Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Umumnya kaum kristiani menghubungkan kata “Injil” dengan keempat penulis (Mateus,
Markus, Lukas dan Yohanes), buku-buku yang menempati bagian awal dari Kitab Suci
Perjanjian Baru. Dari akar kata “euangelion” yang berarti “Kabar Gembira”, tampaknya
anggapan umum ini harus diperluas. Mengapa? Merujuk kepada inti pewartaan Kitab Suci (PL
dan PB), yakni rencana keselamatan Allah terhadap manusia, maka sesungghnya bukan hanya
keempat buku di atas yang merupakan “Injil”, tetapi semua buku yang ada dalam Kitab Suci
kita, dari Kitab Kejadian sampai Kitab Wahyu.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa kecenderungan mengidentikan Injil dengan
keempat pengarang dalam PB, karena keempatnya memfokuskan tulisan mereka pada Pribadi,
hidup dan karya Yesus Kristus, yang oleh Gereja, sejak zaman para Rasul hingga saat ini,
diyakini sebagai penggenapan kabar gembira, yang dinubutkan oleh PL.
Paus Benediktus XVI, dalam refleksi pribadinya “Yesus dari Nazaret” menyatakan sbb:
“adalah sesuatu yang membahagiakan ketika kita mendengar kaum krisitiani memaknai Injil
sebagai “Kabar Gembira”. Namun pemaknaan itu harus disertai dengan pemahaman yang tepat
tentang istilah tersebut”. Menurutnya, istilah “injil” aslinya merupakan terminologi para kaisar
Romawi, yang mengganggap diri mereka sebagai titisan dewa, penyelamatkan dunia. Istilah
“injil” sendiri biasa dipakai untuk berbagai maklumat atau himbauan kaisar, tidak hanya
bermakna “kabar baik” untuk wilayah imperium, tetapi diperluas menjadi “kaisar membawa
perubahan/pembaharuan dunia kepada situasi yang lebih baik”. Terlepas, apakah para
pendengar (wilaya imperium) senang atau tidak, tetapi begitulah istilah tersebut dimaknai. Oleh
karena itu menurut Paus Benediktus, kita harus memahami mengapa para pengarang dari
keempat buku pertama dalam PB menyebut tulisannya, Injil. Hal itu tak lain dimaksudkan
untuk menyampaikan pesan utama dari tulisan-tulisan mereka, sekaligus memberi pencerahan
kepada para pendengarnya tentang kepalsuan injil kaisar. Para pengarang suci itu ingin
mengatakan bahwa yang dikatakan oleh para kaisar itu adalah palsu dan hanya mendatangkan
penderitaan. Maklumat yang “benar dan terjadi” adalah bahwa Yesus Kristus adalah “Injil”
sesungguhnya, sebagaimana ditunjukan oleh kisah tentang pribadi, hidup dan karyaNya yang
mereka tuliskan dalam buku-buku mereka (bdk. “Vangelo: il significato di un termine”, da Josep
Ratzinger – Beneduktus XVI, Gesu’ di Nazaret, Rizzoli, Milano, 2007, pp. 69-70).
Berdasarkan pada pemaknaan Injil baik secara umum maupun penjelasan tentang latar-
belakang dan alasan penggunaannya yang diungkapkan oleh Santo Bapa Benediktus XVI, maka
kita mendapatkan suatu pemahaman awal yang jelas tentang Injil. Dan tentulah tidak salah jika
istilah Injil dikaitkan dengan keempat pengarang (Mateus, Markus, Lukas dan Yohanes), meski
tetap harus dipahami bahwa Injil secara luas menyangkut semua tulisan/Kitab-kitab yang ada
dalam Kitab Suci kita (PL dan PB). Oleh karena itu perlu kami tegaskan bahwa tema Injil yang
akan dibahas pada bagian ini adalah keempat Injil sebagaimana yang ada di awal Kitab Suci
PB.
Diktat ini akan disusun sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan (di atas); Bab II: Injil Sinoptik;
Bab III: Injil Yohanes; Bab IV: Penutup. Pemisahan pembahasan antara ketiga Injil, Mateus,
Markus dan Lukas (Sinoptik) dengan Injil Yohanes (Buku Tanda), didasarkan pada perbedaan
gaya penulisan dan pesan, serta hal-hal khas yang hanya dimiliki Injil Yohanes. Hal ini
dimaksudkan agar para siswa mampu melihat perbedaan antara ketiga Injil pertama dan Injil
Yohanes, serta membentuk pola pikir mereka secara tepat dalam membaca dan memahami
keempat Injil tersebut.
***

1
BAB II
INJIL SINOPTIK

1. Pengantar
Mengapa Injil Mateus, Markus dan Lukas disebut Injil Sinoptik? Karena Mateus, Markus
dan Lukas memiliki banyak persamaan. Kata sinoptik berasal dari kombinasi dari bahasa
Yunani συν (syn = bersama) dan οψις (opsis = melihat) untuk menandakan bahwa isi dari ketiga
Injil tersebut dapat dilihat berdampingan. Para ahli Kitab Suci menganggap bahwa ketiganya
berasal dari tradisi lisan yang sama. Tetapi ada juga perbedaan-perbedaannya, sbb:
Mateus adalah Injil Yahudi, yang berfokus kepada Yesus sebagai Raja Kaum Yahudi.
Mateus memiliki beban terhadap orang-orang percaya yang masih baru dan ia mengusahakan
agar sabda dan karya Yesus dapat menjadi landasan bagi cara hidup sebagai seorang murid.
Markus adalah Injil yang pertama dan paling singkat, yang memperlihatkan Yesus sebagai
Anak Manusia. Markus memusatkan perhatian kepada mujizat-mujizat dan perbuatan-
perbuatan Yesus. Ini adalah Injil yang penuh dengan tindakan-tindakan luar biasa yang
membawa orang kepada iman.
Lukas ditulis bagi orang-orang non-Yahudi dan menggambarkan Yesus sebagai Juruselamat
Dunia. Hal yang khas dari Lukas adalah fokusnya terhadap tindakan belas kasih Tuhan
sebagaimana ditunjukan dengan penyembuhan-penyembuhan dan perumpamaan-
perumpamaan. Oleh karena itu Lukas dikenal dengan Injil Belas Kasih. Para ahli juga menggaris-
bawahi bahwa Injil Lukas ditulis dengan sangat teratur, sistematis dan tersusun dengan baik.
Lukas mengenal Markus di Roma (Kol 4:10, Kol 4:14, Fil 1:24). Ia mungkin juga pernah
bertemu dengan Markus di Palestina. Kebanyakan penafsir masa kini menyimpulkan bahwa
baik Matius maupun Lukas sudah memiliki kitab Markus pada saat mereka menulis. Lukas
mengikuti urutan tulisan Markus, tetapi ia memberikan sentuhan pribadinya kepada setiap
kejadian dan memilih peristiwa yang paling sesuai dengan tujuan penulisannya. Kesejajaran
antara Lukas dan Markus dapat ditemukan dalam bagian naratif yang tampak sangat harmonis
(selaras).
Matius dan Lukas memiliki elemen-elemen yang sama yang tidak kita temukan di dalam
Markus. Jelas mereka menulis dari sumber yang sama karena di beberapa tempat ada
persamaan kata demi kata. Markus tidak banyak menulis perkataan Yesus. Markus juga tidak
meliput kelahiran Yesus atau masa kecilnya. Matius dan Lukas mengubah teks dan urutan
tulisan Markus. Ada sejumlah elemen kecil yang berbeda, selipan-selipan satu kalimat, frekuensi
kutipan dari Perjanjian Lama, dan penggunaan perumpamaan dan khotbah.
Matius dan Lukas menggunakan bahan tambahan dengan cara yang berbeda. Matius
menyebarkan bahan-bahan itu di sepanjang Injilnya. Sementara Lukas menyusunnya menjadi
dua bagian besar, yakni: bab 6:20-8:3 dan kemudian bab 9:51-18:14 (hanya terdapat di Lukas).
Para ahli menyebut bab 9:51-18:14 sebagai sisipan besar (Greater Interpolation) dan bab 6:20-8:3
sebagai sisipan kecil (Lesser Interpolation). Sisipan besar ini adalah kekhasan Lukas, dimana kita
menemukan perumpamaan Orang Samaria yang Baik, Anak yang Hilang, Orang Farisi,
Pemungut Cukai, dll.

2. Teori Injil Sinoptik


Teori ini diawali dengan pertanyaan: apakah yang menjadi sumber utama bagi ketiga Injil,
sehingga ketiganya memiliki persamaan? Para ahli Kitab Suci menjawab pertanyaan ini dengan
mengajukan empat teori sebagai berikut.
a. Teori Dua Sumber: Markus Tertua, (M, L)
Teori ini didasarkan pada persamaan kata-kata dalam ketiga Injil sinoptik. Teori ini
menjelaskan bahwa Mateus dan Lukas bersumber dari Markus sebagai bahan tertua dan
sebagian lagi yang tidak ditemukan dalam Markus diambil dari suatu sumber lain yang

2
dinamakan sumber “Q” (bahasa Jermana Quelle=sumber). Penjelasan atas teori ini adalah
sebagai berikut:
1) Mateus mengutip 97% ayat Markus. Sementara Lukas mengutip Markus sebanyak 88%.
Keduanya mengambil dan menyempurnakan kata-kata yang terdapat dalam Markus.
Markus adalah injil dengan jumlah ayat terpendek, dan memiliki struktur dan gaya
bahasa yang sederhana dan kurang baik. Maka menurut teori ini Mateus dan Lukas
mengambilnya sebagai sumber sambil memperbaiki dan menambahkannya dengan kata-
kata yang sesuai.
2) Ayat-ayat yang tidak ditemukan dalam Markus tetapi dipakai Mateus dan Lukas seperti
Sabda Bahagia (Mat 5:3-12; Luk 6:20-26) dan Doa Bapa Kami (Mat 6:9-13; Luk 11:2-4),
diambil dari sumber lain yakni “Q” – (kumpulan perkataan Yesus sendiri). Sementara
ayat lain yang tidak ditemukan baik di Markus maupun di “Q” adalah bahan dari
keduanya sendiri yakni M dan L. Secara rinci dapat dilihat dalam pembagian sebagai
berikut: Markus: 661 ayat.

