Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“MONTANISME”

Dosen Pengampu:

Obet Nego, M.Th

Mata Kuliah:

Doktrin Ekklesiologi dan Bidat-Bidat

Disusun Oleh:

EFULGEN DAELI

NIM: 21.1592

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA EBENHAEZER

(STTE)

Program Studi Teologi

Tanjung Enim, Maret 2024


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Rumusan Masalah............................................................................................ 2
Tujuan Penulisan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
Tokoh Pendiri Montanisme ............................................................................. 3
Sejarah dan Perkembangan Montanisme ...................................................... 3
Ajaran Montanisme ......................................................................................... 5
BAB III TINJAUAN ALKITABIAH DAN SIKAP GEREJA
Persepektif Alkitab terhadap Montanisme.................................................... 10
Alkitab Sebagai Firman Allah ................................................................................. 10
Karunia Dari Roh Kudus (Bernubuat, Mujizat, dan Berbahasa Roh) .................. 10
Sikap Gereja Dalam Menghadapi Ajaran Montanisme ............................... 12
Memegang Teguh Otoritas Alkitab Sebagai Firman Allah.................................... 12
Membangun Relasi Yang Tidak Terbatas Dengan Allah ....................................... 12
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengajaran yang benar dalam pemikiran Kristiani, harus di dasarkan pada Alkitab agar
tidak terjadi masalah dalam konsep berpikir tentang Allah dan karya-Nya. Di dalam Kekristenan
sendiri, ada oknum-oknum yang mengalami kemerosotan rohani sehingga mengalami
pemahaman yang salah tentang teologi dengan dasar yang benar. Seorang tokoh yang bernama
Montanus dari Firgia, telah masuk daftar bidat kekristenan oleh karena cara berteologi yang
salah dengan teori yang tidak Alkitabiah. Pengajarannya cukup memberikan sumbangsih yang
buruk bagi perkembangan iman Kristiani dalam memahami Allah dan karya-Nya.

Konsep berpikir bidat seorang Montanus, dirasa perlu di lakukan pengkajian oleh penulis
agar mengerti letak kesalahan berteologi yang telah di bangunnya. Seseorang dikatakan bidat
apabila mengajarkan sesuatu di luar standar kebenaran. Persentase bidat disepanjang abad bukan
semakin merosot tetapi semakin berkembang dengan berbagai sudut pandang yang berbeda
dalam menaggapi isi Alkitab yang adalah firman Allah. Dalam analisa penulis, hadirnya bidat
tersebut dikarenakan ketidaktundukan pada Allah yang memaksakan diri untuk memahami isi
pikiran Allah, padahal pada dasarnya manusia begitu terbatas untuk mengerti tujuan-tujuan
Allah. Maka dari hal tersebut, manusia yang egois memaksakan kehendaknya untuk
mengeluarkan isi Alkitab dari pikiran manusianya dan bukan atas tuntutan Roh Kudus.
Keinginan hati manusia yang selalu ingin memahami Allah telah menjadikannya sesat berpikir
dan merumuskan konsep yang salah. Begitu halnya dengan Montanus yang terlalu ambisi dalam
memahami firman Allah dan tidak ada tindakan merendahkan diri dan lebih mengikuti kehendak
bebas yang diberikan oleh Allah.
2

Rumusan Masalah

Untuk memahami secara luas tentang pengajaran dari Montaisme, maka penulis akan
menguraikan beberapa masalah-masalah yang terjadi sepanjang pengajaran Montanisme, antara
lain:

1. Apa yang melatarbelakangi munculnya pengajaran Montanisme?


2. Mengapa pengajaran Montanisme dikatakan sesat oleh kekristen?
3. Bagaimana tinjauan Alkitabiah dan peran gereja dalam menghadapi pengajaran
tersebut?

