Anda di halaman 1dari 253

BAB I

PENDAHULUAN

Saat sepasang suami istri Kristen menikah, mereka sedang membuat

sebuah pernyataan kepada dunia:"Inilah kasih perjanjian Allah yang Ia nyatakan pada

gereja-Nya, kasih yang tak akan dapat dipatahkan." Setiap suami istri Kristen tak

ubahnya seperti sebuah papan reklame hidup yang diarak keliling kota

mempromosikan kasih perjanjian Allah yang tak berkesudahan terhadap umat-Nya.

Itu sebabnya pernikahan Kristen bukan hanya tentang cinta romantis antara suami

istri. Jatuh cinta memang penting di masa pacaran, dan komitmen untuk terus

mencintai memang krusial saat perasaan jatuh cinta itu sudah tidak ada lagi di dalam

masa pernikahan. Tetapi pernikahan Kristen lebih dari itu semua. Pernikahan Kristen

adalah tentang komitmenuntuk memegang perjanjian cinta yang dibuat oleh suami

dan istri dihadapan Allah. Karena komitmen tersebut menunjuk kepada perjanjian

cinta Allah kepada gereja-Nya.

Strategi pembinaan gereja terhadap keluarga dari ancaman perceraian

berdasarkan Matius 19:1-12 adalah judul tesis yang akan penulis teliti. Selanjutnya,

dalam hidup kekristenan, pernikahan mencapai suatu kesucian dan arti yang tak

dikenal pada zaman lampau1. Dalam keluarga Kristen baik istri maupun suami berhak

menuntutu kesetiaan pasangannya. Istri tidak hanya menjadi penolong bagi suami

sementara di dunia ini, tetapi juga menjadi teman pewaris kehidupan yang kekal (1

Petrus 3:7). Berdasarkan pengamatan itu maka penulis akan menguraikan dalam bab

1
Larry Christenson. The Christian Family. Yayasan Persekutuan Betania (Semarang:
Bethany House Publishers,1970), 7

1
pendahuluan ini mengenai beberapa hal yang akan memberikan gambaran tentang

keseluruhan pembahasan tesis ini.

Latar Belakang Masalah

Salah satu tahap kehidupan yang akan dilalui oleh seseorang adalah

menikah dan memiliki keluarga yang bahagia. Sebuah keluarga dimana suami-istri

berjanji untuk setia sampai maut memisahkan mereka. Namun seringkali timbul

berbagai persoalan dalam keluarga dan ketika pasangan suami-istri tidak mampu

menghadapi dan menyelesaikannya, maka terjadilah perceraian. Lebih dari semua ini,

kasih Allah yang terbesar kepada manusia dalam korban Kristus. Melalui korban itu

Gereja dilahirkan. Antara Gereja dan Kristus terjalin suatu ikatan kasih yang lebih

kudus, lembut dan teguh dari pada segala sesuatu yang pernah ada antara Allah dan

manusia. Dalam pernikahan Kristen kita melihat sesuatu yang lebih tinggi lagi yaitu

suatu misteri (Efesus 5:32). Menurut Larry, keluarga Kristen dalam lingkup yang

sempit, harus terlihat kebijaksanaan dan kelembutan perintah, kerelaan untuk patuh,

kesatuan dan keteguhan sikap saling percaya yang akan menjadi sifat kerajaan Allah

yang disempurnakan. Oleh karena itu keluarga Kristen tidak diciptakan demi

kepentingan sendiri. Hal-hal tersebut di bawah ini menjadi penyebabnya.

Pertama, pemahaman yang tidak jelas mengenai identitasnya di dalam

Kristus.

Kedua, penyerahan diri kepada Tuhan yang tidak total.

Ketiga, pemahaman yang keliru tentang kemerdekaan di dalam Kristus

dan perlawanan yang orang percaya hadapi menjadi sangat hebat.

2
Keempat, banyak orang percaya yang tidak menolak segala bentuk hawa

nafsu.

Perkawinan adalah lembaga manusiawi yang diakui dan diatur dengan

undang-undang di semua masyarakat. Namun lembaga perkawinan itu bukanlah

ciptaan manusia. Ajaran Kristen tentang topik perkawinan dimulai dengan penegasan

yang penuh kegembiraan bahwa perkawinan merupakan gagasan Allah, bukan

gagasan kita. Dalam Tata Ibadah Tradisional untuk pelayanan Perkawinan di Gereja

Anglikan (Book of Common Prayer Marraiage Service) yang terbit tahun 1662

dikatakan bahwa perkawinan “diadakan oleh Allah sendiri pada saat manusia dalam

kondisi tidak berdosa”2; hal itu makin “diperelok dan mendapat pamornya yang

agung” dengan kehadiran Kristus yang hadir dalam acara pesta perkawinan di Kana;

hal itu menjadi symbol “persatuan mistis antara Kristus dan gereja-Nya”. Dengan

cara-cara seperti itu Allah membentuk, mengesahkan, dan memuliakan perkawinan.

Benar bahwa Allah memanggil beberapa orang untuk tidak kawin dan tetap melajang

seumur hidupnya (lih Mat 19:11-12; 1 Kor 7: 7-9), dan di dalam dunia

pascakebangkitan kelak, perkawinan tidak ada lagi (lih Mark 12: 25). Walaupun

demikian, selagi tatanan yang ada sekarang ini masih ada, perkawinan hendaknya

dihormati semua orang. Di samping itu, karena perkawinan merupakan aturan

penciptaan yang lebih dahulu ada daripada peristiwa kejatuhan, maka hal itu

hendaknya dipandang sebagai anugerah Allah kepada seluruh umat manusia.

2
John Stott. Issues Facing Christians Today. Dominggus J. Saekoko. Endang Wilandari
Supardan (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2015), 409

3
Teologi ortodoks (classical theology) mengikuti penyataan Alkitab dalam

mengakui tiga tujuan utama Allah menguduskan perkawinan. Tujuan itu pada

umumnya juga disusun dengan urutan seperti yang disebutkan dalam Kitab Kejadian

1 dan 2, dengan tambahan bahwa urutan itu belum tentu menandai urutan arti

pentingnya. Pertama, laki-laki dan perempuan diperintahkan: Beranakcuculah dan

bertambah banyak” (Kej 1:28). Dengan demikian, kelahiran anak-anak biasanya

berada dalam daftar teratas, bersama dengan mengasuh mereka dalam kasih sayang

dan disiplin keluarga. Kedua, Allah berkata,”Tidak baik, kalau manusia seorang diri

saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kej 2:18).

Dengan demikian, Allah menghendaki perkawinan untuk mengadakan (Book of

Common Prayer Marriage Service 1662)”hubungan timbal-balik saling menolong dan

saling menghibur, yang seyogyanya terjadi antara suami dan istri, baik di kala duka

maupun suka3”. Ketiga, perkawinan bertujuan untuk menjadi komitmen saling

mencintai dan mengasihi yang memberi diri satu terhadap yang lain, yang

menemukan ungkapan naturalnya dalam kesatuan seksual, atau menjadi “satu daging”

(Kej 2:24).

Keharmonisan dalam keluarga merupakan dambaan semua pasangan

suami istri. Keharmonisan itu memang tidak mudah tercapai karena dalam rumah

tangga pasti banyak masalah yang kompleks. Keutuhan sebuah keluaraga sangat

dipengaruhi oleh pasangan suami istri serta bagaimana mereka dalam menghadapi

sebuah masalah. Harmonisnya sebuah keluarga dapat dilihat dai terpenuhinya

3
John Stott. Issues Facing Christians Today. Dominggus J. Saekoko. Endang Wilandari
Supardan. Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih,2015. 410

4
kebutuhan jasmani, jiwani, dan rohani. Pasangan suami istri yang merasakan

kepuasan dan kebahagiaan dalam keluarganya adalah di mana masing-masing

pasangan saling mengasihi, menghargai, mengagumi dan dapat menikmati

kebersamaan mereka. Kebersamaan itu akan merekatkan hubungan yang semakin

intim.

Setiap orang yang menikah sangat mengharapkan keharmonisan dan lebih

dari itu Allah sangat menghendaki-Nya sebab Dia yang mencipta dan merancang

keluarga. Jaminan keharmonisan itu tidak ditentukan oleh adanya harta yang

berlimpah, kecantikan istri atau kegagahan seorang suami. Jabatan maupun fasilitas

yang dimiliki suami atau istri pun tidak dapat menjamin keharmonisan dalam

keluarga. Namun faktanya banyak keluarga yang gagal mencapai keharmonisan itu.

Salah satu tahap kehidupan yang akan dilalui oleh seseorang adalah

menikah dan memiliki keluarga yang bahagia. Sebuah keluarga di mana suami-istri

berjanji untuk setia sampai maut memisahkan mereka. Namun seringkali timbul

berbagai macam persoalan atau masalah dalam keluarga, dan ketika pasangan suami-

istri tidak mampu menghadapi dan menyelesaikannya, maka terjadilah perceraian.

Perceraian menimbulkan dampak yang besar bagi pasangan suami-istri seperti:

kemarahan, kesedihan, tertekan dan kehilangan rasa percaya diri. Tidak hanya suami-

istri, anak-anak juga mengalami penderitaan. Anak-anak mengalami kehilangan rasa

aman, kehilangan pegangan dan adanya perasaan tertolak oleh kedua orangtuanya.

Kegagalan hubungan suami-istri, itulah persoalan pertama dan utama, dan

realitas itu paling sedikit tidak langsung dipengaruhi ada-tidaknya izin untuk bercerai

atau terjadinya praktik perpisahan. Keinginan untuk bercerai adalah akibat bukan

5
sebab kegagalan relasi itu. Dengan kata lain: Jika pasangan suami-istri tetap dalam

pernikahannya, belum tentu hubungan antar mereka menyenangkan apalagi kedua-

duanya berbahagia. Jika gereja tidak member izin untuk bercerai, belum tentu berkat

Tuhan dapat dihayati dalam hubungan suami-istri secara konkret. Paksaan dalam hal

relasi antar manusia mungkin dapat memastikan perilaku yang tampak sesuai dengan

harapan masyarakat, tetapi kemungkinan keadaan yang sebenarnya sangat berbeda.

Bahkan terkadang hanya formalitas yang dibela karena paksaan lingkungan. Namun,

perilaku yang hanya secara formal bermoral atau apabila tampaknya saja yang

bermoral, sebenarnya belum ada sikap yang bermoral. Moral bukan hasil paksaan dari

luar atau paksaan yang berasal dari dalam diri manusia, melainkan merupkan hasil

dari keputusan yang sesuai dengan pengertian etis perseorangan yang berdasarkan

baik keyakinan prinsipilnya maupun kepedulian sosialnya, yang sering didahului

pergumulan dalam diri manusia untuk mencari dan menemukan kehendak Tuhan.

Visi pernikahan adalah menerapkan kasih penebusan Yesus Kristus

melalui hubungan pasangan suami istri. Dengan memedulikan satu sama lain secara

fisik, emosional, dan cara apa pun yang lain, pasangan suami istri ingin menciptakan

hubungan yang intim serta menggairahkan seutuhnya anak-anak pun dapat

menyaksikan keindahan sertga janji yang terkandung dalam rencana Tuhan untuk

pernikahan.

Visi setiap pasangan tidak akan sama, tetapi visi yang jelas untuk

pernikahan akan memandu, mengilhami, dan memotivasi ketika pasangan suami istri

bertumbuh melalui segala tekanan hidup. Bila memiliki visi hidup bersama yang

6
positif dan menyenangkan pasangan suami istri dapat berupaya untuk meraih sasaran

itu sekalipun kondisinya sulit.

Sebuah visi pernikahan lebih dari sekedar mempelajari serta

mempraktikkan kecakapan dalam membina hubungan. Memahami perspektif Allah

sangat penting demi keberhasilan pernikahan. Allah sudah memberi visi melalui

firman-Nya. Dia telah memberi definisi mengenai kasih, cetak biru-Nya untuk

komitmen yang mengikat, dan rencananya untuk pernikahan yang penuh anugerah. 4

Mereka yang percaya kepada Kristus bagi mereka, Allah ada dan Dia

memberikan diri-Nya menjadi penggerak dari pernikahan anak-anak-Nya. Pimpinan

nyata pada saat anak-anak-Nya berjalan dalam terang kebenaran firman-Nya dan

bukan berjalan dalam selera dan kemauan pribadinya semata-mata. Pengakuan akan

kasih, kebijaksanaandan kedaulatan Allah membuat mereka rela bergaul secara

Kristiani dengan setiap orang percaya yang dilibatkan Allah dengan diri-Nya. Karena

melalui proses pergaulan yang bersih dan jujur itulah mereka dipimpin Allah, melihat

tanda-tanda sebagai dasar pertimbanga, dan akan menemukan jodoh yang disediakan

baginya. Dengan demikian, ia memahami bahwa pernikahanya adalah "inisiatif

Allah", dan menghargai,"apa yang sudah dipersatukan Allah". Sebagai orang percaya,

ia dapat menerima kata-kata Tuhan Yesus bahwa,"apa yang telah dipersatukan Allah

tidak boleh diceraikan manusia" (Matius 19:6).5

Banyak masalah pernikahan yang menjadi penyebab perceraian. Fenomena

perceraian dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Perceraian adalah

4
Dale Mathis, M.A. & Susan Mathis. Countdown for Couples. Lily Christanto
(Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2010), 11
5
Yakub Susabda, Marriage Enrichment (Bandung: Mitra Pusaka, 2004), 13.

7
ketakutan setiap pasangan yang telah berumah tangga maupun ingin menuju ke

jenjang tersebut. Perceraian bukanlah suatu hal yang tabu lagi di tengah masyarakat

khususnya di pasangan Kristen juga. Penyebab perceraian dapat muncul dari siapa

saja. Bisa dari suami, istri, atau kedua belah pihak. Bisa juga berasal dari masalah

anak-anak, orangtua/mertua, lingkungan/media social, ekonomi.

Pasangan mana yang tak ingin pernikahannya langgeng sampai hari tua.

Namun nyatanya tak semua pasangan bisaterus mempertahankan hubungan mereka

dan akhirnya menempuh jalan perceraian. Tentu bukan tanpa sebab bila pasangan

suami istri memilih untuk bercerai. Berikut adalah penyebab atau faktor yang

menyebabkan pasangan dapat bercerai: pendapatan suami tidak mencukupi untuk

menafkahi keluarga, suami tidak komitmen untuk mencari nafkah, suami sibuk

bekerja, kurang perhatian kepada istri, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), suami

bosan dengan istri, suami ingin mengusai harta istri, suami berpoligami, suami terlalu

dominan, istri tidak menjaga martabat keluarga, istri tidak memenuhi nafkah batin

suami, istri tidak dapat mengatur keuangan keluarga, istri yang memimpin, istri sulit

diatur, tidak adanya komunikasi yang aktif diantara kedua pasangan suami-istri,

perbedaan status sosial antara suami-istri, perbedaan visi antara suami-istri, salah satu

pasangan suami-istri selingkuh, salah satu pasangan suami-istri egois, saling curiga

satu sama lain, tidak jujur, seing membandingkan dengan orang lain, salah satu

pasangan sering mengambil keputusan sendiri, tidak mempunyai anak.

Perceraian di Indonesia sekarang bukan hal yang aneh, bahkan banyak

pasangan muda-mudi yang menikah namun beberapa bulan kemudian cerai.

Perceraian menimbulkan konflik batin pada anak, apalagi jika mereka beranjak

8
remaja. Banyak remaja yang orang tuanya bercerai, mereka tidak lagi tumbuh

layaknya anak yang memiliki orangtua utuh terutama psikologis mereka. Remaja

yang orang tuanya bercerai cenderung memiliki masalah pada psikologis, mereka

kadang melampiaskan masalah dalam keluarganya dengan hal yang negative dan

merugikan masa depannya. Sebagai orang tua, apakah anda tidak kasihan dengan

masa depan anak-anak anda jika harus bercerai dengan pasangan? Padahal banyak

cara yang bisa dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga tanpa harus bercerai.

Apalagi jika anda dan pasangan sama-sama orang berpendidikan, memiliki karir yang

bagus, pasti mudah bagi anda untuk memutuskan sesuatu dengan pikiran yang jernih

dan sesuai firman Tuhan.)

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sering terjadi dan dialami oleh

pasangan Kristen yang sudah menikah, penulis mengajukan tiga rumusan masalah:

pertama, bagaimanakah Matius 19:1-12 menunjukkan urgensinya dari persepsi Yesus

tentang perceraian? Kedua, bagaimanakah Matius 19:1-12 menunjukkan persepsi

orang Farisi yang mengangkat isu perceraian untuk mencobai Yesus? Ketiga,

bagaimanakah Matius 19:1-12 mengajarkan tentang bahaya perceraian bagi suami

istri Kristen. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan menjadi benang merah dalam

keseluruhan pembahasan tesis ini.

9
Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis, melalui karya tulis ini penulis ingin pembaca dan umat

Kristen memiliki cara pandang yang Alkitabiah tentang urgensinya dari persepsi

Yesus tentang perceraian dan persepsi orang Farisi yang mengangkat isu perceraian

untuk mencobai Yesus. Sedangkan manfaat praktisnya adalah: mengajarkan tentang

bahaya perceraian bagi suami istri Kristen dan urgensinya bagi pembinaan konseling

pranikah.

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tesis yang pertama, untuk menunjukkan bukti data

Alkitab dari Matius 19:1-12 tentang urgensinya dari persepsi Yesus tentang

perceraian. Kedua, untuk menunjukkan bukti data Alkitab dari Matius 19:1-12 tentang

persepsi orang Farisi yang mengangkat isu perceraian untuk mencobai Yesus. Ketiga,

untuk menunjukkan bukti data Alkitab dari Matius 19:1-12 tentang bahaya perceraian

bagi suami istri Kristen.

Ruang Lingkup Penelitian

Tesis ini membatasi ruang lingkupnya pada analisa Matius 19:1-12 tentang

bahaya perceraian dan urgensinya bagi pembinaan keluarga Kristen oleh gereja.

10
Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah

gabungan dari metode deskriptif6 dan induktif. Dalam hal ini, deskriptif kualitatif7

dipakai dalam metodologi penelitian. Selanjutnya, metode induktif bersifat induksi,

yaitu metode pemikiran yang bertolak dari kaidah (hal-hal atau peristiwa) khusus

untuk menentukan hukum (kaidah) yang umum; penarikan kesimpulan berdasarkan

keadaan yang khusus untuk diperlakukan secara umum; penentuan kaidah umum

berdasarkan kaidah khusus.8

Metode induktif yang dipilih menggunakan metode penafsiran gramatis,

historis, dan kontektis. Hal ini dijelaskan oleh John Grassmick dalam Prinsip-prinsip

dan Praktek Eksegesis Bahasa Yunani, sebagai berikut:

Metode ini berusaha menemukan makna bagian Kitab Suci sesuai dengan
tuntutan kaidah gramatika dan jenis literal, fakta sejarah, dan kerangka
konteks. Ini pendekatan terbaik, sebab berkenaan dengan unsur-unsur itulah

6
Dengan metode deskriptif, penelitian teologia bersifat analisis, menuturkan,
menjelaskan, mengemukakan apa yang diamati, dibaca, dipelajari, lalu menbentuk gagasan atau
pemikiran baru (sintesis dan evaluatif). Informasi dapat saja diperoleh dari literatur biblika, pemikiran
teologia sistematik, historika, filsafat Kristen, opini teologia yang berkembang di masyarakat (gereja)
masa kini, dan bisa juga dari studi lapangan (pendekatan etnographis). Diambil dari “Manfaat
Penulisan Skripsi/Thesis pada Pendidikan Teologia,” oleh: B.S Sidjabat, bahan Simposium Teologia
IV – PASTI, Nilai dan Arah Zaman. Semarang: 18-21 Juli 1994.
7
Metodologi kualitatif lebih tertarik untuk melakukan pemahaman secara mendalam
terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk kepentingan generalisasi. Metodologi
kualitatif lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam (in-dept analysis), yaitu mengkaji masalah
secara kasus-perkasus karena metodologi kualitatif yakin bahwa sifat dari suatu masalah satu akan
berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Sumanto, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan
(Yogyakarta: Yayasan Andi, 1995), 11.
8
Alwi, “Induksi,” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 431.

11
penafsir harus sepakat dengan penulis agar supaya ia dapat menemukan
makna yang dimaksudkannya.9

Dengan metode-metode ini diharapkan dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih

obyektif secara akademis atas kesimpulan-kesimpulan yang diambil. Selanjutnya,

metode-metode ini akan penulis gunakan pada setiap bab seperti yang penulis uraikan

dalam sistematika penulisan tesis ini.

Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan karya ilmiah ini dimulai dengan bab

pendahuluan. Bab ini akan memberikan gambaran tentang apa yang akan dibahas

dalam karya ilmiah ini, sekaligus prosedur-prosedur yang ditempuh demi

sistematisnya penulisan studi ini. Pada bab dua, penulis akan menulis secara induktif

dari dari Matius 19:1-12 tentang urgensinya dari persepsi Yesus tentang perceraian.

Selanjutnya pada bab tiga, penulis melanjutkan pembuktian secara induktif dari dari

Matius 19:1-12 tentang persepsi orang Farisi yang mengangkat isu perceraian untuk

mencobai Yesus. Pada bab empat, penulis akan menjelaskan dari Matius 19:1-12

tentang bahaya perceraian bagi suami istri Kristen.

Akhirnya, karya tulis ini akan ditutup dengan kesimpulan pada bab kelima.

Penegasan Istilah

Strategi pembinaan gereja terhadap keluarga dari ancaman perceraian

berdasarkan Matius 19:1-12 adalah judul tesis yang akan penulis teliti.

9
John D. Grassmick, Diktat Kuliah: Prinsip-prinsip dan Praktek Eksegesis Bahasa
Yunani, sem. VI, 2003.

12
Secara keseluruhan dapat dipahami judul tesis ini sebagai pembentukan

wawasan konstruktif terhadap pernikahan Kristen yang unik dan tidak sama dengan

pernikahan-pernikahan yang lain, karena penulis percaya bahwa iman keselamatan di

dalam Tuhan Yesus Kristus dan kehidupan yang didasarkan atas kesaksian Alkitab

menghasilkan keunikan-keunikan yang tidak dimiliki dunia.

13
BAB II

Urgensinya Persepsi Yesus Tentang Perceraian Dari Matius 19:1-12

Latar Belakang Injil Matius

Injil Matius adalah jembatan yang sempurna antara Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru. Ayat-ayat pertama dalam Kitab Matius mengingatkan kita kepada

Abraham, nenek moyang umat Tuhan dalam Perjanjian Lama dan kepada Daud raja

agung pertama dari bangsa Israel. Karena penekanannya, ciri khas Yahudi yang

sangat kuat, banyak kutipan dari Kitab Suci Ibrani, dan posisinya di bagian depan dari

kitab-kitab Perjanjian Baru, maka Matius merupakan tempat yang logis untuk

memulai pesan kekristenan kepada dunia. Kitab Matius sudah lama memegang posisi

pertama dalam urutan keempat Injil. Hal ini terjadi karena sampai pada masa modern,

kitab Matius dipercayai secara umum menjadi Injil yang pertama ditulis. Demikian

juga, gaya yang jelas dan aturan yang baik dari Injil Matius membuatnya paling cocok

bagi pembacaan lisan di perkumpulan jemaat. Oleh karena itu kitab Injil ini paling

terkenal, terkadang bersaing dengan Injil Yohanes. Untuk menjadi seorang yang

ortodoks [alkitabiah, yaitu penerima Alkitab sebagai firman Tuhan] tidaklah begitu

penting untuk mempercayai bahwa Matius adalah Injil pertama yang ditulis. Namun,

hampir keseluruhan orang Kristen mula-mula adalah keturunan Yahudi, dan ribuan

orang tersebut menjadi Kristen. Pada mulanya, memenuhi kebutuhan orang-orang

Kristen mula-mula itulah yang terlihat lebih logis.

Bukti eksternal kuno dan umum menunjukkan bahwa Matius si pemungut

cukai, yang disebut juga Lewi, menulis Injil pertama ini. Karena Matius adalah

14
anggota apostolik yang tidak terkemuka, maka akan terlihat aneh apabila Injil Pertama

ini dihubungkan dengan dia, andaikata ia tidak ada urusan apa-apa dengannya. Selain

dari dokumen kuno yang dikenal sebagai “Didache” (Pengajaran Sebelas Rasul),

Justin Martyr, Dionysius dari Korintus, Teofilus dari Antiokhia, dan Atenagoras,

orang Atena mengutip Injil itu sebagai yang otentik atau asli. Eusebius, ahli sejarah

gereja, mengutip perkataan Papias bahwa, “Matius menuliskan Logia dalam bahasa

Ibrani, dan setiap orang menerjemahkannya sebagaimana ia mampu.” Irenaeus,

Pantaenus, dan Origen pada dasarnya setuju dengan hal ini. “Ibrani” secara luas

dianggap menjelaskan dialek bahasa Aram yang digunakan orang Ibrani pada masa

Tuhan kita di bumi, sebagaimana kata itu digunakan di dalam perjanjian Baru. Tetapi

apakah “Logia” itu? Biasanya dalam bahasa Yunani berarti “wahyu,” seperti

Perjanjian Lama berisi wahyu Tuhan. Tetapi dalam pernyataan Papias tidak dapat

diartikan seperti itu. Ada tiga pandangan utama dari pernyataannya: (1) Mengacu

pada Injil Matius itu sendiri. Yakni, Matius menulis edisi bahasa Aram dari Injil,

khususnya untuk memenangkan orang Yahudi bagi Kristus dan memperbaiki moral

orang-orang Kristen Ibrani, dan kemudian muncullah Injil dalam edisi bahasa Yunani.

(2) Mengacu pada perkataan Yesus saja, yang kemudian termasuk dalam Injil yang

ditulisnya. (3) Mengacu pada testimonia, yakni kutipan dari kitab Perjanjian Lama

untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias. Pandangan 1 dan 2 lebih mungkin

daripada pandangan nomor 3.10

Dalam garis kedaulatan Allah, jemaat mula-mula menempatkan Injil Matius

dalam urutan yang pertama Kitab-kitab Perjanjian Baru. Meskipun hanya sedikit

10
W. MacDonald. Believer Bible Commentary. http://www.komentar-bbc.com.1.

15
sumber yang dapat diperoleh tentang kehidupan dan latar belakang penulis Injil

Matius, namun jika bukti-bukti dikumpulkan baik dari sumber Injil Matius, sumber

Injil lainnya dan dari sumber-sumber sejarah, maka semua data yang didapat sudah

cukup untuk embuat kesimpulan bahwa penulis Injil Matius adalah

Matius, yaitu salah satu dari kedua belas murid Tuhan Yesus. Memang penulis Injil

Matius tidak menyebutkan namanya atau siapa penulis kitab tersebut, namun

demikian dari sejak semula. Gereja mula-mula, khususnya Papias, telah meyakini

bahwa Matiuslah penulis Injil Matius.

Matius adalah seorang yang masih muda ketika Yesus memangilnya. Secara

lahiriah ia adalah seorang Yahudi, dan ia adalah seorang pemungut cukai yang terlatih

dan berpengalaman. Ia meninggalkan semua itu untuk mengikut Kristus. Salah satu

dari banyak kepuasan yang ia miliki adalah menjadi salah satu dari kedua belas rasul.

Yang lainnya adalah bahwa ia terpilih sebagai penulis dari apa yang kita kenal dengan

Injil Pertama. Telah dipercayai secara umum bahwa Matius adalah sama dengan Lewi

(Markus 2:14; Lukas 5:27).

Dalam Injilnya, Matius mulai mengemukankan bahwa Yesus adalah Mesias

yang telah lama dinanti-nantikan oleh orang Israel, satu-satunya Penuntut sah

'Claimant' bagi takhta Daud. Buku itu tidak mengaku sebagai sebuah narasi lengkap

dari kehidupan Kristus. Nrasinya dimulai dengan silsilah-Nya dan masa-masa awal

kehidupan-Nya. Kemudian beralih pada permulaan kisah pelayanan-Nya di hadapan

orang banyak, saat Ia berusia sekitar tiga puluh tahun. Dengan pimpinan Roh Kudus,

Matius memilih aspek-aspek dari kehidupan Juru Selamat dan pelayanan-Nya yang

membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan yang Diurapi (yaitu Mesias atau Kristus).

16
Buku itu pun bergerak menuju sebuah klimaks; pencobaan, kematian, penguburan,

kebangkitan, dan kenaikan Tuhan Yesus. Pada klimaks itu terletak sebuah dasar bagi

keselamatan manusia sehingga buku itu disebut Injil -bukan hanya karena

menunjukkan cara bagaimana orang berdosa dapat menerima keselamatan, tetapi

lebih karena melukiskan pengorbanan Kristus, dimana keselamatan bisa

dimungkinkan.11

Injil yang pertama menurut tradisi dianggap tulisan Matius Lewi, seorang

pemungut cukai, yang dipanggil oleh Yesus menjadi salah seorang dari kedua belas

murid-Nya (Matius 9: 9-13, 10:3). Dapat dikatakan tidak ada lagi yang diketahui

mengenai dia kecuali nama dan pekerjaannya. Setelah disebut sebagai salah satu rasul

dalam Kisah Para Rasul (Kisah 1:13), ia menghilang dari sejarah gereja, kecuali

waktu orang menghubung-hubungkan keterlibatannya yang mungkin hanya

berdasarkan dongeng belaka. Tidak pernah dalam Injil Pertama ia disebut secara

terang-terangan sebagai penulisnya, tetapi para penulis gereja yang pertama yang

membahas kepenulisan Injil Pertama ini sebagai karya Matius. Eusebius (± tahun 325)

mengutip Papias (± 100) yang konon mengatakan bahwa Matius tealh menyusun

ajaran Tuhan dalam bahasa Aram, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa

Yunani oleh masing-masing orang semampu mereka.12

Ireneus, sekitar seratus lima puluh tahun sebelum Eusebius, mengatakan

bahwa "Matius juga menulis sebuah Injil bagi orang Ibrani dalam bahasa daerah

mereka, sedang Petrus dan Paulus menginjil di Roma dan meletakan dasar bagi

11
Ibid.3.
12
Merrill C. Tenney Survei Perjanjian Baru. (Malang: Gandum Mas, 2017). 183.

17
gereja.13 Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari pendapat lama ini mengenai asal

usul Injil yang Pertama. Pertama, soal kepenulisan Matius tidak perlu dipersoalkan

lagi. Karena Matius merupakan seorang anggota yang tidak menonjol dalam kelompol

apostolik, rasanya tidak ada alasan yang cukup kuat memakai namanya sebagai

penulis buku bajakan. Kedua, pendapat umum para penulis kuno ini sesuai dengan

sifat Matius yang sudah diketahui. Sebagai seorang pemungut cukai tentu ia seorang

yang terpelajar dan biasa membuat catatan-catatan dalam melakukan pekerjaannya.

Ketiga, tradisi yang mengatakan bahwa aslinya Injil ini tertulis dalam bahasa Aram

tidak menutup kemungkinan bahwa penulis ini kemudian menerbitkannya dalam

bahasa Yunani yang segera mengalahkan popularitas kitab yang pertama--tulisan

sebelumnya.

Sejak awal abad kedua masehi, Injil pertama dihubungkan dengan rasul

Matius. Tentangnya dikatakan oleh seorang Pujangga Gereja yang bernama Papias

sekitar tahun 110/120 masehi. Matius menyusun perkataan-perkataan Yesus dalam

bahasa Ibrani (ialah bahasa Aram). Kata "perkataan" tidak perlu hanya menunjuk

kepada ucapan dan wejangan Yesus, tetapi juga dapat menyangkut tindakan dan hal-

ihwal-Nya. Matius itu terbilang di antara kedua belas rasul yang daftarnya terdapat

dalam Perjanjian Baru (Mat 10:6; Kis 1: 13). Matius itu dianggap sama dengan

pemungut cukai yang pertobatannya diceritakan dalam Matius 9: 9-13.14

Di sepanjang Injil Matius, penulis meunujukkan bahwa Kekristenan

merupakan kelanjutan yang sejati dari Perjanjian Lama - Yudaisme yang sejati.

13
Ibid.184.
14
C. Groenen OFM. Pengantar ke dalam Perjanjian Baru. (Yogyakarta: Kanisius, 2000). 86.

18
Penulis jelas seorang Yahudi yang berpengetahuan, akrab dengan jenis pengajaran

yang kita temukan di dalam Misnah dan Talmud dan menurut beberapa penafsir,

penulis tidak anti terhadap pemakaian Midras. Penulis tidak merasa perlu menjelaskan

budaya-budaya Yahudi (bdk. 15:1-9 dengan Mrk 7:1-13). Silsilah Yesus dimulai dari

Abraham leluhur agung Yahudi. Hanya ia yang mencatat Yesus diutus "hanya kepada

domba yang hilang dari umat Israel" (15:24; bdk 10:5-6). Ia menulis tentang pokok-

pokok yang akan menarik perhatian orang Yahudi, seperti Sabat (12:1-14) dan pajak

Bait Allah (17:24-27) 15. Tentu saja penulis tidak selalu berpihak pada orang Yahudi.

Ada beberapa kritik keras, khususnya di pasal 23, dan penulis juga memakai

ungkapan seperti ahli-ahli Taurat “mereka” (7:29), atau rumah ibadah “mereka”

(9:35), yang memisahkan penulis dari para pemimpin resmi Yudaisme.

Tetapi yang terutama, penulis adalah seorang pengikut Yesus yang sejati,

seorang yahudi yang percaya. Penekanan terhadap penggenapan nubuat-nubuat

Perjanjian Lama menjadi contoh mencolok keyahudiannya. Ia memiliki rumusan “Hal

itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi,” yang telah kita

jumpai sejak 1:22 dan muncuk berulang kali di sepanjang Injil ini. The Greek New

testament (edisi ke-3) keluaran United Bible Societies mendaftarkan 61 kutipan

Perjanjian Lama di Injil Matius, bandingkan dengan 31 kutipan di Markus, 26 di

Lukas, dan 16 di Yohanes. Penulis jelas memiliki ketertarikan khusus terhadap

apa yang Kitab Suci Perjanjian Lama katakana dan bagaimana hal ini terkait dengan

Yesus. Selain jumlah kutipan, cara kutipan-kutipan itu dipakai juga penting.Di

sepanjang Injil ini Matius mau menunjukkan Allah sedang menggenapi maksud-Nya

15
Leon Morris. Injil Matius. (Surabaya: Momentum, 2005). 3

19
dan salah satu cara mengenali maksud Allah adalah dengan memperhatikan,

bagaimana hal-hal Allah inspirasikan melalui para nabi-Nya telah tergenapi di dalam

hidup dan pengajaran Yesus. Injil Matius berakhir dengan mandate agung untuk

memuridkan segala bangsa (28:16-20). Matius berlatar belakang Yahudi dan sangat

tertarik dengan orang Yahudi, tetapi ia juga tertarik pada relevansi Yesus bagi segala

bangsa.

Penulis adalah seorang pengikut Yesus yang sejati, seorang Yahudi yang

percaya. Penekanan terhadap penggenapan nubuat-nubuat Perjanjian Lama menjadi

contoh mencolok keyahudiannya. Ia memiliki rumusan "Hal itu terjadi supaya

genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi." yang kita jumpai sejak 1:22 dan mncul

berulang kali di sepanjang Injil ini. Penulis jelas memiliki ketertarikan khusus

terhadap apa yang Kitab Suci Perjanjian Lama katakan dan bagaimana hal ini terkait

dengan Yesus. Di sepanjang Injil ini Matius mau menunjukkan Allah sedang

menggenapi maksud-Nya dan salah satu cara mengenali maksud Allah adalah dengan

memperhatikan, bagaimana hal-hal yang Allah inspirasikan melalui para nabi-Nya

telah tergenapi di dalam hidup dan pengajaran Yesus. Injil Matius berakhir dengan

mandat agung untuk memuridkan segala bangsa. Matius berlatar belakang Yahudi dan

sangat tertarik dengan orang Yahudi, tetapi ia juga tertarik pada relevansi Yesus bagi

segala bangsa. Di mata orang Yahudi, pemungut cukai adalah orang berdosa yang

sama dengan seorang pembunuh dan perampok. Orang Yahudi diizinkan berbohong

dan tidak dianggap berdosa jika mereka berbohong terhadap seorang pemungut cukai.

Pemungut cukai dikelompokkan sama dengan perempuan sundal (Mat 21: 31),

Yunani (Mat 18:17), dan orang-orang berdosa (Mat 9:10). Seorang pemungut cukai

20
sangat dibenci oleh teman sebangsanya dan mereka digolongkan sebagai orang-orang

berdosa yang dianggap sebagai sahabat dari kaum penjajah (Mat 9:9-11; Mrk 2:15).

Alasan yang sangat kuat mengapa para pemungut cukai dibenci oleh teman

sebangsanya adalah karena pemungut cukai diizinkan oleh penguasa (Romawi) untuk

mengumpulkan bea cukai melebihi dari target yang telah ditetapkan oelh pemerintah

Romawi dan kelebihan itu boleh diambil untuk kantong mereka sendiri. Dengan latar

belakang kehidupan sedemikian, Yesus memanggil Matius untuk dijadikan sebagai

murid bahkan kemudian setelah mereka mengenal-Nya Yesus menetapkannya

menjadi seorang rasul (Mat 9:9 dan 10:3) 16.

Kapan tepatnya Injil ini ditulis tidak diketahui. Sedikit sekali kemungkinannya

bahwa ditulis sebelum orang-orang Kristen mulai meninggalkan Yerusalem (Kis 8:4),

karena gereja di Yerusalem tentu tidak membutuhkan suatu Injil yang tertulis, karena

masih ada para rasul yang akan menjawab setiap mpertanyaan serta memberikan

pengajaran17. Dan rasanya ia juga tidak ditulis sesudah tahun 70, karena ramalan

mengenai kekalahan kota ini tidak pernah menyinggung mengenai kehancurannya

yang sesungguhnya (Mat 24:1-28). Kesaksian Ireneus yang dikutip di atas,

menunjukkan bahwa naskah ini ditulis pada zaman Nero,”sewaktu Petrus dan Paulus

berada di Roma.” Konon, Injil ini pada mulanya ditulis oleh Matius bagi para petobat

bukan Palestina berbahasa Aram, yang tidak mempunyai hubungan pribadi dengan

para rasul dan yang pengetahuannya tentang Kristus bergantung sepenuhnya pada

suatu dokumen tertulis.

16
Marulak Pasaribu. Eksposisi Injil Sinoptik. (Malang: Gandum Mas, 2005). 136.
17
Merrill C. Tenney. Survei Perjanjian Baru. (Malang: Gandum Mas, 2017). 184.

21
Beberapa ahli berpendapat bahwa Injil Matius ditulis belakangan ketimbang

Injil Lukas, sebab Injil Matius kelihatannya mengandung bahan-bahan yang mengacu

pada peristiwa jatuhnya Yerusalem pada tahun 70 M (Mat 22:7; 24:3-28). Tetapi hal

itu tidak dengan sendirinya bearti kitab Injil ini ditulis setelah peristiwa tersebut. Ahli-

ahli itu cenderung menganggap penulisannya dilakukan setelah peristiwa itu karena

mereka tidak percaya tentang adanya nubuat prediktif yang sejati, sehingga kalau

kelihatan Yesus bernubuat tentang suatu peristiwa pada masa depan, mereka menarik

kesimpulan bahwa jemaat mula-mula telah menambahkan nubuat itu pada tradisi

aslinya. Tetapi Robinson telah menunjukkan betapa naifnya asumsi seperti itu, dan

mengusulkan waktu penulisan yang jauh lebih awal 18.

Sulit untuk menetapkan waktu yang pasti tentang tahun penulisan Injil Matius,

anamun pada umunya para ahli memperkirakan Injil Matius ditulis antara tahun 50-65

AD 19. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa sebagai orang Yahudi, Matius ingin

memperkenalkan Yesus sebagai ‘Raja’ Mesias, Anak Allah kepada teman

sebangsanya. Karena alamat surat adalah orang percaya yang berlatar belakang

Yahudi, maka Matius memberi perhatian yang sangat kuat terhadap Perjanjian Lama

(PL). Ia Matius ingin meyakinkan teamn sebangsanya untuk percaya bahwa Yesus

adalah ‘Mesias, Anak Allah yang hidup’ (Mat 16:16) sebagaimana yang telah

dijanjikan dalam zaman PL.

Penulis Matius ingin membina jemaat orang percaya, orang Kristen. Injilnya

tidak tertuju langsung kepada orang luar. Dalam jemaat itu penulis barangkali

18
Drane John. Memahami Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunug Mulia,2001). 220.
19
Marulak Pasaribu. Eksposisi Injil Sinoptik. (Malang: Gandum Mas, 2005). 138.

22
berperan sebagai ahli Kitab. Sebab di sana memang ada ahli-ahli Kitab (bdk. Mat

23:24). Maka penulis Matius seorang Pembina jemaat, kalaupun bukan seorang

pejabat (ia ternyata agak segan terhadap jabatan-jabatan, bdk. Mat 23:8-12). Mngingat

ciri-ciri penulis sendiri, jemaat itu bukan suatu jemaat yang keras Yahudi. Jadi bukan

suatu jemaat di Palestina, tetapi di daerah sekitarnya. Daerah yang paloing cocok

adalah di Siria, khususnya di kota Antiokhia, atau di pantai Palestina, misalnya kota

Kaiseria. Jemaat itu suatu jemaat yang berbahasa Yunani. Rupanya dalam jemaat itu

Petrus pernah memegang peranan penting. Sebab Petrus dalam Matius tampil sebagai

tokoh yang menonjol (Mat 16:13-19; 14:28-29; 15:15; 17:24; 18:21). Dan Petrus

pernah berperan pada jemaat di Antiokhia (Gal 2:11-14; bdk Kis 12:17).

Jemaat itu masih dekat dengan masyarakat dan agama Yahudi. Matius

memberi tekanan khusus pada Perjanjian Lama dan Hukum Taurat. Hukum itu

dianggap masih tetap berlaku (Mat 5:17-19; 23:23) seperti adat kebiasaan Yahudi.

Jemaat setia melaksanakan hukum Sabat a la Yahudi (Mat 24:20). Mereka pun diajak

mengakui wewenang ahli Kitab Yahudi yang menempati “kursi Musa” (Mat 23:2-3).

Mereka juga masih membayar pajak Bait Allah (Mat 17:24-27) meskipun Bait Allah

(barangkali) sudah hancur. Aturan Yahudi tentang najis dan tahir, diperlunak, tetapi

tidak begitu saja dicabut (Mat 15:11).

Di lain pihak jemaat Matius itu terbuka bagi bangsa-bangsa lain. Mereka rajin

mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa lain (Mat 28: 19-20; bdk 12:21; 13:38;

24:14). Ada sejumlah orang kafir yang masuk Kristen juga (bdk. Mat 8:5-13).

Rupanya orang-orang bukan Yahudi agak jauh menyesuaikan diri dengan tata cara

Yahudi. Tidak ada petunjuk dalam MAtius bahwa ada ketegangan antara kedua

23
golongan itu (Yahudi dan bukan Yahudi). Tetapi juga menarik perhatian bahwa sunat

tidak sampai disebut. Matius 1 –2 tidak mengatakan bahwa Yesus disunat (Luk 2:21).

Sunat itu tidak dituntut, tetapi diganti dengan baptisan (Mat 28: 19-20). Dengan

demikian halangan terbesar bagi masuknya orang bukan Yahudi tercabut. Perlunakan

aturan tahir dan najis pun mengurangi halangan.

Tetapi ada ketegangan, dan malah permusuhan antara jemaat Matius dengan

pimpinan Yahudi, khususnya kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat. Pemimpin lain, seperti

imam-imam kepala dan tua-tua juga menjadi sasaran. Betapa panasnya suasana terasa

dalam wejangan Yesus yang habis-habisan mengecam orang-orang Farisi dan ahli-

ahli Taurat (Mat 23). Ahli Taurat dan orang Farisi digambarkan sebagai lawan Yesus

yang paling gigih, bearti; lawan jemaat Yesus. Rupanya orang-orang Kristen malah

dianiaya (Mat 5:11; 10:17; 23:34). Dan di antara mereka ada yang ragu-ragu (Mat

28:17). Maka para pemimpin Yahudi itu mengalami hukuman keras dari pihak Allah

dan dibuang oleh-Nya (Mat 21:43-45). Jadi ketegangan dan permusuhan itu terutama

antara jemaat (yang cirinya Yahudinya cukup jelas) an pimpinan Yahudi, bukan

bangsa Yahudi. Dalam masyarakat Yahudi (di perantauan) jemaat Kristen itu sudah

jelas menajdi suatu kelompok tersendiri, meskipun tidak seluruhnya ke luar

masyarakat itu.20

Tahun penulisan Injil Matius tidak dapat dipastikan. Ada banyak pendapat

soal ini. Hal yang pasti adalah bahwa Injil ini tidak mungkin ditulis sesudah tahun 100

Masehi. Karena Ignatius dari Antiokhia sudah mengutip dari Injil Matius pada awal

Abad Kedua. Kami menerima kemungkinan bahwa Injil ini telah ditulis sebelum

20
C. Groenen OFM. Pengantar ke dalam Perjanjian Baru. (Yogyakarta: Kanisius, 2000). 89.

24
tahun 70 Masehi, beberapa saat setelah Injil Markus beredar di tengah-tengah

komunitas Kristen mula-mula. Namun karena pertimbangan situasi persebaran

komunikasi yang tidak segampang sekarang, Injil Matius baru beredar luas pada

rentang waktu tahun 80-100 Masehi. Mengenai tempat di mana Injil ini ditulis, juga

tidak ada petunjuk eksplisit. Meski begitu, akhir-akhir ini mayoritas penafsir lebih

cenderung menerima Antiokhia (Syria) sebagai tempat penulisannya. Pendapat ini

lebih banyak dianut karena pertimbangan internal Injil itu sendiri. Misalnya, banyak

ungkapan dan adat istiadat Yahudi yang sebenarnya sudah dikenal luas, namun tetap

dijelaskan kembali oleh penulis (lih. Mat. 1:23; 15:5; 27:33, 46; dsb).

Tujuan Penulisan Injil Matius

Kita telah melihat salah satu ciri utama Injil Matius adalah banyaknya kutipan

dan rujukan Perjanjian Lama di dalamnya. Hal ini harus menjadi pertimbangan utama

di dalam membahas maksud penulis. Matius menulis Injil dari sudut pandang tertentu.

Ia mau menunjukkan bahwa perstiwa-peristiwa penting dalam hidup Yesus

menggenapi nubuat Perjanjian Lama. Dalam hal ini ia tidak sendirian, motif seperti

ini kerap muncul dio sepanjang Perjanjian Baru, meski tidak ada yang sejelas Injil ini.

Ciri khas ini saja sudah mengindikasikan bahwa Matius adalah seorang Yahudi yang

menulis bagi orang-orang Yahudi. Silsilah dalam Injil Matius mau menunjukkan

bahwa Yesus adalah keturunan langsung Abraham dan hal ini dengan jelass

mengindikasikan maksud Matius. Tetapi perlu diperhatikan bahwa Injil Matius

diakhiri dengan catatan universalisme; para murid diutus untuk memberitakan Injil

25
kepada semua bangsa Yahudi 21, ia terutama mau menunjukkan bahwa Kekristenan

jauh lebih menyeluruh dibanding Yudaisme. Injil Matius mengandung penggenapan

Perjanjian Lamadalam pengertian yang paling luas.

Dugaan bahwa penulis adalah orang Yahudi dilawan oleh sebagian theolog

yang berpendapat bahwa ia adalah orang Kristen non Yahudi, yang menulis bagi

orang non Yahudi. Alasannya, Matius tidak mengambil semua kata Aram dalam Injil

Markus dan mengutip Perjanjian Lama versi LXX Yunani. Namun teori ini tidak

memperhitungkan nada anti Farisi yang kuat dari Injil Matius. Tidak ada bukti yang

cukup untuk membuat faktor ini dipakai sebagai titik awal dalam membahas tujuan

penulisan Injil Matius.

Sangat mungkin ada maksud apologetika di balik Injil Matius. Injil ini

menjawab banyak pertanyaan tentang Yesus yang bisa jadi diangkat oleh para

pemfitnah. Kisah kelahiran Tuhan Yesus, misalnya, akan membantah tuduhan bahwa

Yesus adalah anak haram. Penyingkiran ke Mesir dan kemudian kembalinya keluarga

Yesus ke Nazaret akan menjelaskan mengapa Yesus tinggal di Nazaret dan bukan di

Betlehem. Sifat apologetika yang serupa juga terdapat pada beberapa detail kisah

kebangkitan yang hanya dicatat Matius (seperti pencatatan penyuapan para penjaga,

yang akan membantah tuduhan bahwa para murid mencuri tubuh Yesus). Ini semua

21
Guthrie, Donald. Pengantar Perjanjian Baru. (Surabaya: Momentum, 2004). 17.

26
membuat R. V. G. Tasker menyebut Injil Matius sebagai “apologia Kekristenan mula-

mula”. 22

Salah satu teori mengaitkan tujuan penulisan Injil Matius dengan

penganiayaan jemaat oleh orang Yahudi. Penganiayaan ini dianggap telah berakhir

saat Injil Matius ditulis dan perikop tentang penganiayaan dianggap merujuk kepada

prediksi-prediksi yang telah digenapi. Bagi Matius, sinagoge bagaikan makhluk asing

dan hal ini merefleksikan masa ketika orang Yahudi dan orang Kristen tidak lagi

berdebat. Matius tidak menganggap gereja sebagai kelanjutan Israel. Pandangan ini

telah dikritik karena tidak didukung oleh bukti Perjanjian Baru lainnya. Jauh lebih

mungkin MAtius menulis untuk mempengaruhi orang Yahudi agar meninggalkan

sinagoge.

Tujuan Matius menulis Injil perlu ditafsirkan berdasarkan kontruksi Injil

Matius sendiri atau lebih tepatnya, berdasarkan peristiwa sejarah yang melandasi.

Karena itu kita harus meneliti dua konsep penyusunan Injil Matius yang

menghasilkan pandangan yang berbeda tentang tujuan penulisan. Konsep pertama

adalah teori komunitas yang diajukan oleh G. D. Kilpatrick. Menurutnya, Injil Matius

merupakan perevisian lektionari guna menjawab kebutuhan liturgi dari komunitas-

komunitas Kristen karena menerima teori dokumentari Markus dan teori Q. Kilpatrick

berpendapat23 bahwa di komunitas ini Markus dan Q telah dipakai dalam ibadah, dan

materi tertulis lain telah ditambahkan. Dalam teori ini, Injil Matius hampir menjadi

22
Ibid. 18.
23
Guthrie, Donald. Pengantar Perjanjian Baru. (Surabaya: Momentum, 2004). 19.

27
produk komunitas, meski juga merupakan karya seorang penulis yang secara resmi

ditunjuk untuk menulisnya. Jika Kilpatrick benar, maka Injil Matius bertujuan untuk

membuat materi liturgy yang yang telah dipakai menjadi lebih permanen. Dengan

kata lain, penulis, penulis adalah editor yang menyusun tulisan-tulisan yang ada

menjadi satu kesatuan sehingga cocok untuk dipakai dalam ibadah. Kilpatrick

menyimpulkan dari Injil beberapa bukti yang ia anggap mendukung hipotesisnya. (1)

Matius beberapa kali mengubah gaya bahasa Injil Markus sehingga lebih jelas, sebuah

nilai penting dalam ibadah. (2) Matius menghapus beberapa detail yang tidak penting

dalam Injil Markus. (3) Tambahan yang diberikan juga meningkatkan kejelasan. (4)

Kerap muncul antithesis dan paralelisme. (5) Adanya pengulangan rumusan setelah

paragraf utama. (6) Penyusunan kalimat secara seimbang dan berurutan cocok dipakai

sebagai liturgy. Meski semua data ini bisa dipakai untuk emndukung hipotesis ini,

tetapi itu tidak membuatnya benar. Dengan kata lain, penjelasan alternatif

dimungkinkan. Kejelasan, keringkasan, paralelisme, kalimat yang berimbang, dan

berbagai ciri serupa, tidak hanya penting bagi liturgi, tetapi bisa berasal dari

kecakapan penulis. Pada waktu yang sama, amat mungkin bahwa kualitas-kualitas

inilah yang membuat Injil Matius banyak dipakai untuk maksud liturgi di dalam

perjalanan gereja berikutnya.

Tujuan penulisan Injil Matius tidak bisa dilepaskan dari konteks bangsa Israel

secara menyeluruh, salah satunya adalah kondisi politis masyarakat Yahudi mulai

pada masa Perjanjian Baru. Pada zaman ini keadaan politis dan rohani bangsa Israel

sangat merosot. Secara politis mereka dijajah bangsa Romawi dan secara rohani

28
mereka tidak lagi mengalami masa keemasan seperti masa para nabi. Allah tidak lagi

berbicara dan mengutus nabi-nabi-Nya dan tidak pernah lagi mendengar suara dari

surge. Bangsa Israel memasuki apa yang disebut sebagai abad kegelapan.

Dalam keadaan terjajah secara politis ada banyak usaha-usaha orang-orang

Yahudi untuk mengadakan pembaharuan bagi kepentingan kehidupan sosial politik

dan agama mereka. Pembaharuan ini dilakukan dengan berbagai cara demi

melepaskan diri dari control pemerintahan Romawi secara politis. Orang-orang

Yahudiselalu bernostalgia dengan sejarah bagaimana Allah membebaskan umat-Nya

dari tangan musuh-musuh mereka yakni dari bangsa-bangsa lain. Itulah sebabnya

mereka merindukan agar Allah mengadakan pembaharuan secara politis maupun non-

politis bagi mereka untuk membebaskan mereka dari tangan pemerintahan Romawi.

Pada periode antara PL dan PB ini terdapat golongan-golongan dari masyarakat

Yahudi yang mengadakan pembaharuan dengan berbagai-bagai cara.

Golongan Zelotis adalah sebuah kelompok nasionalis datri bangsa Yahudi

yang menggunakan kekuatan politik untuk pembaharuan. Mereka memberontak

kepada pemerintahan Romawi pada sekitar tahun 66-73 AD agar melepaskan diri dari

kontrol pemerintah Romawi. Perintis golongan ini adalah Yudas orang Galilea.

Mereka berpegang pada prinsip bahwa YHWH adalah satu-satunya Allah yang boleh

menerima penghormatan dan tidak untuk pemerintahan Romawi. Gerakan ini sama

dengan pemberontakan Makabe pada abad ke-2 Sebelum Masehi pada waktu

Yerusalem berada di bawah kekuasaan Jendral Titus dan ditaklukkan oleh serdadu-

serdadunya dan membawa kekalahan yang besar dipihak Makabe. Perlawanan kaum

29
Zelotis dikalahkan oleh tentara Romawi dan mengakibatkan kehancuran dari

Yerusalem dan Bait Allah pada tahun 70. Peristiwa ini sekaligus mengubah kehidupan

keagamaan orang Yahudi. Orang Yahudi harus menerapkan flekbilitas kepada

bangsa-bangsa lain sebagai lawan politik yang ada di sekitarnya supaya dapat terus

bertahan. Orang Yahudi pun mempertahankan stamina moral dan orientasinya kepada

Hukum Taurat dan lebih toleransi kepada kelompok-kelompok bangsa-bangsa lain.

Golongan Farisi adalah kelompok yang terbesar jumlahnya dan pengaruhnya

dalam periode Perjanjian Baru. Nama Farisi berasal dari kata “parash” yang bearti

“memisahkan”. Mereka adalah golongan separatis, atau puritan dan Yudaisme.

Mereka memisahkan diri dari segala bentuk sekularisme dan hal-hal yang dianggap

jahat agar tetap dapat mempertahankan ketaatan dan moral kepada Hukum Taurat.

Golongan ini muncu setelah berakhirnya gerakan Makabe,, dan pada tahun 135

Sebelum Masehi, golongan ini telah terorganisir dengan baik. Mereka berpegang

teguh pada Hukum Taurat dan kitab para nabi. Mereka percaya kepada kebangkitan,

malaikat, dan kekekalan jiwa manusia. Mereka mempraktikkan peraturan Hukum

Taurat secara literal seperti berpuasa, melakukan hokum Sabat, dan

mempersembahkan persepuluhan. Dengan melakukan hukum Musa ini, orang-orang

mempropagandakan misi pembaharuan di antara orang Yahudi.

Kata “Saduki” berasal dari kata “zadok”, yang adalah golongan imam besar

pada zaman Daud dan Salomo. Anak-anak imam Zadok adalah golongan imam yang

bekerja juga dalam pembuangan. Jumlah golongan ini lebih sedikit dibandingkan

dengan golongan Farisi. Mereka diberikan kekuasaan politik untuk mengatur

30
kehidupan umat Yahudi dan Yudaisme pada periode Raja Herodes. Mereka juga

menggunakan Hukum Taurat untuk hidup keagamaanya dan menafsirkannya secara

hurufiah. Hukum Musa dianggap yang benar dan berwibawa dibandingkan dengan

kitab-kitab para nabi dan tulisana-tulisan lainnya. Mereka tidak menerima apa yang

dihafalkan oleh orang-orang Farisi mengenai Taurat. Mereka adalah golongan

rasionalis dan anti-supernaturalis, karena itu mereka tidak percaya mengenai

kebangkitan kekekalan pada jiwa manusia. Hidup keagamaan mereka tergantung pada

etika dan moral dan terbuka kepada budaya Helenis. Mereka adalah golongan

oportunis dan mempertahankan prestis mereka untuk kepentingan politik

golongannya. Mereka tidak mengadakan pemberontakan kepada pemerintahan

Romawi. Misi pembaharuan yang mereka lakukan adalah pembaharuan secara moral

dan etika dengan Hukum Taurat sebagai dasar.

Yosepus menggambarkan golongan Esenes sebagai golongan yang tidak sama

dengan golongan Saduki maupun Farisi. Arti nama esenes tidak dapat dipastikan,

tetapi ada hubungannya dengan kata Yunani “hosios”, yang artinya “suci”. Mereka

tidak kawin dan mengawinkan, tetapi mengembangkan kelompoknya dengan

mengadopsi pengikut-pengikut baru. Gaya hidup golongan ini memiliki hidup

kebersamaan yang kuat, sehingga kehidupan sosial mereka sama, tidak ada yang

miskin atau pun kaya. Mereka bekerja dan hidup secara sederhana, di luar kegiatan

pekerjaan mereka harus memakai baju putih. Mereka juga berpegang pada hukum

taurat, terutama pada hari Sabat. Mereka menekankan hidup yang bersih secara

jasmani sehingga mencerminkan hidup batin yang suci pula. Mereka percaya kepada

31
hal-hal supernatural seperti orang farisi. Mereka adalah golongan yang juga

mengadakan misi pembaharuan melalui pengasingan diri, beraskese, untuk

membersihkan diri dari hawa nafsu duniawi.

Di tengah-tengah semua usaha golongan-golongan masyarakat Yahudi, Matis,

yang adalah murid Yesus memberi responnya kepada misi-misi pembaharuan yang

diusahakan oleh kelompok-kelompok di antara orang-orang Yahudi ini baik

dilakukannya melalui kekuatan politik maupun dengan agama dan moral. Ia menulis

Injil yang ditujukan kepada orang Yahudi untuk memberikan pengertian bahwa

mereka membutuhkan pembaharuan secara rohani dan bukan politik. Matisu hendak

menulis tentan Yesus yang dating untuk menggenapi Hukum Taurat dan

melimpahkan anugerah-Nya untuk misi pembebasan orang Yahudi secara rohani dan

bukan secara politik. Itulah sebabnya Matius mempresentasikan Yesus sebagai Mesias

yang dinanti-nantikan oleh orang Yahudi, tetapi Yesus sebagai Mesias dating bukan

untuk mengadakan pembebasan dengan cara-cara kekerasan tetapi dengan anugerah

sebagai ganti legalisme yang menjurus kepada perlawanan politis. Berita Kerajaan

Surga yang dibawakan oleh Yesus dalam tulisan Matius telah menerjemahkan

kembali pengertian Kerajaan Allah dalam sejarah Israel. Tetapi lahirnya kekristenan

dipandang oleh orangYahudi yakni ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai

ancaman sehingga hubungan sinagoge dan Yesus serta murid-murid-Nya sangat

tajam. Pelayanan Yesus yang diceritakan oleh Matius tampak suatu kontradiksi dari

ahli Aturat dan orang Farisi hingga Ia disalibkan.

