Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MATA KULIAH “TEOLOGI SISTEMATIKA”

PERAN GURU AGAMA KRISTEN DALAM PEMBENTUKAN

KARAKTER ANAK DI KELAS 2 SD

Oleh : Johana Kadji

NIM : 11020121015

Jurusan : PAK

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI REAL

BATAM

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur limpah terimakasih saya panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha kuasa,

oleh karena kasih dan anugerahNya saya dapat menyusun Makalah ini untuk

memenuhi tugas ujian tengah semester dalam mata Kuliah “Teologi sistematika”.

Untuk itu saya mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dosen pengampuh Mata kuliah Teologi sistematika yakni Bapak Candra

Gunawan Marisi yang telah membimbing, dan membagi ilmu pengetahuan

kepada kami mahasiswa dalam proses belajar secara Daring

2. Keluarga yang telah memberi semangat dalam saya menjalankan study di

STT REAL Batam.

3. Teman-teman yang terus berjuang bersama dan saling memberi dorongan.

Untuk di ketahui bahwa dalam penyusunan Makalah ini sangat jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis menyampaikan permohonan maaf, kiranya

kritik dan saran yang membangun dari pembaca, akan menjadikan motivasi bagi

penulis sehingga dalam penyusunan Makalah selanjutnya lebih baik lagi .

Dengan demikian ini yang dapat penulis sampaikan, semoga Makalah ini dapat

bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih , Tuhan memberkati.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta

didik. Tujuan yang diharapkan dalam pendidikan tertuang dalam Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah

melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan

pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan dari SD sampai Perguruan

Tinggi. Menurut Muhammad Nuh (Sri Narwani, 2011: 1) pembentukan karakter

perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini maka

tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang. Ia juga berharap,

pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa. Usia sekolah dasar

(sekitar umur 6 – 12 tahun) merupakan tahap penting bagi pelaksanaan pendidikan

karakter, bahkan hal yang fondamental bagi kesuksesan perkembangan karakter

peserta didik. Banyaknya tindakan amoral yang dilakukan peserta didik seperti

mencontek, tawuran, membolos dan tindakan lainnya mengindikasikan bahwa

pendidikan formal gagal dalam membentuk karakter peserta didik. Sjarkawi (2006:

45) menyatakan bahwa perilaku dan tindakan amoral disebabkan oleh moralitas

yang rendah. Moralitas yang rendah antara lain disebabkan oleh pendidikan moral

di sekolah yang kurang efektif.

Saya secara pribadi mengakui bahwa karakter manusia sangat menurun kualitasnya.

Ini bukan lagi menjadi pembahasan yang baru tetapi akan berkepanjangan, pada

saat ini meningkatnya tindakan kekerasan terhadap kalangan anak-anak, remaja,


pemuda, penggunaan bahasa dan kata-kata yang menyakiti hati orang lewat fitnaan

atau pencemaran nama baik dalam media sosial, meningkatkan perilaku merusak

diri. Semakin tidak ada gunanya pedoman moral baik dan buruk. Semakin

rendahnya rasa tanggung jawab individu dengan membudayakan rasa

ketidakjujuran, dan menyimpan rasa curiga, dendam, dan kebencian antar sesama.

Menurut pandangan saya pribadi sistem pendidikan yang di ikuti sekarang ini lebih

mementingkan pengetahuan akademik dan gelar dengan mengabaikan pendidikan

karakter.