Tujuan Penulisan

1. Agar pembaca dapat mengerti sejarah munculnya pengajaran Montanisme.


2. Untuk memahami secara jelas tiitk kesesatan yang diajarkan oleh kaum Montanisme.
3. Supaya mampu menyikapi pengajaran sesat dari Montanisme berdasarkan sudut padang
Alkitab dan mengetahui tindakan gereja.
3

BAB II
PEMBAHASAN

Tokoh Pendiri Montanisme

Gerakan Montanisme ini di pimpin oleh seorang yang Bernama Montanus yang berasal
dari Ardabau, sebuah dusun di Mysia pedalaman Asia Kecil bagian (bagian barat Turki
Modern). Sebelum ia menjadi bidat Kristen, Montanus menjabat sebagai imam kuil agama
Kybele di Firgia yang memusatkan penyembahan kepada berhala.1 Kemajuan dari doktrin
Montanus sempat memberikan pengaruh yang besar bagi orang-orang yang mudah goyah
imannya, sehingga percaya kepada pengajaran yang tidak Alkitabiah. Namun, pengajaran
seorang Montanus tidak selamanya berkembang, tetapi ada titik yang menjadikan
pengajarannya tidak eksis dan mulai perlahan-lahan hilang. Pada akhir hidup Montanus,
Eusebius mengatakan bahwa kematian Montanus dan pengikutnya bukan mati martir namun
gantung diri.2

Montanisme dikenal sebagai suatu paham sesat yang di klaim oleh para teolog karena
memiliki titik pengajaran yang berseberangan dengan Alkitab. Para pengikut Montanisme
mempunyai keyakinan janji tentang iman akan segera terwujud dengan memurnikan diri sebagai
upaya dalam mempersiapkan diri dalam menyambut penggenapan janji iman tersebut dan
Montanus sendiri menyaksikan bahwa ia telah mendapat pernyataan langsung dari Tuhan.3

Sejarah dan Peerkembangan Montanisme

Montanisme adalah salah satu bidat yang hidup pada zaman perkembangan Teologi di
abad permulaan (1-590 M).4Latar belakang dari pengajaran montanisme ialah karena adanya
paham gnostic yang terlalu mengedepankan rasional dan kesuaman gereja, sehingga Montanus
memberikan reaksi dalam menanggapi pengajaran tersebut namun diri mereka sendiri tersesat

1
Paulus D.H. daun, Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa, 1st ed. (Medio: Yayasan Daun Fahmi, 1987).
2
Anggi Maringan Hasiholan, “Polisentris Perkembangan Pentakostalisme: Sebuah Kajian Retrospektif
Dari Gereja Abad Kuno Hingga Pertengahan,” Kurios 9, no. 1 (2023): 11.
3
Antonius Denny Firmanto, “‘Manusia’ Dalam Perspektif Pengalaman Hidup Kristianitas Abad Ii-Iv,”
Seri Filsafat Teologi Widya Sasana 29, no. 28 (2019): 210–229, www.stftws.org.
4
Jimmy Agustin Siregar, “Pandangan Teologi Pribadi Yang Relevan Dengan Dekade Ii Abad Xxi,”
Kerusso: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 1, no. 1 (2015): 1–24,
https://ejournal.sttoi.ac.id/index.php/kerusso1/article/view/36.
4

dalam kerohanian yang palsu dan menganggap dirinya dipenuhi oleh Roh Kudus sehingga
terjadinya penipuan dalam karunia rohani yang palsu.5 Dalam pemikiran penulis, kesesatan dari
Montanus di akibatkan oleh pemahaman Alkitab yang tidak kuat sehingga dasar berteologi
kurang kokoh dan dapat mengakibtkan kerobohan dalam sekejap. Akan tetapi, pengajaran sesat
dari kaum Montanisme tidak bertahan lama dan mereka mengalami kemunduran pada tahun 320
M dan titik kehancuran kaum bidat tersebut puncaknya terjadi pada abad ke-6. Oleh karena
Gerakan Montanisme begiu percaya pada pewahyuan Allah dan nubuatan serta karunia untuk
berbahasa Roh, maka mereka menubuatkan kedatangan Tuhan Yesus di Frigia dalam jangka
yang dekat.

Dalam proses perkembangan doktrin Montanisme, setelah masa Reformasi, muncul


kelompok-kelompok penyembuhan neo-Montanis6 di antaranya sebagai berikut:

No Kelompok Penyembuh Pendiri Tahun didirikan


1. Quakers George Fox 1624
2. Dunker Church Alexander Mack 1700-an
3. Shakings Quakers Ann Lee 1736
4. Chatolic Apostolic Church Edward Irving 1830
5. Mormons Joseph Smith 1835
6. Oneida Community John Humprey N. 1835
7. Trudel Faith Home Dorothea Trudel 1851

