Anda di halaman 1dari 12

Berjaga-jaga dengan Setia dan Waspada

Markus 13:33-37

FX Bayu Cahyo Raharjo (1510.0003)


KPKS Santo Yohanes Penginjil – Keuskupan Bogor
Angkatan 10
Pengantar
Perikop ini merupakan perikop penutup dari rangkaian kotbah tentang akhir zaman di Bukit
Zaitun yang ditulis Markus di Bab 13. Inti dari kotbah tentang akhir zaman di Bukit Zaitu itu
adalah yang penting bukanlah kapan akhir zaman itu akan terjadi, tetapi siapa yang datang
dan bagaimana kita mempersiapkan?1. Dalam pembahasan ini sedikit akan disinggung kenapa
bukan kapan waktunya yang penting melainkan siapa yang dinanti dan bagaimana
menantikannya. Fokus pembahasan ini adalah pada bagaimana mempersiapkannya.

Yang menarik dari perikop penutup ini – yang merupakan kotbah penutup sebelum Yesus
menderita sengsara dan wafat – adalah meskipun perikop yang singkat namun sebenarnya
berisi dua perumpamaan. “Ah, masak iya, kan cuman lima ayat? perumapaan apa saja?”

Mari kita simak!

Perikop
Berikut isi perikop Injil Markus 13:33-37:
13:33 "Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah
waktunya tiba.
13:34 Dan halnya sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan
rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-
hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintahkan penunggu
pintu supaya berjaga-jaga.
13:35 Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu bilamanakah tuan
rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam,
atau pagi-pagi buta ,
13:36 supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur.
13:37 Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang:
berjaga-jagalah! "

Kontekstual
Waktu Kejadian

Setelah tiba di Yerusalem, -- karya Yesus sebelumnya adalah di Galilea, lalu keluar batas
negeri-Nya (Gerasa, Betsaida, Tirus, Dekapolis), ke Yudea, dan terakhir masuk ke Yerusalem –
Yesus masuk ke dalam Bait Allah untuk pertama kalinya, tetapi sebentar saja (11:11). Ia
kembali ke Bait Allah keesokan harinya, lalu mengusir pedagang (11:15-18). Sehari kemudian,
Ia datang lagi untuk ketiga kalinya. Kedatangan ketiga kalinya “dilaporkan” oleh penulis dalam

1
Stefan Leks; TAFSIR SINOPTIK - Tafsir Injil Markus; hal: 421
11:27 – 12:44. Menurut 13:1, sesudah itu Yesus meninggalkan Bait Allah secara definitif.
Keluar dari Bait Allah, Yesus bersama murid-muridNya duduk di atas Bukit Zaitun. Murid-Nya
mengagumi kemegahan Bait Allah dari atas Bukit Zaitun. Kekaguman murid Yesus kepada Bait
Allah ini dijadikan Yesus sebagai entry point berkotbah mengenai akhir zaman.
2
Sesuai dengan nubuat-Nya di 8:31; 9:31; dan 10:32-34, Yesus akhirnya memasuki kota
Yerusalem. Yesus tahu bahwa di Yerusalem lah Ia akan menderita dan wafat. Perikop ini
(13:33-37) merupakan perikop penutup dari
rangkaian kotbah tentang akhir zaman di Bukit
Zaitun yang ditulis Markus di Bab 13, sekaligus
merupakan wejangan terakhir sebelum sengsara
dan wafatNya.

Lokasi Geografis

Bukit Zaitun (nomor 11 pada peta di samping)


memanjang sampai sekitar 4 km dan merupakan
bagian dari pegunungan di Palestina. Dinamakan
Bukit Zaitun karena lerengnya ditumbuhi pohon-
pohon zaitun. Letaknya sekitar 1 km sebelah timur
Bait Allah di Yerusalem. Letaknya lebih tinggi
sekitar 90-150 m dari Bait Allah, sehingga dari
tempat ini, Yesus dan murid-muridnya dapat
melihat keseluruhan Bait Allah (13:3).3

Politis Ekonomis

Setelah masa pembuangan bangsa Israel di


Babilonia, enam abad sebelum Yesus, Palestina tunduk pada kerajaan Persia, Yunani, dan
kekaisaran Romawi. Secara internal, masyarakat Palestina dikuasai oleh raja-raja dan pejabat
boneka yang ditunjuk oleh penguasa Roma.

