Anda di halaman 1dari 10

BAB X

KONTEKS PAK DAN SETTING-SETTINGNYA

A. Identitas Pribadi dan Sosialisasi

Semua ahli ilmu-ilmu sosial menerima kebenaran ini, bahwa lingkungan sosial

(konteks sosial) mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan identitas pribadi

seseorang. PAK sebagai suatu usaha pendidikan juga menaruh perhatian pada masalah

pembentukan identitas pribadi (kepribadian) Kristen.

John Dewey mengartikan pendidikan sebagai partisipasi individu dalam kesadaran

sosial dari masyarakatnya. Hal ini lebih besar peranannya dalam proses pembentukan

kepribadian dibandingkan dengan pendidikan formal. Partisipasi individu dalam

kesadaran sosial dari masyarakatnya dapat diartikan sebagai interaksi individu dengan

lingkungan sosial budaya dimana dia hidup.

Identitas pribadi/diri merupakan terjemahan dari self identity, self (diri/pribadi)

diartikan sebagai konsep yang mencakup tiga aspek yang berkaitan dari diri seseorang,

yakni gambaran diri (self image), sistem nilai (value system) dan pandangan dunia (world

view) seseorang. Identity (identitas) diartikan sebagai pengalaman kontinuitas dan

kesamaan (continuity and sameness) yang kita miliki tentang diri kita sendiri. Kedua

konsep ini sangat berkaitan, sehingga sering menjadi satu konsep yang disebut self

identity (identitas diri/pribadi).

Groome mengartikan identitas diri sebagai kesadaran (awareness) yang

berkelanjutan dan stabil yang kita miliki tentang gambaran diri sendiri, pandangan

hidup dan sistem nilai yang dianut.

Pandangan ahli yang lain mengatakan, bahwa identitas diri adalah kesatuan

dari 3 hal pokok yang dimiliki seseorang yang saling berkaitan yakni sistem

kepercayaan, sistem nilai serta bagaimana kedua sistem itu mempengaruhi pola

1
tingkah laku seseorang. Artinya, jika seseorang memiliki identitas diri Kristen

(kepribadian Kristen), maka seharusnya ia memiliki sistem kepercayaan Kristen (apa

yang ia percayai), sistem nilai Kristen (apa yang ia akui sebagai nilai yang baik)

seperti yang diajarkan Alkitab, dan pola tingkah laku Kristen sebagai akibat dari

sistem kepercayaan dan sistem nilai yang dianutnya itu.

Sosialisasi diartikan sebagai proses yang terjadi dalam keseluruhan ethos

tersebut yang dapat menghasilkan identitas diri pada seseorang. Pengertian lain

tentang sosialisasi adalah proses dimana seseorang menjadi siapa dirinya (identitas

dirinya terbentuk) melalui interaksinya dengan orang-orang lain dalam lingkungan

sosio-kulturalnya. Jumlah pengaruh yang diterima seseorang dari orang lain bervariasi

sepanjang umur hidupnya. Artinya, jumlah pengaruh yang diterima seseorang waktu

masih kecil berbeda dengan jumlah pengaruh yang diterimanya waktu ia dewasa.

Semakin dewasa seseorang, semakin kecil jumlah pengaruh yang diterimanya dari

orang lain karena ia semakin kritis sehingga mampu menyaring pengaruh dari luar.

Ada 2 sosialisasi, yakni sosialisasi primer (proses pembentukan paling awal di

mana anak membentuk konsep dirinya ke dalam sektor dunia objektif dari

masyarakatnya) dan sosialisasi sekunder (terjadi pada periode berikutnya dari

kehidupan seseorang). Sosialisasi primer sifatnya lebih permanen dan kuat dibanding

sosialisasi sekunder.

