Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN BACAAN BUKU

“TEOLOGI SISTEMATIKA”

RESENSI LAPORAN BACAAN


MATA KULIAH : PEMBIMBING TEOLOGI SISTEMATIKA
DOSEN PENGAMPU : CANDRA GUNAWAN MARISI, M.Th
----------------------------------------------------------------------------
Oleh :
Nama : Johana Kadji
NIM : 11020121015
Jurusan : Pendidikan Agama Kristen

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI REAL


BATAM
2021
Laporan Bacaan

Nama Mahasiswa : Johana Kadji


Nim : 11020121015
Mata Kuliah : Pengantar Teologi Sistematika
Nama Dosen : Candra Gunawan Marisi ,M.Th.
Judul Buku : Teologi Sistematika
Jumlah Halaman Buku : 649 Halaman
Jumlah Halaman Yang Dibaca : 46 halaman
_____________________________________________________________________________
IDENTITAS BUKU

Judul : Teologi Sistematika


Penulis : Henry C. Thiessen
Tahun Terbit : 1949
Topik Yang Dibaca : Ajaran Tentang Alkitab
Jumlah Halaman : 46 Halaman

1. Garis Besar Buku :

Buku Pertama : TEOLOGI SISTEMATIKA


Secara garis besar buku Teologi Sistematika mengajarkan tentang :
Tuhan telah menyatakan diri Nya dan membuktikan bahwa Tuhan itu memang ada berdasarkan
banyak bukti yang ada.dan sumber – sumber akurat yang dan tidak mungkin salah tentang Tuhan
dan hubungan Nya dengan alam semesta.
Ada 4 arah yang di pakai manusia dalam rangka mencari sumber – sumber teologi tersebut :
➢ Akal
➢ Wawasan Mistis
➢ Alkitab dan
➢ Gereja
Ajaran katolik Roma sudah lama beraggapan bahwa Tuhan telah memberikanwewenang kepada
gereja untuk mengajarkan kebenaran yang mutlak dan tidak mungkin salah.
akan tetapi, Tuhan tidak pernah memberikan wewenang yang begitu besar kepada organissasi
lahiriah manapun juga.
Tuhan tidak hadir dalam suatu organisasi lahiriah ,tetapi di dalam hati setiap hati orang percaya
yang sejati ( 1 tim 3 : 15 )

ALKITAB : Perwujuadan Penyataan Ilahi


Orang kristen yakin dan percaya bahwa penyataan Allah memiliki wujud yang tertulis dan Alkitab
merupakan sumber terpenting teologi Kristen.
Bukti – bikti :
• Alasan Apriori
Alasan yang bergerak dari sesuatu yang ada lebih dahulu menuju kepada sesuatu yang ada
kemudian. Dan dapat di ungkapkan sabagai berikut :manusia dan Tuhan sebagai mana
adanaya memungkinkan kita mengharapkan penyataan dari Allah serta wujud tertulis dari
penyataan yang cukup memadai untuk dijadikan sumber kebenaran teologi yang dapat
dipercaya dan tidak mungkin salah.
• Alasan berdasarkan Analogi
Alasan ini menguatkan alasan yang pertama lebih menegaskan kemungkinan bahwa
Alkitab merupakan wujud penyataan Allah yang tertulis.
• Alasan berdasarkan kenyataan bahwa Alkitab tidak bisa dimusnahkan
Alkitab merupakan sebuah kitab yang sangat unik. Disamping itu, bila kita mengingat
situasi-situasi di bawah mana Alkitab telah bertahan selama ini maka kenyataan akan
uniknya Alkitab pastilah sangat mengejutkan.
• Alasan berdasarkan sifat Alkitab
Alkitab merupakan wujud penyataan ilahi. Alkitab mengagungkan kekudusan dan kasih
Allah, Allah mengisahkan bahwa manusia adalah ciptaan Allah, yang diciptakan menurut
gambaran gambar-Nya.
• Alasan berdasarkan pengaruh Alkitab
Alkitab telah mempengaruhi terciptanya karya-karya sangat indah dalam bidang kesenian,
arsitektur, kesusasteraan, dan musik.
• Alasan berdasarkan nubuat yang digenapi
Hanya Allah yang mampu menyingkapkan masa depan, sedangkan nubuat tentang masa
depan merupakan mujizat pengetahuan.
• Tuntutan Alkitab sendiri
Alkitab tidak hanya menegaskan bahwa dirinya merupakan penyataan dari Allah, tetapi
juga bahwa dirinya merupakan rekaman yang mutlak sempurna dari penyataan ilahi