Injil Sumber Markus Sumber Q Sumber sendiri


Mateus 500 ayat 240 ayat M: 320 ayat
Lukas 320 ayat 240 ayat L: 590 ayat

b. Teori Markus-azali
Ada beberapa kesamaan yang terdapat pada Mateus dan Lukas, namun berbeda dengan
Markus, padahal Markus adalah sumber bagi keduanya. Untuk menemukan jawaban dari
persoalan ini F. Schleiemacher (1768-1834) mengeluarkan sebuah teori yang disebut dengan
Teori Markus-azali atau dalam bahasa Jerman disebut Urmarkus. Menurutnya, bahan lain (mis.
antara Mat.9:5; Mrk.2:9; dan Luk. 5:23), maupun Mrk. 6:45-8:26 yang hilang dari Mateus dan
Lukas, merupakan bahan yang terdapat dalam Markus edisi sebelumnya (sebelum Markus yang
sekarang ditulis). Di samping itu ada juga anggapan bahwa sumber yang disalin itu sebagian
gulungannya telah hilang ketika Mateus dan Lukas menggunakannya sebagai sumber. Jadi
keduanya menggunakan sumber Markus edisi pertama. Markus yang sekarang adalah hasil
revisi dari Markus edisi-1 dengan berbagai perubahan dan penambahan. Oleh karena itu wajar
bahwa Markus yang kita miliki sekarang berbeda dengan Mateus dan Lukas.
c. Teori Mateus (bahasa Aram) Tertua
Teori dua sumber menganggap bahwa Mateus dan Lukas mengambil bahan dari Markus.
Namun demikian, muncul persoalan lain, sebab ada bagian-bagian tertentu dari Mateus dan
Lukas yang berlawanan dengan Markus. Berdasarkan pada persoalan ini, maka ada ahli yang
berusaha menemukan sumber lain yang dianggap lebih tua dari sumber Markus. Teori ini
disebut dengan Teori Mateus Bahasa Aram Tertua. Teori ini dikembangkan oleh L. Vaganay
(1954) dengan berpangkal pada pernyataan Papias seorang Uskup di Asia-kecil (Abad II M).
Papias menerangkan bahwa “Matius menyusun sabda-sabda (ta logia) dalam bahasa Ibrani atau
bahasa aram.” Semua sumber diambil dari tradisi lisan yang ada pada waktu itu dan
dikembangkan sebagai sebuah naskah tertulis. Naskah itu merupakan naskah berbahasa aram
(M). Naskah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dan mengalami beberapa
kali penerbitan. Menurut Papias terbitan Mateus bebahasa Yunani inilah yang dipakai dalam
penulisan Markus dan Lukas.
Selain itu ada anggapan bahwa tidak mungkin Mateus yang adalah murid Kristus sendiri
harus menyalin kesaksian tentang karya Yesus dari Markus yang bukan murid Kristus. Oleh
karena itu seharusnya Mateuslah yang lebih tahu tentang karya Yesus daripada Markus.
Berhadapan dengan teks Markus yang lebih pendek/singkat dari Mateus, maka teori ini
menyimpulkan bahwa Markus mempersingkat Matius. 606 ayat dari Markus merupakan versi
singkat/pendek dari Mateus. Sementara masalah perbedaan antara Mateus dengan Lukas, lebih
disebabkan oleh penggunaan sumber yang berbeda saja. Mateus mengambil dari sumber “M”,
sedangkan Lukas mengambil dari terjemahan Yunani. Teori ini juga menegaskan bahwa
Sumber “Q” dalam teori dua sumber tidak diperlukan dalam penulisan Mateus.
3
d. Teori Proto-Lukas
Teori ini mengatakan bahwa sumber utama dalam Lukas adalah Proto-Lukas yang telah
ada terlebih dahulu akibat penggabungan “Q” dan “L”. Semua isi Lukas bersumber dari Proto-
Lukas sementara Markus hanya merupakan sumber kedua saja. Lukas yang sekarang ini telah
terlebih dahulu mengetahui bahan “Q” dan “L” sebelum mengenal Markus. Oleh karena itu
bagian-bagian dalam Lukas, yang bersumber pada bahan “Q” dan “L” sering tercampur namun
keduanya atau salah satunya tidak tercampur dengan bahan Markus.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Lukas mengambil bahan dari dirinya sendiri. Ia
menulis kembali tulisan pertamanya dengan tambahan dari bahan “Q”. Pernyataan ini masuk
akal jika kita bandingkan dengan bukti dari prolog injil Lukas (Luk. 1:1-4), yang menyatakan
bahwa ia berusaha mengumpulkan semua informasi dari orang-orang dekat yang pernah
melihat, merasakan perbuataan dan berhubungan secara langsung dengan Yesus. Selain itu,
sebagai seorang ahli sastra, Lukas memiliki gaya bahasa yang baik dan sistematis, dan bukan
merupakan pengembangan dari bahasa Markus yang kurang teratur. Meskipun Lukas juga
mengambil dari bahan Markus, tetapi ia memformulasi Injilnya dengan kata-kata sendiri.
Meskipun Lukas memiliki beberapa persamaan dengan Markus, tetapi ia memisahkan
bahan Markus dengan Proto-Lukas. Pemisahan ini mengindikasikan bahwa ada sumber
pertama sebelum dimasukannya bahan Markus.
Sebagai contoh perbandingannya:
 Luk, 3:1-4:30 dari Proto Lukas (gabungan Q dan L)
 Luk, 4:31-44 dari Mrk, 1:21-39
 Luk, 5:1-11 dari “L”
Pembela teori ini, B.H. Streeter (1924) menarik kesimpulan bahwa penulisan Lukas terdiri
dari dua tahap yakni tahap pertama yang berisi Proto-Lukas dan tahap kedua yang merupakan
kolaborasi antara Proto-Lukas dengan Markus.

3. Injil Mateus

3.1. Penulis
Meski muncul banyak pendapat berbeda dari para ahli Kitab Suci, namun hingga saat ini
Mateus, Si Pemungut Cukai (Mat. 9:9-10; 10:3, 18; Luk. 6:15), yang juga disebut Lewi (lih.
Mrk. 2:14; Luk. 5:27-29), diyakini sebagai penulis dari Injil ini. Bukti-bukti historis yang dikutip
dari catatan para Bapa Gereja (Papias; Ireneus; Eusebius; dan Origenes) membuktikan bahwa
Mateus-lah yang menulis kitab ini. Dan hingga saat ini tidak ada catatan historis (tradisi) lain
yang menentang pendapat ini.
3.2. Tahun dan Tempat Penulisan
Umumnya para ahli sepakat bahwa tidak mungkin Injil ini ditulis sesudah tahun 100
Masehi. Ignatius dari Antiokhia dalam tulisan-tulisannya sudah mengutip Injil Mateus pada
awal Abad Kedua. Maka besar kemungkinan Injil ini ditulis sebelum tahun 70 Masehi,
beberapa saat setelah Injil Markus beredar di tengah-tengah komunitas Kristen Perdana. Namun
karena persoalan situasi komunikasi yang tidak segampang sekarang, maka Injil Mateus baru
beredar luas pada rentang waktu tahun 80-100 Masehi.
Mengenai tempat penulisan Injil ini, mayoritas penafsir lebih cenderung menerima
Antiokhia (Syria) sebagai tempat penulisannya. Pendapat ini lebih banyak dianut karena
pertimbangan internal Injil itu sendiri. Misalnya, banyak ungkapan dan adat istiadat Yahudi
yang sebenarnya sudah dikenal luas, namun tetap dijelaskan kembali oleh penulis (lih. Mat.
1:23; 15:5; 27:33, 46; dsb).

4
3.3. Karakteristik
Beberapa karakteristik Injil Matius, antara lain:
a. Karakteristik keyahudian
1) Injil Matius banyak mengandung kutipan dari PL (31 kali). Kutipan-kuitpan
tersebut dihubungkan dengan Yesus sebagai penggenapan PL. Itulah sebabnya,
Injil Matius banyak menggunakan kata “genaplah” 11 kali ( Markus 1 kali; Lukas 1
kali; dan Yohanes 7 kali).
2) Dalam Matius bab 5 sering kali muncul frasa “kamu telah mendengar firman” atau
“telah difirmankan”, yang mengindikasikan bahwa para pembacanya mengenal
dengan baik Hukum Taurat.
3) Banyak bagian yang ditulis dengan menggunakan bentuk syair Ibrani (paralelisme),
walau ditulis dalam bahasa Yunani. Misalnya dalam Matius 23:28-30 tertulis
demikian: “Tetapi kamu, janganlah kamu disebut rabi; karena hanya satu Rabimu dan
kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini,
karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Jangalah pula kamu disebut
pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias.”
4) Terdapat istilah-istilah Ibrani yang tidak dijelaskan (mis., kata “jahil” [“kepala
kosong”] dalam Mat. 5:22; juga kata “Beelzebul” dalam Mat. 10:25).
5) Injil Matius lebih sering menggunakan istilah “kerajaan sorga” daripada “kerajaan
Allah”. Sebutan ini berkaitan dengan kesungkanan orang Yahudi menyebut nama
Allah terlalu sering.
b. Karakteristik partikular dan universal
Di dalam Injil Matius, terlihat adanya “ketegangan” antara unsur penekanan yang
bersifat partikular (tertentu atau khusus bagi Israel) dan penekanan yang bersifat
universal (mencakup segala bangsa).
Partikular: Mat,10:5-6; 10:23; 15:24. Universal: Mat,1:5; 8:5; 5:28; 12:18-21;
28:19. Perbandingan ini memperlihatkan bahwa misi Yesus tidak hanya untuk orang-
orang Yahudi. Ada semacam pola pergerakan dari yang partikular kepada yang
universal, di mana puncaknya adalah kematian dan kebangkitan Yesus. Setelah
kebangkitan-Nya, penjangkauan yang bersifat universal dimaklumkan secara tegas
(Mat. 28:19). Tidak heran, penulis secara tersirat memperlihatkan bahwa keselamatan
telah dinikmati oleh orang-orang non-Yahudi. Hal ini ditandai dengan pemisahan
antara Gereja dengan Yudaisme (bdk. Mat. 7:29; 9:35).
c. Karakteristik esktaologis
Injil Matius juga berorientasi pada pengharapan akan kedatangan Yesus yang
kedua – parousia (lih. Mat, 24; 25; atau pada perumpamaan: Pohon Ara; Hamba yang
Setia dan Hamba yang Jahat; Gadis-gadis Bijaksana dan Gadis-gadis bodoh; dan
Talenta).
Dengan karakter eskatologis ini, Mateus ingin menekankan dua hal: 1) akhir
zaman akan tiba, cepat atau lambat; dan 2) Gereja menyandang tugas penting pada
masa parousia.
3.4. Pembaca, Situasi, dan Tujuan Penulisan

a. Pembaca: Mayoritas pembaca pertama Injil Mateus adalah orang-orang Kristen


Yahudi.
b. Situasi: Ada indikasi kuat bahwa secara:
1) Eksternal: Komunitas menghadapi tekanan dari orang-orang Yahudi yang
menolak Yesus (bdk. Mat, 10:17-18; 23:34). Penggunaan istilah yang menandai
pemisahan seperti “sinagoga mereka” atau “sinagoga kalian” (bdk. Mat. 4:23;
9:35; 10:17; 12:9; 13:54; 23:34), mengindikasikan situasi tersebut. Perahtian lain
5
Injil ini adalah antisipasi terhadap kehadiran para nabi palsu yang mengancama
kesatuan komunitas (lih. Mat. 3:10; 5:29;; 10:15; 18:21-35; 19:30; 23:33, 35-36;
24:42).
2) Internal: Komunitas enggan berhubungan dengan orang-orang non-Yahudi.
Keengganan tersebut dapat dilihat dengan jelas pada pengajaran yang bernuansa
universal (lih Mat, 8:5; 15:21-28). Juga ada penekanan pada kehidupan etis dan
sosial komunitas Kristen.
c. Tujuan:
1) Tujuan utama: Meyakinkan para pembaca bahwa mereka telah
diikutsertakan dalam rancangan penebusan Allah. Di dalam kedaulatan-Nya,
Allah telah menetapkan bahwa keselamatan di dalam Kristus mencakup bukan
hanya Israel, melainkan juga segala bangsa.
2) Tujuan Apologetis (pembelaan iman). Penulis memperlihatkan kebohongan
publik yang dipropagandakan oleh para pemimpin agama Yahudi perihal
kebangkitan Yesus (Mat. 28:11-13). Catatan tentang silsilah Yesus merupakan
upaya untuk melegitimasi kemesiasan Yesus. Catatan tentang kelahiran Yesus
dari Roh Kudus (Mat. 1:1825) dimaksudkan untuk menepis rumor bahwa Yesus
adalah anak haram.
3) Tujuan Katekese. Mengajarkan kepada para murid atau pengikut Kristus,
tentang bagaimana harus hidup di tengah-tengah lingkungan yang sangat tidak
bersahabat.
4) Tujuan Misi. Matius 28:19-20 dimaksudkan untuk meyakinkan orang-orang
Yahudi maupun orang-orang non-Yahudi, baik yang sudah percaya maupun yang
belum percaya (propaganda misi).