32
Menurut Marulak Pasaribu24, Matius ingin menjelaskan bahwa Yesus yang ia

beritakan dalam Injil adalah Mesias yang dinubuatkan oleh para nabi dalam PL. Ia

mencatat bahwa Yesus adalah penggenapan segala nubuatan PL. Hal ini terbukti

dengan banyaknya kutipan-kutipan dari bagian-bagian PL dalam tulisannya. Matius

menghubungkan berita PL dengan hidup dan pelayanan Yesus (bdg. Mat 1:22-23; Yes

7:14). Matius ingin menjawab kebutuhan para pembaca tentang pertanyaan-

pertanyaan yang muncul dari berbagai jemaat mula-mula tentang siapakah Yesus

yang mati tersalib, kemudian bangkit dan yang berjanji bahwa Ia akan datang kembali

untuk mengokohkan Kerajaan Allah di bumi. Matisu ingin mencatat dan meneruskan

pengajaran yang disampaikan oleh Yesus kepda para murid dan pengajaran Yesus

adalah juga Firman Allah yang berlaku untuk semua generasi dan yang berlaku untuk

bangsa-bangsa di luar Yahudi (bdg. Mat 1:5; 2:1-12; 3:9). Selain itu, Matius ingin

menggarisbawahi apa yang Tuhan Yesus kehendaki dan harapkan untuk diyakini dan

dikerjakan oleh para murid, yaitu bagaiman gereja Tuhan hidup dan bekerja sambil

menanti kedatangan-Nya kembali (bdg. Mat 5-7, 10, 13, 18, 24-25). Matius ingin agar

orang Yahudi yang sudah percaya juga terlibat dalam pemberitaan Injil yaitu untuk

menjadikan segala bangsa menjadi murid Tuhan Yesus (Mat 28:19-20).

Injil Matius mengandung unsur polemik yang kuat dengan orang Farisi. Farisi

merupakan sekte Yahudi yang sangat dihormati dan sangat menekankan pemeliharaan

tradisi dari guru-guru penting masa lalu. Mereka tidak bisa melihat tangan Allah di

dalam apa yang Yesus lakukan, dan melawan Dia di setiap kesempatan. Matius

24
Marulak Pasaribu. Eksposisi Injil Sinoptik. (Malang: Gandum Mas, 2005). 142.

33
mencatat kritikan Yesus terhadap orang Farisi, berikut upaya-upaya mereka di dalam

menggagalkan maksud Allah di dalam pengajaran dan tindakan Yesus.

Matius tertarik dengan bagaimana bangsa-bangsa lain bisa mengikut Yesus.

Meskipun universalisme ala Paulus atau Lukas tidak ditemukan di sini, terdapat suatu

keteguhan bahwa bangsa-bangsa lain memiliki ruang di dalam skema ilahi, khususnya

di dalam menerima pengajaran dan pertolongan Yesus. Matius melaporkan

kedatangan orang Majus untuk emlihat bayi Yesus, banyak mencatat tentang “Galilea,

wilayah bangsa-bangsa lain,” dan menuliskan kisah seperti penyembuhan hamba

perwira asing atau penyembuhan anak perempuan dari seorang wanita Kanaan.

Menurut Morris, Matius sangat tertarik pada pengajaran Yesus, 25 dan ia

memaparkan apa yang Yesus katakan dengan sangat gamblang. Khotbah di Bukit

hanyalah salah satu dari lima diskursus penting di Injil Matius. Matius juga

memasukkan banyak perumpamaan dan dari waktu ke waktu mencatat Yesus sedang

mengajar, meskipun isi ajaran-Nya tidak selalu dimuat. Matius jelas sangat

menghargai pengajaran Yesus danmau menyatakan penghargaannya itu dengan cara

meneruskan banyak dari pengajaran itu kepada para pembaca. Ia sendiri tampaknya

merupakan guru yang baik dan sangat memperhatikan para pengajar di dalam jemaat.

Cukup jelas bahwa Matius menulis sedemikian rupa untuk menolong para pengajar

itu. Menulis padas zaman ketika kepemilikan buku bukanlah hal yang umum, MAtius

menuliskan sejumlah besar pengajaran di dalam bentuk yang mudah diingat. Ia juga

menyusun banyak hal di dalam bentuk rangkap tiga (tiga pesan kepada Yusuf, Tiga

25
Leon Morris. Injil Matius. (Surabaya: Momentum, 2005). 6

34
penyangkalan Petrus), rangkap tujuh (tujuh perumpamaan di pasal 13, tujuh ucapan

celaka di pasal 23), dan memakai beragam kelompok numerik yang akan

memudahkan memorisasi.

Dalam menyusun kalimat yang efesien Matius sangat berbakat. Saat mencatat

kisah yang telah dituliskan oleh Markus, cerita matius hamper selalu lebih singkat.

France menunjukkan bahwa di dalam mencatat cerita wanita yang sakit pendarahan.26

Markus memakai 154 kata, Lukas 114, tetapi Matius hanya 48 kata. “meski demikian,

catatan Matius mengandung semua unsur penting; lamanya wanita itu menderita

penyakit, keyakinannya bahwa ia cukup menyentuh jubbah Yesus, pernyataan Yesus,

“Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepdamu seperti yang kau kehendaki,” dan

fakta bahwa wanita ini langsung disembuhkan.” Tetapi jika ia memiliki informasi

tambahan yang ia pandang penting, catatannya bisa lebih panjang dari yang lain,

seperti saat ia menambahkan ke dalam kisah tentang wanita Kanaan, kalimat bahwa

Yesus hanya diutus bagi domba-domba yang terhilang dari umat Israel, (Mat 15:24).

Matius memiliki lima perikop pengajaran utama (pasal 5-7, 10, 13, 18, 23-25).

B. W. Bacon menjadikan fakta ini sebagai dasar bagi pandangannya yang cukup

banyak didukung, 27 yaitu bahwa Matius sedang mengganti kelima kitab Musa dengan

kelima kitab Taurat mesianik. Terkadang, pandangan ini dikaitkan dengan pendapat

tentang Musa yang Baru atau Eksodus yang Baru. Tetapi Matius tampaknya tidak

26
R. T. France. Matthew: Evangelist and Teacher. Eugene, Oregon. Wipf & Stock Pub, 2004). 134.
27
Pandangan ini diterima, misalnya, oleh R. H. Fuller. Ia berkata, “Petunjuk kepada theology Matius
adalah kelima diskursus. Kelimanya sejajajr dengan Lima KItab Musa. Yesus adalah Musa kedua,
pendiri dan pemberi hukum bagi Israel baru, yaitu jemaat” (A Critical Introduction to the New
Testament [London,1996], 117).

35
mengarah ke sini. Struktur ini tidak harus menunjukkan penafsiran Injil Matius

tentang Lima Kitab Musa yang baru, dan Injil Matius secara keseluruhan juga bukan

merupakan imbangan dari kelima kitab itu. Setiap orang yang menelaah Injil Matius

harus memutuskan seperti apakah garis besar Injil Matius.

Matius menunjukkan Injilnya terutama kepada para pembaca Yahudi dan

menampilkan Yesus sebagai Mesias, Raja orang Yahudi. Hal ini bisa dilihat dalam

bagian-bagian seperti silsilah Yesus (1:1-17); kunjungan orang Majus (2:1-12); Yesus

dielu-elukan di Yerusalem (21:5); penghakiman bangsa-bangsa (25:31-46); dan sama

sperti kitab-kitab Injil yang lain, tulisan yang terpampang di atas kayu salib (27:37).

Di samping itu, dalam kitab Injil yang pertama ini banyak yang diceritakan berkenaan

dengan “Kerajaan Sorga”. Ungkapan ini hanya dipakai oelh Matius saja.

Kitab ini juga menghubungkan Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru. Ia

mengaitkan nubuat-nubuat tentang kedatangan Mesias dengan penggenapannya dalam

diri Tuhan Yesus Kristus. Seringkali Matius menunjuk atau mengutip kata-kata para

nabi dan mengaitkannya dengan oknum yang menjadi pokok kitabnya. Bagian-bagian

yang amat penting adalah 1:22; 2:15,17,23; 4:14; 8:17; 12:17; 13:35; 21:4; 26:54,56;

27:9. Seolah-olah pada mulanya Matius memperhatikan Perjanjian Lama yang

mengatakan, “Dia akan dating,” kemudian dia menyampaikan beritanya sendiri

dengan mengatakan, “Dia sudah ada!”

Tema-tema Teologi Injil Matius

Kerajaan Allah

36
Kita mulai dengan Kerajaan Allah, yang tentu saja merupakan hal yang sangat

penting dalam theologi Perjanjian Baru. Goldsworthy berkata, “Ide tentang

pemerintahan Allah atas ciptaan, atas segala makhluk, atas kerajaan-kerajaan di dunia,

dan dalam cara yang unik dan khusus, atas umat pilihan dan tebusan-Nya, merupakan

inti pesan Kitab Suci Ibrani.”28 Dalam halaman-halaman Perjanjian Baru dinyatakan

secara jelas bahwa janji Allah digenapi, akhir zaman telah tiba ( 1 Kor 10:11), ciptaan

baru telah dating, hidup kekal telah tiba, dan perjanjian baru menjadi kenyataan.

Dalam bagian pertama akan menjelaskan tema-tema tersebut sebab Perjanjian Baru

melanjutkan narasi yang dimulai dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Baru memetik

kisah keselamatan dari Perjanjian Lama, di mana Allah berjanji memberkati seluruh

dunia melalui Abraham dan keturunannya (Kej 3:15; 12:1-3; 13:14-17; 15:4-5; 17:4-

8, 19; 18:18-19; 22:17-18; 26:3-4; 28:14-15; 35:12-13).29 Secara khusus, Tuhan

menjanjikan negeri, keturunan, dan berkat universal kepada Abraham. Kejadian

menagaitkan kisah tentang benih, atau keturunan, yang dijanjikan kepada Abraham.

Janji itu tidak digenapi dengan mudah karena Sara dan Ribka bergumul dengan

kemandulan, dan itu merupakan jalan yang panjang sebelum kelahiran Ishak, Yakub,

dan Esau. Negeri yang dijanjikan juga tidak digenapi sebab Abraham, Ishak, dan

Yakub menjadi pengembara di negeri yang dijanjilan, dan Kejadian ditutup dengan

orang Israel di Mesir.

28
Goldsworthy, New Dictionary of Biblical Theology. (Cambridge, Massachusetts:IVP
Academic,2004). 618.
29
Alexander T. D. From Paradise to Promised Land: An Introduction to the Pentateuch. (Grand
Rapid: Baker Academic,2002). 15.

37
Akan tetapi, Allah secara perlahan menggenapi janji-Nya. Yakub memiliki

dua belas anak, dan janji keturunan yang tak terhitung banyaknya mulai menjadi

kenyataan dala Kitab Keluaran. Sesungguhnya, begitu banyak anak Israel yang

dilahirkan sehingga Firaun mulai takut atas kelangsungan hidup bangsa dan

kekuatannya. Jika janji tentang banyak keturunan itu secara perlahan mulai menjadi

nyata. Kitab Keluaran sampai Yosua mengisahkan bagaimana Tuhan menggenapi

janji-Nya bahwa Israel akan memiliki tanah Kanaan. Yahweh menyelamatkan Isarel

dari perbudakan di Mesir dengan tanda-tanda dan mukjizat yang luar biasa, dan Musa

menuntun bangsa itu ke Sinai, tempat Allah membuat perjanjian dengan mereka dan

memberi mereka hukum-Nya. Namun, bangsa itu tegar tengkuk dan keras kepala

sebab mereka membuat patung anak lembu emas, menguji Tuhan dalam banyak cara,

dan gagal mempercayai bahwa Dia akan memberikan kemenangan kepada mereka di

Kanaan. Tuhan menghukum orang-orang dewasa generasi padang gurun, megutuk

mereka mereka dengan 40 tahun mengembara di padang gurun. Baru setelah kematian

Musa, Yosua memimpin bangsa Israel masuk tanah Kanaan, dan Tuhan sekali lagi

bekerja denagn cara menakjubkan dan ajaib untuk emnolong bangsa Isarel

menaklukkan musuh-musuh mereka dan merebut kepemilikan atas negeri itu. Dua

janji Allah telah digenapi; Israel mewarisi negeri itu dan jumlah keturunan bertambah

dengan cepat.

Tentu saja, belum cukup bahwa Israel tinggal di negeri dalam populasi yang

besar. Mereka mendapat mandate untuk hidup sebagai umat Tuhan, mempercayai

Allah, dan melakukan kehendak-Nya. Kita meilihat dalam masa hakim-hakim bahwa

38
Israel gagal dengan sangat menyedihkan. Bukannya hidup sebagai umat Allah yang

kudus dan berbeda, mereka malah mengadopsi cara hidup bangsa Kanaan dan

berpaling dari Tuhan. Tuhan menghakimi umat-Nya dengan membangkitkan bangsa-

bangsa lain untuk menindas dan menaklukkan mereka. Ketika Israel berseru kepada

Tuhan mohon kelepasan, Dia membangkitkan pembebas untuk menyelamatkan

mereka dari penindas mereka. Sayangnya, ketaatan Isarel selalu berumur pendek, dan

oleh karena itu mereka teroerangkap dalam siklus yang tampaknya tiada akhir dari

kelepasan-pemberontakan-hukuman-pertobatan.

Hakim-hakim berakhir dengan catatan yang agak suram. Sikap suku Dan

dalam menyerang bangsa yang tenang dan damai serta memperkerjakan imam untuk

mendukung agenda mereka sendiri sangat berbeda dari apa yang diperintahkan

Tuhan. Pemerkosaan dan pembunuhan gundikorang Lewi dan kemudian dukungan

dari suku Benyamin meneruskan kedalaman kejatuhan Israel. Narator memberi

komentar bahwa Israel tidak memiliki raja dan setiap orang berbuat apa yangbenar

menurut pandangannya sendiri (Hak 17:6; 21:25). Kemerosotan Israel tampak jelas

pada pembukaan kitab 1 Samuel sebab anak-anak Elia, Hofni dan Pinehas,

menggambarkan kerusakan para imam. Tuhan membangkitkan Samuel sebagai nabi

dan hakim, tetapi naiknya Samuel tidak memberikan solusi jangka panjang sebab

anak-anaknya rusak dan bangsa itu secara keseluruhan tidak sungguh-sungguh

percaya kepada Yahweh. Israel merindukan seorang raja sehingga mereka bisa seperti

bangsa-bangsa lain, tetapi keinginan semacam itu menunjukkan penolakan mereka

atas pemerintahan Allah sebagai raja. Israel tidak hidup di bawah ketuhanan Allah

39
sebagai bangsa yang kudus. Sebaliknya, mereka inginmenjadi seperti bangsa-bangsa

yang puny araja yang memimpin mereka dalam peperangan. Meskipun demikian,

Tuhan setuju bahwa Israel haryus memiliki raja. Meskipun motif Israel salah, raja itu

menggambarkan pemerintahan Tuhan pada masa yang akan datang atas umat-Nya.30

Sebagai raja pertama, Saul mengikhtisarkan sejarah Israel. Pada mulanya, ia rendah

hati dan lemah lembut di tangan Tuhan, tetapi segera ia meninggalkan

kepercayaannya kepada Allah dan menjalankan kerajaan itu menurut caranya sendiri

dan sesuai dngan hikmatnya sendiri. Oleh sebab itu, Allah menolak Saul sebagai raja

dan tidak bersedia membangkitkan dinasti sesudah dia.

Sebaliknya, Tuhan mengangkat Daud dan meninggikan daud sebagai raja.

Daud menjadi model “orang yang berkenan kepada Allah”, yang melalui penolakanya

untuk membalas dendam kepada Saul menunjukkan bahwa ia percaya sepenuhnya

kepda Tuhan. Oleh karena mengandalkan Tuhan, Daud diberi kemenangan atas

musuh-musuh Israel. Untuk pertama kalinya Israel tampak menjadi umat Tuhan,

hidup di bawah ketuhanan-Nya di negeri itu. Daud rindi membangun bait suci bagi

Tuhan di Yerusalem untuk emnunjukkan ibadahnya kepada Tuhan dan memusatkan

ibadah sesuai dengan Ulangan 17. Namun, Allah melarang Daud membangun bait

suci karena ia telah mencurahkan banyak darah dalam perang. Penerus Daud dan

anaknya, Salomo, seorang yang damai, itulah yang akan membangun bait suci.

30
David. M Howard. Jr. “Review article:The Case for Kingship in Deuteronomy and the Former
Prophets.” WTJ 52:101-15. Para ahli telah lama bergumul dengan fakta bahwa Israel memiliki motivasi
yang salah dalam menginginkan seorang raja sedangkan pada saat yang sama, tampak merupakan
rencana Tuhan agar Israel punya raja. Raja Israel pada masa yang akan datang bukanlah akomodasi
bagi bangsa itu, seolah-olah kerajaan itu lebih rendah daripada rencana semula Allah. Problemnya,
motivasi Israel dalam menginginkan seorang raja adalah mereka ingin seperti bangsa-bangsa lain yang
memiliki raja yang memimpin mereka dan pergi berperang bagi mereka.

40
Namun, Allah memberlakukan perjanjian dengan Daud di mana Dia berjanji bahwa

keturunannya akan ada untuk selama-lamanya. Daud rindu membangun rumah bagi

Allah, tetapi Tuhan berjanji bahwa Dia akan mengokohkan keluarga Daud untuk

selama-lamanya. Keturunan Daud secara individu akan dihukum, bahkan ditolak jika

mereka berdosa, tetapi keturunannya itu tidak akan pernah berakhir. Perjanjian yang

diberlakukan bagi Daud akan berlangsung untuk selama-lamanya (2 Sam 7; Mzm

89;132). Jadi, tampak jelas bahwa janji berkat bagi seluruh dunia dan pengharapan

bahwa Israel akan menjadi umat yang sungguh-sungguh taat kepada Tuhan akan

digenapi melalui kehadiraan seorang raja, keturunan Daud. Dalam kitab para nabi,

pengharapan tentang raja yang akan dating, keturunan Daud, sering kali ditonjilkan.

Janji keselamatan Allah akan digenapi melalui datangnya raja yang dijanjikan itu.

Sekalipun memiliki banyak kelebihan, tampak jelas Daud bukanlah raja yang

ideal. Perzinahannya dengan Batsyeba dan pembunuhan atas Uria menyebabkan Israel

mengalami kemunduran. Secaramengjutkan, ia hamper kehilangan kerajaannya. Daud

menunjuk ke depan pada seorang raja yang akan dating, seorang yang akan lebih

mengabdi kepda Tuhan dan lebih mulia daripada dia. Pembaca bersiap untuk berpikir

bahwa raja yang lebih besar itu bisa jadi Salomo. Ia memulai pemerintahannya

dengan keinginan untuk ememrintah atas Israel dengan bijaksana, dan sebagai

seorang yang cinta damai, ia membangun bait suci Tuhan. Namun, seiring waktu

berlalu, Salomo menyimpang dari Tuhan. Ia terpikat oleh istri-istrinya untuk

menyembah ilah palsu. Kedamaian dan hikmat yang tampak dijanjikan Salomo akan

terwujud melalui raja lainnya. Tuhan menghakimi Salomo atas ketidaktaatnnya, dan

41
setelah kematiannya, kerajaan terpecah menjadi dua; Israel di utara dan Yehuda di

selatan.

Setiap raja dari kerajaan utara, Israel , tidak saleh, dan menyembah di mezbah

yang dilarang oleh Taurat. Bangsa itu mengalami beberapa masa puncak dan

kejatuhan politik, tetapi firman Tuhan tidak bisa dihindari. Pada 722 Sebelum Masehi,

bangsa Asyur menaklukkan kerajaan utara dan membuang penduduknya. Kerajaan

selatan yang mempertahankan garis keturunan Daud, tidak sesuram itu. Beberapa raja

di kerajaan selatan sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan. Namun, seluruh

lintasan masih menuju ke bawah, dan Yehuda menyusuri jejak-jejak Israel dan

memberontak terhadap perintah Tuhan. Firman Allah tentang penghukuman Allah

dinyatakan atas Yehuda ke pembuangan, menaklukkan Yerusalem dan membakar bait

suci pada 586 Sebelum Masehi.

Sebagian besar kitab para nabi ditulis selama pemerintahan raja-raja Israel dan

Yehuda. Rangkuman singkat untiuk kitab para nabi tentu saja tidak akan memadai,

tetapi kita bisa mengatakan bahwa para nabi memberitakan penghukuman maupun

keselamatan yang sering kali diidentifikasikan sebagai hari Tuhan!31 Orang-orang

yang berpaling dari Allah dan tidak mau menaati firman-Nya akan dihukum. Kata-

kata hukuman itu digenapi ketika pembuangan menjadi kenyataan pada 722 Sebelum

Masehi dan 586 Sebelum Masehi. Meskipun demikian, hukuman bukan kata akhir

bagi Israel. Para nabi memandang ke depan pada hari ketika janji keselamatan llah

akan digenapi, kerajaan-Nya akan dating, perjanjian baru akan dimulai, eksodus baru

31
Thomas R. Schreiner. New Testament Theology.(Yogyakarta: ANDI, 2015). 17.

42
dari Babel akan diwujudkan, Roh Kudus akan dicurahkan atas Israel, dan Israel akan

memelihara hukum Allah. Para nabi menjanjikan ciptaan baru, bait suci baru,

perjanjian baru, dan raja baru. Pembuangan akan berakhir, dan padang gurun akan

berbunga.

Akan tetapi, janji agung dalam kitab para nabi tidak digenapi ketika

pembuangan itu berakhir pada 536 Sebelum Masehi.32Israel memang kembali dari

babel dan bait suci dibangun, tetapi bait suci itu tidak semegah bait suci Salomo.

Bangsa itu juga tidak menikmati kemakmuran yang mulia, kemuliaan sebagaimana

ditunjukkan melalui penglihatan Yesaya 40-66. Israel hanya kecil, penuh pergumulan,

dan di bawah penindasan kekuasaan sebelumnya. Ezra, Nehemia, Hagai, Zakharia,

dan Maleakhi mencatat rendahnya kondisi rohani bangsa itu. Masalah juga tidak

membaik selama 400 tahun sebelum kedatangan Yesus dari Nazaret. Israel adalah

pion di antara Ptolemis dan Seleukid. Masa kebebasan yang singkat dialami bersama

Hasmonean pada abad pertama dan kedua SM. Namun, masa selingan itu hanya

singkat, dan tentara Romawi segera menyerbu masuk dan menaklukkan Israel, serta

mengangkat keluarga HErodes dan wali negeri untuk memerintah atas negeri itu.

Sketsa yang sangat ringkas tentang sejarah Israel ini membantu kita

memahami pentingnya klaim Yesus bahwa Kerajaan Allah sudah dekat (Mat 4:17;

Mrk 1:15). Orang-orang yang mendengar Yesus tidak meminta definisi kerajaan.

32
Rangkuman atas apa yang dinantikan dan dirindukan Israel, lihat Bauckham 2001:435-37. Hal yang
digambarkan Bauckham sebagai pemulihan di sini juga bisa digambarkan sebagai penggenapan janji-
janji kerajaan. Terminologi yang digunakan tidak menentukan karena ungkapan yang berbeda
digunakan untuk menggambarkan realitas yang sama.

43
Mereka memahami bahwa Yesus memproklamsikan datangnya masa baru yang mulia

di mana Israel akan ditinggikan dan bangsa-bangsa tunduk kepada Allah Israel. Tuhan

akan memerintah atas seluruh bumi, anak Daud akan melayani sebagai raja, dan

pembuangan akan berakhir. Perjanjian baru akan digenapi, umat Allah akan

memelihara hukum-Nya, dan ciptaan baru yang dijanjikan akan menjadi kenyataan.

Tuhan akan mencurahkan Roh-Nya kepada semua manusia, dan janji kepada

Abraham bahwa semua bangsa akan diberkati, sampai ujung bumi, akan menjadi

kenyataan.

Sentralitas Kerajaan Allah dalam Pengajaran Yesus

Injil Sinoptik menyatakan dengan jelas bahwa Kerajaan Allah merupakan hal

sentral dalam pengajaran Yesus. Berkaitan dengan hal ini, Dia tidak berbeda dengan

Yohanes Pembaptis, yang juga memberitakan tentang kerajaan yang akan dating (Mat

3:2). Pengajaran Yohanes di padang gurun dan baptisan yang ia lakukan di sungai

Yordan menandai janji eksodus baru bagi orang-orang yang bertobat dan mengakui

dosa mereka (Mat 3:3-6),33 tetapi hukuman akan turun ke atas orang yang tidak mau

bertobat (Mat 3:7-10). Ungkapan “Kerajaan Allah” (kingdom of God) muncul 4 kali

dalam Matius, 14 kali dalam Markus, 32 kali dalam Lukas, 4 kali dalam Yohanes.

Sekilas, Matius tampaknya tidak sering menggunakan frasa ini, tetapi kemudian kita

mencatat bahwa Matius menggunakan ungkapan “Kerajaan Sorga” (kingdom of

33
Thomas R. Schreiner. New Testament Theology.(Yogyakarta: ANDI, 2015). 18. Lihat Meier
(1996:46) berkata, “Padang gurun secara alami mengingatkan orang-orang Yahudi tentang setiap garis
peristiwa awal: eksodus dari Mesir, perjanjian di Sinai, dan empat puluh tahun pengembaraandi padang
gurun.” Ia melanjutkan dengan berkata “Sama halnya, Sungai Yordan merupakan symbol yang tepat
bukan hanya dalam pembasuhan dosa, melainkan juga masuknya Israeldalam kehidupan yang baru dan
lebih baiksetelah pengembaraanya di padang gurun pemberontakan melawan Allah.”

44
heaven) 32 kali. Dispensasi yang telah ada sebelumnyamembedakan antara “Kerajaan

Allah” dan “Kerajaaan Sorga”, tetapi saat ini hanya sedikit yang mempertentangkan

perbedaan itu. Penjelasan ilmiah yang umum saat ini adalah Injil Matius ditujukan

hanya untuk orang Yahudi, dan orang Yahudisering kali dengan penuh hormat

menghindari penggunaan nama Allah. Istilah “sorga” menurut pendapat tersebut,

merupakan pengganti penghormatan untuk “Allah.” Jadi menurut pandangan ini,

ungkapan “Kerajaan Allah” dan “Kerajaan Sorga” merujuk pada realitas yang sama

dan tidak perlu dibedakan.

Matius menggunakan bentuk jamak “sorga” (heavens) untuk membicarakan

Bapa di surge dalam 13 kesempatan, dan “Kerajaan Sorga” (kingdom of heaven) 32

kali untuk membedakan antara wilayah surge dan bumi. Penggunaan di sini

meneguhkan bahwa bentuk jamak “sorga” merujuk pada Allah, sedangkan bentuk

tunggal “sorga” merujuk pada langit. Dengan kata lain, Matius sengaja menggunakan

surga dan bumi untuk membandingkan cara Allah dengan cara manusia. Pemisahan

antara jalan Allah dan kita juga tampak pada (1) pasangan “sorga dan bumi”; (2)

tekanan bahwa Bapa ada di surge [terpisah dan ditinggikan mengatasi manusia]; dan

(3) perbedaan antara kerajaan surga dan kerajaan yang ada di bumi dan jahat. Oleh

sebab itu, ungkapan “Kerajaan Sorga” berfokus pada kebenaran bahwa Kerajaan

Allah berasal dari atas. Kerajaan-Nya tidak bersifat duniawi, tetapi lebih

menggambarkan kedaulatan dan kekuasaan-Nya atas seluruh kerajaan lainnya dan

semua yang disebut allah. Secara khusus, Matius menekankan datangnya kerajaan

surgawi Allah dalam Yesus. Kerajaan di bumi dan bukan manusiawi yang

45
digambarkan dalam Daniel 7 membuka jalan bagi kerajaan dari atas dengan

kedatangan Yesus Kristus.

Pentingnya Kerajaan Allah dalam pengajaran Yesus juga tampak melalui

lokasi perumpamaan tentang kerajaan. Misalnya, Matius dan Markus

memperkenalkan pelayanan pengajaran Yesusu dengan pernyataan tentang Kerajaan

Allah. “Sejak waktu itulah Yesus memberitakan; ‘Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga

sudah dekat!’” (Mat 4:17). “Sesudah Yohanes ditangkap datanglah Yesus ke galilee

memberitakan Injil Allah, kata-Nya: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah

dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!’” (Mrk 1:14-15). Yesus

memberitakan Kerajaan Allah sudah dekat dan penggenapan kabar baik bahwa Allah

akan menebus umat-Nya. Janji tentang kabar baik (euangelion) ini menjangkau balik

ke Yesaya, di mana kabar baiknya adalah eksodus baru dari Babel, kembali dari

pembuangan (Yes 40:9; 52:7). Namun, kembalinya mereka dari pembuangan yang

dijanjikan oleh Yesaya tidak dapat dibatasi hanya pada kembalinya mereka dari

pembuangan karena Yesaya berjanji bahwa Allah akan menggenapi semua janji

keselamatan-Nya kepada Israel yang mencapai puncaknya dalam ciptaan baru (Yes

65:17; 66:22). Meskipun Israel kembali dari pembuangan pada 536 SM, penggenapan

yang dijanjikan dalam Yesaya 40:40-66 tidak menjadi kenyataan. Ciptaan baru tidak

dimulai, kekuasaan si jahat juga tidak dihancurkan. Menariknya, orang Yahudi tidak

menyimpulkan dari hal ini bahwa nubuat Yesaya salah. Namun, komunitas Qumran

(1QM IX, 19-21) dan orang Kristen mula-mula percaya bahwa nubuat Yesaya sedang

digenapi pada zaman mereka. Yesus memberitakan bahwa Israel akan menerima janji

46
Allah. Allah akan berkuasa dan memerintah atas umat-Nya dengan cara

penyelamatan. Sejak awal pelayanan-Nya, Yesus memberitakan pekerjaan ini dan

mengimbau orang Israel untuk bertobat dan percaya kepada Allah.

Kerajaan Allah merupakan tema utama pelayanan Yesus, dan makna konsep

ini harus dibedakan dari Perjanjian Lama karena Yesus tidak menjelaskan hal itu di

mana pun. Ketika Yesus merujuk pada Kerajaan Allah, yang Dia pikirakan adalah

kuasa keselamatan Allah, penggenapan janji keselamatan-Nya. Ketika janji

keselamatan Allah menjadi kenyataan, orang-orang yang menjadi musuh Allah akan

dihukum. Namun, Yesus menarik perhatian pada pekerjaan keselamatan Allah demi

umat-Nya. Unsur mengejutkan dalam pengajaran Yesus tentang Kerajaan Allah

adalah karakternya yang ambigu. Kerajaan itu bisa dijelaskan dalam lingkup “sudah,

tetapi belum”. Kerajaan Allah sudah dimulai dengan pelayanan Yesus, tetapi masih

belum mencapai puncaknya. Dia telah datang, tetapi keselamatan penuh dan hukuman

yang dijanjikan masih belum terjadi. Akhirnya, Matius menekankan peran Yesus

dalam Kerajaan Allah. Janji-janji kerajaan itu digenapi dalam Yesus dan melalui

pelayanan, kematian, dan kebangkitan-Nya. Sebagai Anak Manusia, Dia akan

menentukan siapa yang akan masuk Kerajaan Allah pada hari terakhir.

Yesus adalah Mesias

Yesus Kristus adalah pusat rencana Allah dalam pagelaran panjang sejarah

penebusan. Siapakah Yesus Kristus? Apa yang membuat Dia sentral dalam rencana

Allah? Bukankah Dia seorang Yahudi? Bagaimanakah seorang manusia Yahudi dapat

47
menjadi Juruselamat seluruh umat manusia? Bukan hanya banyak pertanyaan dan

keberatan dikemukakan. Ajaran tentang Kristus atau Kristologi digoncang sepanjang

abad. Kristologi adalah sebuah doktrin yang sangat penting dan vital tanpa Yesus

Kristus, tak ada Kekristenan.

Begitu banyak fase paradoksial yang harus dibahas tentang Pribadi ilahi yang

kontroversial ini; Manusia tetapi juga Allah. Hamba dan Raja Mesias. Tak berdosa

namun dijadikan berdosa, miskin namun memperkaya, menderita namun mahakuasa,

salib dan mahkota. Alfred Edersheim (1825-1889), seorang Yahudi Austria yang

bertobat menjadi orang Kristen, kemudian belajar teologi dan menjadi pakar

terkemuka dalam bidang doktrin-doktrin dan praktik-praktik keagamaan Yahudi pada

zaman mula-mula, menulis buku yang sangat rinci tentang kehidupan Yesus sang

Mesias pada zaman-Nya. Harapannya adalah agar para pembacanya dapat melihat

bukan hanya lukisan tentang Yesus Kristus sebagai sosok historis, tetapi juga latar

belakang lukisan itu sendiri. Tulisan ini menjadi sebuah studi klasik tentang Yesus

yang historis, yang berbicara bukan hanya kepda orang-orang Yahudi pada zaman-

Nya, tetapi juga kepada seorang di sepanjang zaman. 34

Istilah “Mesias” sederhananya bearti “orang yang diurapi”.35 Menyebut

seorang “Mesias” entah dalam bentuk verbal atau nominal, tidak bearti orang yang

dipanggil itu sesungguhnya Allah, sebagaimana dipikirkan oleh kebanyakan orang.

Hal itu sekedar menunjukkan bahwa seseorang telah diurapi oleh Allah untuk tugas

34
Alfred Edersheim. The Life and Times of Jesus The Messiah. (Grand Rapid: Hendrickson
Publishers, 1993). X-xi
35
William Horbury. Jewish Messianism and the Cult of Christ. (London: SCM Press, 1998). 7-13.

48
tertentu. Istilah “orang yang diurapi” juga tidak selalu bearti orang itu adalah raja.

Menyebut raja sebagai yang diurapi tidak menyiratkan bahwa ia adalah Allah.

Sesungguhnya, bahkan Koresy, raja kafir yang tidak mengenal Yahweh (Yes 45:4-5)

digambarkan sebagai orang yang diurapi Yahweh (Yes 45:1).

Sejak zaman gereja mula-mula ada ajaran-ajatran sesat yang tak mengakui

Yesus adalah manusia sejati. Dalam zaman gereja mula-mula, ada aliran bidat yang

bernama Doketisme – dari kata Yunani dokeo, yang bearti “berpikir” atau “tampak.”

Bidat ini mengajarkan bahwa Kristus bukanlah manusia. Ia hanya tampak seperti

manusia, penampakan-Nya seperti manusia itu adalah semacam jadi-jadian.36 Ajaran

ini secara resmi dinyatakan sebagai bidat oleh Konsili Chalcedon pada tahun 451.

Ia lahir dari seorang perempuan—perawan Maria (Mat 1:18; 2:11; 13:55; Yoh

1:14; 2:1; Kis 13:23; Rm 1:3; Gal 4:4). Yesus tidak dikandung sebagai hasil hubungan

antara laki-laki dan perempuan. Alkitab menegaskan bahwa Maria, seorang perawan,

mengandung oleh kuasa Roh Kudus (Mat 1:18; Luk 1:35). Meskipun Yesus

dikandung dalam Rahim perempuan, Ia bukan anak manusia menurut daging, sebab

tak ada anak manusia menurut daging yang tak berdosa. Semua manusia dilahirkan

dalam dosa. Fakta Yesus dikandung oleh Roh Kudus mempunyai maksud ilahi, yaitu,

Yesus haruslah seorang manusia tanpa dosa. Namun, fakta alkitabiah jelas

menegaskan bahwa Ia seorang Manusia sejati.

36
George A. Matther & Larry A. Nichols, eds. Dictionary of Cults, Sects, Religions And the Cult,
“Docetism” (Grand Rapids: ZondervanPublishing House, 1993). 177.

49
Fakta bahwa Yesus dikandung Roh Kudus, tidak bearti bahwa Ia tak

mengalami pertumbuhan sebagaimana anak manusia lainnya. Alkitab dengan jelas

menyatakan bahwa Yesus juga mengalami proses pertumbuhan fisik dan hikmat (Luk

2:40, 52) sebagaimana diutarakan oleh Peter.37 Sebagai manusia, Yesus juga sama

seperti kita, mempunyai kebutuhan dan kelemahan jasmaniah, hanya, tidak seperti

kita, Ia tidak berdosa. Yesus bisa lapar (Mat4:2). Ia bisa haus (Yoh 19:28). Ia bisa

letih (4:6). Ia perlu tidur (Mat 8:24). Ia bisa mati (Yoh 19:30). Ia meratapi Yerusalem

( Mat 23:37). Ia menangis pada kematian sahabat-Nya Lazarus (Yoh 11:35). Ia

mengalami pergumulan jiwa dan mendambakan simpati manusia di taman Getsemani

(Mat 26:36, 40). Ia bisa dicobai dalam segala hal seperti kita, tetapi tidak berdosa (Ibr

4:15).

Para ahli sering kali mendapati bahwa PL hanya berbicara sedikit tentang

kedatangan orang yang diurapi pada masa yang akan datang.38 Untuk memahami

bagaimana pada masa PB ada pengharapan umum akan kedatangan Mesias meskipun

PL tidak menekankan Mesias yang akan datang (tetapi band. Dan 9:25-26), kita perlu

mengembangkan argument ketika kita melangkah maju. Pertama, perlu diamati

bahwa Daud dan ahli warisnya sering kali digambarkan sebagai orang yang diurapi. 39

Kedua, Daud dan ahli warisnya bukan sekedar diurapi sebagai raja secara individual

terlepas dari tujuan penyelamatan Allah yang lebih besar. Yahweh membuat

perjanjian dengan Daud dimana Dia berjanji bahwa keturunan Daud tidak akan

37
Peter S. Wong. Injil Yesus Kristus Sebuah Pengantar Teologi Injili. (Jakarta: Yayasan Kartidaya,
2011). 178.
38
William Horbury. Jewish Messianism and the Cult of Christ. (London: SCM Press, 1998). 13-25.
39
Lihat 1 Samuel 16:12-13; 2 Samuel 2:4, 7; 3:39; 5:3, 17; 12:7; 1 Raja-raja 1:34, 39, 45; 5:1;
Mazmur89:20, 38, 51; 132: 10, 17.

50
pernah berakhir; salah satu dari anak-anak-Nya akan selalu memerintah di atas

takhtanya (2 Sam 7:11-29; 1 Taw 17:10-27).40 Kasih perjanjian Allah dengan Daud

tidak dapat dibatalkan sehingga Allah tidak akan pernah menyingkirkan kasih

perjanjian-Nya dari keturunan Daud meskipun Dia akan menghukum keturunan Daud

dari atas takhtanya jika berdosa.

Mazmur 89 mencerminkan pemahaman tentang perjanjian daud setelah

kematian daud. Janji Allah kepada Daud didasarkan pada kasih perjanjian-Nya yang

kekal (Mzm 89:2-4). Perjanjian-Nya terdiri dari janji bahwa salah seorang keturunan

Daud akan berkuasa di atas takhtanya untuk selama-lamanya. Mazmur 132 juga

meneguhkan kembali janji Allah untuk menempatkan salah seorang keturunan Daud

di atas takhta (Mzm 132:11). Namun, Mazmur 132:12 menyiratkan bahwa janji itu

tergantung pada ketaatan keturunan Daud. Orang yang tidak taat tak akan menerima

berkat yang dijanjikan.

Yesaya 7-8 menubuatkan satu hari ketika raja Asyur akan menaklukkan

kerajaan utara Israel dan kerajaan Syria dan juga hamper menaklukkan kerajaan

selatan Yehuda. 41 NAmun, akhirnya Yehuda dan rajanya akan menang. Yesaya 9:2-7

berjanji bahwa Tuhan akan memberikan kemenangan kepada umat-Nya dan mereka

akan mengalahkan setiap tentara asing. Kemenangan itu akan terjadi melalui seorang

anak laki-laki, melalui seorang yang akan memerintah atas umat Allah. Tunas Daud

raja yang akan datang jelas terlihat dalam Yesaya 11, sebab ia akan “keluar dari

40
Thomas R. Schreiner. New Testament Theology.(Yogyakarta: ANDI, 2015). 130.
41
Richard Schultz. The King in the Book of Isaiah. (Grand Rapids: Baker Academic, 1995). 141.

51
tunggul Isai” (Yes 11:1) dan “taruk dari pangkal Isai” (Yes 11:10. Dia akan dikaruniai

Roh dan membawa masuk dalam masa damai dan kebenaran sebagai penguasa.

Yeremia sering kali merujuk pada penggenapan janji yang dibuat dengan

Daud pada masa yang akan datang. Yeremia 23:5-6 terutama sangat menakjubkan:

“Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku

akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebaga raja yang

bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri. Pada zamannya

Yehuda akan dibebaskan, dan Israel akan hidup dengan tenteram; dan inilah namanya

yang diberikan orang kepadanya; TUHAN—keadilan kita.” Jadi kita telah melihat

sejauh ini bahwa raja keturunan Daud diurapi sebagai raja yang berdaulat, dan

perjanjian Daud menyatakan bahwa keturunan Daud akan duduk di takhta untuk

selama-lamanya. Hanya sedikit teks yang secara eksplisit menjanjikan orang yang

diurapi yang akan datang, meskipun Daniel 9: 25-26 tampaknya merupakan

perkecualian. Namun, para pembaca PL secara alamiah menggabungkan perjanjian

Daud dengan fakta bahwa raja-raja diurapi. Tidak ada kekerasan dilakukan pada PL

dengan mengatakan bahwa PL menjanjikan datangnya Mesias karena ketika kita

menggabungkan perjanjian Daud dengan pengurapan raja keturunan Daud, sah bila

mengatakan bahwa PL menantikan datangnya orang yang diurapi dalam garis

keturunan Daud.

52
Ajaran PB tentang Mesias mengalir dari pendahulu Yahudi dan PL. 42

Sebagai Mesias, Dia adalah orang yang memberitakan kerajaan karena kerajaan itu

tidak dapat dipisahkan dari rajanya. Kita telah melihat bahwa Yesus memberitakan

kerajaan yang membalikkan harapan orang-orang sezamannya. 43 Jadi, kita tidak

terkejut bahwa Yesus bukanlah Mesias seperti dipikirkan oleh orang Yahudi.

Sesungguhnya, diamnya Yesus dalam Injil untuk menyatakan diri sebagai Mesias

sangat mengherankan. Dia tidak menyatakan diri-Nya sebagai Mesias ketika

pelayanan-Nya dimulai, dan juga tidak terus menerus menggunakan gelar itu.

Sebaliknya, seperti akan kita lihat, dia lebih suka menyatakan diri sendiri sebagai

“Anak Manusia.”

Pembatasan itu tidak dapat dijelaskan dengan mengatakan bahwa Yesus tidak

sungguh-sungguh percaya bahwa Dia adalah Mesias. Secara historis tidak mungkin

murid mula-mula memiliki pemahaman yang buruk dan menyimpangkan ajaran

pemimpin mereka. Demikian juag teori rahasia mesianik W. Wrede, kecil

kemungkinannya memperhitungkan bukti itu secara memuaskan.44 Injil Sinoptik

menyatakan dengan jelas bahwa tidak satu pun murid-murid memahami misi Yesus.

Mereka setuju dengan Petrus bahwa Dialah Mesias. Namun, ketika Yesus

menyuarakan tugas-Nya, yang mencakup penderitaan dan kematian, Petrus menegur

Yesus (Mat 16:21-23). Yesus pada gilirannya menyebut intervensi dan sudut pandang

Petrus berasal dari Iblis.

42
William Horbury. Jewish Messianism and the Cult of Christ. (London: SCM Press, 1998). 112..
43
Mark L. Strauss. The Davidic Messiah in Luke-Acts: The Promise and Its Fulfilment in Lukan
Christology. (Sheffield: Sheffield Academic Press). 261.
44
Thomas R. Schreiner. New Testament Theology.(Yogyakarta: ANDI, 2015). 135.

53
Akan tetapi, Yesus sesekali menyatakan diri-Nya sebagai Mesias. Ketika

perempuan Samaria mengatakan bahwa Mesias akan datang dan menjelaskan

semuanya, Yesus menjawab bahwa Dialah Mesias yang ia cari (Yoh 4:25-26).

Jawaban kepada perempuan Samaria itu bertolak belakang dengan kata-kata yang

tidak terus terang kepada para pemimpin Yahudi yang menuntut agar Yesus

menyatakan secara terbuka apakah Dia sang Mesias (Yoh 10:24-26). Insiden ketika

Natanael mengakui bahwa Yesus adalah raja Israel dan Anak Allah (Yoh 1:49)

tampaknya menentang argument di sini. Andreas dan Filipus tampaknya menerima

Yesus sebagai Mesias sejak awal (Yoh 1:41, 45).

Para penulis Injil mencatat ironi saat pengadilan dan kematian Yesus karena

saat itu gelar “raja” atau “raja orang Yahudi” digunakan secara bebas saat merujuk

pada Yesus. Kekhawatiran Pilatus atas Yesus di dorong oleh penafsiran bahwa Dia

adalah raja saingan (Luk 23:2). Ketika Pilatus bertanya kepada Yesus apakah Dia

“raja orang Yahudi”, Yesus mengelak karena mereka tentu saja berpikir bahwa Dia

adalah raja, oleh karena itu mereka akan menjatuhakan hukuman mati ke atas-Nya

atas hal itu. Drama itu mencapai puncaknya dalam Injil Yohanes ketika para

pemimpin agama merasakan bahwa rencana mereka menjatuhi Yesus hukuman mati

bisa gagal, dan oleh karena itu, mereka berkata bahwa Pilatus mengkhianati

kesetiaanya kepda Kaisar jika ia mengizinkan raja tandingan terlepas dari hukuman

(Yoh 19:12). Pilatus tahu cara melakukan permainan perjuaangan politik, jadi ia

setuju. Namun, ia mengarahkan jarinya kepada para pemimpin agama dengan

meminta kepada mereka untuk memandang raja mereka (Yoh 9:14).

54
Beberapa orang menafsirkan pertanyaan Yesus kepada orang-orang Farisi

tentang Mesias sebagai penyangkalan Yesus bahwa Mesias adalah anak Daud. Yesus

merujuk pada ayat pertama Mazmur 110 untuk mennjukkan bahwa Mesias itu adalah

Tuhan Daud. Dia bertanya kepada orang Farisi bagaimana hal itu sesuai dengan

Mesias yang juga adalah anak Daud. Identitas mesianik Yesus mewarnai Injil Matius

sejak ayat pertama. Silsilah yang membuka Injil ini (Mat 1:1-17) dimulai dengan

“Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud” (Mat 1:1). Sentralitas Yesus yang dikenali

sebagai Mesias sangat jelas dalam Injil Yohanes karena Yohanes secara eksplisit

memberi tahu para pembaca bahwa ia menulis supaya Yesus diakui sebagai Mesias

dan Anak Allah (Yoh 20:30-31). Oleh sebab itu, setiap Injil menekankan bahwa

Yesus adalah Mesias, anak Daud yang dijanjikan.

Urgensi Persepsi Yesus tentang Perceraian dari Matius 19:1-12

Matius telah menyelesaikan catatan tentang tidakan dan ajaran Yesus di

Galilea dan sekarang narasinya bergerak menuju klimaks di Yerusalem. Di sepanjang

perjalanan ke Yerusalem, Yesus tampaknya terus mengajar. Matius mencatat Yesus

mengajar tentang perceraian, bahaya kekayaan, dan beragam topic lainnya. Matius

menutup bagian ini dengan kisah Yesus memelekkan mata dua orang buta di

dekatYerikho. Catatan Lukas tentang perjalananan Yesus ke Yerusalem ini jauh lebih

panjang (Luk 9:51-19:44), dan tidak mudah mengaitkan apayang Lukas katakana

dengan catatan Penulis Injil lainnya. Yang jelas, dalam perjalanan ke Yerusalem ini

Yesus memberikan pengajaran penting kepada para murid. Dengan itu Ia

55
mempersiapkan mereka menempuh jalan yang harus mereka tapaki pada saat masa

hidup Yesus di dunia ini telah selesai.

Sekali lagi Yesus berhadapan dengan pemahaman yang keliru akan arti taurat

Allah. Seperti halnya Khotbah di Bukit. Ia menunjukkan bahwa memelihara Taurat

semata tidaklah cukup. Taurat mengizinkan perceraian dan hal ini dimanfaatkan oleh

orang Yahudi. Yesus mengundang pendengar-Nya untuk merenungkan arti sejati

Taurat dan menyadari kekudusan pernikahan. Fakta bahwa perceraian dimungkinkan

tidak bearti perceraian harus diupayakan. Perceraian harus dilihat sebagai usaha putus

asa terakhir; segala upaya harus diambil untuk menyelamatkan suatu pernikahan.

Ayat 1. Sekali lagi Matius mencatat Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-

Nya (lihat di Mat 7:28). Seperti di bagian-bagian sebelumnya, ungkapan ini

menunjukkan akhir dari sebuah diskursus utama dan peralihan ke narasi berikut. Pada

kesempatan ini, Matius mencatat Yesus berangkat (dengan memakai kata tidak umum

yang juga dipakai di Mat 13:53, lihat catatan di sana) dari Galilea. Matius tidak

sedang berfokus pada Galilea, tetapi di sini untuk terakhir kalinya Yesus

meninggalkan wilayah tempat Ia melakukan sebagianbesar pelayanan-Nya. Yesus

berangkat ke Yudea dan tidak lagi kembali ke Galilea sampai setelah Ia bangkit (Mat

28:6). Keterangan ini penting bagi Matius dan ia mencatatnya. Ia juga mencatat Yesus

tiba di daerah Yudea, yang di seberang sungai Yordan. Karena Yudea berada di

sebelah barat Sungai Yordan, keterangan ini menimbulkan kesulitan. Bisa jadi Yesus

berangkat ke Yudea melalui jalur sebelah timur Sungai Yordan (seperti yang biasa

dilakukan oleh orang Yahudi untuk menghindari daerah Samaria). Hal ini didukung

56
oleh fakta bahwa di dalam perjalanan ke Yerusalem ini, Yesus melalui Yerikho (Mat

20:29). Atau menurut Argyle, Matius bisa jadi memakai Yudea dalam pengertian luas,

yang bearti ,meliputi Perea hingga ke Barat Sungai Yordan; hal ini didukung oleh

banyaknya orang Yahudi yang hidup di Perea. Tetapi lebih mungkin Matius sedang

berkata bahwa daerah seberang sungai Yordan adalah pintu masuk pertama yang

Yesus lewati untuk tiba di Yudea.

Ayat 2. Yesus pergi ke Yudea bukan untuk menarik diri dari public, karena Ia

disertai oleh orang banyak (bentuk jamak yang sering Matius pakai). Ada dua hal

yang perlu diperhatikan. (1) Jika Matius sekedar berkata orang banyak itu berjalan

bersama Yesus, Matius menyebut mereka mengikuti Dia; Matius gemar memakai

istilah yang jua dipakai bai para murid ini. (2) Yesus menyembuhkan mereka. Matius

sebelumnya tidak menyebutkan ada orang sakit yang mengikut Yesus, tetapi hal ini

bisa diasumsikan; karena itu Matius mencatat Yesus menyembuhkan mereka (Markus

hanya mencatat Yesus mengajar orang banyak seperti biasanya).

Ayat 3. Orang-orang Farisi (lihat Mat 3:7; di sini tanpa artikel, sehingga lebih

bearti “beberapa orang Farisi,: dan bukannya menunjuk “golongan Farisi”) datang

kepada Yesus (kata yang dipakai menunjukkan mereka menghampiri Yesus secara

formal; mereka mencobai Yesus, mengajukan pertanyaan dengan harapan Yesus tidak

bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Pertanyaan tentang perceraian telah

menimbulkan beragam jawaban, dansedikitnya orang Farisi berharap jawaban apa pun

yang Yesus berikan akan membuat-Nya bertentangan dengan sebagian orang yang

pendapatnya berlawanan. Di seluruh Yudaisme, seorang pia dianggap berhak

57
menceraikan istrinya. Meskipun perempuan tidak erhak menceraikan suaminya tetapi

di dalam situasi tertentu, ia dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan, dan

pengadilan bisa mendesak si suami untuk menceraikan dia. Tetapi bahkan dalam

kasus seperti ini, perceraian tetap dilakukan oleh pihak suami. Taurat memberikan

hak ini kepada suami (Ul 24:1-4); pertanyaan orang Farisi bukan apakah seorang pria

diizinkan untuk menceraikan istrinya dengan alasan apa saja (Dalam versi Inggris

terjemahan NEB “on any and every ground”; JB, “on any pretext whatever”; dan

menurut Moule artinya adalah “on the ground of any cause” “atas dasar apa pun,”

IBNTG, hlm 59).45 Kalimat “didapatinya yang tidak senonoh padanya” (Ul 24:1),

meninmbulkan banyak penafsiran di antara para nabi. Istilah “tidak senonoh” tidak

didefinisikan di ayat ini, tetapi mustahil yang dimaksudkan adalah perzinahan, karena

hukuman bagi perzinahan adalah mati (Ul 22:22). Tetapi menurut aliran Shammai

yang terkenal ketat, Ulangan 24:1 merujuk kepada perzinahan dan melihat perzinahan

sebagai satu-satunya dasar untuk membenarkan suatu perceraian. Tetapi aliran Hillei

yang tiak seketat itu menafsirkan “tidak senonoh” secara lebih luas; bagi mereka, istri

berlaku tidak senonoh jika, misalnya, ia menumpahkan makan malam suaminya.

Nantinya menurut tafsiran rabi Akiba, “tidak menyukai lagi perempuan itu” bearti

ketika sang suami menemukan seorang yang lebih cantik maka ia bisa menceraikan

istrinya (Misnah. Git, 9:10; untuk diskusi di antara berbagai aliran, lihat Talmud. Git

90a). dengan opini seberagam itu, topik perceraian merupakan ladang perdebatan

yang sangat luas sehingga orang-orang Farisi bisa jadi berpikir bahwa tidak peduli

sehebat apa pun jawaban Yesus, Ia akan menyinggung hati banyak orang. Orang-

45
Leon Morris. Injil Matius.(Surabaya: Momentum, 2016). 489.

58
orang Yahudi yang tidak sedang bermaksud untuk menceraikan istrinya pun bisa jadi

akan dengan kuat mempertahankan hak mereka untuk bercerai.46

Ayat 4. Yesus tidak menerima metode penafsiran para rabi atas pertanyaan ini:

Ia tidak memihak salah satu tafsiran. Tetapi dengan merujuk ciptaan, Ia sedang

memakai metode perdebatan para rabi yang dikenal dengan istilah “lebih asli, lebih

berbobot.” Ini bearti apa yang lebih dekat dengan narasi penciptaan, lebih berbobot

dari apa yang Musa katakan jauh di kemudian hari (meskipun, tentu saja, hal ini tidak

mengesampingkan peraturan Musa; peraturan itu masih merupakan bagian Taurat

dan harus dihormati, tetapi peraturan itu harus ditafsirkan di dalam terang pernyataan

yang lebih asli). Yesus mengajak para penanya ini melihat penciptaan, di mana Allah

dianggap bisa mencipta umat manusia dalam berbagai cara. Tetapi sejak semula Allah

memilih untuk menciptakan manusia laki-laki dan perempuan (Kej 1:27). Menurut

Chrysostom, “Jika Allah memang menghendaki pria menceraikan wanita dan

mengambil wanita lain maka setelah Ia menjadikan seorang pria, Ia akan membentuk

banyak wanita” (hlm. 382). Seksualitas kita ditetapkan secara ilahi, dan dimaksudkan

untuk dipakai dalam relasi monogami.

Ayat 5. Yesus merujuk ayat lain tentang seorang laki-laki meninggalkan

orangtuanya dan “bersatu” dengan istrinya (Kej 2:24). Bersatu merupakan tindakan

46
Melihat begitu mudahnya pria menceraikan istrinya, kita mungkin menduga aka nada banyak
perceraian pada waktu itu tetapi menurut I. Abrahams, tidak demikian faktanya (Studies in Pharisaism
and the Gospels. 1st ser. [New York, 1967], hlm. 66-78). Ia berkata sebagian besar orang Yahudi
menikah pada usia muda dan “sentiment Yahudi dengan kuat melawan perceraian istri masa muda”
(hlm 68). Di dalam Talmud kita membaca,”Jika seorang pria menceraikan istri pertamanya, altar akan
meneteskan air mata” (Git.90b)

59
yang kuat dan menentukan.47 Ketika seorang pria menikah, ia masuk ke dalam relasi

yang baru dan sangat intim, yang melampaui semua ikatan yang sebelumnya ia miliki.

Pada zaman itu, meninggalkan orangtua dianggap sebagai sangat tidak natural; ikatan

keluarga teramat penting. Tetapi aturan pemciptaan meletakkan ikatan pernikahan di

atas relasi lain apa pun, bahkan relasi keluarga. Orang harus meninggalkan rumah dan

keluarganya saat membentuk rumah tangganya sendiri. Suami dan istri telah

dipersatukan, diikat lebih erat dari dua orang mana pun juga.

Kitab Suci berkata lebih lanjut,”keduanya itu menjadi satu daging.” Hal ini

merujuk kepada relasi seksual, yang mempersatukan suami dan isri di dalam bentuk

yang paling intim. Paulus melarang jemaat Korintus berhubungan dengan seorang

pelacur karena itu bearti “mengikatkan diri” dengan pelacur itu (1 Kor 6:16), suatu

relasi yang hanya boleh terjadi di antara suami dan istri. Yesus mengutip Kitab Suci

untuk menyatakan pernikahan lebih dari sekedar aturan sehari-hari demi kenyamanan

kedua belah pihak. Pernikahan adalah ikatan tererat di dunia dan harus dipahami

sedemikian.

Ayat 6. Yesus menegaskan eratnya kesatuan. Demikianlah48 pasangan yang

telah menikah bukan lagi seperti sebelumnya, dua pribadi yang berbeda dan terpisah

sekarang telah diikat oleh relasi yang tererat dan terintim. Pada faktanya, mereka

berdua telah menjdai satu daging. 49 Para pengikut Hillel, Shammai, dan pihak-pihak

47
Leon Morris. Injil Matius.(Surabaya: Momentum, 2016). 490.
48
Leon Morris. Injil Matius.(Surabaya: Momentum, 2016). 490.
49
“Satu daging secara gamblang menunjukkan pandangan bahwa pernikahan jauh lebih dalam dari
sekedar kenyamanan manusia atau kesepakatan sosial, dan hal ini ditunjukkan oleh pernyataan Yesus

60
lain yang memperdebatkan hal ini telah melupakan kebenaran penting ini. Pernikahan

tidak bisa dipahami sebagai kesatuan biasa, suatu ikatan yang bergantung pada

kehendak dan hasrat suami. Pernikahan merupakan kesatuan yang erat dan mengikat,

kesatuan terdekat di atas muka bumi ini. Karena itu, pernikahan harus diperlakukan

dengan hormat yang sepatutnya. Yesus menarik ajaran berikut dari kebenaran ini.

Karena natur pernikahan adalah mengikat, dan karena Allah yang menciptakan ikatan

ini, maka apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.