Pengajaran Montanisme yang sudah tersebar diberbagai wilayah, tentunya menarik


beberapa orang untuk masuk dalam pengajaran, karena pada dasarnya mereka mengedepankan
karuna dari Roh Kudus. Dari hal itu, tidak bisa dipungkiri aka nada orang yang terpengaruh
melalui penawaran ajaran tersebut. Salah satu tokoh yang masuk dalam golongan Montanisme
dan kemudian memisahkan diri dari gereja Katolik (199) ialah Tertulianus yang merupakan

5
Siregar, “Pandangan Teologi Pribadi Yang Relevan Dengan Dekade Ii Abad Xxi.”
6
Siregar, “Pandangan Teologi Pribadi Yang Relevan Dengan Dekade Ii Abad Xxi.”
5

seorang yang cerdas, dan memiliki gagasan yang baik.7 Meskipun Tertulianus telah bergabung
dengan montanisme, ia tetap masuk sebagai anggota jemaat Katolik.

Ajaran Montanisme

Montanus adalah seorang yang menghidupkan kembali gerakan pentakosta karena dalam
situasi yang di alaminya, kehidupan spiritual orang Kristen telah merosot dan tidak
mempraktikkan kehidupan yang didasari pada Roh Kudus, sebab dalam montanisme ini,
mempercayai akan karunia Roh Kudus untuk dapat bernubuat dan berbicara dalam Bahasa
lidah.8 Dalam catatan Philip Schaff, Montanus pernah mengeluarkan statement yang
mengatakan bahwa “setelah saya, tidak akan ada lagi nubuatan, melainkan akhir dunia”.9
Montanus dianggap sebagai nabi palsu karena mempercayai dan mempraktikkan karunia
nubuatan, meskipun nubuatannya itu tidak di genapi. Orang-orang yang telah terpengaruh pada
pengajaran Montanus ialah Maximilla dan Priskilla yang rela meninggalkan suaminya untuk
menjadi seorang nabiah dan mengajarkan bahwa Bahasa roh lebih jauh tinggi otoritasnya
daripada kitab suci dan pengajaran para rasul.10

Dalam berbagai pengajaran Montanus, ia memberikan berbagai pengharapan Kristiani


sebagai suatu prosedur ataupun metode dalam membangkitkan rasa antusiasme jemaat Kristiani
di Asia Kecil. Montanus meyakini bahwa dirinya adalah roh penolong seperti yang di janjikan
oleh Yesus Kristus (Yoh. 14:16,26).11 Tujuan utama Montanus menggunakan cara pemberian
harapan kepada jemaat Kristiani adalah untuk mengalahkan kelesuan iman yang selama ini
terjadi dengan membaca Mazmur, pernyataan mengenai penglihatan-penglihatan, dan doa-doa.
Latar belakang Montanus sebagai seorang imam agama Cybele, yang hidup dalam praktek
kehidupan dalam pemujaan dewi Kybele, termasuk upacara-upacara kesuburan, percabulan

7
Elsa Lorensa, “KAJIAN TEOLOGIS TENTANG KONSEP KETRITUNGGALAN ALLAH
MENURUT PANDANGAN TERTULIANUS” (n.d.).
8
Hasiholan, “Polisentris Perkembangan Pentakostalisme: Sebuah Kajian Retrospektif Dari Gereja Abad
Kuno Hingga Pertengahan.”
9
Philip Schaff, History of the Christian Church, Vol. 2: Ante-Nicene Christianity, A. D. 100-325 (USA:
Forgotten Books publishes, 2017).
10
Hasiholan, “Polisentris Perkembangan Pentakostalisme: Sebuah Kajian Retrospektif Dari Gereja Abad
Kuno Hingga Pertengahan.”
11
Morris Phillips Takaliuang, “Ancaman Ajaran Sesat Di Lingkungan Kekristenan: Suatu Pelajaran Bagi
Gereja-Gereja Di Indonesia,” Missio Ecclesiae 9, no. 1 (2020): 132–156.
6

agamawi, spiritisme dan ekstase, tentunya akan mempengaruhi cara pandangnya didalam
kekristena.12