Proses terjadinya sosialisasi adalah sebagai berikut:

- Eksternalisasi

Untuk mengeksternalisasi diri sendiri, maka kebutuhan, keinginan, kapasitas dan

kemungkinan kita harus masuk dalam kolektivitas (dalam hal ini bersama orang

lain). Dengan kebersamaan akan dikembangkan struktur, pengaturan yang

mendukung keberadaan kita untuk saling memperhatikan satu sama lain. Sehingga

2
tercapai persetujuan dan pengharapan bersama serta pola-pola untuk menciptakan

makna dari kebersamaan itu. Dari eksternalisasi lahirlah masyarakat dan

berkembangnya kebudayaan.

- Objektifikasi

Struktur sosial dan pola budaya hasil eksternalisasi merupakan realitas sosial yang

menciptakan batasan-batasan tertentu dimana anggota-anggotanya diharapkan

bertingkah laku. Jika bentuk dan struktur dari dunia sosial hendak dipertahankan

maka dibutuhkan ketaatan terhadap yang berwenang (penguasa). Batas-batas dan

aturan-aturannya harus nampak masuk akal dan benar kepada kita. Untuk itu

dibutuhkan sistem-sistem legitimasi dan struktur yang masuk akal yang membuat

pengaturan menjadi sah dan dapat dibenarkan. Untuk itulah masyarakat

menciptakan ideologi yang tepat yang menyeluruh yang dapat memberikan makna

tentang dunia sebagaimana adanya.

- Internalisasi

Proses internalisasi adalah proses yang menjadikan pandangan dunia, sistem nilai,

dan pola bertindak dari lingkungan sosial budaya menjadi miliknya sendiri.

Identitas diri dibentuk oleh lingkungan sosial melalui proses sosialisasi. Demikian

juga pembentukan identitas diri Kristen bukan hanya membutuhkan suatu proses

sosialisasi seperti dalam konteks suatu lingkungan sosial yang Kristen atau

persekutuan iman Kristen tetapi juga proses pendidikan, bimbinganm pelatihan

dalam setting pendidikan.

B. SETTING PAK DALAM KELUARGA

Keluarga merupakan setting pertama dan utama karena peranan orang tua dalam

mengasuh anak-anaknya sangat penting, tempat anak-anak belajar dari anggota

keluarga yang lain melalui interaksi satu sama lain dan mengalami pertumbuhan.

3
Orang tua juga belajar untuk bertumbuh dalam iman di dalam dimensi tindakan atau

sikap bahkan pengetahuan.

1. Landasan teologis dari keutamaan hak dan kewajiban orang tua

 Artinya orang tua punya hak dan kewajiban untuk mendidik anak-anaknya.

 Tuhan mewajibkan orang tua untuk mendidik anak-anaknya dalam iman dan

kasih kepada Tuhan dan sesama.

Ulangan 6:1-7  mendidik anak bukan saja secara verbal tetapi juga contoh

hidup melalui kehidupan mereka bersama-sama dengan anak-anak mereka.

Amsal 1:8 mengenai tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anaknya

Ef.6:1-4 Paulus memperingatkan para ayah untuk mendidik anak-anak dalam

ajaran dan nasehat Tuhan.

Anak adalah karunia Tuhan, melalui orang tua dan di tangan orang tualah tugas

pendidikan itu diberikan.

Orang tua punya kuasa (power with) untuk mengintervensi dalam kehidupan

anak-anaknya, mengarahkan mereka pada tujuan yang dianggap baik.

2. Peranan strategis PAK dalam setting keluarga

PAK untuk setiap kategori usia mempunyai signifikansi yang khas dan

mempunyai kaitan dengan beberapa hal:

 Sosialisasi primer (proses pembentukan identitas diri seseorang yang terjadi

pada masa kanak-kanak karena interaksinya dengan lingkungan sosial budaya):

terjadi pada masa anak-anak, jauh lebih kuat dan permanen pengaruhnya. Jadi

anak-anak dalam keluarga Kristen melalui interaksinya dengan kedua orang

tuanya akan mengalami sosialisasi yang pada gilirannya membentuk identitas

diri seorang anak menjadi identitas Kristen.