Yesus tidak sedang memihak salah satu pihak, yang akan membuat-Nya menjadi

musuh pihak lain (seperti harapan orang Farisi). Yang Yesus lakukan adalah menolak

semua pendapat itu dan berseru agar pendengar memperlakukan kitab yang mereka

klaim sebagaoi Kitab Suci dengan serius. Jika hal ini mereka lakukan, maka mereka

akan menyadari bahwa pernikahan merupakan relasi yang jauh lebih mengikat

daripada apa yang mereka pikirkan selama ini. Orang-orang pada waktu itu umumnya

telah mereduksi kesatuan yang Allah tetapkan ini menjadi kesatuan sambil lalu, yang

bisa diputus kapan pun suami menginginkannya. Bukan ini yang Kitab Suci katakana

ketika Kitab Suci berbicara tentang apa yang Allah lakukan pada saat penciptaan. 50

Ayat 7. Jawaban Yesus tidak seperti harapan orang Farisi; karena itu mereka

mengajukan pertanyaan lain. Yesus tampaknya melarang semua perceraian dan bukan

ini jawaban yang mereka inginkan. Mereka mengingatkan Yesus bahwa perceraian

sesuai dengan ucapan Musa yang memberikan Taurat kepda Israel. Mereka bertanya,

yang lantang (yang dengan tepat dan agung ditegaskan dalam upacara pernikahan), apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia. Melihat perceraian sebagai manusia
membatalkan pekerjaan Allah meletakkan seluruh isu di dalam perspektif baru yang radikal” (France).
50
Leon Morris. Injil Matius.(Surabaya: Momentum, 2016). 491.

61
“Apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang

menceraikan istrinya?” Ucapan mereka ini tidak sesuai Kitab Suci karena Musa tidak

memerintahkan perceraian. Musa memperhatikan situasi di zamannya dan bertindak

untuk mengaturnya (Musa berkata, “apabila seseorang….menulis surat cerai”). Tetapi

hal ini bukanlah suatu perintah. Orang Farisi menganggap perceraian merupakan

bagian dari kehendak Allah di dalam menetapkan pernikahan. Hal ini Yesus tolak.

Surat cerai merupakan dokumen yang dipakai oleh orang Yahudi pada zaman itu;

isinya dianggap penting. Surat itu harus menyertakan izin bahwa istri yang telah

diceraikan sekarang bebas untuk menikah lagi (“Rumusan penting di dalam surat

cerai adalah, ‘Lihat, anda bebas untuk menikah dengan pria manapun,”’ Git 9:3). Jika

surat cerai ditulis, disaksikan, dan disahkan dengan sepatutnya, maka itu sudah

dianggap cukup. Orang Farisi begitu memahami hukum, tetapi tidak memahami

mengapa perceraian tidak boleh terjadi.

Ayat 8. Yesus mengoreksi mereka, Musa mengizinkan perceraian (Musa tidak

memerintahkan perceraian). Dan Musa mengizinkan perceraian “karena51 ketegaran

hatimu.”52 Di zaman Musa perceraian jelas perlu diatur. Tampaknya sebelum

diberikannya aturan yang tercatat di Kitab Ulangan ini, perempuan memiliki posisi

yang lebih sulit. Suami bisa saja menolak dan mengusir istrinya dari rumah, tetapi jika

sang istri mau menikah dengan laki-laki lain (dan di zaman itu hanya sedikit

pengharapan bagi wanita yang tidak mengikatkan diri dengan laki-laki), maka suami

yang tidak bertanggung jawab tadi bisa mengklaim perempuan itu masih istrinya.

51
Leon Morris. Injil Matius.(Surabaya: Momentum, 2016). 491.
52
Leon Morris. Injil Matius.(Surabaya: Momentum, 2016). 492.

62
Secara hukum istri tadi tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi situasi ini. Saat Musa

menyadari kesulitan yang bisa menimpa para wanita dan mengizinkan perceraian, ia

berupaya memberikan sedikit perlindungan kepada istri yang diceraikan. Sampai

seorang suami memberikan “surat cerai” kepda istrinya maka perempuan itu masih

istrinya dan ia masih memiliki kewajiban seperti layaknya kewajiban suami kepda

istrinya. Jika ia telah memberikan surat cerai, maka perempuan ini bukan lagi istrinya

dan ia tidak memiliki klaim atasnya. Posisi perempuan ini bisa jadi masih sulit, tetapi

setidaknya ia bebas dari klaim sewenang-wenang dari suami sebelumnya.

Ayat 9. Tetapi mengandung nuansa asversatif; berlawanan dengan izin

perceraian yang Musa berikan akibat ketegaran hati.Yesus memberikan ketetapan-

Nya sendiri. Seorang suami yang menceraikan istrinya dan menikahi perempuan lain

telah berbuat zinah; pernikahan keduanya melanggar ketetapan penciptaan dank arena

itu bukan suatu pernikahan. Yesus secara gamblang menegaskan pernikahan

dimaksudkan untuk seumur hidup, dan diskusi orang-orang Yahudi sezaman-Nya

tentang kapan perceraian diizinkan, telah salah arah. Diskusi seperti ini berangkat dari

asumsi bahwa pernikahan merupakan ketetapan manusia yang bisa dengan mudah

dibubarkan. Tetapi saat kita menyadari pernikahan adalah kehendak Allah bagi umat-

Nya, pernikahan harus dilihat di dalam terang yang berbeda.

Yesus mengizinkan suatu perkecualian, kecuali karena zinah.53 Hal ini

mengulangi posisi-Nya di Khotbah di Bukit (lihat uraian Mat 5:31-32). Seperti kita

lihat sebelumnya, zinah secara ketat merujuk kepada hubungan seksual di antara

53
Leon Morris. Injil Matius.(Surabaya: Momentum, 2016). 492.

63
mereka yang belum menikah. Tetapi istilah ini dipakai secara lebih luas untuk

berbagai bentuk hubungan seksual yang tidak wajar. Di ayat ini, zinah jelas dikaitkan

dengan orang yang sudah menikah. Kita telah melihat bahwa relasi seksual menunjuk

pada keintiman yang erat dan khusus. Saat orang yang telah menikah berzinah, Yesus

berkata, maka “ketegaran hati” menjadi nyata dan pernikahan telah dirusak tanpa bisa

diperbaiki lagi, sehingga karenanya perceraian diizinkan. Masalahnya, perkecualian

ini tidak muncul di Markus atau Lukas. Perbedaan ini menghasilkan banyak

kesimpulan yang berlawanan. Menurut beberapa penafsir, Yesus tidak pernah

memberikan perkecualian ini dan Matius menambahkannya karena hal ini telah

menbudaya di jemaatnya (atau karena alasan-alasan lain). Tetapi bisa jadi perbedaan

ini dikarenakan pada waktu itu telah begitu luas diterima bahwa perzinahan

merupakan alasan yang memadai untuk perceraian sehingga Markus dan Lukas, hal

itu tidak perlu lagi dituliskan, cukup diasumsikan saja. Faktanya, di antara orang

Yahudi pada waktu itu, perecraian karena zinah diharuskan dan bukan sekedar

diizinkan. Jadi, ada alasan yang baik untuk menerima pengecualian ini berasal dari

Yesus. Tetapi kita harus jelas bahwa Yesus tidak sedang membuat seperangkat

peraturan baru dan kemudian membuat pengecualian yang harus diperhatikan oleh

hukum. Di hadapan masyarakat yang mengesahkan perceraian kapan pun seorang

suami memilih untuk menuliskan beberapa aris rumusan cerai, menandatanganinya di

hadapan para saksi, dan memberikan surat cerai itu kepada istrinya. Yesus meletakkan

dasar yang kuat bagi natur permanen dari ikatan pernikahan. Yesus berkata ketetapan

64
olahi tidak bisa diperlakukan seperti ini, Ia tidak sedang mendefinisikan di bawah

situasi seperti apa perceraian diizinkan.54

Ayat 10. Matius menambahkan satu bagian (ayat 10-12) yang tidak tercatat di

kitab-kitan Injil lain. Matius tampaknya merasa pengajaran Yesus akan topic ini

begitu berdampak luas dan begitu berbeda dari orang-orang sezaman-Nya sehingga ia

merasa perlu menambahkan pengajaran lebih lanjut yang Yesus berikan saat

menjawab kesulitan yang disodorkan oleh para murid-Nya. Bukan hanya para lawan

Yesus, tetapi para murid pun terkesima oleh ajaran ini. Jika peraturan Yesus ini

dijalankan, merek amembayangkan kesulitan yang akan timbul saat pernikahan

dalam kondisi genting. Jika kegentingan ini tidak bisa diatasi, dan jika tidak ada

kemungkinan untuk bercerai, maka hidup akan menjadi sangat sulit. Hal55 hubungan

antara suami dan istri seperti ini sulit dipahami oleh para murid. Itu bearti tidak peduli

apa pun yang dilakukan oleh sang istri, tidak peduli betapa buruknya kondisi suatu

pernikahan, tidak boleh ada perceraian, lebih baik56 jangan kawin. Para murid melihat

sulitnya mempertahankan relasi pernikahan seperti ini. Mereka bisa jadi bukannya

mau bercerai, tetapi mereka merasa nyaman jika izin ini ada, kalau-kalau satu hati

nanti mereka memerlukannya.

Ayat 11. Menurut sebagian penafsir, jawaban Yesus menunjukkan ajaran-Nya

di atas memang melampaui kapasitas sebagian orang. Ada orang yang tidak sanggup

t54 Carson memberikan ulasan yanhg menyeluruh dan menolong tentang problema ayat ini (hl,. 413-
18). Tasker memberikan beberapa masukan yang baik tentang tempat pernikahan di dalam jemaat
modern (hlm. 181-83).
55
Leon Morris. Injil Matius.(Surabaya: Momentum, 2016). 493.
56
Ibid. 493.

65
memenuhinya. Kita perlu berhati-hati di dalam memahami ucapan Yesus seperti ini,

karena Yesus tidak pernah menoleransi gagasan bahwa di antar apengikut-Nya,

terdapat kelompok elit rohani yang akan memiliki tingkatan yang berbeda dari orang-

orang pada umumnya. Semua pengikut Yesus adalah orang berdosa, dan semua

memerlukan pengampunan. Tetapi Yesus sadar bahwa pada faktanya, tidak semua

sanggup menjangkau standar yang sama. Tanpa mencairkan kebenaran bahwa semua

orang setara di dalam Kerajaan, Yesus menyadari ada perbedaan di dalam hal

pencapian. Hidup pernikahan beberapa orang akan lebih penuh dibandingkan yang

lain; beberapa akan memetik manfaat lebih dari anugerah yang secara Cuma-Cuma

diberikan kepada semua orang. Altenatifnya, perkataan ini menunjuk ucapan para

murid bahwa lebih abik jika orang tidak kawin, yang bearti Yesus berkata ucapan

mereka itu benar bagi beberapa orang, meskipun tidak bisa diikuti oleh semua orang.

Tetapi beberapa orang memang bisa tidak menikah dan di ayat berikut Yesus berfokus

kepada mereka.

Ayat 12. Yesus memberikan contoh selibat. Hidup selibat umunya tidak

terlalu diinginkan (di antara orang Yahudi, para kebiri tidak bisa menjadi imam, Im

21:20; mereka bahkan tidak dapat masuk ke tengah-tengah kumpulan jemaat. Ul

23:1), tetapi Yesus menunjukan ada orang yang memiliki kondisi seperti ini sejak dari

rahim ibunya; mereka tidak pernah memiliki kapasitas seksual. Hal ini tidak harus

merujuk kepada sida-sida yang dikebiri secara lahiriah, tetapi juga mereka dengan

cacat genetika. Di abad pertama, tidak banyak orang yang dikebiri oleh para pejabat.

Hal ini bisa dijadikan hukuman, atau untuk mempekerjakan seseorang sebaai pelayan

66
para selir kaisar atau yang serupa itu. Inilah fakta kehidupan abad pertama. Yesus lalu

berkata beberapa orang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh

karena Kerajaan Sorga. Di sepanjang sejarah selalu ada orang-orang yang merelakan

sukacita pernikahan supaya bisa melakukan tugas-tugas Kerajaan Sorga tertentu.

Yesus sendiri tidak menikah, demikian juga Yohanes Pembabtis. Tidak banyak

penafsir yang mengartikan ucapan ini secara lahiriah, seperti yang Origen lakukan

saat mengebiri dirinya sendiri. Tetapi di sepanjang abad banyak orang memilih tidak

menikah karena hanya dengan itu, mereka bisa melaksanakan panggilan khusus

mereka melayani Allah. Yesus tidak berkata panggilan ini lebih tinggi dari panggilan

lain, atau bahwa semua pengikut-Nya harus melayani seperti ini; hal ini akan

berkontradiksi dengan rujukan Yesus atas Kejadian 1:2. Yesus sekedar berkata klaim

Kerajaan mengatasi semua klaim lainnya, dan sebagian orang dipanggil untuk

melayani melalui cara selibat (seperti sebagian yang lain dipanggil untuk melayani

melalui pernikahan). Tidak semua dipanggil untuk selibat tetapi apa pun pamnggilan

seseorang , anugerah akan diberikan sehingga panggilan itu bisa digenapi. Dan di

dalam konteks ini, itu bearti anugerah juga diberikan kepada merek ayang terpanggil

untuk melayani Allah di dalam status pernikahan sehingga mereka pn akan sanggup

menggenapi panggilan mereka. Ia mengundang pendengar yang bisa mengerti untuk

mengerti ajaran ini.57

57
J. Jeremias mengutip tulisan para nabi tentang “budaya yang indah di Yerusalem.” Pada Hari
Penbusan, anak dari usia satu hingga dua belas tahun dibawa kepada ahli Taurat supaya mereka bisa
menumpangkan tangan dan berdoa bagi anak-anak itu (Infant Baptism in the First Four Centuries [
London, 1960]. Hlm. 49.

67
Menurut Wycliffe, Matius mencatat keberangkatan Yesus dari Galilea dan

melukiskan perjalanan terakhir menuju ke Yerusalem. Perbandingan dengan (Luk

9:51-18:14) menunjukkan adanya kunjungan lain ke Yerusalem dan suatu pelayanan

selama beberapa bulan. Jadi harus disimpulkan bahwa ada selang waktu selama

sekitar enam bulan antara berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang

di seberang Sungai Yordan dalam (Mat 19:1).

Pengajaran tentang Perceraian Tafsiran Matthew Henry

Mat 19:1. Di seberang Sungai Yordan. Dari istilah Yunani peran (di seberang)

wilayah di bagian Timur Sungai Yordan dinamakan "Perea." Apakah diperbolehkan

orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja? Aliran Syami yang ketat

beranggapan bahwa perceraian itu sah hanya apabila seorang istri bertindak

memalukan. Sekalipun demikian, Rabi Hillel menafsirkan (Ul 24:1) secara seluas

mungkin sehingga perceraian diizinkan untuk alasan apa pun yang mungkin. Karena

itu Yesus ditanyai, "Setujukah Anda dengan tafsiran yang paling lazim (tafsiran

Hillel) itu?" 4-6. Tanpa menganut salah satu tafsiran tersebut, Yesus mengutip

maksud Allah di dalam penciptaan manusia (Kej 1:27; 2:24). Ketika menciptakan

manusia Allah bermaksud agar laki-laki dan istrinya menjadi satu daging, sehingga

setiap gangguan yang memecahkan pernikahan melanggar kehendak Allah. 7, 8. Jika

demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan? Dengan mengutip Musa Ul 24:1)

dan surat cerai sebagai keberatan mereka terhadap pendapat Yesus menunjukkan

salah pengertian mereka tentang peraturan tersebut. Peraturan tersebut merupakan

suatu sarana untuk melindungi istri dari perubahan pikiran suaminya dan bukan hak

68
bagi suami untuk menceraikan istrinya dengan seenaknya. 9, 10. Kecuali karena zinah

(bdg. tafsiran atas Mat 5:31). Apabila zinah di sini dianggap sebagai istilah umum

termasuk percabulan (penyebutan yang paling tidak jelas dalam Perjanjian Baru),

maka Tuhan kita hanya mengizinkan perceraian apabila pihak istri tidak setia. (Di

kalangan orang Yahudi, hanya suami yang dapat menceraikan. Markus, waktu

menulis untuk orang bukan Yahudi, juga menyatakan sebaliknya, Mrk 10:12). Tetapi

apabila zinah dipandang sesuai dengan artinya yang umum, dan di sini mengacu

kepada kesucian pihak wanita sepanjang masa pertunangan (bdg. kecurigaan Yusuf,

Mat 1:18,19), maka Kristus sama sekali tidak memberikan peluang untuk bercerai

bagi pasangan yang sudah menikah. Dengan demikian Dia tidak sependapat dengan

Syamai maupun dengan Hillel. Pandangan mengenai pernikahan yang demikian tinggi

dan ketat dapat menjelaskan keluhan para murid. Lebih baik jangan kawin. Rasanya

tidak mungkin bahwa para murid itu, setelah menghayati cita-cita Yesus, merasa

pembatasan perceraian hanya pada kasus-kasus percabulan sebagai suatu beban berat.

11. Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, maksudnya, pernyataan para

murid. Walaupun kadang-kadang pernikahan bukan merupakan sesuatu yang

menguntungkan, tidak semua orang dapat hidup tanpa menikah. 12. Ada orang yang

tidak bisa menikah karena masalah cacat sejak lahir; yang lain karena cedera atau

larangan yang dibuat manusia. Yang lain lagi mungkin melepaskan hak untuk

menikah ini agar dapat mengabdikan diri secara lebih menyeluruh kepada pekerjaan

Allah (mis, Paulus, 1Kor 7:7, 8, 26, 32-35). Pernyataan ini tentu saja tidak

mengurangi arti pernikahan: pernyataan ini menutup suatu pembahasan di mana

pernikahan diangkat kembali kepada tujuannya yang semula.

69
Dalam tafsir Matthew Henry, kita melihat Kristus mengubah markas

pelayanan-Nya, dengan meninggalkan Galilea dan memasuki daerah-daerah pesisir

Yudea (Mat 19:1-2). Dia meninggalkan Galilea. Di sana Ia dibesarkan dan

menghabisan sebagian besar hidup-Nya, di daerah yang letaknya terpencil dan paling

dianggap hina di negeri itu. Hanya pada hari-hari perayaan saja Ia pergi ke Yerusalem

dan menyatakan diri-Nya di sana. Dan bisa saja kita menduga, ajaran dan mukjizat-

mujizat-Nya akan lebih menarik perhatian dan dapat diterima di Yerusalem karena Ia

tidak tinggal tetap di daerah itu. Akan tetapi, karena kerendahan hati-Nya, Ia memilih,

seperti dalam hal-hal lainnya, untuk muncul dalam kesederhanaan. Ia lebih suka

tampil sebagai seorang Galilea, orang kampong dari wilayah utara, yang orang-

orangnya dikenal paling tidak kenal sopan santun dan kasar di seluruh bangsa itu.

Sebagian besar ajaran-Nya disampaikan di Galilea, sebagian besar mukjizat-Nya juga

dilakukan di sana. Namun sekarang, setelah selesai dengan pengajaran-Nya itu,

berangkatlah Ia dari Galilea, dan itu merupakan perpisahan-Nya yang terakhir karena

setelah ini Ia hanya menyusur perbatasan Samaria dan Galilea (Luk 17:11) tetapi tidak

pernah lagi masuk ke daerah Galilea sendiri sampai setelah kebangkitan-Nya. Karena

itu, kepindahan_nya ini sangatlah luar biasa. Kristus tidak pernah meninggalkan

Galilea sebelum pekerjaan-Nya di daerah itu selesai. Kemudian Dia berangkat dari

tempat itu. Perhatikanlah, seperti halnya hamba-hamba Kristus yang setia tidak akan

diangkat dari dunia ini sebelum mereka selesai memberikan kesaksian mereka, maka

demikian pula, mereka juga tidak dipindahkan dari suatu tempat sebelum kesaksian

mereka selesai (Why 11:7). Hal ini sangat menghiburkan orang yang tidak mau

mengikuti keinginan sendiri tetapi hanya mengikuti pememliharan Allah untuk

70
menyelesaikan pengabaran mereka di suatu tempat terlebih dahulu sebelum pindah ke

tempat lain. Siapa yang mau tinggal berlama-lama di suatu tempat jika ia telah selesai

melakukan pekerjaan Allah di sana? Ia tiba di aderah Yudea yang di seberang Sungai

Yordan, supaya oranhg-orang di daerah tersebut juga mengalami hari lawatan-Nya

seperti halnya orang-orang Galilea, karena mereka juga termasuk domba-domba yang

hilang dari umat Israel. IA bahkan melanjutkan perjalanan-Nya hingga ke bagian-

bagian Kanaan yang terletak di negeri bangsa-bangsa lain, yakni di Galilea yang

disebut Galilea wilayah bangsa-bangsa lain, dan orang-orang Siria di seberang

Yordan. Dengan demikian, Kristus menyiratkan bahwa walaupun Ia terikat pada

bangsa Yahudi, amta-Nya juga tertuju kepada orang-orang bukan Yahudi, dan kabar

baik-Nya sedang mengarah dan menuju mereka. Orang banyak berbondong-bondong

mengikuti Dia. Di mana ada Silo, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa.

Orang-orang tebusan Tuhan akan mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi

(Why 14:4). Kita hendaknya juga mengikuti Kristus ke mana pun Ia pergi. Ke mana

pun Ia pergi, Ia selalu dikerumuni orang. Walaupun mendatangkan masalah terus bagi

Dia, hal ini juga menunjukkan bahwa Dia sangat dihormati. NAmun, Ia tidak mencari

kesenangan ataupun kehormatan dari dunia ini bagi diri-Nya, emngingat kumpulan

orang-orang banyak ini piun hanyalah manusia-manusia hina dan rendah (begitulah

sebagian orang menyebut mereka). Ia berkeliling sambil berbuat baik, dan seperti

yang terjadi, Ia menyembuhkan mereka di sana. Alasan orang banyak itu mengikuti

Dia adalah agar penyakit mereka disembuhkan, dan mereka memang melihat Dia

mempunyai kuasa untuk itu dan bahkan bersedia menolong mereka, seperti yang

dilakukan-Nya selama berada di Galilea. Di mana pun surya kebenaran ini terbit,

71
kesembuhan selalu ada di bawah kepak sayap-Nya. Dia menyembuhkan mereka di

sana, karena Dia tidak ingin terus mengikuti-Nya sampai ke Yerusalem, karena hal

tersebut dapat mendatangkan maslah. Ia tidak akan berbantah dan tidak akan

berteriak.

Dalam Matius 19:3-12, Matthew mengungkapkan Kristus berdebat dengan

kaum Farisi mengenai hal perceraian, dan berbicara dengan murid-murid-Nya

mengenai hal tersebut. Dalam perikop ini kita menemukan hukum Kristus mengenai

masalah perceraian. Perbincangan mengenai hukum ini muncul, seperti halnya dengan

beberapa pernyataan kehendak-Nya yang lain, karena perdebatan-Nya dengan kaum

Farisi. Betapa sabarnya Dia berurusan dengan perlawanan orang-orang fasik, sampai-

sampai kesempatan tersebut pun dijadikan-Nya sebagai bahan pengajaran bagi murid-

murid-Nya!

Pokok masalah yang dipertanyakan oleh kaum Farisi (ay. 3) adalah, “Apakah

diperbolehkan orang menceraikan istrinya?” Hal ini mereka kemukakan untuk

mencobai Dia, bukan untuk mendapatkan pengajaran dari-Nya. Sebelumnya di

Galilea, Dia telah mengemukakan pandangan-Nya mengenai masalah tersebut, bahwa

Ia sangat menentang kebiasaan umum pada masa tersebut (Mat 5:31-32). Kaum Farisi

ingin menjebak Dia dengan membuat-Nya mengemukakan pandangan-Nya mengenai

maslah perceraian, sehingga mereka dapat menggunakan perkataan-Nya untuk

menyerang-Nya dan menghasut orang-orang untuk menentang-Nya. Hal ini mereka

lakukan karena menganggap Dia telah mengekang kebebasan mereka dalam hal-hal

yang sudah menajadi kesukaan mereka. Mereka berharap Dia bisa bersikap lunak

emngenai hukum-hukum-Nya terhadap cita rasa orang-orang itu, misalnya dalam hal

72
perceraian. Dalam akal bulus mereka: jika Kristus berkata bahwa perceraian

bertentangan dengan hukum Taurat, maka mereka akan menyebut-Nya sebagai

penentang hukum Musa, karena dalam hukum Musa hal tersebut diperbolehkan.

Sebaliknya, jika Dia berkata perceraian itu diperbolehkan, maka mereka dapat

menyerang ajaran-Nya sebagai hal yang cacat, karena ajaran semacam ini bukan

berasal dari Mesias, karena walaupun perceraian diperbolehkan bai sebaian orang

yang lebih ketat dalam hal hukum, tindakan tersebut dianggap tercela. Sebagian orang

berpikir bahwa, walaupun hukum Musa memperbolehkan perceraian, masih ada beda

pendapat di antara kaum Farisi sendiri mengenai pembenaran atas perbuatan tersebut,

sehingga mereka ingin mendengar bagaimana pandangan Kristus sendiri mengenai

hal tersebut. Ada banyak masalah yang berkaitan dengan perkawinan dan terkadang

sifatnya rumit dan membingungkan. Tetapi ini semua tidak disebabkan oleh hukum

Allah, melainkan oleh karena nafsu dan kebodohan manusia itu sendiri, dan sering

kali dalam menyelesaikan masalah-masalah ini, orang tidak mau bertanya lebih dulu

apa yang sebaiknya mereka lakukan.

Pertanyaan yang diajukan kaum Farisi adalah, “Apakah diperbolehkan orang

menceraikan istrinya dengan alasan apa saja? Untuk alas an tertentu perceraian itu

bisa saja diperbolehkan terutama yang disebabkan oleh karena terjadinya hubungan

badan di luar nikah. Tetapi maslahnya, apakah perceraian itu bisa diperbolehkan

untuk alas an apa saja, seperti yang dewasa ini dilakukan oleh orang-orang yang

hidupnya bebas? Apakah diperbolehkan dengan alas an apa saja yang sesuai dengan

kehendak ahti seorang laki-laki walaupun sifatnya hanya sepele saja? Oleh karena

laki-laki itu sudah tidak suka atau tidak senang lagi? Mengenai hal ini, hukum

73
memperbolehkan adanya perceraian; jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan

itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya? (Ul 24:1). Ayat inilah yang

ditafsirkan secara luas sekali oleh kaum Farisi itu dengan memakai alasan-alasan yang

tidak berdasar untuk mengadakan perecraian.

Jawaban Kristus terhadap pertanyaan ini, walaupun pertanyaan tersebut

diajukan untuk mencobai Dia, Ia tetap memberikan jawaban kepada mereka, karena

ini menyangkut masalah hati nurani dan penting sifatnya. Jawaban-Nya tidak

langsung, tetapi sangat mengena, karena mengemukakan prinsip-prinsip yang tidak

dapat disangkal bahwa perceraian yang dilakukan dengan sesuka hati tidak dapat

dibenarkan menurut hukum Taurat. Kristus tidak pernah memberikan peraturan tanpa

alasan yang masuk akal atau menjatuhkan suatu penilaian tanpa landasan Kitab Suci

untuk mendukungnya. Pokok-pokok yang dikemukakan Kristus di sini adalah: jika

suami dan istri telah dipersatukan menurut kehendak dan penentuan Allah, maka

mereka tidak boleh dipisahkan begitu saja dengan alasan apa pun. Jika mereka tahu

bahwa ikatan suci ini adanya ikatan itu tidak mudah dilepaskan begitu saja. Untuk

membuktikan bahwa ikatan demikian antara laki-laki dan perempuan memang ada,

Kristus mengemukakan tiga bukti untuk menopang pernyataan-Nya.

Penciptaan Adam dan Hawa. Dengan ini Kristus mengajak mereka untuk

berpikir berdasarkan pengetahuan mereka akan Kitab Suci. Ia bertanya, “Tidakkah

kamu baca?” Ada suatu keuntungan tertentu dalam beradu pendapat denganmereka

yang memiliki dan telah membaca Kitab Suci. Kamu sudah membaca (tetapi tidak

mempetimbangkannya) bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula

menjadikan mereka laki-laki dan perempuan (Kej 1:27; 5:2). Perhatikanlah, banyak

74
kali, penting abgi kita untuk memikirkan mengenai penciptaan kita sebagai manusia,

bagaimana dan oleh siapa, apa dan mengapa kita diciptakan. Tuhan menjadikan

mereka laki-laki dan perempuan, satu wanita untuk satu laki-laki, supaya Adam tidak

dapat menceraikan Hawa dan mengawini wanita lain, karena memang tidak ada

wanita lain. Hal ini juga menyiratkan adanya ikatan yang tidak terpisahkan di antar

amereka. Hawa diambil dari sepotong tulang rusuk Adam sendiri. Jadi, kalau ia

menceraikan Hawa, itu bearti dia membuang bagian tubuhnya sendiri dan menentang

maksud penciptaan Hawa. Walaupun Kristus hanya menyinggung hal ini sekilas saja.

Ia berusaha menghubungkan pengetahuan kaum Farisi itu dengan kutipan langsung

dari Kitab Suci mengenai hal tersebut, dengan menekankan bahwa, walaupun semua

makhluk hidup diciptakan secara berpasang-pasangan, hanya pada manusialah

ditemukan adanya ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang didasarkan

atas akal budi yang dimaksudkan untuk tujuan yang jauh lebih mulia daripada hanya

sekedar memuaskan hawa nafsu dan mempertahankan keturunan. Oleh karena itu,

ikatan di antara laki-laki dan perempuan, seperti halnya ikatan di antara Adam dan

Hawa, lebih dalam dan kuat dibandingkan denga hewan yang tidak berakal budi.

Karena itu, dalam Kitab Suci ikatan ini diungkapkan secara agak khusus (Kej 1:27).

Menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya

mereka. Di sini kata dia dan mereka tidak digunakan untuk hanya satu jenis kelamin

saja, tetapi kedua-duanya. Mereka diciptakan satu, sebelum menjadi dua dan menajdi

satu kembali lewat janji perkawinan. Kesatuan itu selalu sangat dekat dan tidak

mungkin dapat diceraikan.

75
Hukum perkawinan yang paling mendasar adalah bahwa laki-laki akan

meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya (Mat 19:5). Hubungan di

antara suami dan istri lebih dekat dibandingkan dengan hubungan di antara orang tua

dan anak-anaknya. Karena itu, jika hubungan antara orang tua dan anak-anak saja

tidak mudah dipisahkan. Lebih-lebih lagi ikatan perkawinan itu sendiri. Dapatkah

seorang anak meninggalkan orangtuanya atau dapatkah orangtua mencampakkan

anaknya begitu saja sesuka hati tanpa alasan yang jelas? Tentu saja tidak! Jadi, lebih-

lebih lagi, seorang suami tidak boleh meninggalakan istrinya, akrena hubungan di

antara mereka didasarkan atas kehendak ilahi, bukan oleh alam. Hubungan itu lebih

dekat dan ikatan perkawinan lebih kuat sifatnya dibandingkan dengan hubungan di

antara orangtua dan anak karena seorang laki-laki harus meninggakan orangtuanya

untuk bersatu dengan istrinya. Lihatlah di sini betapa kuatnya suatu ketetapan ilahi itu

sehingga penyatuan yang dihasilkannya jauh lebih kuat daripada ketentuan-ketentuan

alam yang paling tinggi sekalipun.

Sifat dari ikatan perkawinan adalah persatuan antara dua manusia, keduanya

itu menjadi satu daging, sehingga mereka bukan lagi dua, emalinkan satu (Mat 19:6).

Anak adalah bagian dari seorang laki-laki, tetapi istri adalah dirinya sendiri. Ikatan

dalam perkawinan lebih dekat daripada ikatan antara orangtua dan anak-anaknya, dan

kedekatan hubungan dari ikatan perkawinan ini dalam cara tertentu sepadan dengan

hubungan antara anggota tubuh yang satu dan anggota tubuh yang lainnya. Selain

menjadi landasan cinyta kasih di antara suami dan istri, hal ini juga menjadi landasan

mengapa seorang tidak boleh menceraikan istrinya, karena tidak pernah orang

membenci tubuhnya sendiri atau menyingkirkan bagian tubuhnya sendiri. Sebaliknya,

76
ia akan mengasuhnya dan merawatinya serta melakukan apa pun untuk menjaganya.

Suami dan istri akan menjadi satu, karena itu harus hanya ada satu istri saja, sebab

Allah hanya menciptakan satu Hawa dan satu Adam (Mal 2:15).

Dari penjelasan di atas, Kristus menyimpulkan, “Apa yang telah dipersatukan

Allah tidak boleh diceraikan manusia.” Perhatikanlah: (1) Suami dan istri

dipersatukan oelh Allah sendiri; synezeuxen – Ia telah menyatukan mereka dengan

tali kekang, demikian kata yang dipakai untuk itu, dan ini luar biasa penting. Allah

sendiri yang menetapkan hubungan suami dan istri dalam ikatan perkawinan sebagai

sesuatu yang suci. Perkawinan dan hari Sabat adalah dua hukum Allah yang paling

tua. Walaupun perkawinan itu bukan khusus milik gereja saja, tetapi merupakan hal

yang umum bagi dunia, namun hal ini disahkan melalui ketetapan ilahi, dan

diteguhkan di sini oelh Yesus, Tuhan kita. Oleh karena itu, perkawinan itu hendaknya

diatur menurut cara-cara yang sesuai dengan kehendak Allah dan dikuduskanoleh

firman Allah dan doa. Kalau kita menjalankan hukum perkawinan ini dengan hati

nurani yang tertuju kepda Allah, maka ini akan mendatangkan pengaruh yang baik

bagi kita dalam melaksanakan kewajiban kita satu sama lain dalam hubungan

perkawinan ini dan kita akan memperoleh penghiburan dalam hubungan ini. (2)

Suami dan istri yang dipersatukan oelh hukum Allah tidak boleh diceraikan oleh

hukum manusai mana pun. Hendaklah manusai tidak menceraikan, suami sendiri pun

tidak, atau siapa pun yang mewakilinya; hakim juga tidak, karena Allah tidak pernah

memberikannya wewenang atas hal tersebut. Allah bangsa Israel telah berkata, “Aku

membenci perceraian” (Mal 2:16). Suda merupakan suatu aturan umum bahwa

manusia tidak boleh menceraikan apa yang telah dipersatukan Allah.

77
Keberatan yang dikemukan oleh kaum Farisi terhadap hal ini tampaknya

beralasan (Mat 19:7). “Apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan

surat cerai, jika seseorang menceraikan istrinya?” Kristus menekankan alasan

alkitabiah yang menentang perceraian, namun mereka juga menggunakan wewenang

Alkitab yang menyetujui perceraian itu. Perhatikanlah, pertentangan-pertentangan

yang tampaknya ada dalam firman Allah merupakan batu sandungan yang besar bagi

orang-orang yang akal budinya rusak. Tidak dipungkiri lagi bahwa Musa setia kepda

Dia yang telah menetapkannya, dan tidak memberikan perintah lain selain apa yang

diterimanya dari Tuhan. Namun dalam hal ini apa yang mereka anggap perintah

sesungguhnya hanyalah sebuah kelonggaran (Ul 24:1), yang lebih dimaksudkan untuk

menahan supaya tindakan perceraian itu tidak dilakukan secara berlebihan, dan

bukannya untuk membenarkan tindakan tersebut. Para ahli Taurat Yahudi sendiri

menyadari adanya batasan-batasan dalam hukum tersebut, yaitu bahwa perceraian

tidak dapat dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Harus ada alasan tertentu

yang dikemukakan, surat cerai harus ditulis dan sebagai suatu tindakan hukum, surat

cerai itu harus ditetapkan dan didaftarkan dengan segala tata cara resmi. Surat itu

harus diserahkan langsung ke dalam tangan sang istri sendiri dan mereka secara

terbuka dilarang untuk berkumpul bersama lagi selamanya (karena itu laki-laki

diwajibkan untuk mempertimbangkan dulu keputusan mereka itu).

Jawaban Kristus terhadap keberatan mereka ini di mana Ia mengkoreksi

kesalahan mereka berkenaan dengan hukum Musa. Mereka menyebutnya perintah,

namun Kristus menyebutnya suatu izin atau kelonggaran saja. Hati yang penuh

kedagingan akan mengambil sehasta jika diberikan seinci. Hukum Musa, dalam hal

78
ini, adalah hukum politus yang diberikan oleh Allah kepadanya sebagai pemimpin

bangsa Yahudi dan alasan perceraian diperbolehkan adalah demi bangsa tersebut.

Eratnya ikatan perkawinan adalah hasil dari hukum positif, bukan hukum alam.

Hikmat Allah memberikan kelonggaran untuk perecraian dalam beberapa hal, tanpa

emniadakan kesucian-Nya.

Akan tetapi, Yesus memberitahu mereka bahwa ada alasan mengapa

kelonggaran ini diberikan. Hal ini sama sekali bukan untuk menghormati mereka,

melainkan karen aketegaran hatimu, kamu diperbolehkan untuk menceraikan istrimu.

Musa pernah berkeluh kesah mengenai bangsa Israel pada zamannya, bahwa mereka

degil dan tegar tengkuk (Ul 9:6; 31:27), suka menentang Allah, mengerasakan hati

dalam hubungan mereka dengan Dia; mereka umumnya kejam dan liar, baik dalam

nafsu maupun kesenangan mereka. Oleh karena itu, jika mereka tidak diperbolehkan

untuk menceraikan istri mereka ketika mereka sudah tidak menyukai istri mereka lagi,

maka mereka mungkin memeperlakukan istri mereka dengan kejam. Mereka akan

memukul dan menganiaya, bahkan mungkin akan membunuh istri mereka.

Perhatikanlah, tidak ada kekerasan hati yang lebih buruk di dunia ini selain daripada

orang yang memperlakukan istrinya dengan kasar an kejam. Orang-orang Yahudi

ketika itu tampaknya terkenal buruk dalam hal ini, sehingga mereka diperbolehkan

menceraikan istri mereka. Lebih abik mereka menceraikan istri mereka daripada

mereka melakukan perbuatan yang lebih buruk. Lebih baik begitu, daripada mezbah

Tuhan tertutup oleh air mata (Mal 2:13). Sedikit kelonggaran untuk menyenangkan

hati orang yang kurang waras, atau orang yang kehilangan akal dapat mencegah

celaka yang lebih besar. Hukum positif dapat diberikan kelonggaran demi menjaga

79
hukum alam, karena Allah mengkehendaki belas kasihan dan bukan persembahan.

Akan tetapi, dalam hal ini kelaonggaran perlu diberikan karena kita berurusan dengan

orang-orang yang berhati keras dan keji. Tidak ada orang yang menginginkan

kebebasab untuk bercerai, kecuali mereka yang hatinya benar-benar keras.

Perhatikanlah, Kristus berkata, “Karena ketegaran hatimu,” bukan hanya hati mereka

yang hidup pada masa tersebut, namun semua keturunan mereka. Perhatikanlah, Allah

tidak hanya melihat kekerasn hati manusia pada saat etrtentu, namun melihat jauh ke

depan. Ia menyesuaikan hukum-hukum dan pemeliharaan-Nya dalam masa Perjanjian

Lama dengan menakutkan mereka. Perhatikanlah lebih jauh, hukum Musa

mempertimbangkan kekerasan hati manusia, tetapi Injil Kristus menyembuhkannya,

dan anugerah-Nya menjauhkan hati yang keras dan memberikan hati yang taat.

Melalui hukum ada pengetahuan tentang dosa tetapi meallui Injil ada penaklukan

terhadap dosa.

Yesus mengarahkan perhatian mereka kepada hukum yang mula-mula, bahwa

sejak semula tidaklah demikian. Perhatikanlah, kecemaran-kecemaran yang menjalar

ke dalam setipa hukum Allah harus disingkirkan dengan mengacu kepada hukum

yang ditetapkan mula-mula. Jika ada salinan yang menyesatkan, hal tersebut harus

diteliti dan diperbaiki melalui salinan yang asli. Oleh karena itu, Rasul Paulus

meredakan perselisihan jemaat Korintus mengenai perjamuan Tuhan, ia merujuk

kepada penetapan perjamuan itu (1 Kor 11:23). Beginilah yang telah aku terima dari

Tuhan. Kebenaran tealh ada sejak mula-mula sehingga kita harus mencari jawaban

dari jalan-jalan yang dahulu kala (Yer 6:16). Kita harus benar-benar berubah

80
selruhnya bukan dengan mengikuti pola-pola yang ada kemudian, tetapi melalui

aturan-aturan yang mula-mula.

Kristus menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan hukum yang

langsung keluar dari mulut-Nya, “Aku berkata kepadamu” (Mat 19:9). Hal ini sesuai

dengan apa yang telah dikatakan-Nya sebelumnya (Mat 5:32). Sebelumnya hukum ini

disampaikan-Nya ketika Ia berkhotbah tetapi di dini, ketika Ia sedang berselisih

pendapat dengan mereka. Akan tetapi, apa yang disampaikan-Nya itu tetap sama,

karena Kristus sendiri tidak pernah berubah.

Ia memperbolehkan perceraian jika terjadi perzinahan. Dasar hukum yang

melarang perceraian adalah karena keduanya itu menjadi satu daging. Jika sang istri

melakukan persundalan dan menjadi satu daging dengan seorang pezinah, maka dasar

hukum tersebut tidak berlaku lagi. Menurut hukum Musa, hukuman untuk perzinahan

adalah hukuman mati (Ul 22:22). Akan tetapi, Juruselamat kita sekarang meringankan

hukuman yang beart tersebut dan menjadikan perceraian sebagai hukumannya.

Menurut Dr. Whitby, yang dimaksudkan di sini bukanlah perzinahan (karena

Juruselamat kita menggunakan kata porneia—persundalan) melainkanhubungan

badan di luar nikah yang baru diketahui setelah perkawinan. Alasanny aadalah bahwa

jika hubungan badan itu dilakukan setelah kawin, amka ini sudah merupakan tindak

kejahatan dengan hukuman mati, dan perceraian tidak diperlukan lagi.

Ia melarang perceraian untuk semua alasan yang lain. Barangsiapa

menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan peremuan lain, ia

berbuat zinah. Ini adalah jawaban yang tegas terhadap hal-hal lainnya, masa Injil

adalah masa pembaruan (Ibr 9:10). Hukum Kristus cenderung mengembalikan

81
manusai ke dalam keutuhan atau integritasnya yang mula-mula. Hukum cinta kasih,

cinta kasih dalam perkawinan, bukanlah perintah yang baru tetapi sudah ada sejak

mula-mula. Jika kita mempertimbangkan akibat-akibat buruk yang ditimbulkan oleh

perceraian yang dilakukan secara semena-mean terhadap keluarga dan bangsa, serta

kebingungan dan kekacauan yang diakibatkannya, maka kita akan melihat betapa

bermanfaatnya hukum Kristus ini bagi kita dan betapa bersahabatnya Kekeristenan itu

bagi kepentingan-kepentingan duniawi kita.

Hukum Musa memperbolehkan perceraian karena kekerasan hati manusia,

sedangkan hukum Kristus melarangnya. Hal ini menyiratkan bahwa karena orang-

orang Kristen hidup di bawah hukum kasih dan kemerdekaan, maka dari mereka

diharapkan ada kelembutan hati, dan jangan menjadi keras hati, seperti orang-orang

Yahudi, karena Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.

Perceraian tidak akan terjadi jika kita berlaku sabar terhadap satu dengan yang lain

dan mengampuni satu dengan yang lain dalam kasih, sebagaimana yang dirasakan

oleh orang-orang yang telah diampuni dan berharap untuk diampuni, dan yang

menyadari bahwa Allah tidak akan mengusir kita (Yes 50:1). Perceraian tidak

diperlukan jika suami mengasihi istrinya dan istri taat kepada suaminya dan mereka

hidup bersama sebagai pewaris anugerah kehidupan. Inilah hukum-hukum Kristus

yang tidak kita temukan dalam semua hukum Musa.

Inilah pendapat murid-murid Kristus yang tidak setuju dengan hukum-Nya ini

(Mat 19:10), Jika demikian halnya hubungan antara suami dan istri, lebih baik jangan

kawin. Kelihatannya murid-murid Kristus sendiri sangat tidak rela melepaskan

kebebasan dalam bercerai. Mereka menganggap bahwa perceraian diperlukan untuk

82
mempertahankan kenyamanan dalam kehidupan perkawinan, sehingga mereka,

layaknya anak-anak kecil yang merajuk, akan membuang apa yang mereka miliki,

jika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Jika mereka tidak

diperbolehkan untuk menceraikan istri mereka sesuai dengan kehendak hati mereka,

maka mereka memilih untuk tidak beristri sama sekali; padahal pada mulanya, ketika

perceraian tidak diizinkan, Allah berfirman, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang

diri saja," dan Ia memberkati mereka. Ia menyebut mereka yang dipersatukan dengan

kukuh sebagai orang-orang yang diberkati. Meskipun begitu, murid-murid Kristus

menganggap bahwa lebih baik bagi mereka untuk tidak kawin jika mereka tidak

diberikan kebebasan untuk bercerai.

Sifat yang cemar tidak rela untuk dikekang, dan dengan senang hati akan

memutuskan ikatan yang dipersatukan oleh Kristus, supaya memiliki kebebasan

dalam memuaskan nafsu-nafsunya. Bagi manusia, bodohlah kalau mau meninggalkan

kenikmatan-kenikmatan hidup ini. Bagi mereka, beban-beban salib hanyalah

menghambat berbagai kenikmatan itu, membuat mereka seakan seperti telah keluar

dari dunia ini karena tidak bisa mendapatkan lagi semua keinginan mereka di dunia

ini. Mereka merasa harus masuk ke dalam suatu panggilan atau keadaan yang tidak

ada gunanya, dan harus taat di dalamnya.

Apa pun keadaan kita, kita harus peduli untuk memikirkannya, kita harus

bersyukur atas berbagai kenikmatannya, tunduk terhadap salibnya, dan seperti yang

telah Allah lakukan, hari malang ini pun dijadikan Allah seperti juga hari mujur;

jadikanlah yang terbaik dari apa yang ada (Pengkh 7:14). Jika kuk perkawinan tidak

dapat disingkirkan sesuka hati kita, ini tidaklah berarti bahwa oleh karena itu kita

83
harus menghindarinya. Sebaliknya, oleh karena itu, bila kita memang berada di bawah

kuk itu, kita harus berusaha untuk hidup selaras dengan kuk itu, dengan cinta kasih,

kelembutan hati, dan kesabaran, supaya dengan demikian perceraian itu akan menjadi

hal yang paling tidak diperlukan dan paling tidak diinginkan lagi.

Tanggapan Kristus terhadap pendapat murid-murid itu (Mat 19:11-12). Ia

mengizinkan dan menganggap baik adanya bagi beberapa orang untuk tidak kawin,

Siapa yang dapat mengerti, hendaklah ia mengerti. Kristus memperbolehkan apa yang

dikatakan oleh para murid, lebih baik jangan kawin, bukan sebagai keberatan terhadap

larangan perceraian, seperti yang dimaksudkan oleh murid-murid-Nya, melainkan

untuk memberikan mereka aturan (yang mungkin masih saja membuat mereka kesal),

bahwa mereka yang dikaruniai kemampuan untuk mengekang nafsu berahi dan

merasa tidak perlu kawin, baiklah jika mereka tetap lajang (1Kor 7:1). Alasannya

adalah bahwa mereka yang tidak kawin mempunyai kesempatan, jika hatinya

memang demikian, untuk lebih peduli terhadap perkara Tuhan, bagaimana Tuhan

berkenan kepadanya (1Kor 7:32-34). Mereka lebih tidak dipusingkan oleh

kekhawatiran-kekhawatiran hidup, dan lebih dapat memusatkan perhatian dan waktu

pada hal-hal yang lebih penting. Bertambahnya anugerah lebih baik daripada

bertambahnya jumlah anggota keluarga, dan persaudaraan dengan Bapa dan Anak-

Nya Yesus Kristus harus lebih diutamakan dibandingkan ikatan-ikatan persaudaraan

lain.

Ia tidak membenarkan larangan untuk kawin dan memandangnya sebagai hal

yang benar-benar membawa celaka, karena tidak semua orang dapat mengerti

perkataan itu. Hanya sedikit orang yang benar-benar mampu untuk tidak terlibat di

84
dalamnya. Oleh karena itu, beban salib dari kehidupan perkawinan harus dipikul,

karena lebih baik begini daripada manusia jatuh ke dalam percobaan. Lebih baik

kawin dari pada hangus karena hawa nafsu. Kristus di sini berbicara mengenai dua

keadaan yang menyebabkan orang tidak pantas untuk kawin. (1) Mereka yang, di

bawah pemeliharaan Tuhan, menderita, karena dilahirkan dengan keadaan tidak

mampu kawin, atau dijadikan demikian oleh orang lain. Mereka yang terpaksa tidak

kawin karena tidak mampu memenuhi tujuan yang agung dari perkawinan. Meskipun

demikian, dalam kemalangan ini, biarlah mereka melihat kesempatan bahwa dengan

hidup melajang pun orang dapat melayani Allah dengan lebih baik, supaya dengan

begitu mereka dapat mengimbangi keadaan mereka. (2) Mereka yang melakukannya

oleh karena anugerah dari Tuhan, yaitu mereka yang membuat dirinya demikian

karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Yang dimaksudkan di sini

adalah ketidaklayakan untuk kawin bukan karena faktor jasmaniah (seperti kebodohan

dan kejahatan yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap dirinya sendiri karena

kesalahan penafsiran Alkitab), melainkan karena masalah batiniah. Mereka yang

dalam kekudusan mampu menampik segala kenikmatan kehidupan perkawinan,

mereka yang telah membulatkan keputusan mereka dengan kuasa anugerah Tuhan

untuk benar-benar menjauhinya, dan yang melalui puasa dan bentuk-bentuk

mematikan keinginan daging lainnya telah menekan segala hawa nafsu berkenaan

dengan hal tersebut, mereka inilah yang dapat mengerti perkataan itu. Meskipun

demikian, semua ini tidak mengikat diri mereka sendiri seperti sumpah bahwa mereka

tidak akan pernah kawin. Hanya saja, dalam pemikiran mereka sekarang, mereka

berniat untuk tidak kawin.

85
Keinginan untuk hidup melajang pastilah dikaruniakan dari Allah, karena

tidak ada orang yang mampu menerimanya, hanya mereka yang dikaruniai saja.

Perhatikanlah, kemampuan untuk menahan diri dari keinginan-keinginan badaniah

merupakan karunia khusus dari Allah untuk sebagian orang saja, dan tidak kepada

yang lain. Ketika seseorang yang dalam hidup melajangnya menyadari sendiri bahwa

ia memiliki karunia ini, maka (seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam 1Kor 7:37),

baiklah ia berteguh hati untuk tidak kawin, dan tetap menguasai keinginan hatinya

untuk tetap hidup demikian. Dalam masalah ini, baiklah kita berhati-hati, jangan

sampai kita menyombongkan karunia yang tidak ada dalam diri kita (Ams 25:14).

Keadaan hidup melajang hendaknya dipilih demi kepentingan Kerajaan Sorga.

Mereka yang memutuskan untuk tidak kawin, hanya agar mereka dapat menghindari

tuduhan-tuduhan, atau demi memuaskan kehendak mereka sendiri yang

mementingkan diri sendiri, atau supaya mereka mendapat kebebasan lebih besar

untuk memuaskan nafsu-nafsu dan kenikmatan-kenikmatan lain, jauh dari bertindak

bijaksana. Mereka telah melakukan kekejian. Akan tetapi, jika hal tersebut dilakukan

demi agama, bukan sekadar upaya mencari pujian (seperti yang dilakukan oleh

sebagian pemimpin gereja), melainkan hanya sebagai cara untuk lebih memusatkan

pikiran dan niat kita dalam melaksanakan pelayanan-pelayanan keagamaan, dan

karena kita tidak memiliki keluarga yang harus dinafkahi, sehingga kita dapat

melakukan lebih banyak perbuatan kasih, maka hal ini akan dibenarkan dan diterima

oleh Allah. Perhatikanlah, ambillah pilihan yang terbaik bagi jiwa kita, yang

menyiapkan kita dan mengarahkan kita untuk mencapai Kerajaan Sorga.

86
Di dalam Matius 19 judul perikopnya Ajaran Yesus tentang perceraian

(BIMK). Judul ini serupa dengan judul perikop di Matius 5: 31-32. Dalam beberapa

bahasa, perceraian diterjemahkan dengan menyebutkan pihak-pihak yang terlibat,

misalnya “Ajaran Yesus mengenai perbuatan suami yang menceraikan istrinya”.

Selain itu, karena ayat-ayat ini berkaitan dengan pernikahan maka bisa juga dituliskan

“Yesus mengajar tentang hal menikah (atau tentang pernikahan). Di sini akan dibahas

tentang terjemahan Bahasa Indonesia (TB) dan terjemahan Bahasa Indonesia Masa

Kini (BIMK).

Matius 19:1 TB

Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea

dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan.

Matius 19: 1 BIMK (BIS)

Sesudah Yesus selesai mengatakan semuanya itu, Ia meninggalkan Galilea

lalu pergi ke daerah Yudea di seberang sungai Yordan.

Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu: Anak kalimat (*) ini hampir sama

dengan yang ada di 7:28 (lihat penjelasan di situ). Seperti dikatakan di 7:28, anak

kalimat ini dapat diterjemahkan menjadi “Setelah Yesus selesai mengatakan semua

hal ini”, “Yesus selesai mengatakan semua hal ini. Sesudah itu…”, atau “Yesus

mengatakan semua hal ini, dan sesudah Dia selesai..” 58

Berangkatlah Ia dari Galilea: Ungkapan ini menandakan Yesus

mengakhiri pelayanan-Nya di Galilea.Jadi berangkatlah dalam Perjanjian Baru, hanya

58
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius.(Jakarta: LAI,
2008). 593.

87
ada di ayat ini dan 13:53 yang juga menyimpulkan perumpamaan-perumpamaan

Yesus sebelumnya.Seperti di bagian lain, Galilea bisa dituliskan “daerah

Galilea”.Daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan bisa diterjemahkan menjadi

“wilayah Yudea di tepi lain (atau tepi timur) Sungai Yordan”. Yudea di sini rupanya

dipakai dalam arti yang luas, sebab sebenarnya wilayah Yudea tidak mencakup tepi

timur Sungai Yordan. Cara lain menerjemahkannya ialah “wilayah orang Yahudi di

seberang (atau di tepi timur) Sungai Yordan”. 59

Matius 19:2 TB

Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan

mereka di sana.

Matius 19: 2 BIMK (BIS)

Banyak orang mengikuti Dia, dan Ia menyembuhkan mereka di situ.

Orang banyak berbondong-bondong: Untuk ungkapan ini lihat juga 4:25; 8:1; 12:15;

14:13; 20:29; 21:9. Dalam Matius, massa atau orang banyak selalu mau menerima

Yesus dan berita-Nya, baru pada 27:25 orang banyak mulai menolak-Nya sebab

dihasut para pemimpin. Namun mungkin sekali orang banyak yang disebut di 27:25

itu berbeda dengan yang disebut di sini. 60

Dan Iapun menyembuhkan mereka di sana dapat membuat pembaca mengira

bahwa setiap orang dalam rombongan yang banyak itu sakit. Karena jelas bukan itu

59
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius.(Jakarta: LAI,
2008). 594.
60
Ibid. 594.

88
artinya, maka kita dapat mengatakan seperti “Ia menyembuhkan orang yang sakit di

antara mereka”. 61

Di sana: Dalam bahasa tertentu di sana peru ditempatkan di awal

kalimat (*), misalnya “Di sana Ia menyembuhkan orang sakit yang ada di antara

mereka”.62

Matius 19: 3 TB

Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk emncobai Dia. Mereka

bertanya: “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa

saja?”

Matius 19: 3 BIMK (BIS)

Lalu orang-orang Farisi datang untuk menjebak Dia. Mereka bertanya,

“Menurut hukum agama kita, apakah boleh orang menceraikan istrinya dengan alasan

apa saja?”

Orang-orang Farisi: Kalau di bagian sebelumnya kita telah menerjemahkan

orang-orang Farisi dengan cara yang memperlihatkan bahwa mereka adalah suatu

kelompok, partai atau aliran, maka yang wajar dikatakan di sini adalah “beberapa

anggota kelompok Farisi”, karena maksudnya bukan semua orang Farisi. 63

Datanglah…kepada-Nya: Ungkapa ini bisa menjadi “mendekati Dia” atau

“pergi kepada-Nya”. Naskah (*) Yunaninya tidak memperlihatkan apakah orang-

61
Ibid. 594.
62
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius.(Jakarta: LAI,
2008). 594.
63
Ibid. 594.

89
orang Farisitealh berjalan jauh untuk bertemu dengan Yesus atau sudah berada di

sekitar itu. 64

Mencobai: Kata ini diterjemahkan dalam BIMK sebagi menjebakdan

merupakan terjemahan dari kata kerja yang sama dengan yang ada di 16:1 (lihat juga

22:18, 35). Kata kerja itu juga dipakai dalam cerita pencobaan (4:1, 3).Sebagaimana

dibahas dalam 16:1, mencobai dalam konteks (*) ini, menunjukkan bahwa orang-

orang Farisi sedang berusaha mempersalahkan Yesus.Terjemahan seperti

“mendatangi-Nya dengan maksud mengajukan pertanyaan jebakan” bisa

dipakai.Selain itu, “mencoba menjatuhkan Yesus” atau “mengajukan pertanyaan

untuk menjebak Yesus” bisa dipakai, kalau ungkapan ini cukup lazim dalam bahasa

sasaran (*). 65

Mencobai Dia. Mereka bertanya: Kedua ungkapan ini adalah terjemahan dari

bahasa Yunaninya yang secara harafiah (*) bearti “mencobai-Nya dan menanyakan”.

Dalam bahasa tertentu penerjemah perlu mengatakan seperti “…datang kepada-Nya

(atau mendekati Dia) untuk mencobai Dia dengan bertanya begini…”. 66

Apakah diperbolehkan: Ungkapan ini menunjuk pada Hukum Musa. Karena

Itu BIMK menuliskan nya Menurut hukum agama kita, apakah boleh. 67

Menceraikan: Kata ini sudah dibahas dalam khotbah di bukit (5:31-32.

Persoalan itu di sini dihadirkan dalam konteks perdebatan.Di kalangan guru-guru

agama Yahudi, hal ini sering menjadi pokok perdebatan.Pokok utama bahasannya

64
Ibid. 594.
65
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius.(Jakarta: LAI,
2008). 594.
66
Ibid. 595.
67
Ibid. 595.

90
selalu mengenai hal “yang tidak senonoh” (Ulangan 24:1, BIMK “sesuatu yang

memalukan”). 68

Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya…Bentuk pertanyaan ini

mencerminkan keadaan historis saat itu dengan tepat, karena di kalangan bangsa

Yahudi, perempuan tidak bisa menceraikan suaminya.Kita perlu membuat susunan

kata-kata yang wajar dalam bahasa kita masing-masing.Banyak penerjemah merasa

lebih wajar menuliskan “laki-laki menceraikan istrinya” daripada hanya orang

menceraikan isterinya. 69

Dengan alasan apa saja: Ungkapan ini umumnya merupakan tafsiran

yang sering dipakai oelh kebanyakan penerjemah. Serupa dengan itu, misalnya

“dengan alasan sesukanya” atau “dengan dalih apa pun”.Menurut tafsiran ini,

pertanyaan itu menyangkut masalah menceraikan istri berdasarkan alasan tertentu. Ini

menyiratkan bahwa perceraian itu diperbolehkan, dan yang dipertanyakan adalah apa

saja alasan-alasan untuk menceraikan istri. Tafsiran ini tercermin dalam terjemahan

TB dan BIMK.Tafsiran yang lain berpendapat bahwa pertanyaan ini mempersoalkan

masalah perceraian, apakah boleh atau tidak. Contoh terjemahannya dalam hal ini

adalah “Adakah dasar yang membenarkan orang menceraikan istrinya?” atau

“Adakah alasan yang mengizinkan seorang laki-laki menceraikan istrinya?” atau

hanya “Apa pun alasannya, bolehkan orang menceraikan istrinya? 70

Matius 19:4 TB

68
Ibid. 595.
69
Ibid. 595.
70
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius.(Jakarta: LAI,
2008). 595.

91
Jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca, Bahwa Ia yang menciptakanmanusia

sejak semula menjadikan merek alaki-laki dan perempuan?”.

