Tingkat/Semester : II/3 Prodi : Teologi Tugas : Sejarah Gereja Umum 2 (SGU 2) Dosen Pengampu : Josina Riruma, M.Th
Rangkuman Buku Sejarah Gereja jilid I
Perkembangan gereja dibagi menjadi tiga periode, yaitu : 1. 30-313 Gereja di dalam kekuasaan yang beragama kafir 2. 313-476 Gereja di dalam kekaisaran Romawi yang beragama Kristen 476-600 Peralihan pusat Gereja dari daerah di sekitar Laut Tengah ke Eropa Barat Adapun Faktor-faktor perkembangan gereja di dalam kekaisaran Romawi: a. Sentralisasi atau Pemusatan Dunia. b. Kesatuan Kebudayaan di dalam Kekaisaran Romawi. c. Perdagangan dan Lalu Lintas dalam Kekaisaran Romawi d. Perdamainan Dunia yang disebut “PaxRomana” e. Sinkretisme dan Timbulnya Kesadaran Monotheisme f. Agama Yahudi Sebagai Pelindung Gereja Rasuli. g. Situasi Filsafat Pada Saat Lahirnya Gereja (munculnya filsafat). Dengan timbulnya gereja, pembagian dunia terdiri atas dua golongan yaitu Israel dan non-Yahudi, yang kemudian diubah menjadi tiga golongan yaitu Israel, Kafir dan Gereja. Dan orang Kristen masuk ke dalam golongan yang ketiga. Tugas gereja yaitu, Koinonia, Marturia, Diakonia dan Didaskalia, untuk mendirikan tanda-tanda kerajaan Allah di bumi (bukan mendirikan kerajaan Allah sendiri). Gereja ditugaskan untuk menjadikan semua bangsa muridNya (Mat. 28:18-20). Jika dipandang dari segi manusia, mustahil untuk melaksanakan tugas ini. Karena gereja tidak mempunyai organisasi, tidak ada sumber keuangan, tidak ada pengikut-pengikut yang berpengaruh atau yang berpendidikan tinggi, dll. Akan tetapi, satu generasi kemudian, Injil itu sudah diberitakan di seluruh Asia Kecil, memasuki Eropa, jemaat-jemaat kecil didirikan di semua kota besar, bahkan di kota Roma (pusat dunia), dan ada juga pengikuit di dalam keluarga kaisar. Jemaat-jemaat itu bersifat misioner (self governing, self supporting, self propagating, dan self reproducting). Ke mana Roh Kudus mengutus mereka, mereka pergi. Faktor pertumbuhan gerjea mula-mula ialah kesaksian orang-orang Kristen yang mati syahid. “Darah orang mati syahid itulah benih gereja” (Tertullianus). Akan tetapi dalam masa pertumbuhan tersebut, terjadi penghambatan dan penganiayaan yang bersifat lokal dan insidensil. Yang kadang-kadang terjadi, tidak selalu, dikarenakan melihat etika, dll. Terjadinya tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada orang Kristen yang mengatakan bahwa orang Kristen membunuh dan memakan anak-anak kecil dalam kebaktian mereka. Ini hanyalah sebagai alasan untuk memusnahkan mereka. Penghambat pertama terjadi di Roma pada tahun 64 atas perintah Kaisar Nero (54-68). Orang-orang Kristen dipermasalahkan dan dituduh bahwa merekalah yang membakar kota Roma. Tapi pengahambatan ini hanya berlangsung sebentar dan bersifat lokal. Dari hal ini terlihat siapa yang setia kepada Allah, disaring maka semakin berkembanglah orang percaya, sehingga penghambatan yang bersifat umum sudah direncanakan secara matang. Pertama, penghambatan di bawah Pemerintah Kaisar Decius (249- 251). Kaisar Decius mewajibkan semua orang Kristen memberi korban persembahan kepada Kaisar. Sebagai bukti, mereka harus memiliki surat keterangan dari Pemerintahan. Hal ini menyebabkan banyak orang Kristen yang murtad, tetapi ada juga orang Kristen yang tetap setia. Kedua, penghambatan di bawah Pemerintahan Kaisar Valerianus (253-260), dia meneruskan penghambat Kaisar Decius. Para pemimpin gereja dikejar, disiksa, dan dibunuh. Akan tetapi, kedua-duanya tidak berhasil melenyapkan gereja, melainkan orang-orang Kristen menjadi propaganda sehingga banyak yang tertarik dan dimenangkan melalui kesaksian. Ketiga, penghambat di bawah Pemerintahan Kaisar Diokletian (284-305). Semua gereja diperintahkan untuk dihancurkan, buku-buku rohani dan Alkitab dibakar, kebaktian dilarang, harta gerejawi disita, diwajibkan untuk menyembah kepada Kaisar, dll. Namun gereja tidak lenyap. Tahun 305 Diokletian