4
 Dalam konsep sosialisasi, pembentukan identitas diri dilakukan melalui proses

sosialisasi. Proses sosialisasi terjadi melalui observasi dan imitasi terhadap

tingkah laku model sosial, dalam hal ini orang-orang dekatnya. Dalam konteks

keluarga, orang-orang dekat dari anak-anak adalah orang tua mereka.

Sosialisasi ini semakin efektif jika antara individu yang disosialisasikan dan

model sosial mempunyai hubungan yang erat (penuh kehangatan) dan relatif

terjadi dalam waktu lama. Hal yang mendorong seseorang untuk imitasi dan

internalisasi model sosialnya jika ia punya kesempatan mengamati model

tersebut dalam berbagai situasi kehidupan, di mana model tersebut menyatakan

tingkah laku maupun sistem kepercayaan dan sistem nilai yang melandasi

tingkah laku tersebut.

Orang tua hendaknya menjadi model yang baik dari iman Kristiani, menjadi

panutan yang efektif bagi internalisasi sistem kepercayaan, nilai dan pola

tingkah laku Kristiani.

3. Peranan Gereja terhadap PAK dalam setting keluarga

Gereja perlu melakukan sesuatu untuk memungkinkan para orang tua memainkan

peranannya dengan baik sebagai pendidik utama bagi anaknya (parenting

education). Hal yang perlu dilakukan pihak gereja:

a. Perlunya diadakan kegiatan pembinaan yang melengkapi orang tua dengan

pemahaman tentang iman Kristen dalam berbagai dimensi

b. Cakupan materi yang diberikan tentang pengetahuan perkembangan anak

sehingga iman Kristen dapat disampaikan sesuai tingkat perkembangan anak.

c. Perlunya dibentuk kelompok pendukung untuk memfasilitasi para orang tua

dalam mendidik anak (memahami iman Kristen dan perkembangan anak

dengan baik)

5
d. Jika memungkinkan dibuatkan bahan ajar untuk anak dalam keluarga (di luar

kegiatan Sekolah Minggu)

4. Hal-hal praktis yang dapat dilakukan orang tua dalam setting keluarga

a. Perlunya menciptakan suatu iklim “home” bagi anak-anaknya, ada suasana

kehangatan, kasih dan penerimaan terhadap anak-anaknya sebagaimana adanya.

Hal ini memudahkan anak untuk percaya bahwa Tuhan itu Mahakasih. Caranya:

pemenuhan kebutuhan material, sosial, psikologis misalnya memberikan waktu

untuk bersama-sama dengan anak-anak.

b. Pentingnya keteladanan/ model orang tua bagi anak-anaknya.

c. Mengupayakan kesempatan untuk melakukan kebersamaan dengan anak misal

ibadah keluarga, berdoa

C. SETTING PAK DALAM JEMAAT

a. Landasan teologis dari Gereja sebagai setting PAK

Tugas pendidikan merupakan mandat Tuhan Yesus sendiri, bukan hanya kepada

murid-murid secara individual, tetapi juga persekutuan orang percaya secara

bersama-sama yang kita sebut Gereja. Di dalam konsep Gereja sebagai tubuh

Kristus terjadi banyak hal termasuk tugas pendidikan yang memungkinkan

pertumbuhan anggota secara pribadi juga pertumbuhan jemaat secara bersama-

sama.

b. Gereja dalam arti jemaat lokal sebagai setting PAK

Jemaat lokal sebagai setting PAK harus dilihat sebagai kumpulan orang-orang

percaya yang berinteraksi dengan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki Allah. Salah satu bentuk interaksi dan kegiatan jemaat lokal adalah

pendidikan dalam artinya yang luas, yakni demi transmisi iman Kristen dan

menolong pertumbuhannya yang penuh dalam diri warga gereja.