Matius 19: 4 BIMK (BIS)

Yesus menjawab: “Apakah kalian belum membaca dalam Alkitab bahwa

Pencipta yang membuat manusia, pada mulanya membuat mereka laki-laki dan

wanita?”

Jawab Yesus: Ungkapan ini dalam bahasa tertentu perlu ditempatkan di akhir

kalimat, da nada juga bahasa yang menempatkannya di tengah kalimat. Kita perlu

mengikuti bentuk yang lazim dalam bahasa kita masing-masing. 71

Tidakkah kamu baca: Ungkapan ini dalam BIMK diterjemahkan dengan lebih

wajar menjadi Apakah kalian belum baca. BIMK juga menambahkan dalam Alkitab

untuk menunjukkan sumber bacaannya.Pertanyaan ini juga bisa dibuat dalam bentuk

pernyataan, seperti “Pasti kalian sudah membaca (dalam Kitab Suci), atau “Pasti

kalian tahu”. 72

Ia yang menciptakan manusia: “Kalimat ini jelas menunjuk kepada Tuhan

Allah, dan bisa diterjemahkan sebagai “Sang Pencipta” atau bahkan “Tuhan Allah”. Ia

yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan

dalam suatu terjemahan dituliskan “pada mulanya Allah menciptakan manusia laki-

laki dan perempuan”. Kita dapat juga menuliskan ayat ini menjadi:

Pasti kalian sudah membaca (dalam Kitab Suci) bahwa sejak awal waktu

Allah menciptakan manusia.Ia membuatnya laki-laki dan perempuan, jawab Yesus.

71
Ibid. 595.
72
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius.(Jakarta: LAI,
2008). 595.

92
Atau

Yesus menjawab dengan mengajukan pertanyaan, Apakah kalian semua belum

membaca irman Allah, yang mengajarkan bahwa sejak semula Sang Pencipta

membuat manusia laki-laki dan perempuan? 73

Matius 19:5 TB

Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan me inggalkan ayahnya dan ibunya

dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.

Matius 19: 5 BIMK (BIS)

Dan sesudah ituIa berkata, “Itu sebabnya laki-laki meninggalkan ibu bapaknya

dan berstu dengan istrinya, maka keduanya menjadi satu.”

Dan: Kata sambung ini dalam bahasa tertentu lebih baik diterjemahkan

menajadi “Lalu” atau “Lagipula” (TB2). 74

Firman-Nya: Perkataan ini dapat diterjemahkan dalam bentuk kata kerja,

misalnya seperti BIMK menjadi Ia berkata. Kebanyakan pembaca akan segera tahu

bahwa itu menunjuk pada “Sang Pencipta” (ayat 4). Suatu terjemahan

mengungkapkannya menjadi “Tuhan Allah juga berkata/berfirman”.Tidak menjadi

soal bagaiman ayat ini disusun, yang penting harus terlihat jelas bahwa Yesus sedang

mengutip firman Allah, Bapa-Nya. 75

Sebab itu..menjadi satu daging. Ungkapan ini adalah kutipan dari Kejadian

2:24. Dalam kisah Kejadian, ungkapan Sebab itu penting karena merupakan
73
Ibid. 596.
74
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 596.
75
Ibid. 596.

93
penghubung ayat 24 (Kej 2) dengan ayat 23 dan menjelaskannya. Namun dalam

konteks ini, ungkapan itu tidak menunjukkan kegunaan yang jelas.Meski demikian,

kebanyakan terjemahan tetap memakai ungkapan ini karena merupakan bagian

kutipan yang diberikan Yesus (BIMK, misalnya menerjemahkannya menjadi itu

sebabnya).Penerjemah tertentu menyusun ulang ayat 4 dan 5, misalnya, “Pasti kalian

sudah membaca dalam Kitab Suci tentang bagaimana Allah menciptakan umat

manusia.Ia membuat laki-laki dan perempuan. Karena itu juga dikatakan, ‘Itu sebanya

laki-laki…satu daging.’” 76

Bersatu dengan: Ungkapan ini diterjemahkan dari kata kerja yang dapat

menggambarkan persetubuhansuami istri (1 Korintus 6:16), tetapi dapat juga dipakai

untuk berbagai macam hubungan dekat. Beberapa terjemahan menuliskan “bersatu

dan takterpisahkan dengan “, atau “hidup(bersama) dengan”, atau “tinggal dengan”. 77

Sehingga keduanya itu menjadi satu daging.Kebanyakan terjemahan

tetap memakai terjemahan harfiah seperti itu.Terjemahan yang agak berbeda adalah

“dan keduanya menjadi satu tubuh”, atau “keduanya lalu merupakan satu

tubuh”.Terjemahan tertentumenggabungkan bersatu dengan dan menjadi satu daging,

dan menjadikannya satu pernyataan, yaitu “dan bersatu serta tak terpisahkan dengan

istrinya”.Terjemahan seperti maka keduanya menjadi satu (BIMK) atau “keduanya

bagikan menjadi satu” mungkin lebih bisa dimengerti pembaca. Tetapi, ini bisa

76
Ibid. 596.
77
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 596.

94
memunculkan pertanyaan “menjadi satu apa?” Karena itu, terjemahan terbaik

mungkin berupa “akan menjadi seperti satu tubuh” atau “…seperti satu orang”. 78

Matius 19: 6 TB

“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.Karena itu, apa yang

telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”.

Matius 19: 6 BIMK (BIS)

Jadi mereka bukan lagi dua orang, tetapi satu.Itu sebabnya apa yang sudah

disatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia”.

Dalam ayat ini, Yesus kembali mengucapkan perkataan-Nya sendiri,

sedangkan kutipan dari Kejadian selesai di akhir ayat 5. Beberapa penerjemah

memperlihatkan peralihan ini dengan ungkapan, seperti “Jadi, Aku memberitahu

kalian bahwa mereka…” 79

Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.Ungkapan ini

diterjemahkan dari arti harfiah “Jadi mereka tidak lagi dua tetapi satu daging” BIMK

menuliskan Jadi mereka bukan dua orang, tetapi satu.Kebanyakan terjemahan

memakai bentuk harfiahnya.Terjemahan yang tidak memakai bentuk harfiah,

mengatakan misalnya “Jadi mereka tidak lagi dua orang terpisah, tetapi satu”, atau

“dan mereka berdua akan benar-benar menyatu seutuhnya, sehingga mereka tidak lagi

merupakan dua orang, tetapi satu”.Seperti di ayat 5, kebanyakan bahasa sebaiknya

78
Ibid. 597.
79
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 597.

95
memakai bentuk simili (*) atau persamaan, seperti “Maka sejak saat itu mereka

berdua seperti satu orang”. 80

Dipersatukan Allah: Ungkapan ini memperlihatkan bahwa perkawinan

dipandang sebagai kehendak dan tujuan Allah. Kata kerja Yunaninya secara harfiah

bearti “dipasang kuk bersama” atau “berpasangan” seperti dua ekor sapi yang

berpasangan setelah pada keduanya dipasang satu kuk yang sama.81

Tidak boleh diceraikan manusia: Ungkapan ini sama dengan “tidak seorang

pun boleh menceraikannya/ memisahkannya”. Manusia bisa juga diterjemahkan

menjadi “orang”. 82

Apa yang: Kata-kata ini bearti “mereka yang” atau “laki-laki dan perempuan

yang”. Kalimat kedua di ayat ini bisa dibalikkan urutannya, dan diterjemahkan

menjadi “tidak seorang pun boleh memisahkan laki-laki dan perempuan yang (sudah)

Allah persatukan sebagai suami istri”. Selain itu, kalau kata kerja itu dianggap bearti

“mencoba memisahkan”, maka kita bisa menuliskan “tidak ada orang yang boleh

mencoba memisahkan..”. 83

Berdasarkan pembahasan di atas, ayat ini dapat juga diterjemahkan

sebagai berikut: Kalau Allah membuat dua orang bersatu, seolah-olah menjadi satu

kesatuan (atau satu padu), jangan sampai manusia mencoba memisahkan mereka. 84

Matius 19:7 TB

80
Ibid. 597.
81
Ibid. 597.
82
Ibid. 597.
83
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 597.
84
Ibid. 597.

96
Kata mereka kepada-Nya: “Jika demikian, apa sebabnya Musa memerintahkan

untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan istrinya?”

Matius 19: 7 BIMK (BIS)

Lalu orang-orang Farisi bertanya kepada-Nya: “Kalau begitu mengapa Musa

menyuruh orang memberi surat cerai kepada istri yang diceraikannya?”

Kata mereka kepada-Nya: Dalam BIMK dan beberapa terjemahan disebutkan

si pembicara, yaitu orang-orang Farisi berdasarkan ayat 3. Kata kerja Yunani

“berkata” mempunyai arti yang luas dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia bisa

beragam, misalnya “mereka membantah” atau “mereka bertanya” (bandingkan

BIMK) atau pun “mereka menjawab” (dengan keras). 85

Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan…jika orang

menceraikan istrinya?: Pertanyaan ini dalam naskah bahasa Yunani secara harfiah

berate “Lalu mengapa Musa memerintahkan memberi surat cerai dan menyuruh

pergi?” Beberapa bahasa perlu menyebutkan siapa yang diperintahkan maupun siapa

yang disuruh pergi.TB telah menambah keterangan yang tersirat itu dalam ungkapan

jika orang menceraikan istrinya (bnd.BIMK), sedangkan ungkapandalam naskah

Yunani “dan menyuruh (nya) pergi” dibiarkan tersirat (bandingkan BIMK). Suatu

terjemahan yang juga menyebutkan kedua pihak yang terlibat langsung dalam proses

perceraian, misalnya “Lalu mengapa…Musa menetapkan orang bisa menceraikan

istrinya dengan surat cerai?” Terjemahan yang agak berbeda adalah “Lalu mengapa,

menurut Hukum Musa, orang boleh menyuruh istrinya pergi dengan memakai surat

cerai?” Sebaliknya, terjemahan lain menuliskan tanpa menyebutkan kedua pihak itu,

85
Ibid. 598.

97
yaitu “Lalu mengapa Musa memerintahkan surat cerai harus diberikan dalam perkara

perceraian”. 86

Terjemahan jangan sampai memunculkan kesan bahwa Musa menyuruh orang

bercerai. Ungkapan ini sebenarnya bearti Musa mengizinkan orang bercerai kalau

memang ingin, dan menetapkan aturan tentang cara melakukannya. Jadi, kalimat itu

dapat diterjemahkan menjadi: Mereka bertanya kepada-Nya: Tetapi Musa

memberikan hukum yang mengatakan bahwa orang bisa menceraikan istrinya dengan

memberi surat cerai (dan menyuruhnya pergi). Mengapa Musa memberi kan hukum

itu? atau Mereka bertanya kepada-Nya: “Lalu, mengapa Musa memberikan aturan

tentang cara orang dapat menceraikan istrinya dengan memberikan surat cerai

kepadanya?” 87

Matius 19:8 TB

Kata Yesus kepada mereka: “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan

kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian”.

Matius 19: 8 BIMK (BIS)

Yesus menjawab: “Musa mengizinkan kalian menceraikan istrimu sebab

kalian terlalu susah diajar. Tetapi sebenarnya bukan begitu pada mulanya.

Yesus sependapat dengan orang Farisi bahwa Musa memang mengizinkan

perceraian. Namun Ia memberikan dua pandangan penting mengenai aturan yang

dibuat Musa. Pertama, perceraian diizinkan sebagai akibat dari sikap orang Yahudi

86
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 598.
87
Ibid. 598.

98
yang suka memberontak. Kedua hal itu bertentangan dengan maksud Allah semula

mengenai dunia yang diciptakan-Nya. Pandangan kedua itu lebih diutamakan, sebab

menurut ketetapan guru-guru agama Yahudi, kalau dua bagian Kitab Suci itu

bertentangan, maka bagian yang lebih tua harus dianggap lebih utama.Ituy bearti,

hukum perceraian yang diperkenalkan Musa menjadi tidak berlaku karena hukum

penciptaan yang lebih dulu. 88

Karena ketegaran hatimu: Ungkapan ini dalam beberapa terjemahan dituliskan

dalam anak kalimat sebab kalian terlalu susah diajar (BIMK), atau “karena kalian

sangat tidak bisa/mau diajar”. Penerjemah dalam bahasa tertentu dapat

menerjemahkannya dalam bentuk kiasan lain, seperti “karena hati kalian keras”.

Dalam bahasa Indonesia, hati (yaitu jantung dalam arti kiasan) dianggap sebagai

anggota tubuh yang terutama mengendalikan emosi dan perasaan, sementara dalam

pemikiran Yahudi, itu dikaitkan dengan cara berpikir manusia. Karena itu, beberapa

terjemahan menuliskan “karena pikiranmu tertutup” atau “karena sikap kerasa

kepalamu”. 89

Musa mengizinkan kamu menceraikan: Dalam beberapa bahasa, Musa

mengizinkan kamu menceraikan akan lebih wajar ditaruh pada awal jawaban Yesus

kepada orang Farisi, seperti dalam BIMK (Musa mengizinkan kalian menceraikan

istrimu sebab kalian terlalu susah diajar). Cara lain menyusun kalimat itu adalah

88
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 598.
89
Ibid. 599.

99
“Kalian (telah) menolak memperhatikan ajaran Allah, jadi Musa (dahulu telah)

mengizinkan kalian bercerai dari istrimu”. 90

Mu dan kamu: Kedua kata ganti ini berbentuk jamak (*) dalam bahasa

Yunaninya. Pada waktu itu Yesus berbicara dengan orang-orang Farisi yang ada di

sana, namun konteks ini memperlihatkan bahwa yang dimaksudkan-Nya dengan

kamu adalah orang Yahudi pada umumnya. Beberapa penerjemah perlu mengatakan

“kalian semua”. 91

Tetapi sejak semula tidaklah demikian: Ungkapan ini diterjemahkan

oleh BIMK menjadi Tetapi sebenarnay bukan begitu pada mulanya. Suatu terjemahan

menuliskan “tetapi aslinya tidak begitu”.Kita bisa juga menuliskan ‘Tetapi pada

mulanya semua itu bukan begitu”, atau bahkan “Tetapi bukan begitu caranya pada

waktu Allah mula-mula menciptakan laki-laki dan perempuan”. 92

Matius 19: 9 TB

Tetapi aku berkata kepadamu: “Barangsiapa menceraikan istrinya, kecuali

karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah”.

Matius 19: 9 BIMK (BIS)

Jadi, dengarlah ini: Siapa menceraikan istrinya – padahal wanita itu tidak

menyeleweng – kemudian kawin lagi dengan wanita yang lain, orang itu berzinah”.

Tetapi aku berkata kepadamu: Ungkapan ini dalam BIMK diterjemahan Jadi,

dengarlah ini, tetapi mungkin lebih tepat kalau diterjemahkan menjadi “Karena alasan

itulah, maka Aku berkata kepadamu”. Bentuk perkataan ini serupa dengan yang ada di
90
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 599.
91
Ibid. 599.
92
Ibid. 599.

100
Matius 5:32, kecuali kata ganti Aku di sini tidak mendapat tekanan dalam bahasa

Yunani. 93

Barangsiapa menceraikan istrinya, kecuali karena zinah: Ungkapan ini hamper

kata demi kata sama dengan bagian yang ada di Matius 5:32. Penjelasan ini mengenai

bagaimana menafsirkan dan menerjemahkan bagian ayat ini, sama dengan yang di

ayat itu. 94

Kecuali karena zinah: Kata Yunani yang diterjemahkan menjadi zinah dalam

TB, di 15:19 diterjemahkan sebagai “percabulan” (demikian pula di Mrk 7:21; Kis

15:20, 29; 21:25). Namun di 5:32 , kata ini juga diterjemahkan seperti di sini

(“kecuali karena zinah”, bandingkan penjelasan di situ). Di sini kata ini

diterjemahkan “ketidaksetiaan”atau “penyelewengan” (bandingkan BIMK), atau

mungkin justru seperti dalam “kecuali karena perkawinan itu tidak sah”. Dalam

bahasa tertentu mungkin dapat diterjemahkan “kecuali karena dia berbuat serong”,

atau “kecuali karena istrinya melakukan perbuatan mesum (dengan orang lain)”, atau

pun “karena dia tidur dengan lelaki lain”. 95

Lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah: Kalimat ini dalam

bahasa Yunaninya menunjukkan bahwa ia merujuk pada laki-laki lain yang

mencersikan istrinya itu, bukan pada wanita yang ia ceraikan itu. Zinah di sini (BIMK

berzinah) merupakan terjemahan kata Yunani yang lain daripada yang dipakai dalam

kecuali karena zinah, dan di sini mempunyai arti mengadakan hubungan seks dengan

93
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 599.
94
Ibid. 599.
95
Ibid. 600.

101
wanita yang bukan istri sendiri. Dalam bahasa tertentu mungkin perlu diuraikan

menjadi “maka ia melanggar hukum sebab tidur dengan perempuan yang bukan

istrinya”. 96

Beberapa terjemahan yang dipakai untuk ayat ini adalah:

Jadi ingatlah: Kalau seorang laki-laki menceraikan istrinya, kecuali karena si

istri tidak setia padanya, dan laki-laki itu menikah lagi, bearti laki-laki itu berzinah.

atau

Setiap laki-laki yang menceraikan istrinya dan menikah dengan

orang/perempuan lain, maka laki-laki itu berzina, kecuali alasan perceraian itu karena

istrinya tidak setia, ataupun Kalau seorang laki-laki bercerai dari istrinya selain karena

alasan si istri berzina, lalu menikahi perempuan lain, bearti laki-laki itu berzina. 97

Matius 19 :10 TB

Murid-murid itu berkata kepada-Nya: “Jika demikain halnya hubungan antara

suami dan istri, lebih baik jangan kawin”.

Matius 19 :10 BIMK (BIS)

Maka pengikut-pengikut Yesus berkata kepada-Nya: “Kalau soal hubungan

suami istri adalah seperti itu, lebih baik tidak usah kawin”.

Murid-murid itu: Di sini terjadi pergantian peserta bicara. Yesus sebelumnya

berbicara dengan orang Farisi, tetapi di ayat ini murid-murid itu yang berkomentar.

96
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 600.
97
Ibid. 600.

102
Pengikut-pengikut Yesus (BIMK) atau “murid-murid Yesus” mungkin lebih baik,

untuk menghindari kemungkinan orang-orang Farisi dikira sebagai murid. 98

Jika demikian halnya hubungan antara suami dan istri: Pernyataan ini

merupakan suatu pernyataan yang dibuat semata-mata dari sudut pandang suami,

bukan dari sudut pandang suami dan istri. Itu tersimpul dalam terjemahan seperti

“Kalau hubungan antara seorang laki-laki dengan istrinya harus seperti itu…” 99

Halnya: Waktu murid-murid menggunakan kata halnya, maksud mereka

adalah soal suami yang hanya dapat bercerai kalau istrinya tidak setia kepadanya (atau

kalau perkawinannya tidak sah). Beberapa penerjemah membuatnya lebih jelas,

seperti “Kalau hanya dengan alasan itu laki-laki baru bisa menceraikan istrinya”. 100

Lebih baik jangan kawin: Ungkapan ini dalam BIMK diterjemahkan lebih baik

tidak usah kawin dan juga mencerminkan sudut pandang laki-laki, karena dalam adat

istiadat (*) Yahudi, istri tidak diperbolehkan menceraikan suaminya. 101

Berdasarkan pembahasan di atas, ayat ini dapat juga diterjemahkan

sebagai berikut:

Murid-murid Yesus berkata: Kalau begini caranya, maka orang (atau laki-laki)

lebih baik tidak usah menikah saja.

atau

98
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 600.
99
Ibid. 600.
100
Ibid .601.
101
Ibid. 601.

103
Murid-murid Yesus berkata kepada-Nya: Kalau seorang laki-laki harus tetap

bersama-sama dengan hanya satu istri, berbahaya untuk menikah dengan seorang

wanita. 102

Matius 19 :11 TB

Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Tidak semua orang dapat mengerti

perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja.

Matius 19 :11 BIMK (BIS)

Yesus menjawab: “Tidak semua orang bisa menerima kata-kata itu, hanya

orang-orang yang sudah ditentukan oleh Allah.

Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: Dalam BIMK, anak kalimat ini

diterjemahkan menjadi Yesus menjawab.

Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu: Kalimat ini dalam BIMK

dituliskan Tidak semua orang bisa menerima kata-kata itu. Ahli-ahli berbeda pendapat

tentang arti, sebenarnya dari perkataan Yesus ini. Baik kata kerja mengerti dan kata

benda (*) perkataan dapat ditafsirkan dengan beberapa arti. Beberapa terjemahan

menuliskan “Tidak semua orang dapat menerima pengajaran ini”, atau “Tidak setiap

orang dapat menerima prinsip (atau pendapat) ini”. Terjemahan lainnya menulis

“tetapi kebenaran ini tidak dapat dilakukan semua orang”. 103

Tafsiran lain terhadap perkataan ini didasarkan pada pemahaman bahwa kata

kerja mengerti dipakai untuk keadaan mental atau rohani, misalnya “Tidak semua

102
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 601.
103
Ibid. 601.

104
orang dapat mengerti apa yang baru Kukatakan, kecuali kalau Allah memberkan

pengertian itu kepadanya”.

Pekataan itu: Yang dimaksudkan dengan ungkapan ini mungkin ajaran Yesus

tentang perkawinandii ayat 3-9 (khususnya ayat 6). Beberapa terjemahan menuliskan

“pengajaran ini” atau “apa yang baru saja Kukatakan” ataupun “kebenaran ini”; bisa

saja “prinsip ini”. 104

Mereka yang dikaruniai saja: Ungkapan ini (BIMK orang-orang yang sudah

ditentukan oleh Allah) bisa diubah menjadi pernyataan aktif (*), misalnya “kecuali

Allah memberikannya kepada mereka” atau “kecuali Allah membuat mereka

memahaminya”. Bahasa tertentu bahkan mungkin perlu mengatakan seperti “Hanya

sebagian orang dapat mengerti arti dari apa yang Kukatakan , yaitu kalau Allah

membuat mereka mengerti”, “..yaitu kalau Allah memberitahukan artinya kepada

mereka”. 105

Dalam beberapa bahasa, ayat ini lebih baik disusun ulang. Misalnya:

Lalu Ia berkata kepada mereka: “Hanya orang-orang yang diberi pengertian

oleh Allah akan dapat memahami arti perkataan ini”.

atau

“Orang-orang yang diberi kemampuan oleh Allah akan dapat menerima

prinsip ini, tapi orang lain tidak”, kata-Nya kepada mereka. 106

Matius 19 :12 TB

104
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 601.
105
Ibid. 601.
106
Ibid. 602.

105
Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari

rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang

yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan

Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.”

Matius 19 :12 BIMK (BIS)

Karena ada orang yang tidak dapat kawin, sebab memang mereka lahir begitu.

Ada juga yang tidak dapat kawin sebab ia dibuat begitu oleh orang lain. Dan ada pula

yang memilih sendiri untuk tidak kawin, supaya dapat melayani Allah. Orang yang

sanggup menerima pengajaran ini, biarlah ia menerimanya.”

Orang yang tidak dapat kawin: Ungkapan ini (juga di BIMK) merupakan

terjemahan dari satu kata Yunani yang bearti penjaga harem (yaitu kumpulan istri dan

selir ) raja. Biasanya penjaga seperti itu dikebiri. Sebab itu, kata Yunani itu dipakai

untuk menyebutkan orang yang tidak dapat kawin secara fisik dan secara kiasan (*)

juga dipakai orang yang tidak mau kawin oleh karena alasan-alasan tertentu. Dalam

kalimat Yunaninya istilah ini memang disebutkan tiga kali (TB orang yang…) untuk

tiga macam orang yang dalam keadaan khusus ini. Ayat ini memberikan sebagian

alasan orang tidak menikah. 107

Ada orang yang: TB memulaiayat ini hanyadengan Ada orang yang. BIMK

memulai ayat ini dengan ungkapan peralihan “Karena”, untuk memperlihatkan Yesus

menjelaskan pernyataan-Nya. Beberapa penerjemah mengungkapkannya “Aku

memberitahumu hal ini, karena…”, atau “Apa yang Kukatakan ini benar, karena”.

107
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 602.

106
Kita perlu mempertimbangkan dan menentukan mana yang tepat dan memadai dalam

bahasa kita masing-masing. 108

Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari

rahim ibunya: (bnd. BIMK). Dalam beberapa bahasa terjemahanya bisa berupa

“Karena beberapa orang tidak dapat menikah (karena keadaan tertentu pada tubuhnya)

sejak lahir”, atau “Ada orang yang dilahirkan tidak dapat menikah”. Kalau memang

perlu, ini bisa juga dituliskan dengan cara lebih terperinci “Ada orang yang memang

tidak mampu melakukan hubungan kelamin(karena keadaan badannya) sejak lahir”.


109

Ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain: Ungkapan ini merupakan

penjelasan kedua. Kalimat seperti ini (juga BIMK) mungkin agak sulit dimengerti.

Mungkin kita bisa membuatnya lebih jelas, seperti “ada pula yang dikebiri”. Suat

terjemahan menuliskan “yang lain tidak mampu melakukan hubungan kelamin karena

suatu kejadian yang dialaminya”. Terjemahan tertentu menuliskan “ada orang yang

dengan sengaja dibuat begitu”, yang juga menunjuk pada “ketidakmampuan

melakukan kegiatan seksual” seperti di awal ayat ini. 110

Dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri

oleh karena Kerajaan Sorga: Ungkapan ini merupakan penjelasan ketiga. BIMK

menuliskan Dan ada pula yang memilih sendiri untuk tidak kawin, supaya dapat

melayani Allah. Beberapa terjemahan menuliskan “ada orang yang karena

keinginannya sendiri melepaskan kebutuhan seksualnya demi Kerajaan Allah”, atau


108
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 602.
109
Ibid. 602.
110
Ibid. 602.

107
“Ada orang yang dengan sukarela tidak menikah demi Kerajaan Surga”. Beberapa

terjemahan mencoba menjelaskan arti dari Kerajaan Sorga dalam konteks ini,

misalnya “ada juga orang lain yang sengaja tidak kawin agar dapat melayani Allah

dengan lebih baik” (bng.BIMK). 111

Membuat dirinya demikian: Beberapa orang menganggap kata Yunaniuntuk

membuat dirinya demikian bearti mengebiri diri sendiri, sedangkan yang lain

memahaminyasebagai menolak kegiatan seksual. Pemahaman yang kedua itulah

mungkin yang lebih baik di sini (bng. BIMK). Suatu terjemahan memakai ungkapan

yang dapat bearti dua-duanya. 112

Oleh karena Kerajaan Sorga: Ungkapan ini bisa diterjemahkan menjadi “agar

sebagai warga umat Allah mereka dapat melakukan kehendak Allah”, atau pun “agar

mereka dapat berbuat semata-mata untuk melayani Kerajaan Allah”. 113

Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti: Kata kerja yang

diterjemahkan menjadi mengerti (BIMK menerima) sama dengan yang dipakai di ayat

11. Kebanyakan penerjemah menerjemahkannya dengan memakai kata yang sama di

kedua ayat ini, misalnya “Biarlah orang yang bisa mengerti, mengerti”, atau hanya

“Pahamilah hal itu, kalau dapat”. 114

Berdasarkan pembahasan di atas, ayat ini dapat juga diterjemahkan sebagai

berikut (dari BISD):

111
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 603.
112
Ibid. 603.
113
Ibid. 603.
114
Ibid. 603.

108
Sebab, ada orang yang tidak bisa kawin karena mereka memang lahir dengan

keadaan begitu. Ada juga yang tidak bisa kawin karena dibuat begitu oleh orang lain.

Dan ada pula yang memilih sendiri untuk tidak kawin, supaya bisa melayani Allah

dan umat-Nya dengan lebih baik. Orang yang sanggup menuruti ajaran ini, hendaklah

ia melakukannya. 115

Tafsiran Alkitab Injil Matius oleh Drs. J.J. de Heer

Injil Matius bab 19: 1-12

Ayat 1 dan 2. Injil Matius selalu dipergunakan istilah “sete;ah Yesus selesai”

apabila suatu kesatuan yang besar selesai (misalnya “Khotbah di Bukit”, pasal 5-7,

Pengutusan rasul-rasul, pasal 10); menjadi jelaslah bahwa Matius 18 dimaksudkan

sebagai kesatuan (rentetan pengaturan tentang hidup bersama-sama di jemaat). 116

Pasal 19 Injil Matius kembali ke urutan Markus, dikatakan bahwa Yesus tiba

“di daerah Yudea yang diseberang sungai Yordan”. Sama seperti di Matius 4:25

“daerah di seberang sungai Yordan” bearti Perea. Perea itu berada di bawah

pemerintahan raja Herodes Antipas; penduduknya pada waktu itu adalah orang

Yahudi. Di ayat ini Perea disebut “daerah Yudea”, karena Perea itu dekat Yudea.

Yesus menyembuhkan orang di Perea. Itu bukanlah perbuatan yang ajaib saja,

emalinkan penyembuhan-penyembuhan itu boleh dianggap sebagai bagian dari

Kerajaan Allah, yang akan datang secara penuh pada waktu Yesus datang kembali ke

dunia.

115
Dr. Barclay M. Newman & Dr. Philip. Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: LAI,
2008). 603.
116
Drs. J.J. de Heer. Tafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982). 374.

109
Ayat 3-6. Di Perea orang Farisi bertanya kepada Yesus, apa pendapat-Nya

tentang suatu persoalan yang pada waktu itu banyak dibicarakan orang Yahudi, yaitu

apakah seorang laki-laki boleh menceraikan isterinya dengan alasaan apa saja. Pada

zaman itu terdapat pengikut-pengikut rabi Syammai yang berpendirian bahwa seorang

laki-laki hanya boleh menceraikan isterinya apabila isteri itu berbuat zinah.

Sebaliknya ada pengikut-pengikut rabi Hillel yang berpendapat bahwa suami boleh

menceraikan isterinya apabila ia tidak senang lagi dengan isterinya itu. Pada akhirnya

pendapat Hillel menang; kira-kira tahun 100 ses. M. para rabi pada umunya setuju

dengan Hillel. Rabi Akiba yang terkenal itu (wafat 135 ses. M.) mengizinkan seorang

suami menceraikan isterinya jika isteri itu tidak cukup cantik. 117

Andaikata Yesus menjawab bahwa pendapat-Nya sama dengan rabi Syammai,

maka Ia akan menentang pemgikut-pengikut Hille, dan menentang juga Herodes

Antipas, raja Perea, yang telah menceraikan isterinya yang pertama, hanya karena ia

lebih menyukai seorang wanita lain, yakni Herodias. Jadi ada pencobaan bagi Yesus.

Anmun demikian, Yesus tidak segan menjawab.

Kristus menjawab dengan menguraikan apa arti nikah itu menurut maksud

Tuhan. Sebagaimana biasanya dilakukan Yesus, di sini juga Ia mempergunakan

Perjanjian Lama sebagai dasar, tetapi sama seperti dilakukan-Nya di “Khotbah di

Bukit”, Ia menyatakan arti yang terdalam dari Perjanjian Lama itu. Yesus mengutip

Kej 1:27 dan kemudian Kej 2:24, Ia memaparkan bahwa di Kej 2:24 nikah itu

dilukiskan sebagai suatu ikatan yang amat kuat, jauh lebih kuat daripada ikatan

keluarga (“Laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan

117
Drs. J.J. de Heer. Tafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982). 374.

110
isterinya”). Bahkan menurut Kejadian 2:24 suami isteri “menjadi satu daging”.

“menjadi satu daging” mempunyai arti yang lebih luas daripada hubungan seksual;

“menjadi satu daging” bearti menjadi satu kesatuan, yang hamper dapat disebut satu

orang saja.Kemudian di ayat 6b Yesus menarik kesimpulan; apa yang disatukan

Tuhan menjadi satu oang, tidak boleh dibelah dua oleh perceraian nikah. Siapakah

yang mau memotong satu orang menjadi dua bagian, yang satu terlepas dari yang

lain?

Begitulah ajaran Yesus tentang nikah; Yesus menerangkan bahwa menurut

maksud Tuhan, suami dan isteri senantiasa memelihara hubungan mereka. Itulah

ajaran yang indah; kita semua mengetahui betapa jiwa anak-anak disiksa dan

dirugikan jika ayahnya dan ibunya bercerai.

Memang suami isteri memerlukan cinta kasih dan banyak kesabaran dan

kebijaksanaan supaya hubungannya terpelihara terus. Bisa terjadi juag bahwa si suami

atau si isteri merasa tertarik kepada seorang yang lain sampai ada pencobaan. Tetapi

Yesus mengetahui bahwa kita boleh meminta dan mengharapkan pertolongan Roh

Kudus dalam pergumulan kita (Lih. Luk 11:13).

Ayat 7-9. Orang-orang Farisi itu tidak puas dengan penguraian Yesus. Mereka

mengutip Ul 24: 1-4, di mana Musa mengizinkan orang Israel memberi surat cerai

kepada isteri. Apakah Yesus akan berani mempersalahkan Musa? 118

Di dalam jawaban-Nya (di ayat 8) Yesus tidak mempersalahkan Musa; Ia

mempermasalahkan orang-orang Israel yang tegar hati. Oleh sebab ketegaran hati itu

Musa mengatur surat cerai, supaya jangan ada kekecauan secara penuh, dan supaya

118
Drs. J.J. de Heer. Tafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982). 376.

111
jangan isteri dapat diusir dengan begitu saja. Waktu kami menafsirkan Mat 5:32, telah

kami uraikan bahwa surat cerai itu sedikit melindungi wanita . tetapi di ayat 8b Yesus

tetap mempertahankan bahwa maksud Tuhan sejak semula adalah supaya hubungan

dalam nikah berjalan terus (seperti yang diuraikan Yesus di ayat 4-6).

Di ayat 9 Yesus menegaskan bahwa seorang laki-laki yang menceraikan

isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain,berbuat zinah dan melawan hukum yang

ketujuh dari kesepuluh hukum itu. Hanya kalau isteri berzinah, maka suami boleh

menceraikannya (sama dengan Mat 5:32). Yesus tidak mengatakan bahwa isteri yang

berzinah harus diceraikan.

Ayat 10-12. Kedua belas murid Yesus selalu melihat bahwa orang-orang Israel

mempraktekkan erceraian kalau ada banyak ketegangan dalam nikah. Mereka

mengatakan bahwa lebih baik janagan kawin, kalau Yesus melarang jalan keluar itu.
119

Yesus menjawab bahwa kadang-kadang ada kebenaran dalam ucapan murid-

murid: “lebih baik jangan kawin”, tetapi orang yang menerima karunia dari Tuhan

dapat mengerti siapakah yang benar-benar tidak cocok dengan perkawinan. Itulah

menurut Yesus tiga macam orang. Dalam naskah Yunani di sini Yesus

mempergunakan tiga kali kata “kebiri”. Ada orang lahir dalam keadaan “kebiri”; itu

adalah mereka tidak dapat kawin. Golongan yang kedua ialah orang yang dikebiri

oleh orang lain, misalnya pelayanpelayan di istana raja, yang pada masa dulu kadang-

kadang dikebiri supaya jangan mereka menggoda gundik-gundik raja. Kedua

golongan itu disebut juag adalam Misyna, buku yang berisi ajaran para rabi (bagian

119
Ibid. 376.

112
Yebamot 8:4). Tetapi Yesus menambahkan satu golongan lagi, ayitu orang-orang

yang (menurut naskah Yunani) “telah mengebiri dirinya oleh karena Kerajaan Sorga”

(yaitu Kerajaan Tuhan). Golongan yang ketiga itu adalah orang-orang yang atas

kemauannya sendiri tidak menikah, supaya mereka bebas dari segala gangguan di

dalam pekerjaannya bagi Kerajaan Tuhan; Yihanes Pembaptis dan Yesus sendiri

termasuk golongan itu.

Ajaran Yesus lebih dalam daripada ajaran para rabi Yahudi. Menurut ajaran

para rabi, setiap laki-laki wajib menikah. Yesus menganggap nikah sebagi hal yang

suci (hal itu terbukti dalam ayat 3-9), tetapi dengan serentak Ia mengatakan bahwa

ada orang yang dalam situasi yang tertentu merasa terpanggil untuk tidak menikah

demi Kerajaan Tuhan. Tetapi panggilan itu dapat dimengerti serta dijalankan

hanyalah oleh orang yang mempunyai pengertian tentang Kerajaan Allah dan tentang

tugas kita di dalamnya (itulah makna kata-kaa penutup ayat 12).

Dengan berakhirnya pengajaran khotbah tentang hidup berjemaah pada Matius

18, penulis Injil Matius berbalik dalam dua pasal berikutnya (Mat. 19-20) pada

perjalanan Yesus ke Yerusalem. Bagian baru dimulai dengan dua ayat peralihan (Mat.

19:1-2), yang termasuk di dalamnya referensi pada kedatangan Yesus ke lembah

Sungai Yordan dan perbuatan penyembuhan kepada orang yang mengikuti-Nya.

Penyembuhan itu dapat ditafsirkan sebagai suatu bentuk pengampunan Yesus yang

menunjukkan kuasa-Nya. 120

120
Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross. Bercerai: Boleh Atau Tidak? Tafsiran Terhadap Teks-teks
Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012). 146.

113
Orang-orang Farisi datang menguji Yesus tentang soal yang sering mereka

perdebatkan. Masalahnya bukan hal cerai itu sendiri, yang mereka anggap biasa,

melainkan lebih konkret, yakni alasan apa saja yang dapat dibenarkan untuk

perceraian. Mereka memulai percakapan dengan mempersoalkan tafsiran Ulangan

24:1-4 sebagaimana didukung antara lain oleh mazhab Rabi Hillel: “Apakah

diperbolehkan menceraikan isterinya dengan setiap alasan?”. Dalam ayat ini jelas

terlihat bahwa hak untuk menceraikan mutlak berada di tangan suami. Yang

diharapkan orang Farisi adalah keikutsertaan Yesus dalam diskusi di antara mereka

sendiri. 121

Pada ayat 4 Yesus menjawab pertanyaan orang Farisi tentang alasan bercerai

dengan memberikan pertanyaan kembali kepada mereka tentang karya Sang Pencipta

sejak awal. Ayat 4b mengutip Kejadian 1:27c, ayat 5b melanjutkan dengan kutipan

Kejadian 2:24. Mengenai klausa “dan kata-Nya” pada awal ayat 5, kurang jelas siapa

yang merupakan subyeknya, apakah Yesus atau Sang Pencipta yang dianggap

berbicara melalui Musa. 122 Perkawinan didasarkan pada daya tarik seksual antara

laki-laki dan perempuan yang berasal dari karya dan kehendak Sang Pencipta (ay. 4-

5). Persetubuhan dipandang sebagai awal perkawinan yang melalauinya laki-laki dan

perempuan menjadi satu kesatuan baru (ay. 6a). Karenadiinginkan oleh Allah sendiri,

kesatuan suami istri tidak boleh dipisahkan oleh pihak suami (ay. 6b). Jawaban Yesus

atas pertanyaan orang Farisi pada ayat 3 “apakah diperbolehkan menceraikan istrinya

dengan setiap alasan” adalah penolakan mutlak dari anggapan yang merupakan latar

121
Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross. Bercerai: Boleh Atau Tidak? Tafsiran Terhadap Teks-teks
Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012). 146.
122
Ibid. 147.

114
belakangnya, yaitu tentang hak seorang suami dalam pernikahan. Yesus tidak

mendiskusikan alasan-alasan tertentu seperti yang diharapkan oleh orang Farisi, Ia

tidak sekedar membatasi hak istimewa para suami Yahudi, bahkan Ia membatalkan

secara absolut. Dengan itu, Ia melindungi para istri dari kesembronoan dan

kesewenang-wenangan suaminya. Suami juga terikat dalam pernikahan, dan jika

larangan ini dipatuhi, istri tidak dapat diancam lagi untuk disuruh pergi karena alasan

tertentu, apakah penting atau sepele. 123

Orangn Farisi tidak menyerah ketika mendengar perkataan Yesus itu ,tetapi

mengutarakan sebuah keberatan 124 dalam bentuk pertanyaan: “Maka mengapa

diperintahkan Musa untuk memberikan surat cerai dan menceraikannya?” (ay. 7).

Mereka mengalihkan pembicaraan dari Kitab Kejadian kembali ke Kitab Ulangan

(seperti dalam pertanyaan mereka yang pertama dalm ay. 3b) seakan-akan ingin agak

memaksa Yesus untuk menafsirkan Ulangan 24:1-4 dan menjawab pertanyaannya.

Mereka yakin bahwa teks itu bertentangan dengan apa yang disimpulkan Yesus

berdasarkan Kejadian 1-2. Menurut penulis, buah pikiran orang Farisi logis saja,

meskipun mereka mempertajam pesan nas Ulangan itu dengan cara yang kurang tepat.

Yesus menjawab bahwa Musa menerima perceraian hanya sebagai bagi

kegoisan manusia atau lebih harfiah karena kekerasan hatinya (ay. 8a). Dengan

demikian Yesus membedakan antara keadaan ideal “tetapi sejak awal tidaklah terjadi

demikian” (ay. 8b) dan keadaan yang dicerminkan dalam aturan Ulangan 24:1-4.

123
Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross. Bercerai: Boleh Atau Tidak? Tafsiran Terhadap Teks-teks
Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012). 147.
124
Ibid. 147.

115
Yesus mempersoalkan kepentingan para suami yang melatarbelakangi praktik yang

ditemukan di situ. 125

Jawaban-Nya dilanjutkan dengan ayat 9. Pendahuluan baru (“tetapi Aku

berkata kepadamu”) menunjukkan wibawa Yesus. Ia digambarkan sadar bahwa

perkataan-Nya yang berikut dapat dibandingkan dan dibedakan dengan perintah Musa

dalam Kitab Ulangan, walaupun sebenarnya hanya sebagaimana dipahami dan

ditafsirkan oleh mazhab Hillel. Berbeda dengan pendapat Rabi Hillel dan muridnya,

Yesus dengan jelas membatasi hak para suami untuk menceraikan istrinya. Ia bhakan

menyamakan perbuatan cerai oleh suami secara umum dengan perzinaan, meskipun

pada waktu itu pada umumnya seorang suami dianggap tidak mungkin melakukan

perzinaan terhadap istrinya sebab seorang suami tidak diwajibkan oleh ahli-ahli

Taurat dan masyarakat untuk setia terhadapnya. Namun, pengualifikasian itu tidak

dipakai lagi untuk semua kasus perceraian yang dilakukan seorang suami. Tampaknya

dalam percakapan dengan orang Farisi, pendapat Yesus berubah. “Yesus” (seperti

Musa lebih dahulu) melonggarkan larangan mutlak untuk berpisah yang dinyatakan-

Nya dalam ayat 6b dengan dua cara. Yang pertama, sebagaimana sudah dilakukannya

dalam Matius 5:32 yang pada dasarnya diambil dari sumber Q penulis Injil Matius

melonggarkan tradisinya di mana Yesus menyebut perceraian dari pihak suami

sebagai perzinaan. Penulis Injil MAtius menambahkan pengecualian pertama yakni

“(jika) bukan karena percabulan” (ay. 9b) pada teks Markus 10:11. Dari pendapat-

pendapat ahli tafsir Yahudi yang sudah dirangkumkan di atas, tampaknya penulis Injil

125
Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross. Bercerai: Boleh Atau Tidak? Tafsiran Terhadap Teks-teks
Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012). 148.

116
matius membuat Yesus mengikuti pendapat dari mazhab Syammai sebagaimana

dipahami pada abad pertama Masehi. Istri, yang dibuktikan tidak setia, boleh

diceraikan suaminya sebab perzinaannya telah meretakkan ikatan perkawinan di

antara mereka. Pengecualian itu sesuai dengan hukum Romawi dan dorongan dalam

umat Yahudi, yang keduanya mewajibkan para suami untuk paling sedikit

menceraikan istri yang tidak setia terhadapnya. Jadi, Matius 19:9 sama seperti 5:32

memungkinkan perceraian dari pihak suami dalam kasus percabulan seorang istri,

kemungkinan besar termasuk kesempatan untuk kawin lagi paling tidak untuk seorang

laki-laki. Kelonggaran yang kedua terjadi karena dalam hal tertentu penulis Injil

Matius mengikuti saja perkataan sumbernya yakni rumusan Markus 10:11. Dalam

ayat Injil Markus itu telah dikarang prasyarat lain sebelum seorang suami yang

menceraikan istrinya dapat dikatakan berzina yakni dan menikah dengan (perempuan)

lain (ay. 9b). Berbeda dengan pernyataan-Nya dalam ayat 6b, sekarang Yesus

menerima perpisahan, yang Ia tolak adalah pernikahan kembali saja. Sebelum

pernikahan baru dilaksanakan, menurut amtius 19:9 sebagaimana juag menurut

markus 10:11 dan Luas 16:18, tidak ada dosa zina. Karena tidak diberi kesempatan

lagi untuk menikah dengan perempuan lain, para suami pasti berhati-hati dalam hal

m126enceraikan istrinya, maka tetap ada maksud untuk melindungi kaum istri dari

kesembronoan dan kesewenang-wenangan suaminya dalam Matius 19:9, tetapi

sekaligus kedua kelonggaran tersebut melestarikan ketidakseimbangan antara ha

126
Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross. Bercerai: Boleh Atau Tidak? Tafsiran Terhadap Teks-teks
Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012). 150.

117
suami dan hak istri dalam pernikahan guna kepentingan kaum laki-laki dalam jemaat

penulis Injil Matius.

Ayat 10 merupakan tanggapan para murid terhadap hubungan suami istri

berkaitan dengan hal izin cerai yang dipercakapkan oleh Yesus dan orang Farisi.

Ulasan murid Yesus sebenarnya mencerminkan pendapat kaum laki-laki tentang

ajaran-Nya dalam jemaat mula-mula. Pandangan Yesus yang lumayan tegas mengenai

ketetapan hubungan suami-istri membawa murid laki-laki pada kesimpulannya bahwa

“tidak bermanfaat untuk menikah”. Dari sudut pandang laki-laki, mereka kehilangan

manfaatdan juga terikat, artinya mereka tidak dapat menggunakan yang dianggap

sebagai haknya secara bebas untuk menceraikan istri dan mengancam dia. “Para

murid Yesus juga tidak dapat membayangkan perkawinan yang tidak disertai sanski

pengusiran”. Mereka dituntut bertanggung jawab untuk mempertahankan perkawinan

mereka. Padahal kaum laki-laki masih diuntungkan dalam ayat 9, tampaknya

perlindungan istri yang dimaksud Yesus sudah terlalu kuat agar pengajaran-Nya itu

disenangi mereka. Ayat ini menunukkan ke127pentingan sendiri sebagai kadar yang

mereka pakai dalam pernikahan dan dengan demikian menunjukkan pula bagaimana

jauhnya praktik laki-laki itu dari standar yang ideal.

Dalam ayat 11, Yesus tidak menentang tafsiran para murid tentang kesulitan

untuk tinggal dalam standar tinggi-Nya dalam pernikahan. Manfaat, yang mereka

harapkan dan mereka cari dalam pernikahan memiliki prasyarat, yaitu ketundukan

istrinya. Yesus tidak peduli akan pernyataan keegoisannya dan kekanak-kanakannya

127
Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross. Bercerai: Boleh Atau Tidak? Tafsiran Terhadap Teks-teks
Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012). 151.

118
yang membawa mereka pada pertimbangan untuk mungkin tidak menikah, tetapi Ia

mengakui bahwa pengklarifikasian perbuatan cerai yang diikuti pernikahan baru

sebagai perzinaan, yang diutarakan-Nya dalam ayat 9, adalah hal yang tidak dapat

dimengerti dan diterima oleh semua laki-laki. Ungkapan perkataan itu dalam ayat 11

merujuk pada pernyataan yang sudah dilakukan, maka tidak menggambarkan

kesulitan untuk memahami ayat 12. Dalam ayat 12, pembicaraan dialihkan pada tema

baru, tetapi tetap ada hubungan erat dengan ayat 1-10. Kemungkinan pada saat itu

terdapat kelompok orang Kristen yang memilih tidak menikah, jelas dari konteks

termasuk para laki-laki yang telah menceraikan istrinya karena alasan selain

perbuatan zina, yang diwajibkan Yesus untuk tidak menikah lagi (ay. 9) dan taat pada

tuntutan itu. 128

Q. Quenell secara berbeda ingin membuktikan bahwa Yesus berbicara tentang

para suami yang pernah menceraikan istrinya karena percabulannya dan yang tetap

tidak menikah (menurutnya, teori ini lebih dahulu sudah disusun dan dikemukakan

oleh J. Dupont). Beberapa penafsir modern menyetujui tafsiran Dupont?Quenell

tersebut. Setahu kami, belum pernah diusulkan pemahaman bahwa kelompok laki-laki

yang “mengebiri diri sendiri karena Kerajaan Surga” termasuk laki-laki yang telah

menceraikan istrinya karena alasan selain perbuatan zina. Tafsiran ini memberi

perhatian pada jalan cerita dan hubungan antara ayat 1-9 dan 10-12 (seperti Dupont/

Quenell), tetapi mempertahankan pengertian tambahan penulis Injil Matius dalam

ayat 9 sebagai klausa pengecualian yang memungkinkan pernikahan baru.

128
Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross. Bercerai: Boleh Atau Tidak? Tafsiran Terhadap Teks-teks
Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012). 151.

119
Penulis Injil Matius tampaknya merasa perlu memberikan penjelasan atau

realitas baru itu. Sida-sida adalah laki-laki yang mampu mengekspresikan

seksualitasnya dalam berbagai cara, hanya prokreasi tidak mungkin lagi untuk

mereka. Oleh karena itu, tema pembuangan atau kehilangan yang disinggung dalam

ayat 12 terutama adalah hidup berkeluarga, bukan pantangan perbuatan seks. Tiga

kelompok orang yang tidak menikah dan tidak berkeluarga disebutkan, dua secara

harfiah dan negatif, kemudian satu secra metaforis dan positif. Tekanan perkataan

Yesus jelas pada rumusan tentang kelompok yang ketiga. Di antara yang harfiah

adalah mereka yang “dilahirkan demikian” (impoten) dan mereka yang tidak menikah

karena “dikebiri oleh orang”, barangkali untuk dapat meraih kedudukan tinggi

tertentu di kerajaan, seperti misalnya sida-sida Etiopia yang disebutkan dalam Kisah

Para Rasul 8:27. Juga ada laki-laki yang “mengebiri dirnya sendiri” karena alasan

agamais. Adat yang demikian jika untuk sementara dipahami secara harfiah juga

berasal dari bagian timur Kekaisaran Romawi dan dapat dibuktikan di Siria dan Asia

Kecil, sedangkan orang Yunani kristis terhadapnya. Semula maksudnya agar dapat

diterima sebagai pelayan bagi dewi kesburan. Namun, dalam konteks kristiani seperti

dalam Matius 19:12, kelompok ketiga adalah mereka yang secara kiasan dikatakan

telah membuat mereka sendiri demikian karena Kerajaan Surga. Kelompok

terkemudian semestinya dimengerti dalam arti laki-laki (sida-sida) yang telah

menolak menikah dan berkeluarga katrena ingin mengutamakan Kerajaan Surga

(selain suami tersebut sesudah perceraiannya, laki-laki seperti Yohanes Pembaptis,

Yesus, dan Paulus). Maksud mengikuti Yesus dapat mengambil prioritas atas

dorongan seksual di dalam diri maupun dorongan masyarakat yang sebagian besar

120
mengerti Kejadian 1:28 sebagai kewajiban untuk menikah dan beranak cucu.

Penderitaan perempuan yang belum melahirkan anak laki-laki dan dianggap mandul,

kewajiban perkawinan ipar dan fenomena poligami, semuanya menyatakan betapa

penting memastikan keturunan menurut kisah-kisah Perjanjian Lama. Keputusan

untuk tidak ber129keluaraga demi kepentingan Kerajaan Surga justru luar biasa karena

langsung menentang baik ideal umat Yahudi tentang kehidupan yang berkenan

kepada Allah maupun ideal masyarakat Romawi. “Yang dapat mengerti hendaklah ia

mengerti” (ay. 12d).

129
Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross. Bercerai: Boleh Atau Tidak? Tafsiran Terhadap Teks-teks
Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012). 153.

121
BAB III

SEJARAH LATAR BELAKANG ISRAEL

Palestina Di Jaman Perunggu Akhir

Palestina adalah tanah yang sederhana dan mempesona. Di ujung selatan-timur

Laut Mediterania, curah hujan Atlantik menghantam gunung-gunung yang cukup

tinggi, hanya di bagian utara (sekitar 1.000 m di Gailea Atas, sekitar 700 m di daerah

tengah) dan menerima curah hujan yang memadai. Palestina hamper seluruhnya

berada di zona semi kering (curah hujan antara 400 dan 20 mm per tahun) dan bagian

selatannya, gurun Negeb dan Sinai, dan bagian pedalamannya, dataran tinggi

Transyordania dan gurun pasir Suriah-Arab, berada di zona sanagt kering (sekitar 100

mm atau kurang). Hanya ada satu sungainya layak disebut, Sungai Yordan, yang

disuplai dari wilayah Lebanon dan Anti-Lebanon, dengan anak-anak sungainya yang

abadi, Yarmuk dan Yabok, atau Wadi Zarqa) diisi dari dataran tinggi timur dan

berakhir di dataran tinggi yang tertutup dan asin cekungan LAut Mati. Oleh karena itu

penanaman diaktifkan bukan dengan irigasi (terlepas dari “oasis” kecil di dekat mata

air), tetapi oleh curah hujan: dan itu tergantung pada hujan yang tidak menentu, diatur

oleh dewa-dewa yang tidak dapat dipahami-terkadang murah ahti dan

menguntungkan, kadang-kadang hukuman. Kontras dengan Negara tetangga Mesir, di

mana air adalah “fakta yang stabil” bukan masalah untuk kecemasan, sangat jelas. 130

Karakteristik topografis dan ekologis, bersama dengan kapasitas teknologi

dunia kuno, sangat menentukan aset geopolitik Palestina selama beberapa milenium.

Pembentukan khas negara kuno selalu dikondisikan oleh hubungan antara faktor

130
Mario Liverani. Israel’s History and the Histoy of Israel. (London: Equinox, 2003). 3.

122
spasial, kepadatan demografis dan potensi produktif. Suatu negara hidup berdasarkan

apa yang diproduksi secara lokal: perdagangan terestrial jarak jauh dapat

menyediakan bahan baku (terutama logam) dan produk-produk mewah yang dapat

diangkut secara ekonomi, tetapi tidak dapat membawa sereal. Karena dasar dari kota-

kota pertama (yaitu permukiman yang populasinya berbeda fungsinya dan dibagi

dalam pendapatan, dengan area 'publik' - kuil, istana, atau keduanya), unit teritorial

dibentuk, secara simultan ekonomi dan politik, terdiri dari kota itu sendiri dan daerah

pedalaman pertanian membentang sekitar 10 km dalam radius, bersama dengan

pinggiran dataran tinggi atau stepa yang cocok untuk transmanusia.131

Menurut Liverani, kampanye besar abad ke-15 telah mempekerjakan hingga

10.000 tentara, tetapi menjadi tidak perlu setelah perjanjian damai dan perkawinan

antara Mesir dan Mitanni sekitar tahun 1420.132 Untuk pemerintahan saat ini, rencana

awal ditetapkan oleh Thutmose III - Firaun yang akhirnya telah menaklukkan

Palestina dan sebagian besar Suriah sekitar 1470-1460 - mencoba membangun kontrol

langsung Mesir yang luas dengan pelabuhan dan lahan pertanian terbaik yang dikelola

langsung oleh Mesir. Tetapi proyek seperti itu sulit untuk direalisasikan dan terlalu

mahal: hasil serupa dapat diperoleh dengan administrasi tidak langsung, dan dengan

demikian kami menemukan situasi Zaman Amarna, yang baru saja dijelaskan.

Kemudian, selama abad ketiga belas, kehadiran orang Mesir menjadi lebih luas,

seperti dibuktikan terutama dalam data arkeologis.

131
Mario Liverani. Israel’s History and the Histoy of Israel. (London: Equinox, 2003).6.
132
Ibid.12.

123
Zaman Perunggu Akhir adalah periode ketegangan sosial-ekonomi yang kuat,

yang disebabkan khususnya oleh proses hutang dalam populasi pedesaan dan oleh

sikap yang cukup keras terhadap masalah raja dan aristokrasi istana ini.133 Kesulitan

ekonomi yang serius menyebabkan petani 'bebas' untuk memperoleh gandum dengan

imbalan janji bahan, terutama tanah, dan kemudian yang pribadi : istri dan anak lelaki

menjadi budak dari kreditor, dalam bentuk perbudakan yang seharusnya bersifat

sementara (dan dengan demikian tidak mengubah status bebas dari subjek yang

terlibat) tetapi pada kenyataannya menjadi permanen karena ketidakmungkinan

membayar hutang. Tahap terakhir, ketika debitor sendiri harus menjadi budak,

menutup siklusnya, karena pemulihan utang sekarang tidak mungkin: dalam banyak

kasus debitor yang putus asa memilih untuk melarikan diri.

Apakah dipengaruhi secara positif atau negatif oleh narasi alkitabiah, para

sarjana modern (arkeolog dan juga sarjana alkitabiah) telah menyarankan teori-teori

yang tegas namun sangat kontras tentang asal-usul Israel. Bahkan ketika dipahami

sebagai satu-satunya fitur dalam krisis transisi besar dari Zaman Perunggu ke Zaman

Besi, kasus Israel terus menerima perhatian khusus dan penjelasan yang lebih rinci.