Sekolah Kristen Generasi Unggul Oesao merupakan salah satu sekolah di

Kabupaten Kupang yang mengedepankan pembentukan karakter siswa disekolah

maupun dirumah. Dengan sistem mentoring yang dilakukan oleh mentor kepada

mentee (sebutan untuk siswa-siswi), para guru tetap melakukan mentoring dirumah

dengan menggunakan connection book sebagai penghubung antara guru dan orang

tua murid. Sekolah ini mempunyai visi besar yaitu dapat melahirkan anak-anak

disekolah menjadi anak-anak yang unggul bukan hanya secara akademik,

melainkan secara karakter, mental, dan juga memiliki kepribadian yang baik

sehingga dengan sendirinya dapat membentuk karakter anak itu sendiri. Pendidikan

karakter

Memang cukuplah sulit dalam menerapakan pembelajaran berbasis karakter

disekolah jika tidak adanya kerja sama antara guru dan orang tua dalam mendidik

anak-anak secara Bersama sama. Maka dengan keadaan saat ini, seharusnya kita

lebih menyadari bahwa tujuan pendidikan Kristen adalah sebagai sarana

pembentukan moral sehingga mampu mewujudkan karakter Kristiani yang di


jelaskan lewat Alkitab, karena itu saya berkeinginan untuk menjelaskan

pembentukan karakter melalui fungsi agama yang mewujudkan sekolah yang dapat

membentuk karakter anak di kelas II SD

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang di maksud dengan Sekolah secara Alkitabiah ?

b. Jelaskan pengertian Karakter, unsur karakter dan proses pembentukan

karakter?

c. Bagaimana Peran Guru Agama Kristen dalam pembentukan karakter

Anak dikelas II SD?

1.3 Tujuan penulisan

Untuk mengetahui Peran dan fungsi Guru dan pendidikan Agama Kristen

dalam pembentukan Karakter Anak di sekolah


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sekolah

Sekolah adalah sistem interaksi sosial suatu organisasi keseluruhan terdiri

atas interaksi pribadi terkait bersama dalam suatu hubungan organic (Wayne dalam

buku Soebagio Atmodiwiro, 2000:37). Sedangkan berdasarkan undang-undang no

2 tahun 1989 sekolah adalah satuan pendidikan yang berjenjang dan

berkesinambungan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Menurut

Daryanto (1997:544), sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar serta

tempat menerima dan memberi pelajaran. Jadi, sekolah sebagai suatu sistem sosial

dibatasi oleh sekumpulan elemen kegiatan yang berinteraksi dan membentuk suatu

kesatuan sosial sekolah yang demikian bersifat aktif kreatif artinya sekolah dapat

menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat dalam hal ini adalah orang-

orang yang terdidik.

Dari definisi tersebut bahwa sekolah adalah suatu lembaga atau organisasi

yang diberi wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Sebagai

suatu organisasi sekolah memiliki persyaratan tertentu. Sekolah adalah suatu

lembaga atau tempat untuk belajar seperti membaca, menulis dan belajar untuk

berperilaku yang baik. Sekolah juga merupakan bagian integral dari suatu

masyarakat yang berhadapan dengan kondisi nyata yang terdapat dalam masyarakat

pada masa sekarang. Sekolah juga merupakan lingkungan kedua tempat anak-anak

berlatih dan menumbuhkan kepribadiannya. (Zanti Arbi dalam buku Made Pidarta,

1997:171). Pada tanggal 16 mei 2005 diterbitkan peraturan pemerintah (PP) nomor
19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Dengan PP 19/2005 itu, semua

sekolah di Indonesia diarahkan dapat menyelenggarakan pendidikan yang

memenuhi standar nasional. pendidikan standar wajib dilakukan oleh sekolah,

delapan standar tersebut setahap demi setahap harus bisa dipenuhi oleh sekolah.

Secara berkala sekolah pun diukur pelaksanaan delapan standar itu melalui

akreditasi sekolah. Berdasarkan dari beberapa teori di atas maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa sekolah adalah bagian integral dari suatu masyarakat yang

berhadapan dengan kondisi nyata yang terdapat dalam mayarakat pada masa

sekarang dan sekolah juga merupakan alat untuk mencapai pendidikan yang

bermutu dan memenuhi standar nasional pendidikan.