VI. Keaslian, Kredibilitas, dan Kanonitas Kitab-Kitab Dalam Alkitab


Keaslian Kitab-Kitab Dalam Alkitab
Kitab-kitab dalam perjanjian lama dan perjanjian baru itu otentik dan asli dapat ditunjukkan
dengan cara keaslian kitab-kitab taurat, keaslian kitab-kitab para nabi, dan keaslian kethubhim atau
kitab-kitab puisi.

2. Hal baru yang ditemukan dalam buku


Dalam buku “Teologi Sistematika” yang di tulis oleh Henry C. Thiessen yang terbit
pertama kali pada tahun 1946 yang saya baca secara garis besar, mengemukakan beberapa
judul menarik yang menjadi bagian penting dalam buku tersebut Khususnya pada Bagian II
Bibliologi yaitu Ajaran tentang Alkitab, Alkitab Perwujudan Pernyataan Ilahi, Keaslian
Kredibilitas dan Kononitas, dan juga Pengilhaman. Dari setiap judul yagn dikemukakan, saya
menemukan beberapa kata maupun kalimat menarik yang sangat menambah wawasan
pengetahuan saya secara pribadi.
Pada judul Ajaran tentang Alkitab pada alinea kedua, penulis mengemukakan bahwa
Ajaran Katolik Roma sudah sejka lama beranggapan bahwa Tuhan telah memberikan kepada
Gereja wewenang yang mengajarkan kebenaran yang mutlak dan tidak mungkin salah,
dengan kata lain bahwa para Petinggi Gereja Katolik Roma pada waktu itu merupakan orang-
orang benar dan apa yang mereka ucapkan dan katakana tidak pernah salah. Tetapi Tuhan
tidak pernah memberikan wewenang yang begitu besar kepada organisasi lahirian manapun
juga. Alkitab hendaknya diterima sebagai sumber teologi yang paling menentukan dalam
setiap pengajaran kita.
Pada Bagian Perwujudan Pernyataan Ilahi, penulis mengemukakan Alasan Apriori dari
judul ini yaitu Manusia sebagaimana adanya dan Tuhan sebagaimana adanya memungkinkan
kita mengharapkan sebuah pernyataan dari Allah serta Wujud Tertulis dari bagian pernyataan
tersebut yang cukup memadai untuk dijadikan sumber kebenaran teologi yang dapat
dipercaya dan tidak mungkin salah
3. Kelebihan Buku
Secara ringkas penulis secara rinci menulis tentang bagian-bagian teologi sistematika, seperti
bagaimana judulnya, sangat sistematis sehingga penulis membagi dalam beberapa bagian
seperti Teisme, Bibliologi, Teologi, Ajaran Tentang Malaikat, Antropologi, Soteriology,
Eklesiology, dan Eskatology,
4. Kekurangan Buku
Secara keselurahan, dalam hal penulisan buku apapun mungkin saja ada kekurangan yang
terlihat maupun tidak terlihat. Secara sepintas pada penulisan daftar isi yang sudah di
terjemahkan ada banyak kekurangan. Terlihat seperti tidak rapi. Tetapi secara keseluruhan,
sudah terlihat sangat baik. Saya juga belum membaca buku aslinya dari Henry C. Thiessen,
jadi saya blm bisa membandingkan kedua buku tersebut.
5. Tanggapan Terhadap Keseluruhan Topik dalam Buku
Keseluruhan buku Henry yang sudah diterjemahkan ini terlihat sangat baik. Hanya saja
mungkin bisa dibuatkan ringkasan dari keseluruhan buku, agar kami para pembaca dapat
memahami dan membaca dalam waktu yang relative singkat.
6. Sesuatu yang saya dapat Aplikasikan dalam hidup dan Pelayanan
Buku ini juga dapat menjadi bahan referensi khotbah saya, dan juga menambah wawasan saya
terhadap teologi yang sistematis, sehingga bukan saya saja yang tau, tetapi setiap orang yang
mendengarkan khutbah saya juga dapat mengetahui secara sekilas apa yang ada dalam buku
Teologi Sistematis ini

Demikian Resensi bacaan ini saya perbuat. Terima kasih kepada


Bapak dosen pembimbing. Tuhan Yesus memberkati.