Proses historis telah direkonstruksi beberapa kali, dan di sini akan cukup untuk

mengingat teori-teori utama yang disarankan selama bertahun-tahun. (1) Teori

penaklukan 'militer', terkonsentrasi dan destruktif, diilhami oleh kisah Alkitab, masih

ditegaskan dalam beberapa kalangan tradisional (terutama di Amerika Serikat dan

Israel), tetapi hari ini dianggap marginal dalam diskusi ilmiah. (2) Gagasan

pendudukan progresif, saat ini tersebar luas dalam dua varian yang lebih

133
Mario Liverani. Israel’s History and the Histoy of Israel. (London: Equinox, 2003).17.

124
komplementer daripada eksklusif satu sama lain: penyelesaian kelompok-kelompok

pastoral sudah ada di daerah tersebut dan penyaringan dari zona pinggiran gurun. (3)

Akhirnya, apa yang disebut teori 'sosiologis' tentang pemberontakan petani, yang

benar-benar memprioritaskan proses pengembangan internal tanpa pengaruh

eksternal; setelah persetujuan awal selama 70-an dan 80-an ini telah kurang diterima

secara luas, kadang-kadang karena alasan politis. Teori-teori yang berbeda biasanya

ditempatkan satu terhadap yang lain, namun semuanya harus dipertimbangkan dalam

menciptakan penjelasan yang multi-faktor, sebagaimana disyaratkan oleh fenomena

sejarah yang kompleks.134

Selama Zaman Perunggu Akhir, padang rumput tandus dan pegunungan

berhutan dibiarkan untuk penggunaan musiman oleh para gembala, yang

mempraktikkan transhumance musiman tipe 'vertikal' di dataran tinggi tengah,

bergerak di antara padang rumput musim panas di dataran tinggi dan padang rumput

musim dingin di dataran; dan tipe 'horizontal' di stepa semi-kering, bergerak di antara

padang rumput musim dingin di padang rumput dan padang rumput musim panas di

lembah budidaya. Interaksi yang terkenal antara pemeliharaan domba dan pertanian

sangat dekat dan ritme transhumance cenderung untuk menghormati kebutuhan

penggunaan lahan pertanian. Petani dan gembala tinggal di desa yang sama, mewakili

unit produktif yang terintegrasi, meskipun tidak sepenuhnya homogen. Tetapi

pengabaian umum atas zona yang kurang disukai itu mau tidak mau menciptakan

marginalisasi tertentu (dari sudut pandang urban) atau otonomi (dari sudut pandang

134
Mario Liverani. Israel’s History and the Histoy of Israel. (London: Equinox, 2003).32.

125
pastoral) dari kelompok-kelompok manusia dan ruang-ruang yang, pada periode

sejarah lain, jauh lebih dekat. terintegrasi.

Alkitab Sebagai Sumber

Israel yang alkitabiah adalah tanah dan bangsa yang dalam banyak hal

tampak akrab bagi kita. Kita tahu apa "Tanah Suci" hari ini: sebuah tempat yang

dianggap suci oleh tiga agama dunia. Banyak dari kita dapat segera mengingat

gambar-gambar Yerusalem modern, dengan kota berdinding kuno di tengah-

tengahnya. Tetapi ketika kita beralih ke Israel yang dijelaskan dalam Alkitab, kita

harus menggunakan imajinasi. Seperti apa rupa tanah ini pada tahun 1200 SM, ketika

orang-orang yang disebut orang Israel pertama kali muncul di lereng bukit bertingkat

dari tanah yang disebut Kanaan? Kita akan menggunakan kisah-kisah alkitabiah dan

artefak arkeologis untuk memberi kita jendela kehidupan di zaman kuno ini.

Tanpa pertanyaan menurut Cynthia 135, Alkitab adalah perpustakaan yang

sangat berharga atau arsip kuno. Di dalamnya, kita menemukan cerita favorit Israel

kuno, sejarah resmi dan populer, puisi, doa, dan hukum. Alkitab juga merupakan

tempat di mana kita dapat menguping debat politik dan agama kuno. Meskipun

Alkitab adalah arsip berharga dari bahan-bahan historis, itu tidak obyektif atau

komprehensif. Itu tidak ditulis sebagai etnografi. Sebaliknya, orang Israel kuno

menyimpan cerita, hukum, dan sejarah tertentu karena mereka menganggapnya layak

untuk diteruskan ke generasi berikutnya. Banyak kisah yang berfokus pada para

pahlawan, pria dan wanita luar biasa yang mengalami pertemuan ajaib dengan Allah

Israel. Kisah Elia, seorang pahlawan alkitabiah dari kitab 1 dan 2 Raja-Raja,

135
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 4

126
mengilustrasikan bagaimana Alkitab dapat membantu kita mempelajari seperti apa

kehidupan di Israel kuno. Elia adalah seorang nabi Israel, dan beberapa peristiwa

dalam hidupnya memiliki kualitas yang legendaris dan ajaib. Misalnya, dia tidak mati

tetapi diangkat ke surga dalam kereta api. Elia sama sekali bukan "khas Israel kuno,"

dan ini ajaib kejadian menunjukkan bahwa kisahnya tidak akan membantu dalam

mengungkap kehidupan orang Israel kuno.

Tetapi kemudian kita membaca tentang perjumpaannya dengan seorang

wanita bernama janda Sarfat (1 Raja-raja 17: 8–24). Elia pergi ke Sarfat, sebuah kota

di pantai utara Punisia, karena Tuhan telah memberitahunya bahwa di tengah

kelaparan, dia telah memerintahkan seorang janda di sana untuk memberi makan nabi.

Ajaibnya, pasokan makanan janda tidak habis selama masa paceklik. Kemudian, putra

janda itu jatuh sakit parah, tetapi Elia membangkitkan anak itu. Di permukaan, ini

adalah kisah Elia yang lain sebagai pekerja mukjizat. Itu melayani tujuan teologis

untuk memanggil orang Israel untuk melayani satu-satunya Allah yang hidup, yang

dapat melakukan mukjizat dan mempertahankan kehidupan. Tetapi di tengah

mukjizat-mukjizat ini, kisah tersebut secara tidak sengaja menceritakan beberapa

perincian tentang kehidupan sehari-hari seorang janda miskin, yang masing-masing

menemukan konfirmasi berulang dalam catatan arkeologis Israel kuno. Seraya kita

terus membuka Alkitab sebagai sumber kehidupan di Israel yang alkitabiah, kita akan

mencari detail-detail kecil dan pertemuan sehari-hari yang membantu kita

membayangkan seperti apa kehidupan di negeri kuno ini. 136

136
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 5.

127
Mendefinisikan "Israel". Ketika kita berbicara tentang Israel kuno, kita

cenderung menganggapnya sebagai entitas tetap, sesuatu yang secara jelas

didefinisikan dalam hal geografi dan budaya. Tetapi definisi "Israel" berubah dengan

setiap periode sejarah yang akan kita pelajari dalam tesis ini. Pada peta, kita

menemukan Israel kuno yang terletak di dekat pantai Mediterania di sisi barat Sabit

Subur. Sebuah perjalanan melalui wilayah ini akan dimulai di Sungai Eufrat,

perjalanan ke utara ke Turki modern dan melintasi kerajaan Het dan Hurri kuno,

bergeser ke selatan di dekat Aram dan Damaskus di Suriah modern, dan berakhir di

tanah Kanaan, tempat Israel pertama kali muncul sebagai orang dan bangsa sekitar

1200 SM. Pada tahap paling awal ini, Israel terletak di dataran tinggi tengah, tepat di

sebelah barat Sungai Yordan. Beberapa perjalanan Alkitab dipetakan di sepanjang

Bulan Sabit Subur, termasuk Abraham, leluhur pendiri bangsa Israel. Kekuatan utama

di wilayah ini termasuk Mesir di barat daya, Mesopotamia di timur, dan kerajaan Het

di utara.

Sejarah utama yang diceritakan dalam Alkitab dimulai sekitar tahun 1400

SM. dan meluas melalui sekitar 400 SM, dari asal-usul Israel yang diingat dalam

leluhur pendiri melalui kemunculannya sebagai sebuah bangsa dan sebuah kerajaan.

Ini berlanjut dengan mencatat pengalaman Israel dan, kemudian, pengalaman

penaklukan dan deportasi Yehuda di tangan Asyur dan kemudian Babel dan,

akhirnya, untuk dibangun kembali sebagai sebuah bangsa selama Kekaisaran Persia.
137

137
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 7.

128
Arti kata "Israel" bergeser dari waktu ke waktu dalam Alkitab untuk merujuk

pada seseorang, bangsa, monarki bersatu, monarki yang terpecah, sisa, dan Israel yang

dipulihkan. Kisah Yakub bergulat dengan seorang malaikat adalah pertemuan pertama

kita dengan kata "Israel" dalam Alkitab (Kej 32: 24-32), di mana itu jelas menunjuk

pada seseorang. (Kronologi alkitabiah Israel dimulai di sini, sekitar tahun 1400 SM).

Malaikat berkata kepada Yakub: “Namamu tidak akan lagi disebut Yakub, tetapi

Israel, karena kamu telah berjuang dengan Allah dan dengan manusia dan telah

menang.” Patriark Yakub memiliki dua belas putra, yang keturunannya menjadi

"bangsa Israel" dalam kitab Yosua dan Hakim (sekitar 1200 SM). Dalam kitab 1

Samuel, "Israel" adalah nama monarki bersatu yang dipimpin oleh Raja Daud dan

putranya Salomo. Di sini, "Israel" menunjuk sebuah kerajaan yang terdiri dari dua

belas suku (c. 1000–950 SM). Setelah hanya 75 tahun, kerajaan bersatu terpecah (1-2

Raja). Sebuah pemberontakan di dalam dua belas suku menghasilkan perpecahan, dan

"Israel" menjadi sebutan bagi sepuluh utara 8 Kuliah 1: Israel Alkitabiah — Kisah

sebuah bangsa suku; "Yehuda" adalah sebutan untuk satu suku di selatan. "Israel"

selama masa monarki yang terbagi ini masih merupakan kerajaan, tetapi itu adalah

kerajaan yang lebih kecil (950–586 SM). 138

Kerajaan utara Israel jatuh ke Asyur pada tahun 722 SM, dan kerajaan

selatan Yehuda jatuh ke Babilonia pada tahun 586 SM. Yehuda sendiri terus eksis

sebagai umat di pengasingan. Sebagai satu-satunya sisa dari dua belas suku asli Israel

(722, 586-538 SM), Yehuda menjadi pemegang ingatan bagi Israel. Dengan bertahan

138
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 8.

129
sebagai suatu bangsa, Yehuda memenangkan hak untuk menceritakan kisah Israel,

dan dalam kisah itu, Yehuda memandang dirinya sebagai ”sisa Israel.” Setelah

kembali ke tanah air mereka (mulai tahun 538 hingga 400 SM). , orang-orang

buangan dari Babilonia membawa serta sebuah buku, beberapa bentuk Taurat. Di

dalamnya, mereka menyimpan kisah dan kenangan leluhur mereka yang eponim,

Yakub. Orang-orang buangan yang kembali ini melihat diri mereka sebagai Israel

Baru dan Rumah Yakub. Seperti leluhur mereka, mereka merasa bahwa di

pengasingan, mereka juga telah bergulat dengan dewa mereka dan telah pergi baik

yang ditandai dan diberkati secara permanen. Dalam setiap periode yang dijelaskan

dalam Alkitab, Israel adalah yang paling penting. Itu adalah orang yang dipilih,

bangsa, kerajaan, dan sisa-sisa Israel.

Pengasingan di Babel

Mazmur 137 menggambarkan periode yang dikenal sebagai Pengasingan

Babilonia, yang dimulai pada tahun 597 tetapi paling umum berasal dari tahun 586

SM, ketika Babilonia menaklukkan Yerusalem dan Yehuda dan mendeportasi banyak

penduduk. Setelah kekalahan dan krisis nasional inilah banyak buku Alkitab disusun,

diedit, dan dibentuk menjadi perpustakaan. Pemilihan cerita tampaknya dirancang

untuk menanggapi realitas realitas sebagai orang buangan. 139 Alkitab

menggambarkan peristiwa penaklukan yang sebenarnya dalam teks singkat yang

mengejutkan dalam 2 Raja-raja 25: 8-12. Selama masa pemerintahan Raja Zedekia

139
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 12.

130
dari Yehuda, Nebukadnezar, raja Babel, datang ke Yerusalem dan "membakar rumah

Tuhan, dan rumah raja dan semua rumah di Yerusalem; ... dia menghancurkan

tembok-tembok di sekitar Yerusalem. ”Selain dari sebuah kelompok yang

digambarkan sebagai“ yang termiskin di negeri itu, ”semua orang—“ orang banyak

lainnya ”—dia dibawa ke pengasingan.

Meskipun Alkitab tidak memberi kita banyak detail mengenai pengalaman

individu orang Yehuda yang dideportasi, kita dapat membuat beberapa generalisasi

berdasarkan apa yang kita ketahui sebagai praktik militer Babilonia pada periode ini.

Orang Yudea di semua lapisan masyarakat mungkin terpaksa menyaksikan karena

anggota keluarga mereka terbunuh, seperti halnya dengan Raja Zedekia. Mereka akan

melihat rumah mereka terbakar dan situs-situs suci mereka dijarah. Puluhan ribu

orang Yehuda mungkin dibawa ke pengasingan. Mereka akan melakukan perjalanan

dari Yerusalem ke utara ke Suriah, ke timur melintasi Turki selatan, dan akhirnya, ke

selatan di sepanjang Sungai Efrat ke tempat yang sebelumnya bernama Babylonia

(Irak modern), yang berjarak 800 hingga 900 mil. Karena grup tersebut termasuk

wanita, anak-anak, dan orang tua, perjalanannya akan lama dan lambat, dan

kemungkinan banyak orang meninggal di sepanjang jalan. 140

Begitu orang-orang buangan Yehuda tiba di Babilonia, tahap transisi baru

akan dimulai. Mereka akan menemukan diri mereka di tanah yang sangat berbeda dari

mereka sendiri, dikelilingi oleh orang-orang yang berbicara bahasa asing dan

menyembah dewa-dewa asing. Banyak dari apa yang pada akhirnya tersimpan dalam

140
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 13.

131
Alkitab berbicara dalam beberapa hal tentang kehilangan dan pemindahan yang

mengerikan yang dialami orang-orang Yehuda selama periode pengasingan.

Mazmur 137 mungkin ditulis selama Pengasingan Babel dan menawarkan

salah satu dari sedikit deskripsi yang kita miliki tentang kehidupan di pengasingan.

Dalam mazmur, para tawanan bertanya, "Bagaimana kita bisa menyanyikan lagu

Tuhan di negeri asing?" Mereka memiliki perasaan bahwa bernyanyi memuji Allah

mereka membutuhkan kehadiran fisik atau setidaknya memuji dan menyembah di

Bait Suci. Dalam ayat 5 dan 6, referensi ke tangan kanan layu dan lidah membelah

atap mulut berhubungan dengan menyanyi dan bermain harpa. Jika para tawanan

melupakan Yerusalem, mereka tidak akan pernah bernyanyi atau memainkan harpa

lagi. Dalam ayat 7, ada pergeseran tajam dalam bahasa mazmur dari nostalgia dan

ratapan ke kemarahan dan seruan untuk balas dendam. Orang-orang Yudea secara

khusus menyerukan balas dendam terhadap orang-orang Edom, yang bersukacita

karena kejatuhan Yerusalem, dan Babel, sang "penghancur" Kedua bagian mazmur

menekankan ingatan. Orang Yudea memanggil diri mereka sendiri untuk mengingat

tanah air dan ibu kota mereka. Di sini, ingatan dipenuhi dengan kerinduan nostalgia

dan keyakinan untuk bertahan. Mereka juga memanggil tuhan mereka untuk

mengingat siapa yang melakukan kesalahan pada mereka. Ingatan ini dipenuhi dengan

kemarahan dan keinginan untuk membalas dendam. 141

141
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 14.

132
Narasi Leluhur Dalam Kitab Kejadian

Taurat menceritakan sejarah sekitar 3.000 tahun, dari penciptaan alam

semesta hingga kedatangan orang Israel di tepi Sungai Yordan, di mana mereka

bersiap untuk menyeberang dan mengambil Tanah Perjanjian Kanaan. Periode lain

diperlakukan dengan sangat rinci. Perubahan dalam langkah cerita ini menunjukkan

periode sejarah mana dan cerita mana yang paling berbobot budaya. Kisah Musa

mendominasi empat dari lima buku dalam Taurat, dan di dalam kisah itu, episode

Musa yang menerima hukum dari Allah di Gunung Sinai adalah pusatnya. Yang

kedua setelah Musa adalah kisah keluarga Abraham, Ishak, dan Yakub. Sejarah

leluhur ini menempati sebagian besar buku dari Kejadian.

Dalam Kejadian 12, Allah Israel, karena alasan yang tidak disebutkan,

memilih satu orang, Abram (berganti nama menjadi Abraham), untuk memberkati

dengan cara yang istimewa. Dia meminta Abraham untuk meninggalkan tanah

kelahirannya di Mesopotamia dan pindah ke Tanah Perjanjian di Kanaan, tempat dia

akan menjadi "bangsa besar" yang diberkati oleh Allah. Allah Israel berulang kali

menyatakan dirinya kepada Abraham dan kepada keturunannya, Ishak dan Yakub,

dan membentuk hubungan perjanjian dengan mereka. Allah meminta Abraham untuk

"berjalan di hadapanku dan menjadi orang benar." Sebagai imbalannya, Abraham

menerima janji Allah bahwa ia akan menjadi bapa dari "banyak bangsa," dan ia

diberikan tanah abadi di Kanaan. Sebagai tanda perjanjian itu, Abraham diminta

untuk menyunat dirinya sendiri dan keturunan prianya. 142

142
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 22.

133
Sisa kitab Kejadian menceritakan sejarah Abraham, Ishak, Yakub, dan

Yusuf — empat generasi. Kita sering menyebut tiga lelaki pertama sebagai "leluhur."

Masing-masing mengalami kunjungan ilahi, di mana ketentuan-ketentuan perjanjian

Abraham diulangi. Pada saat yang sama, masing-masing pria ini menghadapi

tantangan serius yang tampaknya membuat janji-janji tanah, keturunan, berkat, dan

bangsa-bangsa besar menjadi tidak berguna. Abraham, misalnya, harus menunggu 25

tahun sejak pertama kali dia diberitahu bahwa dia akan menjadi ayah dari sebuah

negara besar hingga kelahiran putra yang telah dijanjikan Tuhan kepadanya. Para

leluhur juga menghadapi ancaman terhadap kehidupan mereka, seringkali datang dari

Tuhan sendiri.

Beberapa tema yang berulang dari narasi patriarkal berbicara dengan realitas

pengasingan mereka yang menyimpan cerita-cerita ini. Tema-tema ini termasuk

kehadiran dan kekuatan Allah Israel, yang melampaui batas-batas nasional; hubungan

perjanjian antara keturunan Abraham dan Allah Israel; sifat kekal dari hubungan

perjanjian; dan hadiah Tanah Perjanjian sebagai warisan abadi. Kisah-kisah itu juga

mengakui ketegangan yang dialami oleh orang-orang buangan: para istri yang tidak

dapat hamil, anak-anak yang hidupnya terancam, tanah yang rawan kelaparan dan

perang.

Yakub Bapa Israel

Nama Israel sendiri diterapkan pada keluarga langsung Yakub dalam Kej

34: 7. 143 Sebelum pemisahan suku-suku Utara dan sekali lagi setelah pemulihan

143
Dickson Kwesi. The History And Religion Of Israel. (London: Longman and Todd, 1969). 16.

134
orang-orang dari kerajaan Selatan, Israel menunjuk seluruh umat Allah. Selama

periode keberadaan kerajaan Utara, Israel menandakan kerajaan itu bertentangan

dengan kerajaan Selatan yang disebut Yehuda. Pada masa postexilic, Israel kadang-

kadang digunakan untuk menunjuk umat awam berbeda dengan para imam, Ordo

Lewi dan hamba bait suci (I Taw 9: 2; Ezr 6:16, Neh 11: 3). Seperti yang digunakan

oleh rasul Paulus, istilah ini lebih kompleks. Ini mungkin menandakan orang-orang

pilihan dispensasi baru, "Israel milik Allah" (Gal 6:19), orang Yahudi yang belum

bertobat, "Israel menurut daging" (I Kor 10:18).

Ada dua tradisi berbeda di Israel mengenai asal usul namanya. Tradisi-

tradisi ini kuno karena telah terkandung dalam Hosea 12: 4-5. Menurut salah satu

catatan (Kej. 32: 22-31), nama Israel dianugerahkan kepada Yakub di pniel dekat

Timur Sungai Yordan. Menurut kisah yang lain (Kejadian 35: 9-15), Tuhan

mengubah nama patriark dari Yakub menjadi Israel setelah dia meninggalkan penuel

dan kembali ke Betel. Akun pertama memberanikan diri etimologi rakyat dan berani

antropomorfik. Ini juga menggambarkan Yakub bergulat dengan Tuhan atau Malaikat

Tuhan dan menekankan kemenangan patriark, 144 sedangkan catatan kedua tidak

menawarkan dugaan tentang asal-usul atau makna nama. Dari sudut pandang

etimologi, derivasi aktual dan makna Israel (yistel) masih belum pasti hingga saat ini.

Namun, diyakini bahwa itu adalah theoforik, kata benda yang tepat "el" (Tuhan),

seperti dalam El-lohim, El-shadah. Jika komponen verbal adalah root "Sry", nama

"Israel" berarti "Tuhan, berpendapat". Tetapi jika akar terkait adalah "Srr" atau thn

(keduanya terjadi dalam bahasa Arab tetapi dalam nama Ibrani, nama Israel "akan

144
Dickson Kwesi. The History And Religion Of Israel. (London: Longman and Todd, 1969). 16

135
berarti" Tuhan tempat ibadah "atau" Tuhan menyembuhkan "" Israel adalah dari

masing-masing.

Karena Israel telah dipilih oleh Allah, tanggung jawab utama mereka adalah

setia pada tuntutan. Antara Tuhan dan Israel, ada persekutuan hidup dan aktivitas.

Allah berjanji bahwa ia tidak akan kembali dari tujuan-Nya dan tidak akan

mengecewakan umat-Nya. Dia akan konstan dalam kebaikan-Nya dan akan menjaga

kebenaran. Dia akan jujur pada dirinya sendiri. Umat-Nya, di pihak mereka, harus

tetap setia. “Dan itu akan menjadi kebenaran kita jika kita mematuhi semua perintah

ini di hadapan Tuhan, Allah kita, seperti yang Dia perintahkan kepada kita” (Ul 6:25).

Jika Israel tetap setia dalam pelayanan Tuhan; mereka akan diberkati oleh kesuksesan

dan kemakmuran. Jika Anda mendengarkan penghakiman ini dan menjaga serta

melakukannya, Tuhan, Allahmu, akan menaati perjanjian dan belas kasihan yang

telah Ia sumpah kepada ayahmu; dan Dia akan mencintaimu, dan memberkatimu

melipatgandakanmu; juga memberkati buah rahimmu dan buah tanahmu, jagungmu

dan menang serta minyakmu, pertambahan kerabatmu dan kawanan domba-

dombamu, di tanah yang Dia bersumpah kepada leluhurmu untuk memberikanmu

”(Ul 7) : 12f). Janji ini harus dijaga dengan setia oleh keturunan Israel dari generasi ke

generasi sebagai umat yang dipilih oleh Allah untuk memenuhi rencana ilahi-Nya.

Seperti orang buangan, Yakub menjalani sebagian besar kehidupan

dewasanya di Mesopotamia, diasingkan dari keluarganya. Saat berada di pengasingan,

Yakub menanam akar; dia menikahi empat wanita dan menjadi ayah dari dua belas

136
putra dan putri. 145 Di antara dua belas putra Yakub adalah seorang pria bernama

Yehuda, leluhur suku mereka yang berada di pengasingan. Israel kuno memahami

dirinya sendiri melalui bahasa keluarga dan mengorganisasi dunia menjadi pohon

keluarga. Kisah keluarga Yakub memberikan dasar bagi bagaimana Israel kuno

memahami dirinya secara sosial dan politik sebagai aliansi dua belas suku.

Yakub dan saudara kembarnya, Esau, dilahirkan untuk Ishak dan Ribka setelah masa

kemandulan. Keduanya adalah saingan dari rahim. Sepanjang masa kanak-kanak dan

dewasa awal dari orang-orang ini, Yakub membuktikan dirinya sebagai pendaki yang

pintar dan tidak bermoral, yang menggantikan kakak lelakinya sebagai pewaris. Dia

mengelabui Esau yang tidak punya akal dari hak kesulungannya dan, dengan bantuan

ibunya, menipu ayahnya, Ishak, agar memberinya berkat dari anak sulung yang

dimaksudkan untuk Esau.

Karena perselisihan keluarga di antara si kembar, Yakub akhirnya dipaksa

untuk melarikan diri dari saudaranya dan melakukan perjalanan ke Haran di

Mesopotamia, di mana ia menemukan perlindungan dengan saudara lelakinya, Laban.

Sementara di sana, Yakub menikahi kedua anak perempuan Laban, pertama Lea, yang

lebih tua, dan kemudian Rahel, yang lebih muda. Rahel adalah istri yang cantik dan

dicintai, dan Lea memiliki "mata lemah" dan merupakan istri yang tidak dikasihi.

Tapi Lea sangat subur sementara Rahel mandul. Pemahaman orang Israel kuno

tentang kesuburan adalah Allah berperan dalam membuka dan menutup Rahim

sehingga dapat mencegah atau menjadikan pembuahan. 146

145
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 23.
146
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 23.

137
Skenario pernikahan ganda ini terjadi dalam semacam perang melahirkan

yang terjadi di antara saudara-saudari saingan. Pertama, Lea melahirkan empat putra.

Rahel menawarkan pelayannya, Bilha, sebagai istri bagi Yakub, dan Bilha melahirkan

dua putra lagi. Leah kemudian menawarkan pelayannya, Zilpa, kepada Yakub; dia

mengandung dua putra. Lea melahirkan dua putra dan satu putri lagi. Akhirnya, Rahel

melahirkan dua putra. Dengan cara ini, keluarga Yakub terdiri dari dua istri utama dan

dua istri gundik yang di dapat dari masing-masing istrinya. Setiap istri berusaha untuk

mengamankan dan bahkan meningkatkan statusnya di rumah suaminya dengan

melahirkan anak.

Leluhur Ibrani adalah dua belas putra Yakub yang mewakili kedua belas

suku Israel. Kedua belas putra ini adalah: Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Dan,

Naftali, Gad, Asyer, Isakhar, Zebulon, Yusuf dan Benyamin (Kej 29: 32-30: 24;

35:18). Lewi, meskipun salah satu dari dua belas putra Israel biasanya dihilangkan

dari bagian Alkitab yang menyebutkan suku-suku Israel. Keturunan Lewi ditahbiskan

sebagai imam bagi Allah dan bertanggung jawab atas pelayanan tabernakel di padang

belantara dan kemudian dengan bait suci di Yerusalem. Alih-alih menerima tanah

sebagai warisan di Palestina, orang-orang Lewi menerima persepuluhan dan

persembahan dari anak-anak Israel (Bilangan 18; Duet, 18 dll). Meskipun Yusuf juga

salah seorang putra Yakub, namanya juga biasanya dihilangkan dari daftar suku-suku

Israel. Ini karena kedua putra Yusuf, Efraim dan Manasye, diadopsi oleh Yakub

menggantikan Yusuf (Kej 48). Yakub, yang namanya diganti menjadi Israel, memiliki

138
dua istri dan dua selir yang dengannya dia memiliki dua belas putra dan seorang putri.

Kedua belas putra ini kemudian menjadi leluhur suku-suku Israel. 147

Putra-putra yang lahir dari keempat wanita ini tidak dianggap sama, tidak

dalam kisah keluarga dan tidak dalam kisah nasional yang tumbuh dari keluarga ini.

Putra sulung berdiri untuk mewarisi bagian ganda dari harta ayah mereka. Di rumah

Yakub, putra sulungnya adalah Ruben, tetapi Yusuf, putra sulung Rahel, yang

mewarisi janji-janji perjanjian Abraham, Ishak, dan Yakub. Ketika Yakub akhirnya

kembali ke Kanaan, itu berada di bawah bimbingan dan atas permintaan Allah Israel.

Sebelum mencapai Kanaan, Yakub berkemah di sisi timur sungai Yordan,

menghabiskan malam sendirian. Di sinilah ia bergulat dengan "manusia" misterius

dan dinamai "Israel." Identitas pegulat tengah malam tetap tidak jelas. Dia menolak

untuk memberikan namanya kepada Yakub, dan meskipun dia disebut sebagai

seorang pria, Yakub akhirnya menyimpulkan bahwa dia telah bergulat dengan Tuhan.

Dia menyebutkan tempat pertemuan ini dengan Pniel, yang berarti “wajah Tuhan,”

karena dia berkata, “Aku telah melihat Tuhan secara langsung, namun hidupku tetap

terpelihara.”148

Jadi, proses yang melaluinya Yakub menjadi "Israel" adalah proses yang

panjang dan sulit. Ini melibatkan pelarian, pengasingan, dan kerja keras. Itu juga

melibatkan pemenuhan salah satu janji patriarkal ketika dia "menjadi bangsa yang

besar" melalui kelahiran kedua belas putranya. Sekarang setelah dia menjadi "Israel,"

dia menyeberangi sungai Yordan, kembali ke tanah Kanaan, tempat di mana dia telah

147
Dickson Kwesi. The History And Religion Of Israel. (London: Longman and Todd, 1969). 22.
148
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 24.

139
dijanjikan tanah abadi. Nama Israel menyiratkan nama Alkitab umat Allah dan

leluhur anonimnya yang juga disebut Yakub. Alkitab menegaskan bahwa nama Israel

dianugerahkan kepada bapa leluhur Yakub oleh Allah. Namun ada beberapa catatan

tentang pengaruhnya terhadapnya dan berbagai teori tentang maknanya. Selain itu,

digunakan untuk menunjuk Patriark, nama "Israel" lebih sering digunakan sebagai

gelar kolektif untuk darah atau keturunan spiritualnya, "anak-anak Israel" atau

"Rumah Tuhan." Nama "Israel" juga digunakan sebagai pengganti belaka untuk nama

pribadi Yakub. Ini sering digunakan sebagai suku Israel. Jadi, dalam Kel. 1: 1 nama

"Israel" sering dalam frasa "putra atau anak-anak Israel (b 'yisrael), yang digunakan

untuk putra langsung Yakub. Ini digunakan bersama dengan istilah-istilah seperti

"benih Israel, bani Israel, dan majelis Israel untuk menggambarkan keturunan

Yakub.149

Dari sudut pandang orang yang diasingkan dari tanah mereka, yang tinggal

di Mesopotamia, kisah Yakub akan menjadi kisah yang kuat.penebusan. Suku

Yehuda, yang berakhir di pengasingan di Babilonia, juga akan bertahan dengan kerja

keras. Mereka akan mengambil istri dan membangun keluarga, mengisi kembali diri

mereka menjadi sesuatu yang mirip Yakub mengalami ancaman ilahi terhadap

hidupnya ketika ia bergulat dengan Allah sepanjang malam, nyaris tidak selamat.

"Sebuah bangsa yang hebat." Banyak juga akan membangun kekayaan di tanah

tempat mereka diasingkan. Dan ketika mereka kembali ke tanah Yehuda selama

periode Persia, mereka kembali bukan sebagai Yehuda tetapi seperti seluruh Israel.

149
Dickson Kwesi. The History And Religion Of Israel. (London: Longman and Todd, 1969). 17.

140
Mereka juga diganti namanya sebelum menyeberangi sungai Yordan kembali ke

Tanah Perjanjian.

Nama Israel sendiri diterapkan pada keluarga langsung Yakub dalam Kej

34: 7. Sebelum pemisahan suku-suku Utara dan sekali lagi setelah pemulihan orang-

orang dari kerajaan Selatan, Israel menunjuk seluruh umat Allah. Selama periode

keberadaan kerajaan Utara, Israel menandakan kerajaan itu bertentangan dengan

kerajaan Selatan yang disebut Yehuda. Pada masa postexilic, Israel kadang-kadang

digunakan untuk menunjuk umat awam berbeda dengan para imam, Ordo Lewi dan

hamba bait suci (I Taw 9: 2; Ezr 6:16, Neh 11: 3). Seperti yang digunakan oleh St

Paul, istilah ini lebih kompleks. Ini mungkin menandakan orang-orang pilihan

dispensasi baru, "Israel milik Allah" (Gal 6:19), orang Yahudi yang belum bertobat,

"Israel menurut daging" (I Kor 10:18).

Musa Pahlawan Hukum Taurat

Dalam kisah Musa, yang menghabiskan hidupnya di Mesir, kita melihat

pengulangan pola yang dibuat dengan para leluhur yang tinggal di luar Tanah

Perjanjian. Namun, kami merasakan pergerakan geografis dalam kisah Musa, dari

penyelamatan orang Israel yang diperbudak di Mesir, 150 hingga penyeberangan hutan

belantara gurun, hingga kedatangan di tepi Sungai Yordan. Sekali lagi, kita harus

membayangkan orang-orang Yehuda yang diasingkan menceritakan kisah ini kepada

anak-anak mereka dan melestarikannya secara tertulis. Kisah Musa dan penyelamatan

ilahi dari orang-orang yang diperbudak tidak hanya akan membangun rasa identitas di

150
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 27.

141
antara orang-orang buangan, tetapi juga akan menghasilkan harapan bagi komunitas

yang dipulihkan di Tanah Perjanjian.

Bab penutup dari Kejadian dan bab pembukaan dari Keluaran menjembatani

dua kisah asal-usul Taurat — kisah leluhur dan kisah Musa — secara geneologis dan

religius. Kisah Yusuf, putra Yakub, menempatkan Yusuf di Mesir, di mana ia naik ke

posisi kekuasaan di istana Firaun. Selama masa paceklik, keluarga Yusuf bermukim

kembali di Mesir, di mana Yusuf mengamankan kelangsungan hidup mereka dengan

mendistribusikan gandum dari gudang-gudang Firaun. Kejadian berakhir dengan

kematian Yusuf dan janji kematiannya kepada saudara-saudaranya: "Allah akan

mengunjungi kamu, dan membawa kamu keluar dari tanah ini ke tanah yang dia

bersumpah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub" (Kej. 50: 24). Kitab Keluaran dibuka

dengan keturunan dari keluarga Yakub yang berbuah ke titik bahwa "tanah itu penuh

dengan mereka." Dan seorang firaun muncul di Mesir "yang tidak mengenal Yusuf";

karena takut pada banyak orang ini, firaun memperbudak mereka. Dengan cara ini,

keturunan Yakub terhubung secara genealogis dengan kelompok yang disebut "orang

Ibrani," yang diperbudak di Mesir. 151

Keluaran 3 memberi kita kisah tentang panggilan Musa. Di sini, Allah Israel

muncul kepada Musa di semak yang terbakar. Allah di semak yang terbakar

mengidentifikasi dirinya dengan cara yang secara langsung menghubungkannya

dengan kisah-kisah para leluhur yang ditemukan dalam Kejadian: "Aku adalah Allah

ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub ”(Kel. 3: 6). Dia memanggil

Musa untuk mengumumkan kepada Firaun bahwa dia akan membawa orang Israel

151
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 27.

142
keluar dari perbudakan di Mesir dan ke Tanah Perjanjian ayah mereka. Setelah

banyak perlawanan, Musa setuju, tetapi dia ingin tahu nama Allah ini. Allah semak

yang terbakar menjawab, "Aku adalah siapa Aku." Ketika Musa kemudian pergi ke

budak Ibrani dan memberi tahu mereka nama Allah yang mengirimnya, dia mengganti

nama itu dengan orang ketiga, mengatakan, "'Dia adalah siapa Dia 'mengutusku.' Dari

bentuk kalimat orang ketiga inilah kita mendapatkan nama pribadi Allah Israel,

Yahweh.

Berikut ini adalah kisah tentang Keluaran dan penerimaan hukum di Gunung

Sinai; dua peristiwa ini juga merupakan kisah kelahiran bangsa Israel. Pada awal

Keluaran, protagonis adalah budak Ibrani yang ditindas oleh firaun Mesir. Kemudian,

dewa Israel menyelamatkan mereka. Dia membawa mereka ke Gunung Sinai dan

mengikat mereka untuk dirinya sendiri dalam sebuah perjanjian. Pada akhir Taurat,

budak-budak Ibrani ini telah muncul sebagai bangsa Israel, siap memasuki tanah yang

dijanjikan kepada leluhur mereka. Semua ini terjadi di bawah yang ditunjuk oleh

Allah sebagai pemimpin yaitu Musa. 152

Setelah panggilan dari semak yang terbakar, Musa pergi ke Firaun untuk

menuntut pembebasan bangsanya, budak-budak Ibrani. Ketika Firaun menolak, Tuhan

mengirim sepuluh tulah. Tulah terakhir, pembunuhan anak sulung di setiap rumah

tangga di Mesir, menyebabkan Firaun mengalah. Tetapi dia tidak lagi membiarkan

orang Ibrani pergi maka dia memutuskan untuk mengejar mereka. Dalam pengejaran

ini, Allah Israel membelah Laut Reed (dikenal secara alkitabiah sebagai "Laut

152
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 28.

143
Merah"), memungkinkan orang Ibrani menyeberang di tanah kering. Ketika mereka

mencapai sisi lain, air kembali, menenggelamkan pasukan pengejar Firaun.

Ketika pasukan Tuhan keluar dari tanah Mesir, pembebasan harus

diselesaikan, hanya setelah menyeberangi Laut Merah (Kel 7:41). Penyeberangan

"lautan alang-alang" adalah untuk menempatkan anak-anak Israel akhirnya di luar

dominasi Mesir. Setelah kebingungan pertama mereka, orang Mesir menyatukan diri,

dan bergegas mengejar orang Ibrani, tetapi tepat ketika situasi mereka menjadi kritis,

Allah campur tangan untuk menyelamatkan umat-Nya. Ketika Firaun mendekat:

Orang-orang Israel berseru kepada Tuhan ... Kemudian Musa mengulurkan tangannya

di atas laut dan Tuhan mendorong laut kembali oleh angin timur yang kuat sepanjang

malam, dan membuat laut mengeringkan daratan, dan air itu terbagi. Dan orang-orang

Israel pergi ke tengah laut di tanah kering, air menjadi tembok bagi mereka di tangan

kanan dan di sebelah kiri mereka. Orang-orang Mesir mengejar dan masuk setelah

mereka, dengan semua kuda, kereta, dan penunggang kuda Firaun. Dan di pagi hari

menyaksikan Tuhan di tiang api dan awan memandang rendah tentara Mesir, dan

mengacaukan tentara Mesir, membawa roda kereta mereka sehingga mereka melaju

dengan kencang. Kemudian Tuhan berfirman kepada Musa, “Ulurkan tanganmu di

atas laut, supaya air dapat kembali menimpa orang Mesir, atas kereta mereka dan atas

penunggang kuda mereka”. Maka Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan laut

kembali ke alirannya yang biasa ketika pagi hari muncul, dan orang-orang Mesir

melarikan diri ke dalamnya, dan Tuhan mengusir orang-orang Mesir di tengah-tengah

laut ... tidak sebanyak salah satu dari mereka tetap. Karena itu, Tuhan menyelamatkan

Israel pada hari itu dari tangan orang Mesir dan Israel melihat pekerjaan besar yang

144
dilakukan Tuhan terhadap orang Mesir dan mereka percaya kepada Tuhan dan

hamba-Nya Musa (Kel 14: 10-31). Pada dasarnya, ceritanya adalah tentang bantuan

ilahi yang diberikan kepada orang Israel pada saat kritis ketika Keluaran mereka pasti

akan menjadi bencana. Tampaknya Tuhan memanfaatkan sebab-sebab alami (angin

timur bertiup sepanjang malam). 153

Pembebasan dari perbudakan ini disebut secara alkitabiah sebagai

"Keluaran." Kami tidak memiliki sumber-sumber ekstra alkitabiah yang

mengkonfirmasi historisitas cerita ini, meskipun memiliki catatan sejarah yang agak

rinci dari pengadilan firaun Mesir. Namun, yang dapat kita katakan adalah bahwa

kisah Keluaran adalah bagian dari ingatan budaya Israel kuno dari sejarah yang

tercatat paling awal. Jauh sebelum pengasingan, kisah Keluaran diturunkan dari

generasi ke generasi.

Setelah melarikan diri dari Mesir, Musa memimpin bangsa Israel ke tempat

tinggal dewa Israel, Gunung Sinai, di mana ia mendengar kata-kata perjanjian baru

(Kel 19: 4–6). Dalam beberapa hal, perjanjian ini mirip dengan perjanjian Abraham,

tetapi juga mengungkapkan beberapa perbedaan yang jelas. Perjanjian dimulai dengan

Tuhan mendaftar apa yang telah dia lakukan atas nama orang Israel. Kemudian

bergerak ke apa yang sekarang dituntut Allah dari orang Israel: agar mereka menaati

perintah-Nya dan ajaran-Nya. Jika mereka melakukannya, mereka akan menjadi milik

Tuhan secara khusus. 154 Dalam perjanjian Musa, persyaratan di pihak Israel lebih

jelas didefinisikan daripada yang ada dalam perjanjian Abraham. Bahkan, ketika

153
Dickson Kwesi. The History And Religion Of Israel. (London: Longman and Todd, 1969). 61.
154
Cynthia R. Chapman. The World Of Biblical Israel. (Virgina: The Great Courses, 2013). 29.

145
Musa kembali ke Gunung Sinai dengan semua orang yang menunggu di kaki gunung,

dia menerima Sepuluh Perintah — ketentuan untuk memelihara hubungan perjanjian

dengan Allah Israel ini.

Penaklukan Kanaan

Pada suatu titik kemudian, mereka menyeberangi Sungai Yordan dan mulai

menaklukkan Kanaan sendiri. Menurut kitab Yosua, pasal 7: penaklukan diselesaikan

dalam tiga tahap (a) Kampanye di tengah (Yosua 7: 9) (b) Kampanye di selatan

(Yosua 10) (c) Kampanye di Utara (Yosua 11). Dengan demikian, menurut kitab

Yosua, tanah Kanaan ditundukkan dalam waktu yang relatif singkat tetapi menurut

kitab Hakim-Hakim, khususnya pasal 1, pertempuran berlanjut lama setelah semua

Israel tetapi lebih oleh individu. Suku-suku Yehuda dan Simeon, bersama dengan

suku-suku non-Israel yang bersekutu, secara berangsur-angsur menaklukkan Palestina

selatan dari selatan dan juga dari timur, selama periode yang agak lama yang tidak

selesai sampai ketika David mengambil Yerusalem dan beberapa kota Palestina.

Kota-kota ini yang disebutkan dalam kitab Yosua yang ditangkap oleh Israel

dikatakan telah ditangkap untuk pertama kalinya, dengan demikian menciptakan

kontradiksi yang nyata. Perbedaan antara Yosua dan Hakim telah menyebabkan para

sarjana tidak setuju pada sifat sebenarnya dari penaklukan. Mereka yang menolak foto

itu mengklaim bahwa penaklukan itu adalah infiltrasi damai, sementara yang lain

mengatakan itu hanya membutuhkan pertempuran sesekali. Namun, bukti arkeologi

tidak mendukung salah satu dari dua kasus tersebut. Menurut Yosua pasal 6, kota

Yerikho adalah yang pertama jatuh ke Israel dan kota Ai adalah yang kedua, (Yosua

pasal 8). Yerikho telah ada sekitar 6000 tahun sebelum invasi dan telah ada di abad

146
ke-13. Pada waktu itu, tampaknya itu adalah kota yang sangat kecil tanpa tembok

kota. 155

Temuan arkeologis tampaknya bertentangan dengan gambaran alkitabiah

tentang penangkapan kota Yerikho. Penggalian Ai menunjukkan bahwa itu

dihancurkan sekitar 2.500 tahun SM dan tidak dibangun kembali sampai setelah abad

ke-13, sehingga tidak mungkin dihancurkan oleh Israel pada abad ke-13. Namun,

sejumlah kota lain dihancurkan dan beberapa menunjukkan indikasi telah dibangun

kembali karena itu oleh orang yang sama yang menghancurkannya. Pembangunan

kembali dilakukan dengan gaya yang mirip dengan di mana desa-desa baru dibangun

kembali pada saat yang sama di Pegunungan Kanaan. Karena pembangunan kembali

menunjukkan gaya yang sama seperti desa-desa Israel kemudian, telah dimasukkan

oleh beberapa sarjana bahwa kota-kota dihancurkan dan dibangun kembali oleh orang

Israel. Jadi penaklukan itu memang melibatkan beberapa tingkat kekerasan dan

memang terjadi pada waktu tertentu dalam sejarah Kanaan, tetapi apakah itu selesai

dalam waktu singkat atau dilanjutkan untuk jangka waktu yang lama seperti yang

digambarkan atau diceritakan dalam hakim, kita tidak tahu.

Israel sebagai bangsa dengan dua belas suku terorganisir dari pangkalan

regional hanya ditemukan di Kanaan. Sebelum waktu itu, mereka adalah suku tanpa

bentuk organisasi yang sistematis. Apa yang ditemukan di Kanaan sebagai bangsa

Israel adalah campuran dari berbagai elemen. Perjanjian Lama memberi kesan bahwa

semua orang Israel adalah keturunan anak-anak Yakub yang keluarganya berjumlah

70 jiwa di Mesir. Hal ini menimbulkan beberapa keraguan karena terlepas dari

155
Dickson Kwesi. The History And Religion Of Israel. (London: Longman and Todd, 1969). 62.

147
kesulitan segelintir orang yang menghasilkan begitu banyak keturunan di Mesir, ada

pernyataan dalam Perjanjian Lama mengenai dampak bahwa para migran Israel

seperti orang Midian dan orang Edom (Keluaran 12: 37-38). 156 Israel juga menyerap

kelompok-kelompok yang ia temukan sudah tinggal di Kanaan. Ini dia lakukan, baik

dengan penaklukan atau penyerapan atau melalui negosiasi damai dengan suku-suku

atas kemauan mereka sendiri. Sebuah contoh terkenal dari ini adalah perjanjian yang

dicari Israel dengan orang Gibeon dalam Yosua 9: 3). Juga, fakta bahwa beberapa

kota orang Kanaan terdaftar di Yosua sebagai bagian dari suku Manasye

menunjukkan bahwa Gibeon bukan satu-satunya kelompok orang Kanaan yang

terserap ke Israel. Sikhem yang kemudian menjadi ibu kota suku Israel termasuk

dalam kelompok ini.

Tidak disebutkan tentang kehancurannya dalam Alkitab, juga tidak ada bukti

arkeologis bahwa itu dihancurkan selama penaklukan. Satu-satunya informasi yang

kami miliki adalah bahwa tidak lama setelah invasi, Israel memilikinya (Sikhem).

Implikasinya adalah bahwa Sikhem mungkin secara sukarela menyerah kepada Israel

atau bergabung dengannya. Alasannya mungkin karena mereka dapat melacak

hubungan kerajaan dengan Israel atau bahwa mereka mewakili kelompok-kelompok

tertentu yang memasuki Kanaan secara independen dan merasa mudah untuk

bergabung dengan Israel melawan penduduk asli. Penting untuk mengetahui bahwa

bagian Israel sudah ada di negeri itu ketika kelompok-kelompok eksodus tiba dari

hutan belantara Sinai. Ini menyiratkan bahwa semua suku tidak menetap di tanah pada

156
Dickson Kwesi. The History And Religion Of Israel. (London: Longman and Todd, 1969). 64.

148
saat yang sama. Sebagai contoh, suku Ruben, Simeon dan Gad menetap sebelumnya

di tanah Kanaan sebelum yang lain tiba. Kedua, beberapa kelompok tampaknya telah

masuk dari selatan meskipun dilaporkan melaporkan kekalahan Israel pada Bil 14

ketika dia berusaha untuk melakukannya. 157 Menurut Bilangan pasal 21, ada

kemenangan bagi Israel di daerah yang sama dan di Hakim Bab 1, orang-orang Keni,

kelompok yang berhubungan dengan Israel menetap di daerah ini. Implikasinya

adalah beberapa kelompok berhasil memasuki Kanaan dari selatan. Jadi, di tanah

Kanaan, Israel terdiri dari unsur-unsur yang berbeda, yang semuanya tidak memiliki

leluhur di Mesir atau berasal dari Sinai. Beberapa dari mereka sudah tinggal di

Kanaan dan mereka telah memasuki Kanaan sebagai kelompok independen. Menurut

Yosua pasal 24, setelah penaklukan, semua komponen Israel bertemu di Sikhem dan

membuat perjanjian untuk menjadi umat Yahweh dan untuk melayani dia sendirian.

Dari titik inilah sejarah Israel sebagai orang yang menduduki tanah dimulai. Israel

diorganisasi berdasarkan agama, yaitu, suku-suku dipersatukan dalam perjanjian

dengan Yahweh dan dengan satu sama lain.

Janji-janji para leluhur dipahami oleh para penulis alkitabiah sebagai

mengekspresikan doktrin pemilihan. Mereka melihat janji sebagai pemenuhan mereka

dalam Keluaran dan penaklukan. Doktrin pemilihan alkitabiah disebut oleh Perjanjian

Lama sebagai perkenanan Allah. 158 Israel sebagai penerima bantuan ini tidak layak

menerimanya, dan dalam kisah-kisah di hutan belantara bertanya-tanya, Israel

digambarkan sebagai terus-menerus memberontak dan tidak berterima kasih. Karena

157
Dickson Kwesi. The History And Religion Of Israel. (London: Longman and Todd, 1969). 64.
158
Dickson Kwesi. The History And Religion Of Israel. (London: Longman and Todd, 1969). 65.

149
itu, Yahweh memilih Israel hanya karena dia ingin menjadikan mereka miliknya

dalam perjanjian di Sinai; orang-orang menegaskan kesetiaan mereka kepada Yahweh

sebagai umatnya. Perjanjian kemudian di Sikhem mewakili penegasan yang sama

oleh berbagai kelompok yang telah bergabung dengan Israel setelah Sinai dan telah

menjadi bagian dari Israel. Perjanjian di Sikhem menandai awal dari organisasi suku

yang sebenarnya di Kanaan.

Praktek-praktek Kehidupan Beragama Orang Israel

Keanekaragaman Agama Israel

Perjanjian Lama ditulis selama suatu periode yang panjang, yaitu 3000

sampai 2000 tahun yang lalu di dunia Asia Barat Daya kuno, di tengah kebudayaan

Semit. Pokok-pokok kepercayaan yang dianut waktu itu di pengaruhi oleh

pengalaman-pengalaman Israel, sikap-sikap, dan seluk beluk hidup yang sebagian

besar kabur bagi kita. Kepercayaan itu juga diuraikan dalam suatu bahasa yang tak

mungkin kita kuasai secara sempurna walaupun kita mempelajarinya selama

bertahun-tahun. Vriesen beranggapan 159adanya faktor ini merupakan penyebab

mengapa kita tak mungkin mencapai pengetahuan yang sempurna tentang agama

Israel kuno. Namun, dapat dikatakan secara umum bahwa orang yang mau memahami

intisari kepercayaan Israel sejak semula selalu mengalami kesulitan, bahkan kesulitan

itu dialami di Israel kuno sendiri, walaupun pada taraf yang berbeda dengan kita.

Misalnuya, nabi-nabi yang berdebat tentang apakah yang menjadi kehendak Tuhan

(bnd. Persengketaan antara Yeremia dengan Hananya pada tahun 593 SM, atau antara

Elia dengan Ahab pada tahun 860 SM).

159
TH.C. Vriesen. Agama Israel Kuno. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016). 2.

150
Perjanjian Lama penuh dengan perdebatan tentang Tuhan dan karya-Nya,

sehingga di dalam tubuh Israel sendiri dapat digariskan suatu proses perkembangan

dalam pemikiran keagamaan, walaupun terkadang ada kemunduran juga. Agama di

Israel selalu merupakan sesuatu yang bergerak dan berada dalam proses perubahan.

Agama Israel menghadapkan kita bukan pada suatu jaringan ide dan keyakinan agama

yang sudah baku, melainkan pada suatu proses perkembangan yang di dalamnya

orang beriman bergumul untuk memahami dan mengenal Allah Israel semakin lama

semakin dekat; bahkan dapat dikatakan apakah tepat kita berbicara tentang “agama

Israel” begitu saja dalam bentuk tunggal. Misalnya, S.H. Hooke menolak istilah-

istilah seperti “agama Israel”, “Yahweisme yang sejati”, atau “agama Perjanjian

Lama” dengan alasaan bahwa istilah ini terlalu samar. Menurut Hooke 160, kita harus

jelas membedakan antara tiga bentuk agama Israel kuno. Disebutkan oleh Hooke

bahwa ketiga bentuk agama Israel tersebut dapat dianggap sebagai tiga fase berurut

atau bahkan tiga bentuk agama yang berlaku serentak sedemikian rupa sehingga sukar

sekali menentukan bagaimana persisnya hubungan antara bentuk yang satu dengan

bentuk yang lain. Ketiga bentuk agama Israel yang dimaksudkan itu ialah: (a) agama

para bapa leluhur;(b) agama suku-suku Ibrani Kuno yang menetap di Kanaan dan

yang menaganut agama yang merupakan campuran antara agama para bapa leluhur

dan agama kaum Knani;(c) agama kaum Israel yang mengalami Keluaran dari Mesir

dan pengembaraan di padang belantara.

160
TH.C. Vriesen. Agama Israel Kuno. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016). 2.

151
Hooke beranggapan bahwa sukar sekali menentukan faktor-faktor yang

menyebabkan ketiga bentuk agama yang semula berbeda-beda ini melebur menjadi

satu agama Israel yang resmi. Dengan kata lain, Hooke menolak prinsip bahwa ada

satu bentuk agama Israel yang dapat ditunjuk sebagai “bentuk standar”. Agama Israel

selalu merupakan suatu proses perkembangan yang mengalami perubahan terus-

menerus. Memang, pendapat Hooke ini mengandung suatu kebenaran yang penting.

Sesungguhnya, bahan-bahan tentang agama Israel beranekaragam. Namun, belum

tentu kita harus menarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara ketiga bentuk

yang digariskan di atas. Memang perbedaan antara bentuk a dan bentuk b yang

digarisakan Hooke itu cukup jelas dan tajam. Dalam hal ini kita harus berhati-hati

juga karena pengetahuan kita tentang bentuk a dan b itu masih jauh dari sempurna.

Mengenai bentuk c yang disebutkan Hooke, yaitu agama yang dianut

sekarang mengalami peristiwa-peristiwa zaman Musa, harus diakui juga bahwa

bentuk seluk beluknya yang kabur. Namun, ada fakta yang tak dapat diragukan yaitu

bahwa garis-garis besar agama bentuk c itu dapat bertahan dalam agama Israel yang

resmi pada zaman-zaman kemudian. Jelaslah bahwa para nabi, sebagai pengkritik dan

pelaksana agama Israel selalu mendasarkan serta menyandarkan diri pada bentuk c,

yaitu agama Musa. Ciri khas yang paling menonjol dalam bentuk c ini ialah

munculnya Yahweh sebagi Allah Israel. 161

Kata “Yahweh” inilah yang menjadi nada utama dalam pelukisan agama

Israel sepanjang Alkitab dan lebih sering dipakai daripada kata benda atau kata kerja

161
TH.C. Vriesen. Agama Israel Kuno. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016). 4.

152
lainnya. Dalam naskah zaman pra pembuangan sekalipun, nama Yahweh adalah nama

Allah yang paling sering dipakai. Memang, bahan-bahan dari Israel Utara yang

diturunalihkan kepada kita relative sedikit, anamun dampak bahwa di Israel Utara pun

banyak nama perseorangan yang mengandung unsur “yah” atau “yahweh”. Dari situ

jelaslaj bahwa nama Yahweh dominan juga dalam agama Israel Utara. Namun dapat

dikatakan sejak semula, Yahweh sebagai Allah Israel tidak mempunyai rekan atau

saingan. Yahweh bukanlah kepala keluarga ilah-ilah (allah-allah); Dia adalah Allah

yang satu-satunya. Itulah sebabnya Perjanjian Lama dapat menggunakan berbagai

nama untuk Allah: kadang-kadang Dia disebut El, Elohim, Eloah, namun selalu yang

dimaksudkan ialah Yahweh.

Baru pada zaman kerajaan, detail-detail (seluk beluk) agama Israel itu

tampak dengan jelas. Pada zaman itu, Yahweisme sudah betuk-betul berakar di Israel.

Di bawah kerajaan awal, perbedaan-perbedaan yang tajam antara suku-suku Israel

tidak begtu menonjol lagi. Israel semakin tampak sebagai umat kesatuan yang telah

mencapai eksistensinya sebagai bangsa. Semakin lama terjadi pergeseran dari pola

kehidupan yang lama sebagai peternak menjadi pola kehidupan yang baru sebagai

petani. Kehidupan di perkotaan makin berkembang. Pendeknya, Israel tampak sebagai

bangsa. Kita telah mewarisi suatu naskah dari periode kerajaan awal itu, yaitu yang

menceritakan kerajaan pertama (kerajaan Saul) dan sejarah munculnya kedaulatan

Daud. Naskah itu merupakan sumber paling awal yang bahan-bahannya cukup

153
mendetail sehingga dapat dipakai untuk menyusun suatu rangkaian kepercayaan

agama Israel. 162

Perlu diperhatikan bahwa hanya pada periode tertentu (dan pada tempat-

tempat tertentu juga) ada disinggung secara langsung tentang ibadat Baal. Ibadat

tersebut memang terdapat di Samaria pada zaman Raja Ahab dan Ratu Izebel, tetapi

agaknya tidak berlaku di kuil-kuil lain di Israel Utara pada waktu itu. Di kuil-kuil

tersebut terdapat berbagai bentuk Yahweisme yang bersifat sinkretis. Dan bisa jadi

juga, tentunya, bahwa ada periode-periode tertentu sinkretisme itu mirip sekali dengan

Baalisme Kanaani kuno. Misalnya, dapat kita duga bahwa kultus di Betel menjelang

akhir kerajaan Israel Utara bersifat demikian. Tidak jelas bagaimana bentuk ibadat

yang berlaku pada waktu itu dan keadaan politik yang bergantung pada hal bangsa

mana yang berkuasa, dan keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh bangsa-bangsa

besar itu. Samapai berapa jauh agama kepercayaan kaum awam dipengaruhi oleh

kepercayaan resmi yang berlaku di kuil-kuil, merupakan persoalan yang harus

diselidiki, namun sampai sekarang hanya dapat dijawab secara samar dan umum saja.

Berdasarkan cerita tentang Elia dan Yesaya (1 Raj 19:18; Yes 1:9) dapat ditarik

kesimpulan bahwa ada kelompok inti atau sisa di Israel yang tetap setia pada

kepercayaan tradisional akan Yahweh. Namun khalayak ramai pada umumnya tentu

menyesuaikan diri saja dengan iklaim yang berlaku pada waktu itu. 163

Sifat Agama Israel

162
TH.C. Vriesen. Agama Israel Kuno. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016). 7.
163
TH.C. Vriesen. Agama Israel Kuno. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016). 13.

154
Sudah jelas bahwa meskipun agama Israel mempunyai banyak titik

persamaan dengan agama-agama di sekitarnya, namun pada pokoknya agama Israel

merupakan suatu yang unik. Nadanya khas, walaupun kekhasan itu sukar disebut

karena sangat kompleks. Bleekers menyebut ciri khas itu sebagai “suatu rasa khusyuk

yang sangat mendalam, berhadapan dengan kekudusan Allah.” 164 Van Den Leeuw

menyebut agama Israel sebagai “agama yang bercirikan kehendak dan ketaatan” 165

sedangkan Von Rad dan orang-orang lain menekankan “kesejarahan historisitas” yang

merupakan “tulang punggung” agama Israel. 166 Ada beberapa faktor kontras yaitu :

(a) Yahweisme tidak bersifat statis tetapi dinamis sehingga berkembang terus

menerus. (b) Yahweisme tidak bersifat dualistis. (c) Yahweisme tidak mendewakan

alam.

Menurut Baumgartner 167 khusus tentang konfrontasi agama Israel dengan

agama Kanaani ada tiga titik perbedaan: (1) dalam agama Israel unsur seksualitas

tidak muncul. Di dunia Fenisia, dewi dan dewa disebut sebagai pasangan, dewi sering

dibayangkan telanjang, dan bahkan El sendiri dikatakan mempunyai dua istri. Konsep

yang demikian tidak mungkin timbul di Israel. Kalimat dalam 1 Raja-raja 15:13, dan

ritus di Elefantin, merupakan pengecualian akibat sinkritisme yang hanya berkembang

sebentar. Memang kadang-kadang pelacuran sakral (dengan maksud merangsang

pertumbuhan), berlangsung di Israel, tetapi tidak pernah ada unsur pernikahan sakral

antara ilahi dengan manusia. Bahkan bukan hanya tidak ada dewi di Israel tetapi

wanita dalam imamat pun tidak ada. (2) ritus-ritus magis dengan tujuan merangsang
164
Ibid. 64.
165
Ibid. 64.
166
Ibid. 64.
167
TH.C. Vriesen. Agama Israel Kuno. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016). 64.