2.2 Pemahaman umum tentang Sekolah :

Menurut Abullah (2011), kata Sekolah berasal dari bahasa Latin, yaitu

skhhole, scola, scolae atau skhola yang berarti waktu luang atau waktu senggang.

Sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah kegiatan mereka

yang utama, yaitu bermain dan menghabiskan waktu menikmati masa anak-anak

dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang ialah mempelajari cara berhitung,

membaca huruf-huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika

(seni). Untuk mendamping dalam kegiatan sekolah anak-anak didampingi oleh

orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan

kesempatankesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan

sendiri dunianya melalui berbagai pelajarannya.


Menurut Sunarto dalam buku yang ditulis boleh Abdullah (2011) juga, pada

saat ini kata sekolah telah berubah artinya menjadi bangunan atau lembaga untuk

belajar dan mengajar serta tempat memberi dan menerima pelajaran. Setiap sekolah

dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan kepala sekolah dibantu oleh wakilnya.

Bangunan sekolah disusun secar meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia

dan dapat diisi dengan fasilitas yang lain. Ketersediaan sarana pada suatu sekolah

memiliki peranan penting dalam terlaksananya proses pendidikan. Sekolah adalah

sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah

pengawasan pendidik atau guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan

formal yang umumnya wajib dalam upaya menciptakan anak didik yang mengalami

kemajuan setelah mengalami proses melalui pembelajaran.

Menurut negara, nama-nama untuk sekolah-sekolah itu bervariasi, akan

tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan sekolah

menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar. 6 Selain itu

sekolah inti, anak didik di negara tertentu juga memiliki akses dan mengikuti

sekolah, baik sebelum maupun sesudah pendidikan dasar danmenengah. TK

(Taman Kanak-kanak) atau prasekolah menyediakan sekolah untuk beberapa anak

yang masih muda (biasanya pada umum 3 sampai 5 tahun). Universitas, sekolah

kejuruan, universitas (perguruan tinggi) tersedia pula setelah sekolah menengah.

Suatu sekolah mungkin saja didedikasikan untuk satu bidang tertentu, misalnya

seperti sekolah ekonomi atau sekolah tari. Alternatif dapat menyediakan kurikulum

dan metode nontradisional. Ada juga sekolah non-pemerintah yang disebut sekolah

swasta (private schools). Sekolah swasta mungkin untuk anak-anak dengan


kebutuhan khusus ketika pemerintah tidak bisa memberi sekolah khusus bagi

mereka, keagamaan, seperti sekolah Islam (madrasah, pesantren), sekolah Kristen,

sekolah Katolik dan lain sebagainya yang memiliki standar lebih tinggi untuk

mempersiapkan prestasi pribadi anak didik.

Sekolah untuk orang dewasa meliputi lembaga pelatihan perusahaan dan

pelatihan militer. Sekolah sebagai organisasi adalah perkumpulan sosial yang

dibentuk oleh masyarakat, baik itu yang berbadan hukum maupun yang tidak

berbadan hukum, dimana fungsinya sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam

pembangunan bangsa dan negara. Pada dasarnya sebagai makhluk yang selalu

hidup bersamasama, manusia membentuk suatu organisasi sosial untuk mencapai

tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Terbentuknya

lembaga sosial itu berawal dari norma-norma yang dianggap penting dalam

kehidupan bermasyarakat dan individu yang saling membutuhkan kemudian timbul

aturan-aturan yang dinamakan norma kemasyarakatan. Lembaga sosial sering

disebut dengan pranata sosial.

