Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam proses penciptaan, tindakan yang Allah lakukan adalah menciptakan

dari kekosongan. Artinya adalah Allah menciptakan segala sesuatunya bukan dari bahan

materi yang sudah ada dan tersedia, tapi menciptakan tanpa menggunakan atau mengubah

materi yang ada. Kata menciptakan yang dimaksudkan dalam kitab Kejadian 1:1

menggunakan kata bara, yang berarti penciptaan dilakukan Allah tanpa materi.1

Allah menciptakan segala sesuatunya selama 6 hari dengan sangat baik,

terlebih manusia yang disebut sebagai ciptaan yang paling mulia di antara ciptaan

lainnya. Allah menciptakan manusia dengan tujuan memuliakan Allah. Millard J.

Erickson mengatakan bahwa:

Ciptaan yang hidup menaati Allah secara naluriah, yaitu dengan menanggapi
dorongan-dorongan yang ada di dalam dirinya. Hanya manusia saja yang dapat
menaati Allah dengan sadar dan rela, sehingga manusia dapat memuliakan Allah
secara paling sempurna.2

Dengan begitu maka bisa dipastikan bahwa manusia adalah ciptaan yang

paling berharga dari semua ciptaan yang lainnya. Allah menciptakan manusia dengan

tubuh, jiwa, dan roh yang tidak dimiliki oleh ciptaan lainnya. Manusia diciptakan

segambar dan serupa dengan Allah (Kej. 1:27), dengan tujuan agar manusia memiliki

1
Millard J. Erickson, Teologi KristeN (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1999), 1:
476.
2

Ibid., 483.
1
2

sifat dan karakter seperti Allah, dan kehendak manusia yang selalu berkaitan dengan

firman Allah yang mutlak.3

Allah pun menciptakan manusia dengan tujuan yang pasti. Tujuan Allah

menciptakan manusia adalah agar manusia menjalin persekutuan dengan-Nya, agar

supaya manusia dapat memancarkan sifat dan karakter Allah dan manusia juga dapat

terlibat langsung dalam pengelolaan dan pemerintahan alam semesta, dan Allah ingin

manusia berkembang biak, yaitu agar manusia melahirkan keturunan ilahi yang akan

memuliakan Allah.4

Ada beberapa pandangan yang muncul yang berkaitan dengan penciptaan

manusia, ada evolusi, evolusi theistis, gap teori, dan lain-lainnya. Namun kita bisa

membantah dan menolak paham ini, karena memang paham-paham ini muncul hanya

dibuat berdasarkan praduga saja, bukan fakta.

3
Diktat Kuliah STT Mitra Injil Indonesia, Angelologi, Demonologi, Anthropologi,
Hamartologi. 18.
4
Ibid., 23.
3

BAB II

MANUSIA SEBAGAI CIPTAAN ALLAH

Allah Menciptakan Manusia

Kesaksian Alkitab yang menjelaskan tentang Allah sebagai kreator dan

pencipta manusia Kejadian 1 adalah hal yang tidak perlu lagi dibantah kebenarannya.

William W. Menzies dan Stanley M. Horton mengatakan:

Alkitab menggunakan Bahasa sehari-hari, dan dalam arti tersebut bersifat pra-
ilmiah dalam penggolongan dan bahasanya; namun tetap benar dan bukan
dongeng. Pelaporan kejadian-kejadian itu masuk akal dan informasinya diberikan
dalam bahasa yang sesuai dengan bangsa-bangsa dari Timur Dekat kuno.5

Kejadian 1:26-28 dengan jelas mengatakan bahwa memang Allah lah yang menciptakan

manusia dengan gambar dan rupa Allah itu sendiri.