Diketahu dari perikop ini bahwa Yesus pergi ke Bukit Zaitun setelah mengajar di Bait Allah,
dan Bait Allah pada masa itu adalah Bait Allah yang paling megah (dan itulah kenapa murid
Yesus mengagumi kemegahannya), dibangun oleh Raja (boneka) Herodes Agung yang lebih
memiliki unsur politis dan ekonomis ketimbang unsur rohani-peribadatan. Secara politis, Bait
Allah ini akan mengangkat nama Herodes Agung baik di mata Romawi maupun Yahudi. Secara

2
Peta Yerusalem Pada Zaman Yesus, http://scriptures.lds.org/ind/biblemaps/map12.jpg
3
Alkitab Edisi Studi; hal 1643
ekonomis, Bait Allah dibagun-diperluas oleh Herodes untuk menampung peziarah lebih
banyak yang sudah tentu akan memberikan keuntungan finansial bagi pemerintah 4.

Bait Allah yang megah dibagun di tengah-tengah penduduk Palestina yang adalah rakyat kecil
yang sebagian besar keadaan ekonominya cukup parah, karena penghasilan mereka terlalu
kecil. Dalam situasi yang parah seperti itu, mereka masih dibebani dengan pelbagai macam
pajak dan pungutan untuk pemerintah, untuk angkatan perang Romawi, untuk para aristokrat
setempat, untuk Bait Allah, dsb. Konon pajak dan pungutan itu mencapai 40%, dari
penghasilan rakyat. Penduduk desa umumnya memiliki lahan-lahan kecil saja yang
menghasilkan hasil pertanian. Sebagian besar tanah dikuasai oleh para tuan tanah kaya yang
tinggal di kota-kota.

Sosiologis

Masyarakat Palestina pada zaman Yesus terbagi dalam kelas-kelas. Di daerah pedesaan
terdapat tiga kelas atau kelompok sosial: tuan tanah besar (biasanya mereka tidak tinggal di
lahan mereka), pemilik tanah kecil, pengrajin, kaum buruh dan budak. Di daerah perkotaan
terdapat tiga lapisan masyarakat: yang tergolong dalam lapisan tertinggi ialah kaum aristokrat
imam yang terdiri dari empat keluarga besar. Dalam lapisan tertinggi terdapat juga
pedagang-pedagang besar dan pejabat-pejabat tinggi. Disusul kelas menengah bawah yang
terdiri dari para pengrajin, pejabat-pejabat rendah, awam atau imam, dan kaum Lewi. Pada
lapisan paling bawah terdapat kaum buruh, yang pada umumnya bekerja di sekitar Bait Allah.
Akhirnya terdapat kaum proletar marginal yang tidak terintegrasi dalam kegiatan ekonomi,
yang terdiri dari orang-orang yang dikucilkan oleh masyarakat karena suatu sebab yang bukan
ekonomis5.

Analogi

Dari latar belakang kontekstual politis-ekonomis-sosiologis di atas, hubungan hamba-tuan


yang digunakan sebagai konteks hubungan Allah-manusia6 dalam perikop “Nasihat Berjaga-
jaga” yang dibahas ini adalah memang secara sosiologis terjadi pada zaman Yesus baik di
pedesaan maupun di kota-kota. Tuan tanah dan kaum buruh-budak di pedesaan, pedagang
besar dan kaum buruh di wilayah perkotaan merupakan struktur sosiologis masyarakat pada
masa itu.