3.5. Tema-tema Penting


a. Kedatangan Yesus sebagai penggenapan PL: Mateus mengaitkan dan menampilkan Yesus
sebagai pemenuhan nubuat-nubuat PL, yang menjadi nyata melalui Pribadi,
perbuatan-perbuatan, dan pengajaran-Nya. Bagi Mateus, Yesus memenuhi standar
Hukum Taurat, bahkan memberikan makna baru sebagai bukti keunggulannya atas
semua hal yang menjadi kebanggaan Israel (lih. Mat, 1:22-23; 2:3-6, 14-18, 23; 4:13-
16; 5:17; 8:16-17; 12:17; 13:13-14, 34-35; 21:4-7; 26:53-56; 27:6-10; bdk. Mzm, 78:2;
Yes. 6:9-19; 7:14; 9:1-2; 42:1-4; 53:4; Yer, 18:2-6; 19:1-2, 4, 6, 11; 31:15; 32:6-15; Hos,
11:1; Mik, 5:2; Za. 9:9; 11:13).
b. Yesus sebagai tokoh controversial: Perseteruan Yesus dan para pemimpin Yahudi menjadi
salah tema yang menonjol dalam Injil ini. Perseteruan tersebut terjadi karena beberapa
hal:
 Gugatan terhadap otoritas Yesus dalam “memodifikasi” Hukum Taurat;
 Kuasa Yesus dalam mengampuni dosa, hal yang bagi orang Yahudi hanya
bisa dibuat oleh Allah sendiri;
 Keluwesan Yesus untuk mengasosiasikan diri dengan “para pemungut cukai
dan orang-orang berdosa”;
 Pernyataan Yesus bahwa Ia adalah Anak Allah, Mesias yang berasal dari
keturunan Daud.
Hal-hal tersebut tidak hanya memunculkan perlawaanan dari para pemimpin
Yahudi, tetapi juga orang-orang Yahudi pada umumnya (bdk. Mat. 11:21-23; 27:25).
c. Mandat Yesus bagi Gereja: Mateus memahami betul situasi batin para pengikut Yesus
berhadapan dengan penolakan dan penistaan terhadap Yesus. Berkenaan dengan itu
maka dalam Injil ini terdapat beragam nasihat dan peringatan kepada para pengikut
Yesus supaya tidak jatuh ke dalam bahaya tersebut (lih. Mat, 6:1-17; 23:3, 8-10).
Mateus mengingatkan mereka untuk menguji hidup mereka sambil melihat apakah

6
mereka membuahkan yang baik atau sebaliknya. Gereja tidak boleh hanyut dalam
rasa puas diri yang menghancurkan (Gereja harus tetap waspada).

3.6. Struktur dan Garis Besar


 Pendahuluan: Narasi tentang Masa Kanak-kanak (1:1-2:23)
 Bagian I (3:1-7:29): Pemuridan Narasi 3:1-4:25 Pengajaran 5:1-7:27 Kesimpulan 7:28-
29
 Bagian II: Pengutusan (8:1-11:1) Narasi 8:1-9:35 Pengajaran 9:36-10:42 Kesimpulan
11:1
 Bagian III: Kebenaran Disembunyikan (11:2-13:53) Narasi 11:2-12:50 Pengajaran 13:1-
52 Kesimpulan 13:53
 Bagian IV: Pembekalan bagi Gereja (13:54-19:1) Narasi 13:54-19:1 Pengajaran 18:1-35
Kesimpulan 19:1
 Bagian V: Penghakiman (19:2-26:2) Narasi 19:2-22:46 Pengajaran 23:1-25:46
Kesimpulan 26:1-2 Penutup (26:3-28:20).

4. Injil Markus
4.1. Penulis dan waktu penulisan
Gereja Perdana memberi kesaksian bahwa Yohanes Markus adalah penulis Injil ini. Ia
dibesarkan di Yerusalem dan termasuk angkatan pertama orang Kristen (Kis 12:12). Markus
memiliki pengalaman yang unik karena ia berhubungan dengan pelayanan tiga orang rasul PB:
Petrus (1Pet 5:13), Paulus (Kis 13:1-13; Kol 4:10; Fil 1:24), dan Barnabas (Kis 15:39).
Menurut Papias (130 M) dan beberapa Bapak Gereja abad kedua, Markus memperoleh isi
Injilnya dari hubungannya dengan Petrus. Ia menulisnya di Roma untuk orang Roma yang
percaya. Para ahli Kitab Suci sepakat bahwa Injil ini ditulis sekitar tahun 50-60 M
(kemungkinan besar Injil inilah yang pertama-tama ditulis).

4.2. Pembaca
Markus menulis Injilnya di Roma, utuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jemaat di kota
tersebut. St. Irenius dan St. Clemens setuju bahwa kitab itu ditulis di Roma. Injil ini ditulis bagi
para pembaca bukan Yahudi. Menurut Bruce Injil Markus awalnya dituliskan untuk
masyarakat Kristen di kota Roma pada awal abad pertama (60 M) dan dengan cepat beredar
luas di seluruh Gereja.
Ungkapan-ungkapan bahasa Aram yang digunakan seperti talita kum atau efata (Mrk. 5:41;
7:34) diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani demi kepentingan para pembacanya. Kebiasaan-
kebiasaan orang Yahudi juga diterangkan sedemikan rupa sehingga memberi kesan bahwa
kebiasaan-kebiasaan tersebut tidak dikenal (Mrk.7:3-4). Selanjutnya ada sejumlah istilah teknis
bahasa Latin dalam Injil Markus ini (4:21; 12:42; 14:65; 15:19) yang memberi kesan bahwa
kitab Injil tersebut berasal dari suatu bagian kekaisaran Roma di mana dipakai bahasa Latin.

4.3. Garis Besar

a. Bukti-Bukti bahwa Yesus Adalah Anak Allah (1-5)


b. Ketidaktentuan bahwa Yesus Adalah Anak Allah (6-10)
c. Yesus Ditolak Sebagai Anak Allah (11-13)
d. Yesus Dinyatakan Sebagai Anak Allah dalam KematianNya dan KebangkitanNya
(14-16)

4.4. Tujuan Penulisan


Pada tahun 60 M, komunitas Kristiani di Roma mengalami penganiayaan secara kejam
oleh pemerintahan kaisar Nero. Menurut tradisi, di antara para martir Kristen di Roma itu
terdapat Rasul Petrus dan Rasul Paulus. Sebagai salah seorang pemimpin Gereja di Roma,

7
Yohanes Markus digerakkan oleh Roh Kudus untuk menulis Injil ini tanggapan pastoral
terhadap penganiayaan.
Tujuannya ialah untuk memperkuat iman orang percaya di Roma, dan mendorong
mereka untuk tetap setia mewartaakan Injil meski harus menderita. Sebab apa yang mereka
alami merupakan wujud partisipasi mereka dalam kehidupan, penderitaan, kematian serta
kebangkitan Yesus, Tuhan.
Markus memperkenalkan Yesus sebagai Putra Allah dan Mesias, hamba yang menderita.
Kisah yang manjadi jantung dari Inil ini adalah episode di Kaisarea, dan peristiwa pemuliaan
Yesus (Mrk 8:27-9:10). Dalam kedua episode Yesus secara tegas menyatakan identitas dan misi
penderitaanNya kepada kedua belas murid-Nya.
Bagian pertama Injil ini memusatkan perhatian kepada mukjizat-mukjizat dan kuasa Yeus
atas penyakit dan setan-setan, sebagai tanda bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Namun
episode Kaisarea, mengejutkan para murid, bahwa Dia harus "menanggung banyak penderitaan
dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit
pada hari ke tiga" (Mrk 8:31). Banyak ayat dalam kitab ini menyebut penderitaan sebagai upah
kemuridan (lih. Mrk 3:21-22,30; 8:34-38; 10:33-34,45; 13:8,11-13). Namun penderitaan demi
Yesus bukanlah akhir dari segalanya, sebab Allah akan menyatakan kuat kuasaNya kepada
mereka melalui kebangkitan Yesus.
4.5. Ciri-ciri Khas
Injil Markus memiliki empat ciri sbb:
a) Menekankan apa yang dilakukan Yesus daripada apa yang diajarkan oleh-Nya
(Markus mencantumkan 18 mukjizat Yesus dan hanya empat perumpamaan-Nya);
b) Dikhusukan bagi orang Romawi, menjelaskan adat-istiadat Yahudi, meniadakan
semua daftar keturunan Yahudi dan kisah kelahiran, serta menggunakan istilah
Latin dan menerjemahkan banyak kata bahasa Aram;
c) Bernada mendesak, dimulai dengan tiba-tiba dan bergerak dengan cepat dari episode
yang satu kepada episode yang lain, dengan menggunakan 42 kali kata Yunani dan
diterjemahkan dengan "seketika itu juga".
d) Ditulis dengan dinamis, menggambarkan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan
Yesus dengan ringkas, tepat, dan gamblang.
4.6. Tema Utama
a. Yesus adalah Anak Allah (lih. Mrk, 1.1; 15.39).
b. Makna kematian Yesus (Mrk, 10:45). Yesus mengatakan bahwa "Anak Manusia datang
bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi
tebusan bagi banyak orang". Menurut beberapa interpretasi, teks ini merujuk kepada
Madah Hamba Yahwe dari Yesaya (Madah IV).
4.7. Pesan Teologis
Pesan teologis Injil Markus sbb:
a) Yesus Pewarta Kerajaan Allah.
 Kerajaan Allah adalah pengakuan akan kuasa dan pemerintahan Allah. Yesus
adalah penggenapan dari segala harapan, namun bukan dengan cara kekerasan dan
kemenangan gilang gemilang, melainkan melalui sengsara dan salib (1:14 dst).
 Kerajaan Allah merupakan suatu kenyataan yang terus berkembang.
Perwujudannya masih dinantikan (Mat. 9:47; 10:23-25.28-31). Kerajaan Allah itu
merupakan karunia yang diterima oleh orang-orang kecil dan rendah hati (10:15).
Kerajaan Allah merupakan tantangan: orang harus bersedia meninggalkan
semuanya demi Kerajaan itu (9:47: 10:23-25.28-31).
 Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus adalah “Injil Allah” (Mrk 1:14). Injil
adalah pribadi Kristus, dan bukan pertama-tama ajaran. Injil Allah yang