Namun dalam hal penciptaan manusia, muncul paham-paham yang mencoba

menggagalkan kesaksian di atas. Salah satunya adalah teori evolusi yang bermakna

perkembangan atau perubahan. Evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin

menganggap dunia dan isinya adalah hasil dari kombinasi atom secara kebetulan atau

acak, namun semakin tinggi tingkatannya dan memunculkan sistem seleksi alam. Dalam

sistem seleksi alam, yang terbaik, yang terkuat, dan yang paling bisa menyesuaikan diri

dengan keadaan lah yang akan bertahan. Charles C. Ryrie menjelaskan tentang paham

evolusi sebagai berikut:

William W. Menzies & Stanley M. Horton, Doktrin Alkitab (Malang: Yayasan Penerbit
5

Gandum Mas, 1998), 78.


4

Dalam teori evolusi dikatakan bahwa berjuta-juta tahun yang lalu zat
kimiawi yang terdapat dalam laut digerakkan oleh sinar surya dan tenaga kosmis,
kemudian zat-zat tersebut membentuk diri melalui perubahan menjadi organisme
bersel tunggal atau lebih, kemudian berkembang melalui suatu perubahan penting
dan seleksi alamiah sehingga menjadi tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia.6

Evolusi memberikan pemahaman bahwa dalam proses pembentukan membutuhkan

jangka waktu yang lama dan mengalami proses seleksi alamiah, perubahan itu dimulai

dari hal yang sederhana, yaitu berasala dari makhluk yang bersel satu.7

Dalam teori evolusi, ada evolusi theistis dan ada juga evolusi atheistis. Ada

juga paham gap teori yang hampir sama dengan teori evolusi yang menyanggah Allah

sebagai pencipta manusia dan ciptaan lainnya.

Evolusi Theistis

Paham evolusi theistis adalah paham yang yang menggabungkan antara

evolusi (proses perubahan) dan keterlibatan Allah. Evolusi theistis beranggapan bahwa

Allah lah yang mengarahkan, memakai, dan mengontrol proses evolusi untuk

menciptakan dunia dan isinya. Paham evolusi theistis berpegang pada dua pandangan

sebagai dasarnya. Pandangan pertama adalah teori yang dimunculkan oleh Darwin yang

menganggap dalam teorinya tidak dibutuhkan kekuatan supranatural. Dan pandangan

kedua adalah penciptaan, teori yang tidak menganggap teori evolusi sebagai sesuatu yang

bisa dipertanggungjawabkan. Kedua pandangan ini lah yang di satukan oleh paham

6
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar (Yogyakarta: ANDI Offset, 2013), 1: 250.
7

Ibid., 250.
5

evolusi sebagai dasar mereka, padahal sebenarnya dua pandangan itu adalah

bertentangan.

Charles C. Ryrie dalam bukunya menuliskan pendapat seorang Imam Katolik

Ordo Jesuit yang mengatakan bahwa: “Sebenarnya yang diperlukan oleh evolusi theistis

untuk mempertahankan dirinya menjadi theistis ialah adanya satu pribadi yang

supranatural, suatu kekuatan yang tak nampak, yang telah memulai proses panjang

evolusi.”8 Mereka berpendapat bahwa Allah adalah sebagai pencipta, tetapi Allah juga

mengizinkan dan menggunakan evolusi dalam kurun waktu yang lama.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempengaruhi

pandangan orang-orang terhadap teori-teori ini. Louis Berkhof mengatakan bahwa:

“Evolusi theistis lebih dapat diterima oleh banyak teolog, semata-mata menganggap

evolusi sebagai metode Allah Allah bekerja.”9 Tapi teori ini jelas bertentangan dengan

Firman Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa Allahlah yang menciptakan segala

sesuatunya dari kekosongan (ex-nihilo).

Evolusi Atheistis

Paham evolusi atheistis adalah paham yang dimunculkan oleh Charles

Darwin. Tidak ada campur tangan supranatural dalam paham ini, karena memang Charles

Darwin pun menganggap supranatural tidaklah dibutuhkan di dalam teorinya.10 Evolusi

8
Ibid., 251.
9

Louis Berkhof, Teologi Sistematika, (Surabaya: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1995),
2: 9.
10
Ryrie, Teologi Dasar, 1: 251.
6

atheistis memiliki beberapa prinsip dasar. Prinsip pertama adalah planet dan bintang

berasal dari ledakan yang besar dan dahsyat proton dan netron, puing-puing ledakan itu

berubah bentuk dengan jangka waktu yang lama. Prinsip kedua adalah kehidupan dimulai

dari satu kesempatan dari satu sel tunggal yang muncul dari benda yang tidak hidup.