155
kesuburan ditolak oleh Yahweisme. Itu bearti bahwa dengan demikian segala bentuk

magis ditolak. Unsur pertenungan dilawan sepanjang Perjanjian Lama (baik

perlawanan terhadap pelacuran maupun terhadap tenung, tampak dalam 2 Raja-raja

9:22). (3) di Israel konsep tentang ilah yang mati dan bangkit hamper tidak ada

peranannya, sehingga hal itu bearti bahwa di Israel konsep yang membayangkan

waktu sebagai proses lingkaran juga berperan. Pandangan Israel tentang dunia tidak

berdasarkan pemikiran tentang peredaran tahun terus menerus tetapi berdasarkan

pemikiran tentang peristiwa-peristiwa penting dalam proses sejarah yaitu karya-karya

Allah yang menyelamatkan.

Dengan demikian dapat disimpulkan perkembangan agama Yahudi

sepanjang 1500 tahun yaitu (1) dinamika Yahweisme bahwa ada suatu dinamika

hidup yang betul-betul dalam Yahweisme. (2) daya adaptasi Yahweisme mempunyai

daya adaptasi yang kuat, dan di samping itu suatu daya kritis yang tajam. (3) sumber

dinamika Yahweisme yang personalitis etis itu terletak dalam pola kepercayaannya

kepada Allah, suatu pola kepercayaan yang senantiasa mendapat kekuatan baru dari

fakta, bahwa apa yang dirasakan sebagai tindak-tanduk Allah dalam proses sejarah

sesuai dengan apa yang dinyatakan mengenai Allah melalui para nabi dari generasi

demi generasi. (4) Yahweisme berakar bukan dalam ras melainkan dalam sejarah.

(5) ketegangan antara partikularisme dan universalisme menjadi ciri khas

Yahweisme.168

Persepsi Orang Farisi Berhubungan Dengan Praktek Hidup Orang Israel Terhadap

Pernikahan Atau Hubungan Suami Istri

168
TH.C. Vriesen. Agama Israel Kuno. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016). 306.

156
Orang Farisi

Pemikiran politik dan agama orang Yahudi berbaur menjadi satu dalam

organisasi yang sama. Karena itu bisa disebut sebagai partai politik, atau juga bisa

disebut sebagai aliran agama. Pada zaman Perjanjian Baru, partai yang paling

dominan kuasanya dan yang paling besar jumlah anggotanya adalah partai Farisi dan

partai Saduki. Faktanya kedua partai ini memiliki sifat ganda: agama dan politik.

Partai Farisi, biasa disebut oleh Alkitab sebagai orang Farisi. Nama

Pharisees berasal dari bahasa Ibrani paresh (The Separated One), yang bearti

“disisihkan/diasingkan” atau “pisah”. Mereka menyatakan diri sebgai orang benar

yang disisihkan/diasingkan untuk dikuduskan, berlainan dengan umat pada umumnya,

sebab itu mereka amat sombong. Tatkala Tuhan Yesus ada di dunia, kuasa partai ini

adalah yang paling dominan. Di bidang politik, mereka adalah kaum negaraisme,

yang kaya dengan pikiran patriotic, di bidang agama, mereka sangat kolot atau aliran

konservatif. Pelopor mereka adalah orang Hasidin di zaman Makabe, yaitu

sekelompok orang saleh yang tidak sependapat dengan John Hycarnus dan

memisahkan diri darinya.

Lukas Tjandra mengatakan,169 mereka menerima doktrin Perjanjian Lama,

mementingkan upacara lahiriah, memelihara taurat yang tertulis maupun yang

diturunkan secara lisan dengan ketat, memelihara semua sistem ibadah yang

diturunkan oleh leluhur mereka. Konon tatkala Musa berada di gunung Sinai, dia

bukan hanya menerima hukum Allah, teteapi juga menerima banyak peraturan lain

169
Dr. Lukas Tjandra. Latar Belakang Agama Perjanjian Baru II. (Malang, Seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1994). 39.

157
dari malaikat yang tidak dimasukkan ke dalam kanon dan hanya diwariskan kepada

Yosua. Yosua mewariskan kepada nabi, lalu nabi memberitakannya di dalam rumah

sembahyang, merek adalah orang-orang terakhir yang menerima warisan tersebut,

sebab itu mereka memberikan perhatian yang lebih besar tentang warisan itu.

Mereka percaya bahwa roh tidak binasa, percaya ada kebangkitan orang

mati, ada berkat kekal, ada hukum kekal. Yang baik dan jahat masing-masing akan

menerima balasannya. Mereka percaya adanya malaikat yang baik dan yang jahat,

percaya bahwa di sorga nanti masih ada soal kawin dan mengawini, masih ada

makanan jasmani, mereka percaya bahwa hidup manusia telah ditetapkan oleh Allah.

Mereka memberikan tekanan yang lebih pada pengharapan Mesias yang akan lahir

sebagai raja, namun mereka tidak percaya akan Mesias yang dapat mengalami

penderitaan jasmani.

Orang Farisi mementingkan upacara lahiriah seperti berpuasa, memberikan

perpuluhan, berdoa dengan panjang lebar, membasuh diri, mempersembahkan korban,

memelihara hari Sabat, mengenakan tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang

panjang agar dilihat orang, dan menunjukkan betapa mereka bersemangat bagi Allah.

Suka disanjung dan dihormati orang. Semua Taurat dan peraturan dipelihara dengan

kaku, secara harfiah, satu titik atau satu koma pun tidak ada yang tertinggal, namun

tidak memperdulikan intisari Taurat. Mereka beranggapan bahwa selain orang Farisi

tidak ada yang baik, mereka memandang rendah akan rakyat jelata, terlebih

menganggap pemungut cukai dan pelacur adalah orang yang berdosa besar. Lalu

dengan congkak berkata: “jika ada dua orang naik ke sorga, salah satunya pasti adalah

orang Farisi”. Mereka meninggikan tradisi memakainya untuk menipu dunia dan

158
membodohi umat. Katanya, melaksanakan Taurat, dan menjadikan Taurat Musa

sebagai jalan keselamatan, tetapi nyatanya selalu melanggar Taurat. Terlalu condong

pada formalisme yang lahiriah, membengkokkan penafsiran Alkitab untuk

kepentingan pribadi, membuang kebenaran dengan tradisi dijadikan sebagai

alasannya. 170

Karena orang Farisi mementingkan yang lahiriah, tidak mementingkan apa

yang terdapat dalam hati dan menyalahtafsirkan intisari yang terkandung dalam

agama, maka Tuhan Yesus dengan keras menegur mereka sebagai orang yang

munafik, sama seperti kuburan yang dikapur putih (Mat 23:27). Mereka sering

mencari-cari alasan untuk melawan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menegur mereka

sebagai orang neraka, dan berulangkali menghitung kejahatan mereka (Matius 23),

kemudian mereka telah menjadi otak penting dari peristiwa pembunuhan Tuhan

Yesus (Mrk 3:6; Yoh 11: 47-57). Begitu Yohanes melihat mereka, dengan lantang Dia

menegur dan menghardik mereka sebagai keturunan ular beludak (Mat 3:7). Kurang

lebih satu abad sebelum Tuhan Yesus, di antara orang farisi terdapat dua orang rabi

besar yang sanagt berpenagruh yang telah membentuk dua aliran besar orang Farisi,

yaitu Hillel dan Shammai. Hillel lahir di Babel, namun kemudian pindah ke

Yerusalem, konon dia adalah seorang penyelamat. Dengan kepandaian, kebaikan,

reputasi dan perhatiannya kepada generasi muda, dia juga memberikan perhatian

khusus kepada orang miskin, mengulurkan tangan kepada mereka yang papa dan

hidup sebatang kara, dia pilih menghadapi pemerintah Romawi dengan lembut,

170
Dr. Lukas Tjandra. Latar Belakang Agama Perjanjian Baru II. (Malang, Seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1994). 40.

159
dengan strategi hidup rukun bersama sangat mendukung raja Herodes. Sama dengan

rabi lain, dia meneliti Taurat dengan tekun. Dari segi pemikiran, dia telah

memberikan sumbangsih yang menakjubkan bagi teologi Yahudi. Dia mengizinkan

murid-muridnya mempunyai kebebasan-kebebasan dalam berpikir. Gamaliel, guru

Paulus adalah cucu Hillel. Adapun Shammai adalah rabi besar lain pada zaman itu,

dia lebih taat kepada tradisi dan Negara, menentang untuk condong pada aliran partai

Romawi. Kedua partai tersebut menentang Yesus dengan gencar, terlebih lagi

golongan Shammai. 171

Orang Farisi ini lebih mengutamakan hukum Taurat dan dalam prakteknya

mereka selalu mengingkari hukum Taurat tersebut. Dalam Matius 19:3 mereka pun

mencobai Yesus dengan pertanyaan yang menjebak Yesus agar Yesus dapat

disalahkan.

Perkawinan Menurut Orang Israel

Di dalam perkawinan, motivasi ekonomi lebih penting daripada alasan

romantik. Tujuan utama dari perkawinan adalah untuk mempunyai dan membesarkan

anak, khususnya anak laki-laki. Di Israel kuno, perkawinan, seperti masyarakat itu

sendiri, adalah bersifat patriakhal, dengan otoritas berada di tangan ayah dan status

sosial yang berbeda diberikan bagi laki-laki dan perempuan. Kaum perempuan adalah

subordinat; pada kenyataannya, istri menyapa atau memangil suaminya sebagai ba’al,

“sang majikan”, atau adon,”tuan”. Perhatikanlah perbedaannya di dalam teks Hosea:

“Maka pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN, engkau akan memanggil Aku:

171
Dr. Lukas Tjandra. Latar Belakang Agama Perjanjian Baru II. (Malang, Seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1994). 41.

160
Suamiku (isi), dan tidak lagi memanggil Aku: Baalku! (ba’ali)” (Hos 2:15). Ada saat-

saat kedua istilah itu dapat dipertukarkan: “Ketika didengar istri (isah) Uria, bahwa

Uria, suaminya (ba’lah), sudah mati, maka merataplah ia karena kematian suaminya

itu” (2 Sam 11:26). Tampaknya sang suami menyebut istrinya sebagai ‘isti (“istriku”),

yang merupakan pasangan dari istilah ‘isi (‘suamiku”). 172

Dengan menyerahkan anak gadisnya untuk dinikahi, si ayah menerima

“mahar pengantin”, mohar, sejumlah uang atau barang lain yang harganya sama, yang

harus dibayar oleh si calon suami kepada ayah pengantin perempuan (Kej 34:12; KEl

22:15-17; 1 Sam 18:25). Mahar itu dianggap sebagai ganti rugi bagi hilangnya anak

perempuan. Praktik ini masih diberlakukan di dunia Arab, di mana hal itu dikenal

sebagai mahr. Praktik si ayah pengantin perempuan memberikan hadiah atau mas

kawin (auang atau barang) tidaklah jelas karena tidak ada informasi. Undang-undang

tertulis orang Israel tidak menyebutkan hal itu meskipun 1 Raja-raja 9:16 mencatat

bagaimana Firaun Mesir memberikan kota Gezer, wilayah pantai tengah, kepada anak

perempuannya ketika ia menikah dengan Salomo.

Adalah sulit untuk menentukan usia pengantin perempuandan laki-laki pada

waktu pernikahan. Alkitab tidak menyediakan informasi khusus mengenai hal itu. 173

Seperti telah disiratkan di atas, adalah aman untuk mengasumsikan bahwa pengantin

perempuan jelas lebih muda daripada pengantin laki-laki, dan kehamilan langsung

terjadi setelah puber.

172
Philip J. King. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010). 61.
173
Philip J. King. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010). 61.

161
Tahap pertama untuk membina hubungan penikahan adalah pertunangan

atau berpacaran, yang berlangsung beberapa bulan. Kadang-kadang dibuat sebelum

perkawinan, janji nikah ini praktis sama mengikatnya seperti pernikahan itu sendiri.

Pada kenyataannya, beberapa teks memperlakukan pertunangan dan pernikahan

sebagai hal yang hampir sama saja (Ul 28:30; 2 Sam 3:14; Hos 2:21-22). Tidak ada

kesempatan untuk melakukan hubungan seks sebelum nikah karena pengantin

perempuan tidak boleh dilihat oleh calon suaminya sampai mereka memasuki kamar

pengantin. Ini berlaku bagi Ribka yang menutupi mukanya dengan cadar (say’ip),

ketika ia secara tidak sengaja bertemu dengan Ishak di lapangan sebelum pernikahan

(Kej 24:65). Si perempuan diharapkan masih perawan pada waktu menikah, tetapi

laki-laki dikecualikan dari tuntutan itu.

Monogami adalah ideal tetapi poligami dipraktik, khususnya oleh mereka

yang kaya dan bangsawan, seperti dalam kasus “perkawinan politis” (yaitu Daud

menikahi Maakha, anak raja bani Aram dari Gesur (2 Sam 3:3); Firaum Mesir

memberikan anak perempuannya untuk dinikahi Salomo (1 Raj 9:16); Omri mengatur

pernikahan anaknya, Ahab, dengan Izebel (1 Raj 16:31). Kisah Penciptaan

mendukung monogamy: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan

ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej

2:24). Meskipun demikian, Alkitab mempunyai beberapa catatan mengenai poligami

(satu orang suami dengan istri lebih dari satu), tetapi tidak pernah mencatat adanya

poliandri (satu istri dengan suami lebih dari satu). Sebuah alasan prakmatis mungkin

yang menjadi dasar bagi kebiasaan untuk mempunyai istri banyak: mempunyai

banyak anak untuk menjaga kambing domba dan menyemai ladang merupakan

162
keuntungan di dalam masyarakat agrikultural. Sebagai sebuah aturan, endogami

(perkawinan di dlam klan atau suku) dijalankan, tetapi Alkitab memberikan beberapa

contoh perkawinan eksogami (perkawinan dengan orang di luar kelompok

kekerabatan) yang mengancam kepemilikan tanah. Perkawinan antar saudara sepupu

bukanlah tidak biasa di dalam Alkitab: Ishak menikahi Ribka, sepupunya (Kej 24:15,

24, 47); Yakub menikahi Rahel anak pamannya dari pihak ibu (Kej 28:2, 5; 29:9-10).

Perkawinan biasanya diatur oleh orang tua menurut kebiasaan Timur

Tengah, meskipun praktik ini tidak dituntut di dalam undang-undang alkitabiah. 174 Di

dalam kisah Kejadian, Hagar mengatur pernikahan anaknya Ismael, dengan

perempuan Mesir:”Maka tinggallah ia (Ismael) di padang gurun Paran (sebelah

selatan Yehuda), dan ibunya (Hagar) mengambil seorang istri baginya dari tanah

Mesir” (Kej 21:12). Abraham mengatur perkawinan Ishak, anaknya dengan Ribka

dengan mengirim pelayannya untuk mencarikan istri bagi Ishak dari antara kerabatnya

di Aram-naharim (kej 24). Namun, Esau memilih sendiri istrinya dari antara

kerabatnya tanpa persetujuan orang tua (Kej 28:6-9). Samson, juga memilih sendiri

istrinya (Hak 14:1-10).

Syair-syair alkitabiah tertentu, khususnya Kidung Agung dan Mazmur 45,

bisa memberikan petunjuk-petunjuk tentang aspek-aspek ritual perkawinan.

Sementara Kidung Agung telah ditafsirkan dengan banyak variasi, mungkin yang

terbaik adalah melihatnya sebagai sejenis puitis erotis yang dikenal dari nyanyian

perkawinan suci Mesopotamia dan lagu-lagu cinta Mesir. Mazmur 45, ode istana yang

dikarang untuk perkawinan seorang raja, mencerminkan beberapa segi dari ritual

174
Philip J. King. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010). 62.

163
perkawinan. Pada pertengahan pertama dari mazmur tersebut (ayat 3-9) sang raja

disanjung-sanjung atas ketampananya, kegagahan kemiliterannya, dan nilai

kepahlawananya. Pada pertengahan kedua dari mazmur tersebut (ayat 10-16), sang

ratu dipuji kartena kecantikaannya dan karena pakaiannya.

Perayaan mungkin dimulai dengan datangnya mempelai laki-laki dan teman-


175
temannya ke rumah mempelai perempuan (Kid 3:6-11), yang ditutupi cadar dan

dihiasi dengan permata dan pakaian pengantin (Mzm 45:15-16; Yes 49:18; 61:10: Yer

2:32; Yeh 16:12-13). Pengantin perempuan diboyong ke rumah mempelai laki-laki

dengan diiringi oelh nyanyian dan tarian (Yer 7:34; 16:9; 25:10). Masuknya pengatin

perempuan ke rumah pengantin laki-laki merupakan saat yang menetukan: pada titik

itu mereka dinyatakan sebagai suami dan istri. “Lalu Ishak membawa Ribka ke dalam

kemah Sara, ibunya, dan mengambil dia menjadi istrinya (yaitu, pernikahan telah

lengkap). Ishak mencintainya dan demikian ia dihiburkan setelah ibunya meninggal”

(Kej 24:67). Anehnya, di dalam kasus Gideon dan istrinya orang Sikhem, ibu

Abimelekh, Gideon hidup di Ofra, dan istrinya tinggal di Sikhem (Hak 8:31).

Sebuah jamuan makan yang mewah diadakan (Kej 29:22), diikuti dengan

pesta yang berlangsung satu atau dua minggu. Pada peristiwa pernikahan Samson, ia

menyebut “tujuh hari pesta” (Hak 14:12). Dan di dalam kasus Yakub, “Sesudah itu

berkatalah Yakub kepada Laban:’Berikanlah kepadaku bakal istriku itu, sebab jangka

waktuku telah genap, supaya aku akan kawin dengan dia.’ Lalu Labanmengundang

semua orang di tempat itu, dan mengadakan perjamuan. Tetapi pada waktu malam

diambilnyalah Lea, anaknya, lalu dibawanya kepada Yakub. Amka Yakub pun

175
Philip J. King. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010). 62.

164
menghampiri dia” (Kej 29:21-23). Sebuah kamar pengantin (khuppa) khusus

disiapkan, dan pengantin perempuan diboyong ke sana oleh orang tuanya. Praktik ini

bisa juga dijadikan metaphor:”Dia (Yahweh) memasang kemah di langit untuk

matahari, yang keluar bagaikan pengantin laki-laki dari kamar pengantinnya

(khuppa)” (Mzm 19:5-6).

Perkawinan tidak diperhitungkan sebagai ritus keagamaan, tetapi sebuah

“kontrak perdata”. Perkawinan adalah cara normal bagi kehidupan 176; di Israel selibat

tidak punya status, dan tidak menikah dianggap sebagai sebuah penghinaan. “Pada

waktu itu tujuh orang perempuan akan memegang seorang laki-laki, serta

berkata:”Kami menanggung makanan dan pakaian kami sendiri; hanya biarlah namam

dilekatkan kepada nama kami; ambillah aib yang ada pada kami!’” (Yes 4:1). Di

dalam kisah alkitabiah, hanya Yeremia saja yang diperintah oleh Yahweh untuk tidak

mempunyai istri dan mempunyai keluarga:”Janganlah mengambil istri dan janganlah

mempunyai anak-anak lelaki dan anak-anak perempouan di tempat ini” (Yer 16:2).

Dengan mematuhi larangan ini, Yeremia melambangkan kematian dan kehancuran

yang akan datang, yang akan dihadapi oelh para orang tua dan anak-anak, sebelum

kejatuhan dan pembuangan Yehuda.

BAB IV

Implikasi Terhadap Bahaya Perceraian

Prinsip-prinsip Terhadap Pernikahan Kristen

176
Philip J. King. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010). 63.

165
Dalam hidup kekristenan, pernikahan mencapai suatu kesucian dan arti yang

tidak dikenal pada zaman lampau. Dalam keluarga Kristen baik istri maupun suami

berhak menuntut kesetiaan pasangannya. Lebih dari semua ini, kasih Allah yang

terbesar kepada manusia dinyatakan dalam korban Kristus. Melalui korban itu Gereja

dilahirkan. Antara Gereja dan Kristus terjalin suatu ikatan kasih yang lebih kudus,

lembut dan teguh daripada segala sesuatu yang pernah ada antara Allah dan manusia.

Dalam keluarga Kristen, dalam lingkup yang sempit, harus terlihat

kebijaksanaan dan kelembutan perintah, kerelaan untuk patuh, kesatuan dan

keteguhan sikap saling percaya yang akan menjadi sifat-sifat ini hanya berlaku untuk

Gereja Kristen , Gereja melebihi keluarga. Namun demikian bila keluarga Kristen

tidak dibangun maka Gereja juga tidak terbangun. Peraturan dan perkembangan yang

ditulis Rasul Paulus dalam surat Efesus bukanlah hanya secara kebetulan. Ia

memulainya dengan nasihat yang paling agung mengenai Allah dan Gereja.

Kemudian ia melanjutkan dengan peraturan kehidupan keluarga, karena hanya

melalui kehidupan keluarga orang-orang Kristenlah pertumbuhan Gereja serta

penyempurnaannya ditemukan.177

Oleh karena itu keluarga Kristen tidak diciptakan demi kepentingannya

sendiri. Keluarga Kristen diciptakan untuk membawa kemuliaan dan hormat bagi

Allah. Berkat yang manusia terima hanya merupakan hal sampingan. Mereka-mereka

yang berpendirian keras bahwa kebahagiaan dan kenikmatan mereka sendiri adalah

tujuan tertinggi kehidupan keluarga tidak akan pernah memahami rencana Allah

177
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 7.

166
untuk pernikahan dan keluarga, karena mereka tidak memahami susunan yang

menjadi dasarnya, titik tolak yang mendasar.

Di dalam Efesus 5:22-32 rasul Paulus menjelaskan pandangan Kristen

berkenaan pernikahan. Pada bagian penutup dari penjelasannya itu Paulus

mengatakan, “Rahasia ini besar”. Jadi, menurut Paulus pernikahan itu sebenarnya

merupakan suatu “rahasia”, suatu “misteri”. Jadi, dengan menggunakan kata

“rahasia” untuk menjelaskan hubungan pernikahan itu, Paulus sesungguhnya

menunjukkan dua hal pertama bahwa ada suatu pengetahuan istimewa yang sangat

dirahasiakan dan dapat menghasilkan kebahagiaan dalam pernikahan; kedua bahwa

pengetahuan, yang tersembunyi di belakang tabir rahasia itu hanya dapat diperoleh

setelah kita menempuh ujian-ujian serta memenuhi persyaratan tertentu. 178

Peraturan Allah Untuk Keluarga

“Peraturan Ilahi” ialah pengaturan tentang wewenang dan tanggung jawab

yang diuraikan dalam Alkitab. “Kepala dari tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari

perempuan ialah laki-laki dan kepala dari Kristus ialah Allah” (1 Kor 3:20). Allah

telah mengatur keluarga menurut suatu prinsip yakni harus ada seorang ‘kepala’.

Setiap anggota keluarga di bawah wewenang ‘kepala’ itu yang telah ditunjuk Allah.

Sang suami hidup di bawah wewenang Kristus dan bertanggung jawab

kepada-Nya dalam hal memimpin dan memelihara keluarganya itu. Sang istri hidup di

bawah wewenang suaminya itu, dan bertanggung jawab kepadanya sehubungan

dengan caranya mengatur rumah tangga dan memelihara anak-anak mereka. NAmun

demikian, pada hakekatnya hanya ada satu wewenang atas anak-anak. Wewenang si

178
Derek Prince. Pernikahan Ikatan yang Kudus. (Florida: Derek Prince Ministries, 1978). 19.

167
ibu ialah wewenang yang diperoleh dari suaminya. Ia melaksanakan wewenangnya

terhadap anak-anak atas nama dan sebagai pengganti suaminya. Hal itu mengandung

arti praktis dalam hubungan ibu dan anak. Jadi Allah telah menyusun keluarga

menurut garis-garis wewenang dan tanggung jawab yang jelas dan pasti. 179

Menurut Norman, pernikahan adalah panggilan untuk melayani. Kita lebih

suka dilayani daripada melayani. Namun, tuntunan bagi pernikahan Kristen adalah

Alkitab. Yesus dengan rela merendahkan diri-Nya menjadi “hamba” karena Dia lebih

memperhatikan kepentingan kita daripada kepentingan-Nya sendiri. Dengan cara

yang sama rasul Paulus juga menasihatkan kita untuk “merendahkan diri seorang

kepada yang lain di dalam takut akan Kristus” (Efesus 5:21). 180

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pola saling melayani akan membuat

kebutuhan masing-masing terpenuhi. Dalam hubungan suami-istri, m elayani adalah

tindakan kasih, suatu hadiah yang dapat membuat pasangannya hidup dengan puas.

Dan ini bukan suatu keterpaksaan, sebab untuk melakukannya dibutuhkan kekuatan

bukan kelemahan. Inilah tindakan positif yang kita pilih untuk menunjukkan kasih

kepada sesame. Oleh karena itu, Paulus berkata, “Rendahkanlah dirimu seorang

kepada yang lain,” yang bearti sikap melayani tidak hanya ditujukan kepada istri

tetapi juga suami.

Peraturan Allah Untuk Teman Hidup

Peraturan Allah yang paling jelas dan sederhana untuk teman hidup

dikemukakan dalam penjelasan Alkitab yang pertama-tama mengenai hubungan pria

179
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 13.
180
H. Norman Wright. Lanjutan Komunikasi Kunci Pernikahan Bahagia.(Yogyakarta:Yayasan Gloria,
1998). 13.

168
wanita: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan

bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej 2:24).

“Bersatu dengan teman hidup” mencakup setiap aspek hubungan antara suami dan

istri. Semua persoalan yang timbul antara sepasang suami istri dapat diatasi dengan

jalan lebih memahami pengertian: saling bersatu dan melekat, menjadi ‘satu daging’

dengan teman hidupnya sendiri.

Allah menjadikan kita dalam bentuk pria dan wanita sebagai suatu bagian

dasar dari ciptaan-Nya: hal ini merupakan sebagian pernyataan dari batin Allah. Pada

saat Ia menciptakan manusia menurut gambar-Nya sendiri, Ia tidak hanya

menciptakan laki-laki. Ada sesuatu yang kurang. Itulah sebabnya Ia berfirman: “Aku

akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia (Kej 2:18). Lalu Ia

menciptakan wanita. Kini Ia memperoleh manusia yang lengkap. Pria dan wanita

hidup bersama dalam pernikahan, mewujudkan kesempunaan Allah dalam ciptaan-

Nya.

Saling menghargai dan pengertian yang benar akan temapat yang telah

ditentukan Allah untuk teman hidup adalah syarat utama dari pernikahan yang
181
bahagia. Menghargai teman hidup bearti memandangnya lebih dari pada sebagai

seseorang tertentu, tetapi sebagai seseorang yang ditempatkan Allah dalam suatu

kedudukan yang kudus. Kita menghargai orang yang mempunyai jabatan yang

terpandang dalam masyarakat. Terlebih lagi seharusnya kita menghargai orang yang

didudukkan di sebelah kita dalam pernikahan; karena ditentukan sebagai ‘suami’ atau

‘istri’ oleh Allah bearti menerima kedudukan yang terpandang di mata Allah.

181
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 23.

169
Alkitab tidak memandang pernikahan sebagai suatu perjanjian antara dua

orang yang dapat dibatalkan semaunya; namun sebaliknya, sebagai suatu rahasia

ajaib. Dalam tulisannya kepada orang Efesus rasul Paulus berkata:”Sebab itu laki-laki

akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga

keduanya itu menjadi satu daging..” Kemudian ia melanjutkan pesan itu dan berkata:

“Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat”

(Efesus 5:31-32). Dengan kata lain, pernikahan saudara—setiap pernikahan Kristen—

dimaksudkan sebagai pantulan hubungan antara Kristus dan Gereja-Nya. 182

Peraturan Allah Untuk Istri

“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami

adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang

menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus,

demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu” (Efesus 5:22-24).

Gambaran tentang ‘tunduk’ atau ‘takluk’ kepada suami itu pasti akan menimbulkan

perasaan-perasaan negative dalam diri para wanita yang cakap dan cerdas. Mereka

berpikir bahwa istilah itu bertalian dengan pengertian seperti keset yang diinjak-injak

orang seenaknya, tak berdaya dan tak penting artinya.

Namun demikian, bagi Allah, hal ‘tunduk’ itu bearti lain. Tunduk bearti:

dengan rendah hati dan penuh pengertian mematuhi suatu kuasa atau seseorang yang

berwewenang yang telah ditetapkan. Teladan yang diberikan Allah ialah Gereja yang

tunduk kepada pemerintahan Kristus. Hal itu sama sekali tidak bearti merendahkan

derajat Gereja, namun malahan merupakan kemuliaannya! Allah memberikan hukum

182
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 27.

170
yang mengharuskan istri tunduk kepda suaminya bukan karena Ia menaruh dendam

terhadap wanita. Sebaliknya, Ia meneguhkan peraturan itu demimelindungi kaum

wanita dan keselarasan rumah tangga. Ia bermaksud agar wanita dijauhkan dari

pengalaman-pengalaman yang kasar dalam hidup ini.

Amsal 31:10-31 memberikan gambaran Alkitab yang paling lengkap dan

indah mengani bagaimana seharusnya menjadi seorang istri yang baik. Ia cakap,

bercita-cita tinggi, rajin bekerja; ia baik hati, bijaksana, dapat dipercaya, periang,

menyediakan makanan untuk seisi rumahnya dan melaksanakan banyak hal lain. Ia

mengenal harga dirinya. Ia memakai kecerdasan, kekuatan tubuh, dan sifatnya yang

takut terhaadap Allah untuk maksud yang baik. Ia menciptakan hidup yang

berkelimpahan bagi suaminya, anak-anak mereka, dan bagi orang miskin dan

berkekurangan di luar lingkungan keluarganya sendiri. Seorang wanita

mengagumkan!

Seorang suami yang melindungi istrinya dari perlakuan kasar dan

ketidaksopanan anak-anak menimbulkan rasa hormat dalam hati mereka terhadap

kaum wanita. Ditambah dengan teladan kesopanan dan perhatiannya sendiri terhadap

istrinya, hal itu merupakan sebagian warisan yang seharusnya diberikan oleh setiap

ayah kepada anak-anak lelakinya. Akhirnya, dan yang paling penting dari semuanya,

seorang wanita juga menjadi sasaran empuk serangan rohani. Seorang suami berdiri

sebagi perisai dan pelindung bagi istrinya, terhadap serangan “pemerintah-pemerintah

dan penguasa-penguasa” (lih. Efesus 6:12) dari dunia roh yang tidak kelihatan. 183

183
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 33.

171
Paulus menyarankan hal itu dalam 1 Korintus 11:10, “Sebab itu, oleh karena

para malaikat, seorang wanita harus memakai tutup kepala sebagi tanda bahwa ia di

bawah kekuasaan suaminya.” (Terjemahan dari Kabar Baik Bagi Anda) Dalam hal

pemakaian tutup kepala yang dibicarakan bukan semata-mata hal kesopanan. Ia

menyadari bahwa seorang wanita yang tidak dilindungi oleh wewenang suaminya

terancam oleh pengaruh malaikat jahat. Rasul Paulus memahami bajwa wanita mudah

menjadi sasaran dan mangsa serangan rohani, terutama dalam soal kesesatan; dan

bahwa perlindungan dari serangan itu diperoleh bila mereka berlindung di bawah

wewenang suaminya. 184

Perempuan diciptakan menurut gambar Allah. Oleh karena itu, ia seorang

yang berharga. Allah memerintahkan kepada suaminya supaya mengasihi dia,

menghormati dia, jangan berlaku kasar terhadap dia dan bersatu dengan dia. Allah

juga telah membrikan perintah-perintah untuk memberitahukan bagaimana para istri

seharusnya berkelakuan terhadap suami-suami mereka. 185 Efesus 5:33 menyuruh istri

supaya menghormati suaminya. Apabila orang mempelajari perintah-perintah yang

diberikan kepada para istri, mereka sering mulai dengan perintah untuk mentaati.

Memang benar bahwa seorang istri harus mentaati suaminya. Perasaan hormat akan

menimbulkan ketaatan. Efesus 5:33 mengatakan bahwa istri harus menghormati

suaminya. Di dalam rencana Allah, istri itu sangat penting bagi suaminya. Dialah

penolong yang diciptakan Allah bagi suaminya. Karena itu penting sekali seorang istri

untuk menghormati suaminya. Penghormatan memberikan kuasa kepada suaminya


184
Ibid. 33 .
185
Joyce Coon, Isaac & Margaret Simbiri. Rencana Allah Bagi Rumah Tangga Kristen. (Bandung:
Kalam Hidup, 1978). 102.

172
untuk memimpin keluarganya dan melakukan pekerjaannya. Penghormatan

memberikan penghargaan dan keberanian kepada sang suami.

Peraturan Allah Untuk Anak-Anak

Peraturan Allah untuk anak-anak diringkas dalam satu perintah: “Hai anak-

anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam

Tuhan” (Kolose 3:20). Hubungan seorang anak dengan Yesus berkembang dalam

hubungan langsung dengan ketaatan yang ditunjukkan kepada orang tuanya. Yesus

hidup dan bekerja di dalam kehidupan seorang anak yang taat. Itulah sebabnya

seorang anak yang taat ialah anak-anak yang bahagia. Anak yang tahu secara tepat

sampai dimana batas-batas kebebasannya terlepas dari beban untuk memutuskan apa

yang baik dan apa yang tidak baik bagi dirinya. 186

Anak-anak dapat membawa sukacita yang besar kepada orang tua mereka.

Mereka merupakan suatu berkat istimewa yang biasanya dikaruniakan Allah dalam

pernikahan. Akan tetapi, ingatlah bahwa anak-anak bukanlah pelengkap suatu

pernikahan. Meskipun Allah tidak mengaruniakan berkat ini, pernikahan sudah

lengkap. Jika Allah mengaruniakan berkat ini, kita hendaknya ingat bahwa anak-anak

adalah berkat Allah. “Sesungguhnya, anak-anak lelaki (perempuan) adalah milik

pusaka daripada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah” (Mzm 127:3). 187

Cara pendidikan anak yang modern memandang tinggi pengertian batina anak

tentang apa yang benar dan salah, dan apa yang adil dan yang tidak adil. Maka ke atas

bahu orang tua diletakkan beban yang berat untuk selalu memberikan perintah yang

186
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 51.
187
Joyce Coon, Isaac & Margaret Simbiri. Rencana Allah Bagi Rumah Tangga Kristen. (Bandung:
Kalam Hidup, 1978). 187.

173
‘benar’ dengan pengertian bahwa seorang anak dapat akan dan boleh memberontak

melawan suatu perintah yang ‘salah’.

Namun demikian, Alkitab tidak berkata: ‘Hai anak-anak, taatilah orang tuamu

bila mereka benar’. Dikatakan dalam ayat itu: “Taatilah orang tuamu di dalam Tuhan

karena haruslah demikian”—bahkan meskipun mereka salah! (Lih. Efesus 6:1).

Seorang anak yang mematuhi perintah yang tidak adil tetap berkenan kepada Tuhan.

Di kemudian hari ia akan menjadi seorang anak yang lebih bahagia dan lebih mudah

menyesuaikan diri dari pada anak-anak yang diberi kebebasan untuk menentang dan

meragukan wewenang orang tua.

Orang tua harus mengajar anak-anak mereka. Rumah merupakan tempat

belajar yang paling baik bagi anak-anak. Di sekolah mereka dapat belajar matematika,

membaca, dan menulis. Akan tetapi, di dalam rumah mereka belajar bagaimana

mereka harus hidup. Lihatlah di Ulangan 6:7 “Haruslah engkau mengajarkannya

berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di

rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan

apabila engkau bangun”. 188


Di dalam ayat itu ditegaskan agar kita mengajar secara

berulang-ulang kepada anak-anak kita.

Wewenang orang tua bukan wewenangnya sendiri, melainkan diberikan oleh

Allah. Bila orang tua menyadari hal itu, mereka tidak akan ragu-ragu mengakui

kesalahannya. Sungguh, bahkan mereka merasakan perlunya berbuat demikian karena

hanya dengan demikian Allah dapat tetap menghormati dan menopang wewenang

188
Joyce Coon, Isaac & Margaret Simbiri. Rencana Allah Bagi Rumah Tangga Kristen. (Bandung:
Kalam Hidup, 1978). 195.

174
mereka sepenuhnya. Di lain pihak, kesadaran bahwa wewenang orang tua tidak

berdasarkan kesalehannya sendiri akan mendorong orang tua untuk tidak melemahkan

wewenang itu karena perasaan tidak layak.

Orang tua harus menjalankan wewenang itu sekalipun mereka sendiri tidak

layak. Allah telah meneguhkan wewenang itu demi kebaikan anak-anak dan untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu. Demikian juga tidak boleh orang tua

mengesampingkan wewenang itu karena kelemahan pribadinya sendiri atau karena

kelemahlembutan yang tidak sehat, karena merasa sayang dan kasihan terhadap anak-

anak yang menjadi bawahannya. 189

Wewenang yang diberikan oleh Allah kepada seseorang bukan untuk

kepentingan orang itu sendiri, melainkan untuk kebaikan orang yang berada di bawah

wewenang itu. Karena itu wewenang merupakan suatu pelayanan mengikuti teladan

Kristus yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Berdasarkan

hal ini maka orang tua yang telah menerima wewenang dari Allah harus sungguh-

sungguh menjalankan wewenang itu dengan setia dengan jalan mengajarkan ketaatan

kepada anak-anak demi kebaikan anak-anak itu sendiri.

Orang tua harus mengajar anak-anak mereka. Para ayah dan ibu diperintahkan

Allah supaya mengajar anak-anak mereka. Sekarang pikirkanlah tentang imam Eli

dalam Perjanjian Lama. Kita membaca tentang dia dalam 1 Samuel 2 dan 3. Eli

adalah seorang imam. Ia sendiri seorang yang baik. Ia juga membesarkan Samuel

yang muda itu dengan baik. Meskipun demikian, anak-anak Eli sendiri sangat jahat.

Sekarang lihatlah apa yang dikatakan Allah tentang Eli: “Sebab telah Kuberitahukan

189
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 58.

175
kepadanya bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa

yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia

tiak memarahi (atau menghukum) mereka” (1 Sam 3:13).

Ketaatan yang tulus didasarkan pada sikap hormat di dalam hati. Itu bukan

hanya suatu sifat baik, melainkan satu-satunya sifat baik dari seorang anak. Di

dalamnya tercakup semua kebaikan yang dapat dituntut atau diharapkan dari dirinya.
190
Sekilas lintas hal itu kelihatan seperti ketaatan terhadap kehendak manusia saja.

Namun sebenarnya itu sudah merupakan ketaatan terhadap Allah, karena dengan jalan

tunduk kepada kehendak orang tua, anak-anak belajar untuk tunduk kepada suatu

kehendak yang lebih agung dari pada kehendaknya sendiri. Hal taat kepada orang tua

merupakan suatu sekolah. Di dalamnya mereka belajar ketaatan kepada Allah yang

bebas dan langsung, yang harus mereka lakukan bila mereka tidak lagi di bawah

wewenang orang tua. Untuk maksud itulah kita mendidik anak-anak kita supaya pada

waktunya mereka boleh mengikuti kehendak Allah, dan bimbingan Roh-Nya, bukan

berdasarkan kekuatan dari luar, melainkan berdasarkan suara hati dan dorongan dari

dalam batin sendiri.

Belajar taat bearti belajar suatu hukum dasar kehidupan rohani; karena

wewenang Allah sering kita dapatkan melalui wewenang manusia. Bila kita

mengetahui kedudukan kita di bawah suatu wewenang, kita dapat tenang. Ketenangan

dan keyakinan menolong seorang untuk terbuka terhadap Roh Kudus. Soren

Kierkegaard, filsuf kebangsaan Denmark menulis: “Sukar untuk percaya, bukan

190
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 58.

176
191
karena sukar untuk mengerti, tetapi sukar untuk taat.” Anak-anak kita tidak akan

mengalami hubungan yang sejati dengan Allah melalui pengajatran kita saja, kecuali

kita juga meresapkan ke dalam hati mereka rasa ketaatan. Allah tidak menyatakan

diri-Nya kepada para ahli pembuat teori yang hanya nongkrong saja melainkan

kepada mereka yang taat.

Hai anak-anak: taatilah orangtuamu! Itulah rencana Allah untuk kalian. Bila

kalian taat kepada orang tuamu, bearti kalian taat kepada Allah. Dengan demikian

kalian akan mengenal hadirat dan berkat Yesus dalam hidup kalian.

Peraturan Allah Untuk Orang Tua

Ringkasan yang paling singkat namun lengkap dan luas mengenai tugas

panggilan orang tua kita jumpai dalam sebuah kalimat yang ditulis Rasul Paulus

dalam suratnya kepada jemaat di Efesus: “Dan sekarang sedikit nasihat kepada para

orang tua. Jangan terus menerus menggusari dan mencari-cari kesalahan anak-anak

saudara, sehingga membuat mereka marah dan jengkel. Tetapi didiklah mereka

dengan tata tertib yang penuh kasih dan yang menyukakan hati Allah, dengan sasar-

saran dan nasihat-nasihat berdasarkan Firman Allah” (Efesus 6:4, Firman Allah Yang

Hidup: Perjanjian Baru dalam bahasa sehari-hari). Jadi Rasul Paulus meringkaskan

peraturan Allah untuk orang tua di dalam tiga perintah dasar: Mengasihi, Menertibkan
192
, Mendidik.

“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada saat masa

tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Amsal 22:6). Glenn Clark
191
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 58.
192
Ibid. 61. (Menertibkan—dalam buku ini kami sengaja memilih kata ‘menertibkan’ untuk
menterjemahkan kata-kata to discipline yang mencakup pengertian: mendisiplin: mengajarkan tata
tertib: mengatur melatih supaya tertib dan taat: membaisakan kepada tata tertib.

177
seorang guru terbesar dari abad lampau dalam hal kehidupan doa. Ia berkata bahwa

setiap anak datang ke dalam dunia dengan membawa “surat dalam amplop yang

tertutup”. 193
Setiap orang yang lahir ke dunia dan menjadi anggota Tubuh Kristus,

dibekali dengan “surat yang dimeteraikan” tugas khusus yang harus dipenuhinya.

Sebagian tugas orang tua ialah menolong anaknya untuk membuka sampul yang berisi

perintah itu: artinya untuk menolongnya menemukan kehendak Allah dalam

kehidupannya. Itu bearti bahwa orang tua harus membimbing anak mereka masing-

masing di bawah pimpinan Roh Kudus yang penuh daya cipta itu.

Kejujuran, iman, dan kesopanan merupakan tiga sifat baik yang penting yang

harus dimiliki oleh kaum muda. Dengan bimbingan yang kita berikan, ketiga hal itu

tidak sukar dicapai; dan itu merupakan dasar semua Kekristenan yang sejati. Ketiga

hal itu harus dimulai dari orang tua sendiri. Bila ketiga sifat baik itu telah berakar

dalam diri anak, orang tua mendapat penghiburan yang terbesar sementara

menyaksikan anak-anaknya bertumbuh menjadi dewasa dan meninggalkan rumah

untuk membina rumah tangga sendiri.

Peraturan Allah Untuk Suami

Tetapi kasih yang dibicarakan oleh rasul Paulus ..”Hai suami, kasihilah

isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya

baginya…Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap

dia” (Efesus 5:25; Kolose 3:19)…kasih semacam itu bukan diukur oleh apa yang

dirasakan atau bahkan secara langsung dilakukan oleh seseorang. Sebaliknya, kasih

itu diukur dengan pengorbanan diri seorang.

193
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 63.

178
Pernikahan merupakan suatu langkah yang penting dalam kehidupan seorang

laki-laki. Menjadi seorang suami merupakan suatu pekerjaan yang penting. Oleh

karena itu, Allah memberikan banyak ajaran kepada para suami. Ada satu perintah

yang diulang sampai empat kali. Efesus 5:25, 28, 33; Kolose 3:19: “HAi suami,

kasihilah isterimu”. Kata kasih dapat mengandung arti yang berbeda-beda. Karena itu,

Allah menerangkan kasih apa yang dimaksudkannya. Di dalam Efesus 5 kita melihat

bagaiman seorang suami harus mengasihi isterinya: (1) sebagaimana Kristus telah

mengasihi jemaat. (2) sama seperti ia mengasihi tubuhnya sendiri. 194

Mengasihi istri sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat. Suami harus

memounyai kasih seperti Kristus. Kristus sangat mengasihi jemaat. Ia menyerahkan

diri-Nya bagi jemaat. Ini bearti bahwa Kristus mati bagi jemaat. Kasih Kristus adalah

kasih yang suka memberi. Ia mengorbankan diri untuk kebaikan jemaat. Kristus

melakukan banyak hal bagi jemaat. Ia menyucikan jemaat. Ia memberikan kepadanya

pakaian kebenaran. Ia memberikan makanan kepadanya dan Ia ingin supaya jemaat

selalu dekat dengan Dia.

Menjadi seorang suami adalah salah satu tugas yang besar bagi seorang laki-

laki. Jangan sampai ada tugas lain yang begitu dipentingkan sehingga ia mengabaikan

tugasnya sebagai seorang suami yang setia. Allah memerintahkan supaya seorang

suami mengasihi istrinya. Tidak cukup hanya mengatakan bahwa saudara mengasihi

istri saudara. Kristus melakukan sesuatu untuk kasih-Nya kepada jemaat. Kita

melakukan sesuatu untuk menunjukkan kasih kita kepada tubuh kita sendiri.

194
Joyce Coon, Isaac & Margaret Simbiri. Rencana Allah Bagi Rumah Tangga Kristen. (Bandung:
Kalam Hidup, 1978). 70.

179
Beban untuk memeilhara keluarga terletak pada bahu laki-laki. Sebagai istri,

wanita senang menarik beban itu kepada dirinya sendiri, karena sifatnya memang

cenderung untuk menjaga dan mengamat-amati harta benda. Tetapi beban itu terlalu

berat untuk ditanggungnya. Bahu yang lebih kuat diberikan kepada laki-laki. Ia

memiliki kekuatan alamiah yang lebih besar yang memungkinkan bagi dirinya untuk

tetap berdiri tegak di bawah tekanan tanggung jawab untuk memelihara keluarganya.

Hati wanita lebih mudah tawar dan putus asa. Allah telah menciptakannya demikian.

Itulah sebabnya Ia tidak memberikan kepada kaum wanita tanggung jawab untuk
195
mencari nafkah bagi rumah tangganya. Biarlah sang suami memenuhi tanggung

jawabnya untuk menyediakan kebutuhan keluarga supaya si istri tidak mempunyai

dalih untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dari pada yang telah

ditentukan baginya.

Suami yang mengasihi istrinya memberikan perhatian dan hak utama kepada

kebutuhan rohaninya. Perhatiannya yang pertama-tama ialah agar istri itu memiliki

hubungan yang benar dengan Tuhan. Itu bukan bearti hanya mengakui keperluan

seseorang akan agama, tetapi merupakan suatu pengakuan praktis yang bersungguh-

sungguh bahwa yang paling penting ialah Yesus Kristus dan juga bahwa Ia harus

mutlak menjadi Tuhan keluarga. Tugas termulia seorang suami Kristen ialah

mengusahakan agar istrinya mengalami pengudusan dan pertumbuhan dalam

pengudusan. Teladannya ialah Kristus yang telah mengorbankan diri bagi Gereja-Nya

agar dapat menyucikan Gereja itu.

195
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 123.

180
Jangan sampai suami itu membebani diri sendiri dengan kesalahan karena

menyebabkan istrinya mengalami duka cita yang mungkin seumur hidup tetap

terpendam, tak dapat dibagikannya kepada seorang pun di atas muka bumi. Suami

harus mengusahakan agar istri bertumbuh dalam kekudusan. Biarlah ia memandang

istrinya dengan pikiran yang bahagia ini: “Aku ditunjuk untuk memberkati dia. Bukan

hanya untuk menjadikan ia bahagia di dunia. Aku harus mengorbankan diriku demi

kesejahteraan yang keakl. Aku harus mengasihi dia, sebagaimana Kristus mengasihi

Gereja-Nya”. Ia menyadari panggilannya di bawah wewenang Allah untuk menjadi

“kepala” rohani bagi istrinya.

Suami memberikan dirinya untuk istrinya. Artinya, di hadapan mata istrinya ia

berjalan melewati jalan Salib. Dengan teladan yang diberikannya ia menunjukkan apa

yang dimaksudkan dengan mati terhadap diri sendiri. Ia melakukan hal itu bukan

hanya untuk penyuciannya sendiri, namun juga untuk kepentingan istrinya. Bila

terjadi percekcokan antara suami istri, pertama-tama suamilah yang wajib untuk

merendahkan diri dan meminta ampun untuk kesalahan dalam tingah lakunya.

Panggilannya ialah untuk mengasihi istrinya sebagaimana Kristus mengasihi Gereja.

Pintu gerbang untuk memasuki seluruh kehidupan dan berkat rohani ialah pertobatan.

Sebagai kepala rohani keluarga, suami dan ayah itu harus yang pertama bertobat. 196

Wewenang yang dilaksanakan oleh seorang suami terhadap istri dan anak-

aanknya bukan wewenangnya sendiri. Itu wewenang yang dipercayakan Allah

kepadanya. Suami harus melaksanakan wewenang itu dengan tegas dan juga penuh

hikmat, tetapi Allahlah yang meneguhkan dan mempertahankan wewenang itu.

196
Larry Christenson. Keluarga Kristen. (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1970). 128.

181
Hanyalah mereka yang hidup di bawah wewenang yang cakap untiuk menerapkan

wewenang. Seorang suami yang rumah tangganya dipenuhi dengan pemberontakan

pertama-tama harus memandang kepada huungan pribadinya dengan penguasanya

yaitu Kristus. “Kepala dari tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah

laki-laki” (1 Kor 11:3). 197

Jadi bila Alkitab berkata “suami, kasihilah istrimu,” yang dimaksudkan

sebenarnya jauh lebih dari pada sekedar harus mempunyai perasaan senang dan kasih

sayang terhadap istrinya. Yang dikatakan dalam ayat itu ialah bahwa sang suami

harus mati bagi istrinya, sebagaimana Kristus mati bagi Gereja. Dari dalam

“kematian” semacam itu, Roh Kudus akan menumbuhkan buah-Nya di dalam segenap

keluaraga: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan , kebaikan,

kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri (Gal 5:22).

Pernikahan Suatu Rahasia Yang Ajaib

Di dalam kitab Ulangan dikisahkan bagaimana bani Israel bersiap-siap untuk

menyebrang ke tanah Kanaan dan memasuki negeri yang dijanjikan Allah kepada

mereka. Di situ Nabi Musa menjelaskan kepada mereka tentang pola atau gaya

kehidupan yang direncanakan Allah bagi mereka di lingkungan yang baru itu. Atas

nama Allah, Musa menjanjikan, bahwa apabila umat Israel menaati semua perintah

Allah, mereka akan diberkati secara luar biasa dalam segala kehidupan. Nabi Musa

melukiskannya dengan begitu indah dan menggambarkannya sebagai suatu kepuasan

dan suasana damai yang tiada kunjung berakhir. Betapa indahnya kehidupan rumah

tangga yang pada mulanya direncanakan Allah bagi umat-Nya itu!

197
Ibid. 129.

182
Kira-kira seribu dua ratus tahun kemudian, dengan perantaraan Nabi Maleakhi

Allah memeriksa kembali perilaku bani Israel semenjak mereka mendiami negeri

Perjanjian mereka itu. Kebanyakan di antar mereka ternyata gagal memenuhi

persyaratan Allah, sehingga tidak pernah mencicipi atau menikmati derajat atau

kualitas kehidupan yang tinggi, yang semula direncanakan Allah bagi mereka. Ketika

membuat penilaian-Nya, Allah menunjukkan kepada bani Israel dalam hal-hal yang

mana mereka telah gagal. Salah satu kegagalan mereka adalah dalam kehidupan

rumah tangga, yaitu dalam pernikahan.

Kenyataan dalam Maleakhi 2:13-14, bahwa kegagalan Israel dalam hal ini

bukan dikarenakan mereka kurang beragama. Sesungguhnya, mereka telah “menutupi

mezbah dengan air mata”. Mereka cukup rajin berdoa, namun perkawinan mereka

tidak ada yang beres! Begitu juga yang sering terjadi di zaman sekarang. Banyak

orang sibuk melakukan segala macam kegiatan agama, tetapi pada kenyataannya

perkawinan mereka mengalami kegagalan. 198

Pada hakikatnya, dasar kegagalan bani Israel ditunjukkan dalam kata-kata di

bagian penutup ayat 14, “padahal dialah….isteri seperjuanganmu.” Bangsa Israel

telah begitu merosot akhlaknya sehingga mereka berpikir bahwa mereka berhak

menetapkan standar atau patokan mereka sendiri mengenai pernikahan, bahkan

dengan seenaknya mengubah dan membatalkan standar yang telah ditetapkan oleh

Tuhan. Tetapi sekarang Tuhan memberi peringatan kepada mereka bahwa Ia

198
Derek Prince. Pernikahan Ikatan yang Kudus. (Florida: Derek Prince Ministries, 1978). 21.

183
memandang pernikahan dari suatu segi yang lain. Menurut rencana-Nya yang kekal

pernikahan merupakan suatu perjanjian yang sakral dan yang mengikat. 199

Sesudah ayat di Maleakhi tadi, wahyu Ilahi yang selanjutnya mengenai

perkawinan, yang bahkan lebih lengkap lagi disampaikan kepada umat manusia

melalui Tuhan Yesus. Intisari pengajaran Yesus mengenai perkawinan itu dapat kita

temukan dalam sebuah percakapan-Nya dengan sejumlah pemimpin agama golongan

Farisi, seperti tercatat di dalam Matius 19:3-9: (3) Maka datanglah orang-orang farisi

kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: “Apakah diperbolehkan orang

menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” (4) Jawab Yesus: “Tidakkah kamu

baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki

dan perempuan? (5) “Dan Firman-Nya: ‘Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah

dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging’

(6) “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah

dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (7) Kata mereka kepada-Nya:

“Jika demikian apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai

jika orang menceraikan isterinya?” (8) Kata Yesus kepada mereka: “Karena ketegaran

hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah

demikian. (9) “Tetapi aku berkata kepadamu: barangsiapa menceraikan isterinya,

kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”

Pengajaran Yesus di sini dapat disimpulkan menjadi empat kalimat pernyataan

sebagai berikut: (1) Standar bagi pernikahan yang pada akhirnya berlaku di negeri

Israel menurut ajaran Yudaisme (agama Yahudi) jauh lebih rendah dari pada standar

199
Derek Prince. Pernikahan Ikatan yang Kudus. (Florida: Derek Prince Ministries, 1978). 22.

184
atau tingkatan mutu yang sesungguhnya diinginkan oleh Allah. (2) Tujuan Allah yang

sebenarnya bagi pernikahan dinyatakan pada waktu Ia menciptakan lelaki dan

perempuan pada mulanya. (3) Ketika lelaki dan perempuan dipersatukan pada

mulanya, mereka menyatu demikian sempurnanya, sehingga masing-masing

kehilangan identitas pribadinya karena menjadi “satu daging”. (4) Yesus mempunyai

rencana untuk memulihkan keadaan pernikahan dari seluruh umat-Nya, sehingga

kembali kepada standar yang ditetapkan semula pada saat penciptaan. 200

Dasar-dasar Pernikahan Kristen

Berpusat kepada Kristus

Pasangan yang baru menikah disarankan untuk membangun dan meemlihara


201
rumah tangga berpusatkan Kristus . Segala sesuatu berdiri di atas dasar tersebut.

Jika seorang suami dan istri muda berkomitmen mendalam pada Yesus Kristus,

mereka menikmati keuntungan-keuntungan sangat besar atas keluarga di luar ukuran

rohani. Kehidupan doa yang bearti adalah esensial dalam memelihara rumah tangga

yang berpusatkan Kristus, kebutuhan akan doa ditambahkan dalam struktur kehidupan

keluarga. Hubungan pribadi dengan Yesus Kristus adalah batu penjuru pernikahan,

memberikan arti dan tujuan bagi setiap dimensi kehidupan. Dengan mampu bersujud

dalam doa pada permulaan atau akhir suatu hari menghasilkan ekspresi terhadap

frustasi dan perhatian yang mungkin tak tersalurkan.

Betapa seringnya kita mengalami hal yang sama dalam pernikahan. Kita

berfokus pada gejala-gejala seperti: “Kita perlu memperbaiki komunikasi kita.” ;

200
Derek Prince. Pernikahan Ikatan yang Kudus. (Florida: Derek Prince Ministries, 1978). 23.
201
Mike Yorkey. Menumbuhkan Pernikahan Yang Sehat. (Jakarta: Harvest Publication House, 1996).
4.

185
“Kita perlu menangani konflik dengan lebih baik.”; “Kita perlu lebih sering

menghargai.”; “Kita perlu memiliki rencana yang disepakati bersama dengan anak-

anak.”; “Kita perlu berjuang lebih keras menjaga agar romantisme selalu menyala

dalam relasi kita.”;

Semuanya itu dirangkum dalam pertanyaan berikut: Apakah anda berdua

pasangan yang berpusat kepada Tuhan, ataukah berpusat kepada satu sama lain?

Seorang istri yang berpusat kepada suaminya bersikap sangat baik kepada suaminya

bila si suami juga bersikap sangat baik kepadanya. Ia menyediakan dirinya selama

sang suami memperhatikannya. Suami yang berpusat kepada istrinya akan melakukan

apa saja untuk sang istri selama si istri bersikap romantic kepada istrinya selama ia

merasa dihargai atas tindakannya itu.

Namun Paulus memberitahukan bahwa kita harus menyempurnakan

kekudusan dalam takut akan Allah. Karena Allah layak disembah, kita selalu

dipanggil menuju kekudusan; kita selalu dipanggil untuk mengasihi. Suamiistri

berpusat kepada Tuhan merasa lebih termotivasi oelh komitmennya kepada Tuhan
202
daripada oleh respon apa pun yang mungkin diberikan oleh pasangannya. Orang

Kristiani yang berpusat kepada pasangannya akan berusaha mencari dalih untuk

berhenti mencintai pasangannya setelah pasangannya berbuat dosa. Namun, jika dalih

ini dibenarkan, kita semua dapat menghindari panggilan untuk mengasihi karena kita

semua menikah dengan orang berdosa.

Bayangkanlah perubaha-perubahan yang dapat terjadi dalam kehidupan

pernikahan anda jika anda meluangkan waktu sebelum suami atau istri anda pulang

202
Gary Thomas. Devotions for a Sacred Marriage. (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2013). 10.

186
kerja malam ini, dengan bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, bagaimana caranya agar aku

dapat mencintai pasanganku hari ini lebih dari semua yang pernah membuatnya

merasa dicintai?” dan dengarkanlah respon-Nya, jawaban-Nya bisa jadi sangat

praktis; ambil alih jatah pekerjaannya di rumah, berbicaralah dengan kata-kata yang

menguatkan, kerjakan apa yang perlu diperbaiki. Bisa juga Dia mendorong kita

melakukan hal-hal yang romantik, super kreatif, penuh kemurahan hati, atau sesuatu

yang sangat sederhana.

Namun yang pasti, mintalah pertolongan Tuhan. Jadilah rekan sekerja-Nya

untuk membangun dan mendukung orang yang telah anda pilih untuk mendampingi

anda seumur hidup. Berdoalah, “Tuhan, bagaimana aku dapat mencintai pasanganku

hari ini lebih dari semua yang pernah atau yang akan membuatnya merasa dicintai?”