Dengan Hormat

ttd
LAPORAN BACAAN BUKU
“TEOLOGI SISTEMATIKA”

RESENSI LAPORAN BACAAN


MATA KULIAH : PEMBIMBING TEOLOGI SISTEMATIKA
DOSEN PENGAMPU : CANDRA GUNAWAN MARISI, M.Th
----------------------------------------------------------------------------
Oleh :
Nama : Johana Kadji
NIM : 11020121015
Jurusan : Pendidikan Agama Kristen

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI REAL


BATAM
2021
Laporan Bacaan

Nama Mahasiswa : Johana Kadji


Nim : 11020121015
Mata Kuliah : Pengantar Teologi Sistematika
Nama Dosen : Candra Gunawan Marisi ,M.Th.
Judul Buku : Moses And Monoteism
Jumlah Halaman Buku : 196 Halaman
Jumlah Halaman Yang Dibaca : 54 halaman

IDENTITAS BUKU

Judul : Teologi Sistematika


Penulis : Sigmund Freud
Tahun Terbit : 2017
Topik Yang Dibaca : Ajaran Tentang Alkitab
Jumlah Halaman : 46 Halaman

Buku Kedua : MOSES AND MONOTHEISM

1. Garis besar buku:


Sekilas, buku ini berbicara tentang Musa, seorang nabi yang begitu dihormati oleh bangsa Israel,
dan teologi yang dibawanya untuk disampaikan kepada para pengikutnya, yakni bangsa Israel itu sendiri.
Tentu saja yang muncul dari kilasan tersebut adalah pribadi Musa dalam perspektif sejarah (kisah Musa)
dan agama yang diajarkannya. Meski demikian, perihal historiografi Musa dan ajaran teologi yang
dibawanya (monoteisme) tetap dikaji dengan psikoanalisis sebagai pisau analisisnya. Oleh karenanya, tidak
mengherankan jika historiografi yang dituliskan oleh Freud dalam buku ini berbeda dari kebanyakan
historiografi lainnya yang bersumber dari kitab suci (Bibel) secara mutlak. Hanya saja, Freud tetap merujuk
pada kitab suci tersebut sebagai salah satu rujukan primer.
Dalam buku ini, Freud mengurai status kebangsaan Musa; ia sebagai seorang yang berkebangsaan
Mesir atau Israel. Uraian ini mencakup dua bagian tersendiri. Hanya saja, pernyataan Freud bahwa Musa
merupakan seorang yang berkebangsaan Mesir menuai kontroversi. Pendapat tersebut banyak mendapatkan
tentangan. Hal itu sebagaimana yang dilontarkan oleh seorang mitolog Joseph Campbell bahwa pernyataan
Freud tersebut mengejutkan banyak pengagumnya dan banyak yang menyerang pernyataan tersbut.

A. Bagian 1. (MUSA SEORANG BERKEBANGSAAN MESIR)


Musa, sang pembebas umatnya, yang memberikan agama dan hukum kepada mereka, hidup pada
masa lampau sehingga timbul pertanyaan apakah ia figur historis atau legendaris. Jika ia memang nyata, ia
hidup pada abad ketiga belas atau keempat belas sebelum Masehi; kita tidak mengetahui apa-apa tentangnya
kecuali dari Kitab Suci dan tradisi tertulis Yahudi. Terlepas dari kekurang-pastian laporan sejarah tersebut,
sebagian besar sejarawan telah menyatakan bahwa sosok Musa memang benar-benar ada pada masanya
dan bahwa peristiwa eksodus dari Mesir yang dipimpin olehnya benar-benar terjadi.
Hal pertama yang menarik perhatian kita mengenai Musa adalah namanya, yang ditulis Mosche dalam
bahasa Ibrani. Sah-sah saja bagi seseorang untuk bertanya, “Dari manakah nama tersebut berasal? Apa
artinya?” Sebagaimana yang telah diketahui, kisah di Exodus, Bab II, telah menjawab pertanyaan ini.
Dalam bab tersebut, kita membaca bahwa seorang putri Mesir yang menyelamatkan Musa ketika masih
bayi dari air sungai Nil memberi nama tersebut, menambahkan penjelasan etimologis: karena aku
mengambilnya dari air sungai.

