja Edessa yaitu raja Abgar V (hidup
pada zaman Yesus) pernah berkomunikasi langsung dengan Yesus dan menawarkan
perlindungan khusus bagiNya serta para muridNya dari ancaman pembunuhan Yahudi.
Tawaran ini dilakukan oleh raja Abgar atas informasi yang diterimanya bahwa Yesus
sanggup melakukan muzijat termasuk menyembuhkan berbagai penyakit dan mengusir
setan tanpa melalui ramuan obat. Lebih jelas di bawah ini dicantumkan laporan Eusebius:
“Abgar Ukkaina, kepada Yesus Juruselamat yang baik yang telah muncul di Yerusalem,
salam. Saya telah mendengar penyembuhan yang Yesus lakukan, dan saya memutuskan
satu dari antara dua hal yaitu bahwa Engkau adalah Allah yang turun dari surga ke dunia
ini, atau Engkau adalah Anak Allah. Karena itu saya menulis surat kepadaMu untuk segera
datang kepada saya dan menyembuhkan penderitaan yang saya punya. Dan lagi saya
mendengar bahwa orang-orang Yahudi mengolok-olok dan akan menyakitiMu. Sekarang
saya mempunyai sebuah kota kecil dan patut dimuliakan, yang kiranya cukup bagi kita
berdua” Dari sumber laporan yang sama (Eusebius), komunikasi Abgar V dijawab Yesus
dengan mengatakan: “berbahagialah anda yang percaya kepadaKu, walau anda belum
pernah melihat Aku. Aku harus menyelesaikan pekerjaanKu di sini. Dimana Aku diutus dan
setelah itu Aku akan kembali kepada Dia yang mengutus Aku. Namun sesudah Aku
diangkat ke atas, Aku akan mengutus salah seorang muridKu untuk menyembuhkan
penderitaanmu dan memberikan kehidupan bagimu dan bagi orang-orang yang ada
bersamamu. Sebagai kitab apokrif, surat ini dinyatakan palsu oleh gereja masa abad ke-6.
 Sebuah dokumen Syria yang berjudul “Doktrin Addai”, ditulis kira-kira tahun 390-430 M
melaporkan masa tibanya Addai (nama lain Thadeus sebagai rasul Mesopotamia) di
Edessa. Raja Abgar V yang mempunyai penyakit dan disembuhkan oleh Addai dengan cara
mujizat. Atas kesembuhan raja ini, Addai memiliki peluang besar melakukan misi PI di
Edessa. Dilaporkan bahwa seluruh warga kota mendengar dan menerima Addai dengan
penuh sukacita.
 Juga melalui dokumen Syria, dikatakan adanya kelanjutan hasil PI Addai dimana ada empat
kelompok yang berbeda menerima dan melanjutkan PI itu. Keempat kelompok itu adalah:
 Para bangsawan dan anggota keluarga raja, usaha mereka adalah mendukung
pembangunan gereja dan melengkapi peralatannya.
 Pimpinan-pimpinan agama suku setempat: setelah menerima agama baru (Kristen)
kelompok ini segera merubuhkan kuil-kuil agama kuno ( kuil Nebu – dewa matahari dan
kuil Bel – dewa bulan) mereka yang lama. Namun disayangakan bahwa tidak di seluruh
wilayah aksi ini berlangsung (apa lagi di pusat kota kuil tetap dibiarkan).
 Orang-orang Yahudi yang ahli Taurat dan kitab nabi-nabi, mereka juga pelaku
“pedagang-pedagang sutera”. Dari laporan ini kelompok Yahudi ini tidak begitu positif
hasilnya dalam PI di Edessa.
Sejarah Gereja Asia – STT BASOM, 2018 |8

 Kelompok yang paling berhasil adalah “golongan masyarakat umum”. Keberhasilan


mereka sangat ditentukan oleh kemauan dan tekad yang mereka tunjukkan atas ajaran
baru (Injil) yang mereka terima.

Masa perkembangan selanjutnya Gereja di Edessa, Addai diangkat sebagai rasul Edessa
(Mesopotamia Utara) di bawah kepemimpinan Addai Gereja di Edessa mengalami perkembangan
yang cukup berarti. Kepemimpinan Addai di Edessa dilanjutkan oleh Aggai seorang murid Addai. Di
bawah kepemimpinan Aggai gereja di Edessa mengalami penghambatan apalagi setelah raja Abgar
V meninggal. Raja Abgar yang digantikan anaknya tidak memberi kebebasan kepada
perkembangan Injil, akhirnya Aggai dihukum mati saat ia melayani khotbah di dalam ibadah sebelum
Aggai dapat mentahbiskan orang yang menjadi penggantinya.
Terlepas dari unsur benar tidaknya sumber di atas, yang dapat dijadikan sebagai petunjuk
sejarah gereja di Edessa: masa abad 19 telah ditemukan bukti arkeologi di Urfa (Edessa) Irak
sekarang. Bukti arkeologi itu adalah “sebuah mata uang” yang berasal dari zaman kerajaan Edessa
abad kedua. Bukti arkeologi ini sekarang disimpan di museum Inggris, dimana di dalam mata uang
logam itu terdapat gambar raja negeri Edessa yakni raja Abgar. Di dalam gambar itu dilukiskan raja
mengenakan topi yang bertanda salib (membuktikan bahwa raja itu telah menjadi Kristen).
Berdasarkan penelitian para ahi, raja itu bukanlah Abgar yang hidup masa zaman Yesus, melainkan
raja Abgar VIII yang memerintah di Edessa masa tahun 180-192 M. Hanya dapat dipastikan bahwa
masa raja Abgar VIII, Edessa adalah negeri Kristen pertama di Asia.

b. Tokoh Kekristenan Terkemuka Di Edessa.


Ada dua orang tokoh Kristen terkemuka dari Edessa, sekaligus kedua tokoh ini sangat
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan gereja zaman Asia lama.
1) Tatianus (Hidup Kira-Kira Tahun 130-200 M).
Seorang yang lahir di Assiria (Mesopotamia Utara) memperoleh pendidikan filsafat di Barat
(Roma) dikenal sebagai seorang yang ahli Alkitab, bahasa dan asketik. Dibaptis menjadi
Kristen tahun 150 di bawah pengajaran Yustinus Martir. Gagasan penting Tatianus untuk
pertumbuhan gereja di Assyria (Persia-Asia lama) adalah:
 Pendapatnya yang menekankan bahwa “laporan para rasul” memiliki otoritas yang
sama dengan tulisan para nabi dalam PL dan menolak hukum Taurat sebagai sesuatu
yang tidak dipaksakan bagi setiap orang Kristen harus dipatuhi.
 Menjadikan Arbil (sebuah tempat di sebelah Timur sungai Tigris-Mesopotamia)
sebagai pusat pelayanan. Di sini Tatianus membuka sekolah-sekolah Kristen semacam
sekolah teologi dan persekutuan Kristen yang mandiri (gereja Timur) yang terlepas dari
pengaruh filsafat Barat. Dalam persekutuan ini, Tatianus tetap mempertahankan isi
Alkitab (melepaskan pengaruh filsafat barat) sebagai ciri pengajaran Kristen di gereja
Timur. Melalui pengajaran ini, Tatianus menekankan isi Injil dimana di dalamnya
ditekankan perbuatan-perbuatan Allah yang besar melalui bangsa Israel, menempatkan
penyataan Allah melalui penyelamatan Kristus sebagai batu penjuru di dalam gereja.
 Menekankan penggunaan teks terjemahan PL bahasa Aram di setiap gereja Syria
sebagai membedakan orang Kristen Hellenis yang menggunakan Septuaginta
(terjemahan bahasa Yunani-PL) dan bahasa aslinya Ibrani.
 Sebagaimana proses kanon PB (yang diakui gereja Barat-Roma) sebelum disahkan
melalui sinode Hippo Regius tahun 393 dan sinode Carthago tahun 397, Tatianus telah
mengerjakan versi Injil yang berbeda dengan ini. Bila tantangan Marcion dan Gnostik
sangat mempengaruhi gereja Barat mensahkan Kanonisasi kitab Injil (PB) ternyata
gereja Timur memiliki proses kanonisasi tersendiri. Kanonisasi gereja Timur ini sangat
dipengaruhi oleh Tatianus dengan rumusannya berlangsung sangat lama. Bukti dari hal
Sejarah Gereja Asia – STT BASOM, 2018 |9

ini adalah bahwa kitab 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes serta Wahyu sampai abad ke-7 kitab-
kitab ini belum umum dipakai di gereja Timur (Assyria). Sebaliknya, kitab/tulisan Apokrif
yang tidak diakui gereja Barat seperti kitab Kisah Rasul Thomas dan Injil Thomas, kitab
ini sangat terkenal di gereja Timur.
 Keempat kitab Injil kembali disusun/ditulis Tatianus menjadi satu kitab yang
disebutnya sebagai “diatessaron” yang berarti “empat dijadikan satu”. Hingga abad ke
lima kitab diatessaron inilah yang dipakai oleh gereja Timur sebagai kitab Injil. Menurut
para ahli, kitab Diatessaron-lah kitab yang paling tua dari kitab Injil diterjemahkan dari
bahasa Yunani ke bahasa lain. Terjemahan ini dikerjakan Tatianus tahun 170 M.
Bahasa Syria yang dikenal sebagai bahasa Aram (bahasa rakyat di Edessa, Adiabene,
lembah Efrat) bahasa yang dipakai Yesus adalah bahasa resmi gereja Timur
(sebagaimana halnya bahasa Latin di gereja Barat.
 Karya buku Tatianus berjudul “Belawan Orang-orang Yunani” di dalamnya ia
memperkenalkan dirinya sebagai orang Asia (Asyria) yang sungguh-sungguh. Informasi
penting Tatianus dari buku ini tentang perkembangan gereja Asia adalah bahwa orang
Yunani (Barat) mempelajari Astronomi dari Babilon, Abjad dari Tunisia, syair dan musik
dari Frigia sistem pos dari Persia. Semua tempat ini terletak di Asia. Melebihi semua itu,
agama Kristen yang dikenal Barat datang dan lahir di Asia.
 Aspek ajaran Tatianus yang masih dipengaruhi oleh Barat nampak dalam hal
ajarannya tentang manusia. Tatianus mengajarkan “manusia terdiri dari tubuh dan jiwa”
(Tatianus nampak asketis artinya untuk memperoleh keselamatan manusia harus
menjauhi dunia-tidak mengingini kekayaan, kuasa, perdagangan dan ia masih melihat
materi dan dunia sebagai yang jahat supaya manusia jangan menjadi budaknya dan
tidak binasa karenanya). Ajaran keselamatan berarti “pembebasan jiwa dari tubuh”. Ciri
ajaran gereja Syria tentang hal ini bahwa “keselamatan manusia berarti manusia
kembali kepada keadaannya semula sebelum manusia jatuh ke dalam dosa.

2) Bardaisan Atau Bardesanes (154-222 M).


Bardaisan (nama Latin: Bardessanes) lahir di Edessa tahun 154 seorang yang olahragawan,
bangsawan (orangtuanya bangsawan Persia yang mengungsi ke Osrhoene), penyair, ahli
filsafat adalah teman raja Abgar VIII. Masa usia 25 tahun ia dibaptis menjadi Kristen oleh
Hystaspes, pengalaman hidup Kekristenannya ditunjukkannya dengan sangat baik yang
oleh karenanya ia diangkat menjadi diaken. Posisi jabatannya sebagai diaken sangat
didukung oleh jabatannya yang tinggi di lingkungan istana Edessa, kedua posisi ini
menentukan dirinya menempati posisi sebagai pemimpin di gereja Assyria (Edessa). Makna
partisipasi pentingnya bagi pertumbuhan dan perkembangan gereja di Assyria (Edessa)
zaman gereja Asia lama adalah:
 Sebagai teolog yang banyak membentuk teologia gereja Syria, ia sangat menentang
keras kelompok Marcionisme (kelompok yang ingin membuang kitab PL dan pengaruh
keyahudian dari kehidupan Kristen) walau pada akhirnya ia jatuh kepada pengaruh
Gnostisisme (kelompok yang berusaha mencampurbaurkan ajaran Kristen dengan
filsafat dan pemikiran kafir) di dalam gereja. Ciri Gnostisisme Valentinus (menekankan
filsafat Platonis dan Pantheisme India dalam ajaran gereja) sangat menonjol di dalam
diri Bardaisan, hal ini nampak dalam sikapnya yang mengajarkan bahwa materi adalah
jahat dan cemar, akhirnya gagasan Bardaisan dianggap sesat di gereja Timur.
 Karya buku Bardaisan yang berjudul “Dialog mengenai Takdir” sangat dipengaruhi oleh
pemikiran kafir agama suku Asia Barat khususnya agama suku Edessa yang bercorak
astrologi Babilonia. Sebagai ciptaan Tuhan, manusia menurutnya memiliki kebebasan
yang tidak mutlak, sebagian hidup manusia sangat tergantung pada perjalanan alam
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 10

(bintang-bintang) misalnya yang menyangkut kesehatan dan kekayaan, sebagian


ditentukan oleh nasib (takdir). Alam, takdir, kebebasan secara bersama membentuk
pola kehidupan manusia. Allah hanya memberi secukupnya unsur kebebasan itu
sehingga dengan demikian manusia mampu menentukan bagaimana dia harus hidup.

2. Gereja Arbil (Arbela)


Arbil sebagai salah pusat kekristenan zaman Asia lama (ibukota sebuah kerajaan kecil di
Mesopotamia Utara yaitu kerajaan Adiabene) adalah wilayah Timur Edessa arah hulu sungai Tigris.
Petunjuk yang memberi penjelasan tentang PI dilakukan di Arbil dapat dijelaskan sebagai berikut:
 PI pertama ke Arbil (Adiabene) dilakukan oleh seorang murid Addai yaitu Aggai. Dari
informasi Tawarikh Arbil yang ditulis Mashika Zakha (ditulis tahun 550 M) menerangkan
riwayat Kekristenan di Arbil tahun 99-540 M ditemukan adanya regenerasi 20 orang uskup
Arbil selama periode itu. Uskup pertama di Arbil adalah Paqida (sebagai orang Kristen 1
dibaptis tahun 99 M). Uskup ini lahir sebagai anak seorang hamba dari guru Zoroaster dan
dibaptis dari PI Addai. Bersama dengan Addai ia melakukan PI hingga ke seluruh wilayah di
Mesopotamia Utara. Lima tahun setelah dibaptis, Paqida (104) ditahbiskan menjadi uskup
pertama untuk gereja di Adiabene.
 Juga melalui Tawarikh Arbil, orang martir pertama di Arbil adalah Samsun (meninggal tahun
123 M). Samsun adalah seorang diaken teman sekerja Paqida yang tahun 120 menjabat
sebagai uskup di gereja Adiabene menggantikan Paqida yang meninggal tahun 114. Akibat
kegigihan Samsun melakukan PI, akhirnya ia dibunuh oleh imam-imam Zoroaster.
 Raqbakht (140) seorang Kristen pertama yang menduduki jabatan gubernur wilayah di
kekaisaran Adiabene. Di dalam gereja ia menjabat sebagai penilik jemaat yang ikut
melakukan PI sampai ke desa-desa. Raqbakht sangat melindungi orang Kristen dari
penghambatan yang dilakukan oleh pengikut Zoroaster pada zamannya, misalnya
melepaskan uskup Iszhaq dari penjara oleh imam-imam Zoroaster. Raqbakht meninggal
saat peristiwa pertempuran mempertahankan daerahnya dari serangan musuh yang
berusaha menduduki Adiabene.
 Penghambatan besar di Arbil terhadap orang Kristen berlangsung 160-179. Masa peristiwa
ini, para pengikut Zoroaster yang sangat banyak jumlahnya menyerang seluruh kota dan
membunuh serta merampas segala harta benda orang Kristen. Akibat keadaan ini, hingga
tahun 179 orang Kristen Arbil tidak memiliki uskup yang turut terbunuh akibat penyerangan
pengikut Zoroaster. Sampai tahun 225 dikatakan bahwa ada 17 wilayah keuskupan di
seluruh Mesopotamia.

3. Gereja Di Bawah Dinasti Sassanid (Persia)


Berubahnya Parthia menjadi Persia tahun 225 (Irak-Iran sekarang-Mesopotamia) ternyata
turut merubah arah sejarah gereja di Persia. Perubahan Parthia menjadi Persia sangat dipengaruhi
oleh kekalahan Parthia dalam perang melawan dinasti Sassanid (gabungan dinasti raja-raja yang
memerintah/membelot di Parthia pada masanya). Peristiwa ini menandai berlangsungnya transisi
dalam sejarah gereja Asia dari periode Syria ke era Persia. Perubahan penting dari hal ini ditandai
dengan berpindahnya pusat organisasi gereja ke arah Timur yaitu ke ibukota kerajaan Persia,
Seleucia-Ctesifon. Pusat teologi gereja juga berpindah dari Edessa ke Nisibis. Gereja Persia
kemudian menjalin hubungan baru dengan orang-orang Kristen Thomas di India. Sebelum dinasti
Persia berakhir, kemudian muncul kekuasaan baru di Asia yaitu Islam yang mempengaruhi gereja
menyebarluaskan PI hingga ke pusat negeri Cina. Bangkitnya Persia sebagai kekuatan baru di Asia,
mempengaruhi lemahnya kekaisaran Romawi di Barat kepada keadaan yang sangat menyedihkan.
Namun selanjutnya, kekaisaran Romawi bangkit setelah kaisar Konstantinus Agung memerintah
masa abad ke empat. Melalui kebangkitan Romawi ini, dukungan terhadap pertumbuhan
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 11

Kekristenan bertambah pula. Di bawah ini digambarkan bagaimana hubungan Romawi dengan raja-
raja Sassanid masa sejarah Gereja Asia lama:
 Romawi Dan Raja-Raja Sassanid. Raja-raja Sassanid adalah generasi raja-raja yang
menguasai kerajaan Persia. Raja-raja ini telah mengalahkan Romawi dalam perang antara
Persia dengan Romawi. Kaisar Romawi yang dikalahkan oleh raja-raja Sassanid adalah
Gordian III dan Philipus. Tahun 1920 telah ditemukan bukti arkeologis di tepi Barat sungai
Efrat tepatnya di kota Dura-Eupros (Irak sekarang) berupa sebuah benteng Romawi yang
berbentuk bekas Gereja Kristen (bukti ini mendukung penemuan bangunan Gereja tertua
ditemukan di Persia. Sesuai dengan fungsinya bangunan Gereja ini dipakai sebagai tempat
persekutuan pertama orang Kristen yang di dalamnya terdapat sebuah bak air yang terbuat
dari batu, yang kemungkinan dipakai sebagai tempat pembaptisan bagi orang-orang yang
masuk menjadi Kristen. Bukti yang paling menakjubkan dari penemuan itu adalah
terdapatnya lukisan di tembok bangunan yang menunjukkan seorang gembala yang baik
yang memberikan nyawanya bagi domba-dombaNya. Gambar itu menunjuk kepada Yesus
yang menaklukkan maut.
 Jatuhnya benteng Romawi ke tangan Persia menyebabkan tentara Persia membakar
Edessa dan Antiokhia. Namun kemenangan Persia dalam hal ini tidak bertahan lama,
kemudian Edessa kembali dikuasai Romawi. Walau Edessa dikuasai Romawi namun dalam
bidang agama dan budaya, Edessa mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan Persia
yang berbahasa Syria (Aram). Akibat pengaruh bahasa ini menjadikan Edessa tidak
tergugat sebagai pusat Kekristenan di Persia.

a. Penghambatan Terhadap Orang-Orang Kristen Di Persia.


Munculnya dinasti raja-raja Sassanid (mulai tahun 225), ternyata turut membangkitkan
munculnya kembali semangat agama Zoroaster di Persia. Tujuannya membangkitkan kembali
agama Zoroaster (bahkan menjadikannya sebagai agama negara) adalah untuk menghapuskan
pengaruh Yunani di kerajaan Persia. Raja-raja Sassanid sebelumnya merupakan penganut fanatik
Zoroaster. Mereka menyatakan diri sebagai keturunan raja Medes, raja Cyrus Agung dan keturunan
imam-imam kuil kerajaan di Istakhr.
 Masa pemerintahan raja Varahran II (276-293) orang Kristen di Persia sebagai kelompok
minoritas, keadaannya masih berlangsung baik. Injil masih digambarkan dapat “menjulurkan
ranting-rantingnya sampai ke laut dan pucuk-pucuknya sampai ke sungai” (lih. Psalm 80:12,
artinya Kekristenan ini disebabkan oleh dua alasan, yakni Pertama: masa permusuhan
kaisar Romawi dengan kaisar Persia, kaisar Romawi menindas orang Kristen Persia. Alasan
ini mempengaruhi simpati kaisar Persia terhadap orang Kristen Persia. Kedua, sikap dinasti
raja-raja Sassanid yang tidak begitu ortodox terhadap kultus Zoroaster walau dikatakan
fanatik.
 Dari laporan mengenai “kisah orang-orang Martyr” (tulisan Mashika Zaka Tawarikh Arbil)
diceritakan penghambatan yang berlangsung kepada orang Kristen di Persia yang dilakukan
oleh raja Shapur I (272-276) dalam bentuk: permaisuri raja Varahran II (raja yang bersikap
damai terhadap orang Kristen, wafat) pengganti Shapur I. Raja Shapur I (kembali
melanjutkan kekuasaan) ingin mempersunting permaisuri Varahran II (seorang perempuan
Byzantium Romawi yang sangat cantik) menjadi isterinya namun ditolak karena disuruh
meninggalkan imannya sebagai Kristen. Atas sikap penolakan permaisuri ini, maka dirinya
disiksa, didera dan dipertontonkan di hadapan rakyat dengan telanjang di sekeliling kota.
Dalam penyiksaan yang berlangsung ia kehilangan nyawa sebagai orang Kristen yang
sejati, jemaat Kristen menyaksikan tindakan ini dengan bangga sebab ia telah
mempertahankan imannya dan dianggap memasuki kematiannya dengan tenang.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 12

 Selanjutnya penghambatan lebih besar berlangsung tahun 339 masa pemerintahan raja
Shapur II (raja yang paling lama berkuasa di Persia 309-379). Motivasi penghambatan lebih
disebabkan oleh alasan politis, keagamaan yang melanjutkan sentimen Romawi dengan
Persia. Puncaknya terjadi ketika agama Kristen mulai tahun 350 dijadikan sebagai agama
negara di Romawi oleh kaisar Konstantinus Agung (resminya tahun 381). Penetapan ini
memancing kaisar Persia melakukan ini didasarkan tindakannya yang menyatakan “ sahabat
musuhku adalah musuhku juga”.
 Penghambatan berikut terjadi masa kekuasaan kaisar Shapur II di Persia, motivasi
penghambatan berlangsung akibat kekalahan Shapur II menguasai Romawi setelah
kematian kaisar Konstantinus Agung (337). Melalui kekalahan itu orang Kristen dituduh
bersekongkol (mata-mata) dengan Romawi. Uskup Persia yang berkedudukan di Seleucia-
Ktesifon, Simon (Bar-Sabbae) dituduh membocorkan rahasia (rencana penyerangan) Persia
kepada kaisar Romawi. Akibatnya setiap orang Kristen dipaksa membayar pajak kepada
negara dua kali lebih besar dari warga lainnya dan uskup dituntut bertanggungjawab atas
pengumpulannya (walau ia menolak tugas ini). Atas kebijakan ini, banyak orang Kristen
murtad menjadi penganut Zoroaster sebab kebijakan ini dibarengi dengan ancaman
pembunuhan terhadap orang Kristen yang tidak mematuhinya. Akhirnya dalam cara yang
sama uskup Persia, Simon tahun 379 dibunuh dengan memenggal kepalanya.
 Masa pemerintahan raja Yazdegerd (399-420) dan raja Varahran V (421-439) di Persia
penghambatan terhadap orang Kristen dapat dikatakan sebagai berikut: awalnya Yazdegerd
I masih menunjukkan sikap toleransi kepada orang Kristen. Sikap toleransi ini nampak
dalam sebuah “surat keputusan raja” (edik) yang dikeluarkan tahun 409-419, berbunyi: “…
memberi ketenangan kepada jemaat-jemaat Kristen serta mengizinkan hamba-hamba Allah
memuliakan Kristus di hadapan umum…menghilangkan bayang-bayang penindasan dari
seluruh pengikut Kristus…membangun kembali jemaat-jemaat yang sempat sudah dirusak
pada masa penghambatan yang terjadi di seluruh negeri”. Tetapi masa tahun 420, raja
Yazdegerd I berbalik melawan orang Kristen. Karena masalah nasional yang sangat berat
(usaha kudeta para bangsawan Persia) para bangsawan Persia menentang kebijakan raja
yang bersikap baik terhadap orang Kristen. Sikap bangsawan ini didukung oleh para imam
Zoroaster, dalam kondisi ini orang Kristen ditempatkan dalam keadaan “pertarungan politis”
di dalam negara. Akhirnya orang Kristen dilarang keras melakukan PI di dalam negara
dalam bentuk apapun.

b. Sikap Gereja Menghadapi Penghambatan.


Sikap gereja dalam menghadapi penghambatan adalah melakukan reorganisasi: penataan
kembali organisasi Gereja Persia. Usaha ini merupakan cara gereja Persia menyatakan sanggup
menghadapi penghambatan. Reorganisasi bertujuan agar gereja secepatnya mempunyai kekuatan
melalui pengakuan dari penguasa Persia. Tindakan reorganisasi dilakukan (dibahas) dalam bentuk:
1) Synode Isaac (410)
Disebut sebagai synode Isaac sebab sinode ini diprakarsai oleh uskup Isaac , uskup yang
berkedudukan di pusat ibukota Persia (Seleucia-Ctesifon). Sinode ini (sekaligus sebagai
sinode pertama gereja Persia) berhasil memutuskan membentuk satu organisasi gereja
yang membawahi seluruh gereja di wilayah Persia, dan uskup Isaac terpilih sebagai
pimpinan tertinggi di gereja Timur (Persia) masa itu. Dengan adanya sistem Patriarkh ini,
maka seluruh Gereja di Persia kuat kesatuannya dalam menghadapi penghambatan dari
luar dirinya. Sinode ini juga berhasil memutuskan sikap tentang kesatuan gereja Persia
dengan gereja Barat (Patriarkh Antiokhia) dan gereja Patriarkh Edessa. Sebab dalam sinode
ini, uskup yang mewakili masing-masing Patriarkh ini turut dihadirkan. Walau dengan
Patriarkh sendiri, gereja Persia satu dengan semua gereja yang ada, satu dalam perayaan
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 13

hari-hari suci, satu dalam ajaran dan iman. Konsili ini juga menerima keputusan konsili
Nicea (325) termasuk pengakuan iman Nicea.
2) Synode Yaballaha (420)
Segera setelah sinode I, Isaac meninggal dunia dan digantikan oleh Akha/Ahai (412-415).
Akha digantikan oleh Yaballaha (415-420). Uskup Yaballaha (uskup Efrat) inilah yang
menggagasi sinode ini (sehingga disebut sebagai sinode Yaballaha) berlangsung tahun 420.
Sinode ini berlangsung untuk mencari jalan keluar terhadap perpecahan yang berlangsung
di dalam gereja Persia waktu itu. Pada sinode ini, atas saran uskup gereja Patriarkh Barat,
Acacius (uskup Gereja Byzantium-Romawi Timur) gereja Persia juga menerima keputusan
konsili-konsili lain demi memperkuat kesatuannya dengan gereja-gereja Patriarkh lainnya.
3) Synode Dadyeshu (424)
Sinode ini berlangsung di Seleucia-Ktesifon tepatnya di wilayah pemukiman Arab di Persia
yaitu Markabta. Motivasi berlangsungnya sinode adalah, ancaman semakin keras dihadapi
orang Kristen masa kekuasaan raja Yazdeger tahun 420-422. Untuk melepaskan Gereja
dari perangkap politik negara, maka secara yuridis sinode Gereja Persia memutuskan
kesatuannya dengan gereja Patriarkh Barat juga memutuskan bahwa Patriarkh Persia
menyamai kedudukannya dengan setiap Patriarkh di gereja Barat (Antiokhia, Roma dll).
Pemisahan ini tidak dalam bentuk skisma tetapi disebabkan penyataan kemandirian.
Tujuannya agar penguasa Persia tidak mempunyai hubungan (organisatoris gereja) secara
politik dengan Barat (Romawi). Walau di kemudian hari pemisahan ini semakin tegang,
sebab Gereja Persia sangat dipengaruhi oleh ajaran Nestorius yang dikutuk dalam konsili
Chalcedon (451) dan Gereja Nestorian kemudian sengaja dicirikan sebagai identitas gereja
Persia (menghilangkan unsur Romawi) hanya untuk mengamankan gereja dari tekanan
penguasa Persia ketika itu.

4. Gereja Di Armenia
Armenia adalah sebuah kerajaan kecil di wilayah Mesopotamia sebelah Utara, diapit oleh
dua kerajaan besar yaitu Persia di sebelah Timur dan Romawi di sebelah Barat. Masa tahun 225,
bersamaan dengan penguasaan dinasti Sassanid atas Persia, usaha penaklukan yang sama juga
berlangsung kepada kerajaan Armenia yang ketika itu dipimpin oleh kaisar Khosrov. PI pertama
berlangsung di Armenia, dilakukan oleh seorang warga kerajaan Armenia sendiri bernama Anak
yang masih tergolong kepada anggota keluarga dekat Khosrov. Anak (setelah menjadi Kristen diberi
nama Gregorius) hidup tahun 240-332, adalah seorang pengungsi Armenia masa penaklukan
Sassanid yang kemudian dididik dan dibesarkan menurut pola iman Kristen di Kapadosia (Romawi).
PI di Armenia di bawah karya Gregorius (Anak) ini, dapat dikatakan berlangsung dengan sangat baik
bahkan kepadanya diberi sebutan sebagai “ iluminator” (penerang) yang sama artinya sebagai rasul
orang Armenia. Melalui pembaptisan raja Tirdat I (Tiridates, anak Khosrov 262-317) oleh Gregorius,
pembaptisan ini (280) mengawali pengkristenan terhadap bangsa Armenia berlangsung.
Segera setelah pengkristenan Armenia, tindakan selanjutnya berlangsung adalah
penghancuran seluruh patung-patung dan kuil-kuil penyembahan kepada dewa-dewa di Armenia.
Tahun 294, Gregorius ditahbiskan menjadi uskup di Armenia. Akan tetapi setelah penaklukan Persia
terhadap Armenia berlangsung, keadaan orang Kristen turut berlangsung dalam penekanan keras.
Sampai masa itu, perkembangan yang sudah dicapai oleh Kekristenan Armenia dapat dikatakan
sebagai berikut: “para rahib gereja Kristen Armenia yang dipimpin oleh Mesrop (+ 440), berhasil
menterjemahkan kitab PB ke dalam bahasa Armenia. Ibadah jemaat Kristen Armenia juga sudah
memakai bahasa Armenia sendiri. Melalui Synode Dvin (sinode Gereja Armenia), diputuskan bahwa
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 14

doktrin teologi gereja menganut pola ajaran Monofisit 3 (sebenarnya ajaran ini dikutuk dalam konsili
oikumenis Chalcedon 451) sama halnya dengan Gereja koptik di Mesir dan Gereja Syria”.

5. Gereja (Kekristenan) Di Arabia


Dapat dipastikan bahwa pengaruh Kekristenan telah berlangsung di seluruh wilayah
semenanjung Arabia masa abad-abad I-III. Informasi pertama untuk pernyataan ini adalah Gal. 1:15-
17, secara khusus ayat 17 rasul Paulus mencari para rasul langsung menyebutnya di Arab baru ke
Damsyik. Namun melalui catatan sejarah, kesinambungan Kekristenan di Arab baru mengalami
perkembangannya melalui informasi perjumpaan orang Arab dengan orang Kristen Persia dan orang
Kristen Romawi masa abad ke IV. Hingga masa abad ke IV, Arab belumlah merupakan (memiliki)
suatu kekuasaan negara. Masyarakat Arab yang terdiri dari banyak suku masih dipimpin oleh
kepala-kepala suku. Berhubungan dengan keadaan ini, pengkristenan Arab dilakukan terbatas pada
sekelompok suku tertentu saja (dengan lebih dahulu mengkristenkan kepala suku diharapkan
seluruh anggota suku ikut menjadi Kristen). Beberapa informasi dapat digambarkan tentang PI
dilakukan kepada bangsa-bangsa Arab, dapat dibuat sebagai berikut:
 Mawiyya (sekitar tahun 370) seorang wanita Arab yang menjadi kepala suku Tanukh (salah
satu suku bangsa Arab yang suka berperang, hidup berbatasan dengan Romawi)
menggantikan suaminya yang telah meninggal telah dipengaruhi oleh seorang asketis
Kristen ketika itu bernama Moses. Sebagai seorang asketik, Moses tinggal di wilayah gurun
Arab. Atas pengaruh Moses, Mawiyya membuat perjanjian perdamaian dengan Romawi
supaya Moses ditetapkan sebagai misionaris kepada suku Tanukh. Dilaporkan bahwa
Moses berhasil mengkristenkan banyak anggota suku ini menjadi Kristen.
 Dari catatan sinode Antiokhia tahun 364, diperoleh informasi bahwa peserta utusan uskup
gereja Arab yakni Theotinus hadir dalam sinode tersebut. Uskup Theofilus dari pulau Scotra
(sebuah pulau di wilayah Arab), sebagai utusan kaisar Konstantinus (337-361) dari Romawi
ditugaskan sebagai duta ke daerah Barat Daya Arab (sekarang Yaman) untuk
mengkristenkan daerah itu. Dilaporkan bahwa misi Theofilus mengalami keberhasilan,
bahkan raja setempat berhasil membangun tiga gedung geraja di Yaman (satu di ibukota
negeri, satu di Aden (kota pelabuhan/perdagangan Romawi di tepi laut merah), satu di Kana
(kota pelabuhan orang Persia di teluk Persia).