4
Seto Marsunu; Markus, Injil Yesus Kristus – Anak Allah; hal: 194
5
http://pendalamanimankatolik.com/situasi-zaman-yesus/; diakses 11-Maret-2016
6
Stefan Leks; TAFSIR SINOPTIK - Tafsir Injil Matius; hal 525
Tafsir
Ringkasan Dua Perumpamaan

Ada dua perumpamaan dalam perikop singkat penutup wejangan eskalotologis di Bukit Zaitun
ini. Perumpamaan pertama pada ayat 34: yakni perumpamaan tentang bepergian jauh. Kata
bepergian (apodemos, harfiah keluar bangsa) mengisyaratkan perjalanan yang jauh dan lama
ke manca negara. Hal ini cocok dengan hal pemberian tanggung jawab kepada hamba-
hambanya (ay. 34a-c), tetapi kurang serasi dengan penugasan penunggu pintu untuk terus
siap untuk membuka pintu bagi tuannya (ay. 34d, 35c, dan 36). Penugasan kepada penjaga
pintu, yang kurang pas dengan pemberian tugas (tanggung jawab) kepada hamba-hamba
lainnya ini, merupakan perumpamaan kedua7.

Para pembaca Markus pada zaman dulu mengerti bahwa tuan rumah yang pulang pada
malam hari (ay. 35) tidak sama dengan orang yang tadi diceritakan pergi jauh (ay. 34) dan
mempercayakan miliknya kepada para hambanya (ay. 34). Bukan kebiasaan orang yang
merantau untuk kembali pada saat yang tak terduga-duga pada malam hari8. Tuan rumah
yang disebut dalam ay. 35 itu hanya pergi ke sebuah perjamuan nikah - seperti diberitakan
dalam perumpamaan parallel dalam Luk 12:36 - dan akan pulang malam itu juga walau tidak
diketahui jam berapa persisnya9.

Bahwasanya ada dua perumpamaan juga terlihat dari pengolahan terpisah baik di dalam Injil
Matius maupun Lukas. Perumpamaan yang pertama adalah perumpamaan mengenai
seseorang yang pergi keluar negeri (tidak sehari, namun berhari-hari; lama; yang pergi juga
adalah bangsawan; dalam teks Lukas 19:12 dikatakan “..., bangsawan itu pergi ke sebuah
negeri yang jauh.”) dan sambil menyerahkan kuasanya kepada hamba-hambanya seperti
dalam perumpamaan tentang uang mina di Luk 19:12). Matius menggarap kembali
perumpamaan yang pertama ini dalam perumpamaan tentang talenta dalam Mat 25:14.
Perumpamaan tentang mina dalam Luk 19:27-37 juga ke satu tema dengan perumpaan
tentang talenta walaupun tidak sejelas Matius.

7
Martin Harun, OFM; Markus – Injil yang Belum Selesai; hal 228
8
Ulasan Injil oleh Romo Agustinus Gianto, SJ;
http://www.irrika.com/04.%20Pojok%20Rohani/171.Hari_Minggu_Adven_I_B_01.html; diakses 11-Maret-2016
9
Ulasan Injil oleh Romo Agustinus Gianto, SJ;
http://www.irrika.com/04.%20Pojok%20Rohani/171.Hari_Minggu_Adven_I_B_01.html
Perumpamaan kedua adalah perumapamaan tentang tuan yang sehari keluar dan
menugaskan penunggu pintu (satpam) untuk terus menunggu dan membuka pintu kapan pun
ia pulang, seperti pada Luk 12:36-3810. Pada Luk 12 ayat 36 tertulis:

“Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan


tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok
pintu, segera dibuka pintu baginya”.

Perumpamaan pertama lebih mengangkat tema kesetiaan (bdk. Mat 25:21; Mat 25:23)
sementara perumpamaan kedua lebih menonjolkan kewaspadaan.

Kesetiaan (perumpamaan pertama, ayat 34) digambarkan bukan dengan perasaan atau
niatan saja, melainkan dengan usaha dan perbuatan nyata. Mereka yang sungguh setia ialah
yang berhasil mengembalikan dua kali lipat, maksudnya, berhasil mengembangkan sama
dengan besarnya kepercayaan yang telah diberikan tuannya. Pada Mat 25:21 dituliskan “Baik
sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia;”. Mereka akan dijadikan orang
merdeka - bukan lagi hamba - dan tetap boleh tinggal di rumah itu. Itulah cara Matius
mengembangkan perumpamaan yang dirumuskan Markus dengan amat singkat dalam Mrk
13:34.