2.3 Pengertian Karakter , unsur, dan proses pembentukan karakter

Karakter adalah tabiat,watak, sifat-sifat kejiwaan atau budi pekerti yang

tumbuh dan tercermindi dalam sikap atau tingkah laku seseorang yang kemudian

akan membedakan orang tersebut dengan orang lain. Pada dasarnya setiap manusia

memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

2.3.1 Unsur-Unsur Karakter


Secara psikologis dan sosiologis manusia memiliki beberapa unsur yang

berkaitan dengan terbentuknya karakter. Unsur tersebut menunjukan bagaimana

karakter seseorang. Unsur tersebut diantaranya :

a. Sikap

Sikap seseorang merupakan bagian dari karakter, bahkan sikap

dianggap sebagai cerminan karakter orang tersebut. Sikap seseorang

terhadap sesuatu yang ada di hadapannya, biasanya menunjukan

bagaimana karakter orang tersebut. Jadi, semakin baik sikap seseorang

maka dikatakan orang tersebut memiliki karakter yang baik. Sebaliknya,

semakin tidak baik sikap seseorang maka dikatakan orang tersebut

memiliki karakter yang tidak baik.

b. Emosi

Emosi yaitu gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia yang

disertai dengan efek pada kesadaran, perilaku, dan ini juga merupakan

proses fisiologis. Emosi ini identik dengan perasaan yang kuat.

c. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosio

psikologis. Kepercayaan mengenai sesuatu itu benar atau salah atas

dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman dan intuisi sangat penting

dalam membangun watak dan karakter manusia. Jadi, kepercayaan

memperkukuh eksistensi diri dan hubungan dengan orang lain.


d. Kebiasaan dan Kemauan

Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung

secara otomatis pada waktu yang lama, tidak direncanakan dan diulangi

berulang kali. Sedangkan kemauan adalah kondisi yang mencerminkan

karakter seseorang karena kemauan berkaitan erat dengan tindakan yang

mencerminkan perilaku orang tersebut.

e. Konsepsi diri (Self-Conception)

Konsepsi diri adalah proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar

tentang bagaimana karakter dan diri seseorang terbentuk. Jadi, konsepsi

diri adalah bagaimana kita harus membangun diri, apa yang kita

inginkan dan bagaimana kita menempatkan diri dalam kehidupan.

2.3.2 Proses Pembentukan Karakter

Karakter seseorang pada dasarnya terbentuk melalui proses pembelajaran

yang cukup panjang. Karakter manusia tidaklah dibawa sejak lahir, karena karakter

terbentuk oleh faktor lingkungan dan juga orang yang ada sekitar lingkungan

tersebut. Karakter terbentuk melalui berbagai proses pembelajaran yang didapatkan

dari berbagai tempat seperti rumah, sekolah dan juga lingkungan tempat tinggal.

Pihak yang berperan dalam pembentukan karakter seseorang antara lain keluarga,

guru dan teman. Karakter biasanya berkaitan erat dengan tingkah laku seseorang.

Jika seseorang memiliki perilaku yang baik maka kemungkinan besar orang

tersebut memiliki karakter yang baik pula. Namun, jika seseorang memiliki
perilaku yang buruk maka kemungkinan besar karakter yang orang tersebut juga

buruk.

2.4 Pengertian Anak Sekolah Dasar

2.4.1 Pengertian Anak SD

Anak sekolah dasar adalah mereka yang berusia antara 6 – 12 tahun atau

biasa disebut dengan periode intelektual. Pengetahuan anak akan bertambah pesat

seiring dengan bertambahnya usia, keterampilan yang dikuasaipun semakin

beragam. Minat anak pada periode ini terutama terfokus pada segala sesuatu yang

bersifat dinamis bergerak. Implikasinya adalah anak cenderung untuk melakukan

beragam aktivitas yang akan berguna pada proses perkembangannya kelak

(Jatmika, 2005).

2.4.2 Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah

Usia sekolah dasar disebut juga periode intelektualitas, atau periode

keserasian bersekolah. Pada umur 6 – 7 tahun seorang anak dianggap sudah matang

untuk memasuki sekolah. Periode sekolah dasar terdiri dari periode kelas rendah

dan periode kelas tinggi. Karakteristik siswa kelas rendah sekolah dasar adalah

sebagai berikut:

a. Adanya kolerasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan

pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah

b. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri

c. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain


d. Pada masa ini (terutama pada umur 6 – 8 tahun) anak menghendaki nilai

(angka rapor) yang baik tanpa mengingat apakah prestasinya memang

pantas diberi nilai baik atau tidak

e. Tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang ada di dalam

dunianya, (6) apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal

itu dianggap tidak penting (Notoatmodjo, 2012).