8
ditawarkan oleh Yesus adalah bahwa Allah melaksanakan janji penyelamatanNya
dalam diri Yesus Kristus.
 Tunduknya roh jahat terhadap Yesus merupakan tanda bahwa Yesus bertindak
sebagai Anak Allah.
b) Gelar-gelar Yesus.
 Orang Nasaret, Rabbi dan Nabi: Yesus disebut orang Nasaret (1:24; 10:47; 14:67;
16:6) karena ia memang berasal dari sana. Gelar Rabbi (9:5; 11:21; 14:45) adalah
gelar kehormatan yang diberikan sebagai pengakuan akan wibawa pribadiNya.
Artiya sama dengan Guru (4:38; 5:35; 9:17.38; 10:20.35; 12:14.19.32; 13:1; 14:14).
Sebutan ini dipakai tidak hanya oleh para murid (4:38; 9:38; 10:35; 13:1) atau oleh
orang-orang yang memohon pengajaranNya (12:14.19.32), tetapi juga oleh orang
yang memohon pertolonganNya (5:35; 9:17) dan seringkali dipakai untuk
menggarisbawahi kuasa perbuatanNya (4:38; 9:38; 10:35). Gelar Nabi juga dipakai
(6:15; 8:28) tetapi tidak begitu mempunyai arti dalam Injil Markus.
 Tuhan: Bagi Markus Tuhan adalah Bapa (bdk 5:19). Wanita Kanaan menyebut
Yesus Tuhan sekedar untuk sopan santun (7:28). Gelar itu juga dipakai oleh Yesus
untuk menyebut dirinya sendiri (11:3). Dalam rangka masuknya Yesus ke
Yerusalem gelar ini mempunyai nuansa mesianis. Namun perbandingan dengan
14:14 yang dengan 11:3 menunjukkan bahwa gelar Tuhan adalah gelar yang hanya
sedikit lebih tinggi daripada gelar Guru. Hanya dalam 12:37 gelar Tuhan menjadi
penting dalam rangka kristologi.
 Anak Daud dan Kristus - Mesias: Gelar Yesus sebagai Anak Daud (Mrk 10:47 dst.),
mengungkapkan harapan Israel. Gelar mesias berkenaan langsung dengan garis
mesianisme nasional-politis Israel (bdk. Mrk 11:10). Dalam kerangka itulah maka
Yesus mengkritik dan membetulkan pengajaran para ahli Taurat (12:35 dst). Yesus
tidak menyangkal bahwa Mesias adalah keturunan Daud, tetapi bahwa Mesias
yang dimaksud adalah lebih daripada itu. Sementara gelar Kristus dipakai sebagai
nama diri, seperti halnya diketemukan dalam surat-surat Paulus (Mrk. 9:41). Arti
tradisional gelar itu tampak dalam cemoohan kepada Yesus di salib: "Baiklah
Mesias (=Kristus), Raja Israel itu, turun dari salib supaya kita lihat dan percaya"
(Mrk.15:32). Gelar itu tidak pernah dipakai oleh Yesus sendiri. Kalau gelar itu
dipakai untuk menyebut Yesus (Mrk. 8:29; 14:61), maka pengertian yang
terkandung di dalamnya berhubungan dengan tugas perutusanNya.
 Anak Allah: dalam Kitab Suci, gelar ini diberikan kepada orang-orang yang dikasihi
Allah (bdk. Kel 4:22; 2 Sam 7:14; Yer 31:9.20). Dalam Injil Markus -Anak Allah-
adalah tokoh ilahi. Yesus disebut Anak Allah bukan hanya karena karya-karyaNya
yang mengagumkan, melainkan menunjuk ke pribadiNya. Keputraan ilahi inilah
yang tampak dalam karya-karyaNya yang mengagumkan, dalam sabda dan
doaNya.
 Anak Manusia: menunjukkan segi transenden pribadi Yesus. Dalam Injil Markus
dan Injil-injil yang lain gelar tersebut hanya dipakai oleh Yesus sendiri. Yang
dimaksudkan dengan Anak Manusia adalah tokoh pada akhir jaman (eskatologis)
yang turun dari dunia ilahi sebagai hakim. Gelar ini mengingatkan kita kembali
kepada tokoh rahasia yang disebut dalam Daniel 7:13: tokoh surgawi, hakim atas
dunia. Markus menegaskan bahwa Anak Manusia adalah tokoh mesianis yang
lebih tinggi daripada tokoh mesianis tradisional yang digambarkan sebagai raja dari
keturunan Daud. Gelar mulia Anak Manusia itu oleh Yesus dihubungkan dengan
pribadi Hamba Yahwe (Yes 52:13-53:12), yang menderita sengsara dan
menghasilkan penebusan (Mrk. 8:31; 9:9.12.13; 10:33.45; 14:21.41).
Disinilah letak kekhususan Markus dalam menampilkan pribadi Yesus. Dengan
menyebut diri Anak Manusia, Yesus mewahyukan diriNya: Dia adalah Hakim
pada akhir jaman (8:38), mempunyai kuasa ilahi (2:10.28), diutus untuk
menyelamatkan (10:45) oleh Allah BapaNya (8:31) seperti dikatakan dalam Kitab
9
Suci (9:12; 14:21). Dia bukanlah utusan Allah dalam arti yang harus
mempersiapkan campur tangan penyelamatan Allah, tetapi Dia sendirilah yang
melaksanakan penyelamatan itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan
menyebut diriNya Anak Manusia, Yesus ingin membetulkan gagasan mesianis
yang lazim pada jaman itu.
c) Yesus Kristus, Anak Allah yang Bersengsara (Mrk. 8:31): Bagi Markus tidak mungkin
mengakui Yesus sebagai Kristus dan Anak Allah dengan menyingkirkan salib. Hal ini
erat kaitannya dengan komunitas tujuan tulisannya, yakni sebagai bentuk katakese.
Oleh karena itu “Sengsara Kristus” memiliki perspektif khusus. Markus
mengetengahkan peristiwa-peristiwa sengsara secara lugas, dengan gaya seorang
pencerita lisan. Dari kisah itu pembaca mendapat kesan bahwa salib memang
merupakan batu sandungan, tetapi di lain pihak justru di salib Yesus dinyatakan
sebagai Anak Allah. Inilah misteri sengsara Yesus. Dan kepada misteri itulah kita
diundang untuk menyerahkan diri dalam iman.
d) Menjadi murid Yesus: Manusia dipanggil untuk percaya akan kabar gembira yang
diwartakan Yesus (Mrk. 1:14-15) dan menjadi muridNya (Mrk. 1:16-20; 2:13-15).
Menjadi murid Yesus adalah suatu nilai yang begitu tinggi, sehingga untuk itu orang
harus meninggalkan segala-galanya (Mrk. 3:31-35; 10:28-31; 10:17-27). Markus
memberi perhatian besar untuk persoalan ini. Jemaat sudah percaya bahwa Yesus
adalah Kristus, Anak Allah. Yang menjadi soal ialah bagaimana mereka masih dapat
menjadi murid Yesus yang sejati? Dalam rangka itu Markus menunjukkan beberapa
kelompok dengan sikap yang berbeda terhadap panggilan Yesus:
 Ada kelompok yang menentang Yesus. Mereka adalah kaum Farisi dan para ahli
kitab (2:16.24; 3:6; 7:1.5; 8:11.15); kaum Saduki dan para imam kepala, ahli
kitab, tua-tua dari kota (Mrk. 8:31; 10:33; 11:18.27; 14:1.10.43.53.55;
14:1.3.10.11.31), dan imam agung Kaifas (14:60.61.63). Mereka mewakili
manusia yang tidak mau menerima kabar gembira keselamatan dari Yesus
Kristus. Namun dari antara mereka toh ada beberapa yang terbuka terhadap
tawaran Yesus (mis. ahli Kitab [Markus 12:28 dst] dan Yusuf dari Arimatea
[Mrk.15:43]).
 Kelompok “orang banyak”. Mereka adalah orang-orang yang mendengarkan
Yesus, dan mencariNya. Meskipun kemungkinan Yesus dianggap lebih sebagai
pembuat mukjizat, namun terucap pula dari mereka pengakuan bahwa Yesus
adalah Mesias (Mrk. 11:8-10). Mereka ini akhirnya diperalat oleh para
pemimpin Yahudi (Mrk. 15:11). Bagi Markus orang banyak menjadi wakil
orang-orang yang bersedia mendengarkan Yesus, tetapi belum bersedia
melibatkan seluruh pribadi mereka. Tokoh-tohoh yang menonjol dalam
kelompok ini adalah Yairus dan wanita yang sudah lama menderita sakit
pendarahan (Mrk. 5:41-42), orang yang anaknya kerasukan roh jahat (Mrk. 9:14-
29). Ada juga orang kafir yang mau mengikuti Yesus (orang Dekapolis yang
disembuhkan oleh Yesus [Mrk. 5:18-20], dan perempuan Siro-Fenesia yang
memohon Yesus agar mengusir setan dari dalam diri anaknya [Mrk. 7:25-30]).
 Kelompok “duabelas murid” (Mrk. 13:13-19). Mereka ini biasanya disebut
"mathetai - murid-murid" oleh Markus. Tetapi kadang-kadang dipanggil
"duabelas" (Mrk. 4:10; 6:7; 9:35; 10:32; 11:11; 11:47) dan sekali disebut "rasul"
ketika mereka pulang dari tugas di wilayah Galilea (Mrk. 6:30). Maka jelaslah
bahwa bagi Markus istilah "duabelas" sama artinya dengan "murid-murid". Yang
duabelas itu adalah murid-murid pertama Yesus, yang memang mempunyai
kedudukan istimewa (bdk Mrk. 4:10). Mereka ini ditetapkan untuk menyertai
dan tinggal bersama Yesus, agar mereka dapat menyesuaikan cita-cita, semangat
dan hidup mereka dengan cita-cita, semangat dan hidup Yesus. Mereka telibat
sepenuh dan seutuhnya dengan hidup Yesus. Mereka diutus pula untuk
melanjutkan perutusanNya sebagai pewarta kabar gembira, mengusir setan dan
menyembuhkan orang sakit (Mrk. 6:7.13.30).