6
Menurut Westherhoff, beberapa ciri jemaat lokal sebagai suatu persekutua iman

Kristen yang relevan dengan tugas PAK yang efektif adalah sebagai berikut:

1) Adanya kesatuan atau kesamaan dalam hal-hal esensial dalam diri para WG

2) Suatu persekutuan iman sebaiknya tidak terlalu besar sehingga menjamin

adanya interaksi yang bermakna dan bertujuan di antara para anggotanya.

3) Persekutuan yang sesungguhnya perlu juga menghadirkan dan

menginteraksikan berbagai generasi dalam jemaat. Tanpa interaksi antar

generasi, tanpa masing-masing generasi memberi sumbangannya yang unik,

maka persekutuan iman Kristen sulit dipertahankan.

4) Suatu persekutuan yang sejati menyatukan semua peranan.

Menurut Westherhoff, kita perlu menguji, mengevaluasi, merencanakan,

mengembangkan program-program di sekitar tiga aspek penting dari kehidupan

bersama persekutuan iman (jemaat lokal), yakni; upacara-upacara (ritus ibadah),

pengalaman-pengalaman dari para anggita, dan tindakan-tindakan yang dikerjakan

oleh para anggota baik secara individual maupun secara bersama-sama.

c. Bentuk-bentuk PAK dalam setting Jemaat Lokal

Menyadari adanya kekhasan tiap-tiap kelompok usia dari segi kebutuhan, minat,

persoalan, maupun tingkat pertumbuhannya, maka perlu dikembangkan PAK

kategorial (PAK Anak-anak, PAK Remaja, dan Pemuda, PAK Orang Dewasa,

Persekutuan Ibu-ibu) dalam gereja atau jemaat. Ada juga yang mulai

mengembangkan PAK bagi kelompok Lanjut Usia, juga bagi kaum Wanita. PAK

kategorial ini kini telah menjadi disiplin ilmu, dan masing-masing mempunyai

signifikansi yang khusus.

Untuk PAK anak, biasanya mengambil bentuk dalam Sekolah Minggu. PAK untuk

remaja dan pemuda mempunyai signifikansi yang khusus karena masa ini adalah

7
masa transisi masa keterbukaan, masa bertanya dan masa pengambilan keputusan

penting. PAK dewasa relatif baru dibanding PAK anak. Andragogi atau seni

menolong orang dewasa belajar sangat membantu usaha mengembangkan PAK

dewasa dalam gereja. Persoalan yang sangat serius di bidang ini adalah rendahnya

partisipasi atau nonpartisipasi.

Katekisasi juga merupakan bentuk lain dari PAK dalam setting jemaat. Bentuk ini

sangat penting khususnya untuk mereka yag akan sidi atau baptis dewasa.

Kurikulumnya sangat terbatas karena hanya membahas pokok-pokok yang

fundamental saja dari iman dan kehidupan Kristen.

D. SETTING PAK DALAM SEKOLAH

Ada ketentuan bahwa pendidikan agama di Indonesia merupakan suatu yang wajib

dilaksanakan di sekolah-sekolah. Dengan demikian, kedudukan pendidikan agama

dalam setting sekolah menjadi semakin penting dan pemerintah begitu jauh ikut

campur tangan di dalamnya.

1. Dasar Filosofis kehadiran Agama dalam sekolah

a. Sekolah adalah salah satu partner dalam pendidikan di samping keluarga dan

masyarakat. Pengaruh dari keluarga dan masyarakat membawa dampak

terhadap pengetahuan, kepercayaan dan sikap dan perasaan anak.

b. Orang tua mempunyai tanggung jawab utama untuk mendidik anak-anaknya.