dan Maximian mengundurkan diri selaku Kaisar dan diganti oelh Galerius dan Konstantius. Tahun 306 Konstantius meninggal, lalu diganti dengan putera Konstantius. Konstatntius berhasil mengahlakan Maxentius, sehingga pada tahun 313 ia menetapkan suatu edik tolenransi agama ‘Edik Milano’, di mana gereja mendapat kebebasan penuh untuk beribadah, semua rampasan pemerintahan Romawi dikembalikan kepada gereja. Sebelum ia wafat, Kaisar Konstantius dibaptis dan menjadi Kaisar Kristen pertama dalam sejarah dunia. Akan hal ini dapat dipelajari bahwa kekristenan merupakam sebuah ejekan, tetapi semakin ditindas semakin berkembang pesat. Hingga saat ini kekristenan masih tetap eksis. Sesungguhnya penghambatan tidak lain dari alat dalam tangan Tuhan untuk mencapai tujuanNya menguatkan gereja dan mencapai semua lapisan masyarakat dengan Injil. Hampir tidak ada satu pasal di dalam Perjanjian Baru yang tidak menyebut masalah penderitaan. Gereja pun harus menyiapkan orang-orang Kristen untuk penderitaan masa depan. Ada pun dalam masa-masa perkembangannya, gereja mengalami serangan. Dan serangan itu datangnya dari dalam gereja sendiri. Para petobat baru di dalam gereja berasal dari latar belakang Yahudi, agama- agama kafir, dan filsafat Yunani. Sesudah penghancuran kota Roma oleh pemerintah Romawi pada tahun 135 M, muncullah pengaruh filsafat Yunani (khususnya Alexandria). Di antaranya ialah: Gnostik atau Gnostisisme, di mana ajaran ini membedakan antara Allah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Allah Perjanjian Lama dianggap lebih rendah. Dualisme kosmologis mengakibatkan suatu pandangan bahwa materi dan tubuh lebih rendah sifatnya dan kurang penting. Keselamatan dan pembenaran oleh iman diubah menjadi pelepasan zat ilahi di dalam diri manusia berdasarkan usaha- usaha manusia sendiri (askese).Marcion atau Marcionisme, ajarannya sama dengan gnostik. Yesus Kristus tidak diutus oleh Allah Pencipta. Yesus diutus oleh Allah Penyelamat untuk menyelamatkan dunia dan manusia dari tangan Allah Khaliknya. Ia menganut ajaran Doketisme yaitu Yesus Kristus tidak akan kembali. Manicheisme, suatu bentuk atau puncak dari Gnostik. Montanisme, ajaran ini membawa pengaruh yang besar sehingga Bapa Gereja Tertullianus pun masuk golongan Montanisme pada tahun 207. Montanisme sangat menekankan pentingnya nubuatan-nubuatan, glossolalia, kedatangan Tuhan Yesus dengan segera, dan ekstase. Novatianisme, membeda-bedakan antara dosa-dosa yang tidak dapat diampuni dan yang mengakibatkan kematian rohani di satu pihak dan dosa- dosa yang dianggap ringan yang dapat diampuni. Menolak penerimaan kembali dari mereka yang telah menyangkal iman mereka pada waktu pemghambatan gereja dan karena terancam tidak dapat diampuni. Donatisme, searah dengan Novatianisme. Akan serangan-serangan ini, gereja tidaklah tinggal diam. Ada usaha gereja untuk melawan dan membendung perkembangan heresi. Gereja didorong untuk mentetapkan ajaran-ajaran resmi dan patokan-patokan untuk dapat membedakan antara ajaran benar (ortodoksi) dan pengajaran sesat (heterodoksi, heresi). Berhubung dengan hal tersebut, kanon dan pengakuan iman gereja diatur melalui prinsip ‘pewarisan jabatan rasuli’ (suksesi rasuli; apostolic succession). Sejak abad ke-2 timbullah golongan-golongan apologet yang membela kebenaran Injil dan Iman Kristen, yang ditujukan kepada filsuf-flsuf Yunani dan Latin, pemerintahan kekaisaran Romawi, dan orang-orang Yahudi dan bidat-bidat. Berhubungan dengan itu timbullah tiga haluan dan pemikiran atau tiga mazhab teologis dengan cara berpikir, pola pendekatan, titik tolak teologis, dan penekanan yang berbeda-beda. Di antaranya: Mazhab Alexandria, adalah titik temu dari Yudaisme, Platonisme, Neo-Platonisme, Gnostik dan agama-agama yang berasal dari Asia Kecil, Asia, dan Afrika. Teolog Alexandria lebih cenderung kepada metode penafsiran Alkitab yang mengandalkan alegori.Mazhab