10
 Kelompok murid-murid wanita. Mereka ini telah mengikuti dan melayaniNya sejak
dari Galilea. Merekalah yang paling setia ikut serta dalam kesengsaraan Yesus
(Mrk. 15:40.41.47). Mereka pulalah yang pertama kali mendengar kabar
kebangkitan dan diutus untuk meneruskannya kepada para murid yang lain
(Mrk. 16:1-8). Bagi Markus Gereja adalah persekutuan murid-murid Yesus.
Perkembangan Gereja menuntut adanya pemimpin-pemimpin yang
bertanggungjawab di dalamnya. Markus member tekanan lebih kepada kelompok ini,
yakni menjadi pelayan seluruh Gereja seutuhnya, memberikan diri demi kesejahteraan
bersama, seperti halnya Yesus sendiri (Mrk. 10:35-45). Janganlah mereka bersikap
sebagai tuan dan penguasa.
Markus menunjukkan pula adanya perbedaan dalam kedudukan murid/rasul.
Petrus, Yakobus dan Yohanes (kadang-kadang juga Andreas) diperkenankan
menyaksikan beberapa peristiwa dalam kehidupan Yesus yang tidak disaksikan oleh
murid lain (9:2-13; 14:32-42). Yang paling menonjol ialah Petrus. Dia adalah orang
pertama yang dipanggil oleh Yesus; ditempatkan pada nomor satu dalam daftar
keduabelas murid; namanya dulu Simon tetapi kemudian diberi nama Petrus oleh
Yesus (Mrk. 3:16); dia pula yang paling kerap berbicara sebagai wakil yang lain;
terutama dialah yang pertama kali menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias (Mrk. 8:27-
30). Namun dia pulalah yang ditegur keras karena mencoba menghalang-halangi jalan
yang akan ditempuh oleh Yesus (Mrk. 8:31-33). Dia tidak berjaga-jaga dan berdoa
sehingga dialah akhirnya yang jatuh paling dalam (Mrk. 14:66-72). Tetapi akhirnya
bertobat dan bangkit kembali (Mrk. 14:72).
Dari uraian di atas tampaklah bahwa sekurang-kurangnya Markus ingin menekankan dua
hal.
a) Dia ingin menyatakan siapakah Yesus sebenarnya. Dia adalah Mesias (8:27-30).
Namun pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias belumlah cukup. Hidup Yesus
sebagai Mesias diwarnai oleh salib. Maka dapat dilihat bahwa justru di kayu salib
Yesus diakui sebagai "Anak Allah" (15:39).
b) Selanjutnya Yesus memanggil orang untuk mengikutiNya. Mengikuti Yesus tidak
hanya berarti mengerti dan menangkap siapakah Dia. Yang dituntut adalah
melibatkan diri secara pribadi dan penuh dalam hidup Yesus, dalam cita-cita dan
semangat hidupNya "Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku" (8:34).

5. Injil Lukas
5.1. Penulis dan waktu
Penulis Injil ini adalah Lukas yang juga menulis Kisah Para Rasul. Injil Lukas ditulis
sekitar tahun 60-62 M. Karena Lukas menggunakan Markus sebagai salah satu rujukannya,
maka pastilah ia ditulis setelah penyusunan Injil Markus. Lukas mempunyai hubungan yang
sangat dekat dengan Markus (bdk. Kol, 4: 10,14; Fil, 24; Kis 12:25; 13:13; 15:37-41; 2 Tim 4:11-
13). Oleh karena itu diduga kuat bahwa Lukas telah membaca Injil Markus segera setelah Injil
tersebut ditulis. Bahkan mungkin saja Markus memberinya kesempatan untuk membaca
karyanya saat ia sedang menyelesaikan Injilnya itu.
5.2. Sumber
Lukas menyatakan dalam pendahuluannya (Luk. 1:1-4) bahwa ia melakukan penelitian
intensif mengenai sejarah Injil, agar ia mampu menulis laporan yang dapat dipercaya. Ia
memiliki informasi yang cukup untuk mengenal dan mengungkapkan fakta yang benar.
Pendahuluan yg ditulisnya menerangkan dengan jelas, bahwa ia tidak hanya menghubungi
orang yang mengenal dari tangan pertama tentang kebenaran Injil, tetapi ia juga dapat
membaca tulisan-tulisan yang berisi inforrnasi-inforrnasi yang handal dari saksi-saksi mata yang
dapat dipercaya (bdk. Luk, 1:2). Di bagian pendahuluan (Luk. 1:1-4), Lukas memanfaatkan
informasi dari Markus dengan sebaik-baiknya dan penuh kehati-hatian mengutip sumber tertulis
dan lisan lainnya.
11
Lukas tampaknya memiliki sumber-sumber inforrnasi langsung. Misalnya tentang orang
tua Yohanes Pembaptis. Dari apa yang dilukiskannya dalam Kis 21: 18, terlihat jelas bahwa
Lukas bertemu secara pribadi (jangka waktu yang lama) dengan Yakobus saudara Yesus, saat ia
tinggal di Palestina (bdk. Kis, 21: 17-27:1). Tatkala menjadi rekan Paulus, Ia mempunyai kontak
pribadi langsung dengan banyak saksi mata dari banyak fakta yang ia gambarkan dalam
Injilnya. Ada banyak orang yang pernah melihat dan mendengar Yesus. Beberapa di antaranya
adalah murid-muridNya yang paling akrab (bdk. 1 Kor, 15:6). Sebab itu ia mampu menelusuri
semua peristiwa mengenai Yesus, hingga ia dapat menulis suatu Injil yg memungkinkan orang
Kristen mengetahui dengan pasti kenyataan-kenyataan yang menjadi dasar iman mereka (bdk.
Luk, 1:3-4).
5.3. Tempat dan situasi penulisan
Lukas mungkin mulai mengumpulkan dan mencatat informasi mengenai Tuhan Yesus
dan ajaranNya, ketika ia menyertai perjalanan pewartaan Paulus. Ketika Paulus ditahan di
Palestina, Lukas mempunyai kontak dengan banyak saksi mata dan saksi telinga dari pekerjaan
Yesus (bdk. Kis, 21:33-27:1). Mungkin saja ia telah melakukan banyak pekerjaan persiapan
(bdk. Luk, 1:1-4) untuk menulis Injil ini dan Kisah Para Rasul. Ketika menyertai Paulus di
Roma, ia mempunyai banyak kesempatan untuk meneruskan pekerjaannya. Wajar jika Paulus
mendorong Lukas. memberi pertolongan dan nasihat kepadanya (bdk. 2 Timo, 4: 11-13).
Hubungan antara Lukas dengan Paulus demikian akrabnya sehingga orang Kristen generasi
pertama secara kurang tepat menyebut Injil Lukas sebagai Injil Paulus (bdk. Tertullianus,
Contra Marcion, 4, 5, dan khususnya Ireneus, Adv. Haer. 3, 1,1-2).
Di mana Lukas menyelesaikan penulisan Injilnya kita tidak tahu secara pasti. Tapi Injil
tersebut segera dipakai secara luas, dan sejak zaman paling awal tradisi Kristen secara bulat
menghormati Lukas sebagai penulisnya. Mungkin sekali (melalui bantuan orang-orang seperti
Teofilus - bdk. Lukas 1:3 dan Kisah 1:1) salinan-salinan Injil itu segera dibagi-bagikan di
beberapa wilayah. Hal ini inilah yang menjadi alasan mengapa tradisi tidak sepaham mengenai
tempat di mana Injil ini ditulis. Yang pasti bahwa Injil ini ditulis di luar Palestina.
5.4. Ketepatan historis
Karena Lukas berpendidikan dan mempunyai minat ilmiah, serta memiliki kesempatan
istimewa dalam mengumpulkan informasi dari tangan pertama, maka dapat disimpulkan bahwa
Lukas menampilkan tulisan yang secara historis dapat dipercaya. Lukas sangat menyadari
kebutuhan orang-orang percaya agar iman mereka dibangun di atas landasan yg kokoh. Ia
menyadari bahwa iman agamawi tidak dapat dibangun atas dasar dongeng-dongeng atau
legenda-legenda. Oleh sebab itu ia bekerja keras (bdk Luk,1:3) untuk menemukan fakta dan
menulis laporan secara menyeluruh, tepat dan teratur. (bdk. J.N. Geldenhuys, Commentary on
the Gospel of Luke, hlm. 39 dst. Bdk. Juga F. F. Bruce, The Acts of the Apostles, hlm. 15-18).

5.5. Tema pokok


Yesus Kristus adalah Juruselamat dunia dan Anak Allah. Lukas memusatkan perhatian
kepada Yesus yang datang untuk 'mencari dan menyelamatkan yang hilang' (Luk, 19:10). Yesus
Kristus adalah Juruselamat dan Anak Allah, yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk
menyelamatkan orang berdosa.
5.6. Ciri khusus
Injil Lukas dapat dibedakan dari Injil-injil yg lain dalam hal-hal berikut ini.
a) Lukas menekankan bahwa Yesus adalah Juruselamat Ilahi dalam arti universal: Yesus
menawarkan pengampunan dan penebusan secara bebas kepada semua orang.
Keselamatan ditawarkan kepada orang Samaria (Luk. 9:52-56; 10:30-37; 17:11-19)
dan non-Yahudi (Luk. 2:32; 3:6, 8; 4:25-27; 7:9; 10:1; 24:47) maupun kepada orang
Yahudi (Luk. 1:33; 2:10 dsb); kepada wanita maupun pria; kepada mereka yg tersisih,
pemungut cukai dan orang berdosa (Luk. 3:12; 5:27-32; 7:37-50; 19:2-10; 23:43) tapi
juga kepada orang terhormat (Luk. 7:36; 11:37; 14: I); kepada orang miskin (Luk. l
:53; 2:7; 6:20; 7:22) maupun kepada orang kaya (Luk. 19:2; 23:50).