Prinsip ketiga adalah dari satu kesempatan, semua berkembang dari hal-hal yang

sederhana sampai kepada yang rumit, termasuk manusia.11 Millard J. Erickson

menuliskan tentang pandangan evolusi sebagai berikut: “Dunia kita merupakan hasil

kombinasi atom yang kebetulan atau secara acak. Pada tahap-tahap yang lebih tinggi atau

yang kemudian dari proses ini terjadilah apa yang dinamakan seleksi alam.”12 Seleksi

alam adalah suatu proses persaingan, siapa yang kuat dan yang mampu beradaptasi

dengan keadaan, maka dia lah yang akan bertahan.

Namun paham ini dapat disanggah karena bertolak belakang dengan firman

Tuhan. Kembali lagi bahwa paham ini adalah teori yang dibuat hanya berdasarkan

praduga saja, bukan fakta. Louis Berkhof berbicara dengan tegas menentang paham ini.

Alkitab dapat mengajar dengan lebih jelas lagi dari apa yang telah dijelaskannya bahwa

manusia adalah hasil ciptaan yang langsung dan kreatif dari Allah, dan bukan proses

perkembangan dari hewan. Alkitab menegaskan bahwa Allah membentuk manusia dari

debu tanah (Kej. 2:7).13 Paham ini benar-benar tidak mengakui keterlibatan Allah dalam

teori evolusi atheistis sebab mereka menolak Allah sebagai sumber kehidupan.

11

Ibid., 253.
12

Erickson, Teologi Kristen, 2: 44


Berkhof, Teologi Sistematika, 2: 10.
13
7

Manusia Sebagai Gambar dan Rupa Allah

Kejadian 1:27 menuliskan bahwa Allah menciptakan manusia menurut

gambar dan rupa-Nya. Manusia berbeda dengan ciptaan yang lain, karena manusia berada

dalam citranya Allah. French L. Arrington mengatakan bahwa: “jangan menganggap

bahwa citra Allah hanya ada pada Adam dan Hawa. Setiap manusia diciptakan dalam

citra Allah”.14

Kata yang digunakan untuk menjelaskan seturut gambar dan rupa Allah

adalah tsalem dan demuth. Tsalem mengarah kepada gambar yang dihias, suatu bentuk

figur yang representatif. Sementara demuth lebih mengarah kepada kesamaan tapi lebih

bersifat abstrak atau ideal. 15 Kata tsalem dapat diartikan diciptakan menurut gambar,

yang mengarah kepada sifat yang menyerupai Allah. Dan demuth dapat diartikan sebagai

akal dan kebebasan kehendak dari Allah, yaitu kehendak bebas dalam diri manusia.

Namun karena dosa itu, maka gambar Allah hancur, tapi sebagian dari rupa Allah itu

masih ada dalam diri manusia.16 William W. Menzies dan Stanley M. Horton

menjelaskan mengenai gambar dan rupa demikian:

Gambar (tsalem) digunakan untuk patung dan model kerja. Secara tidaklangsung
dikatakan bahwa didalam diri manusia terdapat pencerminan sesuatu yang
berkaitan dengan sifat dasar Allah. Dan rupa (demuth) digunakan untuk pola,
bentuk, atau ukuran yang adalah sesuatu seperti Allah pada diri mereka. Kata ini
menyatakan secara tidak langsung ada sesuatu seperti Allah pada diri kita.17
14

French L. Arrington, Doktrin Kristen perspektif Pentakosta, (Yogyakarta: ANDI Offset,


2015), 149.
Ryrie, Teologi Dasar, 278.
15

Diktat Kuliah STT Mitra Injil Indonesia, Angelologi, Demonologi, Anthropologi,


16

Hamartologi, 18.
17
8

Bapa-bapa gereja mengartikan gambar mengarah kepada hal jasmani, sementara rupa

mengarah kepada etika dari gambar Allah.