Selanjutnya dilaporkan bahwa kekristenan di Yaman tidaklah berlangsung lama, sebab


mereka diancam ketenangannya oleh orang Yahudi di negeri itu. Hingga tahun 523, raja Yaman:
Masrug (putera seorang wanita Yahudi) melakukan penganiayaan terhadap orang Kristen. Setiap
laki-laki Kristen di Najran (kota dekat wilayah Aden) ditangkap dan dibunuh, gedung gereja dibakar.
Seluruh orang Kristen dipaksa menyangkal imannya dan wajib bergabung dengan persekutuan
Yahudi. Sikap orang Kristen Arab terhadap penganiayaan nampak melalui uraian doa-doa mereka
saat menghadapi berlangsungnya penyiksaan: “Ya, Allah…datanglah menolong kami. Ya Tuhan
Yesus…lihatlah aniaya yang dilakukan terhadap diri kami, janganlah menolak kami, berilah
kekuatan bagi kami melewati jalan kematimartiran, hingga kami dapat bertemu dengan saudara-
saudara kami, terimalah hidup kami sebagai korban yang berkenan dihadapanMu…Amin”.
Tahun 525, pasukan tentara Eithopia menyeberangi laut Merah dan menyerbu negeri
Yaman. Masrug dikalahkan dalam peperangan itu, ia ditenggelamkan di tengah laut ketika hendak
melarikan diri. Laporan ini dikisahkan oleh orang Kristen Arab yang masih dapat bertahan melewati
penekanan yang berlangsung kepada mereka.
3
Monofisitisme (berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu mono yang berarti satu, dan
phusis yang berarti kodrat atau hakikat). Jika disatukan, nama ini berarti persatuan kodrat dan dalam bahasa Inggris,
dikenal dengan Monophysitism. Monofisit adalah ajaran yang diklaim sebagai ajaran bidaah oleh Konsili Khalsedon pada
tahun 451. Aliran ini memahami bahwa Kristus hanya memiliki satu kodrat, yaitu kodrat ilahi, karena kodrat
kemanusiaan-Nya telah terserap dalam keilahian-Nya.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 15

6. Misi Kekristenan Pertama Ke India


Di India sekarang, gereja Ortodox Syria dan gereja Mar-Thoma masih kokoh berdiri serta
melakukan pelayanan Injil. Kedua gereja ini sebagaimana diketahui adalah lanjutan generasi zaman
gereja Asia zaman mula-mula. Beberapa nama (tokoh) yang sangat menentukan lahir dan
bertumbuh/berkembangnya geraja di India zaman mula-mula, yaitu:
a. Rasul Thomas.
Tradisi gereja India mengakui bahwa rasul Thomas (sekaligus dikenal sebagai rasul India)
adalah misionaris pertama yang melakukan PI di India. Ia melakukan PI di India tidak lama
setelah peristiwa Pentakosta berlangsung. Informasi ini didapat dari sebuah kitab apokrif yang
berjudul “Kisah Rasul Thomas” yang ditulis oleh seorang Kristen Edessa tahun 200 M. Dari
informasi ini diketahui melalui rapat para rasul, Thomas diutus dari Yerusalem ke India untuk
bertugas sebagai seorang pengkhotbah yang berani di hadapan raja India yang bernama raja
Gudnafar (yang disebut sebagai Gondaforus yang memerintah di daerah Tazila Punjab kira-kira
masa tahun 50 M). Di tengah-tengah kerajaan Gudnafar ini, Thomas berhasil mendirikan
bangunan gereja. Informasi ini didukung oleh dua fakta historis, yakni: pertama, masa abad I dst
telah berlangsung perjalanan dagang dari Alexandria (Mesir) ke India secara teratur dan
perjalanan ini memakan waktu selama tiga bulan lamanya. Kedua, masa abad ke II dst ada bukti
historis yang menguatkan hubungan rasul Thomas dengan Kekristenan India masa abad itu.
Perjalanan dagang hingga tahun 1293 oleh Marcopolo hingga Nicolo de Conti tahun 1430
menceritakan bahwa kedua orang ini pernah berkunjung ke makam rasul Thomas di Mylapore
tempat ini terletak di Barat Daya Madras India. Jemaat gereja Syria Ortodox yang masih ada
sekarang di India menyatakan bahwa rasul Thomaslah yang pertama mendirikan gereja itu di
sana.
b. Pantaenus (Sekitar Tahun 180 M).
Bukti historis kedua (tulisan Jerome tahun 400 M) menjelaskan bahwa PI kedua di India
dilakukan oleh Pantaenus (seorang misionaris yang berasal dari gereja Alexandria Mesir). Ia
seorang kelahiran Yahudi yang memperoleh pendidikan filsafat Yunani di Sicilia. Sebelum ke
India, di Mesir ia seorang kateketik Kristen Alexandria yang mendidik imam-imam untuk
melayani di gereja Mesir. Dua orang muridnya yang terkenal sebagai bapa gereja abad I adalah
Clemens dan Origenes. Di India, Pantaenus bekerja khusus untuk golongan terpelajar Hindu.
c. David (Uskup Basra + 300 M).
Bukti historis abad ke VII-VIII memberi informasi bahwa Dudi (yang disebut sebagai David)
pernah menjabat sebagai uskup di Basra (sebuah kota di tepi laut Persia ketika itu, sekarang
masuk ke wilayah kekuasaan India).
d. Yohanes – Persia (325).
Melalui daftar peserta konsili oikumenis Nicea 325 (digagasi oleh kaisar Konstantinus Agung –
Romawi) Yohanes didaftarkan sebagai utusan Gereja seluruh Persia dan India Raya. Mungkin
Gereja India waktu itu masih bergabung dengan Gereja Persia dengan Yohanes sebagai uskup.
e. Thomas Seorang Pedagang (345).
Bukti historis lainnya menjelaskan bahwa tahun 345 ada sekitar 400 orang Kristen Persia tiba di
Cranganore-Malabar India. Rombongan ini dipimpin oleh seorang saudagar bernama Thomas
dari Kana yang kemudian rombongan ini tinggal dan berdiam di India. Informasi ini didapat dari
sebuah piagam yang bernama “piagam Malabar” (ditulis di atas sebuah lempengan tembaga)
yang isinya “memberi hak istimewa bagi Thomas dan rombongannya dapat bertempat tinggal di
India serta menjalankan usaha perdagangannya”. Lebih rinci isi piagam itu dikatakan bahwa
Thomas “adalah pedagang kerajaan, ia boleh mengendarai gajah, diangkat sebagai menantu
raja, kepadanya diberi hak sebebasnya mendapat untung (uang) sebanyaknya dalam
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 16

perdagangan itu melalui usaha dagangnya”. Lempengan tembaga ini ditemukan oleh bangsa
Portugis di India tahun 1544.
f. Pallinavar (+ 350).
Pallinavar seorang raja India yang memerintah sekitar pertengahan pertama abad ke IV. Ia
dikubur di sebuah desa yang bernama Nilamperur (letaknya di Malabar) India. Atas keinginan
rakyat desa untuk mendapatkan harta karun, kuburan ini digali tahun 1890. Ternyata melalui
penggalian itu, mereka menemukan sebuah patung perunggu, ditubuh patung melekat sebuah
kalung Salib. Artinya nama Pallinavar disebut sebagai tempat Suci non Hindu sebab “Palli”
adalah tempat Suci non-Hindu. Orang Kristen India mengartikannya sebagai “Gereja” dan
Vanavar diartikan sebagai penguasa yang memimpin sebuah Palli.
g. Kosmas Indikopleustes (Seorang Pelaut) Tiba Di India Tahun 325.
Kosmos adalah saudagar Alexandria sekaligus sebagai seorang rahib Kristen yang tahun 525
tiba di Sri Lanka dan India. Informasi ini di dapat dari sebuah Topografi (informasi gambaran
mengenai sebuah wilayah) Kristen. Melalui Topografi ini dijelaskan bahwa masa perjalanan
Kosmos di India, di sana telah ditemukan beberapa jemaat Kristen di berbagai wilaayah India;
“di Taprobane (Sri Lanka ada sebuah Gereja Kristen yang memiliki pelayan-pelayan dan
sejumlah jemaat, demikian di negeri yang bernama Male (Malabar, sekarang Kerala-India
Selatan) di mana Merica tumbuh ada pula Gereja berdiri. Di satu tempat lain yang disebut
Kalliana (Kalyaan-Bombay sekarang) bahkan ada seorang Uskup yang diangkat dari Persia”.

BAB III
KEADAAN GEREJA JAMAN ASIA LAMA SETELAH MUNCULNYA ISLAM
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 17

A. Munculnya Islam
Lahirnya Islam penghitungannya dimulai dari masa lahirnya Muhammad (tahun 570 M).
Muhammad berasal dari suku Quraish sebuah suku bangsa Arab yang sudah memiliki pengaruh
yang kuat untuk wilayah sekitarnya pada masanya (hingga sekarang). Untuk Memahami lebih jelas
latarbelakang lahirnya Islam sebagai agama, dibawah ini digambarkan keadaan umum bangsa Arab
abad-abad pertama hingga lahirnya Muhammad akhir abad ke-6.
 Secara Geografi. Arab adalah sebuah negeri yang sebagian besar wilayahnya padang
gurun. Oleh keadaan wilayah yang demikian, membuat penduduknya hidup sebagai
pengembara yang bergerak dari satu tempat ketempat yang lain. Sebagai pengembara
sangat memungkinkan bangsa Arab dapat berjumpa dengan bangsa-bangsa lain seperti
Babilonia, Assiria dan kelompok bangsa-bangsa nomaden kecil. Dalam kitab PL, salah satu
bangsa nomaden ini dikenal sebagai bangsa Israel. Wilayah Arab dikelilingi oleh dua negara
besar, yakni kekaisaran Romawi di sebelah Barat dan kerajaan Persia di sebelah Timur
yang hingga abad ke-6 kedua negara itu sudah mempunyai peradaban kaya yang secara
politis kedua negara ini hingga abad ke-6 saling menyerang satu sama lain.
 Imigrasi Silang. Penduduk dunia hingga abad ke-10 sangat mempengaruhi jatuhnya
kekaisaran Romawi. Imigrasi silang ini misalnya berpindahnya penduduk dari Asia Tengah
ke Eropa demikian dengan penduduk dari Eropa Utara (suku-suku Jerman, Goth, Vandal,
Burgundia, Frank, Anglo-Saxon: semua suku bangsa ini hingga abad ke-5 masih disebut
sebagai bangsa “Barbar” sebab masih belum memiliki peradaban secara global) ke arah
Selatan. Demikian dengan penduduk dari bagian Timur yaitu orang-orang Arab sebelum
Islam lahir, dengan kekuatan yang cukup besar bangsa ini telah melakukan penyerangan-
penyerangan ke wilayah sekitar dengan tujuan memperoleh tempat hidup yang lebih layak
(keadaan Arab sebagai gurun pasir).

Hingga pertengahan masa abad ke-6, gerakan penduduk ini mempengaruhi munculnya
semangat baru khusus bagi bangsa-bangsa Arab, semangat ini muncul khusus pada keinginan
untuk bersatu yang bukan didasarkan oleh alasan solidaritas kesukuan. Setelah munculnya Islam
melalui lahirnya Muhammad, rasa kesatuan ini semakin diikat. Jadi dapat dikatakan bahwa secara
politis, ada dua keadaan yang mempengaruhi terjadinya perubahan di negeri Arab masa akhir abad
ke-6. Dua keadaan ini adalah: “berlangsungnya gerakan peduduk dari satu negeri ke negeri yang
lain dan munculnya Islam sebagai agama baru di Arab”. Kedua pengaruh inilah yang menentukan
berhasilnya Arab melakukan invasi atas negeri-negeri di sekitarnya, oleh karenanya masa abad
pertengahan sejarah Gereja (abad 11-14), penaklukan Arab sangat berhubungan dengan terjadinya
perang Salib. Dan peristiwa ini bukanlah perang agama tetapi lebih bersifat perang penaklukan,
Islam sebagai agama yang dimunculkan oleh Muhammad, memberi bangsa-bangsa Arab rasa
persatuan dan semangat keyakinan akan kemenangan. Berhubungan dengan penjelasan di atas, di
bawah ini dibuat uraian kronologis lahir dan berkembangnya Islam sebagai agama baru di Arab:
Tahun 610 : Muhammad mulai bertindak sebagai nabi.
Tahun 615 : Sejumlah pengikut Muhammad mengungsi ke Ethiopia.
Tahun 622 : Muhammad mengungsi ke Madinah (Yahtrib).
Tahun 630 : Muhammad kembali ke Mekkah.
Tahun 632 : Muhammad wafat.
Tahun 633 : Pengikut-pengikut Muhammad memulai serangan-serangan keluar.
Tahun 641 : Siria dan Palestina diduduki orang-orang Arab.
Tahun 651 : Kerajaan Persia diduduki.
Tahun 632-658 : Zaman keempat Khalifat Islam yang pertama.
Tahun 661-758 : Zaman Dinasti Ummayah.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 18

Tahun 750-1258 : Zaman Dinasti Abbasiah.

B. Masa Awal Muhammad Bertindak Sebagai Nabi (610)


Saat awal Muhammad bertindak sebagai nabi, ia mengalami kesulitan tersendiri
meyakinkan orang Arab akan kepercayaan baru yang ditemukannya. Dimulai dari meyakinkan
isterinya, ia kemudian berhasil mempengaruhi sanak saudaranya hingga ke teman dekatnya bahkan
sukunya sendiri Quraish di Mekkah. Dalam sejarah Islam, salah satu tantangan paling berat dihadapi
Muhammad masa awal pertumbuhan Islam bersumber dari suku Quraish sendiri. Atas penekanan
suku Quraish terhadap pertumbuhan Islam membuat pengikut Muhammad melakukan pengungsian
pertama ke Madinah (622 M) yang jaraknya 380 km wilayah Utara Mekkah. Dan ternyata hijrah
(mengungsi) pertama ini telah membawa berkah tersendiri bagi Muhammad dan pengikutnya, sebab
tahun inilah Islam menentukan awal munculnya tahun Hijriah. Penerimaan masyarakat Madinah
terhadap kelompok kecil (Muhammad beserta pengikutnya) pengungsi dari Mekkah ternyata
merupakan benih bagi pertumbuhan dan perkembangan Islam selanjutnya hingga Muhammad dapat
diterima sebagai pemimpin Madinah yang mempersatukan masyarakat yang sejak lama merindukan
persatuan. Sepuluh tahun kemudian Muhammad dapat diterima di Mekkah dan tidak lama kemudian
seluruh bangsa Arab.

C. Kekristenan Dan Islam


Beberapa catatan pokok untuk menggambarkan keadaan kekristenan dan Islam secara
khusus setelah munculnya Islam dan berkembang di Asia:
 Hingga masa abad ke-6, perluasan kekristenan dan PI di seluruh dunia telah berlangsung
dengan mapan. Kemapanan agama Kristen hingga masa ini, gereja dapat bertahan
ditengah hancurnya kekaisaran Romawi di bagian Barat. Jerman sebagai suku bangsa
dominan di Eropa telah berhasil di Kristenkan, kekaisaran Byzantium juga masih kuat
dengan peradaban Kristen Ortodox yang sangat tinggi walaupun kelompok minoritas di
Persia, gereja Nestorian telah diakui sebagai agama resmi.
J
Sedari awal, Gereja mengakui kedudukan istimewa dari tiga orang uskup, yang dikenal sebagai patriark:
Uskup Roma, Uskup Aleksandria, dan Uskup Antiokhia. Kemudian turut bergabung Uskup Konstantinopel
dan Uskup Yerusalem, keduanya dikonfirmasi sebagai patriarkat oleh Konsili Khalsedon tahun 451 (lihat
Pentarki). Para patriark itu memiliki keutamaan di atas rekan-rekan uskup mereka dalam Gereja. Tatkala
Tahta Keuskupan Konstantinopel berargumen bahwa dia mesti berada pada peringkat kedua karena dia
adalah, "Roma Baru," Patriark Roma dengan gigih mempermasalahkan poin tersebut, dengan berargumen
bahwa alasan dari Primasi Roma sejak semula adalah karena dia merupakan tempat kedudukan Penerus St.
Petrus, orang nomor satu di antara para rasul.
Pemisah-misahan dalam Kekaisaran Romawi pada gilirannya turut berperan pada pemisah-misahan dalam
Gereja. Theodosius Agung, yang mangkat tahun 395, adalah kaisar terakhir yang memerintah atas
Kekaisaran Romawi bersatu; setelah mangkatnya, daerah kekuasaannya dibagi menjadi wilayah Barat dan
wilayah Timur, masing-masing diperintah kaisarnya sendiri. Menjelang akhir abad ke-5, Kekaisaran Romawi
Barat jatuh dalam taklukan suku-suku Jerman, sementara itu Kekaisaran Romawi Timur (dikenal pula
sebagai Kekaisaran Byzantium) tetap bertahan. Dengan demikian, kesatuan politik Kekaisaran Romawilah
yang pertama-tama runtuh.
Banyak faktor lain yang menyebabkan Timur dan Barat makin saling menjauh. Bahasa dominan di Barat
adalah Bahasa Latin, sedangkan di Timur adalah Bahasa Yunani. Segera sesudah runtuhnya Kekaisaran
Romawi Barat, jumlah individu yang menguasai baik bahasa Latin maupun Yunani mulai berkurang, dan
komunikasi antara Timur dan Barat menjadi makin sulit. Dengan lenyapnya kesatuan linguistik, kesatuan
budaya pun ikut goyah. Dua bagian Gereja secara alami terbelah mengikuti alur-alur serupa; masing-masing
mengembangkan ritus yang berbeda dan memiliki pendekatan yang berbeda terhadap doktrin-doktrin
keagamaan. Meskipun skisma besar terjadi berabad-abad kemudian, garis-garis pemisahnya sudah tertoreh.
 Setelah munculnya Islam, keadaan baik kekristenan sebagaimana disebut di atas ternyata
keadaan ini dijungkirbalikkan. Di tengah perkembangan Islam yang sangat pesat (hanya
masih satu abad dari munculnya Islam), agama ini telah menjadi agama negara untuk
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 19

beberapa wilayah Asia pada masanya) di wilayah Asia pada zamannya, Kekristenan hanya
dapat bertahan daripada berkembang bahkan masa abad 13-14 Gereja di Asia nyaris
punah.
 Dikuatkan oleh bukti historis, Muhammad sangat mengenal kekristenan. Bukti ini dapat
dijelaskan melalui penggambaran Muhammad tentang nabi Isa sebagai nabi yang luar
biasa. Muhammad menyebutnya sebagai rasul, Nabi dan Hamba Allah, lahir dari seorang
anak dara, melakukan mujizat-mujizat, naik ke sorga. Namun ia sangat menolak keras Isa
sebagai “Anak Allah dan Isa yang disalibkan. Dari sudut pertumbuhan gereja telah
dibuktikan bahwa masa abad ke-4 di semenanjung Arab hingga ke Yaman dan teluk Persia
telah tumbuh kelompok besar agama Kristen. Kelompok besar ini (orang Kristen Ethiopia)
telah memberi perlindungan kepada pengungsi Islam, karenanya Muhammad menyebut
orang Kristen sebagai “Ahlul kitab” (People of Book). Dari pengalaman inilah Muhammad
menyebut agama Kristen sebagai pengantar sebagian kebenaran walau tidak seluruhnya.
Dari dasar sikap inilah juga Muhammad tidak mengharuskan orang Kristen di Yaman masuk
menjadi Islam asal mereka mau mengakui pemerintahan Muhammad dan wajib membayar
pajak.
D. Invasi/Penaklukan Bangsa-Bangsa Arab
Suatu hal yang sangat penting diingat bahwa setelah Muhammad meninggal, ia digantikan
oleh para Khalifah4. Di bawah kepemimpinan Khalifah inilah orang-orang Arab segera melakukan
pendudukan atas negeri-negeri yang mengelilinginya. Di bawah ini dibuat kronologi penyerangan
bangsa-bangsa Arab atas negeri-negeri yang mengelilinginya:
1) Kerajaan Persia dan Romawi Timur (Byzantium) adalah wilayah pertama yang dikuasai.
Pendudukan atas kerajaan Persia dilakukan tahun 633 dan wilayah Romawi Timur
ditaklukkan tahun 634. Tahun 635 Damaskus berhasil dikuasai kemudian 636-638 seluruh
Syria dan Yerusalem. Tahun 642 Alexandria dan seluruh Mesir. Untuk wilayah Persia tahun
633 mereka berhasil menduduki Irak dan 652 menjadikan Baghdad sebagai pusat negara
Islam Arab.
2) Tahun 697, berhasil menaklukkan wilayah Kartago (sebagai ibukota propinsi di Romawi di
Afrika Utara). Penaklukkan terus berlanjut ke wilayah Spanyol di Eropa Barat, negeri ini
dikuasai tahun 711. Dari Spanyol, penaklukan berlanjut ke Francis namun oleh Charles
“Martil” (palu), ia berhasil memukul mundur pasukan Arab dari wilayah negerinya.
3) Penaklukan terus berlanjut ke wilayah Asia Kecil sampai ke Konstantinopel (ibukota Romawi
Timur-sebagai pusat gereja Timur). Namun tahun 718, orang-orang Byzantium (Romawi
Timur) di bawah kepemimpinan kaisar Leo berhasil menghalau tentara-tentara Arab dan
menyelamatkan ibukota “negara Kristen” itu.

Dengan dukungan Paus yang berkedudukan di Roma sebagai pimpinan tertinggi gereja
waktu itu, ksatria-ksatria (pejuang-pejuang perang Salib) Francis, Spanyol, Jerman sepakat merebut
wilayah-wilayah Kristen yang diduduki orang-orang Arab baik yang di Eropa Barat (Spanyol) juga di
wilayah Byzantium (Turki, Palestina dan Syria). Gerakan untuk merebut kembali wilayah-wilayah
yang sebelumnya sudah menjadi Kristen disebut sebagai “perang Salib” sebab dalam perjuangan itu
“tanda Salib” dipakai/dikenakan sebagai simbol di atas bahu/senjata setiap orang yang turut
berjuang dalam perang itu.
Perang salib dimulai di Sisilia (Italia) tahun 1095 dan berakhir di Konstantinopel tahun 1244.
Namun gejolak PS ini masih terus berlangsung hingga tahun 1450. Melalui perang ini, Spanyol
berhasil dibebaskan tahun 1085, sedangkan wilayah-wilayah di daerah Byzantium tidak berhasil
dibebaskan. Bahkan kota Konstantinopel yang selama tujuh abad sudah menjadi kekristenan jatuh
ke tangan Turki tahun 1453 dan kemudian menjadi pusat kesultanan Turki (Ottoman). Untuk
4
Khalīfah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Muhammad.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 20

melengkapi pemahaman tentang umpan balik persoalan ini di bawah ini dibuat uraian terjadinya
peristiwa perang Salib, sebagai berikut:
 Perang Salib I. PS (dimulai 18 Nopember 1095-1099) ini digagasi oleh Urbanus II tujuannya
untuk merebut Yerusalem dari Islam. Slogan yang dilontarkan untuk merekrut sebanyak-
banyaknya orang, dijanjikan indulgensia (didukung sebutan Allah menghendakinya “ deus
vult”) sebagai imbalan.
 PS II (1147-1149). PS ini dianjurkan oleh Bernhard Clairvaux, bertujuan untuk merebut
kerajaan Edessa di Asia Kecil, usaha ini tidaklah berhasil.
 PS III (1187-1191). Yerusalem kembali direbut oleh Sultan Saladin dari Mesir, maka Oktober
1190 berkobar PS III. PS ini dipelopori gabungan Inggris (Richard Hastinga), Francis (Philip
August), Jerman (Frederick Barbarosa). Usaha ini tidak berhasil.
 PS IV (1202-1204). Ekspedisi gabungan Francis, Venesia (Italia) melawan Konstantinopel.
Tujuan PS ini untuk memajukan perdagangan Venesia yang bersaingan dengan Byzantium-
Turki (motif utama PS adalah ekonomi Politik). Purgatory dan indulgensia dilayakkan bagi
orang yang ikut dalam usaha ini.
 PS V (1217-1221). PS ini bertujuan untuk merebut Palestina dan untuk tujuan ini gereja
mengerahkan anak-anak dan pemuda Francis dan Jerman sebanyak 30.000 orang.
Akhirnya tidak satu pun dapat pulang dan kembali ke negeri asalnya, semuanya mati
terbunuh saat PS ini berlangsung.
 PS VI (1228-1229). Sementara PS ini dapat memperoleh kemenangan. Kaisar Frederick II
dari Jerman berhasil merebut Yerusalem, Betlehem dan Nazaret dan daerah sebelah pantai
laut. Namun tahun 1244, Yerusalem kembali direbut Islam yang akhirnya PS dihentikan.

Dari uraian di atas dapatlah dikatakan bahwa walau invasi orang-orang Arab berlangsung
menduduki daerah-daerah yang Kristen, namun adalah jelas bahwa PS secara murni bukanlah
perang agama, PS telah diwarnai oleh berbagai kepentingan termasuk kepentingan politik, ekonomi
dan kekuasaan.

E. Kedudukan Orang Kristen Di Bawah Kekuasaan Islam


Di atas sudah dijelaskan bahwa sebelum munculnya Islam, seluruh daerah Barat Arab telah
menganut agama Kristen. Ketika orang Arab menduduki daerah bagian Timur (Persia, dll) orang
Kristen telah menjadi kelompok minoritas. Awalnya masa pendudukan Arab atas daerah-daerah
yang dulu sudah menjadi Kristen, mereka menerapkan sikap yang agak toleran sifatnya. Walau
secara perlahan-lahan Islam (Arab) menduduki daerah-daerah Persia, awalnya mereka masih
sebagai kelompok minoritas secara keseluruhan. Sistem UU hukum bangsa Arab sebelum Islam
lahir yang disebut sebagai “Syari’ah” (yang pada masa Islam sistem hukum ini diadopsi menjadi
hukum dasar pembentukan negara Islam) diberlakukan juga kepada orang di luar penganut Islam.
Melalui sistem UU ini, awalnya Islam mampu “memberi tempat” (toleran) secara teologis kepada
agama Kristen, karena mereka menganggap agama Kristen sebagai pengantar sebagian
kebenaran. Ada dua alasan yang mendasari sikap ini yaitu: dari sudut politis, masa penaklukan
Islam hanya sebagai kelompok yang masih minoritas: kedua secara religius, sebagai bangsa yang
bekas politeis mereka biasa kepada toleransi.
Masa perkembangan selanjutnya, hukum ini hanya diikuti oleh penganut-penganut Islam
artinya secara asasi hukum syari’ah tidak memberi tempat bagi kebebasan penganut agama-agama
lain. Persoalan lainnya adalah “tidak tersedianya tempat yang tepat bagi penganut agama lain
(diluar Islam) dalam rangka negara Islam”. Untuk mengatasi keadaan ini, kepada orang Kristen dan
kelompok agama lain diberi status “dhimmi”, artinya orang Kristen dilepaskan statusnya dari
kekuasaan Khalifat serta UU-nya. Mereka diberi status otonomi, lingkungan otonomi tidak ditentukan
oleh batas-batas geografis, tetapi oleh batas-batas gereja (bagi orang Kristen). Orang Kristen hidup
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 21

menurut UU-nya sendiri dan di bawah kepemimpinan Patriarkh, Khatolikos. Patriarkh inilah yang
bertanggungjawab kepada khalifah-khalifah atas perilaku orang-orang yang dipimpinnya. Kelompok
masyarakat dhimmi, masa ini adalah semua anggota jemaat Nestorian (yang paling banyak dan
dihormati), Yakobit, Kopt, Ortodox serta Yahudi (di luar agama Kristen). Di satu sisi orang Kristen
menikmati kebebasannya, namun di sisi lain mereka mengalami pembatasan-pembatasan tertentu.
Misalnya:
 Identitas sebagai orang Kristen diganggu/dirusak dalam status sebagai “dhimmi”: sebab
corak (gaya hidup) Islam dipaksakan untuk dikenakan orang-orang Kristen;
 Identitas Kristen diganggu/dirusak oleh larangan melakukan PI lintas agama (termasuk
kepada orang Islam) dan sifat universal agama Kristen ditiadakan.

Masa pemerintahan dinasti Ummayah posisi orang Kristen di bawah kekuasaan khalifah,
penerapan sistem hukum ini masih berlangsung biasa-biasa saja (baik). Namun pada
perkembangan selanjutnya (tahun 800), beberapa penentuan semakin diperketat kepada orang-
orang Kristen, hubungan Islam dengan non-Islam diikat oleh suatu perjanjian. Melalui perjanjian ini
ditekankan sangsi hukum (mati) bagi orang yang melanggarnya sebab dianggap merusak isi
perjanjian. Ada beberapa alasan mengapa posisi orang Kristen berlangsung baik masa kekuasaan
dinasti Ummayah, yaitu:
 Khalifat-khalifat Islam tidak mau kehilangan pajak khusus (disebut sebagai Yizya) yang
dibayar oleh orang-orang non-Islam.
 Jasa-jasa orang Kristen masih dibutuhkan di bidang administrasi. Orang-orang Arab belum
belajar mengurus negara yang begitu luas secara baik.
 Orang-orang Kristen masih nampak lebih baik dalam bidang kultural, sehingga orang-orang
Kristen dibutuhkan menjadi pejabat-pejabat sekolah (guru).

Atas keadaan ini sampai tahun 700 belum ada pertobatan massal orang Kristen menjadi
Islam. Namun akibat perobahan mendesak tahun 800 dimana hubungan orang Islam dengan non-
Islam diikat oleh suatu perjanjian, maka orang-orang Kristen menjadi kelompok minoritas di bagian
Barat Khalifat Arab. Sampai tahun 1400, kelompok jemaat Kristen yang paling mampu bertahan
dalam status kekuasaan sistem hukum syariah adalah kelompok jemaat Nestorian. Awalnya gereja
ini kehilangan anggota jemaatnya di semenanjung Arab, tetapi masa zaman ini gereja Nestorian
berhasil melakukan PI di Asia Tengah dan Tiongkok dan usaha ini cukup berhasil. Beberapa
keadaan dapat dijelaskan menunjukkan hal yang membuat kurangnya jumlah orang Kristen di
semenanjung Arab dari tahun 1800-1300, yaitu:
 Di Siria, Palestina, Asia Kecil (bagian barat Arab), jumlah orang Kristen merosot disebabkan
invasi pasukan tentara Salib, orang Turki, orang-orang Mongol merebut kembali daerah
yang dikuasai Islam. Namun akibat kekalahan pasukan ini, orang Kristen di wilayah ini
dihukum terutama oleh sultan-sultan Mesir.
 Berlangsungnya penghambatan-penghambatan besar oleh raja-raja bangsa Mongol apalagi
setelah suku bangsa ini masuk menjadi penganut Islam.

Dalam keadaan pertumbuhan dan perkembangan Kekristenan yang sangat melemah di


semenanjung Arab, Khalifah Arab meletakkan posisi orang Kristen di dalam satu perjanjian yang
terdiri dari duabelas ketentuan. Enam ketentuan pertama wajib/harus dipatuhi bila tidak diancam
hukuman mati. Enam ketentuan kedua diharuskan tetapi tidak dikenakan sangsi mati. 12 ketentuan
itu, yakni:
Enam Ketentuan pertama, yakni:
 Wajib membayar jizyah (pajak negara).
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 22

 Seorang Kristen tidak diperkenankan menyanggah (memperlihatkan sikap kurang hormat


terhadap kebiasaan-kebiasaan muslim) agama Islam.
 Seorang Kristen tidak diperkenankan menghina nabi Muhammad atau Al-Qur’an atau
memperlihatkan sikap kurang hormat kepadanya.
 Seorang Kristen tidak diperkenakan merugikan hidup/harta seorang Islam dan tidak
diperkenakan menganjurkan kepadanya agar meninggalkan agamanya dan menjadi murtad.
 Seorang Kristen tidak boleh menyokong musuh atau membuka rahasia Islam atau memberi
keterangan tentang Islam kepada musuh.
 Seorang Kristen tidak diperkenankan menikah atau bergaul dengan seorang wanita Islam.

Enam ketentuan kedua, yakni:


 Seorang Kristen tidak diperkenankan melakukan hubungan dagang dengan seorang
muslim, tidak diperkenankan menjual dan meminumkan anggur kepadanya atau mengambil
riba daripadanya. Ia tidak diperkenankan memakan daging babi di depan umum.
 Seorang Kristen wajib mengenakan pakaian khusus, yaitu ghiyar, zunar dan Qalanswa
tinggi yang berwarna.
 Seorang Kristen tidak diperkenankan memegang senjata dan naik kuda. Ia hanya
diperkenankan menaiki bagal/keledai yang harus diberi tanda yaitu bola kayu pada
pelananya.
 Rumah seorang Kristen tidak boleh lebih tinggi dari rumah orang-orang Islam, sebaliknya
bangunannya lebih rendah.
 Orang Kristen tidak diperkenankan membunyikan lonceng mereka dengan nyaring dan tidak
diperkenankan beribadah dengan suara nyaring.
 Orang Kristen tidak diperkenankan menangisi orang yang meninggal dengan suara yang
nyaring dan mereka wajib dikuburkan jauh dari perkampungan orang-orang muslim.