Mari kita lihat bagaimana Lukas menggarap perumpamaan yang kedua (ay 35), soal
kewaspadaan. Diceritakannya tentang seorang tuan rumah yang bepergian ke jamuan nikah
pada malam hari dan akan pulang malam itu juga. Harapannya, bila pulang ia akan mendapati
hamba-hambanya masih bangun. Hamba-hamba yang didapati berjaga ketika tuannya pulang
disebut "berbahagia" dalam Luk 12:37. Tuan itu akan meminta mereka duduk dan ia sendiri
akan melayani mereka. Ia akan menghidangkan oleh-oleh dan "berkah" yang dibawanya
pulang dari pesta tadi. Jelas tuan tadi memikirkan hamba-hambanya.

Bagi orang zaman itu, dan boleh juga zaman kita sekarang, keramahan dan sikap tuan rumah
tadi mengherankan. Mana ada majikan yang melayani! Memang tak jarang kita pulang larut
malam membawa sesuatu bagi mereka yang bekerja kepada kita, tetapi melayani mereka
makan? Pembaca ayat Lukas itu akan bertanya-tanya demikian. Tetapi ini cara Lukas
mengatakan bahwa sang tuan rumah kini tidak lagi menganggap mereka hamba.
Perlakuannya mengundang mereka duduk dan menghidangkan makanan itu perlakuan
kepada anggota keluarga sendiri. Jadi dalam perumpamaan itu hendak dikatakan bahwa
mereka yang didapati berjaga-jaga dan membukakan pintu bagi tuan rumah itu kini menjadi
anggota keluarga!

10
Martin Harun, OFM; Markus, Injil yang Belum Selesai; hal 228
Dalam tafsiran Lukas di atas, nasihat berjaga-jaga agar tidak ketiduran dalam Mrk 13:35
ditampilkan sebagai warta gembira. Ujung pangkalnya ialah kebaikan tuan rumah yang kini
memperlakukan hamba-hamba sebagai anggota keluarga sendiri. Adakah yang lebih besar
yang dapat diinginkan seorang hamba? Adakah hal lebih membuat orang menyesal bila
kesempatan ini berlalu begitu saja karena ketiduran? Dan warta ini tidak hanya ditujukan
kepada para murid, tetapi juga seperti disebut dalam ay. 37, diajarkan Yesus kepada semua
orang.

Satu Waktu Tetapi Dirincikan Menjadi Empat Waktu

Markus memang penulis yang hemat kata. Injilnya paling ringkas, namun dipercaya oleh para
ahli merupakan Injil yang pertama ditulis daripada Injil lain. Namun, ada yang aneh dengan
ayat 35, Markus merinci perkiraan waktu kedatangan tuannya: menjelang malam, atau
tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta.

Ternyata hal ini mengisyaratkan saat-saat akhir hidup Yesus diingat dalam empat waktu itu:
1) Perpisahaan dengan muridnya saat menjelang malam.
“...setelah hari malam, Mrk 14:17, Ia mengadakan perjamuan terakhir .."
2) Ditolak kaum tua-tua. menjelang tengah malam ia ditangkap di Getsemani dan
langsung di sidangkan di Mahkamah Agama Mrk 14:53;
3) Disangkal orang terdekat saat sebelum ayam berkokok dua kali11 (baca: larut malam),
Mrk 14:72, Petrus, orang kepercayaannya, menyangkalnya untuk ketiga kalinya;
4) Dihukum mati, pagi-pagi benar - seperti dalam Mrk 15:1, ia dibawa ke hadapan Pilatus
untuk diadili dan akhirnya dihukum mati di salib.

