Bidat-Bidat
Nama
Martianus Laia
Surabaya, 2020
PENDAHULUAN
A. Pengertian Bidat
Dari sejarah jelas terlihat bahwa gereja selalu menghadapi ancaman dari dua
arah yakni dari dalam gereja dan dari luar gereja. Ancaman dari luar gereja berupa
penganiayaan, pembunuhan, penghancuran, dan lain-lain, sedangkan ancaman dari
dalam sulit diduga, bagaikan musuh dalam selimut yang membawa dampak yang
fatal bagi iman kepercayaan kita. Ancaman dari dalam berbentuk ajaran-ajaran yang
menyesatkan yang mau menyelewengkan ajaran Alkitab. Ancaman dari para bidat
bukan hanya ada pada gereja abad pertama saja, melainkan juga terdapat pada abad-
abad berikutnya bahkan sampai saat ini. Karena itu kita perlu berjaga-jaga dan
mewaspadai para bidat yang seringkali menyusup ke dalam gereja dengan rupa-rupa
angin pengajaran yang menyesatkan.
Menurut para pakar bahasa, para teolog, bidat dapatlah diartikan sebagai
berikut:
1) Bidat berasal dari kata Arab, bida’ah yang memiliki pengertian sebagai suatu ajaran
atau aliran yang menyimpang dari ajaran resmi.
2) Bidat ditinjau dari sudut historis adalah persekutan Kristen yang kecil yang dengan
sengaja memisahkan diri dari gereja, dan ajarannya menekankan iman Kristen yang
berat sebelah, sehingga teologi dan praktek kesalehannya pada umumnya
membelokkan firman Allah.
3) Bidat diterjemahkan dari kata Yunani, “hairesis” yang artinya “pilihan:” Kata ini
dapat menunjuk pada suatu sekolah filsafat yang pengikutnya adalah orang-orang
pilihan.
4) Dalam Kisah Para Rasul, kata bidat diterjemahkan dengan istilah “mazhab”. Lukas
mencatat, “Akhirnya mulailah Imam Besar dan pengikut-pengikutnya, yaitu orang-
orang dari mazhab Saduki, bertindak sebab mereka sangat iri hati” (KPR. 5:17).
5) Pemakaian kata bidat dalam pengertian modern mengenai kekeliruan secara doktrin,
termasuk dalamnya penyangkalan akan Juruselamat. Petrus mencatat, “Sebagaimana
nabi-nabi palsu dahulu tampl di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara
kamu aka nada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran
sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyngkal Penguasa yang telah
menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas
diri mereka” (2 Ptr. 2:1).
PEMBAHASAN
1
Dr. H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988), 19.
2
Eddy Kristianto, Gagasan yang Menjadi Peristiwa (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 28.
berbicara cukup kuat dalam Gnosticisme adalah Valentinas. Lahir di Lower, Mesir
dan mengembangkan serta mengajarkan Gnosis sekitar tahun 136-160 Masehi.3
1. Tokoh-Tokoh Gnostisisme
a. Theodotus
b. Valentinus
Menurut Valentinus, Dunia yang penuh penderitaan yang kita pandang ini,
tidak mungkin merupakan ciptaan suatu Allah yang baik. Allah dalam Perjanjian
Lama adalah Allah yang jahat. Allah yang maha baik itu diperkenalkan oleh
Kristus. Kristus adalah salah seorang dari roh-roh yang hidup dalam dunia terang,
tetapi Ia turun dari dunia atas untuk menembus percikan-percikan terang yang telah
3
Tokoh-tokoh Gnosticisme yang berpengaruh kuat dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/indonesia.org, diakses tanggal 28 februari 2020.
menjadi roh orang-orang tertentu yang terkurung dalam tubuh. Kristus mengajar
kepada roh-roh itu tentang asal-usul mereka dan tentang jalan untuk kembali ke
dunia terang. Kristus sendiri tidak mempunyai tubuh manusia. Tubuhnya yang
dipercakapkan dalam Injil hanyalah semu, sehingga pura-pura saja Ia mati di atas
kayu salib. Kristus menebus kita bukan dengan jalan kematian dan kebangkitan,
keselamatan itu diperoleh dengan jalan mengingkari tubuh kita (askese) dan
memiliki pengetahuan rahasia tentang jalan ke dunia terang. Ptolemaeos, murid
Valentinus menjadikan tradisi apostolik atau kata-kata Yesus sendiri sebagai
pendukung ajarannya. Hal ini tampak dari tulisannya yakni Surat kepada Flora.4
c. Basiledes
d. Marcion
4
Dr. Th. Van Den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 1988), 43.
adil yang melalui Hukum Musa meletakkan beban berat yang tak tertanggung
kepada orang Yahudi. karena pemikiran Marcion yang aneh membuat orang
menolak dia dalam jemaat kristen. Akhirnya pada musim gugur tahun 144 dia
terpaksa meninggalkan Gereja Kristen.5
2. Ajaran Gnostisisme
Dalam bagian ini akan dibahas mengenai teologi Tri Tunggal menurut
Gnosticisme. Tri Tunggal dalam Gnosticisme sangatlah berlawanan dengan
apa yang diajarkan di dalam Alkitab. Tokoh mayor yang berbicara mengenai
hal ini adalah Bassilides yang hidup dan menghasilkan karyanya antara tahun
90-150 M. Tokoh ini secara langsung tidak membahas tentang ide Tri Tunggal
tetapi membahasnya lebih kepada filsafat ketuhanan.