2.4.3 Siswa Sekolah Dasar Kelas Tinggi

Karakteristik siswa kelas tinggi sekolah dasar adalah sebagai berikut:

a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret

b. Realistik, mempunyai rasa ingin tahu dan ingin belajar

c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal atau mata

pelajaran khusus, para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan

sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor

d. Pada umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa

lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya;

setelah kira-kira umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-

tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri

e. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang

tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah

f. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya,

biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini

biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang

tradisional; mereka membuat peraturan sendiri (Notoatmodjo, 2012).


2.5 Karakteristik Anak Sekolah

Dasar Menurut Supariasa (2013), karakteristik anak usia sekolah umur 6-12

tahun terbagi menjadi empat bagian terdiri dari :

a. Fisik/Jasmani

- Pertumbuhan lambat dan teratur

- Anak wanita biasanya lebih tinggi dan lebih berat dibanding laki-

laki dengan usia yang sama.

- Anggota-anggota badan memanjang sampai akhir masa ini.

- Peningkatan koordinasi besar dan otot-otot halus.

- Pertumbuhan tulang, tulang sangat sensitif terhadap kecelakaan.

- Pertumbuhan gigi tetap, gigi susu tanggal, nafsu makan besar,

senang makan dan aktif.

- Fungsi penglihatan normal, timbul haid pada akhir masa ini.

b. Emosi

- Suka berteman, ingin sukses, ingin tahu, bertanggung jawab

terhadap tingkah laku dan diri sendiri, mudah cemas jika ada

kemalangan di dalam keluarga.

- Tidak terlalu ingin tahu terhadap lawan jenis.

c. Sosial

- Senang berada di dalam kelompok, berminat di dalam permainan

yang bersaing, mulai menunjukkan sikap kepemimpinan, mulai

menunjukkan penampilan diri, jujur, sering punya kelompok teman-

teman tertentu.
- Sangat erat dengan teman-teman sejenis, laki-laki dan wanita

bermain sendiri-sendiri.

d. Intelektual

- Suka berbicara dan mengeluarkan pendapat minat besar dalam

belajar dan keterampilan, ingin coba-coba, selalu ingin tahu sesuatu.

- Perhatian terhadap sesuatu sangat singkat.

2.6 Peran Guru Agama Kristen dalam pembentukan Karakter Siswa di

kelas

Pembinaan dan pendampingan Siswa-siswi sangatlah penting dilakukan

sejak dini, mengingat bahwa anak-anak pada sekolah dasar sangat membutuhkan

akan hal tersebut. Anak-anak secara mandiri belum bisa melibatkan diri dan

membangun suatu tanggung jawab tertentu. Pembinaan dan pendampingan sifatnya

membantu, artinya melalui pembinaan dan pendampingan yang berdaya guna

diharapkan anak-anak mampu memiliki pribadi yang matang sejak dini seiring

dengan pertumbuhan mereka kedepannya.

Tanpa adanya pembinaan karakter yang dilakukan oleh sekolah khususnya

dalam mata pelajaran agam kristen, kemungkinan besar Anak-anak kedepannya

sulit untuk menemukan jati diri mereka yang seungguhnya. Yang pada akhirnya

akan menjadi landasan bagi dirinya untuk membangun masa depa. Tujuan

pembinaan anak-anak sejak dini ialah untuk menciptakan kebiasaan baik sejak dini,

serta dilatih untuk bertanggung jawab dalam hal-hal kecil dikelas sehingga anak-
anak dapat terbiasa melakukan hal-hal yang baik sehingga dapat membangun

karakter anak itu sendiri


BAB III

METODOLOGI DAN PEMBAHASAN

3.1 Metode Penelitian Makalah Ilmiah

Makalah Ilmiah ini merupakan jenis Makalah yang dibuat dengan metode

penelitian Kuantitatif, yang mana dalam pengerjaannya menggunakan teknik

wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode penelitian kuantitatif merupakan

prosedur penelitian yang menghasilkan data yang didapat dari hasil penilaian

menggunakan intrumen penilaian berdasarkan variable-variabel yang sudah

ditentukan sebelumnya.