B. BAGIAN 2. (JIKA MUSA SEORANG BERKEBANGSAAN MESIR)


Gagasan bahwa nama Musa berasal dari kosakata Mesir telah lama diamati, meskipun tidak
sepenuhnya diapresiasi. Saya juga menambahkan bahwa interpretasi mitos dipaparkannya bayi Musa pada
bahaya menghasilkan kesimpulan bahwa ia adalah orang Mesir yang kebangsaannya dirasa perlu diubah
oleh orang-orang menjadi bangsa Yahudi. Pada akhir tulisan saya, saya menyebutkan bahwa kesimpulan
yang penting dan mendalam dapat diambil dari gagasan bahwa Musa adalah orang Mesir namun saya tidak
siap untuk membenarkan gagasan tersebut secara terbuka karena ia hanya didasarkan pada kemungkinan
psikologis dan tidak memiliki cukup bukti objektif
Terlepas dari rasa sangsi yang pada masa ini dan masa lalu yang sama-sama sangat berpengaruh
dan disebabkan oleh konflik di dalam motif saya, munculah keputusan untuk merespons tulisan pertama
saya dengan kontribusi berikut. Namun begitu, sekali lagi, tulisan ini hanya merupakan sebuah bagian dari
keseluruhan dan bukan hal yang paling penting. “Jika kemudian Musa memang berkebangsaan Mesir, hal
pertama yang akan muncul dari gagasan ini adalah teka-teki baru, teka-teki yang sulit untuk dijawab. Ketika
sebuah suku1 mempersiapkan sesuatu yang besar, diharapkan bahwa seseorang berperan sebagai pemimpin
atau dipilih untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi, bukanlah hal yang mudah diduga mengapa orang besar
berkebangsaan Mesir—kemungkinan seorang pangeran, pendeta, atau pejabat tinggi—untuk menempatkan
dirinya sebagai pemimpin kelompok imigran dengan posisi budaya yang rendah, dan untuk meninggalkan
negaranya dengan kelompok tersebut.
Kesulitan yang pertama diikuti oleh yang kedua. Kita tidak boleh lupa bahwa Musa bukan hanya
pemimpin politik bangsa Yahudi yang tinggal di Mesir, melainkan juga pemberi kebijakan dan pendidikan
serta seseorang yang memaksa mereka mengadopsi agama baru yang sampai hari ini masih disebut agama
Musa. Namun demikian, dapatkah seseorang menciptakan agama baru dengan sangat mudah? Ketika
seseorang ingin memengaruhi agama orang lain, bukankah hal yang paling alamiah adalah membuat orang
tersebut berpindah kepercayaan ke agamanya? Bangsa Yahudi yang tinggal di Mesir sudah pasti bukan
tanpa agama tertentu. Jika Musa, yang memberikan agama baru kepada mereka, adalah seorang
berkebangsaan Mesir, tidaklah dapat ditolak bahwa agama baru tersebut adalah agama yang berasal dari
Mesir.