Hubert Jedin (ed.), History of the Church From the Apostolic Comunity to
5
Esra Alfred Soru, Tritunggal yang Kudus: sebuah Pendekatan Historis, Teologis
6
8
Alfred Soru, Tritunggal yang Kudus, 86.
bersedia menerima pernyataan bahwa Kristus sungguh-sungguh mati, namun
kelahiran-Nya tak sejati. Dalam tafsiran Injil Lukan ia mengetengahkan
kelahiran Kristus secara rinci. Marcion berpendapat bahwa Kristus yang ilahi
itu sekedar menampakkan diri-Nya pada masa Tiberius sehingga umat
Kristiani mengetahui bahwa Ia turun dari Sorga. Inkarnasi Kristus bagi
pengikutnya adalah suatu ilusi.9
9
Marantika, Kristologi, 14.
10
Van Den End, Harta Dalam Bejana (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 32.
manusia 100%. Dengan menentang ajaran Kristus, Gnosticisme juga
menentang segala pemikiran Kristen yang Alkitabiah. Fakta-fakta historis
mengenai pelayanan, kematian, dan kebangkitan Yesus ditentang oleh
Gnosticisme melalui beberapa pandangan yang muncul mengenai Kristus itu.
11
Tenney, Survei Perjanjian, 91.
12
Van Den End, Harta dalam bejan, 35.
Gnosticisme juga menolak adanya kebangkitan tubuh nantinya
sebagai janji Allah untuk menjemput umat-Nya. Kebangkitan tubuh sebagai
suatu hal yang tidak mungkin karena setiap tubuh atau materi adalah berdosa.
Karena tubuh adalah berdosa dan akan binasa pada saat kematian, maka tidak
salah untuk hidup dalam kebejatan serta tidak bermoral. Jiwa akan tetap murni
ditengah-tengah kesenangan fisik. Karena tubuh adalah berdosa maka tubuh
harus menderita, diabaikan serta dianiyaya. Jadi kebejatan turun dari tubuh
yang berdosa.
1. Asas pertama adalah Kanon (ukuran atau daftar). Para penganut Gnostisisme saat
itu mengedarkan kitab-kitab yang kabarnya ditulis oleh murid Yesus. Dalam hal ini
Gereja harus menentukan kitab-kitab mana saja yang sungguh-sungguh ditulis oleh
murid Yesus dan mana saja yang ditulis oleh para penganut Gnostisisme untuk
menyebarkan pengaruhnya dalam Gereja. Keempat injil yang ada sekarang adalah
hasil dari kanonisasi resmi Gereja saat itu dan dengan mudah menerima tanggapan
positif dari umat beriman. Dengan demikian, jarak antara Gereja dan Gnostisisme
semakin jelas.
2. Asas kedua adalah Gereja membutuhkan ringkasan pokok-pokok iman Kristiani.
Yang tertua ialah “Yesus adalah Tuhan,” (Roma 1:3; Filipi 2:5-11), yang kemudian
berkembang menjadi “Pengakuan Iman Rasuli,” atau yang kita kenal sekarang
sebagai “Syahadat Para Rasul.” Dalam pengakuan pokok-pokok iman ini, secara
eksplisit kata Gnostisisme memang tidak disebut, tetapi jelas untuk melawan
Gnostisisme.
3. Asas ketiga adalah Uskup, Uskup dipandang sebagai pengganti para Rasul. Sebab,
dalam setiap karya misinya, para Rasul mentahbiskan seseorang menjadi uskup,
memberinya pengajaran dan uskup ini lah yang kemudian akan meneruskan apa
yang telah mereka terima dari para Rasul yang berasal dari Yesus sendiri.
Pentahbisan uskup baru oleh beberapa uskup semakin menguatkan keyakinan
bahwa para uskup ini memiliki warisan rasuli yang benar. Dengan demikian, para
uskup menerima wewenang untuk mengartikan dan menrapakan kedua poin di
atas.13
C. Doketisme
Doketisme merupakan salah satu bida'ah tentang Yesus Kristus. Bida'ah ini
berkembang pada abad pertama gereja. Tidak banyak sumber yang secara mendalam,
mengupas bida'ah ini secara khusus. Bida'ah ini lebih merupakan suatu
kecenderungan daripada suatu doktrin yang utuh yang menyertakan pula rumusan-
rumusan ajaran yang padat berisi.14 Doketisme diperkenalkan dalam skala besar oleh
Julius Cassianus. Gerakan ini berjalan jauh di belakang, tetapi dia dianggap sebagai
pendiri dari sistem kepercayaan.