12
b) Lukas menekankan bahwa Yesus adalah Juruselamat yg mempunyai kuasa Ilahi
untuk menyembuhkan baik tubuh maupun jiwa. Keselamatan meliputi segala sesuatu,
saat ini dan selama-lamanya.
c) Lukas menggambarkan lebih banyak betapa Yesus sering pergi menyendiri untuk
berdoa.
d) Lukas menunjukkan dengan lebih jelas dan terperinci mengenai pekerjaan Yesus yang
bersifat menebus dan menolong kaum wanita. Melalui itu Lukas menunjukan bahwa
Yesus tengah mengkritik perlakuan tidak simpatik bahkan kasar orang Yahudi
maupun non-Yahudi terhadap wanita pada zaman itu.
e) Lukas memberi tempat yang penting bagi perumpamaan-perumpamaan Yesus, yang
di dalamnya kasih Allah yang menebus dijelaskan (bdk. Luk, 15:1-32).
f) Injil ini ditulis dengan rapi, diawali dengan sejarah orangtua Yohanes Pembaptis
(pendahulu dari Juruselamat). Lukas menggambarkan hubungan yang erat antara
zaman PL dan PB. Ia kemudian memberikan rincian mengenai kelahiran Yohanes
dan kelahiran Yesus; masa kanak-kanak Yesus dan pertumbuhan menjadi dewasa;
dari Dia yang adalah Manusia sejati dan Allah sejati (bdk. Luk, 2:40. 42. 52), dst.
5.7. Isi khas Injil Lukas
a. Gambaran tentang Yesus:
1) Peduli pada Orang-orang Bukan Yahudi: Injil Lukas tidak hanya diberitakan
kepada orang-orang Yahudi tetapi juga kepada orang-orang yang dianggap kafir
dan berdosa. Ini tampak dalam penjabaran silsilah Yesus yang ditelusuri
hingga Adam, bapa semua manusia. Dari awal, telah dikisahkan tentang malaikat
yang datang mengabarkan kesukaan besar yakni kelahiran Juruselamat bagi
seluruh bangsa. Dalam cerita tentang Yohanes Pembaptis, Injil Lukas juga
mengutip Yesaya 40:3-5 yang menyatakan bahwa keselamatan ditawarkan kepada
semua bangsa (Luk 3:4-6). Lukas pun menggambarkan peta pelayanan Yesus
yang tidak hanya meliputi daerah Palestina, yakni Tirus dan Sidon, kota-kota
yang bukan milik orang Yahudi (Luk 6:17) juga menjadi sasaran pelayanan
Yesus.
2) Sahabat Bagi Orang Miskin: Lukas hidup pada masa ketika pada umumnya
orang-orang miskin dianggap hina. Orang miskin tidak berkenan pada Allah.
Pandangan seperti inilah yang ditolak oleh penulis Lukas. Oleh karena itu, Lukas
benyak memberikan perhatian terhadap kehidupan kaum miskin. Ia
menggunakan istilah ptokhos (Yunani) dan ani (Ibrani) yang berarti miskin dalam
hal materi (lih. Luk, 4:18-19; 7:22; 23; 14:13-21; 20:22-23). Yang dimaksudkan
dengan orang miskin dalam perikop-perikop ini adalah mereka yang tertindas,
lumpuh, buta, kusta dan cacat. Lukas menunjukan bahwa Yesus sangat berbela
rasa dengan kelompok ini melalui karya-karya menyembuhkan orang-orang buta,
lumpuh, kusta, tulis, dan membangkitkan orang mati. Semua itu dilakukanNya
agar mereka terbebas dari segala hambatan sehingga mendapatkan masa depan
yang lebih baik.
3) Sahabat Bagi Kaum Perempuan: Dalam dunia Yahudi, perempuan tidak
dihargai dan dianggap sebagai kaum yang rendah martabatnya. Perempuan juga
dipandang tak ada bedanya dengan barang yang dapat dimiliki atau dibuang.
Namun Yesus justru tidak berpandangan demikian. Lukas memperlihatkan
keakraban Yesus dengan kaum perempuan sebagai sahabat. Ia menghargai harkat
dan martabat mereka sebagai manusia. Lukas menampilkan beberapa perempuan
seperti Elisabet, Maria dan Marta, Maria Magdalena dan Janda dari Nain. Lukas
juga menggambarkan bahwa Elisabet dan Maria adalah dua perempuan yang
dipakai Allah untuk menyelamatkan dunia. Dalam pelayanan-Nya, Yesus pun
melakukan berbagai mujizat terhadap beberapa perempuan: menyembuhkan
mertua Petrus dan Perempuan yang selama delapan belas tahun kerasukan roh,
membangkitkan anak perempuan janda di Nain, memberi diri-Nya disentuh
13
perempuan yang sedang mengalami pendarahan. Perempuan tidak sekadar tampil
sebagai kaum yang dibela tetapi juga sebagai kaum yang ikut terlibat dalam
pelayanan Yesus.
4) Sahabat bagi Pemungut Cukai dan Orang Berdosa: Pemungut Cukai adalah
orang Yahudi yang diberi mandat oleh Pemerintah Romawi untuk menarik pajak.
Agar dapat menjadi pemungut cukai, seseorang harus membayar sejumlah besar
uang yang diambil dari pajak bangsa Israel kepada pemerintah Romawi.
Walaupun sudah ada tarif pajak yang ditetapkan tetapi tanpa pengawasan yang
ketat mereka dengan mudah menarik uang dari rakyat lebih banyak dari yang
seharusnya. Itulah sebabnya, pemungut cukai menjadi kelompok yang tidak
disukai dan dibenci oleh orang-orang Yahudi. Rakyat menyamakan mereka
dengan orang-orang berdosa dan tidak mengenal Allah. Akan tetapi, kelompok
inilah yang justru mendapat perhatian dalam Injil Lukas. Injil ini mencatat
tentang Yesus yang makan bersama-sama dengan para pemungut cukai dan orang
berdosa (Luk, 5:27-32). Hal ini membuat Yesus dikecam sebagai seorang
peminum dan pelahap sahabat pemungut cukai dan orang berdosa (Luk
7:34). Namun, dalam pandangan Yesus seorang pemungut cukai lebih berkenan
di hadapan Allah daripada orang Farisi (Luk 18:9-14).
b. Gelar-gelar Yesus:
1) Yesus sebagai Nabi: Joseph von Führich dalam karyanya “Kisah Perjalanan ke
Emaus – 1830 (Luk 24:13-32), menyatakan bahwa Injil Lukas menyebutkan 27 kali
menyebut kata nabi (profetes), yang dikaitkan dengan kenabian Yesus. Beberap ayat
berikut dengan eksplisit menyebutkan itu:
 Lukas 4:22: Yesus dilukiskan sebagai seorang nabi saat Ia membaca sebuah
gulungan kitab dalam Rumah Ibadah di Nazareth.
 Lukas 9:7-8: Herodes banyak mendengar cerita yang menyebut Yesus
sebagai Yohanes Pembaptis atau nabi Elia atau salah satu dari antara para
nabi dulu yang telah bangkit.
 Lukas 24:19: Pernyataan tentang Yesus sebagai nabi oleh salah satu
muridNya ketika dalam perjalanan ke Emaus.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gambaran Yesus sebagai seorang
nabi sejak masa pelayanan hingga setelah kematian-Nya merupakan salah
satu pokok yang hendak ditekankan dalam Injil Lukas.
2) Anak Allah: Gelar Yesus sebagai sebagai Anak Allah muncul 25 kali dalam Injil
Lukas. Gelar ini bahkan telah diperkenalkan sejak kabar gembira malaikat Gabriel
kepada Maria. Allah sendiri mengakui Yesus sebagai anak-Nya (Luk 9:35). Bahkan
setan pun mengakui Yesus sebagai anak Allah ketika ia menyembuhkan orang-
orang yang sakit (Luk 4:41). Dengan gelar Anak Allah, Lukas ingin menunjukkan
bahwa Allah sendiri yang menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui setiap
karya yang Yesus lakukan.
3) Anak Daud: Penyebutan Yesus sebagai Anak Daud dalam Injil ini hanya 3 kali, 2
kali oleh Bartimeus (Luk 18:38-39) dan 1 kali saat Yesus bersoal-jawab dengan para
ahli Taurat (Luk 20:41-44). Dengan gelar ini, penulis hendak menegaskan bahwa
Yesus adalah keturunan Daud; Yesus-lah Sang Mesias yang dinantikan Israel,
seperti yang telah dinubuatkan oleh para nabi.
4) Kristus (Mesias): Lukas menggunakan kata Ibrani - mashiah, yang artinya 'diurapi'.
Kata ini ditujukan pada orang yang diutus Allah untuk mengemban tugas tertentu.
Kata ini dapat digunakan kepada seorang raja, imam, nabi, dan pahlawan. Bagi
penulis Lukas, Yesus sebagai mesias berarti sosok orang yang diurapi/direstui dan
diutus Allah untuk menderita.

14
5) Tuhan: Gelar "Tuhan" paling banyak dijumpai dalam Injil Lukas (103 kali). Kata
"Tuhan" dalam bahasa Yunani – Kurios – adalah sebutan yang ditujukan kepada
pemilik sesuatu (ex.pemilik kebun anggur), sebutan dari seorang hamba kepada
tuannya, atau sebutan kepada orang yang dihormati. Di samping itu, gelar ini pun
dipakai untuk menyebut dewa-dewi Yunani. Kaum Kristen memakai kata ini
untuk menyapa Allah. Pemberian gelar "Tuhan" kepada Yesus berarti Yesus
menempati posisi yang amat tinggi dan terhormat di samping Allah.
Gelar Kurios tidak hanya ditujukan pada Yesus tetapi juga pada Allah sehingga
untuk menentukan apakah yang dimaksud adalah Allah atau Yesus, pembaca
harus memperhatikan konteks.
c. Gambaran Para Murid:
Jika dibandingan dengan Injil yang lain, Lukas menggambarkan murid-murid Yesus
dengan cara yang berbeda. Jika Markus menggambarkan mereka sebagai orang-orang
yang degil hati dan sulit memahami maksud perumpamaan Yesus, Lukas justru
sebaliknya. Lukas juga menggambarkan mereka sebagai murid-murid yang tetap menjaga
kesetiaan pada Yesus bahkan hingga saat Yesus disalibkan. Perbedaan-perbedaan tersebut
dilakukan agar dapat memberi gambaran mengenai model kemuridan yang ada dalam
komunitasnya.
***

15
BAB III
INJIL YOHANES

1. Pendahuluan
Bersama dengan ketiga Injil Sinoptik, Injil Yohanes merupakan bagian dari kelompok buku
pertama dalam PB, yakni buku Injil. Pertanyaannya mengapa dalam diktak ini pembahasan
Injil ini dipisahkan dari ketiga Injil yang lain? Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa secara
literer Injil ini bereda dengan ketiga Injil Sinoptik. Injil Yohanes mempunyai materi tulisan yang
sama sekali berbeda dengan ketiga Injil yang lain.

2. Latar Belakang Historis


Melalui Injilnya, sang penulis mempunyai cara pandang sendiri terhadap kehidupan dan
karya Yesus. Ia tidak bermaksud mengulang hal-hal yang sudah dutulis oleh ketiga Injil yang
lain. Ia mencoba masuk lebih dalam kepada misteri pribadi, hidup dan karya Yesus. Dengan
mengandalkan “pengetahuan”, sang penulis mencoba menyelami intisari kabar sukacita yang
diwartakan Kristus. Beberapa alhi Kitab Suci bahkan menganggap bahwa Injil ini memiliki nilai
lebih jika dibandingkan dengan ketiga Injil yang lain. Mereka beranggapan bahwa meskipun
Injil Yohanes juga memberitakan peristiwa yang sama dengan Injil yang lain, tetapi ia sangat
berbeda dalam segi struktur maupun gaya penulisan. Injil ini tidak memuat kisah
“perumpamaan” dan hanya mencatat tujuh mujizat yang dibuat Yesus. Injil ini sangat bercorak
teologis dan membahas sifat-sifat pribadi Yesus dan bagaimana beriman kepadaNya.