Orang tua punya hak untuk menentukan macam pendidikan yang diperoleh

anak-anaknya. Atas dasar itulah peraturan-peraturan yang ada harus mencakup

kemauan bersama dari masyarakat demi melindungi kepentingan anak.

c. Pendidikan seharusnya diarahkan kepada perkembangan yang penuh dari

manusia dalam konteks masyarakatnya. Perkembangan individual dimengerti

sebagai perkembangan intelektual, sosial, moral, dan spiritual. Pendidikan

8
agama yang mengajarkan doktrin dan ajaran agama akan menolong

perkembangan intelektual peserta didik dalam konteks sekolah. Pendidikan

agama juga dapat memberikan dorongan ke arah perkembangan sosial. Selain

itu pendidikan agama juga meningkatkan moral seseorang.

2. Peranan strategis PAK di sekolah

Peranan yang khas dari sekolah adalah tempat di mana proses belajar mengajar

dalam arti formal terjadi secara sistematis dan dalam waktu yang cukup lama

(berkesinambungan) dengan kurikulum yang jelas berjenjang dari TK sampai PT,

yang pada akhirnya akan sangat membantu perkembangan pengertian,

pemahaman, pengetahuan religius. Di sisi yang lain, hal di atas tergantung apakah

proses belajar mengajar yang terjadi telah berjalan baik dan apakah kurikulumnya

sudah relevan. Hal ini memprasyaratkan guru yang memenuhi kualifikasi tertentu.

Untuk itu, usaha-usaha peningkatan mutu PAK di sekolah harus terus diupayakan

misalnya dengan peningkatan mutu guru (program penyetaraan), peningkatan

mutu kurikulum (perbaikan kurikulum) dan sebagainya.

3. PAK di setting Sekolah Negeri

Dengan dikeluarkannya UU Sisdiknas 2003 (menggantikan UU Sistem Pendidikan

Nasional tahun 1989), maka pendidikan agama memperoleh landasan hukum

formal mengenai kehadirannya dalam sekolah negeri sebagai mata pelajaran wajib.

Hal ini membawa perbedaan yang mencolok dalam sekolah-sekolah swasta. Dulu

sebelum UU itu dikeluarkan ada jaminan bahwa agama yang diajarkan dalam

sekolah terbebut adalah sesuai dengan agama pengelola dan pemilik sekolah.

Namun sejak UU Sisdiknas 2003 diberlakukan, kekhasan ini sudah tidak

memungkinkan lagi.

4. PAK di setting Sekolah Kristen

9
a. Sekolah Kristen mendukung pengajaran PAK sebagai salah satu mata

pelajaran, karena sekolah Kristen diselenggarakan berdasar pandangan filsafat

Kristen yang sejalan dengan PAK.

b. Sekolah Kristen diharapkan dapat mempraktikkan nilai-nilai Kristiani dalam

suasana kerja, hubungan antar guru maupun dalam hubungan antara guru dan

murid. Sebab pembentukan pribadi bukan hanya tergantung content (materi

yang diajarkan dalam proses belajar mengajar) saja tetapi juga kualitas

hubungan antara peserta didik dengan pendidiknya.

c. Dalam setting Sekolah Kristen tersedia kemungkinan-kemungkinan untuk

kegiatan religius seperti kebaktian bersama, perayaan hari-hari raya gerejani

yang menunjang tujuan PAK

d. Dalam Sekolah Kristen umumnya tidak ada kontradiksi dalam setiap mata

pelajaran karena diberikan dari perspektif yang kurang lebih sama, yakni

perspektif Kristen. Kendala yang terjadi adalah dalam penyusunan

kurikulumnya. Misalnya bahwa yang mengambil mata pelajaran agama Kristen

belum tentu berasal dari latar belakang agama Kristen. Pemberlakuan UU

Sisdiknas membawa implikasi bahwa kekhasan Sekolah Kristen sudah tidak

dapat dipertahankan lagi karena undang-undang mengharuskan setiap anak

didik belajar agama sesuai agamanya dan diajar oleh guru yang seagama. Hal

ini tentunya bagi sekolah-sekolah Kristen perlu lebih bijaksana dalam

menanggapi undang-undang ini.

10

Anda mungkin juga menyukai