Dengan berfokus pada apa yang dapat kita lakukan, kita akan merasa terkagum-

kagum saat menyadari betapa sedikitnya waktu yang tersisa untuk berkubang dalam

kekecewaan kita.

Pernikahan adalah lembaga pertama yang diciptakan Allah. Setiap kali anda

mulai berbicara tentang pernikahan, rumah tangga, dan keluarga, Allah turut berperan

didalamnya. Allah menyebut lembaga pernikahan sebagai, “Sebab itu seorang laki-

laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga

keduanya menjadi satu daging” (Kej 2:24). Ikatan bersama antara suami dan istri

merupakan sel terkecil Gereja: yaitu dua orang yang mengasihi Allah bergabung

menjadi satu. Dalam Kejadian 1, Allah menciptakan laki-laki dan banyak binatang,

tetapi tidak ada teman yang cocok atau “penolong yang sepadan” untuk Adam. Dalam

187
Kejadian 2:18, Tuhan Allah berfirman: “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri

saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” 203

Allah dapat melakukan apa saja yang Dia ingnkan. JIka Yesus bisa

menyembuhkan seseorang yang lumpuh, maka Allah juga dapat mengambil sebuah

tulang rusuk atau sisi seorang laki-laki dan menciptakan seorang perempuan dari

tulang itu. Jika Dia dapat mengambil debu bumidan membuatnya menjadi seorang

laki-laki, maka Dia juga dapat menciptakan seorang perempuan dari sebuah tulang

rusuk.

Allah menciptakan perempuan sebagai seorang pendamping bagi laki-laki.

Adam kesepian. Ia memiliki semua hal yang mungkin ia perlukan di dunia ini, tetapi

di dalam dirinya ada rasa kesepian (kekosongan) yang tidak terpuaskan. Hawa

memenuhi kebutuhannya ini. Ia melengkapi Adam seperti juga Allah telah

menciptakan para istri masa kini untuk melengkapi suami mereka.

Meninggalkan dan Menyatu

“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan

bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej 2:24). Salah

satu hal dari banyak hal terpenting supaya anda benar-benar mengasihi teman hidup

anda dalam ikatan pernikahan adalah meninggalkan keluarga anda. Beberapa orang

tidak pernah benar-benar meninggalkan keluarganya. Mereka masih terikat, ibu

mereka masih menolong anaknya meninggalkan rumah untuk emnikah, itulah saatnya

anda harus memotong tali-tali ketergantungan itu. Hal ini berlaku bagi perempuan dan

203
Billy Joe Daugherty. Pernikahan yang Kokoh. (Jakarta: Yayasan Media Buana Indonesia, 2002). 3.

188
204
juga laki-laki: tinggalkan pengaruh dan kendali orangtua atas hidup anda ketika

anda bergaul dengan teman hidup anda. Alkitab menyebutkan bahwa ada perpisahan

da n ada penyatuan. Ini bearti, sebagai suami istri, anda sama-sama ditarik sehingga

terpisah dari hubungan-hubungan asal anda.

Dalam pernikahan, Allah telah memamnggil dua orang untuk menjadi satu,

disatukan dalam tingkah laku, pikiran, cita-cita, dan tujuan. Inilah sebabnya para

bujangan perlu menyatukan pikiran dan hati dengan calon pasangan mereka sebelum

mereka menikah. Banyak orang benar-benar hanya bersatu secara fisik, tetapi tidak

pernah bersatu dalam pikiran, cita-cita, arah, kehendak, dan tujuan hidup.
205
Billy berpendapat, banyak orang menikah dan kemudian menemukan

bahwa orang yang mereka nkahi memiliki rencana hidup yang berbeda. Betapa

pentingnya penyesuaian diri kita di dalm hidup. Kita harus menyesuaikan diri kita dan

mencapai sasaran sebelum “mendarat” di dalam hubungan pernikahan. Kita harus

menyesuaikan diri dalam penyatuan satu dengan yang lain. Jika tidak dapat mencapai

penyatuan ketika masih dalam masa pacaran, sebaiknya tunda dulu pernikahan anda.

Penundaan lebih baik daripada perceraian. Banyak pernikahan akan dapat

diselamatkan jika para calon mempelai dapat menunggu sampai mereka mencapai

penyatuan dan menyelesaikan berbagai masalah yang timbul sebelum pernikahan.

Kata yang mencerminkan naskah Allah bagi pernikahan ialah permanen, yang

bearti “kekal selamanya”. Kata ini sangat kuat tersirat di dalam petunjuk pertama

Alkitab tentang pernikahan: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya

204
Billy Joe Daugherty. Pernikahan yang Kokoh. (Jakarta: Yayasan Media Buana Indonesia, 2002). 7.
205
Ibid. 8.

189
dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”

(Kej 2:24). Dalam konteks ini, kata bersatu tidak menunjuk pada sesuatu yang dapat

dipisahkan, seperti dua gerbong kereta api yang dapat dipasang, tetapi kemudian

dapat dengan mudah dipisahkan. Sebaliknya, kata Ibrani untuk bersatu bearti

“berpautan”, “melekat”, “membelah”, atau “menempel”. Kata itu menyiratkan ikatan

yang abadi dan satu pernikahan untuk seumur hidup. Yesus mengutip ayat yang sama

ini di dalam Injil Matius, dan kata Yunani yang dipakai bearti “direkatkan bersama”.

Di dalam konteks ini, kata tersebut tidak berbicara tentang membatasi ruang gerak,

tetapi ikatan permanen dan melepaskan potensi. 206

Pernikahan merupakan komitmen yang melibatkan tiga individu—suami, istri,

dan Yesus Kristus. Raja Salomo menulis, “Orang yang berjalan seorang diri mudah

diserang dan dikalahkan, tetapi dua orang akan dapat bertahan dan mengalahkan

lawan. (Tiga orang lebih baik lagi) Tali tiga lembar tidak mudah diputusan”

(Pengkhotbah 4:12 FAYH). Di dalam konteks pernikahan, hal itu bearti bahwa suami

dan istri berkomitmen satu sama lain dan kepada Yesus. Mereka mempunyai sarana

yang dapat mereka pakai membuat pernikahan mereka sukses.

Komitmen yang sejati tidak didasarkan pada perasaan, tetapi pada ikrar yang

kita buat di depan Allah dan orang-orang lain ketika kita menikah. Komitmen yang

sejati merupakan janji dan ikrar yang kita laksanakan sampai akhir—menggilas setiap

rintangan yang menghalangi jalan kita. Pernikahan memberikan diri sepenuhnya

kepada orang lain. Tentu saja, jenis komitmen seperti ini beresiko, tetapi membuat

hidup lebih memuaskan.

206
H. Norman Wright. Sekali Untuk Selamanya. (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2010). 80.

190
Komitmen pernikahan ialah janji yang dibuat dan disimpan oleh dua orang

yang tidak sempurna—orang-orang dengan cacat, kesalahan, dan kelemahan sifat.

Komitmen bearti menantikan dan menerima kenyataan bahwa pasangan anda akan

mengecewakan anda dan kadang kala tidak memenuhi harapan-harapan anda. Dan itu

bearti tetap bersama pasangan anda ketika kesulitan-kesulitan menghampiri

pernikahan anda, dan mungkin akan terjadi. Orang-orang yang berkomitmen tahu

bahwa mereka hanya dapat mengendalikan perilaku dan pikiran mereka, dan bukan

dari pasangan mereka. 207

Agar sebuah pernikahan kristiani stabil dan berkembang, pasangan suami istri

harus memiliki komitmen pernikahan sebagai sebuah institusi, dan sekaligus

pernikahan sebagai sebuah hubungan. Komitmen pada institusi pernikahan

menciptakan konteks dimana pertumbuhan dapat terjadi, sementara komitmen pada

hubungan pernikahan menjamin bahwa hal-hal yang membentuk pernikahan pribadi

akan terjadi. Bersama-sama, kedua komitmen ini menciptakan pernikahan.

Komitmen bearti mengatakan “ya” bagi waktu dengan pasangan anda dan

“tidak” bagi banyak hal yang lain. Dr. Scott Stanley menulis, 208
“Komitmen bearti

membuat pilihan untuk meninggalkan beberapa pilihan. Lebih jauh lagi, benar-benar

berpegang pada komitmen anda akan mengharuskan seorang untuk melindungi

pilihan yang telah dibuatnya di dalam konteks tuntutan-tuntutan kehidupan. Menjaga

komitmen mengharuskan kita untuk mengenali bahwa beberapa jalan tak lagi tersedia

bagi kita. Kita telah meninggalkannya.

207
H. Norman Wright. Sekali Untuk Selamanya. (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2010). 81.
208
H. Norman Wright. Sekali Untuk Selamanya. (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2010). 96.

191
Akhirnya, masing-masing perlu membuat komitmen untuk komitmen itu

sendiri. Pada awalnya hal itu kedengaran seperti tantangan yang aneh, tetapi

sebenarnya hal itu semata-mata kepercayaan dan keyakinan bahwa kita akan

mengakhiri apa yang telah kita mulai, terutama apabila menyangkut pernikahan kita.

Dua Orang untuk Menciptakan Kesatuan

Gagasan laki-laki dan perempuan adalah gagasan Allah. “Maka Allah

menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-

Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej 1:27). Kejadian 1

menyatakan fakta penciptaan manusia, sementara Kejadian 2 mengungkapkan

bagaimana proses tersebut berlangsung. Dalam pasal pertama ini, kita menemukan

kebenaran fundamental yang sangat penting bagi pengertian akan pernikahan bahwa

Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk maksud-maksud baik-Nya.

Tampaknya terlalu jelas untuk disebutkan, namun harus ditegaskan bahwa penciptaan

dua jenis manusia, laki-laki dan perempuan, bukanlah suatu persekongkolan untuk
209
merintangi ambisi pergerakan kebebasan kaum wanita. Ini sama sekali tidak

bertujuan merendahkankaum wanita. Seharusnya ini menjadi sesuatu yang berharga,

karena penciptaan tidaklah sempurna tanpa perempuan. Dalam sebuah tindakan penuh

kasih, menakjubkan, dan kreatif. Allah menciptakan misteri laki-laki dan perempuan

yang sangat indah, kemaskulinan dan kefeminiman, untuk memberikan kegembiraan

dalam kehidupan kita. Bayangkan betapa hambarnya, betapa dunia in hanya akan

209
Ed Wheat, M.D & Gloria Okes Perkins. Love Life for Evevry Married Couple.(Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil Immanuel, 1999). 22.

192
menjadi satu dimensi bila hanya ada jenis kelamin anda! Siapa yang ingin hidup

dalam suatu dunia yang semuanya laki-laki atau suatu dunia yang semuanya

perempuan? Atau dalam dunia dengan banyak jenis kelamin di mana semua tanda-

tanda jenis kelamin diabaikan atau ditiadakan? Manusia yang menolak untuk

menyadari dan bergembira akan perbedaan-perbedaan fundamental antara pria dan

wanita tidak akan pernah merasakan kebaikan ilahi yang telah direncanakan Allah

dalam pernikahan.

Pernikahan dirancang Allah untuk memenuhi masalah utama manusia yaitu

kesepian. Bayangkan laki-laki ini hidup dalam lingkungan yang sempurna, namun

sendirian. Ia mempunyai persekutuan dengan Allah dan ditemani oleh burung-burung

dan satwa-satwa. Ia mempunyai pekerjaan yang menarik, karena kepadanya diberikan

tugas untuk mengamati, menggolongkan, dan memberi nama pada semua makhluk

hidup. Akan tetapi, ia sendirian. Allah memandang bahwa ini ”tidak baik”. Oleh

karena itu, Pencipta yang bijak dan penuh kasih memberkan pemecahan yang

sempurna. Ia menciptakan ciptaan yang lain, seperti laki-laki, namun sungguh

menakjubkan, tidak serupa dengannya. Perempuan itu diambil dari laki-laki itu,

namunperempuan itu melengkapi dia. Perempuan itu benar-benar sepadan dengannya

secara spiritual, intelektual, emosional, dan fisik. Menurut Allah, perempuan itu

dirancang untuk menjadi “penolong” bagi laki-laki. Istilah penolong ini mengacu

pada hubungan yang bermanfaat di mana satu orang mebantu atau mendukung orang

yang lain sebagai seorang teman atau seorang sekutu. Mungkin anda membayangkan

seorang penolong seperti seorang bawahan, seperti seorang hamba yang diperhalus.

Anda akan memandang sebuatan wanita tersebut dalam suatu terang yang baru saat

193
anda menyadari bahwa bahasa Ibrani yang sama untuk penolong digunakan oleh
210
Allah sendiri dalam Mazmur 46:1, di mana Ia disebut sebagai penolong kita,

“sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti”.

Pernikahan senantiasa dimulai dengan suatu kebutuhan yang sudah ada dari

mulanya, suatu kebutuhan akan pesahabatan dan kelengkapan yang dimaksudkan

Allah. Pernikahan dirancang untuk menyembuhkan kesepian fundamental yang

dialami oleh setiap manusia. Dalam kasus anda sendiri, sampai taraf di mana

pasangan anda tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan anda secara spiritual,

intelektual, emosional, dan fisik dan sampai taraf di mana anda tidak memenuhi

kebutuhan-kebutuhan pasangan anda, dapat dikatakan bahwa anda berdua masih tetap

sendiri. Akan tetapi, hal ini tidaklah sesuai dengan rencana Allah, dan ini dapat

disembuhkan. Rencana-Nya adalah kesempurnaan bagi anda berdua.

Pernikahan direncanakan dan ditetapkan untuk membawa kebahagiaan bukan

kesengsaraan. “Lalu berkatalah manusia itu: ‘Inilah dia, tulang dari tulangku dan

daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki””

(Kejadian 2:23). Inilah kidung cinta pertama di dunia! Pakar-pakar Ibrani mengatakan

bahwa Adam sedang mengekspresikan kegembiraan yang luar biasa, kekaguman yang

riang gembira, akhirnya, saya mempunyai seorang yang sesuai dengan saya!” Ucapan

Adam, “tukang dari tulangku, dan daging dari dagingku”, menjadi perkataan favorit

dalam Perjanjian Lama untuk menggambarkan hubungan pribadi yang intim. Akan

tetapi, kepenuhan dari arti perkataaan tersebut menjadi milik Adam dan mempelainya,

210
Ed Wheat, M.D & Gloria Okes Perkins. Love Life for Evevry Married Couple.(Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil Immanuel, 1999). 24.

194
211
Dr. Charles Ryrie melontarkan suatu pendapat yang menarik , yakni bahwa bahsa

Ibrani dari kata perempuan, ishhah, berasal dari akar kata yang bearti “menjadi

lembut” mungkin suatu ekspresi dari kefeminiman yang menyenangkan dan baru dari

seorang wanita.

Jadi, ketika Tuhan membawa perempuan itu kepada Adam, laki-laki itu

mengekspresikan perasaannya dalam kata-kata seperti ini, “Akhirnya kutemukan

seorang yang dapat melengkapiku, yang mengusir kesepianku, yang akan menjadi

sama berharganya bagiku seperti daguingku sendiri. Ia begitu cantik! Ia sungguh

sesuai denganku. Ia adalah segalanya yang aku butuhkan!”

Dapatkah anda mebayangkan emosi yang semestinya menyala-nyala dalam

diri keduanya, laki-laki dan perempuan itu, ketika mereka menyadari bahwa mereka

bearti bagi satu sama lain? Dapatkah anda menangkap apa tujuan Allah menciptakan

perempuan bagi laki-laki? Walaupun semua kelakar konyol melontarkan hal yang

sebaliknya, pernikahan telah dirancang untuk kesenangan kita, kebahgiaan kita. Dan

tujuan Allah tidak pernah berubah.

Pernikahan harus dimulai dengan meninggalkan semua hubungan yang lain

untuk dapat menegakkan suatu hubungan permanen antara satu pria dengan satu

wanita 212
. “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan

bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24).

Allah memberikan perintah tiga bagian ini pada awal mula saat Ia menahbiskan

211
Ed Wheat, M.D & Gloria Okes Perkins. Love Life for Evevry Married Couple.(Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil Immanuel, 1999). 24.
212
Ed Wheat, M.D & Gloria Okes Perkins. Love Life for Evevry Married Couple.(Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil Immanuel, 1999). 25.

195
lembaga pernikahan. Ini tetap mereupakan konseling pernikahan yang paling ringkas

dan menyeluruh yang pernah disajikan. Kalau saja anda mau mencemati, kata-katanya

kebanyakan merupakan kata-kata yang dalam bahasa Inggris yang terdiri atas suku

kata –kata-kata sederhana, mudah dimengerti, kendati mereka mempunyai kedalaman

arti yang tak terhingga. Kata-kata ini meringkasa segenap ajaran Kitab Suci mengenai

pernikahan. Semua hal lain yang dikatakan hanya menekankan atau memperkuat tiga

prinsip dasar yang berasal dari sini, tetapi tidakpernah mengubah sedikitpun. Ini layak

anda pertimbangkan karena setiap masalah nyata yang anda hadapi dalam pernikahan

muncul karena anda mengabaikan beberapa aspek dari perintah Allah dalam Kitab

Kejadian ini.

Pertama-tama kita harus mengerti, bahwa pernikahan dimulai dengan suatu

tindakan meninggalkan: meninggalkan semua hubungan-hubungan yang lain.

Hubungan terdekat di luatr pernikahan ditetapkan di sini, secara tidak langsung bahwa

apabila ayah dan ibu harus ditinggalkan, ini bearti semua ikatan-ikatan lain yang lebih

tidak erat harus dipatahkan, diubah, atau ditinggalkan.

Tentu saja ikatan kasih dengan orang tua merupakan ikatan yang berjalan

seumur hidup. Akan tetapi, ikatan ini harus diubah sifatnya agar komitmen sang pria

sepenuhnya tertuju kepada istrinya. Dan komitmen sang istri sepenuhnya hanyalah

bagi sang suami. Tuhan memberikan perintah ini kepada kaum laki-laki, walaupun

prinsip ini berlaku bagi suami dan istri; hal ini karena bergantung pada kaum laki-laki

untuk mendirikan suatu rumah tangga baru di mana ia harus bertanggung jawab

196
213
sepenuhnya . Ia tidak lagi dapat bergantung pada ayah dan ibunya; ia tidak lagi

dapat berada di bawah otoritas mereka, karena sekarang ia adalah kepala dari

keluarganya sendiri.

Kitab Suci menjelaskan bahwa orang dewasa sekalipun tetap harus

menghormati orang tuanya, dan sekarang setelah ia mandiri, ia harus memelihara

mereka apabila perlu dan bertanggung jawab atas mereka daripada bertanggung jawab

kepada mereka (Lih. Matius 15: 3-9 dan 1 Timotius 5:4-8). Akan tetapi,

tundkanmeninggalkan harus dilakukan, karena baik orang tua maupun hubungan-

hubungan lain tidak boleh ada di antara suami dan istri.

Prinsip pertama yang dapat kita pelajari dari Kejadian 2:24 adalah; pernikahan

bearti meninggalkan. Jika anda tidak bersedia meninggalkan segala hubungan lainnya,

anda tidak akan pernah dapat membangun kesatuan dari hubungan yang

menggairahkan, yang telah direncanakan Allah untuk dinikmati setiap pasangan yang

sudah menikah.

Pernikahan membutuhkan suatu kesatuan antara suami dan istri yang tidak
214
dapat terpisahkan sepanjang hayat mereka . Prinsip berikutnya yang dapat

dipelajari dari ordonansi ini adalah bahwa tidak aka nada gunanya meninggalkan,

kecuali anda siap untuk menghabiskan seumur hidup anda dengan bersatu. Sekali lagi,

pahami bahwa Tuhan mengarahkan ini secara khusus kepada suami, walaupun prinsip

ini berlaku bagi suami istri.

213
Ed Wheat, M.D & Gloria Okes Perkins. Love Life for Evevry Married Couple.(Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil Immanuel, 1999). 25.
214
Ed Wheat, M.D & Gloria Okes Perkins. Love Life for Evevry Married Couple.(Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil Immanuel, 1999). 27.

197
Bertolak dari pengertian ini, jelas bahwa Allah mempunyai amanat yang

penuh kuasa bagi pasangan yang sudah menikah, dan suatu cara bertindak yang

dinamis, yang direncanakan bagi sang suami khususnya. Suami terutama bertanggung

jawab untuk melakukan segala apa yang mungkin dan juga untuk menjadi sebagimana

seharusnya agar seorang suami dapat membentuk ikatan dengan istrinya, yang akan

membuat mereka tak terpisahkan. Dan si istri harus menanggapi suaminya dengan

sikap yang lama. Ikatan-ikatan ini tidaklah seperti pita-pita sutra cantik yang

dilekatkan pada kado-kado pernikahan. Sebaliknya, mereka harus ditempa dalam

kehidupan sehari-hari dan dalam tekanan-tekanan yang ditimbulkan oleh krisis,

bagaikan baja ditempa dalam bara api, agar dapat membentuk suatu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan.

Banyak dari nasihat praktis yang akan memperlihatkan kepada anda bagaiman

untuk bersatu dengan pasangan anda dalam berbagai keadaan dan banyak cara yang

berbeda. Bagaimanapun ekspresinya, perpautan senantiasa melibatkan dua

karakteristik: (1) Kesetiaan yang tak tergoyahkan; (2) Suatu pengejaran cinta kasih

yang aktif dan tidak kenal lelah. Ingatlah bahwa rencana Allah abgi anda dan

pasangan anda adalah suatu kesatuan yang tak terpisahkan, yang anda hasilkan bila

anda menaati perintah-Nya untuk saling bersatu.

Pernikahan bearti kesatuan dalam pengertian yang sepenuhnya, termasuk


215
hubungan fisik yang intim tanpa rasa malu . Sekarang kita dapat melihat bahwa

pola pernikahan yang dicanangkan Allah pada saat Penciptaan akan menghasilkan

215
Ed Wheat, M.D & Gloria Okes Perkins. Love Life for Evevry Married Couple.(Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil Immanuel, 1999). 29.

198
sesuatu yang luar biasa, jika pola tersebut kita taati. Dua akan menjadi satu. Ini adalah

lebih dari sekedar kebersamaan! Tidak ada penulis, guru, atau pakar teologi yang

pernah menjelaskan arti keseluruhan dari dua orang yang menjadi “satu daging”. Kita

hanya tahu bahwa hal itu memang terjadi.

Beberapa persyaratan dasar harus diperhatikan. Supaya hal ini dapat terjadi,

pernikahan harus monogami (hanya melibatkan dua orang saja). Pada saat yang sama,

semua perzinaan dan persetubuhan bebas harus dienyahkan, karena sebagimana yang

ditekankan Tuhan Yesus dalam Perjanjian Baru, keduanya menjadi satu. Alkitab

dengan jelas menggambarkan akibat jangka panjang yang mengerikan dari pernikahan

yang poligami dan akibat yang membawa maut bagi perzinaan. Amsal 6:32

mengatakan: “Siapa melakukan zina tidak berakal budi; orang yang berbuat demikian

merusak diri”. Tentu saja tidak seorang pun dapat berdalih dengan mengatakan tidak

tahu! Pernikahan juga harus heteroseksual. Allah menciptakan satu wanita bagi satu

pria. “Pernikahan” homoseksual yang sedang gencar-gencarnya dipromosikan di

beberapa belahan dunia dewasa ini, merupakan suatu penyimpangan yang

menyedihkan dan menjijikkan dari rencana Sang Pencipta bagi penyatuan yang kudus

antar asatu pria dan satu wanita 216

Dengan demikian, dalam pola ilahi pernikahan, hubungan seksual antara

suami dan istri meliputi, baik pengenalan fisik yang intim maupun pengenalan pribadi

yang lembut dan intim. Jadi, meninggalkan, bersatu dan saling mengenal satu sama

lain menghasilkan suatu identitas baru di mana dua pribadi melebur menjadi satu –

216
Ed Wheat, M.D & Gloria Okes Perkins. Love Life for Evevry Married Couple.(Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil Immanuel, 1999). 29.

199
satu pikiran, ahti, tubuh, dan roh. Inilah sebabnya mengapa perceraian mempunyai

pengaruh yang menghancurkan. Perceraian tidak menghasilkan dua orang namun dua

keping yang tadinya satu.

Dalam Perjanjian Baru, Roh Kudus menggunakan rahasia menajdi satu daging
217
dalam Kitab Kejadian , dengan dimensi hubungan seksualnya, untuk

menggambarkan suatu rahasia yang bahkan lebih jauh lebih dalam; yakni hubungan

antara Yesus Kristus dan mempelai-Nya, yaitu gereja-Nya. “Sebab itu laki-laki akan

meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya

menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan

Kristus dengan jemaat” (Efesus 5:31-32).

Inilah pernikahan yang telah direncanakan Allah sejak awalnya – suatu

hubungan cinta kasih yang begitu mendalam, lembut, murni, dan intim yang

meneladani hubungan Kristus dengan gereja-Nya. Inilah dasar dari kehidupan cinta

yang dapat anda nikmati dalam pernikahan anda, suatu dasar di mana anda dapat

membangun dengan aman.

Dalam kenyataan, kesatuan ini sama sekali bukan khayalan. Memang itulah

rancangan Allah untuk perkawinan. Itulah gambaran Alkitab untuk perkawinan. Dari

semula, di Taman Eden, Allah memutuskan bahwa “tidak baik, kalau manusia itu

seorang diri saja,” lalu Ia menempatkan laki-laki dan perempuan bersama-sama untuk

membangun kesatuan yang dicari-cari semua orang (Kej 2:18). Dan Tuhan Yesus

mengajar kepada kita, “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya

217
Ed Wheat, M.D & Gloria Okes Perkins. Love Life for Evevry Married Couple.(Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil Immanuel, 1999). 30.

200
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Karena itu,

apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Markus 10:7-8)
218
.

Pernikahan Kristen juga merupakan proses pendewasaan bagi pasangan suami

istri. Firman Allah dengan tegas mengatakan bahwa seorang laki-laki akan

meninggalakan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya. Firman Allah tidak

mengajarkan bahwa ketika seseorang menikah ia harus memutuskan hubungan sama

sekali dengan orang tuanya. Sebaliknya, Firman Allah mengingatkanbahwa seorang

anak harus elalu menghormati dan mengasihi orang tuanya kapan saja di mana pun

dan bagaiman pun kondisi orang tua mereka. 219

Di sini sebenarnya Firman Allah ingin mengajarkan satu prinsip penting bagi

sebuah pernikahan Kristen. Pernikahan pada hakikatnya adalah sebuah proses


220
pendewasaan bagi pasangan yang menikah. Pasangan suami istri harus belajar

untuk bersikap dan bertindak secara dewasa ketika menghadapi berbagai macam

persoalan di dalam kehidupan rumah tangga tanpa harus melibatkan orang tua

mereka. Suami istri harus belajar untuk bersatu dan mandiri dalam menghadapi serta

menyelesaikan masalah yang ada tanpa harus menyeret orang tua masukke dalam

masalah mereka. Orang tua hanya boleh diminta bantuannya sebatas memberi nasihat

dan petunjuk yang positif untuk pemecahan masalah yang dihadapi oleh anak dan

menantunya. Orang tua tidak diperkenankan untuk ikut campur terlalu dalam terhadap

konflik antara anak dan menantunya. Campur tangan orang tua yang terlalu jauh
218
Dr. Henry Cloud & Dr. John Townsend. Batas-batas dalam Perkawinan. (Batam: Interaksara,
2002). 95.
219
Pdt. Agung Gunawan, Th. M. Keluarga Yang Sesuai Pola Allah. (Malang: Gandum Mas, 2009). 52.
220
Pdt. Agung Gunawan, Th. M. Keluarga Yang Sesuai Pola Allah. (Malang: Gandum Mas, 2009). 52.

201
dalam konflik antara anak dan menantunya seering kali tidak menolong bahkan

memperburuk kondisi.

Prasyarat untuk mencapai kesatuan adalah dua orang lengkap. Alkitab

memberi batasan untuk seorang yang lengkap sebagai orang yang matang. Orang

yang lengkap mampu melakukan semua hal yang diperlukan dalam kehidupan dan

hubungan sebagai orang dewasa; memberi kasih dan menerima kasih, berdikari dan

mencukupi diri sendiri, menghayati nilai-nilai secara jujur, bertanggung jawab,

mempunyai rasa percaya diri, dapat menangani masalah dan kegagalan, menghayati

bakat-bakatnya, dan mempunyai kehidupan. Jika dua oang yang menikah lengkap,

kesatuan yang mereka bangun menjadi lengkap.

Jadi, bila satu atau kedua-dua pasangan menikah dengan harapan perkawinan

itu akan membuat mereka menjadi orang lengkap, perkawinan itu akan hancur.

Perkawinan tidak dimaksudkan sebagai tempat untuk menjadi manusai lengkap. Ia

dimaksudkan untuk orang-orang lengkap yang datang berkumpul dan membangun

suatu “kami” yang lebih besar dan lebih baik daripada kedua “aku” yang terlibat di
221
dalamnya. Seperti dikatakan Frederick Buechner dalam Whistling in the Dark ,

“Sebuah perkawinan yang dibuat di sorga adalah perkawinan di mana seorang laki-

laki dan seorang wanita menjadi lebih diperkaya bersama-sama daripada yang

mungkin dicapai mereka kalau mereka seorang diri.”

Tetapi banyak orang melihat perkawinan itu sebagai tiket jalan pintas menuju

kelengkapan, atau kedewasaan. Oleh sebab itu, mereka tidak berangkat dari suatu

kekuatan masuk ke dalam pernikahan tetapi dari kelemahan. Mereka menikahi

221
Ibid. 97.

202
seorang untuk menutupi apa yang mereka tidk miliki sendiri. Mereka menikah dari

keadaan tidak lengkap dan dengan melakukan itu menggerogoti kemungkinan

mencapai kesatuan.

Melengkapi bearti menebus ketidak-dewasaan anda sebagai pribadi. Ini

merupakan usaha untuk memanfaatkan orang lain untuk emncari keseimbangan untuk

ketidak-seimbangan dalam watakmu, dan usaha itu tidak pernah berhasil. Masing-

masing orang bertanggung jawab untuk mengembangkan ketidak-seimbangan

wataknya sendiri; kemudian membawa dirinya yang utuh dan seimbang ke dalam

hubungan itu.

Perkawinan yang baik antara dua pribadi lengkap merupakan persekutuan

yang di dalamnya merek atetap mempertahankan kepribadiannya sebagai individu

serta ruang geraknya, dan ini sesungguhnya memperkuat hubungan mereka. Sesudah

mereka berada sendiri-sendiri, mereka bergabung lagi dan masing-masing berbagi

pengalaman. Menikmati bersama pengalaman-pengalaman ini menambah kepada

keakraban mereka.

Perkawinan bermasalah adalah keadaan yang di dalamnya salah seorang

pasangan melihat waktu dilewatkan terpisah, keterpisahan, dan ruang gerak sebagai

ancaman. Pasangan ini mungkin merasa bahwa keadaan terpisah bearti kurangnya

kasih, atau ditinggalkan. Wanita itu dapat merasa dikasihi hanya kalau ia berada

bersama pasangannya.

203
Oleh sebab itu, pandanglah kebutuhan akan kebebasan sebagai bagian dari
222
rancangan Allah , dan carilah keseimbangan yang tepat antara penggabungan dan

kebebasan di antara anda berdua. Pastikan bahwa anda memiliki kedua-duanya. Jika

anda memberi kebebasan, anda akan menciptakan lebih banyak kasih yang akan

menciptakan lebih banyak kebebasan untuk emngungkapkan siapa diri anda bersama

pasangan anda. Teman, hobi, pekerjaan, waktu berada terpisah semuanya merupakan

bagian dari campuran itu. Pupuk itu semua, maka semuanya akan kembali kepada

anda secara berlipat ganda. Allah merancang perkawinan khususnya untuk

memuaskan kerinduan akan hubungan ini, untuk memberi persahabatan di jalan

hidup.

Konseling Pernikahan

Melakukan Konseling Pernikahan Untuk Belajar Cara Menghadapi Pertengkaran

Dalam Rumah Tangga

Hal-hal yang membuat Penasihat Ajaib itu begitu ajaib antara lain mencakup

atribut-atribut-Nya yang tidak dapat dikomunikasikan: kemahatahuan dan

kemahakuasaan. Kemampuan yang hanya dimiliki Allah sendiri itu dipergunakan-

Nya dalam setiap situasi konseling 223. Tetapi Yesus memberi kuasa yang melimpah

pada murid-murid-Nya dengan stribut-atribut yang dapat dikomunikasikan, yang

memperlengkapi kita dengan hal-hal yang dibutuhkan untuk membimbing dengan

baik. Dia mengajar kita untuk memperlaukan orang dengan kasih yang bijak yang

bisa menyelidiki setiap kerut dari kondisi manusia. Penebus kita menciptakan

222
Dr. Henry Cloud & Dr. John Townsend. Batas-batas dalam Perkawinan. (Batam: Interaksara,
2002). 119.
223
David Powlison. Mengatakan Kebenaran dalam Kasih. (Surabaya: Momentum, 2008). 129.

204
penebus-penebus bawahan yang bisa menolong orang lain yang membutuhkan. Dia

menawarkan pengertian, kasih, dan kecakapan yang bisa berakar dalam kehidupan

kita secara individual dan komunal. Kasih yang bijak, sukacita yang rasional,

ekmahiran membawa damai, keterlibatan yang sabar dengan orang lain dalam jangka

waktu panjang, itulah gereja menurut definisinya. Konseling adalah ekspresi yang

utama dari hal-hal tersebut. Gereja (orang-orang yang dilatih oleh Penasihat Ajaib)

adalah tentang hal-hal ini.

Alkitab bukan hanya membahas ide-ide dan penerapannya, tetapi juga struktur

sosial: institusi-institusi, komunitas-komunitas, dan program-program. Apakah Roh

Kudus menghendaki kita mengembangkan organisasi sosial untuk penyembuhan jiwa-

jiwa? Ya, Gereja menurut definisi Alkitab terdiri dari perpaduan yang indah dari

kepemimpinan dan mutualitas, peran khusus dan panggilan umum, kebenaran dan

kasih, hikmat untuk kehidupan, dan flesibilitas untuk mengatasi masalah-masalah

yang dihadapi orang-orang verdosa dan orang-orang yang menderita. Umat Allah,

yang berfungsi sebagai Umat Allah, menyediakan institusi ideal yang didambakan

untuk memperbaiki apa yang sakit pada diri kita. Institusi itu bisa disesuaikan untuk

menanggulangi seribu masalah yang berbeda.

Pemeliharaan jiwa dan penyembuhan jiwa menopang orang-orang yang

menderita dan mengubah orang-orang berdosa adalah bagian yang vital dari

pelayanan gereja menurut Alkitab, betapapun buruknya cara kita melaksanakan tugas

itu. Tuhan yang kehendak-Nya dinyatakan oleh Alkitab, menuntut penyembuhan

jiwa-jiwa. Apabila konseling ini tentang memahami dan mencari jawaban atas kondisi

manusia, apabila konseling membahas masalah-masalah dari orang-orang yang riil,

205
apabila konseling pernah menyebut nama Yesus Kristus (atau seharusnya menyebut,

meskipun tidak dilakukan), maka konseling ini dilakukan dalam wilayah theologi dan

penyembuhan jiwa-jiwa. “Konseling” seharusnya verada di bawah otoritas dan

ortodoksi gereja, dan mengekspresikannya.

Maksud dari “gereja” bukan hanya gereja-gereja lokal, tetapi mencakup,

seperti dikualifikasikan di bawah ini, organisasi-organisasi di luar gereja, “meta

church” (asosiasi-asosiasi, denominasi-denominasi, sinode-sinode, dan sebagainya),

dan pengerja-pengerja Kristen dalam pelayanan khusu di samping gereja, “para

church”. Organisasi-organisasi di luar dan di samping gereja, sering kali bisa

memegang peran yang bermanfaat sebagai penunjang dan pelengkap, dengan tujuan

khusus yang berbeda dari apa yang dapat dilakukan oelh gereja local tertentu. Peran-

peran yang sah untuk pelayanan kerja sama, menurut saya, antara lain adalah

pendidikan, penerbitan, dan pelayanan kerja sama untuk memenuhi beraneka ragam

kebutuhan di suatu daerah, rumah-rumah sakit, dan misi-misi.

Pekerjaan Kristen di luar lingkup gereja harus ingat bahwa mereka

“sebenarnya tidak resmi” dalam arti bahwa pekerjaan ini hanya boleh ada apabila

benar-benar direncanakan untuk melayani kepentingan komunitas-komunitas yang

seandainya bisa berfungsi secara dewasa, tidak akan membutuhkan mereka. Kendati

demikian, masi hada banyak tempat untuk inovasi dan perkembangan institucional,

baik di dalam gereja-gereja setempat maupun dalam bentuk meta atau para.

Kebenaran dan kasih alkitabiah yang gamblang harus disesuaikan untuk memenuhi

kebuthuan-kebutuhan khusus yang memerlukan pertolongan. Berbagai ragam

206
pelayanan khusus yang sah saat ini antara lain adalah program-program kehamilan di

luar nikah, konseling pemberdayaan pernikahan 224.

Untuk memperbaiki persoalan ada lima kebutuhan. Pertama dan terutama,

umat Kristen (gereja) perlu menjadi bijaksana dalam penyembuhan jiwa-jiwa secara

tatap muka. Kita tidak dapat mengekspresikan, mempraktikkan, atau mengatur

sesuatu yang kita sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Hikmat, kasih, dan efisiensi

sangat menarik dan meyakinkan. Ini menghiasi kebenaran yang memeliharanya.

Namun gereja sangat kurang dalam memahami dan mendorong proses perubahan,

yang membuat perawatan psikoterapi menarik bagi semua orang. Hikmat harus jelas

konsepnya, cakap metodologinta, dan diwujudkan secara institusional.

Kedua, kita membutuhkan estándar pengakuan iman untuk penyembuhan

jiwa-jiwa atau setidaknya suatu kumpulan dari tulisan theologis praktis yang diakui

secara luas. Sistem theologi praktis berfungsi sebagai sesuatu yang dapat kita rujuk

dan kita yakini, yang dapat kita bidik untuk pendidikan, dan yang mengawasi dan

mengonfrontasi kita terkait iman dan perbuatan kita. Suatu pengakuan iman adalah

menggarisbawahi kenyataan bahw setiap orang akanmenghadapi konseling disusun

secara sadar. Di masa kini, persyaratan “iman dan perbuatan” tidak mencakup

pandangan akan konseling. Iman dan perbuatan harus diperluas ke dalam teori

kepribadian, metodologi konseling, dinamika perubahan, dan sistema

penyampaiannya untuk penyembuhan jiwa-jiwa.

224
David Powlison. Mengatakan Kebenaran dalam Kasih. (Surabaya: Momentum, 2008). 132.

207
Ketiga, kita membutuhkan isntitusi-institusi pendidikan 225yang berpaut pada

model karakteristik dari Alkitab dalam memahami orang-orang dan perubahan.

Selama bertahun-tahun, seminari-seminari sepertinya tidak mengajarkan apa-apa

emngenai pengudusan progresif dan detail-detail dari penyembuhan jiwa-jiwa. Dalam

kurun waktu tiga puluh tahun terakhir, telah terjadi gerakan besar-besaran untuk

menciptakan program-program “konseling”, namun hasilnya tidak seragam dalam hal

pemikiran alkitabiah yang konsisten. Perguruan-perguruan tinggi Kristen pada

umumnya, baik seminari maupun perguruan tinggi tidak mengajarkan hal-hal yang

berbeda secara signifikan dari hal-hal yang diajarkan di institusi-institusi sekuler.

Jarang ada yang mengajarkan bagaimana membimbing orang dalam cara-cara selaras

dengan visi Alkitab.

Keempat, penyembuhan jiwa-jiwa harus menjadi bagian dari prosedur

kualifikasi 226 dari gereja bagi praktisi-praktisi yang cakap dan dapat dipercaya.

Bentuk-bentuk pengakuan kebenaran, kasih, dan kecakapan harus ditetapkan pada dua

tahap. Satu tahap memberi kualifikasi pada kepemimpinan pastoral: lisensi, atau

penahbisan, atau akreditasi itu sendiri. Kecakapan membimbing individu-individu,

psutri-pasutri, dan keluarga-keluarga harus menjadi bagian yang sama pentingnya dari

kepercayaan doktrinal seperti kecakapan berbicara kepada orang banyak. Tahap kedua

dari pengakuan memberi kualifikasi pada anggota-anggota gereja untuk melayani di

bawah otoritas dari gembala sidang dan para penatua. Di sinilah akan berlangsung

sebagian besar dari konseling, formal amupun informal. Pemimpin-pemimpin

225
David Powlison. Mengatakan Kebenaran dalam Kasih. (Surabaya: Momentum, 2008). 135.
226
David Powlison. Mengatakan Kebenaran dalam Kasih. (Surabaya: Momentum, 2008). 135.

208
kelompok kecil, konselor-konselor awam yang terlatih, mentor-mentor, anggota-

anggota gereja yang memberi bimbingan di pusat-pusat layanan kehamilan di luar

nikah, dan sebagainya, harus bekerja di dalam lingkungan wawasan Kristen yang

unik. Kebanyakan orang Kristen yang saat ini memberi bimbingan dengan kualifikasi

sekuler adalah orang-orangawam dalam gereja, dan merek ahrus menempatkan teori-

teori, metode-metode, dan struktur mereka di bawah pengawasan gereja, menyepakati

model Kristen yang khas dari pribadi-poribadi dan perubahan.

Kelima, kita membutuhkan struktur pengawasan 227 yang didasarkan atas

gereja untuk penyembuhan jiwa-jiwa. Profesi-profesi kesehatan mental yang sekuler

biasanya menawarkan pendidikan lebih lanjut, disiplin untuk pelanggaran-

pelanggaran moral, dan pengawasan kasus untuk meningkatkan kecakapan dan

pemikiran. Gereja sering kali menawarkan pendidikan lanjutan (buku-buku, seminar-

seminar, program-program untuk gelar D. Min), dan mendisiplin pelanggaran-

pelanggaran moral atau doktrinal. Namun pengawasan pastoral –pengawasan dan

diskusi kasus—adalah kebutuhan yang tampak jelas dalam gereja-gereja setempat dan

di tempat lain. Seharusnya ada interaksi dan pengawasan yang ekstensif berkenaan

dengan iman dan praktik dari konseling. Interpretasi kehidupan dan nasihat yang

diberikan pada orang-orang yang dibimbing sangat penting. Seorang psikoterapis

sekuler bisa menganut orientasi teoritis apa saja – perilaku, kognitif, psikodinamis,

eksisyensial, somatis, dan lain-lain – atau bisa meminjam dari semua ini dan berfungsi

dengan banyak cara. Gereja tidak percaya pada keanekaragaman teori seperti itu.

Gereja berupaya memurnikan kebenaran dan kasihnya untuk merefleksikan cara Allah

227
Ibid. 136.

209
melihat segala sesuatu serta karakter dan tujuan Yesus Kristus, sebagaimana

dinyatakan dalam Alkitab.

Orang-orang Kristen pada zaman ini perlu diberi tahu bahwa mereka

seharusnya hidup seperti Kristus. “Orang Kristen” dengan cerdik menjelaskan alasan

par apengikut seorang hamba yang menderita seharusnya hidup seperti para raja.

Sungguh nyaman menyadari bahwa itu bukanlah pergumulan baru. Yohanes melihat

adanya kebutuhan untuk mengingatkan orang percaya bahwa “Siapa yang

mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah

hidup” (1 Yohanes 2:6). Paulus menghadapi masalah ini ketika ia memilih untuk

menderita seperti Kristus, sedangkan orang lain yang mengaku sebagai “rasul”

memilih untuk menerima kehormatan dan kekayaan. Ia harus menantang orang

percaya di Korintus untuk menjadi “pengikutku, sama seperti aku juga menjadi

pengikut Kristus” (1 Korintus 11:1).

Yesus menegaskan bahwa mengikuti Dia bearti meneladani Dia. Gereja

beusaha keras menemukan bentuk baru “mengikuti Kristus” 228


yang tidak

mengharuskan orang untuk meneladani Kristus. Kita mengajarkan bahwa meskipun

Yesus membiarkan hak-Nya diinjak-injak, kita harus memperjuangkan hak kita. Kita

mengajarkan bahwa meskipun Yeus hidup sederhana, kita memiliki hak untuk hidup

bermewah-mewah. Meskipun kita mengajarkan bahwa Yesus ditolak dunia, kita

mengajarkan popularitas.

228
Francis Chan & Lisa Chan. You And Me Forever Pernikahan dalam Terang Kekekalan.
(Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2015). 73.

210
Di antara semua atribut Yesus, kerendahan hati-Nya adalah kunci bagi
229
pernikahan yang sehat . Jika dua orang bersepakat untuk meneladani kerendahan

hati Kristus, segala sesuatu yang lain akan menyesuaikan diri. Perdebatan memanas

ketika kita ingin menjadi benar lebih daripada ingin menjadi seperti Kristus. Sangat

mudah kita “buta” ditengah sengitnya perselisihan. Kita hanya ingin menang bahkan

bila untuk menang kita harus berdosa. Pihak yang menang biasanya adalah yang

bertindak tidak seperti Kristus. Setiap pernikahan pasti melewati masa-masa penuh

amarah dan sesekali kegagalan. Apa yang terpenting: memenangkan pertengkaran

atau menyertupai Kristus? Di tengah sengitnya pertengkaran pun seharusnya kita

merenung apakah kita bertindak seperti Yesus.

Bagi mereka yang memelihara mentalitas menang adalah segalanya, tetapi

ayat Yakobus 4:6 “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang

yang rendah hati” tentu sangat menggelisahkan. Hanya orang bebal yang mau

mengorbankan hal itu demi meraih kemenangan. Biarkanlah ini meresap dalam otak

kita: Allah secar aktif menentang orang yang congkak. Kecongkakan yang perlu

untuk memenangkan pertengkaran dan mengalahkan “musuh” anda menghadapkan

anda dengan lawan baru: Allah.

“Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu?

Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu?

Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh;

kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu

berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu

229
Ibid. 74.

211
berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab

yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu?”

(Yakobus 4:1-3).

Peringatan keras ini ditujukan kepada orang-orang Kristen berabad-abad yang

lampau, tetapi masih dapat diterapkan hingga kini. Banyak pernikahan diwarnai

peselisihan dan percekcokan, bukannya kedamaian dan keharmonisan. Pasangan yang

berhasil membina keharmonisan bukanlah orang-orang yang memiliki pemikiran,

perilaku dan sikap yang persis sama – mereka bukan jiplakan dari pasangannya.

Mereka adalah pasangan yang sudah belajar menerima keberbedaan melalui proses
230
penerimaan, pengertian dan akhirnya saling melengkapi . Berbeda dengan orang

lain sangatlah wajar dan alami, bahkan menambah keasyikan tersendiri dalam suatu

hubungan.

Karena setiap orang unik dan segala sesuatu yang dibawanya ke dalam

pernikahan juga unik, maka konflik pasti akan timbul. Bahkan aka nada banyak

konflik di sepanjang kehidupan pernikahan. Ini bukanlah sesuatu yang buruk; wajar

saja. Yang terpenting adalah bagaimana anda menanggapinya dan menyelesaikannya.

Mari kita definisikan arti konflik. “Konflik..sama-sama menyerang. 1. Perkelahian,

perselisihan, pertikaian. 2. Ketidaksesuaian yang tajam dalam hal minat, pendapat,

dan lain-lain, timbulnya rasa saling terganggu karena keingnan-keinginan atau

desakan-desakan dari dua pihak yang selalu bertentangan. 231

230
H. Norman Wright. Persiapan Pernikahan. (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 1998). 172.
231
James G.T. Fairfield. When You Don’t Agree. (Scottdale, PA: Herald Press, 1977). 18.

212
Salah satu cara tradisional yang dipelajari banyak pasangan untuk dapat

menghadapi konflik adalah menyembunyikannya – berusaha meelupakannya,

menghindarinya atau tidak menghiraukannya. Cara yang dianggap baik ini dianggap

seperti cara orang Kristen. Namun mengubur konflik hanya mengakibatkan

timbulnya kebencian yang menghabiskan energi dan yang akan mewarnai persepsi

anda terhadap kehidupan sehari-hari. Jika perbedaan ditutupi, ia akan terkubur hidup-

hidup dan pada suatu saat akan bangkit kembali.

Cara lain yang digunakan banyak pasangan dalam menanggani konflik adalah

mengekspresikan perasaan tanpa kendali. Bagi sebagian pasangan, cara ini mirip

perang. Lalu kata-kata kasar pun terucap, dan ingatan diaktifkan (begitu banyak hal

akan teringat hingga gajah yang terkenal panjang ingatan pun akan malu dibuatnya

karena kalah) namun hasilnya hanyalah frustasi: Pada saat-saat seperti ini, masing-

masing berperan sebagai pengacara ulung, yang bukan saja sangat ingin mendakwa

pasangannya, tetapi juga ingin melihatnya dihukum.

Pernikahan merupakan pertemuan antara dua pribadi yang berbeda dan unik

untuk saling berbagi hidup. Perbedaan mereka benar-benar tak dapat dihindari.

Mereka hidup terpisah selama mungkin kurang lebih 20-25 tahun, dan selama jangka

waktu tersebut masing-masing telah mengembangkan selera, kesukaan, kebiasaan,

kesenangan dan ketidaksenangan, nilai, dan standar pribadinya. Sangatlah tidak

masuk akal bila kita menuntut dua orang, yang karena menikah, harus selalu ingin

melakukan hal yang sama dengan cara yang sama dan pada saat yang sama.

Bahkan hal ini tidak terjadi pada orang kembar. Jadi, setiap pasangan pasti

memiliki perbedaan pendapat dan pilihan, dan perbedaan-perbedaan ini dapat

213
mengarah pada ketidaksesuaian. Sebuah pasangan mungkin akan bersedia melakukan

hal yang sama dengan cara yang sama, tetapi dengan cara yang berbeda. Bagaimana

anda menyelesaikan masalah ini ? Kedua pihak dapat menyamakan pendapat namun

akhirnya justru keduanya merasa putus asa dan saling menyalahkan; atau salah satu

harus mengalah dan melakukan suatu hal, dengan cara atau pada waktu yang

dikehendaki pasangannya. Orang yang sedang jatuh cinta akan lebih mudah

menagalah karena cinta membuatnya murah hati. Namun cepat atau lambat, aka nada

saatnya masing-masing pihak tak lagi mau mengalah karena kesabarannya sudah

habis, atau karena merasa sudah cukup banyak mengalah, atau karena kali ini

merupakan masalah prinsip. Akhirnya mereka pun menemui jalan buntu, dan disinilah

konflik timbul. 232

Konflik yang paling sering dialami oleh pasangan suami istri adalah konflik

secara verbal. Konflik semacam ini sebenarnya tidak berbahaya; kerusakan yang

ditimbulkannya tergantung dari kedewasaan pasangan yang terlibat dalam konflik

tersebut. Pertentangan secara verbal dapat berakhir dengan berbagai cara yang

berbeda, dn beberapa di antaranya baik dan sehat. Konflik dapat membuka pintu

komunikasi dan juga menutupnya. Sebagi sebuah kenyataan dalam pernikahan,

konflik dapat dimanfaatkan secara kreatif demi kebaikan dan merupakan bagian dari

proses pertumbuhan. Jangan pernah kesampingkan kesempatan positif yang muncul


233
dari adanya konflik! Dalam pernikahan Kristen, konflik dengan tuntutannya akan

232
David & Vera Mace. We Can Have Better Marriages If We Really Want Them. (Nashville:
Abingdon Press, 1974). 88.
233
Dwight H. Small. After You”ve Said. (Fleming H. Revel Co.,1968). 129.

214
pengakuan, pengampunan dan rekonsiliasi adalah suatu cara yang Allah pakai untuk

mengajarkan kepada kita tentang kerendahan hati. 234

Ketidaksesuaian pendapat tak terelakkan dalam suatu pernikahan dan

kehidupan berkeluarga. Kadangkala masing-masing pribadi dapat menjadi pesaing,

seperti juga menjadi penolong dan pelengkap bagi pasangannya. Setiap pasangan

harus menghindari sikap menjauhkan diri yang sering muncul ketika konflik terjadi,

dan membenahi hubungan mereka supaya tidak ada lagi sakit hati, keinginan untuk

saling membalas atau saling menuduh. Untuk dapat mencapai hal ini, perbedaan-

perbedaan harus diidskusikan secara terbuka sehingga komunikasi yang baik dapat

dipulihkan. Reaksi kemarahan memang tak dapat dihindari dalam kehidupan

seseorang, tetapi yang paling penting adalah apa yang diperbuat seseorang dengan

amarahnya itu. 235

Konflik adalah sebuah fenomena alami dan oleh sebab itu tak dapat dihindari.

Konflik timbul sebagian disebabkan karena kita semua memandang orang dengan

persepsi yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan pilihan

yang menjadi penyebab konflik. Dan konflik tak dapat dielakkan dalam hubungan dua

orang yang saling memperhatikan dan ingin mengembangkan hubungan yang lebih

dalam.

Konflik menunjukkan adanya nilai atau kebutuhan pribadi yang terhilang.

Setiap orang memiliki kebutuhan-kebutuhan yang sangat mendasar. William Glasser

234
Ibid. 130.
235
Bernard Wiese & Urban Steinmetz. Everything You Need to Know to Stay Married and Like it.
(Zondervan Publisihing House, 1972). 177.

215
236
menyatakan bahwa kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah untuk

mencintai dan dicintai, dan kebutuhan untuk merasa berharga. Abraham Maslow
237
menggambarkan sebuah hirarki kebutuhan manusia: kita berjuang untuk

meemnuhi kebutuhan fisik lebih dahulu baru kemudian kebutuhan akan rasa aman,

kebutuhan akan cinta kasih dan akan perasaan memiliki dan dimiliki, kebutuhan untuk

dihargai dan aktualisasi diri. Ketika anda mengalami konflik, telitilah kebutuhan mana

yang belum terpenuhi.

Konflik biasanya timbul sebagai gejala. Ketika orang mendapati dirinya

berada dalam konflik biasanya itu bearti ada kebutuhan yang belum terpenuhi.

Menyelesaikan konflik belum tentu bearti menyelesaikan masalah. Lebih baik

amatilah gejala tersebut lebih dalam, temukan kebutuhan apa yang sedang

diperjuangkan saat itu dan penuhilah kebutuhan itu lebih dahulu daripada hanya

meredam gejalanya saja.

Kebanyakan konflik tidak dihargai secara terbuka karena kebanyakan orang

tidak diajarkan bagaimana menyelesaikan konflik secar efektif. Banyak pasangan

mengabaikan konflik-konflik kecil agar tidak terjadi badai dalam bahtera rumah

tangganya. Namun ketika konflik besar timbul mereka cenderung menghindar karena

mereka bahkan belum pernah belajar mengatasi yang kecil. Mereka belum pernah

mengembangkan keahlian yang dibutuhkan, yaitu dengan menyelesaikan maslah-

masalah kecil.

236
H. Norman Wright. Persiapan Pernikahan. (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 1998). 177.
237
Ibid. 177.

216
Konflik memberi kesempatan bagi suatu hubungan untuk bertumbuh. Konflik

bagaikan dinamit. Ia dapat bermanfaat bila dipergunakan dengan benar, tetapi juga

dapat menghancurkan bila digunakan pada saat atau dengan cara yang salah. Melalui

konflik seseorang dapat berbagi tentang keberadaannya dengan orang lain.

Menghadapi konflik juga merupakan ujian kekuatan dan daya piker seseorang. Setiap

orang dalam situasi konflik akan membawa satu atau lebih pilihan alternative dalam

berdiskusi. Hal ini dapat digali bersama-sama sehingga masing-masing dapat belajar

dari pasangannya. Ketika konflik terselesaikan akan terjadi pertumbuhan di kedua

pihak. Dr. Small menyatakan; “Ketidaksesuaian akan muncul dan harus ditangani

dengan satu atau lain cara…Kita juga harus dapat membedakan antara

ketidaksesuaian dan bersikap tidak menyenangkan.”238

Konflik yang tak terselesaikan menhambat pertumbuhan dan terciptanya

hubungan yang memuaskan. Rintangan muncul ketika konflik tidak terselesaikan.

Kita cenderung bersikap defensive agar tidak disakiti. Reaksi defensif seperti ini

menciptakan ketegangan dalam setiap hubungan. 239

Jika anda cenderung melihat konflik sebagai sesuatu yang sama sekali tak

dapat dielakkan dan sangat sulit dikendalikan, maka mungkin memang tak ada

gunanya anda mencoba mengatasinya. Anda dapat menarik diri 240 secara fisik dengan

meninggalkan ruangan atau lingkungan tertentu, atau secara psikologis dengan tidak

berbicara, bersikap acuh atau melindungi diri sedemikian rupa hingg apa yang

238
H. Norman Wright. Persiapan Pernikahan. (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 1998). 178.
239
H. Norman Wright. Persiapan Pernikahan. (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 1998). 178.
240
Ibid. 180.

217
dikatakan tidak akan mempengaruhi anda. Ada banyak orang yang menggunakan

pendekatan ini untuk melindungi diri mereka.

Memenangkan pertarungan adalah sebuah alternatif lain. Jika Konsep diri

anda terancam atau jika anda merasa harus mempertahankan kepentingan anda, maka

kemungkinan metode ini tepat bagi anda. Jika anda berada pada posisi yang lebih

berotoritas dan posisi tersebut terancam, maka memenangkan pertarungan merupakan

serangan balasan. Tak peduli apapun harga yang harus dibayar, menang merupakan

sasaran utama. Orang menggunakan berbagai macam taktik untuk menang. Karena

pasangan suami istri sadar betul akan daerah-daerah kelemahan dan yang bisa

menyakitkan pasangannya, seringkali merek ajustru memanfaatkannya untuk

memaksa pasangannya mengikuti kemauan mereka. Para ”pemenang” ini bahkan

mungkin menyerang harga diri seseorang supaya menang. Mereka menyimpan

dendam dan menggunakannya pada saat yang tepat untuk menghadapi sebuah konflik.

Mereka dapat meluapkan emosi dan sakit hati yang sudah tersimpan lama pada saat

yang menguntungkan. Pendekatan “menumpuk dendam” seperti ini merupakan

bentuk lain dari balas dendam dan jelas tidak mencerminkan sikap pengampunan dari

orang Kristen.

Kita sering melihat rambu-rambu jalan yang mengharuskan kita memberi jalan

kepada orang lain; yang ditempatkan demi keamanan kita sendiri. Jika kita mau

mengalah dalam suatu konflik, bearti kita juga melindungi diri kita sendiri. Kita tidak

ingin berisiko menghadapi konfrontasi, sehingga kita mengalah dan mengikuti

pasangan kita. Mengalah terus-menerus bisa menciptakan rasa kemartiran atau pada

akhirnya perasaan bersalah dalam diri pasangan anda. Kita bahkan menemukan

218
beberapa orang yang harus “kalah” dalam konflik rumah tangganya. Pendekatan ini

merupakan cara untuk menjaga kesaksian kita. Dengan mengalah akan timbul kesan

bahwa anda dapat mengusai diri dan adalah orang yang “paling Kristen”.

Kita belajar untuk emnekan atau menahan kemarahan dan juga menumpuknya,

bukannya melakukan apa yang Nehemia lakukan ketika mendengar adanya perlakuan

sewenang-wenang terhadap bangsanya yang miskin. “Maka sangat marahlah aku

(Nehemia), ketika mendengar keluhan mereka dan berita-berita itu. Setelah kupikir

masak-masak, aku menggugat dan par apemuka dan penguasa” (Nehemia 5:6-7).

