1. Pengantar
Ajaran iman Katolik harus diwariskan kepada anak-cucu kita. Di sebagian daerah di Indonesia, banyak
anak-anak tidak mendapatkan ajaran iman Katolik sebagaimana mestinya. Maka peran pembina iman
anak untuk pewarisan iman anak menjadi penting. Hal ini menjadi catatan penting bagi Gereja Katolik
Indonesia karena dalam kurun waktu satu atau dua dekade mendatang, dampak kebijakan politik
pemerintah di bidang pendidikan, khususnya menyangkut sekolah murah atau gratis akan menggiring
anak-anak katolik untuk masuk ke sekolah negeri. Pada hal di sekolah negeri itu sendiri, hak anak-anak
kita untuk mendapatkan pendidikan agama katolik kiranya cukup diabaikan. Sementara Sekolah Katolik
sendiri diperkirakan akan sangat terbatas menerima siswa Katolik karena selain biaya yang mahal juga
karena orangtua yang sebagian besar adalah kelas ekonomi menengah-bawah lebih cenderung
memasukkan anaknya ke sekolah negeri. Jika demikian maka semakin banyak anak-anak Katolik di
sekolah negeri yang terabaikan pendidikan imannya.
Para penulis Injil menjelaskan bahwa Yesus sebagai tokoh yang sangat dekat dengan anak-anak,
menyayangi, dan mencintai anak-anak. Yesus mengenal secara baik dunia anak-anak sebab Dia sendiri
pernah mengalaminya. Ia lahir pada suatu waktu tertentu, di suatu tempat tertentu, berintegrasi dalam
suatu kebudayaan tertentu yaitu kebudayaan Yahudi Palestina. Yesus sendiri berkata: “Biarkanlah anak-
anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti
itulah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 19: 14).
Perkataan Yesus tersebut tentu saja tidak berlebihan dan bukanlah tanpa alasan. Warta keselamatan
dari Allah yang dimaklumkan dalam diri Yesus Kristus ditanggapi oleh setiap orang secara berbeda-beda,
yaitu menurut cara mereka sendiri. Bagi Yesus, anak-anak telah menunjukkan suatu cara yang tepat
dalam menanggapi pewartaan itu. Ia melihat bahwa kepolosan anak-anak dalam menghadapi segala hal,
dan sikap mereka dalam menghadapi sesuatu tanpa praduga rupanya membuat mereka mampu
menangkap, memahami, dan menerima warta kabar gembira dari-Nya.
Pengakuan inilah yang merupakan salah satu pendorong bagi Yesus untuk membiarkan anak-anak
datang pada-Nya. Kalau demikian, maka sudah sepantasnyalah kita membiarkan anak-anak kita untuk
dekat dengan Yesus. Akan tetapi, kedekatan itu hanya akan tercipta kalau anak-anak mengenal Yesus.
Caranya? Melalui pengajaran secara intensif baik di rumah, di sekolah dan di gereja. Di rumah, orang tua
hendaknya selalu mengajarkan dan menularkan pengetahuan dan iman Kristiani kepada anak-anak. Di
sekolah, anak-anak belajar memperdalam informasi mengenai iman Kristiani yang diterimanya dari
orang tua. Di gereja, mereka mengekspresikan imannya sebagai anggota Gereja, serta dibantu,
dibimbing untuk mengembangkan religiositasnya.
Budaya global yang dibangun oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi
media informasi dan hiburan telah membawa banyak perubahan, termasuk perubahan nilai-nilai.
Perubahan-perubahan nilai ini bisa bersifat konstruktif, tetapi juga dekstruktif.
Beberapa trend negatif dari pengaruh globalisasi yaitu; budaya materialistik dan hedonistik: Prinsip
hidup; limpah materi dan bersenang-senang. Makna hidup yang dicari adalah kemewahan dan
kenikmatan. Nilai hidupnya ditakar dari apa yang dia miliki (rumah, mobil, dll), bukan karakter.
Pengorbanan, askese, tapa, kesederhanaan dan kerelaan melepaskan kesenangan untuk sebuah
keluhuran hidup tidak ada tempat dalam budaya itu. Iklan-iklan di media audiovisual ikut menyuburkan
budaya itu. Bahkan iklan-iklan itu menjadi “firman” yang menjanjikan “keselamatan” dan “kegembiraan”
di depan mata. TV telah mengganti peran agama bahkan menjadi agama baru dalam kehidupan
manusia. Budaya materialistik dan hedonistik akhirnya melahirkan sikap konsumerisme.
Orang mengkonsumsi sesuatu bukan karena kebutuhan tetapi karena keinginan atau nafsu untuk
memiliki. Harga dirinya diukur oleh apa yang telah dibeli dengan harga tinggi atau di manakah ia makan
dan minum. Bagaimana dengan masyarakat ekonomi lemah? Ada yang terpengaruh dan ekonomi
keluarganya pun semakin berantakan!
Individualisme; adalah akibat diferensiasi antara pelbagai lingkungan fungsional/tempat kerja. Bagi
petani, nelayan maupun tukang dan saudagar tradisional pekerjaan tak terpisahkan dari kehidupan
dalam keluarga. Gaya hidup modern memisahkan dengan tajam antara dua bidang itu. Hidup dalam
keluarga dan pekerjaan semakin tidak ada sangkut pautnya satu sama lain. Pagi hari ayah secara fisik
dan emosional meninggalkan rumah dan keluarganya selama delapan sampai sebelas jam, menyibukkan
diri dengan hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan istri dan anak-anaknya. Apabila pulang
malam hari, dan andaikata tidak membawa pekerjaan kantoran, barulah tersedia waktunya bagi
keluarganya. Dengan demikian budaya kampung,ketetanggaan dan kekeluargaan dalam arti luas
berubah. Kekeluargaan dibatasi pada keluarga yang sungguh inti. Pergaulan dengan para tetangga serta
partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan semakin dirasakan sebagai gangguan. Budaya kelas
menengah (apalagi kelas atas) modern semakin individualistik.
Krisis makna generasi muda; situasi seperti yang dilukiskan diatas bila tidak diolah dengan baik maka
generasi muda akan mengalami krisis makna dalam hidupnya. Mereka akan bingung kalau harus
menjawab pertanyaan: “untuk apa aku hidup?” Bagaimana generasi muda akan bereaksi terhadap
kebingungan itu? Reaksi mereka dapat berupa:
-hedonisme (sindrom disco, dugem),
-fundamentalisme sebagai pelarian
-gang-gang kriminal, premanisme, pemakai dan pengedar narkoba.
-memisahkan diri dari masyarakat orang dewasa,
-skeptis dan tak percaya terhadap omongan generasi tua
Perlu disadari bahwa krisis makna generasi muda itu adalah krisis generasi muda Gereja juga. Itulah
tantangan yang ada di depan mata! Menghadapi situasi seperti itu,bagaimana dunia pendidikan,
khususnya pendidikan agama yang harus mampu membekali generasi muda untuk menghadapi budaya
global. Membekali mereka dengan pengetahuan saja tidak cukup! Mereka hendaknya dibekali dengan
pelbagai kemampuan dan keterampilan.
Bangsa bangsa Indonesia sedang mengalami krisis multi dimensi. Krisis di bidang politik, hukum,
ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan sebagainya. Krisis multi dimensi itu berakar pada krisis etika,
krisis moral. Bangsa Indonesia telah berpolitik, berekonomi, melaksanakan hukum dan sebagainya tanpa
etika, tanpa moral. Karena itu dalam pendidikan termasuk pendidikan agama anak didik ditempa untuk
mampu:
– berpikir kritis. Tahu menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana
yang salah.
– berinisiatif dan berprakarsa. Dalam situasi yang sulit ia mampu membuat terobosan-terobosan.
– bersikap dan bertindak inovatif.
– bersikap mandiri, tidak selalu bergantung pada orang lain dan membangun relasi, berdialog dan
terbuka dengan sesama (inklusif).
Semua sikap dan tindakan itu tentu saja menyangkut kemampuan dan kompetensi, bukan sekedar
pengetahuan saja. Peserta didik hendaknya mampu berpikir (kognitif), mampu menentukan sikap
(affektif) dan mampu bertindak (psikomotorik). Dengan demikian ia menjadi manusia yang bermartabat.
Dalam pendidikan agama (Katolik) bukan sekedar proses pengalihan pengetahuan iman dari guru
kepada peserta didik, tetapi suatu proses pergumulan untuk menginterpretasikan ajaran imannya dalam
kehidupan nyata sehari-hari. Kalau proses ini dilatih terus menerus, maka peserta didik akan terampil
dan kompeten untuk selalu melihat intervensi Allah dalam kehidupan nyata sehari-hari. Dan itulah
artinya hidup beriman. Dengan demikian keterampilan dan kompetensi ini akan merupakan bekal bagi
hidupnya yang tak ternilai.
3. Pengembangan Program Katekese Anak Usia Dini di Sekolah Bina Iman Anak atau Sekolah Minggu
Pembinaan iman anak bertujuan membangan atau mendewasakan religiositas anak. Dengan bantuan
pembinaan iman, anak diharapkan menghayati imannya dengan semakin mandiri dan semakin
bertanggung jawab. Perlu dipahami bahwa tempat dan cara mengembangkan iman anak, pertama-tama
berkembang dalam keluarga melalui pengajaran dan teladan yang diberikan oleh orang tua dan anggota
keluarga lainnya. Iman anak berkembang pula dalam pembinaan iman anak yang dilaksanakan melalui
pengajaran dan teladan pembina iman anak, bukan sebagai pengganti, tetapi sebagai pengembang dan
pelengkap pembinaan iman anak dalam keluarga. Iman anak juga berkembang dalam pergaulan dengan
teman melalui pengaruh yang diberikannya. Iman anak berkembang dalam jaman yang maju ini melalui
pesatnya perkembangan teknologi, terutama teknologi informatika, dan perkembangan pemikiran
manusia.
Kelompok Bina Iman Anak (disingkat: BIA) merupakan salah satu wadah yang secara sengaja dibentuk
oleh paroki untuk ‘menularkan’ iman Kristiani kepada anak-anak. Model pengajaran yang diterapkan
melalui permainan, nyanyian, dan cerita Kitab Suci. Dengan cara ini, anak-anak akan mengetahui secara
lebih baik siapa sebenarnya yang mereka imani, mendekatkan mereka pada Yesus, serta menjadi bekal
bagi mereka agar kelak mereka mampu mempertanggngjawabkan iman yang mereka miliki kepada
orang lain. Kalau tidak, maka generasi penerus kita akan dipenuhi oleh orang-orang yang tidak cukup
tahu tentang apa yang dianutnya.
Karena itu maka betapa pentingnya kasih sayang yang kita curahkan kepada anak-anak, cinta kita lebih
berarti dari uang. Perhatian, kasih sayang, masih kurang jika tidak mau memperlajari perkembangan
anak tersebut.Perlu diingat masa kecil adalah landasan pendidikan (Iman, perilaku, budi pekerti, dll)
untuk masa depannya, jadi sangatlah penting. Kami sekedar merangkum tulisan perkembangan anak 3-
5, 6-8, 9-11 tahun, dan apa yang harus kita lakukan dalam perkembangan anak tersebut. Banyak
keluarga sekarang lebih memberi beban pada pengasuh, itu salah, kasih sayang kita sebagai keluarga
lebih dibutuhkan.
1) Perkembangan Fisik
Sangat aktif, selalu bergerak, fisik anak akan bertumbuh dengan pesat.
Ia lebih suka melakukan sesuatu daripada menjadi penonton.
Ia belum dapat tahan pada aktivitas yang terlalu lama.
Bertumbuh dengan pesat; otot besar berkembang lebih dulu daripada otot kecil.
Mudah terserang penyakit.
2) Perkembangan Sosial
Egosentris, belum melihat dan mengerti orang lain.
Orientasi utama ialah terhadap keluarga (orang tua, kakak, adik).
Menuntut perhatian, ingin dipuji.
Membutuhkan dukungan.
Maju dalam hal bermain bersama anak lain.
3) Perkembangan Mental
Pengertian akan kata-kata bertambah tetapi masih terbatas.
Pengertian tentang jarak dan waktu masih sangat terbatas.
Daya tahan konsentrasi sangat terbatas.
Mengerti hal yang nyata.
Dapat menghafal tetapi belum mengerti artinya dan juga cepat lupa.
Memberi respon terhadap rangsangan intelek.
Belajar melalui menirukan orang lain.
Selalu ingin tahu.
Daya khayal kuat, kadang-kadang sulit membedakan kenyataan dan khayalan sangat kreatif, suka
membuat cerita sendiri.
Belajar melalui semua panca indera; melihat, meraba, merasa, mencium,mendengar.
4) Perkembangan Emosional
Emosi yang dialami pada umur ini sangat kuat, tetapi kesanggupan untuk mengontrolnya belum begitu
berkembang.
Emosi anak kecil belum stabil dan sering berubah, mudah menangis, mudah tertawa.
Anak kecil sering mengalami rasa takut. Rasa takut adalah emosi yang wajar dalam proses
berkembang.
Anak kecil bisa marah dan meledak, kalau terlalu banyak halangan dan larangan.
Dapat menunjukkan rasa jengkel, kalau merasa dirinya sanggup, padahal belum. Akibatnya kecewa
dengan hasil pekerjaannya.
Mudah iri hati, kalau anak lain diperhatikan khususnya adik yang masih kecil.
Sering menangis sambil meminta sesuatu.
Senang dengan alam semesta, mengagumi bunga, binatang, pemandangan.
Senang dengan makanan enak.
Dapat sayang kepada orang yang dekat kepadanya, juga dapat menunjukkan belas kasihan kepada
anak lain.
5) Perkembangan Rohani
Mudah percaya.
Ikut kepercayaan orang tuanya.
Mulai membedakan yang benar dan yang salah.
Mengasihi Allah sebagai Pencipta dan Pemberi segala sesuatu yang baik, sebagai Tuhan yang dapat
menolong.
2) Perkembangan Sosial
Masih merasa dekat dengan orang tua. Senang dalam keluarga mereka.
Hormat dan segan kepada guru.
Dapat menyesuaikan diri dengan teman sebaya, sifat egosentris mulai hilang dan diganti dengan
kesanggupan untuk mengerti.
Belajar berdiri sendiri, bila perlu membela diri.
Kurang sabar terhadap anak kecil.
Belum tahu “kalah dengan hormat”.
3) Perkembangan Mental
Konsentrasi tahan lebih lama, mereka sanggup mengikuti pelajaran di sekolah sampai 43 menit.
Dapat mengikuti instruksi guru dan mengerjakan tugas tertentu.
Bertumbuh dalam hal tanggung jawab karena dapat lebih mengerti.
Senang mendengar cerita, meskipun sudah dapat membaca.
Belajar membaca, menghitung, menulis.
Belum mengerti hal yang abstrak. Cara berfikir berdasarkan hal yang konkrit.
Belum mempunyai pendapat sendiri, masih bergantung dari pendapat orang dewasa, orang tua, guru.
4) Perkembangan Emosional
Lebih stabil, tetapi mudah gelisah, gugup, kadang-kadang putus asa.
Pada permulaan anak merasa kuatir, belum bisa, lama-kelamaan lebih yakin akan diri sendiri.
Kurang sabar terhadap diri sendiri.
Membesar-besarkan.
Dapat merasakan perasaan teman lain juga perasaan orang tua.
5) Perkembangan Rohani
Mereka senang datang ke SM.
Kenal akan Allah, mulai bertanya tentang surga, neraka dan kematian.
Senang menghafal ayat firman Tuhan.
Sudah sadar akan dosa.
Mengasihi Yesus sebagai teman dan penolong.
Mereka memiliki iman sederhana, dan dapat dibimbing untuk menerima Tuhan Yesus.
Anak umur ini seperti tanah liat kalau menerima firman Tuhan, tetapi seperti batu yang keras dalam
memegang apa yang telah diterima.
2) Perkembangan Fisik
Masih tunduk terhadap pemimpin, tetapi coba mengujinya melalui memberontak.
Rindu pemimpin yang tegas, berani dan berwibawa.
Akan mendendam kalau diperlakukan tidak adil.
Setia kawan, suka berkelompok dalam “gang”. Anak yang kurang berani atau kurang kuat dijauhkan.
Mulai tertutup terhadap orang tua, tahu menyimpan rahasia.
Mulai menjauhi jenis kelamin lain.
3) Perkembangan Mental
Konsentrasinya baik, mudah menghafal.
Suka akan penyelidikan, berusaha mencari jawaban sendiri.
Ingin mengetahui tentang negara dan kebudayaan negara lain.
Memperkembangkan pendapat sendiri.
Senang mengadakan koleksi, misalnya perangko, kupu-kupu, serangga,
Mempunyai pengertian tentang keadilan.
Ingin bebas, menentang paksaan.
Biasanya percaya diri.
`
Implikasi Pembinaannya adalah:
Merencanakan bahan hafalan yang berguna.
Mereka dapat diaktifkan untuk mencari jawaban sendiri dalam Alkitab atau bacaan lain.
Sajikan cerita misi dan cerita-cerita dari orang Kristen di negara lain.
Berilah kesempatan untuk bertanya, berdiskusi.
Memberanikan mereka untuk membagikan pengalaman tentang koleksi mereka.
Berlakulah adil dalam segala hal, menekankan keadilan dan sifat adil dari Tuhan.
Berilah kebebasan tanpa menghilangkan disiplin.
Meskipun mereka tampak yakin dan berani, ajarlah mereka supaya hidup bergantung dari Tuhan.
4) Perkembangan Emosional
Mereka masih senang diperhatikan, tetapi canggung menerima kasih yang dinyatakan secara terang-
terangan.
Mereka biasanya merasa aman; tidak banyak hal yang menakutkan mereka. Dan kalau takut, mereka
segan mengakuinya.
Dapat cepat marah, tetapi emosi marah tidak lama.
Senang humor, tetapi kadang-kadang tidak tahu batas dan menyakiti orang lain dengan lelucon yang
tidak pada tempatnya.
5) Perkembangan Rohani
Banyak pertanyaan tentang hidup sebagai orang Kristen, apa yang tidak boleh.
Masih senang datang ke Sekolah Minggu, khususnya kalau boleh aktif dan senang dengan guru.
Senang dengan cerita Alkitab tentang pahlawan iman dan sejarah bangsa Israel.
Suka melakonkan drama spontan, juga menyanyi dalam koor.
Tidak terlalu beremosi dalam kerohaniannya.
Terbuka terhadap perkara-perkara rohani, dan dapat diajar tentang pertobataan dan keselamatan.
Mereka tahu akan akibat dari perbuatan yang tidak baik/dosa dan takut akan akibat itu.
Sering mereka menetapkan tujuan moral yang terlalu tinggi.
Anak besar membutuhkan dorongan untuk membaca Alkitab pribadi tiap hari.
4. Simpulan
Berdasarkan uraian latarbelakang, masalah dan gambaran perkembangan anak dan implikasi dalam
program pembinaan iman anak usia dini maka diperlukan kompetensi dari guru atau pembina Bina Iman
Anak atau Sekolah Minggu untuk mencapai tujuan Bina Iman Anak . Kmptemtesi-kompetensi guru itu
antara lain, memiliki spiritualitas sebagai pewarta, kepribadian yang baik sebagai seorang pendidik,
pengetahuan yg baik ttg: Ajaran Iman Katolik (KS, Kateketik), pedagogi, psikologi, metodologi
pengajaran, juga kompetensi sosial (mampu berinteraksi dengan semua orang), Dll. Tanpa kompetensi
tersebut, kegiatan Bina Iman Anak di gereja ataupun di rumah kurang membawa dampak bagi
perkembangan iman anak di kemudian hari.
Sumber:
Komkat KWI, Pendidikan Anak Usia Dini, Komkat KWI, Jakarta, 2010
—————–, Kurikulum Pendidikan Agama Katolik di Sekolah, Komkat KWI, Jakarta, 2003
Kongregasi untuk Imam, Petunjuk Umum Katekese, Jakarta, Dokpen KWI, 1995
Suryabrata Sumadi, Ph.D, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005