Ada juga yang menganggap antara gambar dan rupa itu adalah sama (sinonim)

dengan alasan kata gambar dan rupa itu dipakai secara bergantian dan hal itu

menunjukkan tidak ada perbedaan.18 Louis Berkhof setuju dengan pandangan ini, maka

dia menuliskan hal ini dengan alasan yang dimilikinya:

Dalam Kejadian 1:26 kedua kata ini dipakai. Kenyataan ini cukup
untuk mendukung keseluruhan ide ini. Dalam Kejadian 5:1 hanya kata “rupa”
yang dipakai tetapi dalam ayat 3 kedua kata itu muncul lagi. Kejadian 9:6 hanya
memakai kata “gambar” untuk menunjukkan keseluruhan. Jika kita melihat
Perjanjian Baru kita dapati kata “gambar” dan “kemuliaan” dipakai dalam 1
Korintus 11:7, “gambar” saja dipakai dalam Kolose 3:10, dan “rupa” hanya ditulis
dalam Yakobus 3:9. Jadi jelas bahwa kedua kata itu dipakai secara bergantian
dalam Alkitab.19

Irenaeus (salah satu tokoh bapa gereja) menafsikan bahwa gambar adalah akal dan

kemerdekaan manusia, dan rupa adalah karunia untuk bergaul dengan Allah.

Yang dimaksud gambar dan rupa Allah adalah: kesatu keserupaan sebagai

pribadi. Allah adalah pribadi dan manusia juga adalah pribadi. Keserupaan sebagai

pribadi ini lah yang menjadikan manusia sebagai manusia, dan manusia tetaplah gambar

Allah (1 Kor. 11:7). Menghancurkan hidup manusia adalah menghancurkan gambar

Allah. Kedua keserupaan dalam moral. Kejatuhan manusia ke dalam dosa tidak

menghilangkan natur moralnya, tapi kehilangan kebenaran aslinya. Pada waktu Adam

Menzies, Doktrin Alkitab, 84.


18

Berkhof, Teologi Sistematika, 2: 48.


19

Ibid., 48.
9

diciptakan, ia serupa dengan Allah dalam arti ia benar secara moral. Ketiga keserupaan

sosial. Manusia diciptakan untuk memiliki persekutuan dengan Allah. Dan Allah

mengetahui tidak baik bagi manusia jika ia sendirian, karena manusia diciptakan dengan

natur sosial, maka Allah menciptakan perempuan. Walau sudah jatuh ke dalam dosa,

manusia tetap mempertahankan natur sosialnya. Terpisah dari Allah dengan kondisi yang

jatuh, ia dapat dipulihkan kedalam hubungan kepada Allah melalui kelahiran kembali.20

Gambar Allah dalam diri manusia adalah gambar alamiah dan moral. William

W. Menzies dan Stanley M. Horton mengatakan: “gambar moral mencakup kehendak

dan lingkungan kebebasan yang di dalamnya kita dapat menjalankan kemampuan-

kemampuan kita untuk menentukan nasib sendiri.”21 Gambaran ini menjadi sarana yang

menjadikan adanya hubungan dan persekutuan dengan Allah dan berkomunikasi dengan-

Nya.

Ada tiga pendapat mengenai gambar dan rupa Allah di dalam manusia. Yang

kesatu adalah substantif, pendapat ini mengatakan bahwa gambar Allah itu terdiri dari

berbagai ciri khas dalam sifat manusia (jasmaniah atau kejiwaan rohaniah). Kedua adalah

relatif, mereka berpendapat bahwa gambar ini tidak ada pada diri manusia,tetapi hanyalah

mengalami hubungan di antara manusia dengan Allah, atau di antara dua atau lebih

manusia. Yang ketiga fungsional, pendapat ini menganggap gambar itu bukan lah bagian

dari manusia, tetapi sesuatu yang dilakukan oleh manusia.22 Hal-hal yang perlu kita

20
Charles F. Baker, A Dispensational Theology, (Jakarta: Pustaka Alkitab Anugerah, 2009),
314-18.
21

Menzies, Doktrin Alkitab, 85.


