Anda di halaman 1dari 11

PANDANGAN TEOLOGI REFORMED MENGENAI COMMUNICATIO IDIOMATUM

SEBAGAI KONSEKUENSI PERSONAL UNION KRISTUS

PROPOSAL

OLEH:

MELAND TETUMANTO NENO

NIM: 1601020298

____________________

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI INJILI INDONESIA YOGYAKARTA

YOGYAKARTA, SEPTEMBER 2017


LATAR BELAKANG

Yesus Kristus adalah tokoh sentral dalam Kekristenan. Semasa hidup-Nya

Yesus memberikan banyak pengajaran,mukjizat-mukjizat, dan klaim-klaim ilahi yang

Dia sematkan kepada diri-Nya sendiri sehingga menimbulkan banyak kontroversi, baik

dari zaman Dia hidup hingga saat ini. Perbedaan pendapat mengenai jati diri Kristus

bahkan sudah terjadi pada saat Dia masih berada di dunia. Hal ini terlihat ketika Yesus

bertanya kepada murid-murid-Nya:

Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-


Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang
mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula
yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus
bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab
Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata Yesus
kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang
menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga."1

Pernyataan Petrus mengenai jati diri Yesus sebagai Anak Allah inilah yang

kemudian menjadi salah satu ciri yang membedakan Kekristenan ortodoks dengan bidat-

bidat. Namun perbedaan pandangan mengenai Kristus tidak hanya terjadi antara

Kekristenan dengan agama lain ataupun dengan bidat-bidat, tetapi juga terjadi dalam

tubuh Kekristenan sendiri di sepanjang sejarah. Perbedaan-perbedaan inilah yang

membuat gereja menyusun berbagai pengakuan iman (kredo) mengenai Yesus Kristus di

berbagai masa.

1
Mat 16:13-17

10
2

Di sepanjang sejarah gereja, banyak ajaran sesat yang mencoba menjelaskan

pribadi Yesus Kristus, sang Allah Anak yang berinkarnasi. Paham Adopsionisme

misalnya, mengajarkan bahwa Kristus hanyalah manusia biasa. Pada saat baptisan,

barulah Dia menerima semacam kuasa ilahi dan diangkat ke suatu posisi ilahi.2

Apollinarianisme, paham yang diambil dari nama pencetusnya, yaitu Apollinarius,

mengajarkan bahwa Kristus memiliki tubuh manusiawi, namun jiwa-Nya bersifat ilahi

yang adalah Logos itu sendiri yang berada dalam kekekalan.3 Pandangan ini ditentang

oleh Gregory Naziansus yang mengatakan bahwa Kristus harus mempunyai semua

elemen manusiawi, termasuk jiwa manusiawi, supaya Dia dapat menebus semua elemen

manusia. Pandangan ini juga ditentang dan dikecam pada Sidang gereja di Alexandria

(362 M) dan di Konstantinopel (381 M).

Ajaran sesat lainnya mengenai pribadi Yesus Kristus adalah Nestorianisme,

yang diusung oleh Uskup di Konstantinopel bernama Nestorius. Dia mengajarkan bahwa

Yesus Kristus memiliki 2 pribadi, yaitu pribadi ilahi dan pribadi manusiawi.4 Euthyches,

seorang rahib Konstantinopel mengemukakan ajaran Eutychianisme, yang mengajarkan

bahwa pada saat inkarnasi, natur ilahi Allah Anak menyerap natur manusiawi-Nya,

sehingga pribadi Yesus Kristus akhirnya hanya memiliki 1 natur saja, yaitu natur ilahi.5

Ajaran ini memiliki varian, yaitu Monofisitisme yang mengatakan bahwa ajaran tentang

adanya 2 natur pada pribadi Yesus Kristus yang diakui dalam konsili Chalcedon harus

2
Daniel Boyarin, The Jewish Gospel. (New York: New Press, 2012), 56.

3
Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Umum. (Bandung: Biji Sesawi, 2013), 131.

4
Ibid, 133

5
Ibid
3

menyebabkan Dia memiliki 2 pribadi, karena itu para penganut ajaran ini mengemukakan

pendapat bahwa Kristus hanya memiliki 1 natur saja, yaitu gambungan dari natur ilahi

dan natur manusiawi melalui inkarnasi.6 Di abad ke-7, terdapat pandangan

Monothelitisme yang mengajarkan bahwa Yesus Kristus memang mempunyai 2 natur,

yaitu ilahi dan manusiawi, namun hanya memiliki 1 kehendak, yang adalah kehendak

campuran ilahi-manusiawi.7

Salah satu pandangan yang diterima secara umum oleh gereja Kristen

ortodoks adalah, bahwa Yesus adalah Allah-manusia, Allah sejati dan manusia sejati.