3. Penulis Injil Yohanes


Tentang penulis Injil ini muncul pendapat yang berbeda di kalangan para ahli Kitab Suci.
Injil Yohanes sendiri tidak menyebutkan nama penulisnya. Satu-satunya keterangan yang
diberikan tentang penulisnya adalah “murid yang dikasihi (Yoh, 21:20; 23- 24) dan sahabat
dekat Petrus. Berhadapan dengan ini muncul dua pendapat tentang penulis Injil Yohanes:

3.1. Pandangan Tradisional


Tradisi yang berkembang dalam Gereja menegaskan bahwa Yohanes adalah penulis Injil
keempat ini. Pertanyaannya Yohanes yang mana, karena dalam tradisi Kitab Suci, ada dua
nama yang muncul, yakni Yohanes rasul Yesus dan Yohanes Penatua Jemaat. Berdasarkan
pada indikasi yang disebut Injil sendiri, yakni “murid yang dikasihi”, maka St. Irenaeus
menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan “murid yang dikasihi” adalah Rasul Yohanes.
Selain keterangan dari St. Ireneus, para Bapa Gereja lain menguatkan bahwa Rasul Yohanes-lah
penulis Injil Ini.
St. Dionysius dari Alexandria (264-5). Walaupun ia memperkirakan kemungkinan adanya
pengarang lain yang menuliskan Kitab Wahyu, namun St. Dionysius selalu menerima sebagai
suatu kenyataan yang tak perlu diragukan bahwa Rasul Yohanes adalah pengarang Injil yang
keempat.
St Klemens dari Alexandria dan Origenes. Origenes mengatakan bahwa Yohanes adalah
yang terakhir dari para Pengarang Injil yang menuliskan Injilnya. Dalam banyak penjelasannya
tentang Injil Yohanes, Origenes menegaskan keyakinannya tentang asal usul apostolik dari Injil
Yohanes ini. Pendahulu dan guru Origenes, St. Klemens dari Aleksandria, menghubungkannya
sebagai, “tradisi yang diterimanya dari para presbiter pendahulunya”, bahwa Rasul Yohanes,
Pengarang Injil yang terakhir, “dipenuhi oleh Roh Kudus, telah menuliskan sebuah Injil
spiritual”.
Muratorian Fragment (170 M), Uskup Teofilus dari Antiokhia (181 M) dan Manuskrip
Vatikan. Fragmen Muratori menuliskan tentang keyakinan akan keotentikan Injil keempat ini
secara panjang lebar di Gereja Roma. Demikian pula, Uskup Teofilus mengutip Injil keempat
sebagai perkataan Yohanes (Ad Autolycum, II, xxii). Akhirnya dalam manuskrip Vatikan
(Codex Regin Sueci seu Alexandrinus, 14) dikatakan bahwa Uskup Papias dari Hierapolis di
Phrygia, murid langsung Rasul Yohanes, memasukkan di dalam karya eksegesisnya perihal
penyusunan Injil Yohanes, di mana sepanjang saat itu ia bekerja sebagai juru tulis Sang Rasul.
Papias mengetahui bahwa Yohanes yang dibicarakan di sini adalah Yohanes Rasul dan
Pengarang Injil, dan bukan Yohanes Penatua, yang bukan Rasul.

16
Tertullian (160-220). “… bahwa Kitab Perjanjian Injili mempunyai para rasul sebagai
pengarangnya, yang kepadanya telah ditugaskan oleh Tuhan sendiri jabatan untuk mewartakan
Injil …. Maka, dari para rasul, Yohanes dan Matius pertama-tama menanamkan iman kepada
kita; sedangkan orang-orang rasuli, Lukas dan Markus sesudahnya memperbaharuinya.”
(Tertullian, Against Marcion, Bk 4, ch.2)
St. Agustinus (345-430). “Di dalam keempat Injil, atau lebih tepatnya empat kitab dalam
satu Injil, St. Yohanes Rasul, yang dalam hal pemahaman spiritualnya secara tidak layak
dibandingkan dengan burung elang, telah mengangkat khotbahnya lebih tinggi dan jauh lebih
tinggi dari ketiga Injil lainnya; dan di dalam pengangkatan ini ia mengangkat hati kita. Sebab
ketiga pengarang Injil lainnya berjalan bersama dengan Tuhan di bumi sebagaimana dengan
manusia; tentang ke-Allahan-Nya mereka telah mengatakannya namun sedikit saja; tetapi
pengarang Injil ini (Rasul Yohanes), seperti seolah ia enggan berjalan di bumi, seperti di bagian
pembukaan dari pengajarannya ia menyatakan dengan lantang kepada kita, dan terbang tinggi
…. untuk mencapai Dia melalui Siapa semuanya diciptakan, dengan mengatakan: Pada
mulanya adalah Firman,” dst (Yoh 1:1-) (St. Augustine, On the Gospel of St. John, Tr 36:1)

3.2. Pandangan kontemporer


Dua ahli Kitab Suci, yakni Pfeiffer dan Harrison pada dasarnya cenderung menerima
pandangan tradisional di atas, namun mereka juga mencatat pendapat banyak peneliti modern
yang menganggap bahwa penulis Injil ini adalah seorang murid tidak dikenal, yang mendapat
sebagian besar bahan untuk tulisannya dari Rasul Yohanes. Keraguan para ahli itu didasarkan
pada gaya penulisan tingkat tinggi (bahasa, konsep teologis) yang disajikan dalam Injil ini.
Menurut mereka agak sulit menerima bahwa Rasul Yohanes yang pada kenyataannya tidak
memiliki pengatahuan cukup (nelayan) dapat menulis Injil dengan tingkat refleksi teologis tinggi
dan mendapat pengaruh kuat dari dunia filsafat Yunani. Mereka juga mendasarkan
keraguannya pada perbedaan gaya penulisan antara Injil dengan Kitab Wahyu, maupun dengan
tulisan-tulisan Yohanes lainnya (3 surat Yohanes). Sementara itu alhi Kitab Suci lainnya, yakni
Morris mengungkapkan bahwa ada kemungkinan sekelompok orang Kristen Awal yang
memiliki pandangan berbeda dengan penulis Injil Sinoptiklah yang menulis Injil ini.
Keragaman penafsiran dan hipotesa para ahli ini memunculkan kesulitan untuk
mendapatkan satu suara tentang penulis Injil ini. Walaupun demikian, pendapat umum
dominan dalam Gereja cenderung menganggap bahwa Rasul Yohanes sebagai penulis Injil ini.

4. Maksud Penulisan
Maksud dari Sang Pengarang Injil Yohanes, adalah seperti tertulis: “tetapi semua yang
tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya
kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”(Yoh 20:31). Yohanes juga ingin
meneguhkan iman para murid akan sifat Mesianis dan Ke-Allahan Kristus. Untuk mencapai
maksud ini, ia memilih pengajaran-pengajaran dan percakapan Kristus di mana pernyataan
Sang Penebus itu sendiri memberikan penekanan yang sangat jelas akan kebesaran dan ke-
AllahanNya. Dengan demikian Yohanes meneguhkan iman umat agar tidak jatuh kepada
ajaran-ajaran sesat.
Injil ini juga ditulis untuk melengkapi kisah dan perkataan Kristus yang belum disebut, dan
memperjelas kejadian-kejadian tertentu, yang belum dimuat oleh ketiga Injil lainnya.
Keseluruhan Injil Yohanes merupakan kesimpulan dari pesan sukacita Firman/ Sabda yang
kekal. Injil Yohanes merupakan ungkapan tertinggi dari kesaksian iman Gereja akan Sang
Putera Allah, Sang terang kebenaran.
Selain tujuan utama di atas, Injil ini juga ditulis dengan maksud:
 Melawan paham Doketisme yang tidak menerima kemanusiaan Yesus;
 Mengungkapkan bahwa Yudaisme adalah sistem keagamaan yang tidak memadai
karena menolak Mesias yang dijanjikan (1:11);
 Melengkapi berita tentang kehidupan dan pekerjaan Yesus yang sudah ada pada
masa itu dan yang sudah dinyatakan secara tertulis dalam Injil Sinoptik;
 Menyajikan hubungan yang sebenarnya antara Yesus dan Yohanes Pembaptis;
 Mengoreksi kesalah-mengertian eskalotogis atau sacramental;
 Ditulis bagi orang Yahudi yang tidak percaya;
17
 Melawan Gnostisisme (paham yang mengandalkan akal budi);
 Menghadirkan kekristenan di dunia Yunani;
 Mengkoreksi pengkultusan Yohanes Pembaptis;
 Mengatasi konflik di antara jemaat;
 Menyajikan tradisi yang sesuai dengan pemakaian liturgis.

5. Waktu Penulisan
Para ahli mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang waktu penulisan Injil Yohanes.
Sesungguhnya waktu penulisan Injil ini terbuka luas karena tidak adanya keterangan lain untuk
dijadikan bahan perbandingan. Bahkan ada sebuah hipotesa yang menduga Injil ini telah
melalui dua edisi. Hal ini terjadi karena kata pengantarnya bersifat Yunani sedangkan sisanya
bersifat sangat Yahudi. Selain hal ini, ada yang menduga bahwa Yohanes 20:30 – 31 sebagai
akhir yang logis dari Injil ini (bukan pasal 21). Dua hal ini membuat munculnya hipotesa yang
mengatakan bahwa kata pengantar dan pasal 21 telah ditambahkan pada waktu Injil ini
disiapkan untuk kebutuhan kelompok baru oleh penulisnya. Sebenarnya alasan Rasul Yohanes
menambahkan satu pasal terakhir adalah demi Rasul Petrus, sahabat dekatnya dalam pelayanan
(Kis. 3:1). Yohanes tidak ingin mengakhiri Injilnya tanpa menyampaikan kepada pembaca-nya
bahwa Petrus telah dipulihkan kembali dalam panggilan kerasulannya.