Maksud ketidak-terdugaan kehadiran tuan dalam ayat ini sudah sangat jelas, bahwa kapan
waktunya tidak dapat diduga dan tidak penting untuk diduga. Namun, lebih daripada itu,
siapa yang datang pada saat-saat tidak terduga itu harus dipahami dengan ikut serta dalam
menjalani waktu-demi waktu malam hari-Nya Yesus. Banyak yang berjaga-jaga menunggu
dengan harapan mendapat berkat. Namun, harus disadari bahwa berkat diperoleh bila kita
menyertainya pada saat-saat hidup-Nya paling sulit yakni seperti ketika mesti berpisah
dengan yang murid-muridnya (menjelang malam), ditolak kaum tua-tua (menjelang tengah
malam), disangkal orang terdekat (larut malam), dan saat dihukum mati (pagi-pagi benar).

11
Tradisi Yahudi membedakan tiga macam kokok ayam, yaitu yg pertama, yg kedua, dan yg Ketiga dan
menjadikannya “tanda” pembagian waktu malam atas tiga ronda jaga malam. Yang pertama terjadi kurang lebih
setengah jam sesudah tengah malam. Yg kedua kurang lebih sejam kemudian, dan yg ketiga kurang lebih sejam
kemudian lagi. (Stefan Leks; TAFSIR SINOPTIK – Tafsir Injil Markus; hal: 468)
Berjaga-jaga yang Diulang Tiga kali

Semua kisah perumpaan di atas disampaikan Yesus dalam rangka mengajak muridNya dan
kita semua untuk mempersiapkan akhir zaman. Kedatangan Putra Manusia pada akhir zaman
(13:24-27) harus dipersiapkan dengan berjaga-jaga. Bukan bertanya seperti murid-murid
Yesus bilamanakah akhir zaman itu datang? Yang penting bukanlah kapan akhir zaman itu
terjadi, namun siapa yang datang pada akhir zaman itu.

Lebih penting lagi adalah bagaimana kita mempersiapkan kedatangan Putra Manusia (parusia)
itu? Kata berjaga-jaga diulang tiga kali dalam perikop ini. Hal ini mau menunjukkan bahwa
hati-hati dan berjaga-jaga merupakan petunjuk moral penting yang harus dilakukan dalam
mempersiapkan parusia.

Sampai pada Mrk 13:37, kata berjaga-jaga masih dipakai dalam arti biasa, yaitu “tidak tidur”.
Namun, selanjutnya Yesus berkata “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan
jatuh ke dalam pencobaan” (14:38). Jadi, berjaga-jaga bukan soal tidak tidur saja melainkan
juga berdoa.

Kata berjaga-jaga, kemudian, selalu diartikan dalam arti kiasan: bersiap-siaga agar jangan
kaget pada saat kedatangan yang tidak terduga-duga. Supaya itu terjadi, umat Kristen
harus bersikap eskatologis, artinya semakin mengakarkan diri pada Kristus, semakin
merangkul keselamatan dan semakin melepaskan diri dari kuasa kegelapan yang mengacau di
dunia12.

Berjaga-jaga sebenarnya searti dengan menjadi “merdeka”. Manusia yang sungguh merdeka
(tidak lagi budak) tidak membiarkan dirinya diperbudak oleh dirinya sendiri, melainkan
membiarkan Tuhan mengambil alih pikiran, hati dan kehidupan mereka 13.

Berjaga-jaga umat Kristen bukan hanya penantian akan suatu peristiwa melainkan penantian
akan kedatangan seseorang yang sudah dikenal dan yang diketahui pasti datang. Ini adalah
penantian berlandaskan iman akan kebangkitan Yesus. Murid-muridNya menyadari bahwa
mereka akan dihakimi menurut “berjaga-jaga’-nya mereka, yaitu menurut kesetiaan merka
terhadap tuntutan-tuntutan Injil.

Berjaga-jaga dalam konteks dua perumpamaan di atas berarti setia dan waspada. Berjaga-jaga
dalam Kristen berarti juga mengabdi secara aktif14. Setia adalah berjaga-jaga secara aktif
menjalankan tugas-tugas yang diserahkan tuan kepada hambanya. Waspada adalah berjaga-

12
Stefan Leks; TAFSIR SINOPTIK - Tafsir Injil Markus; hal: 420
13
Kitab Suci Komunistas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik; hal: 128 Perjanjian Baru
14
Stefan Leks; TAFSIR SINOPTIK - Tafsir Injil Matius; hal 521; hal 526
jaga dan berhati-hati dengan selalu peka terhadap tanda-tanda zaman yang menunjukkan
dekatnya kedatangan Tuhan (Mrk 13:28-29) atau berjaga-jaga supaya tidak terbuai dengan
berita yang menyesatkan seolah-olah Tuhan sudah datang di sini atau di sana (Mrk 13:5-6)15.