Antiokhia, bercirikan penafsiran Alkitab yang teliti dan sederhana dengan memperhatikan baik tata bahasa maupun aspek historis.Mazhab Latin, lebih memikirkan pokok-pokok praktis, disiplin gereja dan hukum gerejawi, administrasi dan organisasi gereja, peribadahan dan liturgi gereja, kepemimpinan gereja, pengalimatan dogma dan ketentuan-ketentuan gereja. Ketiga hal di atas membawa pengaruh yang sangat besar, dan menghasilkan doktrin-doktrin yang bertentangan. Di antaranya: Konsili Oikumenis, merupakan rapat para uskup dan beberapa tokoh gerejawi tertentu yang memiliki yuridiksi gerejawi (hak untuk menentukan hukum). Hadir untuk menentang akan ajaran-ajaran yang menyesatkan. Kurang lebih ada 21 konsili Oikumenis. Setelah ini tidak ada lagi konsili, yang ada hanya doktrin atau dogma Kristen yang dibahas. Perselisihan tentang ‘Logos’ dan soal Arianisme, inti perselisihan ialah masalah Kristologi dan soal Trinitas. Dan ini diselesaikan oleh Konsili Oikumenis II. Konsili Oikumenis II di Konstantinopel – 381, konsili ini mengukuhkan kembali pengalimatan ‘Nicenum’ (dengan beberapa tambahan) serta keputusan-keputusan lainnya di Konsili di Nicea. Setelah itu, pengakuan iman menjadi pernyataan iman yang resmi di gereja-gereja Orthodoks-Yunani; demikian pula di gereja- gereja bagian Barat, akan tetapi ada tambahan yang menimbulkan perselisihan di antara gereja Khatolik Roma dan gereja Orthodoks. Perselisihan tentang kedua tabiat Kristus, Konsili Oikumenis III di Efesus, menolak ajaran-ajaran Nestorius dan dibuang ke Mesir. Timbulnya Monofitismedan sinode Efesus, melenyapkan kemanusiaan Kristus dan kurang memperhatikan bahwa tabiat kemanusiaan Tuhan Yesus merupakan suatu syarat mutlak untuk penebusan. Konsili Oikumenis IV Chalcedon, perselisihan teologis dapat diselesaikan untuk sementara waktu. Dengan keputusannya, gereja mengaku bahwa sebenarnya kedua tabiat Kristus merupakan suatu rahasia yang tidak dapat dipecahkan dengan logika manusia dan hanya dapat diuraikan secara komplementer atau secara dialektik, yaitu dengan cara menyebut dua pokok sekaligus.Perpecahan gereja dan timbulnya gereja-gereja Monofist dan Duofist, mereka tidak lagi mengakui kepemimpinan Roma dan gereja Katolik. Gereja mengarahkan anggota-anggotanya untuk diakonia gerejawi dan bagi keimbangan di dalam dan di antara jemaat-jemaat. Segi yang selalu ditekankan oleh gereja mula-mula dalam hubungan dengan milik pribadi dan penggunaan kekayaan bahwa sebenarnya Allah sendirilah Pemilik segala sesuatu yang baik, sehingga hal memberi dengan rela adalah imitasi Allah yang sudah dengan rela memberikan Anak-Nya. Milik pribadi dan kekayaan tidak dapat dipisahkan dari segi tanggungjawab untuk memberikan dan membagi-bagikan apa yang ada pada kita. Allah sebagai Pemilik segala harta dan menuntut bahwa persekutuan kasih di dalam gereja menuntut suatu kesinambungan kekayaan, dalam pengertian yang disampaikan oleh Cyprianus dan Basilius. Agustinus adalah seorang yang berpengaruh dalam perkembangan gereja dan sejarah teologi. Banyak usaha untuk memperbarui Gereja Katolik Roma bertitik tolak dari teologi Agustinus. Dalam pengajarannya Agustinus yakin bahwa di luar gereja tidak ada keselamatan, ia juga menolak sistem kepausan dan tuntutan para uskup di Roma, ia melawan ajaran ‘transub- stansiasi’, di dalam dan melalui baptisan sesorang mati bagi dosa dan turut dibangkitkan bersama dengan Kristus, dan dalam pengajarannya Agustinus menekankan ketigaan dalam keesaan. Agustinus adalah seorang teolog yang paling berpengaruh antara zaman rasul Paulus dan Scholastik bahkan pada zaman Reformasi, ia memiliki teologi yang berorak Alkitabiah. Banyak perkembangan teologis bertitik tolak dari teologi Agustinus, misalnya teologi Scholastik, teolog-teolog Ordo Fransiskan dan juga mistik pada abad-abad pertengahan. Teolog Agustinus juga mempengaruhi para Reformator, khususnya Martin Luther.