Teknik penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan instrument

penilaian, observasi, dan dokumentasi. Instrument penilaian adalah sebuah metode

yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara menyebar kuisioner

ataupun melakukan penilaian secara terbuka dengan menggunakan variable-

variabel penilaian yang sudah ditentukan sebelumnya.

Makalah ini menjelaskan terhadap suatu data yang diperoleh dari hasil

penilaian yang diambil berdasarkan instrument penilaian yang di berikan dan yang

sesuai dengan keadaan di SD Kristen Generasi Unggul Oesao berkaitan dengan

bagaimana Guru dan Mata Pelajaran Agama Kristen dapat membentuk karakter

siswa.
3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Objek Penulisan makalah bertempat di SD Kristen Generasi Unggul Oesao,

yang merupakan salah satu sekolah berbasis karakter di Kabupaten Kupang.

Sekolah ini terletak di Kelurahan Oesao RT 31/RW 10 Kecamatan Kupang Timur

Kabaupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sekolah ini memiliki 92 orang

siswa yang tersebar dari kelas 1 sampai kelas 5 dan mempunyai 6 ruangan kelas.

Selain itu sekolah ini memiliki tenaga pendidik berjumlah 6 orang , diantaranya 1

orang PNS dan 5 orang Tenaga Honorer. Lokasi ini menjadi sangat strategis bagi

lingkungan sekitar dikarenakan sekolah ini berada dalam pemukiman yang memilik

jumlah anak-anak yang sangat banyak sehingga anak-anak tersebut tidak perlu

berjalan jauh ke sekolah negeri lainnya untuk bisa bersekolah

SD Kristen Generasi Unggul Oesao melaksanakan kegiatan belajar

mengajar selama 5 hari yaitu senin sampai jumat yang dimulai pukul 07.00 sampai

10.00 waktu setempat. Sebelum memulai pelajaran, siswa melakukan ibadah pagi

yang biasa disebut dengan Morning Blessing, Menghafal ayat hafalan, dan

bernyanyi lagu Mars sekolah Generasi Unggul. Siswa juga diajarkan untuk

mengucapkan kata Gretting Setiap kali bertemu dengan orang yang lebih tua

dirumah, disekolah, dijalan, ataupun diberbagai tempat lainnya dan sudah menjadi

budaya tersendiri bagi Sekolah Kristen Generasi Unggul Oesao

3.3 SUBJEK PENELITIAN

Subjek yang digunakan dalam penelitian adalah peserta didik kelas 2

Kristen Generasi Unggul Oesao tahun pelajaran 2021/2022 dengan jumlah subjek
penelitian 18 siswa terdiri dari 9 siswa perempuan dan 9 siswa laki-laki. Observasi

dilakukan selama 2 hari

3.4 INSTRUMEN

Instrumen pengumpulan data yang penulis gunakan dalam analisa Skripsi

ini adalah teks wawancara yang mana ditujukan kepada Kepala Sekolah dan Guru.

Teks Wawancara ini berisi antara lain tentang pendidikan karakter yang ada di SD

Kristen Generasi Unggul Oesao, yang mana telah menerapkan sistem Full Day

School. Di dalam teks wawancara ini berisi antara lain tentang penerapan full day

school, keterkaitan kegiatan pembentukan karakter siswa oleh guru dan warga

sekolah, dan karakter yang terbentuk selama penerapan sistem pembelajaran full

day school.