Secara kronologis penulisan, para ahli mempunyai pendapat yang yang berbeda-beda:
a. Tahun 40 – 65 M. J. A. T. Robinson mengemukakan pendapatnya tentang kemungkinan
kitab ini merupakan Injil tertua dari semua kitab Injil. Jika hal ini benar, maka semua
keberatan para ahli lain terhadap anggapan bahwa Rasul Yohanes adalah penulisnya
akan secara efektif gugur.
b. Tahun 70 – 100 M. Menurut Drane, pilihan ini adalah pendapat sebagian besar para
ahli. Para bapa gereja juga menyatakan kitab Injil ini ditulis oleh Rasul Yohanes pada
akhir kehidupannya yang panjang.
c. Tahun 80 – 90 M. Pendapat ini diberikan oleh Pfeiffer dan Harrison. Mereka
mengatakan bahwa Injil yang ditulis Rasul Yohanes menunjukkan pengenalannya akan
tradisi Sinoptik dan karenanya harus diletakkan pada akhir rangkaian Injil. Hal ini
diperkuat dengan penemuan bagian-bagian Injil ini di Mesir pada pertengahan abad II.
Hal ini menunjukkan bahwa penulisan Injil ini adalah abad I.
d. Tahun 80 – 100 M. Chapman berpendapat bahwa Injil Yohanes ditulis satu generasi
setelah ditulisnya Injil-Injil yang lain.
e. Tahun 40 – 140 M. Goodenough berpendapat tahun penulisan Injil ini adalah tahun 40
M. Sedangkan Tatianus mengutip Injil ini pada sekitar pertengahan abad kedua,
menyatakan bahwa Injil ini ditulis paling cepat tahun 40 M dan paling lambat tahun 140
M. Walaupun demikian, nampaknya jawaban yang paling tepat adalah menjelang akhir
abad pertama.
f. Tahun 90 – 110 M. Guthrie menyatakan mayoritas ahli memilih penanggalan ini
dengan beberapa alasan sebagai berikut:
 Bukti eksternal bagi pemakaian awal Injil Yohanes.
Bukti paling awal adalah Papirus Rylands 457 yang berasal dari abad kedua.
Penemuan ini bersama penemuan Papirus Egerton 2 secara efektif membuktikan
penulisan Injil ini pada abad pertama.
 Situasi historis. Berdasarkan situasi historis, diasumsikan Injil ini ditulis
sebelum sekte-sekte Gnostik ditata dengan baik.
 Relasi dengan Injil Sinoptik. Jika Yohanes mengenal Injil Sinoptik (terlepas
apakah ia memakainya sebagai sumber) maka Injil Yohanes pasti ditulis setelah
tahun 85 M karena Injil Matius ditulis pada tahun 80 – 85 M.
 Pengaruh penulis terhadap penanggalan. Kesaksian Irenaeus bahwa
Yohanes hidup sampai bertahtanya Traianus (tahun 98-117 M), menempatkan
Injil ini pada dekade akhir abad pertama. Dengan kata lain, jika Rasul Yohanes
adalah penulisnya, maka Injil ini tidak mungkin ditulis setelah tahun 100 M.

18
6. Tempat Penulisan
Para ahli umumnya mempunyai pendapat yang sama tentang tempat penulisan Injil ini.
Secara aklamasi, para ahli sepakat bahwa Injil ini ditulis di kota Efesus. Tenney mengatakan
saat itu pertumbuhan Gereja sudah mencapai kematangannya dan sudah timbul kebutuhan
akan ajaran yang lebih lanjut tentang kaidah iman. Sebuah pendapat yang agak berbeda
diajukan oleh Drane dengan mengatakan bahwa mungkin Injil ini mula-mula ditulis di
Palestina untuk menunjukkan “Yesuslah Mesias” (Yoh. 20:31. Sedangkan kata pengantar dan
kata penutup (Yoh. 21) memberi kesan bentuk akhir Injil ini mungkin ditujukan kepada sebuah
jemaat Kristen Yahudi di sebuah tempat di dunia Helenis, mungkin di Efesus. Walaupun
demikian, secara umum para ahli memberikan jawaban kota Efesus sebagai jawaban atas
pertanyaan tempat penulisan Injil ini.

7. Alamat Injil
Injil Yohanes ditulis bagi semua orang yang telah memiliki sedikit minat filsafat. Injil
Yohanes ditujukan kepada semua orang, bukan hanya kepada suatu golongan masyarakat
tertentu. Injil Yohanes bukanlah suatu biografi tetapi lebih dekat pada traktat Injil yang disipkan
dengan cermat. Ia memberikan bukti-bukti yang dipilih secara khusus, ia hanya memasukkan
tujuh mujizat Yesus yang biasanya dilanjutkan dengan pembahasan yang lebih dalam tentang
apa yang dikerjakan Yesus. Yohanes juga mengetengahkan para saksi mata satu persatu dan
menjelaskan banyak istilah dan adat istiadat Yahudi yang mengindikasikan Injil ini tidak
ditujukan bagi orang Yahudi.

8. Ciri-ciri Khas
Injil ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menekankan Keilahian Yesus sebagai "Anak Allah". Dari prolog Yohanes dengan
pernyataan yang luar biasa, "kita telah melihat kemuliaan-Nya" (Yoh 1:14) sampai
akhirnya dengan pengakuan Tomas, "Ya Tuhanku dan Allahku" (Yoh 20:28), Yesus
adalah Putra Allah yang menjadi manusia.
b. Kata "percaya" yang dipakai sebanyak 98 kali adalah sama dengan menerima
Kristus (Yoh 1:12) dan meliputi tanggapan hati (bukan saja mental) yang
menghasilkan suatu komitmen dari seluruh kehidupan kepada Dia.
c. "Hidup kekal" adalah konsep kunci dari Yohanes. Konsep ini bukan hanya
menunjuk kepada suatu keberadaan tanpa akhir, tetapi lebih mengarah kepada
perubahan mutu kehidupan yang datang melalui persatuan dengan Kristus. Hal ini
mengakibatkan baik kebebasan dari perbudakan dosa dan setan-setan maupun
pengenalan dan persekutuan yang makin bertumbuh dengan Allah.
d. Mengutamakan pertemuan pribadi dengan Yesus.
e. Peran Roh Kudus. Karya Roh Kudus memungkinkan orang percaya mengalami
kehidupan dan kuasa Yesus secara terus-menerus setelah kematian dan kebangkitan
Kristus.
f. Menekankan "kebenaran". Yesus adalah kebenaran, Roh Kudus adalah Roh
Kebenaran, dan Firman Allah adalah kebenaran. Kebenaran membebaskan orang
(Yoh 8:32), menyucikan mereka (Yoh 15:3) serta berlawanan dengan kegiatan dan
sifat Iblis (Yoh 8:44-47,51).
g. Angka tujuh sangat menonjol: tujuh tanda, tujuh ajaran, dan tujuh pernyataan "Aku
adalah" menegaskan siapa Yesus itu (bdk. menonjolnya angka tujuh di dalam kitab
Wahyu oleh penulis yang sama).
h. Kata-kata dan konsep lainnya yang utama dari Yohanes adalah: "firman", "terang",
"daging", "kasih", "kesaksian", "tahu", "kegelapan", dan "dunia".

9. Gelar Yesus

a. Gelar "Tuhan" digunakan untuk Yesus sesudah kebangkitan, yang menetapkan


kedudukan Yesus yang baru.
b. Gelar Mesias: tujuan Injil Yohanes ialah membimbing orang mempercayai bahwa Yesus
adalah Mesias yang dinantikan. Dalam Injil Yohanes Yesus diakui sebagai "Mesias".
19
Gelar-gelar lain yang disebutkan dalam Injil ialah "Yang (akan datang)", "Yang Kudus
dari Allah", "Juruselamat", "Anak Domba Allah", "Nabi", dan "Raja Israel". Gelar-gelar
ini terdapat juga dalam Injil Sinoptik.
c. Gelar "Anak Manusia", yaitu sebutan khas dari Yesus tentang diri-Nya sendiri, mendapat
kedudukan penting dalam Injil Yohanes. Tapi di sini ada penekanan baru pada asal
surgawi Anak Manusia itu, pada kedatangan-Nya ke dunia ini, pemuliaan-Nya di kayu
salib, arti dan peranan-Nya di kayu salib dan artinya Dia sebagai pemberi hidup
d. Gelar "Anak Allah". Ini adalah gelar utama yang ditonjolkan oleh Injil Yohanes. Yohanes
menunjukan hubungan intim Allah dengan Anak-Nya yang tunggal, yang sudah ada
sebelum penciptaan; hubungan ini ialah saling mengasihi, dan kasih ini diungkapkan
dalam cara Anak menaati Bapa-Nya dan Bapa telah mempercayakan kepada-Nya tugas-
Nya sebagai Hakim dan Pemberi hidup.
e. Gelar “Allah”: Yohanes menujukan Firman yang disamakan dengan Allah. Hal ini
sangat jelas dilihat pada pengakuan Tomas (Yoh, 20:28). Yohanes mau menekankan
bahwa penampakan Yesus yang bangkit itulah yang menegaskan pengakuan akan ke-
Allah-an-Nya.
f. Perlu kita perhatikan bahwa ada beberapa ungkapan "Aku-lah" dalam Yohanes
yang berkaitan dengan "Gembala yang baik" dan "Pohon anggur yang benar" merujuk
kepada Yesus. Kadang-kadang kita jumpai ungkapan "Aku ini", "Aku ada". Ungkapan-
ungkapan ini adalah gema dari pengakuan YHVH akan diri-Nya yang terdapat dalam
Yesaya 43:10 dan 48:12, maka patutlah ungkapan-ungkapan ini kita pandang secara
terselubung memaksudkan ke-Allah-an Yesus.

BAB IV
PENUTUP
Sebagai buku yang secara khusus memusatkan pembahasan pada pribadi dan hidup (sabda
& karya) Yesus Kristus, keempat Injil mencoba melukiskannya dengan cara masing-masing.
Kebutuhan menjawab persoalan local yang dihadapi umat mendorong mereka untuk mengolah
sedemikian rupa tulisan mereka, agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dan
dipraktekan. Hal inilah yang membuat Injil menjadi begitu kaya dan dinamis untuk didalami.
Sebagai buku iman, Injil merupakan rujukan yang tidak bisa diabaikan oleh para pengikut
Kristus. Sebab bagaimanapun juga Injil adalah satu-satunya buku yang melukiskan pribadi dan
hidup Yesus dengan begitu lengkap. Perbedaan cara pendekatan, cara menyajikan, penekanan-
penekanan khas dari masing-masing penulis menolong kita untuk mendekati Kristus dengan
lebih dinamis. Dan tentunya juga menjadi rujukan paling kuat dalam bersikap dan bertindak
dalam kehidupan sehari-hari (pewartaan).
Bagi para seminaris yang sedang memproses diri dan panggilannya untuk menjadi Imam,
mepelajari Injil haruslah dilihat dan dialami sebagai proses menapakan kaki pada jejak
kehidupan Tuhan Yesus sendiri. Situasi kongkret Jemaat Perdana, perjuangan-perjuangan
mereka, tantangan dan kesulitan yang dihadapi, serta kesetiaan kepada misi Injil, haruslah
menjadi cermin refleksi bagi para seminaris dalam memproses diri dan panggilannya.
Sebagaimana para murid juga membutuhkan waktu dan jatuh-bangun dalam memahami inti
pewartaan Kristus, demikian diharapkan para seminaris juga untuk tekun dan membuka diri
untuk disapa Yesus secara pribadi.
Dan akhirnya harus disadari betul bahwa, meskipun tujuan belajar Kitab Suci, khususnya
Injil adalah untuk mempekaya khasana itelektual, tetapi nilai tertinggi yang mau digapai adalah
bagaimana membuat Injil menjadi cerita, cara hidup harian yang berpola pada Sang Guru
Agung, Yesus Kristus. Oleh karena itu keberhasilan tidak lagi hanya diukur dari berapa besar
nilai (angka) yang digapai/didapat, tetapi sejauh-mana angka-angka itu diwujudkan dalam cara
hidup.
***

20
21

Anda mungkin juga menyukai