Erickson, Teologi Kristen, 2: 71.
22
10

ketahui adalah bahwa gambar Allah adalah sesuatu yang universal, berlaku untuk semua

orang. Gambar Allah tidak hilang meskipun telah jatuh ke dalam dosa (dosa Adam),

karena gambar Allah merupakan sesuatu yang berkaitan erat dengan kehidupan

manusia.23

Pribadi Manusia

Allah menciptakan manusia terdiri dari unsur badaniah dan non-badaniah.

Badaniah adalah tubuhnya, sementara non-badaniah adalah jiwa dan roh nya. Ada

beberapa pandangan yang mengungkapkan pendapatnya. Ada dikotomi yang lebih

popular di gereja barat, dan ada trikotomi yang lebih popular di gereja timur, ada juga

monism yang menganggap manusia hanya satu kepribadian saja.

Dikotomi

Dikotomi menganggap bahwa manusia hanya terdiri dari dua unsur, yaitu

tubuh dan jiwa, sementara jiwa dan roh adalah satu kesatuan. Hal ini berbeda sekali

dengan trikotomi, maka dari itu paham dikotomi pun berusaha menjelaskan apa yang

menjadi paham mereka. Millard J. Erickson menuliskan mengenai paham dikotomi:

“Para penganut dikhotomisme menolak trikhotomisme dengan alasan bahwa jika orang

mengikuti prinsip tiap rujukan yang terpisah dalam ayat seperti 1 Tesalonika 5:23

23

Ibid., 2: 92.
11

menggambarkan kesatuan yang jelas, maka akan timbul kesulitan dengan ayat-ayat

lain.”24

Paham ini bukan tidak disertai bukti-bukti. Misalnya di dalam kitab Kejadian

2:7, Allah menghembuskan jiwa yang hidup. Istilah jiwa dan roh ditukartempatkan dalam

beberapa ayat, misalnya Kejadian 41:8 dan Mazmur 42:6; Matius 20:28 dan 27:50;

Yohanes 12:27 dan 13:21, dll.25

Henry C. Thiessen juga mengatakan mengenai dikotomi: “kesadaran manusia

menunjukkan adanya dua unsur di dalam diri manusia. Kita dapat membedakan bagian

yang badaniah dan bagian yang tidak badaniah, namun kesadaran manusia tidak dapat

membedakan antara jiwa dan roh.”26

Trikotomi

Pandangan ini berpendapat bahwa manusia itu terbagi dalam tiga unsur,

tubuh, jiwa, dan roh. Tubuh adalah bagian jasmaniah manusia, jiwa adalah prinsip hidup

hewani di dalam diri manusia, dan roh adalah kehidupan rasional. Pandangan ini

beranggapan bahwa pada saat kematian, tubuh akan kembali ke tanah, jiwa akan hilang,

dan yang tinggal hanyalah roh yang akan menyatu dengan tubuh pada hari kebangkitan.27

Filsuf Yunani mengatakan bahwa tubuh adalah aspek material dari manusia, jiwa adalah

aspek immaterial, dan roh yang menghubungkan keduanya.28


24
Erickson, Teologi Kristen., 4.

25
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000),
80.
26

Ibid., 245.
27
Ibid., 245.
28

Erickson, Teologi Kristen, 2: 102.


12

Melihat dari sudut pandang paham ini, seakan-akan kita melihat bahwa

Alkitab mengadakan pembedaan antara jiwa dan roh. Misalnya dalam kitab Kejadian 2:7,

ini tidak menjelaskan bahwa Allah menciptakan suatu wujud ganda, tetapi berbentuk

jamak.