Kewaspadaan juga berarti pemenuhan tugas-tugas dengan setia, dengan harapan bahwa
tuan-nya akan memeriksa pekerjaannya (1 Kor 3:13-15; 2Kor 5:10)16. Pada saat Allah
memeriksa bagaimana manusia telah hidup dan apakah mereka setia, pekerjaan masing-
masing orang akan diuji dengan api17.

Katekismus Gereja Katolik juga menyebutkan bahwa “Kalau Ia datang pada akhir zaman
untuk mengadili orang hidup dan orang mati, Kristus yang dimuliakan akan menyingkapkan
isi hati yang terdalam dan akan membalas setiap manusia sesuai dengan pekerjaannya,
tergantung pada, apakah ia menerima rahmat Tuhan atau menolaknya.” (KGK 682)18.

Refleksi
Persiapan untuk event besar dalam hidup, kita lakukan dalam waktu yang lama. Begitu lama
dan matang kita mempersiapkan perkawinan kita, ujian kelulusan waktu kuliah kita, kelahiran
anak kita dan sebagainya. Bagaimana kita mempersiapkan parusia, kedatangan Yesus yang
kedua kalinya, sebuah peristiwa paling (lebih) penting dalam kehidupan kita? Akibat dari
persiapan kita ini akan berlangsung kekal. Kita tidak boleh menunda persiapan karena kita
mengetahui Ia pasti akan datang. Cara mempersiapkan diri adalah dengan belajar firman
Allah dan hidup sesuai dengan ajaran-Nya setiap hari. Dengan demikian kita selalu siap 19.

Kesibukan pekerjaan (mencari nafkah) membuat kita terlena dan tidak (selalu) siap. Kita
sangat sibuk sehingga kita tidak membiarkan Tuhan mengambil alih pikiran, hati dan
kehidupan kita tetapi justru kesibukan yang menguasai kita20. Kesadaran akan tugas yang
sudah diberikan tuan (Yesus) kepada hambanya (kita) merupakan hal yang harus dipelihara
tidak hanya dengan tidak tidur melainkan juga dengan berdoa. Berjaga-jaga secara spiritual
inilah yang akan memerdekakan kita dan membuat kita menjadi bukan lagi hamba melainkan
anggota keluarga tuan kita, karena kita didapatinya setia, tekun, dan aktif dalam berjaga-jaga.

15
Martin Harun, OFM; Markus, Injil yang Belum Selesai; hal: 229
16
Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius – Wahyu;
17
Alkitab Edisi Studi; hal: 1868
18
Kompendium Katekismus Gereja Katolik
19
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Life Application Bible Study); hal: 2017
20
Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik; ha; 128 Perjanjian baru
Aplikasi
Berjaga-jaga (bukan hanya tidak tidur, melainkan berdoa dan mengabdi secara aktif dengan
kesadaran eskatologis, mengakar kepada Kristus) dalam konteks dua perumpamaan (implisit)
dalam perikop ini adalah:

1. Setia menjalankan pekerjaan dan tugas kita


Gereja sebagai umat Allah berkat sakramen pembaptisan menyadari diri memiliki
tanggungjawab menunaikan tugas dan panggilan dalam lima pilar pelayanan Gereja di
dunia (LG art 31). Sebab, lima pilar pelayanan Gereja tersebut merupakan implementasi
dari tri tugas Yesus Kristus sendiri, tiga misi utama, yaitu sebagai nabi, imam dan raja.
Lima pilar pelayanan Gerejani yang dimaksudkan ialah Kerygma, Diakonia, Koinonia,
Leitourgia dan Martyria (LG art. 25-27)21.
a. Kerygma (Pewartaan): umat beriman Kristiani di mana semua diberi kepercayaan,
dipanggil dan diutus Tuhan Yesus untuk mengambil bagian dalam tugas pewartaan
Kabar Gembira (LG art 35). Penekanan utama dalam tugas pewartaan Gereja ini
bukan saja pewartaan verbal tetapi juga pewartaan melalui kesaksian hidup
sebagai bentuk pewartaan yang ampuh dan sebagai daya dorong untuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan yang nyata. Misalnya: pewartaan di lingkungan,
pengajaran pendalaman iman.
b. Diakonia (Pelayanan): adalah Tugas Gereja untuk Melayani. Pelayanan Gereja ini
bersumber pada diri Kristus yang hadir ke tengah dunia untuk Melayani umat Nya.
Misalnya: Pelayanan amal kasih, derma
c. Koinonia (Persekutuan/Paguyuban): umat beriman Kristiani sebagai anggota Tubuh
Kristus dituntut untuk berpartisipasi dalam persekutuan atau paguyuban sebagai
bagian dari hidupnya sendiri. Sebab, dengan demikian Gereja akan tetap hidup,
terpikat dan berkembang dalam dunia hingga keabadian. Misalnya: berkomunitas
dalam komunitas basis, berpartisipasi dalam kegiatan lingkungan
d. Liturgia (Liturgi): umat beriman Kristiani terdorong untuk berpartisipasi mengambil
bagian dalam pelayanan liturgi Gereja demi rahmat dan berkat untuk kehidupan
sekarang dan yang akan datang. Termasuk: mengikuti sakramen tobat.
e. Martiria (Kesaksian): umat beriman Kristiani hadir bagi semua orang dan bangsa
lengkap dengan tantangan realitanya maka melalui teladan hidup (kesaksian
hidup), maupun pewartaannya, dan dengan sakramen-sakramen serta daya-daya
rahmat surgawi, Tuhan menghantarkan semua orang dan bangsa kepada iman,
21
http://henkesfallo.blogspot.co.id/2014/11/lima-pilar-pelayanan-gereja.html; diakses 11-Maret-2016
kebebasan dan damai Kristus (Bdk. LG art. 1). Oleh karena itu kesaksian Gereja
atau umat Allah hendaknya berbuah dan berhasil ketika mereka menggabungkan
diri sebagai anggota masyarakat di lingkungannya dengan sikap penghargaan dan
cinta kasih, ikut serta dalam kehidupan budaya dan sosial melalui pelbagai
kegiatan (AG art 1). Misalnya: berperan aktif dalam kegiatan lingkungan RT
2. Waspada
a. Tidak percaya dengan ramalan waktu maupun mesias palsu. Kita tidak boleh
disesatkan oleh penyataan-pernyataan membingungkan atau penafsiran-
penafsiran spekulatif tentang apa yang akan terjadi (13:5,6).
b. Perikop ini tidak ditulis untuk mendiskusikan waktu penggenapan nubuat-nubuat
tetapi untuk mendorong hidup benar bagi Allah di dunia di mana pada umumnya
orang banyak mengabaikan Dia.
c. Tidak terbuai dengan pekerjaan dan cenderung sibuk dan tidak mengalami Tuhan
dan membiarkan Tuhan menguasai kita
d. Kita harus waspada secara moral, menaati perintah-perintah Firman Allah tentang
bagaimana kita harus hidup

Penutup
Yesus pada awal kothbah di Bukit Zaitun ini menyandingkan nubuat kehancuran Bait Allah
dengan kothbah akhir zaman. Bahwasannya Bait Allah benar-benar dihancurkan pada tahun
70 Masehi dalam penyerangan oleh Romawi atas Yerusalem di bawah Tirus. Ini adalah salah
satu ciri wejangan apokaliptik (penggunaan simbol, penyingkapan) yang dimaksudkan untuk
meyakinkan pembaca bahwa tidaklah penting kapan terjadinya akhir zaman 22. Yang lebih
penting adalah akhir zaman pasti terjadi karena kehancuran bait Allah sudah sungguh-
sungguh terjadi.