Sebelum Yesus lahir di dunia ini, Dia telah memiliki keberadaan yang sama kekalnya

dengan Allah Bapa, memiliki kuasa, kedudukan, dan hakikat yang sama dengan Sang

Bapa.8 Allah Anak pada masa pra-inkarnasi telah melakukan segala sesuatu bersama-

sama dengan pribadi Tritunggal lainnya, seperti mencipta (Kol 1:16), memelihara (Ibr

1:3), dan memberi kehidupan (Yoh 1:4). Allah Anak adalah suatu pribadi, yang memiliki

natur ilahi. Ridderbos mengatakan bahwa kemuliaan Kristus yang disampaikan oleh

Rasul Paulus dalam 2 Kor 4:4 adalah kemuliaan Allah sendiri. Dia melanjutkan: “Sebagai

gambar Allah maka di satu pihak, Kristus dibedakan dari Allah dan di lain pihak,

disamakan dengan Allah sebagai penyandang kemuliaan ilahi”.9

6
https://www.britannica.com/topic/patristic-literature/The-post-Nicene-period, diakses tanggal
29 September 2017.

7
Charles Hefele, A History of the Councils of the Church, From the Original Documents,
Volume 5 (), 29-30.

8
Paham mengenai kesetaraan antara Allah Bapa dan Anak secara ringkas dijelaskan dalam
Pengakuan Iman Athanasius

9
Herman Ridderbos, Paulus: Pemikiran Utama Teologinya (Surabaya: Penerbit Momentum,
2015), 63.
4

Allah Anak, di dalam kekekalan, bersama pribadi Tritunggal lainnya

merancangkan suatu karya keselamatan bagi manusia, yaitu dengan cara menggantikan

posisi manusia berdosa sebagai orang terhukum. Agar dapat menjadi substitusi bagi

manusia, maka Allah Anak harus mengambil rupa manusia, seperti yang dijelaskan oleh

penulis kitab Ibrani: “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging,

maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka,

supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut.”10

Peristiwa inkarnasi menjadikan pribadi kedua dari Allah Tritunggal mendapatkan sifat

manusia yang terbatas. Kata inkarnasi berarti “di dalam daging” dan menunjuk pada

tindakan di mana Putra Allah yang kekal mengambil bagi diri-Nya natur tambahan,

manusia, melalui kelahiran dari seorang anak dara.11 Yesus Kristus, sang Allah Anak,

semasa hidup-Nya menunjukkan keterbatasan-keterbatasan yang sama dengan manusia

lainnya. Hal itu termasuk keterbatasan dalam pengetahuan, keterbatasan kuasa,

keteratasan keberadaan, dan keterbatasan hidup. Perjanjian Baru berkali-kali

menggambarkan keterbatasan-keterbatasan Yesus ini.

Peristiwa inkarnasi tidak sedemikian rupa mengubah natur ilahi dari pribadi

Allah Anak menjadi natur manusia. Peristiwa inkarnasi juga tidak menghilangkan natur

ilahi dari pribadi Allah Anak dan menggantinya dengan natur manusia. Charles Hodge

mengatakan:

Adalah pasti secara naluriah bahwa sifat-sifat dari satu substansi tidak dapat
diberikan kepada substansi yang lain. Akal budi tidak dapat ditanami dengan

10
Ibr 2:14

11
Paul Enns, The Moody Handbook of Theology. (Malang: Literatur SAAT, 2016), 249.
5

sifat-sifat materi, karena akal budi akan berhenti menjadi dirinya, begitu juga
kemanusiaan tidak dapat memiliki sifat-sifat keilahian, karena kemanusiaan itu
akan berhenti menjadi dirinya. Hal ini hanya berarti bahwa yang terbatas tidak
dapat menjadi tidak terbatas.12

Artinya, sesuatu pribadi yang memiliki natur ilahi tidak bisa berubah, bertambah maupun

berkurang kualitasnya, ataupun kehilangan natur ilahinya ketika pribadi itu mengambil

natur manusiawi.