Rangkuman buku Sejarah Gereja jilid II
Pada bab pertama dalam buku ini, membahas mengenai bagaimana
Injil diberitakan atau dikabarkan di Eropa. Lalu kemudian dibagi lagi menjadi beberapa sub-bab, yaitu Pendahuluan yang berisi tentang Injil yang mulai berkembang dari daerah Kekaisaran Romawi hingga hampir semua suku bangsa di Eropa menjadi Kristen dalam waktu 600 tahun. Lalu sub-bab yang kedua tentang Pekabaran Injil yang Bersifat Kontekstual, yang berisi tentang kondisi pada abad IV sampai abad VII bangsa-bangsa dan suku-suku Eropa masih banyak yang berpindah karena berbagai masalah yang terjadi di daerah mereka, contohnya peperangan, ketidakstabilan situasi, pendirian dan kehancuran kerajaan-kerajaan suku menjadi ciri-ciri pada abad itu. Sebelum pengkristenan, bangsa-bangsa Slav (a.l. Rusia, Bulgaria, Yugoslavia, Polandia, Slovenia, dll) dan German (a.l. Swedia, Norwegia, Denmark, Jerman, Belanda, dll) menganut agama suku yang bersifat animis dan politheis. Pengertian akan anthropologi suku sangat penting dalam hal penginjilan, khususnya juga untuk suku-suku yang menganut animisme, supaya Injil bukan hanya dapat tersampaikan, tapi juga dapat dimengerti dengan baik oleh pendengarnya. Pada sub-bab terakhir berjudul Pengkristenan Suku-suku di Eropa, berisi tentang bagaimana hampir seluruh daerah Eropa mulai diisi oleh kekristenan. Mulai pada tahun 432 di daerah Irlandia dan Inggris, hingga akhirnya Pengkristenan Eropa dapat dianggap selesai dengan suku Prusia dan suku Wenden menjadi Kristen pada abad 13 dan 14. “Ledakan situasi di semenanjung Arabia yang mengakibatkan separuh dari seluruh daerah Laut tengah dimenangkan dan ditobatkan oleh agama Islam merupakan kejadian yang paling luar biasa dalam sejarah Abad-abad Pertengahan” (W. Durant). Namun sementara itu, sampai sekarang hubungan antara agama Kristen dan agama Islam sering tegang, peka dan penuh ingatan akan masa lampau, dan salah satunya yang paling menonjol adalah kebengisan dalam Perang-perang Salib (1096-1291). Dan sesudah nabi Muhammad meninggal dunia pada tanggal 6 Juni 632 pemimpin- pemimpin Islam berhasil mempersatukan suku-suku Arab dan memulai suatu ekspansi dan perluasan kuasa Arab yang ofensif dan unik, dimulai pada tahun 634, dimana daerah antara sungai Yordan dan Efrat berhasil dimenangkan, dan setelah 100 tahun sesudah nabi Muhammad meninggal tepatnya pada tahun 732 tentara Ayab memasuki pusat Eropa dan memerangi Eropa dari sebelah Barat dan Timur, hingga akhirnya mereka berhasil menguasai Spanyol sampai tahun 1492. Pada Abad-abad Pertengahan, Orient (Islam) dan Okzident (Kristen) bertalian erat melalui bayak hubungan, dan pada dasarnya hubungan antara mereka dapat dikatakan cukup toleran, khususnya antara abad ke-7 dan pertengahan abad ke-11, namun banyak masalah yang dihadapi oleh gereja dan Islam searah hubungan iman dan rasio hingga akhirnya orang kristen dan orang Yahudi dinilai pemilik-pemilik Kitab Suci mereka diizinkan untuk meneruskan peribadahan mereka dan mempraktekkan agama mereka masing-masing, walaupun dengan syarat-syarat tertentu hingga mereka seringkali dianggap sebagai warga negara yang status dan haknya terbatas (second class citizen). Perpecahan maupun kemunduran terjadi mulai dari gereja Katolik- Roma di Afrika Utara, walaupun memiliki sumber daya yang mumpuni, bahkan luar biasa, tapi tetap saja bisa lenyap, beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari Sejarah Gereja: a. Gereja di Afrika Utara tidak berakar di antara penduduk-penduduk asli, yaitu suku Berber, melainkan berakar dan kemudian bertumbuh hanya