C. BAGIAN 3. (MUSA , PENGIKUT, DAN AGAMA MONOTEIS


Dengan keberanian manusia yang merasa tidak dapat dirugikan, untuk kali kedua saya ingin
mematahkan hal yang telah kukuh dibangun dan juga menindaklanjuti dua tulisan saya mengenai Musa
(Imago, Bd. XXIII, Heft I dan 3) dengan sebuah bagian akhir yang hingga kini masih saya tahan. Ketika
menyelesaikan tulisan terakhir saya, saya telah mengatakan bahwa saya sangat paham, kemampuan saya
tidak memadai untuk memenuhi tugas tersebut. Tentu saja, saya sedang merujuk pada melemahnya
kemampuan berpikir kreatif seseorang berdampingan dengan usia senja,1 namun terdapat pula rintangan
lain. Kami tercengang bahwa kemajuan zaman juga sejalan dengan barbarisme. Di Soviet Rusia, sebuah
upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kehidupan ratusan juta orang yang sampai sekarang masih
dibungkam. Para penguasa cukup berani untuk melucuti orang-orang tersebut dari penawar hidup mereka
yang bernama agama dan cukup bijak untuk memberikan mereka kebebasan seksual.
Kesulitan internal dan eksternal luar biasa yang menimpa saya ketika menulis essai mengenai Musa
adalah alasan bagian ketiga dan terakhir ini memiliki catatan pembuka yang kontradiktif, bahkan
menihilkan satu sama lain. Hal ini dikarenakan dalam interval yang pendek saat penulis menyusun catatan
pertama dan kedua, kondisi eksternal penulis telah berubah secara radikal. Sebelumnya, saya tinggal di
bawah perlindungan Gereja Katolik dan takut jika saat saya memublikasikan tulisan ini, saya akan
kehilangan perlindungan tersebut, dan bahwa para praktisi serta siswa psikoanalisis di Austria akan dilarang
melakukan tugas mereka. Setelah itu, secara tiba-tiba invasi Jerman terjadi pada kami dan doktrin Katolik
terbukti sebagai “sesuatu yang tidak dapat diharapkan” seperti yang disebutkan Alkitab. Saya sudah pasti
dihukum bukan hanya karena karya saya, melainkan juga karena “ras” saya; saya meninggalkan banyak
kawan masa kecil saya, kawan selama 78 tahun, yang telah menjadi rumah bagi saya.
2. Hal baru yang ditemukan dalam buku
Saya menemukan banyak hal baru tentang pribadi Musa yang tidak tertulis dalam ALkitab,
seorang nabi yang begitu dihormati oleh bangsa Israel, dan teologi yang dibawanya untuk
disampaikan kepada para pengikutnya, yakni bangsa Israel itu sendiri. Tentu saja yang muncul dari
kilasan tersebut adalah pribadi Musa dalam perspektif sejarah (kisah Musa) dan agama yang
diajarkannya. Meski demikian, perihal historiografi Musa dan ajaran teologi yang dibawanya
(monoteisme) tetap dikaji dengan psikoanalisis sebagai pisau analisisnya. Oleh karenanya, tidak
mengherankan jika historiografi yang dituliskan oleh Freud dalam buku ini berbeda dari kebanyakan
historiografi lainnya yang bersumber dari kitab suci (Bibel) secara mutlak. Hanya saja, Freud tetap
merujuk pada kitab suci tersebut sebagai salah satu rujukan primer.

3. Kelebihan Buku
Secara Keseluruhan buku ini sangatlah baik. Bagaimana penulis menceritakan tentang pribadi
seorang Musa yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda yaitu Psikoanalisis. Ini menjadi
sebuah Hal yang baik bagi banyak orang yang membaca buku ini, dapat mempelajari sifat-sifat
musa, yang hidup secara disiplin ditengah-tengah lingkungan yang secara biologis bukanlah
suku asli Musa.

4. Kekurangan Buku
Secara keseluruhan, saya tidak menemukan kekurangan yang begitu signifikan secara
penulisan maupun isi buku itu sendiri. Buku ini secara sistematis menjelaskan kisah pribadi
seorang Musa yang mungkin saja kita tidak temukan dalam penulisan di alkitab. ada beberapa
kisah secara psikoanalisis yang ditulis dalam buku ini yang menggambarkan pribadi seorang
musa.

5. Tanggapan Terhadap Keseluruhan Topik dalam Buku


Isi buku ini sudah jelas menggambarkan tentang seorang musa, status kebangsaan musa,
lingkungan musa di mesir, keluarga musa yang adalah keturunan Israel. Saya menilai buku ini
sangatlah baik untuk dipelajari.
6. Sesuatu yang saya dapat Aplikasikan dalam hidup dan Pelayanan
Buku ini juga dapat menjadi bahan referensi khotbah saya, dan juga menambah wawasan saya
terhadap teologi yang sistematis, sehingga bukan saya saja yang tau, tetapi setiap orang yang
mendengarkan khutbah saya juga dapat mengetahui secara sekilas apa yang ada dalam buku
Teologi Sistematis ini

Demikian Resensi bacaan ini saya perbuat. Terima kasih kepada


Bapak dosen pembimbing. Tuhan Yesus memberkati.

Dengan Hormat

ttd

Anda mungkin juga menyukai