Sebelum inkarnasi, pribadi Allah Anak hanya memiliki natur ilahi, dan natur

ilahi itu tidak hilang sama sekali ketika Dia berinkarnasi. Saat inkarnasi terjadi, pribadi

Allah Anak ketambahan natur manusia, sehingga Dia memiliki 2 natur, yaitu natur Allah

dan natur manusia. Allah Anak yang berinkarnasi

mempunyai keberadaan dalam 2 natur, tanpa percampuran, tanpa perubahan,


tanpa perpecahan, tanpa perpisahan; perbedaan dari dua natur itu sama sekali
tidak dihancurkan oleh persatuan mereka, tetapi sifat-sifat dasar yang khas dari
setiap hakekat dipertahankan dan bersatu menjadi satu pribadi dan satu
keberadaan / makhluk, tidak berpisah atau terbagi menjadi dua pribadi, tetapi
Anak yang satu dan yang sama, dan satu-satunya yang diperanakkan, Firman
Allah, Tuhan Yesus Kristus.13

Hanya Yesus Kristus satu-satunya pribadi di sepanjang sejarah yang memiliki 2 natur

sekaligus. Konsep ini disebut dengan Penyatuan Pribadi Kristus atau Penyatuan

Hipostetis. Pengakuan Iman Chalcedon dan konsep Penyatuan Pribadi Kristus ini

memberikan keselarasan pembacaan Kitab Suci, terutama yang berhubungan dengan

Kristus sendiri. Kitab Suci jelas menggambarkan bahwa Yesus Kristus mahatahu

sekaligus tidak mahatahu, mahakuasa sekaligus lemah, mahahadir sekaligus terbatas.

12
Charles Hodge, Systematic Theology Vol II (Michigan: Christian Classics Ethereal Library,
2005), 286.

13
Pengakuan Iman Chalcedon
6

Penerimaan ini tidak lantas menghentikan penyelidikan mengenai diri-Nya.

Hal yang dipertanyakan kemudian adalah bagaimana hubungan kedua natur yang tidak

dapat dipersatukan itu dapat dipersatukan dalam satu pribadi tanpa salah satu kehilangan

sebagian dari karakteristik pentingnya. Penyelidikan berlanjut kepada cara dari kedua

natur ini, yaitu natur ilahi dan natur manusiawi, berkomunikasi dalam satu pribadi.

Terdapat tiga cara berkomunikasi yang dihasilkan dari inkarnasi, yaitu communicatio

idiomatum, communicatio apotelesmatum, dan communicatio charismatum.14

Yang dimaksud dengan communicatio idiomatum (komunikasi antara sifat-

sifat) adalah sifat-sifat dari keduanya, yaitu natur ilahi dan manusiawi, sekarang menjadi

sifat dari satu pribadi itu dan dengan demikian dikaitkan dengan pribadi itu. Natur ilahi

tidak dapat mengalami kelemahan manusia, sebaliknya natur manusiawi tidak mungkin

mencapai kesempurnaan esensi dari keilahian. Communicatio apotelesmatum

(komunikasi antara tindakan-tindakan) adalah suatu konsep tentang bagaimana tindakan-

tindakan dari natur ilahi dan manusiawi diberikan kepada pribadi yang satu, terutama

dalam karya penyelamatan. Communicatio charismatum (permberian karunia-karunia)

adalah konsep yang mengatakan bahwa natur manusiawi Kristus, sejak saat pertama

keberadaan-Nya, telah diberi bermacam-macam karunia yang mulia.15

Persoalan yang seringkali muncul adalah perbedaan pendapat mengenai

communicatio idiomatum. Perbedaan ini terutama sangat menyolok terlihat dalam 2

14
Ketiga istilah ini adalah istilah bahasa Latin yang sangat populer dalam Kristologi, sehingga
buku-buku yang membahasnya seringkali digunakan begitu saja tanpa diberikan terjemahannya,
sebagaimana dalam tulisan ini.

15
Louis Berkhof, Teologi Sistematia 3: Doktrin Kristus (Surabaya: Penerbit Momentum,
2016), 48-49.
7

aliran gereja reformasi terbesar, yaitu gereja Lutheran dan gereja Reformed. Konsep

mengenai komunikasi antara sifat-sifat inilah yang akan dikaji dalam penelitian ini,

terutama dari perspektif Reformed. Penelitian ini juga akan memaparkan kajian kritis

terhadap perspektif Lutheran mengenai konsep ini.

KAJIAN LITERATUR

Penjabaran mengenai communicatio idiomatum telah dikemukakan oleh

Athanasius dalam menghadapi Arius. Walaupun dia tidak begitu banyak memberikan

perhatian terhadap kemanusiaan Yesus, dia memberikan gagasan mengenai konsep ini.