dalam lapisan masyarakat yang berlatar belakang Romawi (latin). b. Alkitab tidak diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa asli, hanya memakai naskah-naskah Yunani dan Vulgata. c. Gereja Katolik sering dilemahkan oleh pertikaian-pertikaian teologis. d. Gereja Katolik di Afrika Utara adalah gereja statis yang tidak mempunyai semangat misi dan terikat pada pemerintahan kekaisaran Romawi. Pada permulaan abad ke-9 buku-buku dan karangan Agustinus (354- 430) menarik perhatian baru. Salah satu akibat dari perhatian baru ini terhadap teologi Agustinus ialah diskusi-diskusi teologis yang hebat tentang soal predestinasi dan perjamuan kudus. Masalah lain yang hangat didiskusikan ialah makna perjamuan kudus dan pemahaman transubstansiasi. Gereja Katolik Roma tidak dapat mengerti lepas dari konsep sakramentalisme. Skolastik suatu bentuk ilmu teologi dan filsadat tertentu yang dimaksudkan, cara berteologi ini muncul padaabad VII. Istilah sekolastik atau sekolastisisme berasal dari istilah latin Schola atau istilah Yunani Schole yang berarti sekolah. Reinaissance berasal dari bahasa Perancis dan berarti kelahiran kembali. Istilah ini muncul kembali dan semakin berpengaruhnya filsafat Yunani dan latin yang kuno. Yang mempengaruhi seluruh sejarah perkembangan kebudayaan, sejarah filsafar, dan sejarah teologis di Eropa. Humanisme dibentuk berdasarkankata latin humanus yang berarti manusiawi atau humanum yang berarti menyangkut manusia. Banyak diantara pemimpin- pemimpin Gereja Katolik Roma turut tenggelam dalam kemerosotan moral zaman mereka. Pengarang- pengarang zaman itu sering melukiskan tokoh-tokoh gerejawi dengan dosa cabul dan zinah. Pada abad XIII Gereja Katolik Roma menghadapi pelbagai bidat dan heresi yang paling berpengaruh ialah Kuam Kathar atau Albeigens, dan Gereja Walderns. Golongan Kathar dipengaruhi oleh pengajaran-pengajaran Neo Manicheisme di bawa ke Eropa oleh pedagang-pedagang dan tentara- tentara perang salib yang menemukanya di Timur Tengah. Keadaan rohani gereja Katolik-Roma yang menyedihkan dan banyak faktor lahirian lainnya menimbulkan kerinduan akan pembaharuan gereja Katolik-Roma. Usaha-usaha tersebut melalui konsili-konsili Reform Konsiliarisme dan melalui usaha para teolog atau perintis-perintis reformasi. Para perintis-perintis reformasi tersebut antara lain Gregor dari Rimini, John Wycliffe, Yohanes Gerson, Yohanes Hus, Girolamo Savonarola dan teolog Reform di Jerman yaitu Yohanes Pupper dari Goch, Yohanes Rucharth dari Wesel dan Wesel Gansfort. Perkembangan Paus ke Babel, Paus- paus yang saling mengucilkan keadaan rohani gereja Katolik Roma yang menyedihkan dan banyak faktor lahiriah kainnya menimbulkan kerinduan akan pembaharuan Gereja Katolik Roma. Dietrich von Nieheim seorang uskup di Jerman utara menolak tuntutan-tuntutan kepausan dengan tajam. Konsili di Konstanz mengklaim bahwa konsili mempunyai otoritasnya langsugndari Kristus, sehingga semua manusia termasuk paus harus mentaati konsili- konsili dalam hal-hal yang menyangkut iman penyelesaian schisma gereja dan pembaharuan gereja. Hasil konsii-konsili reform di Pisa di Konstanz dan di Basei hampir tidak ada. Kuasa beralih kembali ke paus. Dengan perintis-perintis Reformasidimaksudkan teolog-teolog yang memperlihatkan unsur-unsru kesamaan karya teologis para reformator. Penafsir dan promotor karya teologis Agustinus yang terbaik pada abad-abad pertengahan menolak kehendak bebas manusia, mengajarkan rahmat Allah yang mendahului dan memilih manusia perbuatan –perbuatan yang baik hanya sebagai akibat karya keselamatan Allah.