Dalam menghidupkan suasana, pengikut setia Montanus yang merupakan dua orang
Wanita yang Bernama Priscilla dan Maximilla memberi nubuat-nubuat seperti pada Perjanjian
Lama dan keadaan mereka pada saat menyampaikan nubuatan berada pada posisi kehilangan
kesadaran (trance). Pemahaman Montanus terhadap Yerusalem Baru yang di nubuatkan dalam
kitab Wahyu telah terwujud, dan lanjut lagi, pengikutnya meyakini bahwa orang Kristiani yang
sejati dapat di lihat dari radikalitasnya, hidup asketis, matiraga, dan mempunyai pengharapan
yang eskatologis.13

Montanus yang mengaku dirinya mendapatkan wahyu khusus dari Roh Kudus, mulai
mengadakan kebaktian kebangunan rohani dimana-mana. Ia dan para pengiktunya menitik
beratkan pada Bahasa lidah dan berekstase (jiwa meninggalkan tubuh seketika untuk bernafas
dan bersukaria dalam suasana Ilahi).14 Dalam penyampaian mereka tentang Bahasa lidah atau
Bahasa roh (glosalalia), ada hal yang menjadi isi pernyataan mereka, yaitu dengan mengatakan
bahwa “Akhir dunia sudah sampai, jangan kawin lagi, berpuasalah dan tinggalkan dunia serta
berkumpullah di Pepuza (Desa kecil di Asia Kecil) karena Tuhan akan mendirikan Yeruasalem
yang baru disana.”15 Sehingga dari keyakinan akan karunia Bahasa roh yang menjamin
kedatangan Yesus Kristus di Pepuza, semua orang berbondong-bondong untuk menjual semua
harta bendanya dan menyamakan harganya dengan firman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
serta kaum montanisme ini melaporkan diri kepada pihak yang berwajib. Pengajaran lain yang
dipercayai oleh Montanus dan kemudian menyebarkannya, adalah mengenai roh penolong yang
menuntut perilaku yang suci: dengan melarang janda untuk menikah kedua kalinya, harus
banyak berpuasa, menahan nafsu diri, mati syahid dianggap sebai suatu kehormatan sebab
darahmu adalah anak kunci Firdaus.16

Montanus telah merumuskan perkembangan terhadap pandangan mengenai kekristenan


yang di bagi dalam empat tahap yaitu: (1) agama alamiah, (2) agama hukum dari PL, (3) Injil

12
Firmanto, “‘Manusia’ Dalam Perspektif Pengalaman Hidup Kristianitas Abad Ii-Iv.”
13
Diertich Kuhl, Sejarah Gereja Mula-Mula (Batu, Malang: YPPIB, 1992).
14
Paulus D.H. daun, Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa.
15
Takaliuang, “Ancaman Ajaran Sesat Di Lingkungan Kekristenan: Suatu Pelajaran Bagi Gereja-Gereja
Di Indonesia.”
16
Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985).
7

selama Kristus di bumi dan (4) penyataan wahyu dari sang Penghibur (agama kerohanian dari
kaum montanisme). Ajaran dari Montanisme memiliki kemiripan dengan ajaran Milenarisme,
hanya penekanannya berbeda, sebab Mileniarisme menekankan pada aspek eskatologi
sedangkan montanisme lebih menekankan pada aspek profetik dan pneumatis meskipun pada
akhirnya juga bersifat eskatologis.17 Salah satu hal menarik yang terjadi pada kaum montanisme
ialah pada waktu menubuatkan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua pada disaat kematian
Maximilla pada tahun 197, namun ramalan tersebut gagal dan mereka memindahkan untuk
menubuatkan lagi pada tahun 200 M, namun hal yang sama, Kristus pun tidak datang yang
kedua kalinya, sehingga kaum tersebut menyalahkan gereja dan membuat peraturan yang lebih
keras lagi.18 Keunikan dari pengajaran montanisme ialah perjuangan untuk terus
mengperbaharui strategi dalam merumuskan Kembali pengajaran baru, agar tetap eksis.
Konsekuensi dari mengikuti ajaran montanisme ialah harus tunduk pada segala perkataan yang
di ucapkan tanpa membantah serta di lakukan secara total. Penganut dari pengajaran
montanisme adalah aliran pentakostalisme yang tetap mempertahankan dan mengembangkan
doktrin montanisme keseluruh dunia khususnya untuk belahan dunia selatan karena di nilai
teologi dan spiritualitasnya tetap berpadanan dengan ortodoksi iman Kristen secara
menyeluruh.19