Selain itu, yang lebih penting lagi adalah siapa yang akan datang pada akhir zaman itu dan
bagaimana mempersiapkan akhir zaman itu. Berjaga-jagalah yang harus kita lakukan dalam
mempersiapkan yang akan datang, yakni Kristus. Berjaga-jaga bukan hanya tidak tidur
melainkan juga berdoa dan mengabdi secara aktif dengan tetap menjaga kesadaran bahwa
yang kita lakukan adalah berjaga-jaga eskatologis, berjaga-jaga yang mengakarkan aktivitas
kita kepada Kristus. Biarlah kita didapatinya tetap setia dan senantiasa waspada saat parusia
itu tiba, setia mengerjakan tugas-tanggung jawab kita kita, namun tetap waspada tidak
terlena pada kesibukan belaka, namun tetap memiliki kesadaran melibatkan Allah,
membiarkan pikiran kita, hati kita dan hidup kita diambil alih oleh Allah.

22
Dianne Bergant, CSA; Robert J. Karris, OFM; Tafsir Alkitab Perjanjian Baru; hal: 107
Referensi
Agustinus Gianto, SJ;
http://www.irrika.com/04.%20Pojok%20Rohani/171.Hari_Minggu_Adven_I_B_01.html;
diakses 11-Maret-2016
Dianne Bergant, CSA; Robert J. Karris, OFM; Tafsir Alkitab Perjanjian Baru; Lembaga Biblika Indonesia;
Jakarta: Kanisius; 2002; Nihil Obstat: F. Hartono, SJ; Imprimatur: J. Pujasumarta, Pr. (Vikjen
Keuskupan Agung Semarang)
Bernardo Hurault, Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik; Jakarta: Penerbit Obor; 2002;
Nihil Obstat: Henrikus Pidyanto, O.Carm; Imprimatur: Mgr. Benyamin Y. Bria, Pr. (Uskup
Denpasar)
Hardawiryana, R.; Dokumen Konsili Vatikan II; Jakarta: Penerbit Obor; 1993
Konferensi Waligerja Indonesia dan Penerbit Kanisius; Kompendium Katekismus Gereja Katolik;
Jakarta: 2009
Lembaga Alkitab Indonesia; Alkitab Edisi Studi (The Learning Bible Contemporary English Version,
(Terjemahan ini diterima dan diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia); 2012.
Lembaga Alkitab Indonesia; Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan – Seri: Life Application Study Bible;
Malang: Penerbit Gandum Mas; 2014.
Martin Harun, OFM; Markus – Injil yang Belum Selesai; Jakarta: Penerbit Kanisius; 2015; Nihil Obstat:
V. Indra Sanjaya, Pr; Imprimatur: F.X. Sukendar W., Pr., Vikjen KAS
P. Cornel Fallo, SVD; http://henkesfallo.blogspot.co.id/2014/11/lima-pilar-pelayanan-gereja.html;
diakses 11-Maret-2016
Stefan Leks; TAFSIR SINOPTIK - Tafsir Injil Markus; Jakarta : Kanisius; 2003; Nihil Obstat: F. Hartono, SJ;
Imprimatur: J. Pujasumarta, Pr. (Vikjen KAS)
Stefan Leks; TAFSIR SINOPTIK - Tafsir Injil Matius; Jakarta : Kanisius; 2003; Nihil Obstat: F. Hartono, SJ;
Imprimatur: J. Pujasumarta, Pr. (Vikjen KAS)
Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Matius – Wahyu; Terj. The New Bible Commentary London:1976; Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih; 2013
YM. Seto Marsunu; Markus – Injil Yesus Kristus-Anak Allah; Lembaga Biblika Indonesia; Jakarta:
Kanisius; 2012; Nihil Obstat: V. Indra Sanjaya, Pr.; Imprimatur: F.X. Sukendar Wignyosumarta,
Pr. (Vikjen KAS)
--; http://pendalamanimankatolik.com/situasi-zaman-yesus/; diakses 11-Maret-2016
--; http://scriptures.lds.org/ind/biblemaps/map12.jpg; diakses 11-Maret-2016

Anda mungkin juga menyukai