Ketentuan-ketentuan ini jelas mengindikasikan perkembangan sikap selanjutnya khalifat


Islam terhadap orang Kristen di semenanjung Arab. Kebebasan orang Kristen termasuk dalam hal
ibadah jelas dibatasi, sikap ini jelas nyata dari larangan orang Kristen bergaul dengan wanita Islam.
Dari isi ketentuan itu nampak bahwa khalifat Islam memandang agama Kristen lebih rendah dari
agama Islam, hal ini nampak dari isi ketentuan yang mengatur masalah pakaian, makanan,
kendaraan, rumah yang tidak boleh lebih tinggi dari orang Islam. Rongrongan nyata akibat dari
ketentuan-ketentuan ini terhadap gereja bahwa gereja dipaksa mengurung diri dalam lingkungan
sendiri yang lambat laun kehilangan identitas dan anggotanya serta menghambat pertambahan
anggota baru.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 23

BAB IV
SEJARAH GEREJA DI TIONGKOK DARI TAHUN 635 HINGGA ABAD 15
A. Dibawah Pemerintahan Dinasti Tang
Ada dua sumber informasi penting dapat menjelaskan hadirnya kekristenan di Cina
(Tiongkok) masa pemerintahan dinasti Tang (635-Abad 10). Dua informasi itu adalah:
 Ditemukannya monumen Chang’an (Chang’an adalah ibukota kekaisaran Cina masa
pemerintahan dinasti Tang). Monumen ini terbuat dari sebilah papan batu besar yang pada
tahun 1625 ditemukan oleh sejumlah pekerja penggalian parit untuk fondasi sebuah
bangunan besar di kota Hsia-an Shensi Tiongkok Utara (kota Chang’an masa itu) sekarang.
Diperkirakan bahwa monumen ini dibangun tahun 781 M masa tahun kedua pemerintahan
Chien-Chung penerus generasi dinasti Tang (618-907) dan masa inilah Kekristenan di Cina
mengalami masa puncak kejayaannya. Inskripsi monumen ini ditulis dalam bahasa Tiongkok
(1756 huruf) dan 70 kata bahasa Siria (Aram) dengan kaligarafi yang saat ditemukan masih
sangat indah. Bentuk lempengan batu ini adalah segi tiga di atasnya berbentuk empat
persegi panjang. Isi inskripsi menjelaskan sebuah ringkasan singkat tentang ajaran Kristen
di Cina, gambaran mengenai nama penginjil-penginjil yang datang ke Cina dari Persia, serta
laporan singkat mengenai kehidupan gereja di Cina sekitar tahun 635-781. Tinggi monumen
terdiri dari 2,76 M sisi sebelah kiri dan kanan 1,95 M lebar bagian bawah 1 M bagian atas
0,92 M. Tebal bagian bawah 0,28 M bagian atas 0,26 M dan dibagian atas diukir tanda salib.
 Ditemukannya sejumlah tulisan-tulisan dokumen berupa sejumlah arsip-arsip (tulisan buku-
buku) negara yang memberi informasi tentang kekristenan di Cina. Juga ditemukan tahun
1900, tulisan-tulisan Kristen di sebuah gua di Tun Huang sebelah Barat laut Cina. Tulisan-
tulisan itu diperkirakan dikerjakan oleh para misionaris yang datang ke Cina masa abad ke-
7. Tulisan-tulisan ini cukup banyak jumlah dan jenisnya. Di antaranya berupa tulisan
pengajaran, doa, buku nyanyian ( hymnus), penggalan-penggalan dari kitab suci misalnya
kitab Mazmur, kitab Injil, surat-surat Paulus, buku Musa juga kitab nabi-nabi dan raja-raja.
Dari sumber monumen Chang’an disebutkan bahwa Alopen adalah penginjil pertama yang
datang ke Cina (bhs Syria Alopen sama dengan “Yebh-Alaha” artinya: pemberian Allah atau
Theodorus dalam bahasa Yunani). Berdasarkan penelitian selanjutnya terhadap gereja Persia,
nama ini ditemukan sebagai uskup Persia yang bukan sebagai orang Kristen pertama yang datang
ke Cina. Sebab masa dinasti Sassanid (Persia) telah terjalin hubungan perdagangan antara Cina
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 24

dengan Persia dan orang Kristen Nestorian Persia yang dikenal sebagai pedagang telah sampai di
Cina melalui “jalan sutera lama” jalan perdagangan yang menghubungkan Cina dengan Persia
waktu itu. Juga dari monumen Chang’an dijelaskan kehadiran Alopen di Cina yang disambut baik
oleh kaisar T’ai Tsung. Kepada Ta’i Tsung, Alopen menjelaskan inti sari pengajaran Kristen. Melalui
penjelasan Alopen ini, dikatakan bahwa Ta’i Tsung tahun 638 memberi izin (kebebasan) bagi Alopen
melakukan UPI di Cina. Pada tahun ini juga gereja pertama di Chang’an dibangun yang dananya
disediakan oleh kaisar. Tidak hanya sisi yang mendukung misi kekristenan Alopen disebutkan dalam
inskripsi Chang’an, tantangan yang dihadapi Alopen juga disebutkan di antaranya:
 Ketidakmampuan Alopen memahami dengan baik bahasa Cina demikian dengan juru
bahasanya tidak memahami Kekristenan dengan baik.
 Kedua berhubungan dengan unsur pertama, Alopen sangat sulit menemukan istilah kata
yang tepat untuk mengungkapkan pemikiran Kristen dalam bahasa Tionghoa dengan tepat.
Misalnya tidak menemukan kata yang tepat untuk menunjuk nama Allah dalam bahasa
Cina. Istilah yang dipakai menunjuk nama Allah dalam bahasa Cina adalah “yang dihormati
di seluruh dunia” (nyatanya kata ini ditujukan sebagai gelar kepada Sang Budha). Dalam
tulisan ini juga “salib” disalin sebagai “pohon”.
Gambaran yang paling jelas diperoleh melalui penjelasan ini sampai tahun 683, keadaan
kekristenan di Cina berlangsung dengan baik apalagi setelah Tsai Tung wafat dan digantikan oleh
anaknya bernama Kao Tsung (649-683). Perkembangan kekristenan masa ini nampak dari
pembangunan gedung-gedung gereja dan biara-biara di berbagai wilayah Cina. Oleh perhatiannya
yang besar ini, kepada Tsai Tung dan Kao Tsung diberi gelar sebagai “Bapa Rohani dan pelindung
besar kekaisaran”.
Masa selanjutnya terjadi perubahan, setelah pemerintahan Wu Hou (permaisuri kaisar Kao
Tung) kekristenan di Cina mengalami masa-masa sulit. Sepeninggal suaminya ia beralih kejam
terhadap penganut Kristen. Puncak penyiksaan kaisar ini terhadap orang Kristen terjadi masa tahun
698, pada tahun ini sejumlah gereja dan biara yang dulu dibangun suaminya dirusak/robohkan.
Namun situasi ini tidak berlangsung lama, setelah kaisar ini digantikan oleh Hsuan Tsung tahun 712-
781, Kekristenan kembali mengalami perlindungan. Kaisar ini kembali membangun gereja dan biara
yang sudah sempat dirusak sebelumnya. Bahkan dikatakan kaisar bersedia memberi istananya
sebagai tempat doa dan perayaan Perjamuan Kudus orang Kristen Cina. Dari informasi (inskripsi)
monumen Chang’an, ajaran Kristen Cina seperti di bawah ini:
 Tentang Allah. Penyebutan nama Allah masih dipengaruhi oleh orang Kristen Syria yaitu
“Alaha”. Allah adalah “Esa, kekal, yang mengilhami seluruh guru-guru hikmat”. Dialah Tuhan
yang benar yang tanpa awal, Tiga-Esa (Trinitas) yang menakjubkan.
 Penciptaan. Allah yang menetapkan salib yang menunjukkan ke empat arah (Utara, Selatan,
Timur, Barat). Yang memisahkan langit dan bumi, matahari dan bulan, siang dan malam,
yang menjadikan manusia. Tentang manusia dijelaskan: “…pada mulanya hatinya putih dan
bersih, tanpa keinginan…setan memasang tipu muslihatnya…setelah kegelapan berkumpul
manusia kehilangan jalan mereka.
 Inkarnasi Kristus-Nampak pengaruh Nestorius. Kemudian satu oknum dari yang Tiga-Esa
menjadi manusia, satu yang paling terkenal, Mesias, melepaskan kemuliaanNya yang
sungguh-sungguh dan masuk ke dunia sebagai seorang manusia.
 Karya Kristus. Dia menggenapi hukum yang lama seperti dua puluh empat hikmat
(menunjuk ke kitab PL Yahudi), mengatur suku-suku bangsa sesuai dengan prinsip-prinsip
yang besar, membersihkan yang duniawi dan menyempurnakan yang sorgawi yang
membuka kehidupan dan menghancurkan kematian.
 Kematian, kebangkitan-kenaikan Kristus. Dia menggantungkan sebuah matahari yang
cemerlang, yang menyinari daerah-daerah yang gelap. Tipu muslihat iblis telah Dia
putuskan sama sekali, Dia mendayung perahu kemurahan, naik ke istana terang, jiwa
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 25

manusia Ia telah selamatkan. PekerjaanNya yang berkuasa sekali dilakukan, dan pada
waktu tengah hari Ia naik ke sorga.
 Kebiasaan-kebiasaan Kristen. Dalam inskripsi Chang’an juga ditemukan unsur-unsur ini:
- PB: “kitab suci terdiri dari duapuluh tujuh buku”.
- Baptisan dan materai dengan salib. Baptisan ini terdiri dari air dan Roh (Yoh. 3:5,
kita memegangnya dengan materai salib yang mempersatukan semuanya tanpa
pembedaan).
- Ibadah harian: pada hari yang ketujuh kita memberi kurban untuk membersihkan
hati dan untuk mendapatkan kembali kesucian kita.
- Memakai nama ”yang terkenal”. Jalan (Tao) yang benar dan kekal adalah jalan
yang menakjubkan sulit untuk menyebutkannya. Kekuatan yang aktif adalah nyata
dengan jelas. Karena itu bisa disebut “agama yang terkenal”.

B. Masa Penjajahan Mongolia di Cina (1250-1370)


Tahun 1250 adalah masa perubahan besar terjadi di Cina, perubahan besar itu disebabkan
berhasilnya Cina dikuasai oleh orang Mongolia. Melalui penguasaan ini, bangsa Mongolia
mendirikan dinasti baru di Cina yaitu dinasti Yuan. Akan tetapi dari sudut perkembangan Kristen di
Cina, berkuasanya dinasti Yuan memberi peluang berkembangnya kembali kekristenan di Cina
dimana sebelumnya masa 250 tahun sempat hilang. Masuknya kekristenan di Cina oleh Mongolia,
itu terjadi melalui orang-orang Asia Tengah yang dipakai kaisar. Mongolia sebagai aparatur
pemerintahannya. Melalui mereka gereja kembali berdiri walau orang Mongolia sendiri tetap
bertahan menganut agama sukunya (Buddha Tibet). Dalam keadaan ini, dapat dikatakan bahwa
walau gereja kembali dapat berdiri di Cina namun untuk orang Cina kekristenan sulit berkembang,
penyebabnya adalah karena jemaat-jemaat Kristen tetap dirasakan sebagai sesuatu yang asing.
Setelah kaisar Mongolia menganut agama Buddha di Cina (1311), orang Buddha kembali bangkit,
melawan orang Kristen dengan merampas biara-biara akibatnya kekristenan kembali merosot.
Beberapa data untuk memperkuat argumen ini (masa penaklukan bangsa Mongolia atas Cina):
 + tahun 1220: Bangsa Mongol di bawah pimpinan Jengis Khan menaklukkan suku-suku
bangsa nomaden lainnya di Asia Tengah, terutama negeri Tiongkok dan negara-negara
Islam.
 + tahun 1250-1270: setelah Tiongkok direbut suku bangsa Mongol, dinasti Yuan didirikan.
 + tahun 1295: Raja Mongol di Persia masuk menjadi Islam.
 + tahun 1370: Orang-orang Tionghoa berhasil mengusir orang-orang Mongol. Mulailah
dinasti Ming.

C. Kontinuitas Gereja Asia Lama Dan Gereja Di Asia Sekarang


Hal yang sangat menarik dalam hal ini bahwa kesinambungan gereja (orang Kristen) yang
dihasilkan zaman Asia Lama dengan gereja-gereja di Asia sekarang tidaklah ada, baik secara fisik
maupun secara rohani. Penyebab utama hal ini secara sederhana dapat dikatakan: “gereja dan
kekristenan dari zaman Asia lama telah sempat hilang/lenyap sehingga ketika UPI Barat datang
abad awal 16 mereka harus memulai UPI dari titik nol sebab mereka tidak menjumpai orang
Kristen/gereja yang dihasilkan oleh UPI zaman lama”. Dari sudut kontinuitas/kesinambungan era
gereja Asia lama kepada era gereja Asia baru, hal ini hanya dapat dijumpai di India Selatan dan Asia
Barat:
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 26

 Di Asia Barat sekarang masih dijumpai lebih tiga juta jemaat Kristen Nestorian, Yakobit,
Armenia dan Kristen Ortodox Timur. Masing-masing daerah itu (Asia Barat data 1990)
adalah:
 Irak, data tahun 1990 masih dijumpai orang Kristen sebanyak 250 ribu orang.
 Di Siria, orang Kristen Yakobit dan Ortodox + 1 juta orang.
 Libanon, Orang Kristen Ortodox Timur, Mennonit dan Armenia + 1 juta orang.
 Palestina, Kristen Ortodox Timur ada + 150 orang.
 Armenia: + 2 juta orang.
 Di India Selatan ditemukan kelompok jemaat Kristen Thomas (tahun 220 M). Masa tahun
1598 kelompok jemaat ini berada di bawah naungan gereja RK walau kemudian
memisahkan diri dari gereja RK. Masa abad 19, mereka juga bergabung dengan gereja
Anglikan oleh kebijakan Inggris sebagai negara kolonalis atas India. Masa abad 20 ini,
kelompok jemaat ini bergabung dengan gereja India Selatan (kelompok organisasi gereja
yang ada di India Selatan).

BAB V
SEJARAH GEREJA DI ASIA MASA ZAMAN BARU
(ZAMAN VASCO DA GAMA – PI DARI BARAT) 1498-SEKARANG
A. Misi Gereja Roma Katolik Pada Abad 17-18
Awalnya, sebelum reformasi berlangsung misi gereja Roma Katolik ke seluruh dunia sangat
terkait dengan kekuatan ekspansi ekonomi dan politik bangsa-bangsa Barat (Eropa) beraliran Roma
Katolik, terutama oleh Spanyol dan Portugis. Akan tetapi sesudah tahun 1550, secara batin misi
Katolik ke seluruh dunia sangat diperkuat oleh Kontra Reformasi yang berusaha menangani sendiri
misi (UPI) melalui kelompok masyarakat Yesuit yang dipimpin oleh Ignatius Loyola. Sebelum misi
serikat Yesuit ini, gambaran nyata dapat dibuktikan bahwa misi Katolik (sebelum Serikat Yesuit)
kegiatannya tidak melewati lingkungan pengaruh Barat ke daerah penjajahan dan atau daerah
perdagangan. Sesudahnya, misi memasuki daerah di luar lingkungan ini misalnya Tiongkok dan
Jepang. Dalam hubungan ini, perbedaan (disebabkan oleh kebijakan politis kedua negara) besar
antara metode/hasil misi yang dilakukan oleh Spanyol dan yang dilakukan oleh Portugis yaitu:
1) Portugis. Bangsa ini adalah suatu negara yang kecil (dengan populasi penduduk ketika itu
kurang dari 1 juta). Dalam perjanjian Tordesillas (perjanjian Portugis dan Spanyol tentang
penguasaan wilayah negara-negara jajahan. Perjanjian ini kemudian ditegaskan oleh gereja
RK-Paus dengan bulla Padroado) Portugis diberi kekuasaan untuk wilayah Afrika dan Asia
padahal wilayah Afrika dan Asia telah mempunyai kerajaan besar seperti Tiongkok dan
Jepang-Mansuria (Korea) dengan jumlah penduduk yang besar, agama dan kebudayaan
yang tinggi pula. Yang melalui unsur ini, Tiongkok dan Jepang (misal mewakili bangsa Asia)
sadar akan nilai (harga) dirinya sendiri. Jadi, fokus pertahanan Portugis di wilayah jajahan
mereka hanya mempertahankan diri dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan di
pusat negara perdagangan (jajahan) mereka dan merebut daerah-daerah kecil di sekitar
benteng. Dalam hubungan ini maka, misi yang dilakukan Portugis sangat terbatas, misi
hanya dilakukan di sekitar daerah benteng, itupun hanya melalui bantuan negara. Dengan
usaha seperti ini tentu misi memperoleh hasil yang sangat kecil sebab misi mendapat
tantangan dari kelompok penganut “agama-agama” tinggi.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 27

2) Spanyol. Negara ini jauh lebih besar dari Portugis (ketika itu penduduknya + 8 juta jiwa).
Negara ini diberi wilayah kekuasaan meliputi Amerika Selatan, Filipina (belum memiliki
organisasi politis yang mapan sebagaimana di Cina dan Jepang). Jumlah penduduk Filipina
ketika Spanyol tiba di negeri ini masih sangat kecil. Oleh karena faktor ini, tentu saja
Spanyol dapat men-spanyol-kan seluruh kawasan (secara politis) dan meng-kristen-kan
seluruh daerah Filipina.

Hubungan ekspansi Spanyol dan Portugis dalam misi dapat dijelaskan secara ringkas
sebagai berikut:
1492: Colombus dari Spanyol menemukan benua Amerika (dalam perjalanannya ke
Asia). 1498: Vasco da Gama dari Portugis berlayar ke India (menemukan jalan laut
ke India). Dalam dua hal ini ada beberapa motif/alasan misi yang bercampur:
 Motif religius: Keinginan meneruskan perjuangan melawan Islam (dengan
penemuan/perjalanan ini wilayah Asia bisa dikepung/jelajahi) dan UPI
sampai ke ujung dunia. Ini diperkuat oleh catatan harian Colombus sendiri:
“…waktu saya berangkat untuk menemukan jalan ke India, saya bermaksud
untuk memohon kepada raja dan ratu, tuan kita, supaya penghasilan yang
mereka dapatkan dari India dimanfaatkan untuk membiayai perebutan
Yerusalem…”
 Motif ekonomi/politis: Keinginan memperluas kekuasaan (sampai ke Asia
dan Amerika dibanding dengan keadaan wilayah Eropa yang sempit),
mengadakan hubungan dagang (memperoleh keuntungan yang lebih besar
dengan mendapatkan rempah-rempah langsung ke negeri sumbernya)
dengan menghindari perantara-perantara negeri-negeri Islam (bangsa-
bangsa Asia Barat seperti Turki).

Sebagai kekuatan yang berwibawa di Eropa masa itu, gereja khawatir terhadap ekspansi
Spanyol dan Portugis yang justru akan merugikan agama/Gereja Kristen karena persaingan mereka.
Oleh kekhawatiran ini, paus Alexander VI mengeluarkan bulla (surat keputusan resmi paus) yang
membagi wilayah kekuasaan Spanyol dan Portugis. Pembagian ini kembali ditegaskan oleh Gereja
dengan menetapkan Amerika untuk Spanyol, Asia untuk Portugis (perkembangan berikutnya Brazil
dikuasai Portugis dan Filipina dikuasai Spanyol. Penegasan pembagian wilayah inilah yang disebut
sebagai “Padroado” (diambil dari bahasa Portugis) artinya: “raja sebagai majikan, pelindung gereja” .
Isinya: “…membawa bangsa-bangsa yang mendiami pulau-pulau dan benua itu (temuan Spanyol
dan Portugis) kepada iman Kristen…untuk mengutus ke hadapannya orang-orang yang bijaksana,
tulus, saleh, serta baik budi, yang sanggup memberi pengajaran mengenai akhlak yang baik dan
mengenai iman Katolik kepada bangsa-bangsa pribumi”.
Dalam perkembangan selanjutnya misi melalui sistem Padroado ini, ternyata gereja RK
sadar bahwa justru sangat dirugikan. Alasannya sebab “kepentingan gereja dan kepentingan negara
tidak dibedakan dalam misi melalui sistem Padroado”. Misalnya seperti yang terjadi di India
(tepatnya di Goa) sebagai negara jajahan Portugis masa abad 16. Masa itu, Portugis tidak melihat
misi dalam hubungan keuntungannya dengan ekonomi negara oleh karena itu mereka membatasi
aksi misi hanya kepada pengkristenan orang Goa. Secara langsung sikap ini jelas memperburuk
keadaan jemaat, padahal penganut Hindu India dimasukkan menjadi orang Kristen dengan metode
paksa dan membujuk. Dampak buruk lainnya sistem Padroado ini adalah UPI ditangani seakan-
akan suatu urusan kenegaraan, pembaptisan seakan-akan merupakan naturalisasi (baptisan erat
dengan kewarganegaraan, yang tidak diimbangi dengan bimbingan khusus). Ternyata sistem ini
oleh Portugis dipakai di Maluku-Indonesia.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 28

B. Oleh Serikat Yesuit (Muncul tahun 1540)


Setahun setelah serikat ini didirikan, seorang anggota yang sangat fanatik telah sampai di
India yaitu: Franciskus Xaverius (ia diutus oleh raja Portugis Johan III juga oleh Paus yang
kepadanya disebut sebagai Apostolic Nuncio: duta khusus paus) bersama dengan seorang imam
Katolik yakni: Paul de Camerino, m ereka mendarat di Goa-India tanggal 6 Mei 1542. Masyarakat
India pertama sekali sulit didekati oleh misi Franciskus Xaverius, tantangan yang dihadapi Xaverius
dalam misi adalah: “tidak dipahaminya bahasa India (Parava) dengan baik, juru bahasa yang
mendampinginya dalam pelayanan tidak dapat dipercayainya ditambah dengan sikap hidup suku
Parava yang sukar meninggalkan jalan hidup mereka yang lama”. Langkah F. Xaverius mengatasi
masalah ini, ia memanfaatkan juru bahasa seadanya yang bersamanya menterjemahkan tiga
naskah pokok iman Kristen yaitu: Doa Bapa Kami, Dasa Titah, Pengakuan Iman Rasuli. Walau di
kemudian hari dirasakan bahwa ternyata terjemahan ini memiliki banyak unsur kesalahan, namun F.
Xaverius dianggap telah sanggup meletakkan dasar-dasar untuk perkembangan agama Kristen di
tengah-tengah orang Parava sampai sekarang.
Sembilan tahun kemudian (1550-1552) ia telah menjelajahi Malaka, Indonesia, Jepang dan
Tiongkok. Setelah F. Xaverius (seorang keturunan bangsawan Spanyol tamat dari Universitas Paris)
melayani suku Parava India, misi UPI ordo Yesuit kembali digalakkan melalui usaha yang sangat
gigih oleh anggota-anggotanya. Sistem padroado (sistem misi negara dikenal sebagai sistem lama )
oleh Portugis tetap dilanjutkan di daerah jajahan mereka namun di daerah lain (diluar kekuasaan
jajahan Portugis) dipakai metode yang berbeda. Metode itu adalah “metode Sutera” artinya “dari
atas ke bawah: mengkristenkan raja mengkristenkan seluruh rakyat” . Beberapa contoh untuk kasus
ini dapat disebutkan:
 Kasus istana dinasti sultan Mogul (1350-1605). Mogul adalah seorang sultan Afganistan
yang menaklukkan India Utara dan Tengah abad 16, masa itu India Selatan tetap
merupakan negara berdaulat. Suatu persoalan besar ia alami di pemerintahannya ialah
mengenai: politik dan agama. Sebagai seorang Islam, dominan rakyatnya adalah penganut
Hindu. Keputusannya, ia menetapkan satu agama monoteis sebagai agama negara. Dalam
rangka itu, ia mengundang kelompok Yesuit ke istananya dan bermaksud menjadi agama
Kristen semacam agama super yang diharapkannya dapat mengatasi perbedaan antara
Hindu dan Islam. Namun serikat Yesuit yang masuk ke istananya justru berharap lain, akan
mengkristenkan sultan Mogul dengan demikian mengkristenkan seluruh India (inilah metode
dari atas ke bawah). Tetapi sultan Mogul justru menolak ajaran Trinitas dan Inkarnasi.
Secara politis ia sadar, sebagai seorang Kristen dirinya tidak pernah akan diterima sebagai
raja oleh rakyatnya.
 Kasus pendekatan De Nobili (seorang keturunan bangsawan Italia) kepada penganut Hindu
berkasta tinggi di Madurai. Sebagai orang Kristen, orang-orang Portugis di India telah
menunjukkan sikap hidup yang sangat buruk. Jadi untuk menjaga orang India yang baru
masuk Kristen, ia menjauhkan mereka dari orang Portugis. Namun walau demikian orang
Hindu yang baru masuk Kristen tetap kehilangan kastanya dalam masyarakat India. Di
samping itu mereka kehilangan hak perlindungan ekonomis, hak sosial dan psikologis dari
asal kastanya. Untuk semakin memperkuat orang Kristen India dengan orang Portugis, De
Nobili (tiba di India tahun 1605) tetap membiarkan orang Kristen baru memelihara adat
kebiasaannya sendiri dengan kastanya. De Nobili hidup sebagai seorang pertapa
(memantangkan daging, tidak memakai sepatu dan barang-barang lain yang terbuat dari
kulit, ia juga mengenakan jubah kuning). Mempelajari bahasa Brahman, bertanding dengan
guru-guru bahasa Sanskerta serta kitab suci, juga bahasa Tamil, menjauhkan diri dari
saudara sebangsanya Portugis.
 Kasus Matius (Matteo) Ricci (baca Ritsyi – 1552-1610). Ia adalah utusan ordo Yesuit lain
(ahli geografi, matematika dan astronomi) yang sejaman dengan dua orang di atas. Awalnya
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 29

ia diutus untuk melayani di India namun lima tahun kemudian ia pergi ke Cina Selatan
(Maccao), beberapa tahun kemudian ia bekerja di Canton-Nanking dan akhirnya di ibukota
Cina Peking sampai meninggalnya tahun 1610. Sebagai bagian dari metode Sutera, Ricci
(berkat keahliannya sudah diterima baik di lingkungan kaisar Cina) menyesuaikan diri
dengan situasi umum masyarakat Cina. Dasar sikapnya adalah pandangannya yang positif
terhadap kebudayaan dan agama setempat yang dianggapnya sebagai persiapan masuk
kepada agama Kristen. Beberapa usaha dilakukannya dalam hal ini adalah:
 Mempelajari sastra Tionghoa dan menyusun sendiri karangan-karangan dalam bahasa
Tionghoa mengenai ilmu pengetahuan Barat dan mengenai iman Kristen.
 Mengenakan pakaian Tionghoa, mula-mula memakai pakaian khas rahib Budha
kemudian menggantinya dengan pakaian cendekiawan Kong Hu Chu.
 Membangun bangunan gereja dengan ciri khas bangunan Tionghoa, memakai bahasa
Tionghoa sebagai bahasa ibadah.
 Memakai istilah Tionghoa untuk pengertian yang khas Kristen, misal T’ien Chu untuk
Tuhan langit dan Shang-Ti untuk Allah, istilah yang berasal dari bahasa klasik Tionghoa.
 Membuktikan bahwa Kekristenan tidak bertentangan dengan struktur dasar masyarakat
Tionghoa (memberi izin kepada orang kristen untuk tetap menghormati orang Kong Hu
Chu dan para leluhur, ini dianggap sebagai tindakan sosial budaya saja, bukan
pemujaan dewa-dewa).
Metode Ricci ini di Cina dapat dinyatakan metode misi yang berhasil sebab banyak
golongan cendekiawan (atas) Cina masuk menjadi Kristen seperti Hsu Kuang Chi (alias Paul Hsu)
yang kemudian Paul Hsu ikut memberhasilkan misi di Cina. Keberhasilan Ricci yang menonjol
adalah ia mengungkapkan iman Kristen dalam corak pemikiran Tionghoa yang lebih dikenal dengan
menciptakan sebuah “teologi pribumi” di Cina. Kembali ke kasus Nobili, dalam perkembangan
selanjutnya jemaat Kristen di India (dengan metode Nobili), misi ini menimbulkan perselisihan yang
hebat di kalangan gereja Katolik dan para misionaris. Pokok yang paling dipersoalkan, yaitu:
 Sebab Nobili memasukkan sistem kasta (yang dipakai Nobili yaitu Brahmana) ke gereja.
Apakah sistem ini memiliki nilai religius kekristenan atau hanya bersifat lokal (sosial) saja?
 Kalau demikian halnya, dengan menerima kasta sebagai sistem di dalam Gereja, itu
berarti misi bersifat lokal (bnd. Teologia in loco), Bukan locus (konteks lokal) yang menjadi
dominan (menyaingi pikiran Kristen), akibatnya kekuatan transformasi Kristen untuk
masyarakat menjadi hilang. Intinya, persaudaraan Kristen harus mengatasi segala
perbedaan bangsa dan ras…(termasuk kasta)

Sama halnya dengan Nobili di India, Mateus Ricci di cina mengalami nasib serupa, ia
mendapat perlawanan keras dari sekelompok orang dari ordo Yesuit sendiri. Misi Ricci dianggap
telah mencampurbaurkan kekristenan dengan kekafiran Cina dan paus terpengaruh menghujat dan
melarang metode Ricci walau ia mencoba meyakinkan paus atas apa yang dilakukannya yaitu
bukan bermaksud mencampurbaurkan (mengaburkan) nilai kekristenan itu sendiri melainkan
bermaksud untuk memenangkan sebanyak mungkin orang Cina kepada Kekristenan. Untuk ini,
Ricci meminta bantuan kaisar Cina untuk menjelaskan misinya kepada paus. Bagi gereja Katolik,
intinya apa yang dilakukan Ricci hanya merupakan soal kebudayaan yang terpisah unsur
keagamaan (hanya masalah metode). Walau demikian paus tetap menolak penjelasan Ricci dan
kaisar Cina, akibatnya kaisar mengusir semua misionaris ordo Yesuit dari Cina termasuk Matius
Ricci. Sebab kaisar menganggap bahwa penolakan paus adalah sebagai penolakan kepada
upacara-upacara Tionghoa masuk ke dalam gereja yang sekaligus sebagai penghinaan terhadap
kaisar dan orang Cina sendiri . Dari sejak itu, Kekristenan di Cina mengalami penghambatan keras
dan sejak itu jumlah orang Kristen semakin merosot pula.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 30

BAB VI
ZENDING PROTESTAN DI INDIA (ABAD 17-18)
Pada tema pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa kesinambungan antara Gereja
(orang Kristen) yang dihasilkan dari zaman Asia Lama dengan Gereja-Gereja di Asia sekarang
hampir tidak ada baik secara fisik maupun secara rohani. Penyebab utamanya adalah “kekristenan
dari zaman Asia Lama telah sempat hilang dari Asia sehingga ketika UPI Barat datang abad awal 16
mereka harus memulai UPI dari titik nol sebab pada umumnya di berbagai negara Asia mereka tidak
menjumpai orang-orang Kristen yang dihasilkan dari UPI zaman lama”. Selanjutnya, hingga masa
abad awal 17-18 (periode ini dalam zending Protestan disebut sebagai: periode/masa pra-pietisme).
Dominasi usaha misi PI lebih banyak dilakukan oleh VOC itu pun hanya terbatas pada wilayah Sri
Lanka dan Taiwan.
 Dengan kasus yang khusus, di Sri Lanka orang-orang yang telah menjadi Kristen
Katolik zaman penguasaan Portugis hingga tahun 1660, jaman penguasan VOC dipaksa
menjadi penganut Protestan. Jumlah jemaat ini di Sri Lanka sangatlah besar (beberapa
ratus ribu jiwa), namun menjadi penganut Protestan tidaklah membuat mereka melupakan
pengajaran Katolik artinya mereka tetap setia kepada gereja RK. Setelah VOC (Belanda)
diusir dari Sri Lanka oleh Inggris (1803), jemaat ini kembali menjadi Katolik.
 Di Taiwan, zending Belanda sempat bekerja tahun 1627-1662. Metode yang dipakai di
sana cukup baik dan hasilnya pun cukup baik (besar) pula. Penyebab utama berhasilnya
zending Protestan di Taiwan disebabkan “keadaan sebelumnya penduduk Taiwan yang
masih menganut agama suku dan tidak masuk ke dalam pengaruh kebudayaan Tionghoa.
Akan tetapi, Taiwan kemudian hilang dari penguasaan VOC sebab Taiwan kembali direbut
oleh pengungsi-pengungsi Ming dan oleh pemerintah Mandsyu (Korea). Akibatnya gereja
Protestan kembali lenyap, perkembangan baru misi PI Protestan di Taiwan selanjutnya
berlangsung masa abad 19.