Pada tahun 208 M, seorang yang Bernama Tertulianus dari Karthago tepatnya di daerah
Afrika Utara, tertarik dan masuk dalam kelompok Montanisme karena pengajaran prinsip hidup
rohani dari kelompok tersebut. Pengikut Montanisme di Afrika Utara tepatnya pada masa
Tertullianus melangsungkan puasa dalam waktu yang lama, melarang perkawinan kedua, dan
menyarankan lari pada waktu penganiayaan orang Kritiani. Pengaruh Montanisme bukan hanya
di wilayah Afrika Utara, namun telah sampai di Roma pada tahun 177 M pada masa Paus
Eleutherus yang menimbulkan kontroversi, sehingga harus di adakannya pertemuan para uskup
dari Asia Kecil untuk menanggapi sekte Montanisme dalam catatan Eusebius. Para uskup
menanggapi aliran Montanisme sebagai ajaran yang tidak sesuai dengan pemikiran Kristiani
yang pada umumnya. Pertikaian teologis yang terdapat pada kaum Montanisme berpusat pada

17
Dr. Edison R.L. Tambunan, Diktat:Sejarah Gereja I (Berbagai Ajaran Sesat Dan Kultur), Progam
Strata Satu, vol. 2017 (Malang: Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widia Sasana, 2017).
18
Tambunan, Diktat:Sejarah Gereja I (Berbagai Ajaran Sesat Dan Kultur), vol. 2017, p. .
19
Hasiholan, “Polisentris Perkembangan Pentakostalisme: Sebuah Kajian Retrospektif Dari Gereja Abad
Kuno Hingga Pertengahan.”
8

pertanyaan mengenai kesejatian warta nubuatan. Bagi penganut Montanisme menyatakan


bahwa pengalaman ekstasis menunjukkan kesejatian warta yang di sampaikan, sedangkan dalam
pandangan Katolik, warta sejati hanya dapat di sampaikan dalam keadaan sadar dan mampu
menguasai dirinya pada saat memberikan nubuatan.20

Inti dari pengajaran Montanus secara sederhana dapat di ungkapkan sebagai berikut:21

1. Menerima seluruh jilid Alkitab dan menjadikannya sebagai ukuran keyakinan Kristen.
2. Montanus mengaku mendapat wahyu khusus dari Roh Kudus, sehingga perkataannya
lebih berwibawa dari Alkitab.
3. Menitikberatkan pada karunia Roh Kudus, dibidang mujizat, bernubuat, berbahasa lidah,
dan karunia ini digunakan untuk menjadi tolak ukur gereja yang sejati.
4. Cara bernubuat yang berbeda dengan biasanya orang percaya lakukan, dan lebih mirip
dengan cara imam-imam di kuil Cybela yaitu bernubuat dengan memasuki keadaan yang
menghilangkan perasaan dan bersikap pasif. Apabila hal tersebut dilakukan, dalam
pandangan kaum montanisme, Allah akan menguasai sentral dirinya dan berbicara
melaluinya.
5. Nubuatan mereka berpusatkan pada kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Dalam
penyelidikan kitab Yohanes, mereka mendapartkan wahyu tentang zaman Roh Kudus.
6. Menitikberatkan kehidupan yang disiplin dengan menahan diri, bahkan menyiksa diri
untuk mengurangi nafsu dan dosa. Bagi montanisme sendiri, ada dosa yang dapat di
ampuni dan ada dosa yang tidak dapat di ampuni.
7. Mereka menampilkan sikap yang membenci dunia dengan begitu ekstrim, dengan
melarang Wanita memakai perhiasan, perempuan yang masih perawan harus memakai
tudung kepala. Pengetahuan, kesenian dan segala bentuk rekreasi di anggap sebagai
jebakan Iblis yang harus di tolak. Bagi kaum montanisme, hidup sendirian lebih baik
dari pada berkeluarga, perkawinan ulang di anggap sebagai zinah. Dalam halnya
pertobatan, hanyalah sekali terjadi dan tidak dapat di ulangi, bagi mereka yang murtad,
tidak dapat lagi di terima di dalam gereja.

20
Firmanto, “‘Manusia’ Dalam Perspektif Pengalaman Hidup Kristianitas Abad Ii-Iv.”
21
Paulus D.H. daun, Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa.
9

8. Meremehkan segala bentuk jabatan gereja, sebab hanya orang yang mendapat karunia
Roh Kuduslah yang dapat melayani.
9. Montanisme membagi orang Kristen duniawi dan Kristen rohani. Artinya bahwa hanya
orang yang telah menerima didikan merekalah yang dapat disebut Kristen rohani.
10. Montanisme percaya bahwa ada wahyu yanga tidak putus-putusnya maju.
10

BAB III
TINJAUAN ALKITABIAH DAN SIKAP GEREJA

Perspektif Alkitab Terhadap Ajaran Montanisme

Alkitab Sebagai Firman Allah

Dalam pembahasan penulis mengenai Montanisme, telah menimbulkan kontroversi di


dalam pemahaman tentang Alkitab, sehingga mengeluarkan hasil tafsiran yang melenceng dari
konteks teks Alkitab. Montanisme telah menjadikan kemurnian Alkitab menjadi lemah, sebab
mereka menganggap diri lebih tinggi dari otoritas Alkitab. Pemahaman tersebut jelas
berlawanan dengan firman Tuhan sebagai penyataan Allah secara khusus kepada manusia.
Dalam pemikiran penulis, orang yang merendahkan firman Tuhan memiliki kesamaan dengan
merendahkan Allah. Kaum montanisme memiliki ketikdasadaran bahwa mereka adalah ciptaan
Allah dan seharusnya tunduk di bawah pimpinan Allah. Kaum Injili berpandangan bahwa
Alkitab adalah Firman Allah yang objektif dan Absolut, karena otoritas Alkitab bersifat mutlak
karena berasal dari Allah dan memiliki otoritas yang mutlak bagi manusia, sehingga itulah
sebabnya Alkitab bersifat innerancy.22 Lebih lagi, Alkitab yang adalah firman Allah menyatakan
bahwa “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi
hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Yesus Kristus.
Sebab segala tulisan yang diilhamkan oleh Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam
kebenaran” (2 Tim. 3:15-16). Jadi, kaum Montanisme sah di katakan sebagai bidat karena
mengajarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan ortodoksi Alkitab.

Karunia dari Roh Kudus (Bernubuat, Mujizat, dan Berbahasa Roh)

Untuk memahami akan masalah mengenai karunia, maka terlebih dahulu harus
memahami kepribadian dari Roh Kudus. Perlu diketahui bahwa karunia dari Allah hanya dapat
diperoleh apabila seseorang telah bertobat, menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Roh Kudus hanya dapat bekerja dihati setiap orang yang ingin menerima-Nya, tanpa ada
tindakan penerimaan maka orang tidak akan dapat memahami kebenaran yang dari Allah. Sebab

22
dan Paulus Kunto Baskoro Paulus Purworto, Suhadi, “Peranan Alkitab Sebagai Otoritas Tertinggi Dan
Aplikasinya Dalam Misi Gereja Masa Kini,” Jurnal Teologi Berita Hidup 5, no. 1 (2022): 181–195.
11

pikiran manusia terlalu terbatas untuk memahami Allah yang melampaui segala akal, apabila
sejauh ini manusia bisa mengenal Allah, maka itu adalah kasih karunia karena sesungguhnya
manusia telah rusak secara total dan sulit untuk memahami Allah. Terkait dengan montanisme
yang menitikberatkan pengajarannya pada karunia Roh Kudus, tindakan ini harus di dasari pada
pemahaman firman Allah yang benar dan sesuai konteks. Memang karunia untuk bernubuat,
berbahasa Roh, mengadakan mujizat masih relevan sampai sekarang, namun apakah itu berasal
dari Allah. Jika ditinjau Kembali latar belakang montanisme, ritual-ritual yang biasa di
lakukannya di tempat kuil-kuil, telah di bawa di dalam pengajaran kekristenan yang merusak
esensi dari penyembahan kepada Allah. Kesalahan yang dilakukan oleh montanisme berkaitan
dengan karunia untuk bernubuat ialah melakukan tindakan ekstase yang mengosongkan jiwa
dengan tubuh dan berdiam diri untuk menerima wahyu dari Allah. Dalam sudut padang Alkitab,
untuk dapat memperoleh nubuatan, bukanlah manusia yang berkuasa untuk meminta kepada
Allah, namun manusia seharusnya bersikap pasif tanpa berusaha untuk meminta. Sebab karunia
untuk bernubuat bisa memakai siapa saja untuk tugas-tugas tertentu dari Allah. Ada banyak
tokoh-tokoh Alkitab yang menerima nubuatan dari Allah dengan keadaan yang biasa tanpa
melakukan ritual seperti yang dilakukan oleh kaum montanisme. Salah satunya adalah Daniel
yang menerima penglihatan dari Allah di tepi sungai Tigris pada saat ia berpuasa selama tiga
puluh hari dan bukan melakukan tindakan askese (Dan. 10:2-8). Karunia bernubuat diberikan
oleh Roh Kudus dalam rangka untuk membangun kerohanian jemaat dengan tujuan menasihati,
mengajar dan menunjukkan kebaikan dan bukan untuk kepentingan pribadi, sebab Allah
mengaruniakannya untuk kemuliaan nama-Nya.23 Nubuat tentang kedatangan Yesus memang
ada dan akan datang, tetapi tidak ada yang tahu waktu dan tempat, sebab kedatangan Yesus
seperti pencuri, sehingga setiap orang diingatkan untuk berjaga-jaga (Mat.24:42-44).