Sebagian orang mendapatkan banyak hal dari kekalahan mereka sebanyak yang orang

lain dapatkan dari kemenangan mereka.

Sebuah metode lain dalam menghadapi konflik adalah berkompromi atau

memberi sedikit untuk mendapat sedikit. Anda telah belajar bahwa anda perlu

menahan sebagian ide atau tuntutan agar pasangan anda dapat memberi respon. Anda

tidak mau terus-menerus menang, tetapi juga tidak mau bila pasangan anda yang

terus-menerus menang. Pendekatan ini membutuhkan persetujuan dari kedua pihak.

Jika anda mengikuti metode “menyelesaikan” dalam menghadapi konflik,

maka setiap situasi, sikap atau perilaku diubahkan melalui komunikasi secara

langsung dan terbuka. Pasangan ini bersedia meluangkan cukup banyak waktu untuk

membicarakan keberbedaan-keberbedaan di antara mereka sehingga meski sebagian

dari keinginan dan ide mereka yang semula telah berubah, mereka sangat puas dengan

solusi yang mereka capai.

Haruskah ada konflik dalam pernikahan? Tidak dapatkah dua orang dewasa

berakal dan matang hidup bersama dalam kedamaian? Bagaimana caranya? Cara

219
terbaik menyelesaikan konflik adalah mencari solusi yang akan memuaskan

kebutuhan keduanya. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan

yang diinginkan dan dengan mengubah konflik itu menjadi pertengkaran cinta –

pertukaran yang bukan hanya menyelesaikan konflik, tetapi sesungguhnya

meningkatkan cinta satu sama lain. Berikut adalah enam prinsip untuk diikuti dalam

proses pertengkaran cinta.

Pertama, ambil postur orang belajar.241 Kedua pasangan akan menang jika

mereka dapat belajar dan bertumbuh melalui pengalaman. Pasangan perlu

menentukan tujuan ini sejak permulaan. Kesadaran pasangan jika ada ketegangan, hal

terpenting adalah tidak menjadikan orang lain mengerti pandangan pasangan yang

mengalami konflik – bukan untuk memenangkan argumentasi. Sebaliknya, hal

terpenting adalah untuk mempelajari sesuatu bernilai yang akan membantu pasangan

menjadi seseorang yang Allah inginkan.


242
Kedua, dengarkan dengan hati anda. Mencapai akar permasalahan akan

lebih mudah jika mengundang pasangan untuk menceritakan perasaannya dan apa

kebutuhannya. Respon seperti apa yang disukai oleh pasangan kita dan apa yang

dapat pasangan lakukan untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut menurut

cara yang terbaik baginya. Mungkin harapan pasangan yang satu berharap

pasangannya dapat berbagi pikirannya dengannya tanpa melukainya. Tetapi apapun

yang ia katakan, tujuannya seharusnya pasangan itu mendengarkan tanpa

241
Mike Yorkey. Menumbuhkan Pernikahan Yang Sehat. (Jakarta: Harvest Publication House, 1996).
25.
242
Mike Yorkey. Menumbuhkan Pernikahan Yang Sehat. (Jakarta: Harvest Publication House, 1996).
25.

220
berargumentasi, tanpa menjawab kembali, tanpa membenarkan tindakan pasangannya,

tanpa mencoba mendorong dia mengakui kebutuhannya.

Ketiga, kendalikan emosi anda. 243 Ketika kita dituduh secara tidak benar atau

dinilai secara keliru, kebanyakan kita menjadi marah dalam diri kita dan

merefleksikan kemarahan itu dengan cara tertentu. Tentu saja, pasangan kita dapat

merasakan ketidaksenangan kita. Kemarahan tidak pernah membantu kita

menyelesaikan konflik atau membantu kita bertumbuh: “…sebab amarah manusia

tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah” (Yakobus 1:20). Efesus 4:31

mengatakan bahwa Allah ingin agar kita membuang kemarahan itu dari diri kita.

Bagaimana lita mengatasi kemarahan? Tidak dengan menyimpannya. Jika kita

melakukannya, kemarahan itu akan muncul ke permukaan secara tak terelakkan

dalam satu atau lain bentuk. Demikian juga tak seharusnya kita mengarahkan

kemarahan itu terhadap diri kita sendiri, itulah salah satu penyebab utama tekanan.

Cara membuang kemarahan tersebut adalah mengakuinya dengan mengucapkannya,

kenali alasan kemarahan, maafkanlah orang lain karena gagal memenuhi harapan kita,

dan akhirnya dengan baik ekspresikan kebutuhan dan keinginan anda pada pasangan

anda. Jika kita dapat melakukan hal ini, resolusi sudah dekat.
244
Keempat, pikir sebelum anda bicara. Beberapa dari kita berbicara lebih

dahulu baru berpikir. Dan jika kita sedang mencoba menyelesaikan perbedaan, hal itu

seperti menuang bensin pada bara api. Dengan berpikir sebelum berbicara akan

243
Ibid. 26
244
Mike Yorkey. Menumbuhkan Pernikahan Yang Sehat. (Jakarta: Harvest Publication House, 1996).
27.

221
membantu kita mengatakan pada pasangan kita, apa yang sedang kita rasakan dan apa

yang kita inginkan tanpa melukai mereka.


245
Kelima, fokuskan kesalahan pada sisi anda. Menyalahkan orang lain

biasanya berakar dari gambaran diri yang rendah; kita merasa bahwa kita harus

menang untuk memiliki harga diri. Kadang-kadang kita menyalahkan orang lain

hanya untuk menghindari kenyataan bahwa kita sudah berkontribusi terhadap masalah

itu. Jika kita serius ntuk emnguatkan sebuah hubungan, kita harus menanyakan pada

diri kita apa yang telah kita lakukan sehingga menyalakan konflik. Jika pasangan kita

merasa terluka, tidak dihargai, terkritik, atau tertolak, maka kita harus memeriksa

sikap, kata-kata, dan tindakan kita. Apa yang telah kita lakukan berkontribusi pada

perasaan itu? Bahkan sekalipun tindakan kita tidak disengaja, nada suara kita atau

ekspresi wajah kita mungkin telah membakar perasaan, dan kita harus bersedia

mengakui hal itu.


246
Keenam, persingkat perselisihan. Biasanya pasangan tidak membutuhkan

waktu berhari-hari untuk menyelesaikan konflik tetapi hanya beberapa jam saja. Saat

itu pasangan mulai berpikir tentang sisi kesalahannya masing-masing. Dan lebih

mudah untuk mengakui kesalahan, meminta pengampunan yang lain, memeluk, dan

berlanjut dengan bahagia. Mempersingkat perselisihan satu dengan yang lain dan

menyelesaikan konflik dengan cepat dan menyeluruh dengan cara yang menjadikan

cinta satu sama lain bertambah kuat.

245
Ibid. 27
246
Mike Yorkey. Menumbuhkan Pernikahan Yang Sehat. (Jakarta: Harvest Publication House, 1996).
28.

222
Satu peraturan yang baik adalah menyingkapkan apa saja yang mempengaruhi

sikap atau tindakan kita terhadap pasangan kita. Jika mereka sedang merasa dampak

dari temperamen dan suasana hati kita, mereka berhak mengetahui apa yang ada

dalam pikiran kita. Jika kita tersinggung terhadap pasangan kita karena ia telah

berbicara kasar kepada kita, maka ia berhak tahu. Dan kita memiliki kewajiban

mengatakan padanya tentang hal itu dengan cara yang terbaik, dan tenang tanpa

menempatkan kesalahan pada dirinya.

Tujuan Konseling Pernikahan Tidak Hanya Untuk Memperbaiki Masalah Tetapi Juga

Untuk Membangun Fondasi Rumah Tangga Yang Kokoh

Aspek-aspek perkawinan itu meliputi aspek-aspek fisik, biologis, mental,

sosial dan spiritual. Hendaknya di setiap aspek itu ada rumusan tujuan yang

hendaknya dicapai melalui kegiatan-kegiatan yang tersusun secara teratur dan

sistematis. Di samping itu, tujuan dan semua kegiatan itu harus mempunyai hubungan

yang padu dengan tujuan dan kegiatan-kegiatan di aspek-aspek perkawinan lainnya,

supaya setiap tujuan dari aspek perkawinan itu bersama-sama menunjang pencapaian

tujuan utama dari perkawinan.

Dengan rumusan tujuan yang jelas, maka semua kegiatan yang direncanakan

dapat diikat oleh benang-benang pemersatu, yang terulur dari tujuan itu sebagai

kekuatan yang tidak kelihatan. Dengan perkataan lain, di dalam tujuan itu ada kuasa

pemersatu dari semua kegiatan yang ditujukan bagi pencapaian tujuan itu. Karena

sifat dalam aspek-aspek perkawinan yang berbeda-beda akan mengalami koordinasi

yang terbaik dan sekaligus akan meniadakan tumpang tindih dan duplikasi dari

kegiatan-kegiatan itu.

223
Tujuan perkawinan bukanlah tujuan yang bersifat pribadi dari suami ataupun

istri. Tujuan itu adalah milik bersama, dirumuskan bersama-sama dan dicapai
247
bersama-sama oleh suami dan istri. Dalam kegiatan-kegiatan bersama untuk

mencapai tujuan itu, kedua suami istri mendapatkan kesempatan berinteraksi secara

horizontal, yang merupakan sarana yang merangsang peningkatan hubungan

antarpribadi. Demikian juga dalam kegiatan-kegiatan pribadi, baik suami maupun istri

akan mendapatkan kesempatan dalam mencurahkan cinta kasih mereka masing-

masing kepada pasangan hidupnya, sepanjang kegiatan-kegiatan itu diarahkan kepada

pencapaian tujuan yang menjadi milik bersama itu.

Kita semua memiliki berbagai harapan untuk pernikahan. Harapan ini timbul

dari pengalaman masa depan. Mengetahui bagaimana harapan tersebut mempengaruhi

hidup anda maupun hubungan anda dengan calon pasangan anda untuk selamanya

atau tidak dinilai penting demi kesejahteraan pernikahan. Memiliki harapan tidak

selalu bearti buruk. Anda sebaiknya berharap calon pasangan anda memperlakukan

anda dengan hormat. Demikian juga sebaliknya. Anda berdua sebaiknya memiliki

harapan bahwa anda masing-masing akan saling setia secara fisik maupun emosional.

Faktanya, Allah juga memiliki harapan. Sebagaimana yang sudah kami

sebutkan, Allah berharap anda meninggalkan orangtua dan menyatu dengan orang

yang Allah berikan sebagai teman hidup anda (Kej 2:24). Allah berharap anda dan

pasangan anda menjadi satu, menemukan penolong yang sejati, mengalami keintiman

yang nyata, dan memancarkan kemuliaan-Nya melaui hubungan anda sebagai suami

247
Drs. J. Kussoy. Menuju Kebahagiaan Kristiani Dalam Perkawinan. (Malang: Gandum Mas, 2001).
205.

224
dan istri. Allah berharap anda saling melayani tanpa pamrih; menerima keberadaan

pasangan, kebutuhan pasangan yang unik; juga menerima setiap perbedaan. Selain itu,

anda diharapkan menghormati janji pernikahan satu sama lain. Anda harus saling
248
mengasihi, saling mengampuni, dan sabar manakala anda belajar dan bertumbuh

bersama.

Kepercayaan bukanlah hadiah atau pemberian. Itu harus diperoleh, dan tidak

dengan penentraman verbal saja, tetapi dengan perubahan-perubahan khusus dalam

perilaku. Anda, pasangan yang tidak setia, harus menunjukkan pada pasangan anda

melalui tindakan-tindakan yang berani dan nyata bahwa “Saya sunguh-sungguh punya

komitmen padamu. Kamu aman dan terjamin bersama saya.” Anda, pasangan yang

terluka, harus membuka diri anda terhadap kemungkinan untuk mempercayai

kembali, dan memperkuat usaha pasangan anda untuk mendapatkan kembali

kepercayaan anda. Anda harus mengatakan dengan tepat apa yang dapat dilakukan

oleh pasangan anda bagi diri anda, dan berilah dia peta jalan untuk kembali ke dalam

kehidupan anda.

Membicarakan tentang kepercayaan, tentunya mengacu pada keyakinan anda

bahwa pasangan anda akan tetap setia pada anda. Tetapi ada juga jenis kepercayaan

lain yang penting kepercayaan penting bagi anda berdua, bahwa jika anda berdua

kembali ke dalam hubungan suami istri, pasangan anda akan menanggapi keluhan

anda dan tidak membiarkan anda menyesali keputusan anda untuk berkomitmen

kembali.

248
Dale Mathis, M.A & Susan Mathis. Menuju Pernikahan yang Sehat dan Solid. (Yogyakarta: ANDI,
2010). 62.

225
Proses memulihkan kepercayaan bisa memerlukan waktu seumur hidup, tapi

ini tidak bearti anda akan harus bergumul dengan masalah-masalah kepercayaaan

setiap hari. Kepercayaan adalah pemberian yang lembut dan sulit dipahami yang

hanya dapat diperoleh dengan berjalannya waktu, melalui komitmen dan usaha yang
249
tiada henti. Keberanian dan membuat diri anda terbuka bagi perubahan. Anda

mungkin hanya mempunyai satu kesempatan untuk melibatkan pasangan anda dalam

proses penyembuhan, maka hal tersebut harus dimanfaatkannya, dan menanggapi jati

diri anda yang paling punya keyakinan, jati diri yang mengizinkan anda untuk

menghibur kesedihan pasangan anda dan bertindak seolah-olah anda percaya bahwa

anda berdua mampu berhubungan kembali secara lebih solid dan penuh kasih sayang

daripada sebelumnya.

Bukanlah suatu kebetulan bahwa ada pasangan yang hidup harmonis dan

bahagia sementara yang lain, yang tinggal di lingkungan yang sama, dengan sumber-

sumber daya keuangan yang sama, pergi ke gereja yang sama, hidup di dalam

pernikahan yang ditandai oleh ketidakharmonisan serta kesulitan. Bukanlah kebetulan

bahwa ada pasangan yang tampaknya menerima segala yang diberikan kehidupan

kepada mereka dengan berhasil mengatasi keremukan hati, sementara yang lain, yang

mengalami kemalangan serupa, didominasi oleh perasaan menyalahkan serta penuh

kebencian. Bukanlah suatu kebetulan bahwa ada pasangan yang memelihara suatu hal

yang baik di dalam pernikahannya sementara yang lain bertanya-tanya apakah ini

layak diupayakan.

249
Janis Abraham Spring, Ph.D & Michael Spring. After the Affair. (Jakarta: Gramedia, 2000). 205.

226
Alasan mengapa ada pasangan yang memetik manfaat sebesar-besarnya dari

pernikahannya semntara yang lain belum tentu berhasil, tentu adalah sikap. Sikap baik

membuka pintu pernikahan bagi optimism untuk berkarya. Optimisme menciptakan

peluang-peluang serta solusi-solusi yang biasanya tidak kita perhatikan. Tanpa

optimism, pasangan-pasangan tidak melihat jalan keluar dari keadaan-keadaan

negatif. Tanpa optimism, bahkan pasangan-pasangan yang baikpunmenganggap

situasi mereka tetap tak berpengharapan dan akhirnya menyerah.

Pernikahan yang langgeng menuntut berpikir menurut kemungkinan,

elastisitas, dan daya pulih. Pernikahan yang langgeng membutuhkan perhatian serta

penyesuaian terus menerus. 250 Pernikahan yang langgeng menuntut pergeseran dalam

minat ketika minat pasangan kita bergeser. Pernikahan, agar tetap baik, melibatkan

proyek seumur hidup untuk terus menyesuaikan sikap kita. Karena hanya inilah satu-

satunya jalan untuk menemukan pilihan-pilihan yang positif terhadap keadaan-

keadaan yang paling membingungkan.

Pernikahan adalah suatu langkah yang berani untuk memasuki masalah.

Pernyataan ini tidak ditanggapi secara negatif atau diperlakukan secara ekstrem,

namun kita harus menyadari bahwa itulah realitas yang harus siap dihadapi oleh

pasangan yang menikah. Salah besar jika ada anggapan bahwa pernikahan Kristen

adalah pernikahan yang harus sempurna, tidak ada masalah, tidak pernah cekcok,

semua berjalan mulus, kondisi tidak pernah buruk, dan seterusnya. Banyak pasangan

muda yang berpikir bahwa pacaran akan seperti cerita-cerita dongeng yang berakhir

250
Drs. Les & Leslie Parrot. Ketika Hal-hal Buruk Terjadi pada Pernikahan yang Baik. (Batam:
Interaksara, 2002). 91

227
bahagia pada akhirnya dan sampai selama-lamanya. Kenyataannya setelah menikah,

bukan kebahagiaan yang menanti sampai selama-lamanya tetapi keluhan,

pertengkaran, dan penderitaan yang ditemui. Pernikahan Kristen bukan seolah-olah

tanpa ada masalah tetapi kita harus berjuang keras agar pernikahan kita bisa berjalan

dengan baik.

Alkitab menggambarkan cinta dengan konsep yang sama sekali berbeda.

Di dalam 1 Korintus 13 digambarkan cinta sebagai suatu sifat pengertian, usaha


251
menopang kebenaran dan kemuliaan. Cinta yang dibangkitkan oleh gairah fisikal

digambarkan oleh Alkitab hanya sebagai pemicu awal dan daya tarik sementara bagi

suatu pasangan. Tetapi itu sangat berbahaya jika menjadi suatu pegangan dalam

pernikahan. Hal ini beberapa kali ditunjukkan secara riil dalam relasi Dina-Sikhem

(Kejadian 34:1-31), Daud-Batsyeba (2 Samuel 11:1-27), dan lain lain. Jika pernikahan

mengharapkan cinta seperti itu, ia akan kehilangan nilai cinta yang lebih dalam (bdk.

1 Petrus 3:4 dimana keindahan itu dilukiskan bukan dari perhiasan dan kecantikan

lahiriah, tetapi justru batiniah). Cinta Kristen harus mengarah kepada cinta batiniah

yang nilainya lebih tinggi dan kelanggengannya jauh lebih panjang dibanding dengan

cinta lahiriah.

Pernikahan digambarkan sebagai relasi seksual yang mengebu-gebu. Cinta

diidentikkan total dengan urusan seksualitas, dan kelanggengan pernikahan sangat

bergantung pada sensualitas dari pribadi-pribadinya. Pernikahan yang dilandasi

pikiran sedemikian sedang menanam bom untuk meledak di kemudian hari. Bukan

251
Sutjipto Subeno. Indahnya Pernikahan Kristen Sebuah Pengajaran Alkitab. (Surabaya: Momentum,
2012). 97

228
menyepelekan atau mengabaikan aspek seksualitas tetapi kita perlu meletakkannya

pada porsi yang tepat. Pernikahan harus dikembalikan kepada yang Alkitab nyatakan,

yaitu bagaimana “seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan

bersatu dengan isterinya, dan keduanya itu menjadi satu daging” (Kejadian 2:24). 252

Pernikahan tanpa ada selisih pendapat atau cekcok sama sekali merupakan

pernikahan yang tidak realistis. Di dalam pernikahan adalah wajar jika terjadi selisih

paham, karena pernikahan merupakan penyatuan dua pribadi hidup yang berbeda.

Oleh karena itu, kita perlu dengan cermat memahami penyebab percekcokan dan

mengerti cara penyelesaiannya. Ada dua inti yang menyebabkan percekcokan meluas:

(1) tidak samanya persepsi dan keinginan dan (2) tidak samanya basis pijak

penyelesaian. JIka dua hal ini terjadi, maka percekcokan akan sulit diselesaikan.

Permasalahan akan lebih cepat terselesaikan jika pasangan itu sudah biasa

melatih komunikasi dari sejak pacaran. Latihan komunikasi menyebabkan kita sudah

membiasakan diri dan tahu pola komunikasi pasangan kita dan bisa lebih mengerti

dan tahu cara mengungkapkan perasaan hati dan pengertian-pengertian kita terhadap

pasangan kita. Harus disadari bahwa komunikasi adalah inti relasi. Pernikahan

berjalan baik sangat bergantung pada kekuatan komunikasi. Kemampuan dan

kelancaran komunikasi bersama merupakan syarat mutlak bagi proses pernikahan dan

kehidupan keluarga yang baik. Pasangan harus menggarap komunikasi sehingga

setiap pihak bisa bercerita dengan nyaman dan tenang tanpa rasa enggan, khawatir,

atau takut. Inilah komunikasi yang intim dan indah.

252
Sutjipto Subeno. Indahnya Pernikahan Kristen Sebuah Pengajaran Alkitab. (Surabaya: Momentum,
2012). 99

229
Komunikasi Bagaimana Cara Mengatakannya

Orang-orang yang membanggakan diri karena benar-benar jujur dan selalu

mengatakan dengan tepat apa yang mereka pikirkan, cepat atau lambat akan

menyadari bahwa hal itu dapat menjadi suatu jalan berbatu yang dapat merusak suatu

hubungan. Memang ada saatnya melakukan pendekatan yang terus terang dan masuk

akal, saat kebenaran yang tanpa basa-basi harus diungkapkan.

Seberapa jauh kita harus jujur? Apakah kita harus selalu mengatakan semua

kebenaran? Yesus pernah mengatakan kepada kedua belas Rasul, “Masih banyak hal

yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat

menanggungnya”. 253 Murid-murid pasti akan sangat bingung jika Ia mengungkapkan

kepada mereka kebenaran yang berada di luar jangkauan pemahaman mereka. Jelas

ada saat untuk berdiam diri untuk tidak mengatakan apapun seperti ketika Yesus

ditanya di hadapan Pilatus, “Tidakkah Engkau memberi jawab? Lihatlah betapa

banyaknya tuduhan mereka terhadap Engkau? Yesus tidak menjawab, sehingga

Pilatus merasa heran.

Perjanjian Baru menggunakan kalimat yang indah, “berpegang kepada

kebenaran di dalam kasih.” Kita perlu melakukannya, entah berhasil atau tidak.

Dengan kata lain, walaupun mendapat reaksi negatif, kita dapat selalu menerapkan

prinsip kasih dalam setiap bentuk komunikasi. Aristoteles 254 mendesak teman-

temannya orang Athena untuk “lebih murah hati terhadap kelemahan manusia; tidak

terlalu mementingkan tindakan si tertuduh, tetapi lebih memperhatikan apa tujuannya.

253
Cecil G. Osborne. Seni Bergaul. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991). 22
254
Cecil G. Osborne. Seni Bergaul. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991). 27.

230
Tidak terlalu memikirkan hal-hal kecil, tetapi melihat keseluruhannya. Tidak hanya

melihat bagaimana keadaan seseorang pada saat sekarang saja, tetapi juga bagaimana

keadaannya dulu dan bagaimana biasanya dia bersikap. Bersikap sabar jika diperlukan

dengan tidak adil; menyelesaikan perselisihan dengan perundingan bukan dengan

kekerasan.

Mendengarkan bukanlah sekedar mendengar secara pasif. Mendengarkan

adalah kegiatan aktif berupa pengalaman yang partisipatif di mana anda memberikan

perhatian yang sungguh-sungguh pada apa yang sedang dikatakan lawan bicara anda.

Dengan menjadi “pendengar yang aktf”, anda secara otomatis meninggalkan

kayakinan atau kehilangan identitas anda; anda hanya perlu belajar memusatkan

perhatian pada lawan bicara anda dengan penuh kasih dan keprihatinan. Hal ini akan

menghasilkan sesuatu yang menakjubkan dalam hubungan anda.

Tidak mungkin dua orang dapat berjalan bersama-sama, bekerja sama atau

tinggal bersama-sama dengan baik tanpa system komunikasi yang baik. Alkitab

bertanya, “Berjalankah dua orang bersama-sama jika mereka belum setuju/berjanji”

(Amos 3:3)? Di mana pun anda melihat dua orang yang berjalan bersama-sama

dengan terus-menerus dan dengan harmonis, berusaha mencapai sasaran-sasaran yang

sama, hidup sesuai dengan standar yang sama, saling tolong menolong, bersekutu

dengan dalam sukacita, anda dapat memastikan bahwa mereka telah setuju.

Dan jika mereka telah setuju sudah pasti bahwa mereka telah mempelajari

bagaimana berkomunikasi satu dengan yang lain. Tidak mungkin orang hidup dalam

keharmonisan dan saling pengertian yang terus menerus dan semakin meningkat tanpa

231
komunikasi yang baik. 255 Hubungan antar pribadi yang baik memerlukan komunikasi

yang baik.

Tentu saja, di samping hubungan kita dengan Dia sendiri, Allah menghendaki

supaya perkawinan menjadi hubungan yang paling erat dari semua hubungan antar

pribadi. Mengenai hubungan ini Allah berkata, “Sebab itu seorang laki-laki akan

meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya

menjadi satu daging” (Kejadian 2:24). Tetapi dapatkah dua orang menjadi satu daging

tanpa system komunikasi yang baik? Sama sekali tidak! Apakah suatu pasangan

mengalami kesatuan yang sungguh-sungguh untuk sebagian besar ditentukan oleh

baik tidaknya system komunikasi mereka. Tidak ada yang lebih penting utuk

mengembangkan kesatuan yang sungguh-sungguh selain dari persatuan, kerukunan

dan hubungan dari suatu pasangan dengan Allah di dalam dan melalui Yesus Kristus.

Oleh sebab itu, kita perlu menyelidiki ajaran-ajaran Alkitab untuk membina

komunikasi yang baik, yang menjadi dasar untuk mencapai kesatuan yang sejati.

Semua komunikasi yang baik di dalam kehidupan harus dimulai dengan

berkomunikasi dengan Allah. 256 Itulah kebenaran yang telah ditemukan. Di dalam

kebenaranlah kita berbagi rasa dengan Allah, sehingga kita membangun persahabatan

kita dengan Allah. Doa adalah berkomunikasi dengan Allah. Doa bukanlah suatu

usaha untuk membuktikan kebenaran kita kepada Allah, tetapi doa merupakan suatu

kesempatan bagi Allah untuk memperlihatkan kepada kita kebenaran-Nya.

255
Wayne Mack. Bagaimana Mengembangkan Kesatuan Yang Kukuh Dalam Hubungan Perkawinan.
(Surabaya: Yakin, 1977). 52.
256
Edwin Louis Cole. Komunikasi Seks & Uang. (Kerygma). 31.

232
Komunikasi kasih diwarnai sifat-sifat sabar, baik, rendah hati, jujur, dan

percaya. Kita semua harus berupaya sungguh-sungguh untuk menjadi komunikator

yang berbicara dengan kasih. Sebagai orang Kristen, kita juga ditolong oleh Roh

Kudus, yang menghasilkan buah roh-Nya dalam kita (Galatia 5:22-23). Komunikasi

dalam kondisinya yang terbaik semata-mata mengungkapkan kasih dengan seribu cara

yang berbeda, apakah itu peneguhan, dorongan semangat, atau pengakuan ketika

bersalah, dan permintaan maaf dengan rendah hati. 257 Komunikasi adalah berbagi

pemikiran serta perasaan dengan/tanpa ucapan.

Sabar adalah komunikasi yang tidak mudah. Terkadang, anda harus bersusah

payah untuk membuat maksud anda dipahami. Terkadang salah tangkap bisa

membuat anda kesal. Jadi, dalam mengatasi kesalahpahaman atau perbedaan

pendapat, kesabaran merupakan salah satu kunci paling penting untuk komunikasi

yang baik. Ketika anda memilih untuk menunjukkan kesabaran melalui sikap,

tindakan, serta berperilaku seperti apa yang anda ucapkan, nyata dan jujur, dan

dengan sabar membiarkan calon pasangan anda melakukan hal yang sama, anda akan

memiliki dasar-dasar yang diperlukan untuk berkomunikasi secara efektif.

Baik. 258 Memilih kata-kata yang baik untuk meneguhkan, memuji,

mendukung, dan memberi masukan hanyalah segelintir cara untuk menciptakan

komunikasi yang akrab antara anda dan calon pasangan anda. Perilaku yang

sebaliknya – sikap kasar – akan menghancurkan komunikasi yang akrab. Bahkan

ketika sedang bersitegang, anda masih tetap sanggup memelihara sikap hati yang
257
Dale Mathis, M.A & Susan Mathis. Menuju Pernikahan yang Sehat dan Solid. (Yogyakarta: ANDI,
2010). 94.
258
Dale Mathis, M.A & Susan Mathis. Menuju Pernikahan yang Sehat dan Solid. (Yogyakarta: ANDI,
2010). 94.

233
benar tatkala menyampaikan informasi, membahas topik sulit, dan mengeluarkan

perasaan anda, dengan sadar memilih kata-kata anda dan berbicara dengan sikap yang

baik serta penuh kasih. Diperlukan pengusaan diri. Namun, apabila anda memilih

untuk bersikap hati-hati dengan kata-kata anda, keberhasilan dalam berkomunikasi

akan diraih sekalipun situasinya sangat sulit.

Rendah hati. Sepasang suami istri yang masih muda mengalami masalah yang

sama. Sang istri yang sangat tidak bisa mengontrol kata-katanya sering memotong

ucapan suaminya. Ia seringkali membanggakan apa yang ia ketahui dan berbicara

tanpa mempertimbangkan perasaan suaminya. Setelah menyadari betapa perilakunya

telah menyakiti suaminya, ia akhirnya belajar mengendalikan kecenderungannya

untuk mengusai pembicaraan. Dalam prosesnya, ia belajar merendahkan diri. Sang

suami pun kemudian merasa lebih aman dan leluasa untuk mengemukakan pemikiran

serta perasaannya. Dibutuhkan sikap rendah hati untuk berkomunikasi dengan penuh

kasih.

Tidak egois. 259 Terkadang, anda mungkin cenderung focus kepada diri sendiri

dalam berkomunikasi dengan anggapan bahwa anda harus menjadi pusat percakapan

anda mungkin juga lupa bahwa calon pasangan anda mempunyai sejumlah hal yang

harus diaktakan dan dibagikan. Ketika berbicara dengan calon pasangan anda, cobalah

untuk mengesampingkan agenda anda sendiri barang sejenak. Ketika anda ingin

didengarkan, berhati-hatilah untuk tidak menuntut, mendesak, memanipulasi,

memaksa, atau membuat ia merasa bersalah karena tidak melakukan apa yang anda

259
Dale Mathis, M.A & Susan Mathis. Menuju Pernikahan yang Sehat dan Solid. (Yogyakarta: ANDI,
2010). 97.

234
inginkan. Allah inin anda mengomunikasikan kasih sambil saling membangun,

memuji, menghormati, meneguhkan sifat-sifat positif, dan mengampuni ketika

pasangan berbuat salah.

Jujur. 260 Sedikit kebohongan putih, separuh benar, berlebih-lebihan, dusta apa

pun yang tidak benar adalah musuh komunikasi yang baik. Semua ini akan merusak

hubungan anda berdua, menghancurkan kepercayaan sehingga orang yang anda cintai

tidak dapat lagi memercayai ucapan anda. Sebaliknya, anda bisa tidak lagi bebas

berkomunikasi karena merasa bersalah dan malu. Dusta dan rahasia tidak pernah

menjadi solusi atas masalah apa pun yang mungkin anda hadapi dalam hubungan

anda. Jika anda pernah menjadi korban kebohongan dalam pernikahan terdahulu, anda

tahu betapa besar kehancuran yang bisa ditimbulkannya. Jadi, pilihlah untuk

mengatakan sebenarnya dengan kasih, dengan lembut, baik, tetapi jujur. Sebaliknya,

menanggapi kebenaran juga harus dilakukan dengan rendah hati dan kelembutan.

Percaya. Pernikahan adalah hubungan paling akrab di muka bumi. Oleh karena

itu, hal ini membuat anda dapat terluka. Lindungilah pasangan anda senantiasa

dengan merahasiakan percakapan paling intim di antara anda berdua. Selain itu,

jangan sekali-sekali memaparkan kesalahan atau kegagalan pasangan anda kepada

orang luar. Apa yang bersifat pribadi antara anda berdua harus tetap diperlakukan

sebagai sesuatu yang pribadi. Satu-satunya pihak lain yang boleh mendengar rahasia

atau hal-hal pribadi tentang pernikahan anda hanyalah gembala atau konselor.

Dalam mengomunikasikan sesuatu, ada perbedaan gaya, isi berita, emosi,

kecepatan berbicara, dan lain-lain. Wanita cenderung menjadi komunikator yang

260
Ibid. 98.

235
terbuka, sedangkan pria lebih suka memikirkan informasi itu diam-diam. Pria sering

kali diajar bahwa menunjukkan perasaan merupakan tanda bahwa dirinya lemah.

Sebaliknya, wanita dapat menjadi begitu emosional sehingga membuat pria bingung

akan sikap diamnya. Intinya, pria dan wanita perlu menemukan keseimbangan, titik

tengah yang memungkinkan mereka berkomunikasi dengan efektif. Hal ini dapat

bearti kedua belah pihak yang tengah membina hubungan harus sedikit mengalah.

Pada umumnya, pasangan harus belajar cara menyeimbangkan antara

komunikasi faktual (mengomunikasikan fakta dan informasi mendasar) dan

komunikasi emosional (mengomunikasikan perasaan) serta cara berkomunikasi

dengan kasih. Pasti ini adalah proses yang berkesinambungan. NAmun, sepanjang

anda bertekad untuk berkomunikasi dengan baik, hubungan anda akan mendapatkan

manfaat dari upaya anda.

Komunikasi yang efektif tidak tergantung pada banyaknya pesan yang

disampaikan, melainkan pada mengapa dan bagaimana menyampaikannya. Mengapa

kita perlu berkomunikasi? Bagi sebagian orang, itulah cara untuk mendapatkan

perhatian pasangannya. Kita ingin ia memahami apa yang kita rasakan. Kita butuh

seseorang untuk berbagi perasaan , baik suka maupun duka. Roma 12:15 menegaskan

agar kita melakukannya. 261 Terkadang, komunikasi lebih dari sekedar menyampaikan

informasi, karena kita juga ingin menarik orang lain lebih dekat dalam kehidupan kita.

Jika kita terdorong untuk menceritakan apa yang terjadi di dunia kerja, rumah atau

gereja, kita merasa diterima oleh pasangan kita.

261
H. Norman Wright. Lanjutan Komunikasi Kunci Pernikahan Bahagia.(Yogyakarta:Yayasan Gloria,
1998). 131.

236
Alasan lain untuk berkomunikasi adalah untuk menyalurkan amarah dan luka-

luka. Tidak cukup hanya menyatakan emosi, tetapi juga membutuhkan seseorang

yang mau mendengar dan menerima kita. Kita butuh pendengar yang baik, sabar dan

stabil dalam emosi. Sebenarnya masih ada beberapa alaasan lain mengapa kita perlu

berkomunikasi dengan orang lain, tetapi pada hakekatnya semua itu dilandasi oleh

satu kebutuhan yang paling dasar; kita ingin dikuatkan dan didukung oleh orangyang

kita cintai. Kita butuh dukungan yang dapat memperteguh keyakinan dan perasan

tentang diri kita sendiri.

Komunikasi memiliki arti yang berbeda pada orang yang berbeda. Dalam

mengkonseling pasangan yang bermasalah dalam “komunikasi” segera terlihat bahwa

setiap pribadi memiliki gaya komunikasi yang berbeda. Bila dua orang menikah,

bertemulah dua kebudayaan dan bahasa yang berbeda. Agar komunikasi dapat

berjalan lancer, setiap pihak harus mempelajari bahasa pasangannya. Dan masing-

masing harus bersedia menggunakan bahasa itu tanpa menuntut pasangannya harus

menjadi seperti dirinya.

Ketika seorang berkomunikasi, informasi diproses dengan berbagai cara.

Sebagian orang lebih berorientasi pada peglihatan, lainnya pada pendengaran, dan

sebagian lagi pada perasaan. Sebagian orang berpikir dengan cara meneruskan

gambar-gambar yang dilihatnya ke dalam pikiran; lainnya merespon dengan perasaan,

dan sebagian lagi dengan berbicara seorang diri dan mendengarnya. Cara termudah

untuk memahami bagaimana anda saling berkomunikasi adalah dengan

237
memperhatikan kata-kata, istilah atau ungkapan yang anda gunakan dalam

berkomunikasi. 262

Pernikahan yang sehat sangat tergantung pada dua level komunikasi. Pertama,

komunikasi level “external” yaitu komunikasi sekitar objek “di luar diri” yang tidak

secara langsung melibatkan kehidupan pribadi individu yang bersangkutan. Misalnya

komunikasi antara dua individu yang berbicara tentang cuaca, makanan, anak, gereja,

tetangga, hobby, dan sebagainya. Kedua, komunikasi level “internal” yang melibatkan

kehidupan pribadi dan aspek-aspek emosi yang mendalam. Komunikasi level

“internal” inilah yang memelihara “api cinta kasih” dalam hubungan antara suami

istri. Dalam komunikasi level inilah suami istri membagikan pengharapan, sukacita,

pergumulan, air mata, aspirasi, dan sebagainya.

Gap yang terjadi oleh karena perbedaan level komunikasi seringkali menutup

segala pintu kebahagiaan dalam hidup pernikahan. Kalaupun dalam hati mereka

masing-masing ada perasaan saling mengasihi, seringkali yang mereka alami adalah

kepahitan dan kegetiran. Kasih yang diberikan seringkali diterima sebagai jerat dan

pelayanan yang dipersembahkan seringkali dirasakan sebagai beban dan alat

manipulasi.

Gejala yang serupa ini seringkali ditemukan dalam pelayanan konseling pada

zaman ini. Banyak suami istri yang merasakan betapa kasih antara mereka sudah

menjadi hubungan kasih yang “semata-mata menyakitkan”. Hidup pernikahan tidak

dapat dinikmati lagi meskipun mereka berdua saling mengasihi. Mereka sudah terjerat

262
H. Norman Wright. Lanjutan Komunikasi Kunci Pernikahan Bahagia.(Yogyakarta:Yayasan Gloria,
1998). 137.

238
dalam suatu sistem dimana kasih tidak dapat dimanefestasikan oleh karena perbedaan

level komunikasi.

Begitu kompleks komunikasi antar manusia. Tidak heran antara suami istri

yang seiman dan saling mengasihi pun bisa terjad kesalahpahaman dan pertengkaran.

Banyak keluarga yang retak dimana antara suami istri terdapat gap/ jurang pemisah

yang sulit sekali dijembatani. Bertahun-tahun mereka hidup dengan perasaan tertekan

karena masing-masing tidak mampu mengkomunikasikan apa yang sebenarnya mau

dikomunikasikan. Setiap kali berkomunikasi masing-masing selalu merasa

dikecewakan atau disakiti.

Banyak suami istri Kristen yang secara emosionil sebenarnya sudah bercerai.

Mereka hidup dalam satu rumah tetapi mereka tidak berkomunikasi sebagai suami

istri. 263 Barangkali hubungan seksual masih berjalan seperti biasa, bahkan seringkali

mereka masih bercakap-cakap. Tetapi percakapan itu bukanlah komunikasi dialogis

dua pribadi. Percakapan mereka hanyalah suatu obrolan dua pribadi yang

mengeluarkan kata-kata tanpa melibatkan pribadi masing-masing. Natur dari

keunikan pernikahan Kristen tidak ada lagi. Proses kehidupan mereka itu tidak jalan

karena rencana Allah dalam pernikahan itu sudah diabaikan.

Hidup sebagai anak-anak Allah terjerat lagi dalam siklus hukum yang sia-sia.

Seperti rumput mereka tumbuh, berbunga, dan layu. Masa hidup mereka yang singkat

ini menjadi sia-sia. Tidak heran, Musa dalam Mazmur 90:12 mengatakan, “Ajarlah

kami menghitung hari-hari kami sedemikian hingga kami memperoleh hati yang

263
Pdt. Yakub Susabda, Ph.D. Marriage Enrichment. (Bandung, Mitra Pustaka, 2004). 220.

239
bijaksana”. Hidup manusia begitu singkat. Jangan sampai maslah komunikasi

merusak seluruh rencana Allah melalui kehidupan pernikahan dan keluarga.

Bahaya Perceraian Bagi Suami Istri Kristen

Perceraian selalu menciptakan penderitaan bagi suami dan istri, serta bagi

anak-anak dan kerabat lainnya. Kebanyakan orang yang bercerai gagal mengatasi

masalah-masalah dan kesedihan yang disebabkan oleh perceraian, yang biasanya

berlangsung selama dua atau tiga tahun. Akibatnya, orang-orang yang bercerai

baisanya membuat satu atau dua kesalahan tambahan. Mereka menikahi orang yang

sama seperti pasangan mereka yang pertama sehingga sering menciptakan kembali

masalah-masalah yang sama seperti pernikahan yang pertama atau mereka keluar jalur

untuk menikahi seseorang yang sama sekali berbeda, tanpa berusaha memperbaiki diri

mereka sendiri.

Dampak perceraian pada anak-anak dapat menghancurkan. Perceraian adalah

pengalaman yang mengubah hidup. 264 Setelah perceraian, masa kanak-kanak

berbeda. Masa remaja berbeda. Masa dewasa dengan keputusan untuk menikah atau

tidak dan mendapat anak-anak atau tidak berbeda. Dari sudut pandang anak-anak, dan

bertentangan dengan apa yang terjadi pada orang tua mereka, perceraian merupakan

pengalaman yang bertumpuk-tumpuk. Dampaknya meningkat seiring berjalannya

waktu dan semakin memuncak pada masa dewasa. Pada masa dewasa, perceraian

mempengaruhi kepribadian, kemampuan untuk percaya, harapan tentang hubungan

dan kemampuan untuk mengatasi perubahan.

264
H. Norman Wright. Sekali Untuk Selamanya. (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2010). 113.

240
Pergolakan pertama terjadi pada saat perpisahan. Anak-anak menjadi takut dan

marah, rasa takut akan ditinggalkan oleh kedua orangtua, dan mereka merasa

bertanggung jawab atas perceraian itu. Sebagian besar anak merasa terkejut, hanya

sedikit yang merasa lega. Ketika keluarga pasca perceraian terbentu, dunia mereka

semakin menyerupai apa yang paling mereka takutkan. Rumah menjadi tempat tempat

yang sepi. Isi rumah berantakan selama bertahun-tahun. Banyak anak dipaksa untuk

pindah dengan meninggalkan sekolah-sekolah yang usdah dikenal, teman-teman

dekat, dan dukungan-dukungan lainnya.

Masa remaja dimualai lebih awal pada keluarga-keluarga yang bercerai.

Dibandingkan dengan anak-anak muda yang dibesarkan dalam keluarga-keluarga

utuh, ada kemungkinan lebih besar bahwa mereka mengalami pengalaman seksual

lebih dini bagi anak-anak perempuan dan penggunaan alcohol serta obat-obatan yang

lebih tinggi bagi anak-anak perempuan dan anak-anak laki-laki. Pada masa dewasalah

anak-anak korban perceraian paling menderita. Dampak perceraian itu paling

memukul mereka dengan kejam ketika mereka pergi untuk mencari cinta, keintiman

seksual, dan komitmen. 265

Mengherankan sekali, banyak orangtua tidak percaya bahwa perceraian

merusak anak-anak. Mereka sampai pada kesimpulan itu sebab mereka mengenal

orangtua yang bercerai, yang memiliki anak-anak arif dan sukses. Memang

benarbahwa banyak anak dari orangtua yang bercerai sukses di sekolah, kehidupan,

pernikahan, dan dalam mengasuh anak. Mereka adalah orang-orang yang telah

mengatasi masalah-masalah mereka yang juga merupakan panggilan kita sebagai

265
H. Norman Wright. Sekali Untuk Selamanya. (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2010). 114.

241
orang-orang percaya. Kehadiran Yesus Kristus di dalam hidup mereka dan komitmen

mereka kepada-Nya sebagai Tuhan telah membantu menata rasa kehilangan mereka

ketika orangtua mereka berpisah. Namun sebenarnya ialah anak-anak hasil perceraian

yang sukses di dalam hidup itu mulai dari keadaan yang buruk dan harus bekerja lebih

keras untuk mengatasi keadaan yang kurang menguntungkan itu.

Ada satu hal lain yang diderita banyak anak akibat perceraian, yang bahkan

merupakan kehilangan yang lebih parah; hilangnya kedua orangtua, setidaknya dalam

arti emosional. Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa kesdihan perceraian,

ditambah dengan tuntutan-tuntutan sehari-hari sebagai orangtua tunggal, dapat

membuat seorang ibu atau ayah kurang menyediakan waktu bagi anak-anak mereka,

baik secara fisik maupun emosional. Dalam situasi seperti itu, kedua orangtua

cenderung menjadi kurang responsive secara emosional kepada anak-anak mereka. 266

Apabila orangtua seorang anak bercerai, anak itu dipaksa untuk mengalami

kehilangan yang terus menerus dan berulang-ulang serta perasaan ditolak. Bahkan

proses perceraian itu sendiri merusak bagi anak yang kerap menderita selalu “pintu

putar” perpisahan-perpisahan yang berulang-ulang ketika salah satu orangtuanya

keluar rumah dan kemudian kembali. Dan, ketika si anak mengerti bahwa

orangtuanya akhirnya memutuskan untuk bercerai, hal itu menghidupkan perasaan

ditolak tersebut. Di kemudian hari, si anak mungkin bergumul untuk mengembangkan

hubungan dengan seorang orangtua batru dan juga dengan saudara-saudara tiri yang

baru. 267

266
H. Norman Wright. Sekali Untuk Selamanya. (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2010). 115.
267
Ibid. 115.

242
Namun, si anak kehilangan lebih dari sekedar dukungan keuangan jika

perceraian terjadi. Perceraian mengurangi jumlah waktu yang dapat dilewatkan anak

dengan masing-masing orangtua. Sebagai perbandingan dalam rumah yang utuh

dengan dua orangtua, ada dua kali lebih banyak waktu yang tersedia untuk diberikan

kepada anak-anak.268

Rata-rata, anak-anak korban perceraian lebih banyak memiliki gangguan

kesehatan baik fisik mapun psikologis. Beberapa dari gangguan kesehatan ini

merupakan akibat pergumulan emosional orang tua, karena banyak di antara mereka

menderita kecemasan dan depresi selama sebuah proses perceraian. Hal ini secara

negatif memengaruhi kemampuan mereka untuk emngasuh, dan oleh karena anak-

anak cenderung mendapatkan stabilitas dari orangtua, maka jika stabilitas ini tak ada,

seorang anak juga menderita. 269

Faktor lain yang berhubungan dengan kesehatan anak-anak ialah bahwa

orangtua yang bercerai cenderung mempunyai uang lebih sedikit dan lebih sulit

membayar asuransi kesehatan, yang dapat mempengaruhi kesehatan anak-anak

mereka. Suatu penelitian menunjukkan bahwa perceraian membuat lima puluh persen

lebih mungkin bagi seorang anak untuk mendapat masalah kesehatan. 270

Dampak perceraian pada kesehatan anak tidak hanya serta merta terjadi, tetapi

juga berjangka panjang. Telah tampak jelas bahwa orang-orang dari rumah tangga

yang bercerai mempunyai harapan hidup empat tahun lebih pendek daripada orang-

orang dari rumah tangga di mana orangtua mereka tetap menikah. Orang-orang

268
H. Norman Wright. Sekali Untuk Selamanya. (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2010). 116.
269
Ibid. 116.
270
Ibid. 116.

243
berusia empat puluh tahun dari rumah tangga yang bercerai tiga kali lebih mungkin

meninggal dari bermacam-macam kasus kesehatan daripada orang-orang berusia

empat puluh tahun yang orangtuanya tetap menikah. 271

Anak-anak juga menderita secara relasional akibat perpisahan orangtua

mereka, terutama karena berbagai konflik, pendapat, dan contoh negatif yang

berkaitan dengan perceraian. Kurangnya ketrampilan untuk menyelesaikan konflik

secara efektif, yang kerap kali merupakan kebiasaan dalam pernikahan yang menuju

perceraian, memengaruhi kemampuan anak itu sendiri untuk menangani konflik

pribadi. 272

Kurun waktu antara keputusan untuk bercerai sampai dengan perceraian yang

sesungguhnya merupakan saat-saat yang paling buruk bagi banyak keluarga. Biasanya

salah satu orangtua sudah tidak tinggal lagi bersama keluarga tersebut. Dan perasaan-

perasaan yang saat itu mulai muncul akibat kematian salah satu orang tuanya. Tetapi

ada satu perasaan tambahan yang muncul setelah perceraian. 273 Karena orang tua

mereka meninggalkan mereka dengan sengaja dan telah menolak mereka, maka

runtuhlah kepercayaan anak-anak terhadap orangtuanya.

Perasaan-perasaan yang dapat dialami seluruh keluarga setelah perceraian.

Kepergian oang tua dapat menyebabkan perasaan sedih yang sesungguhnya bagi

seorang anak. Sebagai akibatnya mereka menangis, atau terikat pada orang tua yang

lain, atau juga kebal terhadap perasaan sedih. Marah adalah satu perwujudan emosi

yang terkuat. Seorang anak dapat marah kepada kedua orangtuanya, dan kemudian

271
H. Norman Wright. Sekali Untuk Selamanya. (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2010). 117.
272
Ibid. 117.
273
Rosemary Wells. Ayah Ibuku Bercerai. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991). 31.

244
merasa bersalah pada dirinya sendiri karena tidak menghentikan pertengkaran mereka.

Mereka memperlihatkan ketegangan yang tinggi, watak yang mudah terbakar, dan

seluruh keadaan yang di luar kendali. Perasaan bersalah dialami oleh anak-anak yang

menganggap bahwa merekalah yang menjadi penyebab perceraian orang tuanya.

Anak-anak kadang-kadang juga bisa menjadi tidak menghargai orang tuanya. Mereka

berubah menjadi tidak sopan, selalu bersikap menyerang, tidak bersahabat dengan ibu

atau ayahnya yang mereka rasakan telah mengkhianati mereka. 274

BAB V

KESIMPULAN
274
Rosemary Wells. Ayah Ibuku Bercerai. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991). 35.

245
Dalam ketiga topik yang dibicarakan dalam tesis ini secara singkat dapat

disimpulkan sebagai berikut:

Urgensinya Persepsi Yesus Tentang Perceraian

Berdasarkan penjelasan di atas di dalam Bab II menyatakan bahwa Yesus

menolak keras perceraian yang diajukan melalui pertanyaan orang-orang Farisi. Lebih

lanjut Yesus lebih mengutamakan pada proses awal mula penciptaan manusia yang

dari sejak mula Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Allah telah mendirikan

institusi pernikahan sejak awal mula diciptakannya laki-laki dan perempuan. Ketika

laki-laki dan perempuan itu berjanji hidup mereka satu sama lain, itu karena Allah

yang telah membuat mereka menjadi satu.

Yesus juga merujuk di ayat yang lain tentang laki-laki akan meninggalkan

ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya. Suami dan istri telah dipersatukan,

diikat lebih erat dari dua orang manapun juga. Keduanya menjadi satu daging

relasinya kepada hubungan yang intim sekali. Dalam pernikahan dapat diartikan

hubungan seksual dalam kesakralan pernikahan yang kudus. Yesus mengutip Kitab

Suci untuk menyatakan pernikahan lebih dari sekedar aturan sehari-hari demi

kenyamanan kedua belah pihak. Pernikahan adalah ikatan tererat di dunia dan harus

dipahami sedemikian.

Persepsi Orang Farisi Yang Mengangkat Isu Perceraian Untuk Mencobai

Yesus

246
Berdasarkan penjelasan pada Bab III di atas bahwa orang Farisi mengangkat

isu perceraian ini di samping untuk menyalahkan Yesus dengan membenturkan

keputusan Musa yang mengizinkan perceraian dengan memberikan surat cerai kepada

isrinya. Sejarah bangsa Israel dulu menganut poligami sejak Abraham dan Yakub.

Jauh sebelum Abraham dan Yakub telah ada Lamekh berpoligami.

Orang Farisi lebih mengutamakan upacara lahiriah keagamaan. Mereka suka

disanjung dan di hormati. Memelihara semua Taurat dan peraturan dengan begitu

kaku tanpa meninggalkan titik atau koma tetapi tidak memperdulikan intisari Taurat.

Mereka meninggikan tradisi, melaksanakan Taurat, dan menjadikan Taurat Musa

sebagai jalan keselamatan tetapi ternyata sering melanggar Taurat. Orang-orang Farisi

terlalu condong kepada formalism yang lahiriah, membengkokkan penafsiran Alkitab

untuk kepentingan pribadi, membuang kebenaran dengan tradisi dijadikan sebagai

alasan.

Bahaya Perceraian Bagi Suami Istri Kristen

Berdasarkan penjelasan pada Bab IV di atas bahwa perceraian itu membawa

dampak yang negatif bagi keluarga terutama anak-anak. Pernikahan merupakan suatu

langkah yang penting bagi suami istri dalam membina keluarga yang bahagia.

Perceraian dianggap sebagai jalan terakhir untuk mengakhiri sebuah kehidupan

berkeluarga. Dalam hal perceraian anak-anak yang paling dirugikan karena perceraian

mempengaruhi kondisi psikologis mereka. Anak-anak menjadi terguncang

perasaannya, menjadi takut, punya perasaan bersalah, sedih, marah, dan menyangkal.

Melihat kondisi setelah perceraian maka perlu pasangan suami istri Kristen untuk

247
saling mengoreksi diri dalam hal konflik rumah tangga, melakukan komunikasi yang

erat dan hangat guna membangun hubungan yang lebih dekat terhadap pasangan kita.

Membangun sebuah keluarga yang sesuai dengan pola Allah tidaklah mudah.

Dibutuhkan pemahaman yang benar tentang dasar dan bahan-bahan yang tepat dan

benar untuk membangun keluarga yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh

Allah. Dengan begitu, keluarga yang akan dibangun dapat memuliakan Allah dan

menjadi berkat bagi keluarga-keluarga yang lain.

Selain itu, kegagalan sebuah keluarga bisa terjadi ketika pasangan yang sudah

memasuki pernikahan menemui dan mengahdapi masalah-masalah yang belum atau

tidak mereka ketahui sebelumnya. Oleh sebab itu, bimbingan pranikah saja tidaklah

cukup diberikan bagi pasangan yang akan menikah. Mereka juga membutuhkan

pelayanan konseling paska nikah yang dilakukan oleh pendeta yang sebelumnya

melakukan bimbingan pranikah. Dengan demikian maka pendeta dapat menolong

pasangan yang menikah untuk dapat memahami dan mampu mengatasi masalah yang

dihadapi dengan baik agar kegagalan dalam mempertahankan keluarga dapat

dihindari.

Kesimpulan penulis pada akhirnya menentang perceraian terhadap keluarga

yang sedang terancam perceraian karena perceraian itu tidak sesuai dengan rencana

Allah semula. Sedangkan konflik-konflik yang dialami oleh pasangan suami istri

dapat diselesaikan melalui konseling Kristen di Gereja-gereja lokal di mana pasangan

suami istri itu bergereja.

Kepustakaan

248
Thomas, Gary. Devitions for A Sacred Marriage. Ellen Hanafi, Elisabeth Chandra,
Johan Setiawan, Kristina Tri Wadati, Sunandar. Yogyakarta, Yayasan Gloria, 2013

Wright, H. Norman, So You're Getting Marriage. Oh Yen Nie & Oh Yen Tjen.
Yogyakarta, Yayasan Gloria, 1998.

Isaac, Joyce Coon & Simbiri, Margaret. Christian Family Living. Bapak Pdt. dan Ibu
Larry Fish. Kisumu Kenya, Evangel Publishing House, 1978.

Johnson, Rick. Becoming Your Spouse's Better Half. Martha Pranata. Bandung, Visi
Anugerah Indonesia,2010.

Wheat, Ed & Perkins, Gloria Okes. Love Life for Every Marriage Couple. Samtaju. Ir.
Hari Suminto. Jakarta, Yayasan Pekabaran Injil "Immanuel",1999.

Wright, H Norman. One Marriage Under God. Ida Budipranoto. Nandar Sirait.
Jakarta, PT. Gloria Usaha Mulia, 2010.

Mathis, Dale & Mathis, Susan. Menuju Pernikahan yang Sehat dan Solid. Lily
Christanto. Yogyakarta, ANDI Offset, 2010.

Handi Hadiwitanto, Asnath Niwa Natar, M,Th., Tabita Kartika Christiani, Ph.
D.,Yusak Tridarmanto, Rena Sesaria, M. Th. Perceraian dan Kehidupan
Menggereja. Asnath Niwa Natar. Yogyakarta, Yayasan Taman
Pustaka Kristen Indonesia, 2018.

Schafer, Ruth & Ross, Freshia Aprilyn. Bercerai Boleh atau Tidak? Redaksi PT. BPK
Gunung Mulia. Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 2012.

Stott, John. Issues Facing Christian Today. Endang Wilandari Supardan. Dominggus
J. Saekoko. Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2015.

Wells, Rosemary. Ayah Ibuku Bercerai. Anton Wulsan. Jakarta, PT. BPK Gunung
Mulia, 1991.

Spring, Janis Abrahams Ph.D. & Spring, Michael. After The Affair. J. Dwi Helly
Purnomo. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Geisler, Norman L. Etika Kristen. Ina Elia. Chilianha Jusuf. Malang, Literatur Saat,
2000.

Prince, Derek. Pernikahan Ikatan yang Kudus. Ian Forbes & Peter Rondeel. Jakarta,
Yayasan Pekabaran Injil "Immanuel", 1993.

249
Wright, H. Norman. Lanjutan Komunikasi: Kunci Pernikahan Bahagia. Okdriati
Handoyo. Dra. Mariani Sutanto. Yogyakarta, Yayasan Gloria, 1998.

Jenkins, Jerry B. Kiat-kiat Melindungi Pernikahan Anda. Ir. Angga febriani. daru
Susilowati. Batam Centre, Gospel P.O. Box 238, 2010.

Daugherty, Billy Joe, Pernikahan yang Kokoh. Rosa Evaquarta. Stefanus Rahoyo.
Jakarta, Yayasan Media Buana Indonesia, 2002.

Roberts, Graham. United in Marriage by One God. Graham Roberts. Jakarta, Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2002.

Yorkey, Mike. Menumbuhkan Pernikahan yang Setia. Sumarso Santoso, Dra.


Fangiyati Susanto. Jakarta, Harvest Publication House, 1996.

Christenson, Larry. Keluarga Kristen. Bethany House Publishers. Semarang, Yayasan


Persekutuan Betania, 1970.

Yakud Susabda, Ph.D. Pembinaan Keluarga Kristen. Bandung, Mitra Pustaka, 2004.

Les & Leslie Parrott. When Bad Tings Happen to Good Marraige. Drs. Arvin Saputra.
Dr. Lyndon Saputra. Batam Centre, P.O. Box 238, 2002.

Les Parrott III & Dr. Leslie Parrott. Selamatkan Pernikahan Anda Sebelum
Pernikahan Itu Dimulai. Andreas A.P. Sitanggang. dr. Yefta Bastian. Jakarta,
Yayasan Pekabaran Injil "Immanuel", 1999.

Henry Cloud & John Townsend. Batas-batas Dalam Perkawinan. Drs. Connie Item
Corputty. Batam Centre. P.O. Box 238, 2002.

Marulak Pasaribu. Eksposisi Injil Sinoptik. (Malang: Gandum Mas, 2005)

Leon Morris. Injil Matius. (Surabaya: Momentum, 2016)

Merrill C. Tenney. Survei Perjanjian Baru. (Malang: Gandum Mas, 2017)

John Drane. Memahami Perjanjian Baru. (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2001)

David F. Hinson. Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab. (Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia, 1996)

Lukas Tjandra. Latar Belakang Perjanjian Baru I. (Malang: Seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1993)
Lukas Tjandra. Latar Belakang Perjanjian Baru II. (Malang: Seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1993)

250
Thomas R. Schreiner. New Testament Theology. (Yogyakarta: ANDI,2015)

251
252
253

Anda mungkin juga menyukai