Mengenai hal ini, Culver mengutip tulisa Athanasius yang berbunyi:

Dia meludah sama seperti seorang manusia, namun ludah-Nya dihidupi oleh
kuasa ilahi, sehingga dengan itu Ia memulihkan penglihatan orang buta sejak
dilahirkan; dan ketika Dia hendak menyatakan diri-Nya sebagai Allah, Ia
menyatakannya dengan lidah seorang manusia, dengan mengatakan “Aku dan
Bapa adalah satu.”16

Walaupun pemahaman Athanasius ini sejalan dengan pandangan gereja-gereja

orthodoks, terdapat beberapa silang pendapat mengenai rincian dari konsep ini.

Pertentangan yang paling kelihatan hingga saat ini adalah pendapat antara Luther dan

gereja Lutheran dengan Calvin dan gereja Reformed. Teologi Calvinistis pada umumnya

berpendapat bahwa kedua natur Kristus dipersatukan tanpa adanya perpindahan sifat-

sifat. Misalnya, keabadian tidak dapat diubah menjadi tidak abadi, pikiran tidak dapat

16
Jonathan Culver, Sejarah Gereja Umum, 130.
8

diubah menjadi benda, dan Allah tidak dapat diubah menjadi manusia. Karena itulah,

kedua natur Kristus tersebut tidak dapat kehiangan atau berpindah salah satu sifatnya.17

Penelitian yang dilakukan oleh Ngien mengatakan bahwa bagi Luther, doktrin

ini adalah deduksi ontologis dari peristiwa salib dan inkarnasi. Luther memberikan

pemahaman adanya yang nyata antara kedua natur itu. Ngien juga mengatakan bahwa

logika pemikiran Luther mengenai doktrin ini melampaui pemahaman konsili Chalcedon

mengenai Kristologi dan juga membedakan pemahamannya dari tradisi Reformed. Dalam

artikelnya, Ngien memberikan perhatian khusus kepada ajaran Luther sehubungan hal

ini.18

BATASAN MASALAH

Artikel ini akan disusun dengan beberapa batasan masalah agar pengerjaannya

menjadi lebih terarah dan tidak meluas. Pengkajian dalam tulisan ini hanya

dikonsentrasikan kepada perdebatan antara Lutheran dan Calvinis mengenai konsep

communicatio idiomatum.

RUMUSAN MASALAH

Masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah mengenai pemahaman

gereja mengenai communicatio idiomatum. Selain itu, bagaimana sesungguhnya

pandangan Teologi Reformed mengenai konsep ini, apakah sesuai dengan kepercayaan

gereja-gereja ortodoks atau tidak.


17
John Walvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita, (Surabaya: Yakin), 104.
18
Dennis Ngien, Chalcedonian Christology and beyond: Luther's understanding of the
Communicatio Idiomatum (The Heythrop Journal, 2004), abstraksi.
9

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman yang komprehensif

mengenai pandangan gereja Reformed terhadap doktrin ini dan membandingkannya

dengan pemahaman gereja Lutheran. Pengkajian ini diharapkan dapat menambah

wawasan para teolog maupun kaum awam dalam berteologia. Karena doktrin ini

berhubungan erat dengan doktrin Kristologi, Soteriologi, dan doktrin-doktrin lain,

diharapkan penelitian ini dapat membuka jendela untuk menemukan hal-hal yang baru

dalam doktrin-doktrin tersebut.

METODOLOGI

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penelusuran literatur perpustakaan adalah

metode utama untuk mengadakan penulisan dan literatur-literatur lainnya seperti internet,

majalah, dan tulisan-tulisan para tokoh gerejamaupun teolog beraliran Calvinistik

mengenai doktrin ini. Kemudian hasilnya akan digunakan untuk memberikan tinjauan

kritis terhadap pandangan Lutheran.


KEPUSTAKAAN

Berkhof , Louis. “Teologi Sistematia 3: Doktrin Kristus”. Surabaya: Penerbit Momentum,


2016.

Boyarin , Daniel. “The Jewish Gospel.” New York: New Press, 2012.

Culver , Jonathan. “Sejarah Gereja Umum.” Bandung: Biji Sesawi, 2013.

Enns , Paul. “The Moody Handbook of Theology”. Malang: Literatur SAAT, 2016.

Hefele, Charles. “A History of the Councils of the Church, From the Original Documents,
Volume 5”

Hodge , Charles. “Systematic Theology Vol II”. Michigan: Christian Classics Ethereal
Library, 2005

Ridderbos, Herman. “Paulus: Pemikiran Utama Teologinya” Surabaya: Penerbit


Momentum, 2015.

Ngien, Dennis. “Chalcedonian Christology and beyond: Luther's understanding of the


Communicatio Idiomatum” The Heythrop Journal, 2004.

Walvoord, John. “Yesus Kristus Tuhan Kita”. Surabaya: Yakin.

10

Anda mungkin juga menyukai