Bahasa Roh adalah bagian dari doktrin Montanisme yang percaya bahwa mereka adalah
orang-orang yang mampu berbahasa Roh, dan hal tersebut lebih tinggi dari otoritas Alkibat
bahkan perkataan para rasul. Karunia Bahasa Roh bermanfaat untuk membangun diri sendiri
dan bukan orang lain, karena orang yang berbahasa Roh adalah orang yang sedang berkata-kata
kepada Allah dengan Bahasa yang tidak dimengerti namun Roh Kudus yang

23
Desti Samarenna, “Analisis 1 Korintus 14:2-6 Tentang Karunia Berbahasa Roh Dan Bernubuat,”
DUNAMIS: Jurnal Penelitian Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 1 (2017): 1.
12

menggerakkannya.24 Pernyataan di atas jelas bahwa untuk memperoleh karunia berbahasa Roh
tidak dapat di paksakan sebab Roh Kuduslah yang memberikannya. Oleh sebab itu, pengajaran
montanisme yang mengatakan bahwa seseorang yang tidak bisa berbahasa lidah bukanlah gereja
yang sejati adalah pengajaran yang sesat dan tidak Alkitabiah.

Sikap Gereja Dalam Menghadapi Ajaran Montanisme

Memegang Teguh Otoritas Alkitab Sebagai Firman Allah

Gereja sebagai anggota tubuh Kristus, harus tetap berdiri dalam kebenaran firman Allah
tanpa meragukan otoritasnya. Gereja yang sejati harus mendasari hidup pada kebenaran firman
Allah. Pemahaman doktrin yang benar akan memberikan dampak terhadap iman yang semakin
kokoh karena landasan utam orang percaya adalah firman Allah. Terpengaruhnya orang percaya
dalam pengajaran sesat disebabkan oleh kekeliruan berpikir terhadap Alkitab sehingga
menimbulkan keraguan dan akhirnya mengambil kesimpulan yang fatal untuk mempelajari
pengajaran sesat yang kemudian menjadi percaya. Tidak sedikit orang percaya yang telah
melakukan tindakan yang menyakiti hati Allah dan merusak nilai-nilai iman di dalam Yesus
Kristus, hal ini disebabkan oleh dasar yang tidak kokoh di dalam gereja.

Membangun Relasi Yang Tidak Terbatas Dengan Allah

Relasi yang baik akan terealisasikan apabila kedua belah pihak saling berkomunikasi dan
memiliki pengertian satu sama lain. Dalam konteks Allah dengan manusia, sepatutnya ada
ketundukan dari manusia untuk merendahkan diri dihadapan Allah agar menerima respon yang
baik. Gereja akan bebas dari godaan pengajaran sesat jika ada interaksi yang rutin kepada Allah,
sebab ini dapat mempengaruhi kualitas kerohanian seseorang. Sikap orang percaya harus
konsisten dan tidak merusak hubungan yang baik dengan Allah, sebab segala berkat-berkat
rohani dan jasmani berasal dari Allah, dan yang menuntun hati dan jiwa untuk tetap dalam
koridornya Tuhan adalah Roh Kudus. Jika tidak ada hubungan yang intim kepada Allah, maka
akan dengan mudah mengalami transformasi pikiran yang berujung pada tindakan
meninggalkan Allah dan menjadi sesat.