Monisme

Pandangan ini menganggap bahwa manusia itu tidak terdiri dari beberapa

bagian, tapi kesatuan yang radikal. Alkitab tidak memandang manusia sebagai tubuh,

jiwa, dan roh, tapi hanya satu kepribadian.


Asal-usul Jiwa Manusia

Pra-ada

Allah sudah menciptakan jiwa-jiwa dan melewati proses inkarnasi sepanjang

sejarah. Origen melihat material manusia dengan ketidakberaturannya baik fisik maupun

moral sebagai hukuman atas dosa yang dilakukan oleh jiwa itu.29 Paham ini tidak

memiliki dasar Alkitab, tubuh sebagai sesuatu yang kebetulan, manusia sama sekali tidak

memiliki kesadaran akan keadaan jiwanya sebelum lahir ke dunia, dan Alkitab tidak

sejalan dengan paham inkarnasi.

Traduksianisme

Paham ini beranggapan bahwa jiwa-jiwa manusia berlipatganda bersamaan

dengan tubuh pada saat kelahiran, kemudian diturunkan kepada anak-anak oleh

orangtuanya. Tapi hal ini bertentangan dengan kebenaran, seperti yang diungkapkan

Louis Berkhof: “Jiwa adalah suatu substansi murni yang sama sekali tidak dapat

dibagi.”30

29
Berkhof, Teologi Sistematika, 2: 35.

30
Ibid., 2: 38.
Penciptaan

Jiwa adalah ciptaan Allah secara langsung, jiwa diciptakan oleh Allah kepada

tubuh manusia yang berdosa. Charles Hodge berpendapat bahwa Allah menciptakan jiwa

pada saat konsepsi (pembuahan) atau pun kelahiran dan berpadu dengan tubuh.31

31
Ryrie, Teologi Dasar, 1: 282.
BAB III

KESIMPULAN

Allah menciptakan manusia dengan begitu istimewa, Allah lah yang menjadi

kreator dari penciptaan itu. Meskipun banyak yang mencoba untuk menyangkal

penciptaan Allah dengan memunculkan berbagai paham-paham dan teori, namun tetap

tidak dapat menggeser kebenaran itu.

Ada begitu banyak paham yang menyangkal Allah sebagai pencipta. Ada

paham evolusi dengan berbagai jenisnya yang mencoba memandang penciptaan manusia

dari sudut ilmu pengetahuan. Namun paham ini sulit untuk diterima karena tidak

memiliki bukti-bukti dan fakta yang mendukung dengan jelas.

Manusia pun diciptakan dengan gambar dan rupa Allah (Kej. 2:7), status itu

lah yang menjadikan manusia sebagai makhluk ciptaan yang lebih berharga dari ciptaan

lainnya. Namun manusia pun tidak boleh lupa bahwa manusia sebagai gambar dan rupa

Allah harus menunjukkan dalam kehidupan nyata. Baik dalam hal jasmani maupun

rohani, dan dalam hal kepribadia


16

DAFTAR PUSTAKA

Arrington, French L. Doktrin Kristen perspektif Pentakosta. Yogyakarta: ANDI Offset,

2015.

Baker, Charles F. A Dispensational Theology. Jakarta: Pustaka Alkitab Anugerah, 2009.

Berkhof, Louis. Teologi Sistematika 2. Surabaya: Lembaga Reformed Injili Indonesia,


1995.

Diktat Kuliah STT Mitra Injil Indonesia, Angelologi, Demonologi, Anthropologi,


Hamartologi.

Erickson, Millard J. Teologi Kristen. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1999.

Menzies, William W. dan Stanley M. Horton. Doktrin Alkitab. Malang: Yayasan Penerbit
Gandum Mas, 1998.

Ryrie, Charles C. Teologi Dasar 1. Yogyakarta: ANDI Offset, 2013.

Thiessen, Henry C. Teologi Sistematika. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000.

Anda mungkin juga menyukai