A. Model Misi PI Prostestan di Asia (Abad 17-19)


S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 31

Dua model mencirikan misi Protestan (secara langsung dilakukan oleh penginjil-penginjil
pietis) berlangsung di Asia dari abad 17-19, sebagai berikut:

1. Bartholomeus Ziegenbalg (1684-1719)


Ia adalah seorang misionaris pietis (revival) Protestan pertama bekerja di Tranqueabar-India
Selatan (1706). Ketika itu Tranquebar adalah daerah kekuasaan Denmark di pantai India Tenggara.
Di tempat ini, sama seperti di daerah-daerah kantong jajahan negara-negara Protestan (Inggris,
Belanda) telah ditempatkan pendeta-pendeta yang hanya bertugas melayani pendatang kulit putih
dan anak-anak mereka, oleh karenanya Kekristenan nyata tidak memancarkan keluar sinarnya.
Dalam situasi seperti inilah, raja Denmark (Frederick IV) bercita-cita memaksimalkan misi Protestan
di wilayah kekuasaan/jajahannya. Sebab semangat misi yang sangat kurang ditemukan di antara
rakyat Denmark ketika itu, raja Denmark mencari misionaris fanatik hingga ke Jerman dan ia
menemukan Bartholomeus Ziegenbalg di Halle, pada usia 22 tahun Ziegenbalg sudah menginjakkan
kaki di Tranquebar untuk cita-cita misi raja Denmark.
Ziegenbalg adalah misionaris yang sangat berbakat dalam misi, sebab sikap dan
metodenya ternyata menjadi inspirasi tersendiri bagi William Carey (satu abad kemudian).
Ziegenbalg merumuskan lima azas PI-nya, lima rumus/azas misi PI yang ditekankan oleh
Ziegenbalg, yakni:
 Gereja dan sekolah harus bergandengan tangan, setiap orang Kristen harus sanggup
membaca firman Tuhan. Gereja sebagai tempat persekutuan dan pusat pelayanan bagi
orang-orang yang sudah dibaptis, sedangkan sekolah dimaksudkan untuk memudahkan
pembinaan Kekristenan itu dan sebagai tempat mengajar orang-orang Kristen agar mampu
membaca Alkitab. Untuk tujuan ini, tahun 1707, Ziegenbalg telah membangun dua buah
gereja kecil dan dua buah sekolah, masing-masing satu untuk orang Indo-Portugis yang
berbahasa Portugis dan satu lagi untuk orang-orang Tamil.
 Alkitab harus diterjemahkan ke dalam bahasa setempat . Ziegenbalg telah berhasil
melakukan ini di Sri Lanka pada tahun 1714, dengan terbitnya terjemahan kitab PB pertama
sekali dalam bahasa Tamil. Sebagai catatan penting untuk hal ini, walau misi RK dan
Protestan (VOC-Belanda) telah lama mendahului Ziegenbalg di Sri Lanka yang berbahasa
Tamil namun Ziegenbalg sangat tertolong melalui usaha ini. Usaha ini diikuti oleh Katolik di
Filipina, di mana tahun 1873 terbit terjemahan pertama dari hanya satu bagian kitab yaitu
Lukas ke dalam bahasa pribumi.
 Seorang Misionaris harus mampu memahami bahasa setempat dengan baik, supaya ia
dengan mudah dapat mendekatkan diri kepada masyarakat yang diinjili . Untuk ini,
Ziegenbalg mempelajari bahasa Portugis dan Tamil. Bahasa Portugis ketika itu telah
merupakan bahasa perdagangan di sentra-sentra perekonomian India sedang bahasa Tamil
sebagai bahasa penduduk setempat. Ia juga melakukan penelitian yang sangat seksama
mengenai ajaran agama Hindu, yang melaluinya ia mengirimkan karya (hasil) penelitian itu
ke Eropa walau di Eropa tidak ditanggapi (diterbitkan) sama sekali. Alasannya, karya PI dan
penelitian Ziegenbalg dianggap sebagai “pekerjaan PI yang hanya ditujukan kepada orang
kafir, bukan menggambarkan agama kafir kepada orang-orang Kristen” (terdapat sisi
sentimen negatif Eropa yaitu menganggap tidak perlu mempelajari dengan seksama
mengenai bangsa yang akan mendengarkan pemberitaan itu).
 Ziegenbalg menekankan bahwa tujuan PI harus menekankan pertobatan yang sungguh-
sungguh dan bersifat pribadi. Oleh Ziegenbalg cita-cita ini sangat sulit diterapkan di India.
Sebab orang Kristen India yang bertobat, mereka mengalami tantangan dikeluarkan dari
komunitas kasta (lingkungan sosial India). Dengan Ziegenbalg harus turun tangan terhadap
masalah keuangan orang Kristen India yang baru. Namun demikian Ziegenbalg tetap pada
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 32

pendirian “mempertahankan mutu” kekristenan dalam misi, walau hingga akhir hidupnya
orang Kristen India dari hasil misinya hanya mencapai jumlah 350 orang.
 Mengusahakan adanya pendeta pribumi dengan secepatnya untuk melayani gereja pribumi .
Cita-cita ini tidak terkabul pada zamannya di India, baru tahun 1733 pendeta pribumi India
ada.

Melalui usaha Ziegenbalg ini, beberapa pokok pikiran (gagasan) penting ditemukan
menyatakan ciri umum zending Protestan (bukan khas pietis):
 Selalu terlebih dahulu menterjemahkan kitab PB baru menyusul kitab PL. ternyata usaha
semacam ini nampaknya disengaja oleh para misionaris, tujuannya untuk lebih menekankan
karya keselamatan kristus (PB) dan baru setelahnya memperhatikan penekanan karya Allah
atas seluruh dunia (PL-Septuaginta).
 Bila dibandingkan dengan pengalaman jemaat Kristen abad-abad pertama (1-3), kebiasaan
ini jelas bertentangan, alasannya: kitab PB baru abad kemudian secara sempurna
dirumuskan melalui kanon.
 Sesuai dengan pengalaman praktis jemaat, biasanya bahaya yang muncul pada poin satu di
atas yaitu “iman orang Kristen yang baru akan keselamatan dari Yesus Kristus, menjadi
sangat dipengaruhi (dicangkokkan) oleh pandangan-pandangan tentang dunia lama orang
Kristen yang baru.
 Idealnya, (bnd Luther) memahami (membaca) lebih dahulu PL dengan baik baru memahami
(membaca) PB akan muncul pengertian yang baik bahwa karya keselamatan Yesus Kristus
nyata meliputi seluruh dunia dan seluruh kehidupan.
 Bila tanpa demikian, maka kecenderungan yang nampak dalam pengalaman praktis iman
orang Kristen akan membatasi karya keselamatan Kristus menjadi soal jiwa semata-mata
(hasilnya dalam kehidupan orang yang baru menjadi Kristen nampak sikap iman yang
dualistis askestis artinya, “satu sisi agama Kristen menguasai lingkungan jiwa/rohani namun
di sisi lain aspek duniawi masih dikuasai oleh pandangan tentang dunia mereka.

Walau dirasa tidak maksimal, namun usaha PI Ziegenbalg tetap merupakan inspirasi yang
sangat baik bagi William Carey ini akhirnya menjadi trademark (kalau boleh dikatakan mendarah
daging) tersendiri bagi zending Protestan abad 19-20 walau tidak selalu dipertahankan. Dalam
babak baru sejarah PI Protestan di India William Carey datang dengan perkembangan azas
Ziegenbalg secara sistematis.

2. Kemajuan di Tengah-tengah Angin Ribut (Advance Through Storm)


Tema ini merupakan ciri umum misi Protestan di Asia masa abad 19-20 (tepatnya tahun
1792-1914). Ciri yang dimaksudkan dalam hal ini yakni usaha PI yang membedakan model-model
misi yang dilakukan oleh Protestan di Asia dengan model misi yang dilakukan Ziegenbalg di India,
bahkan yang membedakan ciri dan model misi sesudah tahun 1914. Ciri yang sangat menonjol dari
misi PI hingga masa ini bahwa:
 Misi PI tidak dilakukan melalui usaha dan dukungan negara (masa Ziegenbalg) dan tidak
dilakukan oleh gereja (sesudah tahun 1914) sebagai lembaga secara langsung. Namun
yang paling dan sangat mengusahakan misi adalah badan-badan misi yang beranggotakan
jemaat orang-orang Kristen secara pribadi yang mendirikan atau bergabung pada lembaga-
lembaga zending di luar gereja. Berhubungan dengan maju pesatnya sekularisasi (hasil
zaman pencerahan) di Barat, usaha PI tidak berhubungan dengan dukungan negara.
Sekularisasi ini mempengaruhi negara-negara di Eropa menyatakan sikap tegas untuk
netral terhadap soal-soal agama (pertama sekali sikap seperti ini sangat dipengaruhi oleh
terjadinya revolusi Francis). PI juga bukan merupakan usaha gereja, sebab gagasan PI
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 33

terutama hidup di kalangan orang Pietis/Revival yang sama sekali tidak mengikutsertakan
gereja dalam misi (lembaga-lembaga resmi gereja ternyata tidak berminat atas ajakan ini).
 Bila aspek ini diperhatikan, dapat dikatakan bahwa “hubungan kecaman dunia luar
(misalnya Islam dan penganut agama lain juga penganut nasionalisme dan komunisme)
terhadap misi PI bahwa misi dianggap sangat bergandengan tangan dengan imperialisme
barat atau malah merupakan kaki tangan imperialisme”. Melalui pergumulan inilah secara
obyektif sejarah dapat menjawab bahwa: “sikap negara-negara imperialis sangat bersifat
ambivalen (mendua hati) terhadap masalah misi di negara/daerah jajahan”. Di satu pihak
sangat mendukung misi dan pada pihak lain sangat menolak misi PI.

B. Sikap Ambivalensi Negara-Negara Penjajah Terhadap UPI


Ada dua informasi mengenai hal ini, yakni:
 Mendukung PI. Kasus ini ditemukan di Tiongkok tahun 1861 dst dimana melalui beberapa
perjanjian secara eksplisit ditetapkan bahwa para misionaris menikmati hak-hak istimewa
(lepas dari kekuasaan hukum Tionghoa dengan kata lain misionaris memperoleh status
diplomatik) dan agama Kristen diberi toleransi yang sebelumnya secara resmi PI dilarang.
Penghambatan kepada agama Kristen oleh pribumi menjadi alasan tersendiri dilakukannya
intervensi dan penjajahan. Ini dilakukan oleh bangsa Francis di Tiongkok tahun 1856 tahun
dan tahun 1858 di Vietnam (Annam). Sikap semacam ini dilakukan Francis di Tiongkok atas
permintaan gereja RK sendiri. Peristiwa seperti ini juga pernah berlangsung di Indonesia
(Toraja) tahun 1915, dimana VOC (Belanda) sangat mendukung bahkan memaksa
misionaris supaya seluruh penduduk segera menjadi Kristen (penganut Protestan). Belanda
mendukung usaha ini dengan memberi perintah halus kepada misionaris walau cita-cita ini
tegas ditolak zending (misionais).
 Negara Menolak/Menentang UPI. Ini terjadi pada UPI yang dilakukan oleh William Carey di
India yang bekerja di daerah jajahan Inggris. Kemudian tahun 1890, Francis membuang dua
orang pangeran Vietnam hanya karena alasan kedua pangeran ini masuk bertobat menjadi
Kristen. Di Indonesia kasus ini terjadi, misalnya: PI dilarang di seluruh Jawa oleh Belanda
sampai tahun 1858, di Solo hingga tahun 1910 juga di Banten dan di Aceh. Pengalaman
sejarah juga membuktikan bahwa secara pribadi banyak pegawai kolonial yang adalah
orang Eropa sendiri dan telah menjadi Kristen menghina agama Kristen sendiri serta para
misionaris. Mereka inilah yang menganut paham ideologi liberalis Eropa yang sudah mulai
muncul dan mempengaruhi gaya hidup Eropa (ideologi ini muncul juga dipengaruhi oleh
munculnya zaman pencerahan yang menilai ajaran agama Kristen sebagai pandangan yang
sangat kolot) ketika itu. Sampai tahun 1938, kolonial Belanda tidak pernah memberi izin bagi
misionaris masuk ke Bali dengan alasan zending “merusak kebudayaan Bali”.

Latar belakang sikap ambivalensi sifat negara-negara penjajah ini terhadap misi sangat
dipengaruhi oleh masa sejak hancurnya Corpus Christianum (abad 13 – akhir abad 16), dan hingga
abad 18 dunia kekristenan ternyata sangat dirongrong oleh dampak berlangsungnya masa
pencerahan di dunia. Dampak utama hal ini adalah hubungan diplomatik antara negara Kristen
dengan negara Islam dipandang sebagai hal yang fasik (tidak pantas), anggapan ini berlangsung
hingga abad 19. Kepentingan negara yang paling kuat adalah bagaimana mempunyai rakyat yang
taat dan tenang. Bila suatu negara mengandalkan perekonomian dari sudut perdagangan (Belanda-
VOC) maka kepentingannya adalah hubungan perdagangan yang menguntungkan. Agama menjadi
unsur nomor dua, itupun bila agama dianggap menguntungkan maka misi didukung, kalau
sebaliknya dianggap merugikan maka misi ditentang/ditolak. Masuknya agama Kristen di Toraja
dianggap menguntungkan secara politik dan perdagangan oleh VOC, maka disana misi sangat
didukung secara aktif. Sebaliknya karena misi dianggap secara politik dan perdagangan merugikan
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 34

kepentingan VOC di Aceh dan Banten (menimbulkan perlawanan semakin tajam dari penduduk
terhadap VOC) maka misi dilarang masuk disana.

C. Suatu Perluasan Raksasa Dari Usaha PI


Perluasan raksasa ini ditandai dengan beberapa keadaan di antaranya:
 Usaha misi PI dilakukan dengan sangat intensif, usaha ini ditandai dengan mengutus
sejumlah misionaris (baik Protestan maupun RK) yang sangat banyak ke seluruh negeri di
dunia (hampir tidak ada daerah di Asia yang tidak dimasuki oleh misi), jumlah ini mencapai
angka lebih seratus ribu orang (terutama hingga 1960). Perkembangan Eropa dalam bidang
sosial, ekonomi, teknik, dan agama adalah penyebab utama hal ini. Artinya seblum tahun
1800, Eropa masih agak lemah dari sudut kependudukan dibanding Asia (abad 17 Cina
telah memiliki penduduk 400 juta jiwa, dalam tahun yang sama Inggris hanya memiliki 10
juta jiwa, Belanda 2 juta jiwa, Spanyol 7 juta jiwa. Dari sudut teknik, kemajuan Eropa masih
belum mengalami perkembangan pesat, perhubungan masih belum dikuasai sepenuhnya,
jalan satu-satunya masih hanya melalui hubungan laut dengan jarak tempuh yang sangat
lama.
 Perkembangan baru abad ke-19, keadaan ini berubah. Abad 19-20 Eropa mengalami
eksplosi (pertambahan penduduk), demikian dengan bidang teknik. Di bidang ini Eropa
mulai mengembangkan perhubungan (kapal api, kereta api, dan akhirnya pesawat terbang).
Di bidang komunikasi (telepon/radio) dan militer mengalami hal yang sama. Bidang
industrialisasi mengakibatkan Eropa menjadi sangat kaya yang menuntut diperolehnya
daerah-daerah jajahan yang luas demi bahan baku untuk industri dan penyaluran hasil
indutri Eropa itu. Hubungan perkembangan ini, mengakibatkan sistem “imperialisme”
menjadi suatu tuntutan zaman. Pengaruhnya terhadap misi PI menjadi sangat dimungkinkan
dengan tersedianya dana dan tenaga yang mendukungnya.
 Penting dicatat dalam hal ini, bahwa zending bukanlah hasil serta alat dan bagian
“imperialisme”. Sebutan yang lebih tepat untuk menyatakan hubungan keduanya adalah
bahwa “imperialisme” dan “zending”, keduanya merupakan produk pertambahan kekuatan
Eropa (bnd. revolusi industrialisasi Inggris abad 19 yang menjadikan negara ini sebagai
negara industri terkuat di dunia sekaligus menjadikan Inggris sebagai negara pengutus PI
terkuat di dunia) yang kemudian diikuti oleh Amerika. Abad 20, peran penting Inggris dalam
bidang industri dan PI (Inggris khusus Protestan namun sebagai kekuatan PI Katolik tetap
dipegang oleh Francis) diambil alih oleh Amerika Serikat (Protestan dan Katolik).
 Faktor penyebab lain Eksplosi (perluasan raksasa) PI abad 19 juga disebabkan oleh
berlangsungnya kebangunan rohani di negeri-negeri Kristen sejak abad 18. Buktinya para
misionaris abad 20 hampir semua berasal dari kalangan/negara yang disentuh oleh
kebangunan ini.
 Persoalan-persoalan yang menyangkut hubungan antara misionaris dengan lingkungan.
Sejauh menanamkan gereja, para misionaris sangat memberi perhatian kepada masalah-
masalah lingkungan lapangan PI. Untuk kepentingan PI para misionaris mempelajari
bahasa, adat istiadat hingga mereka menjadi etnolog/antropolog yang ternama (misalnya
A.C. Kuyrt di Sulawesi Tengah, memperoleh Dr. Hc bidang “Budaya dan Agama
Masyarakat”) bahkan masalah-masalah kesehatan, pendidikan, perbaikan ekonomi daerah
PI (menonjol pada kasus Nommensen di Tapanuli). Bahkan hingga tahun 1945 perhatian
baru misionaris di daerah lapangan PI memasuki masalah nasionalisme (umum) yaitu,
masalah pembangunan, kebangsaan, dan hubungan dengan agama-agama lain. Hal ini
menjadi mungkin sebab pelayanan pertama dan mendasar sudah dilaksanakan.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 35

Inilah yang mesti kita cermati dari sudut analisis historis sebelum mengecam usaha misionaris
sebagai orang-orang yang “pietis”. Tenaga rohani, tenaga intelektual mereka habis dengan tugas-
tugas elementer (belajar bahasa, menterjemahkan Alkitab, mengabarkan Injil, mendirikan gereja).
Hikmatnya sekarang, nyatanya “kita sudah berdiri di atas bahu para misionaris”, tugas pertama
sudah selesai, kita beralih ke tugas-tugas baru. Para misionaris tidak mengabaikan persoalan-
persoalan yang menjadi pokok perhatian kita sekarang.

BAB VII
MISI PROTESTAN DI INDIA ABAD 19-20
A. William Carey (1761-1834) Sebagai Tokoh PI Protestan Modern Pertama Dan Yang Terbesar Di
India
W. Carey lahir dan dibaptis dari keluarga yang sangat miskin namun sangat fanatik Anglikan
di desa Northamptonshire-Inggris. Masa anak-anak dan pendidikannya dilaluinya dengan baik sebab
di samping menjalani masa pendidikannya ia bekerja sebagai tukang sepatu. Kecerdasannya
nampak dari kemampuannya menguasai lima bahasa dengan fasih (Latin, Yunani, Ibrani, Belanda,
dan Francis).
Pengalaman David Brained (yang ditulis di dalam buku catatan hariannya) sebagai
misionaris untuk orang Indian di Amerika Utara ternyata sangat mempengaruhi diri William Carey
untuk berpartisipasi melakukan misi PI ke luar Inggris. Demikian dengan laporan Kapten Cook
tentang perjalanannya di lautan Pasifik yang menemukan sangat banyak kepulauan di pantai Timur
benua Australia. Dampak kedua laporan ini bagi diri William Carey sangat kuat. Brained memotivasi
dirinya untuk membenarkan kesalahan khas pietis revival dalam misi sedang melalui Cook mewakili
gambaran semangat baru bangsa Eropa yang memberi ilham kepada W. Carey visi yang luas
merancang strategi PI dengan baik. Melalui kedua pengaruh inilah Carey menghasilkan karya buku:
“The Obligation of Christian” (Kewajiban orang Kristen). Kewajiban orang Kristen untuk melakukan
PI kepada semua bangsa (Mat. 8). Awalnya kewajiban ini adalah bagi para rasul dan itu sudah
dipenuhi, namun sekarang kewajiban ini adalah untuk semua orang Kristen sepanjang zaman. Oleh
karena itu Injil harus meliputi seluruh dunia, usaha ini harus dilakukan secara sistematis, demikian
pemahaman W. Carey.
Tahun 1792, ketika ia diundang berkhotbah pada pembukaan sinode gereja Baptis di
Nottingham, pada khotbah itu Carey mengutip nats dari Yes. 44:2-3 dan menekankan: “harapkanlah
hal-hal besar dari Allah dan usahakanlah hal-hal yang besar bagi Allah”. Khotbah ini ternyata
mempengaruhi keputusan sinode Baptis mendirikan BMS (Baptist Missionary Society-Lembaga PI
Baptis) Oktober 1972. Lembaga inilah yang mengusahakan serangkaian usaha PI Baptis hingga
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 36

pihak Congregarionalist berhasil mendirikan LMS (London Missionary Socitey) tahun 1975, dan
tahun 1799 menyusul didirikan CMS (Church Missionary Society) oleh kaum Anglikan yang didukung
oleh golongan “Evangelicals”. Artinya orang-orang yang mempunyai suatu iman menurut corak
kebangunan, tekanan atas pertobatan pribadi dan atas kesucian hidup sesudahnya.
Dengan usaha sendiri, tahun 1793 Carey tiba dan memulai usaha PI di India, sampai tahun
1858 Carey mengusahakan PI di sana namun selama masa itu Carey menghadapi satu persoalan
mendasar bagi perkembangan pelayanan PI-nya. Persoalan yang dihadapi Carey adalah penguasa
kolonial di India (sama seperti VOC di Indonesia) dipegang oleh EIC tahun 1798-1859 (Belanda:
East India Company) dan menempatkan Calcutta sebagai pusat pemerintahan (ibukota). Kebijakan
EIC ketika itu: “PI tidak boleh dilakukan di daerah kekuasaan EIC”. Oleh kebijakan ini Carey pindah
ke wilayah pantai yang tidak dikuasai EIC. Di wilayah pantai Carey bekerja sebagai mandur
perkebunan Nila (bahan baku utama untuk cat dan tinta). Di daerah ini, Carey belajar bahasa
Sanskerta dan Bengali dan kemudian menterjemahkan Alkitab kepada dua bahasa ini. Selanjutnya,
oleh bangkrutnya perusahaan Nila tempat Carey bekerja mengakibatkan Carey menetap di
Serampore (daerah utama koloni Denmark) dekat Calcutta. Di daerah Serampore inilah Carey
merumuskan lima (5) azas PI-nya yang terkenal (bnd. dengan azas PI Ziegenbalg). Rumusan azas
PI Carey itu adalah:
 PI yang langsung dan seluas mungkin. Azas ini dipraktekkan Carey dengan gigih, dengan
berjalan keliling ia menyebarkan Injil ke seluruh desa (lebih ratusan) di sekitar Serampore.
Di Serampore selain berkhotbah dan mengusahakan pengobatan bagi masyarakat India,
Carey mendirikan sekolah tinggi teologia yang sampai sekarang dikenal sebagai:
“Serampore College”. Sekarang lembaga pendidikan ini berkembang menjadi universitas
ternama di India yang dari sejak semula pun didirikan oleh Carey, ia telah merancang
kurikulumnya (tidak hanya materi teologi dan Alkitab) dengan memasukkan agama dan
filsafat India. Ini berarti sejak awal, Carey menerima mahasiswa yang bukan Kristen untuk
diajari di lembaga pendidikannya.
 Penyebaran Alkitab (distribusi) dalam bahasa setempat. Carey melakukan azas ini
(bersama teamnya) dengan menterjemahkan seluruh Alkitab kepada enam bahasa etnis
India, dan bagian-bagian kitab tertentu (seleksi) ke dalam 26 bahasa etnis lainnya.
 Pelajaran yang sedalam mungkin tentang latar belakang dan dunia pemikiran pribumi.
Melalui prinsip ini, Carey menterjemahkan kisah Ramayana ke dalam bahasa Inggris
(melalui usaha ini Carey memberi sumbangan besar memperkenalkan prinsip “one way
trafict” (Kristen) dari Barat ke Timur saja.
 Secepat mungkin mendirikan gereja yang mandiri (berdiri sendiri). Azas ini menekankan
kemerdekaan jemaat setempat sebagaimana diterapkan oleh rasul Paulus. Lembaga
pendidikan Serampore ternyata sangat mendukung perkembangan jemaat atau gereja India,
ini diperoleh melalui dibentuknya klerus pribumi.
 Mendidik secepat mungkin pendeta-pendeta pribumi. Fungsi lembaga pendidikan
Serampore juga sangat mendukung Carey atas tujuan ini.

Catatan penting diingat dari usaha Carey ini; “ia mempunyai visi yang jauh lebih luas dari
kebanyakan misionaris sesudahnya. Carey nyata memperhatikan pertumbuhan jemaat dengan tidak
hanya membangun gereja tetapi ia memperhatikannya di segala bidang termasuk sosial, ekonomi
dan kebudayaan. Yang sangat menguntungkan misi Carey adalah, visinya untuk mendirikan sebuah
perusahaan perkebunan yang termahsyur di Asia. Di samping itu, ia melakukan penelitian-penelitian
di bidang pertanian dengan memasukkan tanaman tebu, buah-buahan lainnya ditanam di India.
Bersama dengan orang lain, ia membentuk suatu serikat “Agri Horticultural Society In India” (sebuah
serikat untuk pertanian dan perkebunan) untuk memperbaiki penggunaan dan hasil tanah India.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 37

B. Implikasi Sosial Lainnya Oleh Misionaris Protestan Di India Di Samping Carey


Selain di Serampore sebagai pusat PI Carey, daerah Chota Nagpur dan India Selatan
(daerah yang berbahasa Telugu dan Tamil) PI juga membawa hasil yang baik. Faktor
pendukungnya sebagaimana India dengan konteks sosialnya (kasta-Hindu), di daerah ini agama
Hindu tidak begitu berakar dalam hidup masyarakat bahkan banyak penduduk yang tidak masuk
menganut Hindu. Karenanya penduduk daerah ini terbuka untuk PI. Sikap William Carey terhadap
sistem sosial masyarakat India adalah sebagai berikut:
 Secara khusus Carey, bersikap tegas. Bagi Carey masyarakat yang sudah Kristen dari
kelompok kasta tertinggi, ia harus menyangkal asal kastanya di dalam jemaat dengan
menajiskan diri (misal dengan menyentuh kulit binatang).
 Bagi misionaris secara umum, kelompok masyarakat kasta yang lebih rendah kekristenan
dijadikan sebagai makna khusus dalam status sosial. Biasanya, dalam komunitas
masyarakat Hindu di India, masyarakat dari kasta terendah mereka biasa sebagai
“perampok-perampok yang profesional, orang yang dianggap makan daging bangkai (najis)
dan disamakan sebagai orang yang memakan kulit (lebih najis), dst”.
 Oleh Carey, kelompok kasta ini gaya hidupnya dijadikan menjadi baru. Oleh Carey mereka
ditempatkan di perkebunan sebagai penilik (mandur), pengusaha, dokter, dan menata gaya
hidup di rumah tentang kebersihan dan kesehatan, mendidik wanita-wanita lebih baik.
Usaha ini membuahkan hasil hingga ke beberapa generasi keturunan mereka.
Tantangan yang dihadapi William Carey dalam misi di India, ialah : masuknya etnis “kol”
(non-Hindu) di daerah Chota Nagpur (sebelah Barat Calcutta) menjadi Kristen. Etnis ini hidup
sebagai buruh tani di ladang-ladang pertanian yang dimiliki oleh orang-orang Hindu dan Islam (di
India dua kelompok masyarakat ini disebut “Zemindar”). Peristiwa masuknya etnis (ada puluhan ribu
orang) ini menjadi Kristen (aliran Lutheran) peristiwa itu berlangsung tahun 1850, motivasi utama
mereka adalah: “sebagai orang Kristen mereka akan mendapat bantuan dari pemerintah untuk
melawan pemilik tanah yang mereka kerjakan sekaligus menekan mereka” walau akhirnya bantuan
itu tidak pernah mereka dapatkan. Atas penantian yang tidak kunjung didapatkan, ini memancing
sikap mereka memunculkan tindakan revolusioner yang dipimpin oleh “Sardar”. Para “Sardar” ini
menyebar slogan bahwa kota Nagpur adalah milik pusaka mereka, oleh karenanya para “Zemindar”
harus diusir. Untuk mendukung aksi mereka, etnis “Kol” meminta dukungan ratu Inggris (Victoria)
dan sikap ini bertentangan dengan misionaris terutama W. Carey, ia sendiri menolak terlibat dalam
aski revolusioner mereka. Namun sikap selanjutnya bagi William Carey, banyak etnis ini dididik dan
memiliki status sosial yang baik (dengan bekerja sebagai pegawai pemerintah dan sebagainya)
sesuai dengan cita-cita mereka sendiri.

C. Pertobatan Massal Menjadi Kristen (Mass-Movements) India


Keadaan yang sangat mendukung peristiwa seperti ini berlangsung di India adalah adanya
struktur sosial India yang bersifat komunal (berkelompok). Bagi para misionaris dengan
latarbelakang pietis-revival, pertobatan semacam ini menjadi kesukaran tersendiri sebab mereka
menekankan perlunya pertobatan yang sungguh-sungguh. Mengkristenkan kepala kampung, kasta-
raja/suku berarti mengkristenkan semua warga. Dalam prakteknya para misionaris di India
menyikapi fenomena mass-movements ini dari visi yang lebih luas tentang PI di India, misalnya:
1) Alexander Duff (1806-1878)
Masa akhir hidup W. Carey, A. Duff tiba di India tahun 1830 sesaat setelah gereja di India
mengalami krisis (Kekristenan India mendapat kritik dari Inggris dan masyarakat Eropa).
Eropa mengatakan bahwa orang Kristen di India hanya berasal dari masyarakat kelas
rendahan, pernyataan ini diungkapkan atas pengalaman Eropa terhadap zending di mana
masa abad pertengahan, kekristenan pertama mempengaruhi masyarakat kelas atas.
Melalui kritik ini, kekristenan di India dinyatakan sebagai kekristenan yang statistik.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 38

Pergumulan inilah yang disikapi oleh A. Duff, ia berpendapat bahwa cara kerja zending
harus dirubah, zending harus berusaha memasuki kelas atas masyarakat India. Untuk
tujuan ini Duff mendirikan lembaga-lembaga perguruan tinggi, melalui lembaga pendidikan
ini ia memperkenalkan pengetahuan ala barat yang menyisihkan (hati-hati memasukkan)
pengaruh sekularisasi barat yang sudah merasuk kalangan atas masyarakat barat. Ini
dirasakan Duff akan merusak dan menjangkiti orang India. Pengajaran dilakukan dalam
bahasa Inggris (yang sudah diKristenkan) yang melaluinya calon pemimpin bangsa India
dipengaruhi oleh Injil. Gagasan Duff bahwa, biar orang Hindu (dari kasta atas) tidak mau
memasukkan anaknya dididik di sekolah-sekolah, karena toh sekolah telah mendidik suatu
golongan calon pemimpin baru dan akhirnya India membutuhkan pemimpin yang sudah
terlatih dalam ilmu pengetahuan Barat dan kelompok calon pemimpin ini sudah tentu akan
beragama Kristen. Secara serentak, India akan dipengaruhi oleh Kekristenan yang akhirnya
seluruh India akan menjadi Kristen. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa usaha Duff ini
sangatlah baik dan berhasil walau hasinya tidak semaksimal apa yang diharapkannya
(mengkristenkan seluruh India). Lembaga pendidikan yang didirikan Duff mutunya sangat
baik, orang terkemuka (anak-anaknya) Hindu masuk dididik di lembaga ini namun akibatnya
huru-hara terjadi dan kembali anak-anak ditarik dari sekolah Duff. Demikianlah selanjutnya
lembaga pendidikan Duff hanya mendidik sekelompok masyarakat kelas atas kecil saja.
Sama seperti dikatakan di atas Duff melakukannya juga untuk wanita-wanita India.
2) William Miller (1838-1923)
Cita-cita dan semangatnya sama dengan Duff, namun sikapnya lebih hati-hati positif
terhadap agama dan kebudayaan Hindu. Tujuan Miller “melalui kebudayaan Hindu,
masyarakat India meresapi/merasakan nilai-nilai Kristen supaya dengan demikian muncul
suatu kebudayaan Hindu-Kristen yang mempertahankan ciri-ciri khasnya sendiri terhadap
Barat”. Melalui komentar Berkhoff terhadap PI Miller, nampak keberhasilan usaha Miller
dalam zending Protestan di India: “dari teologia dunia ketiga yang telah muncul masa kini,
teologia Indialah yang tertua dan paling mendalam serta dapat dipertanggungjawabkan”.
Usaha Miller inilah yang kemudian diikuti oleh sejumlah orang Kristen India sendiri.
Pengaruh Miller dapat dikatakan berlangsung demikian munculnya keinginan pempribumian
gereja dan teologi di India berjalan sejajar denagan munculnya nasionalisme bidang politik
di India (nasionalisme di India mulai kuaat tahun 1880 melalui lahirnya partai Kongres India).
Di luar lingkungan Kristen di India, semangat anti Barat menyatakan diri sekaligus sebagai
sentimen agama menjadi semangat anti Kristen. “Kristen adalah agama orang Barat” – The
white man’s religion”. Di India semangat anti Barat/Kristen, ini sangat dipicu oleh golongan
Hindu khususnya kelompok “Ary Samaj”. Orang Kristen India, walau dipengaruhi oleh ikatan
akrab dengan misionaris Barat mereka tidak mungkin luput (menjauhkan diri) dari semangat
nasionalisme India. Semangat inilah yang mendorong mereka membuktikan kepada bangsa
India bahwa agama Kristen bukan agama orang kulit putih (agama orang Barat) dan bukan
pula perkara ke-barat-barat-an saja.

D. Usaha Pempribumian Teologi di India


Beberapa kasus dapat diuraikan di bawah ini:
1) Sadhu Sundar Singh (meninggal tahun 1929). Sebagai seorang Sikh sebelumnya (satu
golongan religius masyarakat India yang menggabungkan unsur-unsur Hindu dan Islam,
hidup di bagian Barat India) Sadhu Sundar Singh masuk menjadi Kristen dan dididik di
gereja Anglikan (studi teologia). Rasa tidak puasnya terhadap kurikulum teologia tempat ia
dididik (dirasa terlalu ke Barat-baratan) ia mulai berkeliling melakukan PI sebagai seorang
Sadhu (rahib India dengan mengenakan jubah kuning). Usahanya ini kemudian diikuti dan
diteruskan oleh gerakan Asyram (berawal di asrama) untuk mempribumikan agama Kristen
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 39

di India. Asyram berarti sekelompok pria, wanita (Kristen) yang hidup beragama dan yang
menjalani suatu kehidupan sederhana yang bertujuan melayani sesama manusia dengan
mengikuti aturan-aturan tertentu (Kristen) tetapi dengan pola India.
2) V. Cahakkarai dan P. Chenchiah. Sebagai seorang ahli hukum (bersama dengan teamnya)
kedua orang ini menulis dan menerbitkan (1930) karya teologi yang mencirikan khas
pemikiran India. Karya teologi itu dirangkum dalam buku: “ Rethinking Teologi in India”.
Secara khusus, Chakarai menulis buku: “ Jesus The Avatar”. Di dalam bukunya, Chakarai
mengatakan bahwa: “Allah telah menyatakan diriNya bukan hanya kepada Israel, melainkan
juga kepada tokoh agama-agama lain, termasuk kepada pencipta-pencipta agama Hindu” .
Oleh karena itu, hikmat Hindu di India harus merupakan latar belakang kekristenan di India,
sama seperti hikmat PL yang merupakan latar belakang bagi orang-orang Kristen Yahudi
dari permulaan gereja. Tetapi Kristus tetap merupakan hakekat hikmat kekristenan. Dalam
buku ini, Chakarai sangat banyak menggunakan istilah-istilah India (Hindu) bagi penekanan
pengertian Kristen, misalnya “maya” untuk “dosa”.
3) Chenchiah. Target Chenchiah bagi ciri murni teologia India: “ia ingin menemukan arti Kristus
dengan mengikuti petunjuk dari agama Hindu sendiri” bukan melalui bimbingan tradisi
gereja (termasuk PB). Ia tidak ingin membuang seluruh tradisi (walau
mengesampingkannya), ajaran, pengakuan iman Kristen namun ia ingin membangun suatu
teologi di India atas dasar yang sama sekali baru. Inti pokok teologianya yang baru itu
diletakkan bahwa: “Kristus tidak datang untuk mendamaikan Allah dengan manusia dan
memulihkan keadaan manusia (menurut Chenchiah konsep ini hanya warisan paham ke
Yahudian saja). Yang asli India, bahwa di dalam Kristus ada suatu “energi kosmis” baru dan
sedang menyatakan diri, yaitu Roh Kudus. Seorang Kristen yang betul-betul lahir kembali
(sudah diresapi energi kosmis) ia adalah suatu jenis mahluk yang baru. Perbandingan
manusia baru sesuai maksud Chenchiah jarak sifat baik manusia baru dengan manusia
yang tidak diresapi energi kosmis sama seperti keadaan manusia dengan binatang.
4) A.J. Appasamy. Tahun 1942, Appasamy (1951 ditahbiskan menjadi uskup gereja Anglikan
India Selatan) menerbitkan buku: “The Gospel and India’s Herritage” (Suatu karya yang
menekankan studi perbandingan antara Injil dengan agama Hindu Bhakti). Menurut
Appasamy, orang-orang Kristen India harus menekankan segi mistik dari agama Kristen.
Ilhamnya dapat diambil dari Injil Yohanes dan agama Hindu Bhakti. Bagi Appasamy, Paulus
adalah asing bagi India (walau Chakarai menentang ini) dan dalam penafsiran arti iman
Kristen bagi India. Appasamy menggantikan penafsiran ini dengan pengalaman-
pengalaman pemikir India sendiri walau akhirnya ia melihat adanya perbedaan besar antara
mistik Hindu dengan mistik Kristen sesuai dengan yang dicita-citakannya. Perbedaan itu
terletak pada cara memandang hubungan dengan sesama manusia: “yang di dalam mistik
Hindu ini sebagai rintangan/penghalang besar untuk hubungan dengan Allah ” (seorang
Hindu sah meninggalkan isterinya untuk menemukan Allah). Sebaliknya di dalam mistik
Kristen, “kasih kepada (mencari) Allah adalah terwujud dalam kasih kepada (mencari)
sesama”.

E. Tanggapan Penganut Hindu Terhadap Misi Kekristenan di India


Awalnya, sikap masyarakat Hindu terhadap Kekristenan di India masih belum
mengakibatkan bahaya (penekanan) yang terlalu jauh, sebab profil Yesus bagi mereka masih
sebagai seorang tokoh yang unik. Namun dalam perkembangan selanjutnya apalagi setelah
kekristenan berkembang dengan pemahaman orang Kristen India terhadap ajaran kekristenan itu
sendiri, maka kemudian terjadilah pergesekan. Terutama pengertian masing-masing (Hindu dan
Kristen) terhadap dosa. Bagi orang Kristen India, diajarkan bahwa dosa itu adalah perbuatan,
sedang bagi penganut Hindu dosa itu adalah suatu kesalahan dan kekurangan. Prakteknya di India,
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 40

bisa saja terjadi konflik akibat perbedaan pemakaian istilah “maya” untuk “dosa” (Chakarai). Jadi
melalui gejolak ini, ada dua jenis relasi terjadi (menentang) kepada agama Kristen di lingkungan
Hindu:
 Pertama, dari kelompok yang sangat memusuhi agama Kristen (dipelopori oleh kelompok
Arya Samaj-serikat Arya). Strategi kelompok ini, Kristus mereka tempatkan di samping
Krisna dan dewa lainnya artinya ada sisi dari sifat Kristus: mujizat-mujizat penyembuhan-
diterima dan dimasukkan ke dalam unsur Hindu. Lalu sifat ini disuntikkan ke unsur-unsur
Hindu India dengan tujuan menolak unsur kekristenan masuk ke India (ingat metode:
vaksinasi yaitu dengan menyuntikkan sedikit saja unsur penyakit ke dalam tubuh, untuk
mencegah unsur penyakit yang lebih besar dan sejenis masuk ke dalam tubuh untuk
merangsang kekebalan tubuh). Bandingkan juga ini dengan metode dakwah Muhammdiyah
di Indonesia dengan pendirian sekolah-sekolah, banyak RS Islam di Indonesia, dan lain-lain.
Metode misi seperti ini (metode misi empat dimensi: Pertanian, Ekonomi/ Perdagangan,
Pendidikan, dan Kesehatan) merupakan ujung tombak para misionaris memajukan
kekristenan di daerah/negara lapangan misi. Walau di satu pihak, harus kita syukuri bahwa
hakekat sifat Kristiani (kasih) diterima penganut agama lain, dan di pihak lain menolak kalau
penerimaan itu menjadikan mereka kebal terhadap panggilan Kristen.

 Kedua. Dari kelompok yang berusaha menarik kembali agama Kristen ke lingkungan Hindu
(usaha ini dipelopori oleh Brahma Samaj–Gandhi). Kelompok ini memanfaatkan perjuangan
kemerdekaan India tahun 1947, dengan mendesak pemerintah melalui UU mencegah
perpindahan orang Hindu masuk ke agama Kristen walau sampai sekarang usaha ini gagal.
Kegagalan usaha ini tidak disebabkan oleh perjuangan orang Kristen tetapi lebih
disebabkan oleh sikap pemerintah India ketika itu yang anti-agama, yang melihat agama
hanya sebagai bencana bagi bangsa India. Hanya orang Kristen menampakkan sikap
toleran di India ketika perang saudara antara Hindu dengan Islam terjadi, hasilnya orang
Kristen mendapat pengaruh psikologis yang baik sebagai warga negara di India dan
Pakistan.

Untuk memahami dengan jelas pertumbuhan dan perkembangan kekristenan di India,


sumbangsih dan pergumulan nyata tentang kekristenan disana, usaha ini dapat dilakukan dengan
melihat dan memahami biografi misionaris (tokoh-tokoh) Kristen baik pribumi maupun asing.
Merekalah yang berusaha menanam dan memberi warna terhadap kekristenan di India.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 41

BAB VIII
MISI PROTESTAN DI TIONGKOK ABAD 19-20
Permulaan misi PI dilakukan di Tiongkok baru berlangsung ketika Robert Morisson (utusan
LMS: London Mission Society) tiba di Kanton tahun 1807. Pada masa itu Tiongkok masih tertutup
bagi orang asing, bahkan oleh orang Tiongkok (Cina) orang asing dilarang untuk belajar bahasa
Tiongkok. Hanya orang Kristen (RK) ketika itu telah ada di berbagai daerah di Cina itu pun sering
menghadapi penghambatan. Beberapa badan zending pernah melakukan misi PI di Cina abad 19
yaitu:
 London Missionary Society (LMS)
 Nederland Zendeling Genootschap (NZG)
 American Board of Comissioners for Foreign Missions- ABCFM (Badan Zending
Kongregasionalist Amerika)
 Church Missionary Society-CMS (Perkumpulan Pekabaran Injil Anglikan)
 Zending Methodist
 Baptist Missionary Society-BMS (Lembaga PI Belanda)
 Zending Presbyterian Amerika

Negeri Cina sebagai negeri yang teretak di belahan Asia Timur Raya, negeri ini berbatasan
dengan Republik Rakyat Mongolia, Rusia, Pakistan, India, Nepal dan Asia Tenggara. Luas
wilayahnya 9.75 juta KM 2 (bnd. luas wilayah Indonesia 1.9 juta KM 2) dengan bahasa resmi yakni
bahasa Mandarin. Yang sangat spesifik dari negeri ini adalah Tembok Besar Cina dimana tujuan
pembangunan tembok besar ini adalah untuk menghambat serangan suku-suku bangsa Barbar
(Nomaden) yang hidup di bagian wilayah Utara negeri ini. Mata pencaharian penduduk negeri ini
sebagian besar adalah dari pertanian dan perdagangan. Sebagai negara yang mempunyai wilayah
yang sangat luas, Cina menjadi pusat perhatian masyarakat dunia sejak lama apalagi negara ini
merupakan penghasil sutera terbesar di dunia sejak dahulu kala. Dari kekayaan alam Cina, sangat
mempengaruhi bangsa-bangsa Eropa menguasai daerah ini dan menjadikannya sebagai wilayah
koloni mereka, berhubung dengan keadaan ini pulalah kekristenan berkembang di Cina.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 42

A. Awal PI Protestan di Tiongkok


Awal misi PI Protestan di Tiongkok dilakukan oleh Morisson (1782-1834). Ia seorang anak
buruh tani Inggris yang masa remajanya mengalami pertobatan menurut corak revival, keadaan ini
mendorong dirinya sangat kuat menjadi seorang missionaris. Bakat yang luar biasa dalam bidang
bahasa, mengawali tugasnya sebagai misionaris di Cina (melalui bakat inilah pertama sekali
mengantarkannya ke Tionghoa sebagai juru bahasa untuk: East India Company – EIC. Dengan
menghadapi kesulitan yang sangat besar, ia masuk ke Tiongkok dan langsung berusaha
menterjemahkan seluruh kitab dari Alkitab (sebagaimana dilakukan oleh Ziegenbalg dan W. Carey di
India) ke dalam bahasa Tionghoa. Pembaptisan pertama di Tiongkok dilakukannya tahun 1814. Visi
PI Morisson terhadap misi di Tiongkok; “misi harus berjalan seiring dengan pendidikan” . Oleh karena
itu Morisson mendirikan: “Anglo Chinese College” di Hongkong (sebelumnya lembaga pendidikan
seperti ini telah didirikannya di Malaka) agar melalui pendidikan Morisson dapat memperkenalkan
kepada orang Tionghoa agama Kristen serta kebudayaan Barat demikian dengan kebudayaan Barat
kepada bahasa dan kebudayaan Tionghoa. Di berbagai Universitas di Inggris ia mengusulkan agar
diangkat maha-maha guru khusus untuk bidang ini, pada akhirnya atas jasanya ini (perantara Barat
dan Tiongkok) baik oleh pemerintah Inggris maupun oleh pemerintah Tiongkok mengangkatnya
menjadi anggota: The Royal Society of Sciences (semacam LIPI di Indonesia; bnd misi PI ordo
Yesuit abad ke-17 dan Ziegenbalg serta Carey dan Moody Press di Amerika). Suatu pelajaran
berharga bagi kita sekarang (mendorong motivasi kita) berkali-kali para misionaris berperan sebagai
juru bahasa yang terkemuka yang menulis karya-karya standart mengenai kebudayaan dan bahasa
Tionghoa. Sekaligus Morisson berperan sebagai guru pada perguruan di mana pegawai-pegawai
kementerian luar negeri negara Tiongkok diajar dalam adat kebiasaan dan pemikiran Barat.
Sampai masa akhir hidup Morisson, PI Protestan masih belum dapat berbuat banyak di
Tiongkok sebab keadaan politik yang masih menutup Tiongkok terhadap dunia luar. Melalui perang
Anglo-Tiongkok Islam (1839-1842) dan perang Anglo Tiongkok ke II (1856-1860) yang dimotori oleh
Inggris ini sebagai campur tangan kasar dari pihak luar kepada Cina yang oleh pihak Barat Eropa.
Perang ini dianggap perlu untuk membuka Tiongkok kepada dunia luar. Tiongkok memandang Barat
tetap sebagi negara-negara bawahan dan tidak mau menjalin hubungan ekonomi dan diplomatik.
Bagi zending (RK dan Protestan) perang ini tentu saja menimbulkan persoalan-persoalan yang
berat. Selanjutnya misi PI Protestan di Tiongkok dilakukan oleh beberapa orang, yakni:

Hudson Taylor (China Inland Mission)


Hudson Taylor (1832-1905) tiba di Tiongkok sebagai seorang missionaris tahun 1833. Saat
kehadirannya, Tiongkok telah merubah sistem politiknya, artinya Tiongkok telah membuka diri
dengan dunia luar. Karena kerinduan yang sangat besar di dalam dirinya akan keselamatan dari
Kristus memenuhi Tiongkok, ia mewujudkan misi PI di Tiongkok dengan cara yang baru yaitu
mendirikan sebuah lembaga baru yang disebutnya sebagai “China Inland Mission” (CIM) yang tahun
1949 (pengusiran semua misionaris dari Cina) lembaga ini kemudian berubah menadi OMF:
Overseas Missionary Fellowship. Enam azas CIM sebagaimana didirikan oleh Hudson Taylor, yaitu:
 Jangan hanya orang yang berpendidikan saja dipilih menjadi misionaris. Prinsipnya, soal
mengenai hubungan antara kebudayaan (adat) dan Injil tidak dianggap terlalu penting,
cukup “Injil yang murni” diberitakan. Walau H. Taylor menekankan prinsip misi seperti ini,
pada akhirnya banyak utusan CIM berkembang menjadi ahli bahasa dan kebudayaan
Tionghoa (Sinolog) yang ternama.
 Para utusan CIM harus mengenakan pakaian Tionghoa dan sebanyak mungkin hidup
seperti orang-orang Tionghoa sendiri (mengidentifikasikan diri sebagai orang Tionghoa).
 PI harus mempunyai jangkauan (geografis) yang seluas mungkin, bukan hanya daerah
pantai, tetapi seluruh daerah Tiongkok harus dapat dijangkau oleh Injili.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 43

 Zending tidak boleh melembaga, para misionaris tidak boleh menetap di satu tempat, tidak
boleh terlalu sibuk dengan pekerjaan sampingan (sekolah dsb), bahkan dengan
pemeliharaan jemaat pun tidak, melainkan harus terus menerus berkeliling sambil
mengabarkan Injil, supaya sebanyak mungkin orang sempat mendengarkan Injil.
 Pimpinan usaha PI harus berada di Tiongkok sendiri, dan tidak selalu berada di tangan
orang Tionghoa sendiri. Pimpinan PI harus sedekat mungkin dengan lapangan misi PI,
supaya keputusan-keputusan yang perlu bisa secepat mungkin diambil dan supaya
kebijaksanaan betul-betul berdasarkan kenyataan di lapangan.
 Usaha PI CIM harus bersifat interdenominational: “anggota-anggota setiap gereja harus
diterima sebagai utusan” asal mereka mengaku Yesus Kristus sebagai juruselamat mereka.

Timothy Richard (1845-1920).


Titik tolak gagasan T. Richard tentang PI di Tiongkok, ia menaruh rasa hormat yang sangat
tinggi terhadap kebudayaan Tionghoa. Cita-citanya mengkristenkan semua orang Tiongkok beserta
kebudayaannya, tidak hanya supaya agama Kristen “sempat” menjadi agama seluruh Tiongkok,
tetapi kebudayaan Tionghoa selamat dari desintegrasi (pengrusakan) yang semakin
mengancamnya. Alat untuk tujuan ini menurut Richard, perlu: “pendidikan dan pengetahuan modern
di samping Injil”. Pendirian lembaga pendidikan ini, diwujudkan Richard di Tiongkok dari sekolah-
sekolah menengah sampai ke universitas-universitas, menerbitkan majalah yang bersifat Kristen dan
lain sebagainya. Hasilnya, suatu kelompok masyarakat baru Tionghoa diciptakan yang mengecap
pendidikan modern (di luar pola pendidikan Kong Hu Cu yang lama). Akhirnya, sebagian besar
dokter dan perawat di Tiongkok adalah orang Kristen, mereka inilah selanjutnya mewarnai sistem
politik Cina (revolusi Cina tahun 1911 yang gerakannya dipimpin seorang Kristen yaitu Dr. Sun Yat
Sen) yang tidak betah dalam negara yang bersadarkan filsafat Kong Hu Cu.

B. Perkembangan Agama Kristen Di Tiongkok (Akhir Abad 19-Awal Abad 20)


Akhir abad 19 hingga awal 20, perkembangan agama Kristen di Tiongkok dapat dikatakan
mengalami kemajuan pesat. Tahun 1914, keseluruhan orang Kristen (RK dan Protestan) sudah
mencapai angka 2 juta orang dan tahun 1940 mencapai 4,5 juta orang (85% RK). Pengaruh orang
Kristen di Cina jauh lebih besar dari jumlah jemaat dibandingkan dengan jumlah semua orang Cina
terutama pengaruh jemaat Protestan (1 % dari jumlah penduduk ketika itu). Pendidikan di lembaga-
lembaga Kristen telah berhasil menciptakan kelompok masyarakat Tionghoa yang menjadi teladan
baru di bidang lingkungan dan keluarga yang secara tradisionil sangat penting bagi orang Tionghoa.
Dua orang yang memberi pengaruh, yakni:
1) Dr. Sun Yat Sen. Ia disebut sebagai “Bapa Tiongkok Modern” yang juga sangat dihormati
kelompok masyarakat komunis Cina. Lahir tahun 1866 dekat kota Kanton. Oleh kakaknya, ia
dibawa ke Honolulu (AS) dan di sana ia belajar di lembaga pendidikan gereja Anglikan yang
melaluinya ia dibaptis menjadi Kristen walau kakaknya melarangnya. Setelah dari Honolulu,
Sun Yat Sen kembali ke Cina (desanya) dan membawa sebuah Alkitab serta
memperkenalkan diri sebagai seorang Kristen. Di Hongkong ia kemudian belajar sebagai
mahasiswa kesehatan di sebuah Rumah Sakit zending yang selanjutnya ia berpraktek
sebagai seorang dokter. Saat inilah karier politiknya diawalinya, di mana ia tertarik kepada
sebuah gerakan yang sebelumnya sudah ada yaitu menggantikan negara Kong Hu Cu yang
lama ke sebuah bentuk negara republik rakyat Cina yang modern. Perjuangan revolusi Sun
Yat Sen akhirnya berhasil tahun 1911, tentunya melalui tantangan yang luar biasa
berbahaya bagi dirinya. Dalam tahun ini, Sun Yat Sen diangkat menjadi Presiden Republik
Cina pertama untuk memerintah beberapa tahun yang kemudian digantikan oleh Chiang Kai
Sek juga seorang Kristen.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 44

2) Chao Tsu Chen (1888-1960). Latar pendidikannya diawali di sebuah sekolah zending
Anglikan. Hingga tahun 1924, ia menjadi guru besar dalam ilmu sosiologi dan filsafat (1926
menjadi dekan fakultas ilmu agama-agama di universitas Yenching – Peking). Tahun 1948
menjadi salah seorang ketua DGD , namun oleh tekanan rezim komunis ia terpaksa
meletakkan jabatan sebagai ketua DGD juga sebagai guru besar. Karya-karyanya yang
terbesar lainnya bagi gereja Cina, ia sebagai penyair yang termahsyur sekaligus sebagai
pengarang banyak nyanyian ibadah gereja Tionghoa.

BAB IX
AGAMA KRISTEN DI MYANMAR (BIRMA), MUANG THAI (THAILAND)
SERTA VIETNAM
A. Gambaran Umum Myanmar (Birma)
Negeri ini adalah bekas jajahan Inggris, yang dari tahun 1937-1942 secara administratif
bergabung dengan India. Tahun 1942-1945 (sama seperti Indonesia) negeri ini dijajah oleh Jepang
dan tahun 1948 memperoleh kemerdekaanya. Myanmar (Birma) adalah sebuah negara yang
dominan menganut Budha Theravada-Hinayana (cabang tertua dan termurni dari agama Budha)
walau banyak penduduknya menganut agama suku. Budha Theravada berdasar pada empat
kebenaran yang mulia, penyebab penderitaan adaalah keinginan atau nafsu. Pembebasan dari
penderitaan diperoleh melalui Ganda Delapan Jalan Mulia . Benar: pengetahuan, sikap, perkataan,
kelakuan, hidup, usaha, kesadaran, ketenangan. Menurut Budha Theravada, hanya biarawan
(Bhiksu) yang dapat mencapai ke “nirwana” (akhir dari segala penderitaan). Karena para biarawan
yang sangat dihormati. Gaya hidup seperti Budha sangat mengakar dalam masyarakat Birma, baik
pemuda, para raja dan lain sebagainya. Adalah sebagai wibawa tersendiri bagi rakyat Birma (laki-
laki) bila menyempatkan diri untuk beberapa tahun mengalami hidup sebagai biarawan. Oleh
karenanya, hal yang wajib bagi seorang di Siam sesewaktu memakai jubah kuning biarawan.
Semboyan yang menjadi landmark-nya orang Birma adalah “orang Thai berarti seorang Budha”.

B. Zending Protestan
Zending Protestan pertama yang merintis misi ke Birma adalah William Carey bersama
kawan-kawannya, selanjutnya diteruskan oleh Adoniram Juson (dari latar belakang gereja
Kongregasional Amerika-kemudian disebut sebagai rasul Birma) dimana di Birma ia bergabung
dengan gereja Baptis sebab keyakinannya akan kebenaran baptisan orang percaya daripada
baptisan anak. Ia tiba di Calcutta-India tahun 1812 dan langsung dibaptis selam, sikap ini
diputuskannya atas pengaruh buku bacaan yang diperolehnya selama berada di dalam kapal
menuju Birma. Dari Amerika bersama isterinya Ann Hasseltine, mereka dikirim oleh lembaga misi
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 45

“American Board of Commisioners for Foreign Missions (ABCFM)” tahun 1811 bersama dengan
enam orang lainnya. Mereka tiba di Birma tahun 1813 dan langsung melakukan usaha PI khusus
kepada para wanita Birma melalui berbagai keterampilan lainnya. Orang Birma pertama yang
berhasil dibaptiskan dari usaha Judson adalah Maung Shway Gnong Nau (1819/20) seorang guru
agama Budha yang ketika itu sangat terkenal di Birma, selanjutnya tahun 1822 delapan belas orang
Birma lainnya dibaptis menjadi Kristen. Pada perang Birma melawan Inggris (1824-1826), Judson
ditangkap dan dipenjarakan selama satu setengah tahun oleh orang Birma sebab dianggap sebagai
orang asing. Setelah keluar dari penjara ia bekerja sebagai juru bahasa untuk pembicaraan damai
antara raja Birma dengan Inggris. Tahun 1826, isterinya meninggal dunia akibat penyakit yang
dideritanya selama Judson dipenjara.
Kemudian untuk kemajuan misi di Birma, ia dibantu oleh George Dana Boardman (seorang
utusan misi dari Amerika) bersama denagan Judson mereka berhasil membaptiskan Ko Tha Byu
(seorang kepala suku Karen). Akhirnya George meninggal dunia dan isterinya kawin dengan
Judson, bersama dengan isterinya yang baru Judson meneruskan usaha misi. Ciri yang ditekankan
untuk pertumbuhan gereja di Birma oleh Judson, ia mengembangkan prinsip “kemandirian-self
supporting: mengurus dan membelanjai diri sendiri”. Prinsip ini kemudian menjadi falsafah hidup
jemaat Birma, “berusaha dengan kemampuan diri sendiri untuk membiayai diri sendiri”. Selama di
Birma Judson bekerja 37 tahun lamanya, dan meninggal tanggal 12 April 1850 dalam perjalanan
pulang ke Amerika atas kesehatannya yang terganggu. Jenazahnya dilemparkan ke laut sebab
lamanya waktu tiba ke Amerika, namun ia dihormati di tengah-tengah gereja Birma (sebagai rasul
orang Birma). Menghargai usaha PI nya, di Rangoon ibukota Birma didirikan sebuah universitas
bernama Yudson Colledge. Metode misi PI Judson di Birma dilakukannya dengan cara:
 Mengadaptasikan diri dengan pola hidup kebudayaan Birma. Ia memakai jubah kuning
sebagai tanda bahwa guru agama, ketika ia berkeliling ke ibukota Ava ia memakai jubah
putih (untuk memperlihatkan bahwa ia bukan orang Budha).
 Ia membangun zayat (tempat istirahat) di tepi jalan, sama seperti zayat Budha. Zayat
adalah gedung panjang dengan serambi yang luas, tempat ia berbicara dan duduk dengan
tamu, ini dimanfaatkan Judson untuk ruangan kebaktian. Untuk ini, Judson belajar di zayat
Budha setempat guna mempelajari cara duduk dan cara berkhotbah yang sesuai dengan
kebudayaan setempat.
 Menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Birma (tahun 1823 kitab PB selesai
diterjemahkan-seluruh Alkitab selesai tahun 1834), usaha ini dilakukannya pertama sekali
dengan menyusun banyak kamus dalam berbagai bahasa Birma (bahasa dominan adalah
bahasa Pali-pemikiran tentang Budha di Birma ditulis dalam bahasa ini), yang akhirnya
membantu dirinya menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Birma sendiri.
 Kesulitan yang dihadapi Judson dalam usaha penterjemahan ini, ia tidak menemukan
konsep falsafah Birma/Budha tentang Allah yang abadi yang tanpa permulaan dan tanpa
kesudahan, sehingga sangat sulit menyampaikan konsep tentang Allah yang benar dan
jalan keselamatan melalui Kristus, sebab tidak didukung oleh pola falsafah kebudayaan
Birma yang lama (Budha).

C. Perkembangan Selanjutnya Gereja Protestan Birma


Dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan di Birma, orang Kristen mengalami tekanan
yang agak keras dari rekan sebangsanya. Orang Kristen dicurigai sebagai orang yang telah kebarat-
baratan, karena mereka sebagai hasil PI Amerika dan Inggris padahal sebelumnya orang Kristen
telah menunjukkan sikap yang nasionalis yang juga turut berjuang dalam perang kemerdekaan
Birma. Tekanan nyata melalui pemerintah Birma terhadap orang Kristen terjadi tahun 1953, dimana
kepada semua perguruan Kristen di Birma diberlakukan UU negara sebagai berikut:
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 46

 Perguruan Kristen tidak boleh mendidik orang-orang yang bakal menjadi guru-guru di negeri
Birma.
 Uang sekolah disetiap perguruan Kristen harus lebih rendah dari uang sekolah di perguruan
pemerintah.
 Gaji guru-guru disetiap perguruan Kristen harus lebih rendah daripada gaji guru-guru di
setiap perguruan pemerintah.
 Perguruan Tinggi Kristen tidak diizinkan di Birma, karena itu Judson Colledge harus ditutup
dan dijadikan perguruan pemerintah, yakni Universitas Birma sekarang.

Sampai tahun 1970, jumlah penduduk Birma yang Kristen diperkirakan hanya sebanyak 4%
(922.923 jiwa) dari seluruh jumlah penduduk Birma. Itupun diasuh oleh 16 denominasi.

D. Muang Thai (Thailand)


Sampai abad 13 Muang Thai masuk kepada kerajaan Mon Khmer (Vietnam), namun
pengaruh imigrasi suku-suku dari Tiongkok Selatan ke Laos dan Kamboja mendorong suku Thai
berhasil mendirikan kerajaan Muang Thai. Sampai tahun 1932, Muang Thai dipimpin oleh seorang
raja, tetapi tahun 1033 negara ini telah berhasil menciptakan suatu konstitusi baru dengan
membentuk suatu pemerintahan yang demokratis. Bentuk pemerintahan inilah yang berlangsung
sampai sekarang. Penting dicatat bahwa negara ini tidak pernah mempunyai pengalaman terjajah
sebagaimana negara Asia Tenggara umumnya. Lembaga misi pertama yang bekerja di Muang Thai
(Thailand) adalah ABCFM yang bekerja tahun 1831, kemudian oleh Misi Baptis Amerika tahun 1833
dan Presbiterian tahun 1840. Ketiga lembaga misi ini bekerja di Thailand tidak berhasil
membaptiskan satupun orang Thailand menjadi Kristen. Beberapa alasan yang mempengaruhinya
adalah:
 Sikap raja Rama III (raja Thailand) yang sangat keras menentang Kekristenan di Thailand.
 Sikap sejumlah misionaris yang menganggap Thailand sebagai jembatan memasuki wilayah
besar Cina. Atas sikap ini, Thailand dianggap sebagai tempat belajar segala aspek
(kebudayaan dan bahasa) Cina sehingga basis pangkalan misi tidak ditemukan di Thailand.

Baru tahun 1833, misionaris baptis John Taylor Jones mengalihkan perhatian misi ke
Thailand. Selama 20 tahun ia bekerja keras menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Thailand,
yang melalui usaha ini dianggapnya sebagai sesuatu yang paling penting dalam misi. Tahun 1840,
58.000 eks kitab PB sudah diedarkan dalam bahasa Thailand. Tahun 1851, J. Taylor Jones
meninggal dunia di Thailand, usahanya dilanjutkan oleh Dan Beach Bradley serta Jese Caswell.
Utusan dari ABCFM dan mereka membawa pendekatan lain dalam PI di Thailand yaitu melalui
keahlian mengajarkan ilmu pengetahuan dan bahasa Inggris. Usaha ini disambut baik kalangan
istana Thailand termasuk pangeran Mongkrut, putra raja Rama III. Caswell mengajari di biara istana
raja sekaligus kesempatan ini dipakainya untuk misi. Sayang, usaha ini juga tidak membuahkan
hasil yang maksimal.
Usaha yang lebih gigih lainnya dilakukan oleh Dan Beach Bradley yang tiba di Thailand
tahun 1835 (tinggal dan melayani di Thailand selama 38 tahun). Sebagai ahli bahasa dan seorang
dokter, ia bekerja untuk misi di Thailand. Ia membawa mesin cetak ke Thailand, selain digunakan
untuk kepentingan misi (mencetak buku-buku Kristen) ia juga mencetak pengumuman-pengumuman
raja misalnya edik yang melarang penggunaan opium dan candu. Usaha-usaha misi Bradley di
Thailand, adalah sebagai berikut:
 Mengajarkan pengetahuan kesehatan modern khususnya tentang pencegahan penyakit
(vaksinasi). Pengetahuan ini juga disampaikannya kepada anggota keluarga istana.
 Dengan dukungan raja, ia membangun balai pengobatan di Bangkok. Dari hasil usahanya
sumbangan Bradley untuk kemajuan bidang kesehatan di Bangkok boleh dikatakan
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 47

membawa pengaruh besar. Namun sayang, untuk perkembangan gereja usaha ini tidak
mempengaruhi apa-apa.

Namun tahun 1851, keadaan berobah. Raja Rama VI memberi izin kepada misionaris untuk
membeli tanah di Bangkok. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk mendirikan sekolah dan RS, misi
dikembangkan dengan metode pelayanan medis, pendidikan, penginjilan keliling dan pelayanan
buku-buku. Metode ini direalisasikan dengan:
 Pelayanan medis yang disambut baik oleh raja dan merupakan jalan praktis melayani
masyarakat; atas usaha ini sampai tahun 1911-1913, orang Laos berbondong-bondong
masuk Kristen.
 Sekolah-sekolah dibangun sebagai jalan penginjilan utama, khususnya oleh misi
Presbiterian. Oleh rasa antusias rakyat Thailand mengecap pendidikan barat tahun 1911
telah ada 37 sekolah Presbiterian dengan 800 siswa. Tahun 1938 ada 65 sekolah dasar
dengan enam sekolah lanjutan dengan murid 5000 orang.
 Penginjilan langsung berjalan terus.
 Buku-buku Kristen diterbitkan dan diedarkan terutama Alkitab.

Hingga tahun 1925, masyarakat Thailand yang menjadi Kristen hanya mencapai 1 % dari
seluruh penduduk Thailand, ini disebabkan sikap orang Thailand secara keseluruhan sangat kuat
terhadap Budhist sebagai ukuran rasa nasionalisme Thailand.

E. Vietnam
Sebagai salah satu negara Indo-Cina, Vietnam adalah pertemuan dua kekuatan dan
kebudayaan besar di Asia yaitu India dan Cina. Dengan sendirinya agama dan kebudayaan Vietnam
dipengaruhi oleh Budha Hinayana, Hindu dan Kong Hu Cu sebagai mayoritas dianut penduduknya
di samping agama primitif dan Cao Dai yaitu agama campuran dari Kristen, Budha dan Taoisme
(ingat Sikh di India sebagai campuran agama Islam dan Hindu). Misi Protestan pertama masuk ke
Vietnam terjadi tahun 1911 oleh CMA melalui pendirian sekolah Alkitab, percetakan dan penyebaran
buku-buku Kristen sedang usaha melalui sekolah umum, RS, dan pembangunan sosial ekonomi ini
kurang diperhatikan. Tidak banyak dapat dijelaskan mengenai perkembangan kekristenan (sejarah
gereja) di Vietnam sebab sampai masa Perang Dunia II para misionaris baik dari pihak RK dan
Protestan sangat sulit masuk ke negara ini. Keadaan ini disebabkan oleh pendudukan Jepang atas
Vietnam, dimana Amerika sebagai musuh bebuyutan Jepang dalam perang itu. Konsekwensi hal ini,
Jepang melihat fakta latar belakang misionaris yang dominan berasal dari Amerika dan Inggris serta
Francis.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 48

BAB X
AGAMA KRISTEN DI JEPANG
Mengenai sejarah misi gereja Protestan di Jepang, karya pelayanan Kanzo Uchimura (1861-
1930, seorang yang lahir dari keturunan keluarga Samurai dididik dalam latar belakang agama Kong
Hu Cu dan Budha) Toyohiko Kagawa (1888-1960) cukup mewakili penjelasan sebab karya
keduanya sangat representatif untuk menerangkan Kekristenan di Jepang.

A. Kanzo Uchimura
Kanzo Uchimura, membuka Jepang bagi jalur lalu lintas dunia dan 7 tahun sebelum Mikado
Mutsuhito (dinasti Meiji) memegang kuasa (1868). Masa zaman inilah modernisasi di Jepang dimulai
dengan menerima banyak unsur barat di Jepang. Zaman modernisasi ini pula yang mempengaruhi
misi Uchimura memperlihatkan suatu pengetahuan yang luar biasa tentang sastra dan sejarah barat
dan Amerika. Bahkan pada zamannya, ia adalah orang Jepang terbaik yang mampu menguasai
bahasa dan kebudayaan Inggris. Akan tetapi tradisi kuno Jepang masa itu tetap dipegang kuat oleh
seluruh masyarakat, yaitu: menganggap kaisar sebagai keturunan dewa yang harus dipuja dan
disembah (sifat nasionalisme Jepang diukur melalui sikap pemujaan terhadap kaisar). Oleh karena
itu, ancaman mati adalah hukuman bagi setiap orang Jepang yang berpindah ke agama Kristen
(sampai abad 17). Baru tahun 1889, dikeluarkan UUD baru di Jepang yang memberi kebebasan
untuk memeluk sebuah agama baru.
Misionaris barat pertama memasuki Jepang terjadi tahun 1859, namun sampai selanjutnya
pembaptisan hampir tidak pernah terjadi. Hal ini dipengaruhi oleh watak khusus orang Jepang yang
sangat individualistis dan intelektualistis. Sifat ini pula yang menyebabkan pembaptisan masal tidak
pernah berlangsung di Jepang selama sejarah. Orang Jepang hanya mau diyakinkan secara
perorangan, itupun hanya untuk golongan terpelajar Jepang saja. Oleh pengaruh modernisasi di
Jepang, pemerintah mendirikan sebuah “Akademi Pertanian” di Saporo (Jepang Utara) dengan
mengundang W.S. Clark (seorang ahli pertanian Amerika) sebagai kepala seklah. Siswa pertama
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 49

sekolah ini ada sebanyak 15 orang, dan ternyata Clark berhasil membaptiskan mereka menjadi
Kristen salah seorang di antaranya Kanzo Uchimura. Bersama dengan teman-temannya, Uchimura
membentuk sebuah jemaat kecil yang terdiri dari 8 anggota tanpa dipimpin oleh seorang pendeta
(termasuk Clark). Mereka bergantian memimpin ibadahnya yang dilakukan di kamar orang yang
memimpin kebaktian itupun dengan peralatan yang sederhana.
Cara mereka menghayati agama Kristen agak bersifat intelektualistis, sebab belum ada
buku-buku Kristen dalam bahasa Jepang (hanya berbahasa Inggris yang setengah dimengerti).
Dengan cara mereka sendiri, selama dalam masa pendidikan (empat tahun) mereka bergumul
dalam agama Kristen di asrama kampusnya. Setelah tamat, Uchimura kembali ke desanya dan
berhasil membujuk seluruh keluarganya menjadi Kristen (padahal ayahnya adalah seorang ahli
sastra Tionghoa dan penganut Kong Hu Cu). Caranya, Uchimura meletakkan tafsiran kitab Markus
(terjemahan bahasa Tionghoa terdiri dari lima jilid) ke meja kerja ayahnya namun setiap kali ayahnya
membuangnya ke tong sampah setiap kali itu pula Uchimura meletakkannya di atas meja tulis
ayahnya, sampai yang terakhir kalinya ayahnya berhasil dimenangkannya (membacanya) dan
demikian kepada keluarganya.

B. Sikap Kanzo Uchimura Terhadap Semangat Nasionalisme di Jepang


Ada semboyan Uchimura yang sangat terkenal bagi teologi dan kekristenan Jepang
sekaligus sebagai prinsip hidup baginya. Semboyan itu adalah: Two J: I Love Two J, No Third, One
is JESUS and Other Is JAPAN. I don’t know which I love more, JESUS or JAPAN. Semboyan ini
ditulisnya dalam karyanya yang berjudul: “ How I became a Christian”. Buku ini telah diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia dengan judul “Matahari Yang Membuat Zat Lilin” . Melalui prinsip yang
sangat simpatik seperti ini, Uchimura tetap sangat kritis terhadap bangsa dan negerinya. Ia menolak
nasionalisme sempit berlangsung di masyarakat Jepang yang hingga akhir abad 19 sikap seperti ini
merajalela di sana. Nasionalisme sempit yang membawa Jepang melakukan penyerangan kepada
Tiongkok dan petualangan Pasifik serta Indonesia (PD II). Ia sangat menyuarakan agar Jepang
menghapuskan persenjataannya dan menjadi suatu negara perdamaian.
Atas kritik seperti ini, muncul kebencian dari pihak yang bersikap nasionalistis kepada
Uchimura di Jepang dan memandang curiga baginya yang sangat berpihak kepada unsur-unsur
Barat di Jepang. Demikian sebaliknya sikap para zending Barat, yang memandang curiga baginya
bersikap nasionalistis. Padahal adalah jelas bahwa sikapnya serentak universil dan nasional, luas
dan cukup konkrit. Kalimat di bawah ini bisa disimak untuk menjelaskan pernyataan ini: “saya
dibenci oleh teman-teman senegeri saya demi Yesus sebagai seorang yaso (penghianat) dan saya
tidak disukai oleh para zending asing (Barat) demi Jepang, karena mereka memandang saya
sebagai nasionalisme yang picik…Yesus dan Jepang. Iman saya tidak merupakan suatu lingkaran
yang hanya mempunyai satu titik pusat saja, melainkan merupakan sebuah elips yang mempunyai
dua titik pusat. Yang satu memperkuat yang lain, Yesus memperkuat dan memurnikan kasih saya
terhadap Jepang, dan Jepang membuat kasih saya terhadap Jesus menjadi lebih terang dan
obyektif”.
Sikap paling kritis dalam hidupanya terhadap kebudayaan Jepang terjadi tahun 1880, yakni
saat perayaan: “kebangunan nasionalis Jepang” berlangsung. Dalam perayaan itu, segala sesuatu
yang berbau Jepang mendapat penekanan baru termasuk pribadi sang kaisar yang menjadi
lambang dewa. Setahun kemudian 1891, ia (staf pengajar di Akademi Pemerintah Tokyo) bersama
dengan semua guru dan mahasiswa di Tokyo harus mengadakan perayaan nasionalisme ini. Satu
eksemplar dari surat keputusan kaisar mengenai pendidikan dipamerkan di setiap sekolah (aula
universitas tempat Uchimura mengajar). Namun untuk menghormati surat kaisar semua guru/dosen
harus tunduk menghadap ke arah dokumen. Uchimura tetap berdiri tidak mau tunduk (bukan berarti
tidak hormat). Tetapi atas sikapnya huru-hara besar telah mendahului terjadi, beberapa hari
kemudian teman-temannya berhasil meyakinkan Uchimura bahwa acara itu hanya mempunyai arti
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 50

sosial pendidikan, bukan religius. Walau terlambat Uchimura tetap dipecat dari Akademi tempat ia
mengajar (namun lepas hukuman penjara) dan sampai akhir hayatnya tahun 1930 ia hidup sebagai
seorang wartawan (tahun 1905-1930) dan penerbit literatur Kristen Jepang, secara khusus majalah
“The Christian Intelligencer”.
Dari penjelasan di atas, nampak jelas bahwa Uchimura adalah seorang yang pietis dalam
arti yang sebenarnya. Ia berpegang sangat kuat kepada Alkitab dengan bacaan-bacaan teologi yang
sangat luas. Ia sangat mengasihi Kristus dan mengasihi Jepang. Percaya kepada kedatangan
kembali Yesus Kristus dan menolak dengan tegas pandangan bahwa orang Kristen seolah-olah
hanya menyibukkan diri dengan menyebarkan kebudayaan.

C. Toyohiko Kagawa
Lahir di Kobe tanggal 10 Juli 1888 dari seorang ibu Geisha (gundik) seorang politikus dan
pembesar Jepang. Sebelum usia empat tahun kedua orangtuanya telah meninggal dunia. Ini berarti
masa anak-anak dilaluinya dengan pahit, ia dipelihara oleh ibu tiri dan neneknya di desa Awa dan
mendapat perlakuan kurang baik dari mereka. Pergaulan dengan alam (akibat situasi yang tidak
menyenangkan di rumah) membuat ia sangat cinta dengan alam, melaluinya ia mendapat
kedamaian. Kenyataan selanjutnya hidupnya, pengalaman ini sangat mempengaruhi watak dan
corak berpikirnya. Masa remajanya dilaluinya di rumah pamannya dan di sini pun Toyohiko kurang
mendapat perlakuan baik. Corak hidupnya yang dibentuk alam sangat membedakan dirinya dengan
teman sebayanya di lingkungan rumah pamannya, sehingga ia tidak dapat berbaur melaluinya. Sifat
kesendiriannya ternyata secara tidak disadarinya membawa hasil positif baginya sebab melaluinya
ia dipengaruhi untuk lebih banyak membaca dan belajar. Bakat kecerdasan yang nampak dalam
dirinya mempengaruhi pamannya mengirimnya diajar (bahasa Inggris) oleh pendeta zending
Presbyterian yaitu Dr. Harry Myers, inilah awal perubahan luar biasa dalam dirinya. Myers mengajari
Toyohiko bahasa Inggris dengan memakai Alkitab bahasa Inggris dan dalam waktu singkat ia
sanggup menghafal isi Mat. 5-7 dalam bahasa Inggris, ternyata isinya membawa kesan yang sangat
dalam bagi jiwanya. Sehingga sebelum dirinya dibaptis ia sudah berdoa supaya bisa sama dengan
Kristus. Pokok doanya setiap hari “jadikanlah aku seperti Kristus” . Baru pada usia 15 tahun Toyohiko
dibaptis menjadi Kristen oleh Myers itu pun tanpa memberitahukan kepada pamannya, dan saat
itulah misi PI Toyohiko Kagawa dimulai di Jepang.
Atas perhatian pamannya, ia melanjutkan studi ke universitas Imperial (PT terbesar di
Jepang ketika itu). Namun ketika pertama sekali pamannya mengetahui bahwa ia telah menjadi
Kristen dan Kagawa sendiri mengatakan bahwa ia akan mengabdikan diri kepada Injil, pamannya
mengusirnya dari rumah. Namun Myers menampung Kagawa bahkan memberinya beasiswa untuk
studi di Presbyterian Junior Colledge –Tokyo (1905). Masa studi di sekolah ini tidak dijalaninya
dengan baik (sebab penyakit TBC menyerang dirinya), namun bersama dengan mahasiswa lainnya
ia menyoroti masalah-masalah sosial secara ilmiah. Mereka mulai berbicara tentang masalah-
masalah sosialisme (masalah yang dilarang dibicarakan di Jepang ketika itu) dan masalah politik.
Mengkritik kebijakan pemerintah memerangi Rusia, mereka menyatakan diri sebagai yang anti
perang dan anti kekerasan.
Penyakit TBC yang parah dideritanya dan mengharuskan ia “dibuang” dari komunitasnya di
sekolah dan tinggal di gubuk kotor di tepi pantai. Namun sepanjang tahun dalam penyakitnya, ia
masih menyempatkan diri melakukan misi PI ke orang-orang di sekitar rumahnya. Bahkan ia sempat
menulis novel yang kemudian novelnya ini menjadi sangat terkenal dan sangat laku, judulnya:
“Across the Death Line”. Dengan luar biasa ternyata kematian tidak segera menjemputnya, setelah
sembuh ia masuk ke Seminary Theologia di Kobe. Di sinilah ia terjun ke masyarakat miskin dan
berusaha melakukan sesuatu yang menolong mereka. Dan tahun 1909 saat perisiwa Natal, ia
mengambil keputusan penting dalam hidupnya untuk membaurkan dirinya secara menyeluruh
kepada kehidupan orang miskin di Kobe dan untuk itu ia tinggal menetap di sebuah slum
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 51

(perkampungan sangat kumuh) yang bernama Shinkawa. Beberapa kegiatan Toyohiko Kagawa
menanggulangi masalah-masalah di Sinkawa:
 Dimulainya zaman industrialisasi (1890) secara besar-besaran di Jepang ternyata
sangat menghasilkan fenomena sosial yang sangat rumit. Salah satu dampak besarnya
adalah banyaknya muncul perkampungan slum sebagai tempat berkumpul orang-orang
yang menjadi korban (tergusur dari tanahnya, kehilangan pekerjaan akibat desakan produk
industri, mengadu nasib, pelacuran dan masalah sosial lainnya) industrialisasi. Di tempat
semacam inilah Kagawa tinggal dan sungguh-sungguh menerapkan kasih terhadap sesama
manusia sebagaimana dipelajarinya dari Injil. Segala apa yang ada padanya diberikan
kepada sesamanya, bahkan nyaris tak tersisa bagi dirinya sendiri.
 Dari slum, secara teratur ia mengadakan pertemuan terbuka dan menjalankan PI.
Namun selama bertahun-tahun usahanya tidak membuahkan hasil bahkan ia mengalami
kenyataan pahit akibat ulah sebagian penghuni slum yang tidak tahu berterima kasih walau
melaluinya Kagawa tidak pernah putus asa dan berniat akan meninggalkan tempat itu.
 Melalui slum, Kagawa melakukan studi ilmiah dan menuangkannya dalam bukunya.
Salah satu karya terbaiknya tentang masyarakat slum adalah “The Fsykology of Poverty”.
Buku ini kemudian menjadi best seller dan isinya mendapat perhatian pemerintah secara
serius untuk menghapuskan slum di seluruh kota Jepang dan menggantikannya dengan
perumahan murah. Isi buku Kagawa secara singkat membahas secara ilmiah dan
mendalam tentang: penghuni slums “penyebabnya, efeknya, dan cara menanggulanginya”.
 Di tempat ini juga ia bertemu dengan seorang wanita ( Haruko Shiba, dalam bahasa
Jepang artinya: “Musim semi”. Haruko adalah karyawan sebuah perusahaan penjilidan, dan
ia sering menghadiri pertemuan-pertemuan Kagawa sekaligus sering membantu
pelayanannya dan pada akhirnya mereka menikah. Segera setelah menikah, mereka tetap
kembali ke slum di Shinkawa sampai akhir hayatnya si isteri mengabdikan diri kepada
pekerjaan suaminya.
 Kagawa juga mengorganisir masyarakat slum dengan tujuan, memperbaiki taraf hidup,
memperjuangkan nasib mereka dan menyelenggarakan pendidikan ala kadarnya.
 Bagi para petani Shinkawa, ia menyelanggarakan pendidikan, mendirikan koperasi dan
memperkenalkan teknik bertani yang efisien dan ilmiah, memperbaiki lingkungan hidup serta
perumahan mereka, supaya hidup lebih sehat.
 Tahun 1915-1917, ia melanjutkan studi ke Amerika dan kembali ke Shinkawa sampai
tahun 1922. Bersama dengan seorang tokoh gerakan buruh mendirikan Serikat Buruh
Jepang, dan serikat petani Shinkawa dibuat menjadi cabang induk. Atas kesalahpahaman
para petani terhadap khotbahnya, memunculkan gerakan pemberontakan petani di Jepang
ke arah anarkisme terhadap para majikan. Peristiwa ini terjadi tahun 1921 terhadap
perusahaan Kawasaki dan Mitsubishi. Walau gerakan ini tidak disetujui Kagawa, ia tetap
membela para petani dan mengecam para pengusaha yang akhirnya oleh pemerintah ia
dipenjarakan. Namun oleh tuntutan gerakan massa, ia akhirnya dibebaskan dan keluar
sebagai raja bagi rakyat.

Dana yang dipakai oleh Kagawa untuk mendukung semua kegiatan ini, diambilnya dari
seluruh hasil penjualan karya bukunya. Akhirnya sejak tahun 1925-1938, Kagawa menjadi utusan
gereja Jepang untuk konferensi gereja tingkat dunia. Tahun 1928 ia diutus ke konferensi
International Missionary Council di Yerusalem, dan tahun 1938 di Tambaran India. Dalam masa
perjalanan itu, Kagawa tetap mengusahakan PI dan menganjurkan ide-ide cemerlangnya tentang
menciptakan suatu masyarakat yang lebih adil di antaranya melalui sistem koperasi.

D. Sikap Toyohiko Kagawa Terhadap Nasionalisme di Jepang


S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 52

Sikap Kagawa terhadap nasionalisme Jepang, nampak dari peristiwa hidupnya antara tahun
1940-1945. Masa tahun ini, ia tiga kali dipenjarakan pemerintah karena alasan tidak mau
menyembah dan mengakui kaisar lebih tinggi dari Kristus (hal yang wajib kepada setiap orang
Jepang). Sebab lain adalah, protesnya terhadap keterlibatan pemerintah Jepang dalam PD II dan
menolak anjuran pemerintah untuk bersama dengan orang-orang Kristen lainnya mendukung
pemerintah dalam PD itu. Berbagai usaha dilakukan pemerintah untuk menyingkirkan Kagawa
namun tetap gagal. Bersama dengan pengikutnya (yang tergabung dalam gerakan kerajaan Allah)
berusaha menolong korban politik PD II. Puncak usaha Kagawa dalam hal ini, terjadi ketik a peristiwa
bom atom jatuh di Hiroshima (10 Maret 1945) dan Nagasaki (Agustus 1945) yang menewaskan lebih
100 ribu orang. Kagawa sangat mengutuk pemerintah Amerika melalui gereja dengan mengatakan
“Allah tidak pernah memaksudkan pemakaian tenaga atom dengan cara apapun”.
Atas sikapnya ini, pemerintah Jepang merubah sikap kepada Kagawa. Ia mendapat
penghargaan pemerintah melaluinya dan ide-idenya dipakai oleh pemerintah untuk membangun
kembali Jepang dari kehancurannya. Bahkan kepadanya ditawari menteri dan dicalonkan anggota
parlemen mewakili para buruh. Semua tawaran ini ditolaknya hanya karena alasan: “ayahku
seorang politikus dan aku harus tetap sebagai seorang pekabar Injil. Aku dipanggil Tuhan bukan
untuk menjadi politikus, melainkan hanya untuk memberitakan Injil” . Hikmat misi Uchimura dan
Kagawa, yang mungkin mengilhami kita sekarang:
 Dari misi Uchimura, nampak bahwa gereja di Jepang menghadapi perjuangan rangkap,
yaitu melawan semangat nasionalisme yang berkobar-kobar dan melawan ketidakadilan di
bidang sosial yang timbul akibat industrialisasi yang pesat. Dalam diri Uchimura ada reaksi
gereja menanggulangi masalah sosial di Jepang.
 Sama seperti Uchimura, Kagawa adalah seorang mistikus yang setiap hari
berkontemplasi dan terjun ke dalam masalah-masalah sosial. Ia penuh cinta kasih terhadap
sesama, dan berjuang sekuat tenaga melawan ketidak-adilan. Ia menekankan pentingnya
pengorbanan diri secara perorangan demi pertumbuhan gereja, dan dengan tekun
menangani masalah-masalah strukturil. Tidak mau mencampuri masalah kehidupan politis,
tetapi mempunyai pengaruh yang mendalam atas kebijaksanaan pemerintah Jepang di
bidang sosial. Ia mencintai tanah airnya, tetapi ia tidak bersedia memutlakkannya.

E. Seichi Yagi (Kristus Dan Budha)


Seichi Yagi adalah seorang yang ahli pada bidang Biblika (PB), ia menyelesaikan studinya
di Universitas Gottingen Jerman dan memperoleh gelar Professor dari Institut Teknologi Tokyo.
Seichi Yagi mengabdikan diri mengajar di beberapa universitas seperti Universitas Tokyo,
Universitas Kristen Internasional di Tokyo, Universitas Hanazono Zen di Kyoto dan Universitas
Berne di Switzerland. Ia merupakan tokoh yang memprakarsai berlangsungnya dialog antara Budha
dan Kristen di Jepang. Beberapa buku yang merupakan hasil karyanya berjudul: “Christ and Jesus”,
“Contact Points between Buddhism dan Christianity”, dan “Paul/Shiran-Jesus/Zen (diterjemahkan
dari judul bahasa Jepang)”.
Satu hal yang sangat menarik dari pikiran teologianya adalah topik mengenai: “Sidharta
Gautama dan Yesus Dari Nazaret (Ajaran & Cara Mereka Mengajar)”. Dalam pikiran ini, Seichi Yagi
membandingkan antara Gautama dan Yesus dimana menurut dia keduanya adalah pendiri dua
tradisi keagamaan besar. Dia memperlihatkan kemungkinan untuk memahami Gautama dan Yesus
sebagai dua tokoh besar yang di dalam situasi dan tradisi masing-masing telah mewujudkan
kebenaran kepada umat manusia. Untuk argumennya ini, pertama sekali Seichi Yagi meneliti
masalah-masalah yang dulu dihadapi Gautama muda. Menurut Seichi Yagi, Sidharta Gautama telah
menyadari bahwa hidup ini berisi banyak penderitaan, maka ia melepaskan kedudukannya sebagai
seorang pangeran dan pergi mencari pembebasan dari penderitaan. Analogi Seichi Yagi terhadap
Yesus, ia menggali dan menelitinya pada peristiwa Yesus yang historis dan melaluinya ia melihat
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 53

persoalan hidup manusia. Menurutnya, Alkitab telah menceritakan bagaimana Allah telah memilih
umat Israel dan membebaskannya dari perbudakan Mesir serta menjanjikan kepada mereka
kedamaian dan kemakmuran asal mereka taat kepada Hukum Allah (Taurat). Ditegaskan oleh Seichi
Yagi bahwa melalui peristiwa Yesus historis, Yesus telah membuktikan tindakan-tindakan
penyelamatan Allah itu.

BAB XI
KEKRISTENAN DI KOREA DAN TAIWAN
A. Gambaran Umum Korea dan Letak Geografis
Hingga sebelum tahun 1940 wilayah Korea tetap satu sebagai wilayah dan pemerintahan,
namun akibat (setelah) Perang Dunia II, Korea menjadi dua wilayah dan pemerintahan. Letaknya
berada di daerah yang sangat strategis sebab diapit oleh tiga negara besar: Cina, Jepang, dan
Rusia (semenanjung Korea) dan luasnya kira-kira satu setengah kali besarnya pulau Jawa. Oleh
letaknya yang seperti ini, sejarah politik Korea sangat dipengaruhi bahkan ditentukan (intervensi)
oleh Jepang dan Cina. Di samping Jepang dan Cina berusaha saling berebut pengaruh dan
kekuasaan politik di Korea, kedua negara ini sepanjang perjalanan sejarahnya menjadikan Korea
sebagai medan perang pertempuran antara keduanya. Dari sudut kebudayaan kedua negara ini juga
tidak terlepas dari pengaruh Cina dan Jepang namun dalam bidang bahasa khususnya bagian
Selatan, wilayah ini memiliki bahasa sendiri dan mitos-mitos kuno yang menceritakan asal-usulnya.
Sejak abad ke 4 agama Budha dari Cina telah berpengaruh hingga abad ke 14. Dari pengaruh
kebudayaan Cina, Korea sangat menghargai etika Kong Hu Cu. Khususnya pada sikap bakti anak
terhadap berhala: “roh-roh yang berdiam di dalam alam, misalnya dalam batu besar, pohon, air, dan
langit” keselamatan dianggap sebagai keselarasan kembali dengan alam semesta.
Sebagaima sudah disebutkan, pemisahan Korea menjadi dua negara ini terjadi masa pasca
PD II, dan sangat ditandai oleh kalahnya Jepang (bom atom Hiroshima dan Nagasaki) dalam perang
itu melawan Amerika dan sekutunya. Kekalahan Jepang dalam PD II mengakhiri penderitaan orang
Kristen di Korea. Pasca PD I, Korea dibagi menjadi dua. Utara diduduki oleh Rusia yang beraliran
komunis dan Selatan diduduki oleh Amerika. Selanjutnya Syngman Rhee, seorang Kristen dari
denominasi Methodist berlatarbelakang pendidikan Amerika menjadi Presiden pertama Korea
Selatan. Oleh Rusia, bagian Korea Utara wilayah ini dibentuk menjadi negara komunis di bawah
pimpinan presiden Kim Il Sung. Perang saudara antara Selatan dan Utara selama tahun 1950-1953
sangat mewarnai polarisasi hubungan diplomatik (politik) kedua negara ini hingga masa selanjutnya.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 54

Polarisasi ini menjadi warna yang sangat gelap bagi sejarah hubungan keduanya masa selanjutnya
sebab akibat perang saudara itu telah menewaskan lebih 3 juta jiwa penduduk keduanya.

B. Misi Protestan di Korea


Pertumbuhan kekristenan (sesuai bukti sejarah) di Korea telah dimulai abad ke 7 melalui
Kristen Nestorian. Namun abad 16 ketika pendudukan Jepang masuk ke Korea dimana di antara
pasukan tentara Jepang sudah ada orang Katolik, mereka ini telah melakukan misi di Korea. Namun
secara mengejutkan, masa abad 18 perkembangan kekristenan di Korea terjadi dan bukan sebagai
hasil misi Eropa tetapi sebagai usaha bangsa Korea sendiri. Peristiwa ini berawal dari seorang ahli
Kong Hu Cu Korea bernama Lee Sung Hoon, yang oleh pemerintah mengutusnya ke Beijing (1784).
Di Beijing ia menemukan karya Mateo Ricci tentang: “Ajaran yang benar tentang Raja Sorga”.
Melalui karya ini ia percaya kepada Yesus dan dibaptis di kota Nanjing-Cina. Selanjutnya Lee S.
Hoon pulang ke Korea dengan melakukan PI kepada teman-temannya (golongan terpelajar Kong Hu
Cu). Usaha PI ini membawa hasil walau tidak sebesar perkembangan selanjutnya kekristenan di
Korea (hingga thn 1794 orang Kristen Korea telah ada sekitar 4000 orang). Mereka inilah
selanjutnya dilayani oleh para misionaris Katolik hingga tahun 1911.
Dapat dikatakan bahwa: “hubungan perdagangan dan diplomatik Barat dengan Korea
membuka jalan misi Protestan pertama di Korea” dan kerjasama ini mulai berlangsung tahun 1882.
Hubungan perdagangan inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh Amerika sebagai bangsa pengutus
misi paling berhasil di Korea. Tahun 1884-1885 tiga orang misionaris Amerika dari gereja
Presbyterian (Horace Allen-Horace Underwood) dan Methodist (H.G. Appenzeller) – ketiganya
dilengkapi keahlian ilmu kedokteran – tiba di Korea. Khusus Horace Allen, ia datang ke Korea untuk
mengobati pangeran Young Ik Min (putra mahkota kaisar Korea) yang terluka akibat
pemberontakan. Pengobatan yang dilakukan Allen ternyata membawa kesembuhan baginya dan hal
ini memberi peluang bagi didirikannya sebuah Rumah Sakit bersama Underwood di Seoul tahun
1885. Selanjutnya pelayanan kesehatan ini sangat berhasil di Korea hingga tahun 1886. Kemudian
Scranton membuka RS Methodist di Seoul selanjutnya mendirikan sekolah-sekolah dan rumah-
rumah yatim piatu dan Alkitab diterjemahkan serta disebarkan.
Seorang misionaris lainnya yang paling berhasil melakukan misi PI di Korea adalah John L.
Nevius yang tiba di Korea tahun 1890. Sebelumnya (selama 30 tahun) ia telah bekerja di Cina, dan
di Korea ia menerapkan metode pelayanan misi yang kemudian (disimpulkan oleh C.A. Clark dalam
disertasi Ph.D bidang Sejarah Misi) disebut sebagai metode Misi PI Nevius, yakni:
 Prioritas Penginjilan: PI pribadi dengan jangkauan luas. Misionaris jangan hanya tinggal
di satu tempat dengan urusan-urusan administrasi, tetapi harus bergerak terus menerus dan
mengadakan perjalanan untuk berkhotbah dan melakukan penggembalaan.
 Alkitab harus sebagai pusat dari setiap bidang dari pekerjaan itu. Untuk itu setiap orang
Kristen harus mempelajarinya secara mendalam.
 Misi yang mandIri (self-propagating): setiap orang percaya harus menjadi saksi bagi
orang-orang yang kurang percaya dan menjadi murid bagi orang yang lebih pandai dari
dirinya. Sasaran menyeluruh bagi setiap orang Kristen dan persekutuan lokal adalah
memperluas pekerjaan itu dengan “metode peng-awam-an”.
 Kepemimpinan yang mandiri (self-government): setiap kelompok jemaat dipimpin oleh
pemimpin yang dipilih dari antara warga jemaat dan tidak digaji, terutama bagi jemaat yang
baru (dalam tahap permulaan). Jemaat yang besar harus dipimpin oleh seorang pengantar
jemaat yang sudah berpendidikan khusus dan digaji oleh jemaat itu sendiri yang kemudian
akan memberikannya kepada pendeta-pendeta. Setiap jemaat lokal bertanggungjawab
membina dan melatih orang awam untuk kemungkinan memimpin secara distrik, wilayah
dan nasional.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 55

 Dana yang mandiri (self-supporting): setiap tempat ibadah didirikan dan ditopang oleh
orang-orang percaya (warga jemaat). Setiap persekutuan sejak mulanya akan memberikan
iuran untuk gaji pengantar jemaat. Setiap sekolah menerima sebagian subsidi, pendeta
jemaat tidak dibiayai oleh dana luar negeri. Untuk membina kemandirian ini, Nevius
menerapkan “metode segenggam beras” dimana ia menganjurkan supaya dalam setiap
menanak nasi, warga jemaat menyisihkan segenggam beras untuk keperluan biaya jemaat.
 Penelaahan Alkitab secara sistematis: meliputi setiap orang percaya di bawah
bimbingan pimpinan kelompok dan pengantar jemaat di dalam kelas-kelas PA.
 Disiplin yang ketat: diselenggarakan melalui pelaksanaan hukuman-hukuman bagi
warga jemaat yang melanggar hukum gereja.
 Kerjasama dan atau perserikatan dengan badan-badan lain, sikap saling menghormati
akan dijalankan.
 Penginjil tidak campur tangan dalam perkara organisasi dan keuangan jemaat (atau
yang berkaitan dengan harta dan soal dana) atau hal yang serupa.
 Bantuan umum sedapat mungkin diberikan dalam mengatasi masalah ekonomi dari
kehidupan bangsa itu.

Masa PD II, Jepang sangat menekan kekristenan di Korea yang olehnya mereka sangat
menderita dan dipaksa untuk menyembah dewa matahari di kuil-kuil Shinto. Gereja (jemaat) juga
dipaksa mendirikan kuil-kuil Shinto di berbagai tempat. Namun sejak kemerdekaan Korea dari
Jepang tahun 1945, hubungan baik gereja dengan pemerintah Korea berlangsung dengan lancar.
Sejak tahun 1945 pertumbuhan kekristenan di Korea berlangsung sangat pesat.
C. Perkembangan Selanjutnya
Di Utara
Pasca perang saudara, gereja sangat berusaha mempengaruhi pemerintahan Kim Il Sung
melalui Partai Demokrat Kristen Korea Utara. Akan tetapi hasilnya justru sebaliknya, komunis
justru menguasai gereja. Namun melalui orang Kristen di lingkungan kekuasaan Kim II Sung (di
antaranya Pdt. Pang Sangsoon) Persatauan Kristen Korea Utara digalakkan kembali. Persatuan
ini berhasil menguasai gereja Presbyterian, Methodist, dan sekolah-sekolah teologi di Korea
Utara. Namun oleh persaingan ketat politik Amerika dan Rusia di Utara dan Selatan sangat
mewarnai polarisasi politik keduanya, persaingan ini justru mempengaruhi komunis sangat kuat
di Utara. Hingga tahun 1970, penekanan terhadap orang Kristen terus berlanjut. Baru tahun
1972 pemerintah Korea Utara memberi kebebasan beragama bagi rakyatnya. Tahun 1989 DGD
bersama Persatuan Kristen Korea Utara memberi perhatian terhadap pertumbuhan gereja
melalui pembangunan beberapa gedung gereja di Pyongyang. Hingga tahun itu, diperkirakan
jumlah orang Kristen Korea Utara baik Katolik maupun Protestan sebanyak + 100.000 orang
jumlahnya.
Di Selatan
Berbeda dengan di Utara, di Selatan kekristenan dapat berkembang dengan sangat pesat.
Beberapa faktor penyebab utama perkembangan kekristenan di Selatan ialah:
 Berlangsungnya pemurnian kekristenan Korea Selatan. Artinya “kekristenan
diidentikkan dengan nasionalisme Korea (Selatan) yang tidak memiliki hubungan dengan
imperialisme Eropa (bnd. sebagian besar pengalaman negara-negara Asia) artinya agama
Kristen murni dianggap sebagai agama modern.
 Berlangsungnya semangat yang sangat tinggi orang Korea untuk mengabarkan Injil
secara pribadi serta berlangsungnya kepemimpinan dinamis dan visi yang sangat luas untuk
misi. Sejak presiden pertama Korea Selatan (Syngman Rhee, hingga tahun 1992, 90 dari
299 kursi legislatif-DPR-di Dewan Nasional Korea diduduki oleh orang Kristen dan 65% dari
jumlah pasukan tentara Korea terdiri dari orang Kristen.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 56

 Berlangsungnya pengaruh Amerika terhadap politik Korea secara baik, serta dijaganya
secara ketat ancaman komunis dari Utara. Karena tekanan komunis terhadap orang Kristen
di Utara, ribuan dari mereka mengungsi ke Selatan.
 Persekutuan doa yang sangat agresif dan menonjol (baik waktu fajar menyingsing dan
sepanjang malam) sangat mewarnai kehidupan iman orang Kristen Korea. Acara televisi
dan radio sangat diwarnai oleh nuansa kekristenan, demikian dengan kampanye penginjilan
nasional hingga tahun 1980 yang melibatkan semua kampanye penginjilan nasional hingga
tahun 1980 yang melibatkan semua denominasi berlangsung sangat kuat di Korea.
 Peranan pendeta yang sangat menentukan sebagai pemimpin yang sangat dihormati
baik di dalam jemaat maupun di luar jemaat. Oleh karenanya kepercayaan yang kuat akan
kekristenan, orang Korea menganggap mereka sebagai bangsa yang bertumbuh kepada
kemajuan paling cepat di dunia.
Kelompok jemaat terbesar dari jemaat Protestan Korea Selatan sampai sekarang adalah
Presbyterian dan Methodist Amerika, serta Anglikan, Adventis. Untuk mengikat berbagai denominasi
gereja di Korea Selatan sejak tahun 1923 telah dibentuk “ Dewan Kristen Nasional” Korea. Warna
baru terhadap teologi gereja di Korea Selatan muncul tahun 1970 melalui perjuangan orang Kristen
menegakkan hak azasi manusia dan keadilan sosial. Teologia baru itu dikenal sebagai “teologia
Minjung (Teologia Rakyat)” yang mencoba mengangkat nasib rakyat jelata di Korea yang selalu
mendapat tekanan dan penderitaan dari penguasa. Zaman sekarang, bentuk pergumulan gereja di
Korea berpusat kepada pelayanan di tengah-tengah masyarakat industri dan masyarakat kota.
Dengan aksi seperti ini, jumlah orang Kristen semakin bertambah. Hingga tahun 2000 diperkirakan
jumlah orang Kristen Korea lebih dari 45% dari seluruh penduduk Korea Selatan.
D. Chung Hyung Kyung
Chung Hyung Kyung adalah seorang teolog Korea di mana awal pengabdiannya ia mulai
sebagai seorang asisten Dosen bidang Teologi Oikumenis di Union Theological Seminary di kota
New York-Amerika Serikat tempatnya menimba ilmu. Selanjutnya di Korea sendiri, ia menyelesaikan
pendidikannya dari Ewha Women’s University-Korea dengan dengan menyandang gelar B.A.
(Bacelor of Arts) tahun 1979. Tahun 1981 ia menyelesaikan studi MA juga dari Korea dan studi
M.Div ia selesaikan dari sekolah teologi di Clermont tahun 1984. Tahun 1989 ia memperoleh gelar
Ph.D dari Union Theological Seminary Boston mendalami teologi Gereja Presbyterian Korea.
Dalam pengabdiannya kepada gereja Presbyterian Korea, ia memfokuskan diri pada bidang
pengajaran dan penelitian yang berorientasi kepada teologi feminis dan eko-feminis yaitu masalah-
masalah pergumulan wanita di dalam gereja Presbyterian Korea. Pada fokus masalah ini, ia
mendalami keadaan spiritualitas wanita, dialog antara Kristen dan Budha, penyakit dan
penyembuhan ditinjau dari latar belakang dan sejarah berbagai keagamaan. Fokus penglihatannya
ia pusatkan pada mistik dan perubahan sosial kemasyarakatan, dan juga sejarah serta isu-isu
penting tentang teologi-teologi kekristenan di Asia. Salah satu karya penelitian Chung Hyung Kyung
yang terpenting adalah posisi, makna atau peranan Yesus bagi perempuan-perempuan di Asia.
Menurutnya, gambaran-gambaran tradisional tentang Yesus yang dipahami orang orang Kristen
Asia nyata telah terpadu kuat dengan pengalaman-pengalaman perempuan-perempuan Asia,
khususnya mengenai gambaran Yesus tentang hamba yang menderita. Gambaran akan Yesus
yang menderita telah memberikan makna kepada perempuan Asia terhadap pergumulannya.
Sebagaimana penderitaan Yesus membawa keselamatan, demikian perempuan-perempuan Asia
mulai memandang bahwa penderitaan yang mereka alami akan mendatangkan penebusan.
Perempuan-perempuan Asia memahami bahwa di dalam segala penderitaan, mereka akan
menemukan keberpihakan Yesus dalam seribu wujud penampakan yang mereka rasakan di dalam
pengalaman hidup mereka. Yesus ikut bersama perempuan Asia menanggung beban kehidupan
berat. Dipahami juga bahwa Yesus tetap sebagai Tuhan, Ia adalah Tuhan yang selalu hadir di
tengah-tengah setiap orang yang percaya kepadaNya (Yesus sebagai Immanuel). Dalam hidup ini,
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 57

dapat dipahami bahwa Yesus adalah benar-benar sumber kehidupan dan menjadi satu alternatif
bagi setiap orang percaya untuk mencari makna dari segala pergumulan hidupnya.

E. Taiwan
Bangsa Eropa pertama menginjakkan kai di Taiwan adalah Portugis tahun 1590 dan pada
saat penemuan itu Portugis menyebut Taiwan sebagai pulau Formosa artinya “pulau yang indah”.
Selanjutnya tahun 1600 Spanyol menduduki Taiwan, selama masa 42 tahun penguasaan, Spanyol
diusir oleh Belanda dari sana yang kemudian 1662 bangsa Cina memasuki serta menguasai
Taiwan. Setelah lebih dari dua abad dikuasai Cina, tahun 1895 hingga PD II Taiwan diduduki oleh
Jepang. Masa penguasaan partai Komunis di Cina (1945) yang menumbangkan partai Nasionalis
Kwo Mintang pimpinan Chiang Kai Sek mengungsi ke Taiwan bersama dengan lebih sejuta orang
pengikutnya. Masa pengungsian ini mereka berhasil menduduki berbagai kota di Taiwan termasuk
Taipe dan kemudian memindahkan pusat pemerintahan Cina ke Taiwan. Inilah yang kemudian
menjadi latar belakang (awal) Taiwan berdiri sebagai satu negara berdaulat. Hingga masa itu,
agama dominan di Taiwan adalah Budha dan Taoisme yang dibawa oleh orang Cina ke negeri itu
walau masih banyak penduduknya beragama animisme terutama penduduk asli. Mereka inilah yang
kemudian masuk menjadi Kristen.
1) Kekuasaan Belanda: 1627-1662
Inilah misi PI pertama di Taiwan (1627-1662), dengan mendatangkan beberapa pendeta
Belanda yang tujuan awal kedatangan para pendeta itu adalah untuk memeliahara
kerohanian pasukan Belanda yang bertugas di Taiwan serta melakukan PI ke masyarakat
Taiwan. Beberapa nama dari mereka dapat disebutkan:
 Gregorius Candidius (tiba tahun 1627) sebelum di Taiwan dia sudah melayani Belanda
di Ternate-Indonesia.
 Robertus Junius tiba di Taiwan tahun 1629, hasil utama misi Junius bersama Candidius
di Taiwan adalah membuka sekolah dan mengajar orang-orang Taiwan. Tahun 1631,
mereka berhasil membaptiskan 50 orang Taiwan. Inilah awal jemaat Protestan pertama
ada di Taiwan. Junius juga berhasil menyusun sebuah buku Katekhismus yang dapat
dipergunakan sebagai bahan pengajaran Kekristenan di Taiwan.
 Daniel Gravius, hasil utama misi pendeta ini di Taiwan adalah menterjemahkan Alkitab
ke dalam bahasa Taiwan yang dicetak di negeri Belanda. Hasil misi Belanda ini tidaklah
berlangsung lama, setelah Belanda meninggalkan Taiwan tahun 1662 oleh dinasti Ming
dari Tiongkok melakukan tindakan penghapusan segenap unsur Kekristenan dari
Taiwan.
2) Sesudah masa 200 tahun lamanya kekosongan misi di Taiwan, maka mulai tahun 1865
orang-orang Presbyterian dari Inggris mulai mencoba mengutus misionarisnya ke Taiwan.
Setelah terlebih dahulu disurvey, orang pertama yang diutus ke Taiwan ialah Dr. Maxwell.
Awalnya Maxwell bekerja untuk orang Kristen Cina Taiwan yang dibantu oleh tiga orang
Kristen Amoi dari Cina yang langsung bergabung dengannya. Namun selanjutnya
pelayanan mereka lebih berterima di kalangan orang Taiwan pribumi dan masa sepuluh
tahun pelayanan, mereka telah berhasil mendirikan 22 jemaat dengan jumlah jemaat kurang
dari seribu orang. Jumlah ini kemudian hari makin bertambah, dan pelayanan misi makin
didukung oleh pendirian berbagai pos PI yang melayani di bidang kesehatan medis.
Selanjutnya masa pendudukan Jepang di Taiwan (1895-1945), orang Kristen Protestan
Taiwan mengalami tekanan hebat. Dengan berbagai cara misi dihambat karena dianggap
berasal dari luar negeri dan agama Shinto dipaksakan dijalankan di seluruh gereja Taiwan.
Sikap penolakan misionaris terhadap kebijakan Jepang ini mengakibatkan seluruh
misionaris diusir dari Taiwan. Hingga tahun 1940, jumlah orang Kristen Protestan di Taiwan
hanya mencapai angka 24.000 orang.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 58

3) Tahun 1945-sekarang
Setelah penguasaan Jepang di Taiwan berakhir (1945), pertumbuhan Kekristenan
berlangsung dengan sangat pesat. Pertumbuhan ini sangat didukung oleh banyaknya orang
Cina mengungsi ke Taiwan tahun 1950 termasuk para misionaris karena tekanan penguasa
Komunis Cina. Jemaat Protestan terbanyak di Taiwan adalah anggota jemaat Presbyterian.

F. Choan Seng Song


Choan Seng Song adalah salah seorang teolog Asia yang pikiran teologianya dikenal luas di
dunia kekristenan. Ia lahir pada tanggal 19 Oktober 1929 di Taiwan, berasal dari keluarga yang
berlatarbelakang gereja Presbyterian. Keluarganya adalah pendatang dari China dan merupakan
keturunan pendatang yang sejak abad ke-17 pindah dari Fukian-Cina ke Taiwan. Dua hal yang
mempengaruhi teologi Choan Seng Song, adalah: “kepelbagaian tradisi dan budaya yang ada di
Taiwan, serta Taiwan sebagai korban langsung penentuan politik asimilasi Jepang”. Oktober 1945,
Choan Seng Song menamatkan pendidikan menengahnya dengan menguasai bahasa Mandarin,
Taiwan, Jepang dan Inggris. Ia melanjutkan studinya ke Perguruan Tinggi Matral Taiwan University
pada jurusan filsafat. Tahun 1954 ia memperoleh gelar B.A. dan tahun 1955 ia melanjutkan studi
teologi di New Colledge-Universitas Edinburgh yang merupakan pusat pendidikan teologi Calvinis
dan selanjutnya tahun 1958-1959 ia memperdalam ilmu teologinya di Union Theological Seminary-
New York. Di seminari ini Choan Seng Song mempelajari teologi sistematik, teologi Perjanjian Lama
dari James Bart dan memperdalamnya dengan mengadakan penelitian arkeologis bersama kawan
studinya ke tanah suci Yerusalem. Tahun 1960 Choan menamatkan studi di New York dan kembali
ke Taiwan. Selama dua tahun ia bekerja di Taiwan Theological Colledge, ia mengabdi sebagai
tenaga pengajar untuk bidang PL. Kemudian tahun 1965, ia mendapatkan gelar Profesor dan
menjadi rektor pada universitas tersebut. Selama di Taiwan Theological Colledge ia mencoba
mempraktekkan teologi Barat di Asia yang diperhadapkan dengan aspek-aspek kebudayaan dan
religius yang terdapat di dalam masyarakat Taiwan. Choan Seng Song berusaha
mengkonsentrasikan diri pada teologi multisentris dan paltipatoris dan akhirnya menekan kritik
terhadap teologi-teologi Barat di Taiwan. Choan Seng Song mencoba melawan teologi Barat dengan
merancang teologi Taiwan sebagai penentuan jejak, artinya ia berusaha menyelamatkan orientasi
teologi Taiwan di tengah-tengah kekerasan dan penderitaan. Ia memberikan pandangan teologi
beradasarkan teologi cerita atau teologi dari sejarah bangsa-bangsa yang menderita. Akhirnya,
Choan Seng Song mendefenisikan pemahaman teologinya sebagai teologi transposisi pada tiga
bagian, yakni:
 Transposisi sebagai pergeseran dalam ruang dan waktu. Artinya bahwa teologi
harus melanjutkan tugas misi kekristenan di Asia walau Injil telah ditransposisikan di Asia
oleh ekspansi gereja Barat selama ini.
 Transposisi adalah komunikasi. Artinya dengan komunikasi maka kita akan
mengerti dan mengetahui kehidupan manusia yang terdiri dari kegiatan-kegiatan, kata-kata,
tanda-tanda atau simbol yang semuanya mengungkapkan pikiran-pikiran batin serta
keyakinan manusia.
 Transposisi adalah inkarnasi. Artinya Injil harus dapat muncul dalam bentuk dan
warna apa pun juga (1 Kor. 9:22) Allah yang bertransposisi dan menjadi daging dalam hidup
manusia. Allah yang menebus dan menghakimi manusia adalah Allah inkarnasi.

Choan Seng Song sangat memperhatikan keadaan masyarakat dengan aspek yang
terkandung di Asia yaitu kemiskinan dan masalah religi. Ia melihat penderitaan menjadi suatu
realitas rohani dan agama. Jadi penderitaan adalah jiwa dan kebudayaan rakyat. Menurut Choan
Seng Song perjumpaan Allah dengan manusia tidak hanya terjadi dalam kesempatan-kesempatan
yang telah ditemukan di dalam teologi Kristen tradisional. Namun perjumpaan Aallah dengan
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 59

manusia terjadi setiap waktu di dalam proses keadaan jiwa, penderitaan dan pengharapan manusia.
Dalam pergumulan, penderitaan dan pengharapan manusia berhadapan dengan Allah. Spiritualitas
yang dimaksud Choan Seng Song adalah totalitas aktifitas manusia dalam hidupnya, baik itu
pemikiran, bentuk-bentuk kebijaksanaan maupun sikap-sikap terhadap kewajiban-kewajiban yang
terdapat di dunia. Bagi Choan Seng Song kebenaran dan kepedulian agama-agama Asia dalam
penderitaannya tidak bisa dipandang begitu saja sebagai kekafiran sebab tidak satu agama pun
dapat menyatakan dirinya sebagai yang paling benar (inklusif) tentang pemahaman mengenai Allah.
Beberapa Pandangan Teologi Choan Seng Song lainnya adalah:
1. Inkarnasi. Allah berinkarnasi melalui Yesus Kristus menyatakan bahwa hal itu merupakan
inti iman Kristen.
2. Perjamuan Kudus. Menentang pelaksanaan Perjamuan Kudus yang terkait pada doktrin-
doktrin tradisional yang telah membentengi dan mempengaruhi gereja.
3. Dosa. Bahwa manusia yang mendapat hukuman bukanlah semata-mata sebagai tindakan
pembalasan Allah namun penghukuman itu adalah sebagai tindakan yang dilandasi oleh
kasih Allah.

BAB XII
KEKRISTENAN FILIPINA
Seperti Indonesia, Filipina adalah sebuah negara kepulauan, yang luasnya 1/6 luas
Indonesia. Penduduk paling tua negeri ini terdiri dari suku Negrito berambut keriting dan berkulit
hitam. Namun penduduk asli ini kemudian tergusur bersamaan dengan datangnya suku Melayu
Polinesia dari Indonesia. Rumpun yang terdekat dengan Filipina terhadap suku asli Indonesia
adalah Minahasa, Sangihe dan Talaud. Di antara semua negara di Asia, Filipina-lah satu-satunya
bangsa yang berpenduduk lebih besar Kristen. Hal ini disebabkan, sejak dikuasai mulai abad 16
mayoritas penduduknya masih menganut agama suku yang masih mudah ditaklukkan oleh
Kekristenan. Sebagian penduduknya sudah menganut Islam terutama di wilayah Selatan. Tetapi
pengaruh Islam dapat dihempang dengan masuknya Spanyol ke Filipina yang mulai berkuasa mulai
tahun 1565. Nama Filipina berasal dari mana seorang raja Spanyol (raja Filips II) yang berkuasa
masa tahun 1555-1598.

A. Misi Katholik
Berhubungan dengan sistem misi Padroado Paus, sebagai penganut Katholik fanatik raja
Filips II tahun 1565 mengarahkan kekuatan misi ke Filipina dengan mengirim sejumlah misionaris
ordo Agustinus, ordo Franciskan, ordo dominikan serta ordo Yesuit (+ 450 orang) yang bekerja
hingga tahun 1579 di Filipina dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dana misi ditanggung
oleh negara. Usaha misi ini sangatlah berhasil, hingga tahun 1588 jumlah orang Kristen di Filipina
setelah mencapai angka 150.000 jiwa dengan satu keuskupan (dipimpin oleh Uskup Dominggo de
Salazar) yang berkedudukan di Manila. Perkembangan misi di Filipina hingga tahun 1700 adalah
sebagai berikut:
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 60

 Seluruh wilayah Filipina telah dibagi atas berapa distrik


penginjilan dan setiap distrik diserahkan kepada suatu ordo untuk menjadi lapangan misi
mereka yang khsus. Misalnya daerah Laguna untuk ordo Franciskan dan daerah Luzor
Tengah dan Selatan untuk ordo Dominikan, daerah kepulauan Visayan dan Mindanau untuk
ordo Yesuit.
 Lembaga-lembaga yang mendukung usaha misi
didirikan seperti biara-biara, sekolah-sekolah dari tingkat pendidikan dasar hingga
universitas, RS. Salah satu universitas terkenal di Filipina sampai sekarang adalah
universitas Santo Thomas yang didirikan oleh ordo Dominikan. Tahun 1645-1735,
mahasiswa universitas ini telah berjumlah 13.000 orang untuk fakultas filsafat dan 2000
orang untuk fakultas teologia.

Pada perkembangan selanjutnya, gereja dapat menguasai tanah Filipina dengan sangat
luas, dan tanah ini diberikan kepada para petani untuk diusahakan dengan memberi pajak usaha
tani kepada Gereja. Melalui sistem ini gereja mempunyai kekayaan yang sangat banyak dan rakyat
tetap sebagai buruh tani di atas tanah yang dikuasai oleh Gereja.

B. Misi Protestan
Misi Protestan di Filipina mulai masuk ketika Amerika berhasil menaklukkan Spanyol
(sebelumnya oleh Spanyol misi Protestan tidak diizinkan masuk) dan menguasai negeri Filipina
tahun 1898-1946. Tantangan yang dihadapi misi Protestan Amerika di Filipina adalah sulitnya
mereka mempengaruhi rakyat sebab rakyat Filipina sudah menganut Katolik masa penguasaan
Spanyol dan wilayah Selatan sudah dipengaruhi Islam. Akhirnya pengikut Protestan hasil misi
Amerika di Filipina berasal dari penganut Katolik yang tidak merasa senang kepada Katolik dan
sedikit dari penganut Islam.
Zending Protestan yang bekerja di Filipina adalah Methodist, Presbyterian,
Congregasionalist, gereja Baptis, gereja Episkopal, dan CAMA. Misionaris Protestan yang terkenal
bekerja di Filipina adalah Charles Brent dari gereja Episkopal Protestan Amerika. Tahun 1963
dibentuk sebuah organisasi yang mempersatukan gereja-gereja di Filipina yang bernama “ The
National Council of Churches in The Phillipines” – NCCP (Dewan Gereja-Gereja Nasional di Filipina,
sama seperti PGI di Indonesia). Kerjasama Katolik dan Protestan mulai bekerja di Filipina sejak
konsili Vatikan II (1962-1965), kerjasama ini dipusatkan pada bidang aksi pelayanan sosial dan
solidaritas kemanusiaan yang memperjuangkan keadilan dan kebebasan di negeri ini. Corak
kekristenan di Filippina dapat diterangkan melalui karya teologi dan pergumulan beberapa orang
teolog pribumi Filippina sendiri, yaknI Virginia Fabella.
Virginia Fabella adalah seorang anggota dari Ordo Suster Maryknoll Katolik Pilippina. Ia
pernah menjabat sebagai ketua koordinator Asia untuk Perhimpunan Oikumenis Teolog-teolog
Dunia Ketiga (Ecumenical Association of Third World Theologians – EATWOT ). Selain menyunting
sejumlah kumpulan makalah konferensi perhimpunan itu, ia telah memberikan sumbangan berarti
bagi cara-cara berteologi di Asia. Pada buletin In God’s Image (sebuah terbitan triwulan yang
dikeluarkan oleh: Women’s Resource Centre for Culture and Theology-Hongkong ) ia memuat karya-
karya tulisannya yang di dalamnya ia tuangkan sumbangan pemikirannya bagi partisipasi gereja
Katolik Filippina terhadap corak berteologi di Asia.
Dalam teologi, Virginia Vabella menekankan Kristologi sebagai inti dari semua teologi.
Menurutnya, teologi Kristologi telah menyingkapkan kepada kita kebenaran terdalam mengenai
Allah. Sebagai perempuan Asia, Virginia mengkritik penonjolan sifat kelelakian Yesus, sebab
menurutnya unsur kelelakian Yesus hanya sebagai suatu “kebetulan” saja di dalam karya
penyelamatan Allah, kelelakian Yesus tidaklah bersifat hakiki melainkan bersifat fungsional. Didalam
sejarah, Kristologi juga tidak ditonjolkan sebagai ungkapan laki-laki dalam ajaran tradisi Kristen yang
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 61

melawan dan menolak kaum perempuan. Persoalan Kristologi yang cocok pada konteks Asia adalah
kristologi dalam pemahaman baru mengenai keselamatan dalam hubungannya dengan kebudayaan
Asia yang realitasnya beragam bentuk dan corak.
Pada arah yang lebih jelas, teolog-teolog Asia terlibat pada dialog sejati dengan
mempermasalahkan pernyataan dogmatik tradisional Kristen mengenai keunikan dan keutamaan
Yesus dan kesemestaanNya sebagai penyelamat bagi semua agama. Bagi Virginia Fabella, sebagai
lembaga gereja harus menyingkirkan dari dirinya struktur-struktur yang memperbudak dan
menyingkirkan praktek-praktek hidup yang tidak memancarkan cinta kasih. Jika gereja mengikuti
langkah Yesus maka gereja harus memusatkan perhatiannya kepada pemberitaan dan penghayatan
konkret dari kebenaran kerajaan Allah daripada usaha mempertahankan dirinya sendiri. Gereja
harus mendorong serta menopang semua upaya untuk mencapai nilai kemanusiaan sepenuhnya
dan kehidupan yang terbuka dan saling menerima. Yesus pada masa hidupNya ingin agar
kemanusiaan dengan sepenuhnya dapat dialami oleh semua orang. Laki-laki dan perempuan
memiliki tanggungjawab yang sama dan kepada mereka diberi kemungkinan yang sama untuk
mencapai “kepenuhan” kasih Allah. Dengan demikian yang menjadi tekanan kristologi Asia adalah
menentukan unsur-unsur mana yang memperbudak dan mana yang membebaskan dari
kebudayaan-kebudayaan dan agama-agama Asia. Memperhatikan dan memahami dengan
seksama mana unsur-unsur yang membantu serta mengembangkan serta mana unsur yang
menghalangi/menghimpit penciptaan suatu kehidupan supaya lebih manusiawi dan lebih
menyayangi antar sesama manusia dan masyarakat lebih adil.
Dari pengaruh teologi kristologi Virginia Fabella, gereja Pilippina dapat memahami misi
sebagai sesuatu yang yang berubah di dalam cara dan metode, di mana gereja harus hadir di
semua aspek kehidupan dunia. Sesungguhnya, misi orang Kristen Asia adalah lanjutan dari misi
Yesus sendiri, oleh karena itu perlu orang Kristen dan gereja memfokuskan perhatiannya pada
pemberitaan kabar baik Allah (Mark. 1:14).
Pemerintahan Allah yang telah didatangkan Yesus, akan tiba kepenuhanNya di masa depan
sebagai karunia Allah. Untuk membuat amanah Yesus dapat dipahami oleh orang-orang Asia, maka
perlu orang Kristen masuk ke dalam dialog yang sungguh-sungguh dan beradaptasi kepada orang-
orang dari kepercayaan lain. Virginia Fabella merenungkan makna dari kehidupan, tetapi yang
menjadi keprihatinannya adalah bahwa kristologinya bukan hanya mengungkapkan kesiapaan
Yesus baginya. Melalui Kristologi, Virginia Vabela menemukan kembali kehidupan dan amanah
Yesus sedemikian rupa sehingga penemuan ini mendatangkan kuasa pembebasan bagi
perempuan-perempuan lain di Asia. Virginia Fabella berharap agar Kristologi dapat menjadi bagian
dari usaha bersama kaum perempuan Kristen Asia untuk mencari suatu Kristologi yang bermakna
bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk semua perempuan Asia lainnya.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 62

BAB XIII
KEKRISTENAN DI MALAYSIA, SINGAPURA SERTA SIBERIA
A. Malaysia dan Singapura
Sejak awal, Malaysia dan Singapura adalah satu negara yang mendeklarasikan
kemerdekaannya dari Inggris tahun 1957 namun tahun 1965 Singapura memisahkan diri dari
Malaysia menjadi sebuah negara berdaulat. Sebagai sebuah negara, Malaysia terdiri dari beraneka
macam suku dan kebudayaan, bahasa dan agama. Suku yang paling dominan adalah Melayu yang
sampai sekarang diikat oleh kesatuan nasional dan disebut sebagai UMNO-United Melayu National
Organization (sama seperti umumnya Melayu di Indonesia-Sumatera). Suku Melayu di Malaysia
sudah dipengaruhi Islam (pedagang Gujarat-India) sebelum datangnya Eropa ke negeri ini.
Orang Eropa pertama (1511) yang menduduki Malaysia adalah bangsa Portugis, kemudian
Belanda mengusir Portugis tahun 1641, dan tahun 1795 Inggris menaklukkan Belanda. Tahun 1819,
Inggris mendirikan kota Singapura sebab oleh Inggris pulau ini dilihat sangat cocok bagi kepentingan
pelayaran perdagangan Internasional. Pembukaan perkebunan dan pertambangan di Malaysia oleh
Inggris mengawali negara ini sebagai bangsa yang terdiri dari banyak suku dan bahasa. Mereka
dijadikan sebagai tenaga buruh, suku bangsa yang paling banyak didatangkan Inggris (sebagai kuli
kontrak) adalah Cina dan India. Setelah masa kuli kontrak selesai, orang Cina dan India beralih
menjadi pedagang-pedagang di Malaysia. Lama kelamaan India dan Cina menjadi salah satu
masyaraakat yang kuat di Malaysia terutama di Singapura.

B. Misi Protestan
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 63

Sama seperi di Indonesia (Barus Sumatera), kekristenan di Malaysia telah masuk sekitar
abad ke enam dan ketujuh masehi melalui orang Kristen Nestoria dari Persia. Orang Katolik pertama
masuk ke Malaka adalah Alfonso d’Albuquerque (24 juli 1511) kemudian dilanjutkan oleh Fransiscus
Xaverius. Namun pengkristenan orang Melayu Malaka sangat sulit sebab telah dipengaruhi oleh
Islam. Misi Protestan dimulai bersamaan dengan masuknya Belanda di Malaka dan
perkembangannya juga sangat lambat dan tidak berakar, faktor utama penyebab hal ini adalah
kecilnya perhatian Belanda terhadap misi yang mengutamakan perdagangannya. Masa penguasaan
Inggris, misi Protestan mengalami sedikit kemajuan. Lembaga misi Inggris yang bekerja di sana
adalah:
 LMS (London Missionary Socitey): lembaga ini mulai bekerja kepada Tionghoa awal
abad 19. Missionaris yang bekerja di sana adalah William Milne dan menjadikan Malaka dan
Singapura sebagai pusat pangkalan misi namun tujuan ini gagal dicapainya sebab
pemerintah Inggris tidak menyetujuinya. Oleh keadaan ini LMS menarik misi dari Malaysia
dan pindah ke Tiongkok dan memusatkan kegiatan misi di sana.
 Gereja Anglikan. Tahun 1818 dan 1838 EIC telah berhasil mendirikan beberapa jemaat
Anglikan (untuk orang Inggris) di Penang dan Singapura. Selanjutnya CMS (Church
Missionary Society) dari gereja Anglikan Inggris berusaha memberitakan Injil kepada orang
yang bukan Eropa khusus kepada orang Tionghoa, Tamil dan Melayu. Namun untuk orang
Tamil sangat sedikit hasilnya, untuk orang Melayu sama sekali tidak membawa hasil tetapi
bagi orang Tionghoa sangat membawa hasil.
 ABCFM (American Board of Commisioners for Foreign Mission), gereja Presbyterian,
Methodist, Bala Keselamatan dan Adventis dari Amerika. Usaha misi ini juga tidak begitu
berhasil sebab sangat menghadapi tantangan dari Islam Melayu.
 Tahun 1970 an, HKBP pernah melakukan misi di kalangan Sengoi Malaysia. Tetapi misi
ini tidak bisa dilanjutkan sebab tidak mendapat izin dari pemerintah Malaysia.
Masa pendudukan Jepang di Malaysia, Inggris (Eropa) diusir dari Malaysia. Jepang
mengadakan propaganda anti Barat, namun setelah Jepang kalah dalam PD II, Inggris berusaha
untuk kembali ke Malaysia bersamaan dengan itu tuntutan “merdeka” muncul di tengah rakyat
Malaysia. Hubungannya dengan Gereja, seluruh utusan misi yang dipenjarakan oleh Jepang
dilepaskan dan berusaha menggalakkan kembali semangat persatuan orang Kristen ( Christian
Council of Malaya meneruskan Federasi Gereja-gereja Malaka) yang sudah sempat terbentuk dan
kemudian dibubarkan masa penguasa Jepang. Bersama dengan semangat ini, pendidikan teologi
didirikan yakni: Trinity Colledge tahun 1949 di Singapura dan bulan Oktober 1949 orang Kristen
Malaysia dan Singapura mendirikan universitas Malaya di Singapura. Beberapa tantangan dalam
kebutuhan misi di Malaysia adalah sebagai berikut:
 Orang-orang muslim Malaysia tidak bisa dijangkau.
 Anggota-anggota masyarakat yang miskin dan juga orang-orang dewasa tidak dicapai
secara efektif, kebanyakan yang bertobat adalah dari kalangan pemuda kelas menengah.
 Keberagaman bahasa menjadi masalah tersendiri bagi komunikasi misi.
 Banyak orang Kristen beralih ke agama lain sebab penghambatan dalam setiap dimensi
kehidupan.
 Lemahnya pengajaran Alkitab di dalam gereja.
 Kurangnya visi penginjilan, terutama disebabkan oleh permusuhan dari lingkungan
masyarakat.

Di Singapura (lebih tepat disebut sebagai negara kota) jumlah orang Kristen tahun 1988
diperkirakan hampir 20 % dari jumlah penduduk (76 % orang Tionghoa) namun pengaruhnya jauh
melebihi jumlahnya sebab lebih dari 50% penduduk Singapura dididik di sekolah-sekolah Kristen.
Dari seluruh jumlah orang Kristen 50% di antaranya jemaat RK dan 97 % orang Cina selainnya
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 64

orang Melayu, India dan Eropa. Pemerintah sangat menjamin kebebasan beragama dan sangat
mendukung keselamatan antar suku bangsa dengan mempertahankan bahasa Inggris sebagai
bahasa nasional. Namun di setiap sekolah sesuai dengan latar belakangnya bahasa bangsanya
menjadi pengantar.