Doketisme berasal dari kata Yunani dokein, dalam bahasa Inggris to appear
yang berarti melihat, tampak. Bidat ini mengajarkan bahwa Yesus Kristus tampaknya
atau kelihatannya saja sebagai manusia. Atau dengan kata lain, putra Allah hanyalah
seolah-olah saja seperti manusia.15
13
Dr. Th. Van Den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 1988), 46-
47.
14
Kristiyanto, Eddy. Selilit Sang Nabi (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 457-460.
15
Effendi, Mochtar, "Doketisme." In Ensiklopedi Agama dan Filsafat (Palembang:
Universitas Sriwijaya, 2001), 15.
Para Doketis berkeyakinan bahwa seorang penebus ilahi (yang berasal dari
Allah) tidak dapat menderita. Ketika ide doketik ini mulai meresap dalam kelompok
kristiani, satu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dengan Yesus yang wafat
di salib.
Para Doketis praktisnya merujuk pada injil Markus yang sudah ada pada
waktu itu. Walaupun Markus tidak pernah bermaksud agar tulisannya tentang kisah
pelayanan dan penyaliban Yesus disalahmengertikan namun pendeknya dari kisah
yang dia tulis membuka kesempatan bagi interpretasi yang salah dari para Doketis.
Markus memulai injilnya dengan kisah pewartaan Yohanes pembaptis sebagai
persiapan bagi kedatangan Yesus. Dalam peristiwa selanjutnya, Yesus
dipermandikan Yohanes Pembaptis. Peristiwa turunnya Roh Kudus atas Yesus ketika
dibaptis di sungai Yordan juga merupakan hal penting yang menjadi dasar
pertimbangan para Doketis. Roh kudus itulah yang menyertai Yesus dalam karya
pelayanannya. Roh itu pulalah yang memampukan Dia dalam melakukan ha-hal yang
besar.
16
A. Heuken SJ, Ensiklopedia Gereja Jilid II (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2004),
76.
17
Nico Syukur Dester OFM, Teologi Sistematika I ‘Allah Penyelamat’ (Yogyakarta:
Kanisius, 2004), 133.
18
19
Bruce Milne, Mengenal Kebenaran (Jakarta: BPK Gunung mulia, 1993), 201.
sehingga penderitaan-Nya diyakini hanya bersifat semu, dengan begitu manusia tidak
memiliki pengharapan untuk terbatas dari kutuk dosa.
1. Kelompok pendukung
a. Basilides
Ia berpendapat bahwa Yesus memang telah dilahirkan dan hidup sama seperti
manusia tetapi Ia didiami oleh Kristus hanya untuk sementara. Basilides menolak
penyaliban Yesus dengan berpendapat bahwa yang sebenarnya disalibkan adalah
bukan Yesus tetapi Simon orang Kirene. Menurutnya Yesus secara ajaib menyerupai
diri seorang Simon orang Kirene dan tempatnya di kayu salib digantikan oleh Simon
orang Kirene.21
b. Valentinus
c. Cerdon
Ia adalah seorang doketis yang berpendapat bahwa Yesus tidaklah lahir dari
anak dara Maria bahkan Ia tidak lahir sama sekali. Yesus memang datang ke dalam
dunia sebagai anak Allah tetapi tidak di dalam daging.
d. Marcion
2. Kelompok penentang
20
Charles C. Ryrie, Teologi dasar, Buku 1 (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2001), 341.
21
Samuel B. Hakh, Melihat Kemuliaan Tuhan (Jakarta: UPI STT Jakarta, 2003), 72.
a. Ignatius dari Antiokhia
Menurut Ignatius, Yesus Kristus sungguh-sungguh hadir dari anak dara
Maria, dibaptis oleh Yohanes dan menderita di bawah pemerintahan Pontius
Pilatus. Ia menegaskan bahwa Kristus adalah sekaligus Ilahi dan manusia.22
b. Ireneus
1. Manusia Yesus hanya untuk sementara waktu saja didiami oleh Sang Kristus
yaitu sejak pembaptisan sampai penyaliban.
2. Kristus hanya memiliki tubuh semu saja.
3. Kristus mempunyai tubuh yang kelihatan tetapi bukan dari perawan (ex
virgine), melainkan berasal dari surga melalui perawan.
4. Oknum yang disalibkan saat peristiwa penyaliban bukanlah Kristus melainkan
Simon orang Kirene.
22
Michael Collins & Matthew A.Price, Menelusuri Jejak Kristianitas (Yogyakarta: Kanisius.
2006), 41.
23
Nico Syukur Dister OFM, Teologi Sistematika 1 - Allah Penyelamat (Yogyakarta:
Kanisius, 2004), 133.
24
C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 105.
DAFTAR PUSTAKA
A. Heuken SJ, Ensiklopedia Gereja Jilid II (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka,
2004).
Esra Alfred Soru, Tritunggal yang Kudus: sebuah Pendekatan Historis, Teologis
dan Filosofis (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2002).
Hubert Jedin (ed.), History of the Church From the Apostolic Comunity to
constantine, Jilid I, (London: Burns & Oates, 1980).
Samuel B. Hakh, Melihat Kemuliaan Tuhan (Jakarta: UPI STT Jakarta, 2003).