24
Samarenna, “Analisis 1 Korintus 14:2-6 Tentang Karunia Berbahasa Roh Dan Bernubuat.”
13

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Di sepanjang sejarah, gereja terus mengalami pergolakan baik dari dalam maupun dari
luar yang memberikan pengaruh bagi iman. Kehadiran Montanus tahun 170-an memberikan
dampak buruk bagi Kekristenan hingga sampai sekarang, sebab dalam pengajarannya tentang
karunia Bahasa Roh masih di praktekkan oleh gereja Kharismatik yang mewajibkan untuk
melayani dengan menggunakan Bahasa Roh. Kekeliruan berpikir kaum Montanisme ini telah
menjalan keberbagai tempat dan ini sangat membahayakan orang percaya. Pengajaran tentang
karunia Roh Kudus yang salah serta penafsiran/pemahaman Alkitab yang dianggap rendah telah
mempengaruhi pemikiran sebagian orang.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka harus kembali lagi pada penagajaran yang benar
yang didasarkan pada firman Allah sebagai otoritas tertinggi, agar tidak terjadi kesalahan dalam
menafsirkan teks Alkitab yang di tulis pada konteks zaman itu. Pengajaran montanisme tidak
boleh di abaikan dan tetap membina iman orang percaya dalam meyakinkan Alkitab sebagai
firman Allah sebagai landasan untuk berteologi, agar kemurnian ajaran Alkitab tidak di rusak
oleh sekelompok oknum yang telah menyimpang dari kebenaran. Menurut hemat penulis, hanya
dengan pemahaman Alkitab yang benar, seseorang dapat terhindar dari pengaruh pengajaran
sesat.
DAFTAR PUSTAKA

Diertich Kuhl. Sejarah Gereja Mula-Mula. Batu, Malang: YPPIB, 1992.


Elsa Lorensa. “KAJIAN TEOLOGIS TENTANG KONSEP KETRITUNGGALAN
ALLAH MENURUT PANDANGAN TERTULIANUS” (n.d.).
Firmanto, Antonius Denny. “‘Manusia’ Dalam Perspektif Pengalaman Hidup Kristianitas
Abad Ii-Iv.” Seri Filsafat Teologi Widya Sasana 29, no. 28 (2019): 210–229.
www.stftws.org.
Hasiholan, Anggi Maringan. “Polisentris Perkembangan Pentakostalisme: Sebuah Kajian
Retrospektif Dari Gereja Abad Kuno Hingga Pertengahan.” Kurios 9, no. 1 (2023): 11.
Paulus D.H. daun. Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa. 1st ed. Medio: Yayasan Daun Fahmi,
1987.
Paulus Purworto, Suhadi, dan Paulus Kunto Baskoro. “Peranan Alkitab Sebagai Otoritas
Tertinggi Dan Aplikasinya Dalam Misi Gereja Masa Kini.” Jurnal Teologi Berita
Hidup 5, no. 1 (2022): 181–195.
Philip Schaff. History of the Christian Church, Vol. 2: Ante-Nicene Christianity, A. D. 100-
325. USA: Forgotten Books publishes, 2017.
Samarenna, Desti. “Analisis 1 Korintus 14:2-6 Tentang Karunia Berbahasa Roh Dan
Bernubuat.” DUNAMIS: Jurnal Penelitian Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 1
(2017): 1.
Siregar, Jimmy Agustin. “Pandangan Teologi Pribadi Yang Relevan Dengan Dekade Ii Abad
Xxi.” Kerusso: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 1, no. 1 (2015): 1–24.
https://ejournal.sttoi.ac.id/index.php/kerusso1/article/view/36.
Takaliuang, Morris Phillips. “Ancaman Ajaran Sesat Di Lingkungan Kekristenan: Suatu
Pelajaran Bagi Gereja-Gereja Di Indonesia.” Missio Ecclesiae 9, no. 1 (2020): 132–
156.
Tambunan, Dr. Edison R.L. Diktat:Sejarah Gereja I (Berbagai Ajaran Sesat Dan Kultur).
Progam Strata Satu. Vol. 2017. Malang: Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widia Sasana,
2017.
Thomas Van Den End. Harta Dalam Bejana. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985.

Anda mungkin juga menyukai