C. Siberia (Asia Utara)


Siberia sebagai sebuah negara letaknya ada di Asia bagian Utara dan berbatasan dengan
USSR (Uni Sovyet Socialist Republik). Hingga abad 19, negara ini dikuasai oleh kerajaan Mongol
yang sebagian besar penduduknya sudah menganut Islam dan Budha, selebihnya menganut
agama-agama suku. Mulai abad 16, negara ini telah dijajah oleh bangsa Rusia yang menganut
Kekristenan dalam pola ajaran gereja Romawi Timur (ciri yang menonjol, ajaran gereja melalui
hubungan gereja dengan negara sebagai satu kesatuan yang tidak terlepaskan). Negara (kaisar)
dipandang sebagai gambar langsung Allah (pemerintahan ilahi) yang bertanggungjawab atas
kerohanian rakyatnya. Oleh karena itu negara sebanyak mungkin mencari keselarasan dengan
gereja demikian sebaliknya. Ini berarti ekspansi negara dalam bidang politis dengan ekspansi gereja
dalam bidang misi berjalan beriringan.
Masa abad 17-18, secara besar-besaran negara memerintahkan agar seluruh rakyat di
Siberia baik yang non Kristen masuk ke gereja Ortodox. Orang yang bersedia bertobat (menjadi
Kristen) dibebaskan dari pajak serta bebas dari kewajiban untuk masuk dinas militer. Secara khusus
kepada para penjahat yang bersedia dibaptis mereka dibebaskan dari hukuman. Awalnya metode ini
membuahkan hasil yang luar biasa, namun lanjutan pemeliharaan atas orang Kristen yang baru dan
pembangunan Gereja di daerah sering sangat diabaikan (hal seperti ini pernah juga berlangsung di
Indonesia oleh VOC misalnya di Ternate, Jawa, Maluku, dan Srilanka). Akhirnya hingga abad 18,
melalui metode ini akibat-akibat yang buruk terhadap kekristenan terjadi, orang Kristen murtad
secara massal. Faktor yang sangat mempengaruhi sikap negara terhadap keadaan ini lebih
disebabkan oleh masa pencerahan terhadap Rusia. Olehnya, negara tidak berminat mengurusi
masalah-masalah gereja dan UPI. Dari beberapa keuskupan telah berdiri hingga abad 18 di Siberia,
anggota jemaat di keuskupan Kazan (sebuah daerah sepanjang sungai Wolga di Siberia) telah
mencapai 450.000 jiwa. Namun masa abad 19, 300.000 jiwa orang Kristen murtad menjadi pemeluk
agama lain.
Perkembangan selanjutnya masa abad 19, timbul semangat baru dalam Gereja Ortodox
Rusia. Semangat ini memulihkan kembali gereja Ortodox yang lama (tidak dalam bentuk gerakan
evangelikal yaitu kebangunan) yang telah sangat lesu keadaannya. Hasilnya sejumlah misionaris
mengabdikan diri ke pekerjaan PI di daerah-daerah jajahan Rusia. Salah seorang di antaranya
adalah Yohanes Innokentij Beniaminov (1797-1879). “Beniaminov lahir di sebuah desa dekat kota
Irkutsk (Siberia Tengah)”. Dididik menjadi seorang imam dan menikah dengan putri seorang imam
(Ortodox Timur). Tahun 1821, ditahbiskan menjadi seorang pendeta dan melayani di kota Irkutsk.
Tahun 1823, ia berangkat ke pulau Aleut (di wilayah Amerika Utara) dan tiba di sana tahun 1824.
Suatu keadaan nyata tentang jemaat di Aleut dilihatnya sangat beda dengan Siberia. Bila Aleut telah
ditinggalkan oleh misionaris selama 30 tahun, iman jemaat tetap terpelihara (walau tidak memahami
lebih rinci pokok-pokok iman Kristen) sebab jemaat saling membaptis. Ini menandakan perhatian
masyarakat Aleut terhadap firman Allah sangatlah besar.
Tahun 1839, ia kembali tiba di Siberia dan menemuakan isterinya telah meninggal. Oleh
keadaan ini, ia beralih ke rohaniawan lain dalam gereja Ortodox Rusia yaitu “klerus hitam” (para
rahib yang memilih hidup selibat memakai jubah hitam sedang rahib yang memilih hidup menikah
memakai jubah putih). Dalam Gereja Ortodox Rusia, rahib yang dipilih menjadi uskup di dalam
Gereja berasal dari kalangan “klerus hitam” dan tahun 1840 Beniaminov diangkat menjadi uskup
agung Metropolit. Terhadap jabatan ini, ia banyak melakukan perjalanan keliling dan
mempersiapkan misionaris-misionaris lainnya yang akan bekerja di wilayah keuskupannya atau di
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 65

sekelilingnya. Salah seorang hasilnya adalah uskup Nikolai yang mendirikan gereja Ortodox Timur di
Jepang. Masa usianya yang ke 70 tahun ia diangkat menjadi uskup agung Moskow (jabatan uskup
yang paling agung di Gereja Rusia). Jabatan ini dipegangnya sebelas tahun lamanya. Selama itu
Beniaminov menegaskan bahwa PI merupakan tugas seluruh anggota jemaat gereja.

BAB XIV
KEKRISTENAN DI SRI LANKA
Sri Lanka adalah sebuah pulau besar di pantai Selatan anak benua India yang penduduknya
terdiri dari berbagai suku bangsa India. Suku terbesar di Sri Lanka adalah Sinhala yang populasinya
mencapai 74% dari keseluruhan penduduk Sri Lanka. Penduduk terbesar kedua adalah orang Tamil
(18%) dan sebagian besar mereka beragama Hindu. Sistem kasta sangat berakar kuat di Sri Lanka,
baik di kalangan suku Sinhala maupun pada suku Tamil.
Sejak abad ke-6 komunitas jemaat Persia telah ada di Sri Lanka tetapi hingga masa
berikutnya komunitas ini kurang berkembang dan di kemudian punah. Abad 16-20, penyebaran
kekristenan di Sri Lanka sangat berkaitan dengan imperialisme Barat. Masa penguasaan Portugis,
pemerintah membangun sebuah benteng di Kolombo untuk menguasai daerah pesisir Ceylon (Sri
Lanka). Rahib-rahib Katolik mengabarkan Injil baik di wilayah kekuasaan Portugis maupun di daerah
lebih luas, di kerajaan Kandy. Ketika Belanda mengusir Portugis dari Ceylon pada tahun 1658
jumlah orang Katolik Roma dilaporkan mencapai 90.000 orang.
Ketika Belanda berkuasa di Sri Lanka mereka mengusir para pastor Katolik dan berusaha
melakukan PI kepada orang Ceylon dengan membujuk mereka agar beralih menjadi Protestan. Oleh
misionaris Belanda, sekolah-sekolah didirikan, Alkitab diterjemahkan serta pendeta-pendeta
Protestan diutus ke Ceylon. Pada tahun 1948 Ceylon dinyatakan merdeka, sebagai anggota
Persemakmuran Inggris. Masalah misi yang mendasar di Sri Lanka adalah anggapan penduduk kuat
melihat agama Kristen sangat berkaitan dengan imperialisme, sedangkan agama Budha lebih
berkaitan dengan nasionalisme Sri Lanka. Pada masa penjajahan para imam Budha
mempertahankan kebudayaan dan bahasa Sinhala serta upacara-upacara Budha Theravada, yaitu
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 66

bagian agama Budha yang konservatif dan murni. Sesudah 1948 Ceylon menjadi pusat penyebaran
agama Budha di seluruh dunia. Kebebasan beragama dijamin oleh undang-undang dasar negara
Ceylon, namun penduduk mayoritas (Sinhala yang beragama Budha) semakin agresif. Tahun 1956
bahasa Sinhala dinyatakan sebagai bahasa nasional, tahun 1960 pendidikan dinasionalisasikan,
sehingga sekolah-sekolah misi Kristen diambil alih oleh pemerintah, akhirnya tahun 1964 semua
orang Kristen yang bekerja di rumah sakit negeri dipecat. Pada tahun 1967 kalender resmi diubah
sehingga satu minggu terdiri dari sepuluh hari dan akhir “pekan poya” setiap sepuluh hari mengganti
hari Minggu sebagai hari libur. Akibatnya kebaktian di gereja pada hari Minggu sulit dijalankan. Akan
tetapi, perubahan ini ternyata dirasa tidak praktis, terutama di bidang perhubungan luar negeri,
sehingga tahun 1971 mereka kembali ke kalender resmi sebelumnya.
Orang Kristen di Sri Lanka berasal dari suku Sinhala maupun dari lingkungan suku Tamil.
Pada masanya, tantangan misi paling tajam di alami adalah ketika konflik saudara terjadi di Sri
Lanka. Pertikaian itu antar suku Sinhala dan Tamil dan nyatanya pertikaian ini mempengaruhi gereja
secara khusus pada pemilihan untuk menduduki jabatan di dalam gereja. Sesudah kemerdekaan Sri
Lanka tahun 1948, keadaan ekonomi orang Kristen semakin lemah akibatnya gereja juga semakin
lemah. Tantangan lebih serius kepada orang Kristen terjadi pada akhir abad ke-19 di Sri Lanka, di
mana gerakan-gerakan anti-kolonialisme sangat mempertentangkan ajaran kekristenan. Tokoh-
tokoh Budha memperbandingkan ajaran Kristen dengan Budha secara tidak menyenangkan:
“Tukang kayu dari Nazaret” itu, demikian sebutan penghinaan mereka terhadap Yesus. Yesus tidak
memiliki ajaran-ajaran yang mengesankan untuk ditawarkan dan perumpamaan-perumpamaanNya
hanya mengungkapkan pemikiran yang sempit serta mengetengahkan pelajaran-pelajaran yang
tidak bermoral dan etika yang tidak dapat dilaksanakan. Yesus sebagai seorang insani sama sekali
gagal dan tidak mengesankan selama tiga tahun pelayananNya. Sejumlah kecil penjala ikan yang
buta aksara dari Galilea telah mengikutiNya karena Ia telah berjanji untuk menjadikan mereka
hakim-hakim yang akan memerintah atas Israel. Pernyataan-pernyataan ini mereka lontarkan untuk
menolak PI secara keras. Menjelang tahun 1990, melalui media massa, orang Kristen dituduh
memakai dana asing guna memanfaatkan kemiskinan orang Sri Lanka sebagai jalan menarik
mereka agar memeluk agama Kristen. Tahun 1990-an beberapa gedung gereja dibakar habis, para
pemimpin Budha mendesak pemerintah supaya menghapuskan pasal 10 UUD Sri Lanka yang
mengizinkan orang beralih agama. Mereka menuntut supaya agama Budha dinyatakan sebagai
agama negara. Dalam kekacauan dan pertikaian antar suku di sana, banyak orang Kristen
menganggap diri sebagai: “golongan minoritas yang terkepung”. Sama seperti tema terdahulu, untuk
memahami sejarah pertumbuhan dan perkembangan kekristenan di Sri Lanka ini dapat di ketahui
melalui metode kerja serta pergumulan para tokoh misionaris pribumi dan asing yang sudah
menanam dan menyebarkan Injil di negara ini.

A. Robert S. Sugirtharajah
R.S Sugitharajah adalah seorang teolog Sri Lanka, pernah mengabdi sebagai Dosen di
Selly Oak Colledge Birmingham Inggris. Sebagai pengajar, ia pernah menjadi editor pada: Voice
From the Margin: Interpreting the Bible in the Third Word (usaha penerbitan buku-buku Katolik di
mana R.S. Sugirtaharajah pernah memenangkan Catholic Book Award). Diperhadapkan kepada
pluralisme keagamaan Asia, tema kristologi (penghayatan iman) tradisional mencirikannya sebagai
tiga pandangan dan sikap Kristen Sri Lanka kepada agama-agama lain, sebagai: eksklusif, inklusif,
dan pluralistik. Meskipun penggolongan ini boleh jadi tidak memuaskan, namun pandangan ini
mencoba menghadapi pertanyaan: bagaimana orang memandang Yesus dalam hubungannya
dengan tradisi-tradisi kepercayaan lain. Dalam tulisannya, ia mulai menyatukan paham teologi
Kristen dari paham Buddhisme dan Sugirtharajah, memandang Buddhisme dari pandangan teologi
Kristen. Perbedaan dipandangnya sebagai satu titik tolak yang efektif untuk memilah-milah inti
tekanan kerigmatis kristen yang bersaing dengan Gautama dilihat sebagai Budha dan Yesus
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 67

diberitakan sebagai Kristus. Intinya, Budha dan Yesus sama-sama menjadi jalan pembebasan.
Pengetahuan yang membebaskan (gnosis) di dalam Buddhisme dan kasih yang membebaskan
(Agape) dalam pandangan Kristen namun satu sama lain saling melengkapi.
R.S. Sugitarajah mengatakan bahwa cara berteologia masa kini adalah menjumpai agama-
agama sebagaimana agama-agama itu memandang dirinya sendiri daripada menilai agama-agama
lain dengan kaidah-kaidah yang sudah ditentukan sendiri. Suatu kesadaran baru muncul bahwa
kemajemukan agama (pluralisme agama) harus dengan aktif dinilai dengan kekayaan-kekayaan
terpendamnya atau nilai-nilai tersembunyi di dalamnya. Di dalam agama-agama itu pada dirinya,
ada yang membuatnya bisa tetap bertahan dan hidup selama berabad-abad. Kegiatan hermeneutis
bertujuan untuk membawa pribadi Yesus ke dalam hubungan dengan tokoh-tokoh keagamaan lain.

B. Daniel T. Niles
D.T. Niles lahir di Sri Lanka tahun 1908, anak seorang pengacara terkemuka dan cucu
seorang pendeta dan penyair Tamil yang sangat disayangi banyak orang. Setelah pendidikan di
sekolah menengah Kolese di kota kelahirannya Jaffa, ia belajar teologia di Bangalore India dari
tahun 1929-1933. Setelah melayani sebagai sekretaris WSCF ( World Student Council Federation :
Federasi Mahasiswa Kristen se-Dunia di Geneva), ia kembali ke Sri Lanka dan ditahbiskan di gereja
Methodist. D.T. Niles terlibat dalam dialog antar-iman sedunia khususnya di Asa. Pada konferensi
IMF di India (Tambaran, 1938), ia banyak dipengaruhi oleh teologi agama-agama Hendrik Kreamer
yang Kristosentris, namun ia meninggalkan Kraemmer dalam dunia antar agama-agama Asia dan
beralih ke keterbukaan yang lebih besar terhadap pelayanan kepada para pemeluk agama lainnya.
Sebelum kekristenan memasuki Sri Lanka. agama Budha telah mengakar dalam kehidupan
orang Sri Lanka. Untuk keadaan masyarakat Sri Lanka, Daniel T. Niles mengalami kesukaran
melakukan penginjilan. Budha sebagai agama yang mendominasi Sri Lanka dianggap sangat
menguasai kehidupan masyarakat. Oleh karenannya, Budha mengalami kebangunan yang besar
dan mampu menciptakan jaringan yang dapat menahan saingan misi PI Kristen khususnya. Setelah
kemerdekaan, agama Budha menjadi kekuatan politik, sosial dan budaya. Ini tampak dari adanya
penetapan hari libur resmi bukan hari minggu tetapi hari raya Budha. Penganut Agama Budha
berusaha melawan keras masuknya Injil ke Sri Lanka. Hal ini nyata dari adanya sikap pemimpin-
pemimpin negara terhadap pekabaran Injil Kristen di mana persekolahan dan peralatan orang sakit
yang didirikan orang-orang Kristen dimasukkan ke dalam pengelolaan negara. Misi D.T. Niles dapat
dikatakan sebagai misi Protestan yang termasuk berhasil di Sri Lanka sebab telah ada 110.000
menjadi orang Kristen Protestan dari hasil misi PI Daniel T. Niles.
Keadaan masyarakat yang miskin mengundang keprihatinan D.T. Niles. Kemiskinan telah
menguasai seluruh sisi masyarakat, akibatnya rakyat Sri Lanka dituntut mampu melepaskan diri dari
kemiskinan itu. Dalam hal ini gereja mencoba membantu masyarakat Sri Lanka untuk memutuskan
mata rantai kemiskinan itu dengan cara memperhatikan pendidikan mereka dan mencoba melihat
penyebab dari kemiskinan itu. Hasilnya memang cukkup memberi kebaikan namun agama Budha
menyangka bahwa Kristen menggunakan dana dari luar di dalam mengatasi hal tersebut guna
menarik perhatian rakyat Sri Lanka. Akhirnya penganut agama Budha menganggap bahwa hal ini
dilakukan orang-orang Kristen untuk menentang mereka. Ada beberapa pemikiran Daniel T. Niles
yang turut mewarnai kehidupan warga Kristen di Sri Lanka, yaitu:
 Penginilan. Menurut Daniel T. Niles bahwa penginjilan harus membawa mereka yang
hilang ke tempatnya di dalam tata rumah tangga Allah. Allah mengasihi dunia ini sehingga Ia
mengaruniakan AnakNya yang tunggal agar tak seorang dan tak satu pun binasa dan
menjadi sia-sia, melainkan agar setiap orang dan segala sesuatu menjadi bermanfaat di
dalam maksud dan rencana Allah. Injil adalah pesan Allah kepada seluruh ciptaan,
tindakanNya untuk menghasilkan harmoni, ini adalah tindakan yang tercakup dalam istilah
“penginjilan”. Segala bangunan yang ada di dunia ini seperti sekolah, rumah sakit, pusat
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 68

pedesaan, laboratorium yang semuanya itu adalah cara-cara bagi Allah untuk
mengembalikan keutuhan dalam kehidupan. Yang lebih penting adalah cara-cara Allah
mengambil bagian melalui mereka yang kepadanya telah dikaruniakanNya kuasa. Melalui
mereka ia menghasilkan pemerintahan yang teratur sehingga kondisi pemerintahan tersebut
dapat berlaku dan di dalamnya Injil dapat menyebar dan melalui mereka juga Allah
mewujudkan peristiwa-peristiwa yang melaksanakan penghakimannya atas dosa. Tujuan
penginjilan itu adalah pertobatan kepada Yesus yang di dalamnya komunitas Kristen dan
pertobatan menuju pada cita-cita kekristenan dan secara pribadi pertobatan ini menjadikan
diri sebagai murid Yesus Kristus. Dalam sekolah-sekolah tinggi Kristen urutan pertobatan itu
biasanya berbeda yaitu yang pertama adalah Kristenisasi kemudian penginjilan dan
kemudian proselitas. Dalam kasus orang-orang yang terdorong oleh kehausan rohani
ataupun rasa putus asa yang ditimbulkan oleh kesadaran akan dosa pengaruh pertama injil
adalah penginjilan.
 Semua adalah Missionaris. D.T. Niles mengemukakan suatu pemahaman yang sama
sekali berbeda dengan yang lain yaitu ia berpendapat bahwa sifat Allah adalah menjangkau
mereka yang hilang. Gereja, tubuh Kristus yang hidup, hadir untuk melakukan misi. Oleh
karena itu setiap orang Kristen terpanggil untuk menjadi misionaris. Orang Kristen haruslah
menghadapi implikasi-implikasi misioner dari imannya sehingga menyadari bahwa
gambaran tentang misi gereja dalam pengertian yang sesungguhnya tidak lain daripada
gambaran tentang kehidupan gereja sehari-hari.
 Umat Allah. Umat Allah yang kudus mengambil bagian juga dalam tugas kenabian
Kristus dengan menyebarluaskan kesaksian hidup tentangNya terutama melalui hidup iman
dan cinta kasih pula dengan mempersembahkan kepada Allah korban pujian buah hasil bibir
yang mengakuiNya.
 Panggilan Kaum Awam. Semua kaum awam yang terhimpun dalam umat Allah dan
berada dalam satu tubuh Kristus di bawah satu kepala tanpa terkecuali dipangil untuk
menjadi anggota yang hidup dan menyumbang segenap tenaga demi perkembangan gereja
serta pengudusannya terus-menerus. Semua anggota jemaat secara khusus dipanggil untuk
menghadirkan dan mengaktifkan gereja agar dapat menjadi garam dunia. Dengan demikian
setiap anfggota jemaat, karena karunia-karunia yang diterima menjadi saksi-saksi menurut
anugerah Kristus.
 Urusan Allah dengan Semua orang. Aktivitas Allah dalam dunia dan kesibukanNya
dapat ditetapkan di dalam empat kerangka berfikir, yaitu:
 Allah yang di dalam aktivitasNYa untuk memenangkan manusia agar hidup di dalam
persekutuan bersamaNya.
 Allah yang di dalam aktivitasNya untuk mengungkapkan kepada manusia hakekat serta
maksudNya yang sungguh-sungguh.
 Allah yang di dalam aktivitasNya menciptakan untuk diriNya sendiri suatu umat yang
akan menjadi alatNya di dunia.
 Dan Allah yang di dalam aktivitasNya yang menghadirkan kerajaanNya dan kedalamnya
akan dikumpulkan segala harta dari bangsa-bangsa.

C. H. Aloysius Pieris, SY
Aloysius Pieris, SY adalah pendiri dan direktur pusat penelitian perjumpaan orang-orang
Budhis dan Kristen, di Kelaniya Sri Lanka. Bagi gereja di Sri Lanka, Aloysius Pieris, SY adalah
seorang spesialis filsafat Budhisme dan sangat membantu di dalam memberikan sumbangan pikiran
di dalam usaha berteologi di Asia khususnya di kawasan Sri Lanka. Ia adalah orang pertama dari
antara teolog-teolog Asia yang berpendapat agar orang-orang Kristen Asia jangan hanya
membicarakan kenyataan ganda dari Asia yaitu kemiskinan dan kemajemukan agama, tetapi harus
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 69

juga memberi tanggapan terhadap keduanya secara sekaligus. Ia telah menulis sejumlah artikel
untuk menjabarkan tesisnya ini. Dari antara buku-buku yang ia tulis, di antaranya adalah:
 As Asian Theology of Liberation (Maryknol, N.Y.: Orbis Books, 1988; dan Edinburg:
T&T Clark, 1988).
 Love Meets Wisdom: Arab Christian Experience of Buddhism, (Maryknol, N.Y.:
Orbis Books, 1988).

Motivasi yang mendorong Aloysius Pieris, SY melakukan penyelidikan terhadap kehidupan


berteologi karena ia mempelajari bagaimana teologi yang dibawa oleh para misionaris dapat
diterima di Asia. Aloysius Pieris, SY mempertajam penyelidikannya dengan memfokuskan diri pada
agama Budha, karena ia melihat bahwa agama Budha telah berhasil menembus agama-agama
kosmos yang ada di Sri Lanka dan membiarkan dirinya dibentuk oleh agama-agama kosmik. Melalui
hasil penelitian Aloysius Pieris, SY terhadap usaha Budha dalam menyebarkan ajarannya, maka
memunculkan pemikiran baru bagi setiap orang Kristen khususnya teolog dalam usaha berteolog
yang tepat di Asia. Usaha berteologi tidak menolak dan menghapus kebudayaan setempat tetapi
berusaha untuk mengkontekstualisasikan teologi pada kawasan Asia sesuai dengan keberagaman
yang dimiliki setiap bangsa.
Dalam menjalankan misi PI, Aloysius Pieris, SY tidak begitu menghadapi pergumulan.
Sebab Aloysius Pieris, SY hanya memotivasi atau memberikan pemikiran kepada teolog-teolog
supaya bersikap terbuka terhadap kebudayaan dan agama lain dalam berteologi. Kesulitannya
adalah adanya anggapan yang memandang sang Budha sebagai seorang Sokrates atau Plato, yaitu
hanyalah sebagai seorang pendiri suatu mazhab pemikiran. Ia digambarkan sebagai seorang
manusia tidak beragama, disukai oleh kalangan rasionalis dan gnostik, dan ia terkenal karena
skeptisisme gayanya sendiri. Memandang sang Budha seperti itu berarti mengabaikan kenyataan
bahwa sang Budha sendiri telah mencatat akal, kesimpulan dan penalaran termasuk sarana-sarana
yang tidak dapat memimpin orang kepada kebenaran-kebenaran dan menempatkan skeptisisme
antara 5 kendala yang terdapat pada jalan untuk mencapai nirwana dan sebagai salah satu dari tiga
belenggu yang darinya orang harus dibebaskan.
Aloysius Pieris, SY melihat bahwa perlunya pengkontekstualisasian di kawasan Sri Lanka
yang telah lama dipengaruhi ajaran Budha. Dia berpendapat bahwa berteologi bukan berarti
berjuang untuk melawan keberadaan agama lain. Aloysius mengharapkan supaya berteologi
memakai sarana pertobatan yang ditunjukkan dengan jalan teologi kerendahan hati, penyelaman
dan partisipasi. Untuk menyikapi keadaan sosial masyarakat di Asia yang diikat dengan kemiskinan
maka Aloysius Pieris, SY menuntut agar gereja semakin peka bersaksi menjadi seorang hamba
yang mau menderita bagi sesama demi perjuangan pembebasan bagi segala bentuk penindasan
yang dilakukan oleh para kolonialis, dan pihak mana pun yang mengancam kehidupan manusia.
Aloysius Pieris, SY menganut teologi pembebasan. Ia mengatakan dalam teologinya bahwa
Budha dan sang Kristus adalah perantara-perantara pembebasan. Sarana perantara yang
dengannya pengalaman inti itu tersedia bagi angkatan-angkatan berikutnya. Menurutnya, sebagai
agama apa pun adalah pengalaman pembebasan yang melahirkan agama itu dan terus bersedia
untuk angkatan-angkatan selanjutnya dari umat manusia. Pengalaman pertama inilah yang
berfungsi sebagai inti dari suatu agama. Dalam Budhisme, pengalaman inti ini dapat digolongkan
sebagai gnosis atau “pengetahuan yang membebaskan”; sedangkan pengalaman Kristiani
padanannya dimasukkan ke dalam kategori Agave atau “kasih yang menyelamatkan”. Kedua hal ini
sama-sama bersifat menyelamatkan yaitu keduanya adalah suatu peristiwa yang mengatasi diri
sendiri yang sepenuhnya mengubah diri manusia sebagai akibat pengalaman itu. Ada dua syarat
yang harus dipenuhi apabila seorang Kristen yang ingin masuk ke dalam dialog dengan Budhisme
yaitu:
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 70

1. Dia harus lebih dahulu memiliki, menghayati dan memahami tentang akibat yang
sesungguhnya dari pengalaman inti agama lain itu.
2. Dia harus siap untuk memasuki suatu Communicatio in Sacris dengan para penganut
Budhisme. Artinya suatu keinginan tak tertahankan untuk memakai sistem keagamaan yang
ditawarkan penganut Budhisme kepada orang Kristen sebagai satu-satunya sarana untuk
memasuki pengalaman inti itu.

Sejauh menyangkut Budhisme, maka tafsiran atasnya telah sampai kepada puncaknya yaitu
dalam ajaran mengenai ke-Budhaan “Budhologi”. Serupa dengan itu sejauh Kristus menjadi inti
sejati kekristenan, maka Kristologi adalah poros atau pusat dan puncak dari semua penafsiran
Kristen. Gautama bukanlah seorang Gereja yang maha tahu, pengalamannya tentang nirwana tidak
berbeda dengan apa yang dialami murid-muridnya. Dalam aliran Teravada yang ortodox, sang
Budha tidak pernah dillihat sebagai seorang penyelamat. Perannya sebagai penyelamat dibatasi
pada penemuan dan pemberitaannya mengenai dharma dan pada pembentukan Sangha.

Yesus Kristus dalam konteks Buddhologi. Budhologi yang misioner menempatkan


sang Budha sebagai Tuhan atas jagad raya; mendahului pekerjaan rasul rasul
Paulus yang melakukan hal yang sama dengan Kristus dalam kebudayaan Yunani.
Yesus Kristus adalah kuasa meta-kosmos dan perantara kosmis, sebab dalam Dia
segala ciptaan baik yang di surga maupun yang di bumi diperdamaikan. Di sini ada
kesejajaran antara Budhologi dan Kristologi. Yesus dan Gautama menjadi Avatar
(pencerahan) yang masing-masing hampir tidak dikenali sebagai Kristus dan sang
Budha oleh orang Kristen dan penganut Budhisme. Hal terbaik yang diberikan
kepada Yesus adalah ia disambut sebagai seorang Bodhisatwa, seorang yang
penuh cinta kasih dan mau bersama-sama menderita.
Ada titik temu penting dari dua agama (Kristen dan Budha) yaitu:
 Suatu usaha atau perbuatan manusia yang positif sangat diperlukan dari syarat
untuk menerima pembebasan.
 Penyelamatan sebetulnya tidak pernah dihasilkan dari usaha manusia, sebab
nirwana itu melampaui kategori-kategori pahala dan aphala, artinya nirwana menentang
semua usaha dari manusia. Sementara serupa dengan itu eskhaton dipercaya menerobos
masuk dari sisi lain cakrawala pemahaman dan pengalaman manusia.

Para penganut Budhisme harus sependapat dengan mitra-mitra Kristen yaitu pembebasan
hanya mungkin melalui apa yang mereka terima sebagai “perantara yang menyingkapkan
keselamatan” dan bukan gelar-gelar yang orang berikan kepadanya. Suatu Kristologi pembebasan
melihat perantara keselamatan dalam bentuk Yesus pada kayu salib, simbol tindakan kebajikan
yang membentuk jalan keselamatan yaitu jalan salib (Via Crusis) ada dua antara lain:
1. Tindakan Yesus melepaskan ikatan kedagingan, perasaan biologis yang membuat diriNya
terikat pada dunia (Yesus berjuang menjadi miskin).
2. Yesus mencela mammon, yaitu membagi umat manusia menjadi dua golongan yaitu
golongan orang kaya dan golongan Lazarus.

Dua tindakan Yesus ini adalah inti dari suatu teologi pembebasan di Asia yang berkembang
menjadi suatu Kristologi yang tidak bersaingan dengan Budhologi melainkan saling melengkapi.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 71

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, G.H.
1998 Biographical Dictionary of Christian Missions , New York.

Arifin H.M.
1980 Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar , Jakarta: BPK-GM.

Aritonang, J.S. & Jonge de Chr.


1995 Apa dan Bagaimana Gereja? Jakarta: BPK-GM.

Brown, Thomson G.
1986 Christianity in the Peoples Republic of China History

Berkhof, H/Enklaar I.H.


2003 Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM.

Balasurya, T.
1997 Teologi Sejarah, Jakarta: BPK-GM.

Broughgam, D.R.
____ Merencanakan Misi Lewat Gereja-Gereja Asia , Malang: Gandum Mas.

David Bosch
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 72

1998 Transformasi Misi Kekristenan, Jakarta: BPK-GM.

David M.D.
1985 Asia and Chistianity, Bombay.

Douglas, J.D.
____ The Concise Dictionary of The Christian Tradition

Douglas, J. Elwood
2004 Teologi Kristen Asia, Jakarta: BPK-GM.

Ensiklopedi Umum
1977 Jakarta: Kanisius.

Elwood, Douglas J.
1998 Theologi Kristen Asia, Jakarta: BPK-GM.

End, Th. Van Den


1998 Sejarah Gereja Asia, Yoagyakarta: PPLP Duta Wacana.

England, John C.
1982 Living Theology In Asia, New York: Orbis Books.

-----
1968 Western Colonialism in Asia and Christianity , Bombay.
Farquhar, J.N.
1912 Primer of Hinduism, National Council of Young Men’s Christian Association of India
and Ceylon.

Fernando, Rose
1985 God’s Love Cuts Across History, Sri Lanka, IRM.

Gerald H, A.
1997 Biographical Dictionary of Christian Mission , Michigan: Cambridge.

Hasan Shadily
1984 Ensiklopedi Indonesia, Ikhtisar Baru Van Hoeve , Jakarta: BPK-GM.

Berkhof, H/Enklaar, I.H.


2001 Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM.

Hartono, C.
1974 Ke-Tionghoa-an dan Ke-Kristen-an, Jakarta: BPK-GM.

Hoke, D. E.
1975 The Church in Asia, Chicago.

Hutauruk, J.R.
1986 Tuhan Menyertai Umat-Nya, Tarutung: Kantor Pusat HKBP.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 73

Hasting, A.
1992 A World History of Christianity, London: WmB. Erds Pub Co.

H. Anderson
1998 Gerald Biografical Dicitonary of Chritian Mission .

Kenneth, A (dkk).
____ 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen , Jakarta: BPK-GM.

Lane Tony
1996 Runtut Pijar, Jakarta: BPK-GM.

Lyall T. Leslie
____ John Sung Obor Allah di Asia, Jakarta: BPK-GM.

Manikam, R.B.
1954 Chritianity and The Asian Revolution , Madras: Dioceson.

Moffet, Samuel H.
1992 A History of Christianity in Asia, Vol. I Beginning to 1500, Harper Collins Publisher.

Met, Castillo
1992 Issues and Trends in Christian Missions in Asia , in WMAC.
Myung-Hyuk, Kim
1990 Korean Missions in the World Today and Its Problems , dalam: Korean Church
Growth Explosion dan juga Kim Myung Hyuk, Cooperation and Partnership in
Missions, in WMAC.

Nelia, Sancho
1997 “State Legal Compensation for ‘Comfort Women’ Sought”, dalam: The Philippine
Star, in WMAC.

Pate, Larry D.
1989 From Every People: A Handbook of Two-Thirds World Missions with Directory,
Histories, and Analysis, Monrovia, CA: MARC.

Rin, Ro Bong
1990 Historical Analysis of Missions in Asia , in WMAC.

Sihombing, Justin
1961 Sejarah ni Huria Kristen Batak Protestan , Tarutung.

Singgih, Gerrit E.
2000 Bertheologi dalam Konteks, Jakarta: BPK-GM.

Siwu, Richard A.D.


1993 Misi dalam Pandangan Ekumenikal dan Evangelikal Asia , Jakarta: BPK-GM.
S e j a r a h G e r e j a A s i a – S T T B A S O M , 2 0 1 8 | 74

Song, Choan Seng


1993 Sebutkanlah nama-nama kami; Theologi Cerita dari Perspektif Asia , Jakarta: BPK-
GM.
1995 Allah yang turut Menderita, (Terj. Stephen Soleeman), Jakarta: BPK-GM.

Subbamma, B.V.
1973 Christ Confronts India; Indigenous Expression of Christianity in India , Madras.

Sugirtharajah, R.S.
1996 Wajah Yesus di Asia, Jakarta: BPK-GM.

Thomas, Winburn T.
1962 “The Christian Mission Since 1938: In Southeast Asia”, dalam: Frontiers of the
Christaian World Mission Since 1938: Essays in Honor of Kenneth Scott
Latouretteb, Wilber C. Harr (ed.), Harper, New York.

Thomas, M.M. & Paul E. Converse


1955 Revolution & Redemption, New York.
1970 The Acknowledge Christ of The Indian Renaissance , India.

Thomas, N.E.
2002 Teks-teks Klasik Tentang Misi dan Kekristenan se-Dunia , BPK-GM, Jakarta.

Yamamori, T.
1974 Church Growth in Japan, W. Carey Library, California.

Yewangoe, A.A.
1989 Theologia Crisis di Asia, Jakarta: BPK-GM.

Willem, F.D.
2003 Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja , Jakarta: BPK-GM.

Wolterbeek, J.D.
1959 Gereja-gereja di Negeri Tetangga Indonesia , Jakarta: BPK-GM.

W. Sunquist, Scott
2001 A Dictionary of Asian Christianity, Michigan/Cambridge: WmB Eerdmans Pub. Co,
Grand Rapids.

Anda mungkin juga menyukai