Selain itu terdapat lembar observasi yang mana didalamnya terdapat

instrumen yang digunakan, antara lain adalah checklist, rating scale, anecdotal

record, catatan berkala, dan mechanical device, dari tiap variabel yang di teliti.

Indikator ini di isi berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap pola kegiatan

siswa yang ada di lapangan. (Kuswanto, KlikBelajar.com, 2011)

3.5 PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan secara terstruktur

dan terencana saat kegiatan berlangsuntg. Prosedur penelitian yang dilakukan

bersifat kualitatif, artinya pada saat pelaksanaan penelitian dapat terjadi perubahan
rencana apabila tak sesuai dengan yang ada di lapangan. Tahapan dalam penelitian

ini meliputi :

3.5.1 Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian yang dilakukan sesuai rencana sebagai berikut:

a. Observasi

Pelaksanaan penelitian pertama yang dilakukan adalah observasi ke

objek penelitian, yaitu SD Kristen Generasi Unggul Oesao. Kemudian

pengamatan tentang latar belakang sekolah dan kebijakan-kebijakan

kepala sekolah dalam membentuk karakter siswa. Kegiatan observasi

bertujuan untuk mendapatkan gambaran sikap siswa di lingkungan

sekolah.

b. Wawancara

Pelaksanaan penelitian yang selanjutnya melakukan wawancara pada

narasumber yaitu kepala sekolah SD Kristen Generasi Unggul Oesao.

Pada wawancara ini pertanyaan yang diajukan peneliti adalah

pernyataan yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kepala sekolah

dalam membentuk karakter siswa. Lebih mendalam, wawancara ini

bermaksud untuk mengetahui bagaimana cara kepala sekolah dan guru-

guru untuk mendidik siswa agar berperilaku baik, dan menanamkan

karakter-karakter positif kepada setiap siswa.

3.6 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut :

a. Pengamatan (Observasi)
Pengamatan atau observasi digunakan untuk memperoleh data

pembentukan karakter religius, jujur dan tanggung jawab pada siswa

kelas II di SD Kristen Generasi Unggul Oesao. Pengamatan dilakukan

dengan menggunakan lembar observasi.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu untuk

menemukan sebuah informasi dari percakapan tersebut. Percakapan itu

dilakukan oleh dua orang individu, yaitu pewawancara (interviewer)

yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewed) yang

memberikan jawaban atau pertanyaan itu (Moleong, 2013:186).

Wawancara ini melibatkan kepala sekolah dan guru kelas.


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sekolah merupakan salah satu tempat pembentukan siswa yang paling

efektif, maka dari itu sekolah harus bisa menyajikan nilai-nilai yang dapat

memberikan dampak secara positif bagi karakter anak-anak disekolah. Maka dari

itu peran guru sebagai sumber ilmu anak-anak disekolah haruslah diperlengkapi

juga dengan karakter yang benar, agar nilai-nilai yang diberikan oleh guru kepada

anak-anak, dapat di tiru dan di lakukan oleh anak-anak dilingkungan sekolah

maupun lingkungan rumah.

Peran orang tua juga sangat membantu dalam pembentukan karakter anak.

Sekolah dan orang tua haruslah memiliki relasi yang baik agar dapat saling

berkomunikasi tentang perkembangan anak-anak dan dapat saling mendukung

dalam memberikan pelajaran tentang pembentukan karakter.

4.2 Saran

Penulis menyadari bahwa Makalah ini tentunya masih sangat banyak

kekurangan. Bagi para pembaca tentunya akan dapat langsung melihat banyak

sekali hal-hal yang sangat kurang dalam penulisan ini. Kiranya kedepan jika ada

yang ingin melakukan observasi lanjutan/penelitian dapat lebih dikembangkan lagi

sehingga kedepannya makalah dengan judul diatas dapat menjadi sumbangan

pengetahuan bagi para pembaca


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai