Anda di halaman 1dari 48

KEUSKUPAN MANADO

PAROKI “ST. PAULUS” TOILI

PEDOMAN SAKRAMEN PEMBAPTISAN


(MATERI PERSIAPAN PENERIMAAN SAKRAMEN BAPTIS, PETUNJUK
PENERIMAAN SAKRAMEN BAPTIS, PETUNJUK PENERIMAAN DALAM
GEREJA KATOLIK, MATERI PERSIAPAN PENERIMAAN DAN TATA
CARA PENERIMAAN)

TIM LITURGI DAN KATEKESE PAROKI


MATERI PERSIAPAN PENERIMAAN
SAKRAMEN BAPTIS

PENGANTAR
Baptis berasal dari kata “baptizein (bhs. Yunani)” berarti
menenggelamkan diri, mencelupkan ke dalam air dan mencurahi
dengan air. Dari sini muncul cara pembaptisan yaitu: diperciki air
atau ditenggelamkan di kolam. Baptis menjadi sakramen inisiasi atau
permulaan disamping Sakramen Ekaristi dan Penguatan/Krisma.

1. MATERI DAN FORMAT


Materi dan forma menjadi syarat mutlak untuk sahnya sebuah
sakramen. Dalam konteks Sakramen baptis maka: Materi (barang
atau tindakan tertentu yang kelihatan) dari S. Baptis adalah air.
Forma (kata-kata yang menjelaskan peristiwa ilahi) dari S. Baptis
adalah “(nama baptis orang tersebut), Aku membaptis engkau
dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Amin” Berdasar pada
materi dan forma di atas maka dapat dimengerti sekarang bahwa
pelayanan sakramen tidak wajib dilakukan dalam kesatuannya
dengan sakramen ekaristi. Setiap sakramen dapat dilaksanakan
terpisah dengan syarat materi dan forma dari setiap sakramen
terpenuhi. Artinya sakramen baptis, perkawinan, krisma,
perminyakan, tobat dan imamat dapat dilakukan dengan tanpa
terpisah dan tanpa ekaristi asalkan materi dan forma terpenuhi.

2. MAKNA SAKRAMEN BAPTIS


Bagi seorang yang dibaptis, baptisan yang diterimanya membawa
rahmat sebagai berikut:
1. Penghapusan Dosa: baik itu dosa asal (dosa Adam dan Hawa)
maupun dosa-dosanya sendiri. Setelah dibaptis seseorangmenjadi
suci.
2. Menjadi ciptaan baru yang bersih dari dosa dan dilantik menjadi
anak Allah.
3. Memperoleh rahmat pengudusan mampu mencintai Allah dengan
sepenuh hati dan mengusahakan kebajikan dalam hidupnya.
4. Menjadi anggota Gereja Katolik secara resmi.
5. Dimeterai/terikat secara kekal dengan Kristus.
3. MACAM-MACAM SAKRAMEN BAPTIS
 Baptisan Bayi/Anak: diberikan pada saat seseorang masih bayi.
 Baptisan Dewasa: diberikan saat orang menginjak remaja atau
dewasa.
 Baptisan Darah: diberikan pada seorang katekumen yang
meninggal sebelum dibaptis demi mempertahankan imannya.
 Baptisan Rindu: diberikan pada seorang katekumen yang
meninggal sebelum dibaptis (meninggal secara wajar bukan
karena mempertahankan iman).

4. BAPTISAN YESUS DAN BAPTISAN KITA


Baptisan yang kita terima adalah tanda pertobatan atau pemulihan
kembali hubungan manusia dengan Allah yang telah rusak oleh dosa.
Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Baptisan Yesus bukanlah
tanda tobat karena Dia tak berdosa, melainkan sebagai tanda
solidaritas. Solidaritas artinya Yesus ingin merasakan pengalaman
sebagai manusia. Dengan dibaptis Yesus memberi contoh kerinduan
untuk dekat dengan Allah.

5. PEMAKAIAN NAMA BAPTIS


Nama baptis tidak saja memiliki arti religius, terkadang nama itu
mempunyai makna simbolik pula. Misalnya, Rasul Petrus (artinya
batu karang) sebelumnya bernama Simon. Sejak dulu, pemberian
nama telah mendapat tempat penting dalam liturgi pembaptisan. Pada
permulaan persiapan sudah didaftarkan nama yang hendak dipilih.
Ini dijalankan pada abad ke-5 di Yerusalem, yaitu pada malam
sebelum masa puasa dimulai. Pada abad ke-3, Cyprianus mencatat
bahwa sebagian orang Kristen memilih nama seorang rasul. Eusebius
juga mencatat tentang lima orang Mesir yang melepaskan nama kafir
mereka dan mempergunakan nama nabi dari Perjanjian Lama. Pada
permulaan abad ke-4 barulah dimulai kebiasaan untuk memilih nama
baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Yohanes
Krisostomus dan Ambrosius-lah yang menganjurkan untuk
mengambil nama Kristen pada pembaptisan. Maksudnya agar kita
meneladani orang kudus yang kita pakai namanya, serta
menjadikannya pendoa bagi kita di hadapan Tuhan. Meskipun sudah
mendapat nama seorang kudus, sering dalam hidup sehari-hari orang
masih menggunakan nama kafirnya. Sebelum tahun 1000, nama
Yohanes Pembaptis jarang dipilih. Nama ini mulai sering dipakai pada
abad ke-11. Terutama pada abad ke-14 dan ke-15, orang banyak
memilih nama dari Kitab Suci. Dari pihak Gereja, dianjurkan untuk
memilih nama seorang santa/santo pelindung pada pembaptisan.
Dalam Rituale Romanum 1514 dikeluarkan ketentuan agar imam
tidak menerima nama yang tidak pantas atau nama dari seroang
dewa/dewi. Sedapatnya, seorang yang dibaptis mengambil nama
seorang kudus agar didorong untuk hidup seturut teladan orang
kudus yang ia pilih namanya dan menjadikan orang kudus tersebut
pendoa baginya di hadapan Tuhan. Di daerah misi, kadang-kadang
pemilihan nama menimbulkan kesulitan. Pada tahun 1704 delegatus
kepausan mengunjungi tanah misi Cina dan India. Ia menetapkan
agar orang yang masuk agama Katolik (beserta anak-anak mereka)
pada saat pembatisan wajib mendapat nama Kristen. Kitab Hukum
Kanon (tahun 1983) dengan jelas menyebutkan bahwa tidak wajib
memilih nama seorang kudus pada pembaptisan, sepanjang nama
yang dipakai memiliki suatu makna kristiani atau martabat
kekudusan ilahi, misalnya Fiat, Iman, Suci atau Natalia. Menurut
tradisi Gereja, pada kesempatan-kesempatan lain juga orang diberi
nama baru, misalnya pada Penguatan. Sejak abad ke-11, pada saat
dipilih seorang Paus juga mengambil nama baru. Tradisi ini untuk
pertama kalinya dilakukan oleh Paus Yohanes II pada tahun 532.
Juga, sejak abad ke-6, bila seseorang masuk biara, ia mengambil pula
suatu nama baru. Maksudnya agar dalam hidup religius ini terjadi
suatu perubahan radikal dalam hidupnya.

6. TENTANG WALI BAPTIS


Kebiasaan dalam tradisi Gereja adalah memberi Bapa/Ibu
permandian kepada orang/anak yang dibaptis (Bdk. Kan. 762, §1).
Bapa/ Ibu permandian ini menjadi penting dan diwajibkan dan
mempunyai karakter religius.
A. Kewajiban Wali Baptis (Kan. 872)
1. Kewajiban wali baptis adalah membantu menyelenggarakan
pendidikan kristiani bagi anak-anak mereka. Diperlukan kerjasama
antara orangtua dan wali baptis agar anak diantar kepada suatu
kehidupan kristiani sesuai dengan baptisan yang telah diterimanya
dan sekaligus ditunjukkan agar mereka dapat melakukan dengan
setia kewajiban-kewajibannya. Wali baptis bayi/anak juga wajib
hadir bersama orangtuanya saat pelaksanaan baptisan.
2. Wali baptis untuk baptisan dewasa mempunyai kewajiban dan
tugas membantu orang yang dibaptis itu mulai dari tahap
katekumenat, selama ritus inisiasi kristiani dan mistagogi serta
dalam perkembangan iman selanjutnya. Kehadiran wali baptis
dalam perayaan baptis adalah mutlak, bukan fakultatif.
3. Wali baptis seperti halnya orantua calon baptis bayi atau orang
baptis dewasa mempunyai hak untuk mendapatkan persiapan yang
diperlukan guna melaksanakan kewajiban-kewajiban yang melekat
padanya (kan 851. n.1). orangtuan, wali baptis dan pastor paroki
hendaknya jangan memberikan nama yang asing dari cita rasa
kristiani kepada yang dibaptis (kan. 855).
4. Yang Menjadi Wali Baptis (Kan. 873): Hanya diizinkan satu wali
baptis pria atau hanya wali baptis wanita atau wali baptis pria dan
wanita bersama-sama. Norma yang mengatur hanya satu wali
baptis ini mempunyai motivasi agar tidak terjadi saling
melalaikan/melempar tugas-kewajiban atau ada pertentangan
dalam membantu anak dalam perkembangan iman. Apabila
terdapat lebih dari satu wali baptis, hendaknya mereka saling
bekerjasama dalam melaksanakan tanggungjawab dan kewajiban
sebagai wali baptis.
B. Syarat Menjadi Wali Baptis (Kan. 874)
1. Ditunjuk oleh calon baptis sendiri atau orangtuanya atau orang
yang mewakilinya
2. Telah berumur 16 tahun
3. Seorang katolik yang telah menerima sakramen krisma dan ekaristi
4. Tidak terkena hukuman kanonik
5. Bukan ayah atau ibu dari calon baptis
6. Seseorang yang dibaptis di Gereja bukan katolik hanya diizinkan
menjadi saksi baptis bersama seorang wali baptis katolik.
7. Tidak berada dalam “dosa Publik” (menikah hanya secara sipil,
konkubinat, dengan jelas menganut ideologi materialisme atau
atheisme)

7. BAPTISAN BAYI
Banyak sekali saudara-saudari kita dari Gereja Protestan yang tidak
dapat menerima praktek babtisan bayi. Alasan yang sering diajukan
antara lain: Baptisan memerlukan pertobatan dan iman (anak kecil
dan bayi tidak bisa) juga yang sering juga diajukan adalah tidak
adanya dasar alkitab bagi babtisan bayi. Perlu kita ketahui bahwa
baptisan bayi lebih merupakan Tradisi Apostolik, dan kita ketahui
bahwa dasar Iman Katolik tidak hanya Alkitab tetapi juga Tradisi
Apostolik dan Magisterium. Jika kita ingin mencari babtisan bayi
dalam kita suci hal itu sulit didapat karena dalam Kitab Suci tidak
diungkapkan secara eksplisit mengenai baptisan bayi tetapi tidak ada
larangan agar anak-anak(bayi) dibaptis. Kita tahu bahwa baptisan itu
melahirbarukan dan menghapus dosa asal, oleh karena itulah Gereja
tidak melarang bayi dibaptis. Lalu bagaimana dengan iman anak??
jawaban yang mudah adalah bahwa perkembangan iman anak adalah
tanggung jawab orang tua karena itu janji mereka ketika menikah
untuk membesarkan anak-anak dalam iman katolik (tidak mungkin
ada orang tua yang mau anaknya berbeda iman dengannya). Sekarang
kita mencoba mereview Kitab Suci. Dalam Kis 2:38-39 dikatakan
“Jawab Petrus kepada mereka: Bertobatlah dan hendaklah kamu
masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus
untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh
Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi
orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh
Tuhan Allah kita.” Di sini jelas sekali ungkapan Petrus bahwa kita
perlu bertobat dan dibaptis yang akhirnya kita mendapat buah dari
baptisan itu yaitu menerima Karunia Roh Kudus (ayat 38) dan janji
itu berlaku pula untuk anak-anak (bayi juga termasuk anak-anak)
(ayat 39) tentunya juga dengan melakukan hal yang sama yaitu
dibaptis. Bila kita melihat dalam Perjanjian Lama dimana kita tahu
bahwa bayi harus disunat (padahal mereka tidak tahu apa-apa soal
iman) lihat pada Kej 17:12, Im 2:21, Luk 2:21 lalu pada Kolose 2:11-
12 “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang
dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari
penanggalan akan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu
dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan
juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah
membangkitkan Dia dari orang mati.” Di sini jelas bahwa Paulus
mempararelkan antara Sunat (Ayat 11) dengan Baptisan (ayat 11b-12)
kita tahu bahwa hukum sunat berlaku juga untuk anak (bayi) berarti
babtis pun demikian. Lalu dalam Kis16:15,33 dikatakan “ia dibaptis
bersama-sama dengan seisi rumahnya” (ayat 15) dan “Seketika itu
juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis.” (ayat 33) Dari kedua
ayat ini tidak tertutup kemungkinan akan adanya bayi dan ikut
dibabtis karena pada ayat itu maupun sebelum atau sesudahnya
tidak ada kata “kecuali bayi atau anak-anak”. Pada abad ke II sudah
ditemukan Babtisan bayi seperti St. Polikarpus, misalnya, dibunuh
sebagai martir pada tahun 155 M. Pada saat penguasa Romawi
memaksa Polikarpus untuk menyangkal Yesus Kristus dan untuk
menyembah kaisar Roma, ia berseru demikian, “Delapan puluh enam
tahun saya menjadi hamba-Nya, dan Ia tidak pernah berbuat yang
tidak baik kepadaku, bagaimana mungkin saya dapat menghojat
Rajaku yang telah menebusku?”. Kesaksian ini berarti bahwa
Polikarpus dibaptis sejak ia masih bayi atau kanak-kanak, yakni
sekitar tahun 70-an. Hal ini tidak benar hanya jika Polikarpus sudah
mencapai usia yang amat tinggi pada tahun 155 M itu, sehingga 86
tahun sebelumnya ia sudah dewasa dan baru dibaptis waktu itu.

8. CATATAN TENTANG BAPTISAN DARURAT


Yang dimaksud dengan Baptis Darurat adalah pembaptisan yang
diberikan kepada orang yang berada dalam bahaya maut. Dalam
bahaya maut adalah mereka yang sakit keras, kondisi kritis, korban
kecelakaan lalu lintas, dan korban lain yang diprakirakan atau patut
diduga sedang menghadapi ajal. Beberapa ketentuan untuk baptis
darurat:
 Pembaptisan dapat diberikan kepada bayi, anak-anak, remaja,
orang dewasa, maupun lanjut usia yang berada dalam bahaya
maut.
 Pembaptisan dapat dilakukan di mana pun, termasuk di luar
gereja. Misalkan di rumah pribadi, rumah sakit, bahkan alam
terbuka.
 Dalam hal imam tidak mungkin dihadirkan secepatnya atau bisa
diduga penderita tidak mungkin bertahan menantikan kehadiran
imam mana pun, pembaptisan dapat dilakukan oleh siapa pun
yang mempunyai maksud semestinya dengan menggunakan cara
serta rumus pembaptisan yang betul dan diakui Gereja, sesuai KHK
1983 Kan. 861 § 2.
 Dalam keadaan darurat dan jika pembaptisan dilayani oleh imam,
perlu dipertimbangkan untuk sekaligus memberikan Sakramen
Pembaptisan, Sakramen Krisma Suci, Sakramen Ekaristi (Komuni
Bekal Suci), dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit (Minyak Suci).
 Orang yang menerima baptis darurat tetapi kemudian pulih
kesehatannya, perlu mendapatkan pendampingan lanjut dalam hal
pemahaman iman Katolik, hidup menggereja dan hidup doa yang
secara umum diperoleh dalam masa katekumenat.
 Pelayan baptis bersama pengurus lingkungan/stasi dan atau
rumah sakit tempat pembaptisan terjadi harus segera mencatatkan
peristiwa pembaptisan tersebut ke dalam Buku Baptis yang ada di
paroki tempat baptisan terjadi.
PETUNJUK PENERIMAAN
SAKRAMEN BAPTIS

PENGANTAR
Pembaptisan merupakan kelahiran dalam hidup baru di dalam
Kristus. Sakramen ini seperti pintu Gereja, dimana orang dimasukkan
dalam Gereja dan hidup di dalam Roh. Melalui pembaptisan
dimungkinkan orang menerima sakramen-sakramen lainnya demi
pemeliharaan hidup rohaninya. Karenanya pembaptisan menjadi
perlu demi keselamatan. Secara sederhana dapat dipahami bahwa
dengan dibaptis berarti seseorang diangkat menjadi anak-anak Allah,
dihapuskan dosa asalnya dan dijanjikan hidup kekal, serta masuk
dalam persekutuan umat Allah dalam GerejaNya. Maka baptis ingin
mengungkapkan seorang pribadi yang bersatu dengan Allah dan
bergabung dalam suatu persekutuan Gereja.

1. PERIHAL BAPTISAN
Prinsip umum bahwa baptisan diberikan kepada setiap orang yang
menghendaki secara sadar dan bertanggungjawab dirinya mau
dibaptis. Namun demikian, penerimaan sakramen baptis diberikan
kepada orang yang tidak mempunyai halangan, seperti hidup dalam
perkawinan yang tidak sah atau penganut paham poligami atau
poliandri. Tetapi jika hal ini bersedia untuk ’diselesaikan’ secara
gerejani, maka sakramen baptis dapat diterimakan. Perihal baptis
bayi (mengingat belum mempunyai kesadaran) tetap diberikan dalam
Gereja Katolik. Hal ini didasarkan pada rahmat penebusan
keselamatan juga diperlukan bagi bayi-bayi yang terlahir di dunia,
mengingat dosa asal. Selain itu juga merupakan tanggungjawab
orangtua untuk menumbuhkembangkan iman anak-anaknya sejak
dini. Setiap pasutri kristiani punya tanggungjawab untuk mewariskan
kekayaan imannya kepada anak-anak yang dipercayakan Tuhan
kepada mereka. Hal itu ada dalam pernyataan tertulis pada saat
dilakukan penyelidikan kanonik. Gereja Katolik menganggap sah
suatu baptisan jika mengindahkan secara materia menggunakan air
yang dikucurkan di dahi atau ditenggelamkan ke dalam air
dan forma menggunakan rumusan Tritunggal: Nama....., aku
membaptis engkau, dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Amin.
Setiap calon baptis diminta untuk memilih nama baptis dari orang
kudus (Santo atau Santa) yang ada. Maksud dari penggunaan nama
baptis mengandung maksud rohani, yakni merupakan simbol hidup
baru yang diterimanya melalui baptisan, dimana keutamaan,
kesucian dan keteladanan orang suci itu terpancar pada yang
memakainya, serta orang suci itu pun membantu melalui doa dan
relasi khususnya terhadap orang yang memakai nama orang kudus
tersebut agar hidupnya pantas bagi Allah. Setiap calon baptis juga
harus mempunyai wali baptis. Diharapkan wali baptis sudah dipilih
sejak dimulainya masa katekumenat. Wali baptis adalah orang yang
dipercaya dan bersedia menjamin perkembangan iman orang yang
baru dibaptis. Tetapi wali baptis tidak menentukan sahnya baptisan,
tanpa wali baptis pun baptisan tetap sah. Adapun kriteria seorang
yang dapat dipilih sebagai wali baptis adalah seorang yang berusia 17
tahun ke atas yang disetujui oleh orang tua si bayi/anak atau yang
bersangkutan jika sudah dewasa dan dipandang memiliki
kemampuan melaksanakan kewajiban sebagai wali baptis. Wali baptis
adalah bukan orang tuanya sendiri atau rohaniwan, atau
pasangannya yang akan menikah/jodohnya.

2. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN:


Dalam Gereja Katolik, penerimaan sakramen baptis dibedakan
terhadap subyek yang menerima, yaitu:
A. Baptis bayi/balita
 Diterimakan kepada anak-anak bayi hingga anak balita (bawah
lima tahun). Lebih cepat lebih baik.
 Seorang bayi dari keluarga kristiani, hendaknya secepatnya
dibawa ke gereja untuk dibaptis. Dalam hal ini, orang tua
diharapkan sudah membereskan perkawinannya secara katolik.
 Hal-hal yang dilampirkan untuk permohonan baptis bayi/balita
antara lain: fotocopy akte kelahiran anak, fotocopy akte
perkawinan gereja dan sipil dari orang tuanya, fotocopy Kartu
Keluarga Katolik dan surat pengantar dari ketua lingkungan
 Orang tua/wali baptis wajib mengikuti rekoleksi persiapan
baptis bayi/balita.
B. Baptis anak - remaja
 Diterimakan kepada mereka yang berusia 5 tahun hingga 14
tahun(kelas 2 SMP).
 Mengingat usia ini masih dalam pengawasan orang tua, maka
perlu diketahui dan mendapatkan ijin dari orang tuanya, apalagi
jika orang tua bukan Katolik maka perlu menyertakan surat
pernyataan mengijinkan.
 Hal-hal yang perlu dilampirkan untuk permohonan baptis ini
antara lain: fotocopy akte kelahiran, fotocopy akte perkawinan
gereja, sipil/adat dari orang tua, fotocopy Kartu Keluarga
Katolik dan surat pengantar ketua lingkungan.
C. Baptis remaja - dewasa yang belum menikah
 Diterimakan kepada mereka yang berusia minimal 15
tahun/duduk di kelas 3 SMP.
 Hal-halyang perlu dilampirkan untuk permohonan baptis ini
antara lain: fotocopy akte kelahiran, fotocopy Kartu Keluarga
Katoli dan surat pengantar ketua lingkungan.
D. Baptis dewasa yang sudah menikah
 Diterimakan kepada mereka yang sudah menikah dan tidak
mempunyai halangan dalam perkawinan secara katolik serta
mau untuk membereskannya secara katolik jika belum
diteguhkan secara katolik.
 Hal-hal yang perlu dilampirkan untuk permohonan baptis ini
antara lain: fotocopy akte perkawinan gereja, sipil, adat;
fotocopy Kartu Keluarga Katolik dan surat pengantar ketua
lingkungan.
E. Baptis lansia
 Diterimakan kepada seseorang yang sudah lanjut usia (60 thn
ke atas) dan masih dalam kondisi sehat sehingga masih dapat
mengikuti masa persiapan khusus untuk lansia.
 Hal-hal yang perlu dilampirkan untuk permohonan ini antara
lain: fotocopy akte perkawinan sipil/adat, fotocopy
KK Katolik dan surat pengantar ketua lingkungan.
F. Baptis darurat
 Diterimakan kepada bayi atau seseorang yang dalam kondisi
bahaya kematian.
 Baptisan hanya dapat diberikan jika:
a. Untuk bayi atau anak ada permintaan langsung dari pihak
orang tua kandungnya
b. Untuk dewasa/lansia harus memperhatikan beberapa hal ini:
orang tersebut di waktu sehat dan sadar pernah
mengungkapkan keinginannya untuk dibaptis secara katolik,
sedangkan jika tidak ada keinginan langsung dari yang
bersangkutan maka harus ada persetujuan dari pihak
seluruh keluarga bahwa baptisan itu memang diperlukan dan
setelahnya tidak menimbulkan batu sandungan.
c. Perihal untuk orang dewasa/lansia bukan berarti
mengharuskan untuk membaptiskannya pada saat darurat
tersebut tetapi sebenarnya juga mendukung dalam iman yang
bersangkutan. Dengan kata lain, baptis darurat janganlah
dijadikan sebagai kata akhir dan wajib, hal ini mengingat
pula kebijakan yang menjadi pertimbangan dari Pastor. Dan
jika baptis darurat diberikan dan setelahnya kondisi orang
tersebut menjadi lebih baik, maka pihak keluarga
bertanggung jawab untuk mengembangkan imannya. Setelah
pembaptisan darurat dilaksanakan pihak keluarga wajib
melaporkannya ke pihak sekretariat Paroki.
G. Baptis dari mereka yang sudah dibaptis di luar Gereja
Katolik
 Jika dianggap sah secara material dan formanya maka
tidak diperlukan pembaptisan kembali tetapi ”diterima
kembali” dalam Gereja Katolik. Namun jika sebaliknya,
maka akan diterimakan pembaptisan lagi atau juga
mengingat kebijakan yang diambil oleh para Pastor.
 Hal-hal yang perlu dilampirkan untuk permohonan baptis
ini antara lain: fotocopy surat baptis Kristen, fotocopy
KK Katolik (jika sudah terdata) dan surat pengantar ketua
lingkungan dan bagi yang sudah menikah mau
membereskan perkawinannya secara katolik.
3. BEBERAPA KEBIJAKAN PASTORAL SEPUTAR BAPTIS YANG PATUT
DIPERHATIKAN
 Wajib mendaftarkan diri pada Sekretariat Paroki dan
membereskan hal-hal administratif yang mendukungnya serta
mengikuti masa persiapan.
 Persiapan baptis bayi dilakukan dengan rekoleksi orang tua
calon baptis bayi yang diadakan seminggu sebelumnya.
Keduaorang tua wajib hadir. Selain itu orang tua sedapat
mungkin sudah menikah secara katolik dan sah.
 Persiapan baptis anak dan dewasa pada umumnya selama satu
tahun.
 Persiapan baptis lansia sebaiknya mengikuti persiapan baptis
dewasa, akan tetapi dalam hal khusus/mendesak bisa ada
kebijakan.
 Persiapan baptis untuk persiapan perkawinan sebaiknya
mengikuti persiapan baptis dewasa, akan tetapi dalam hal
khusus/mendesak bisa ada kebijakan.

4. PENERIMAAN SAKRAMEN BAPTIS


A. Baptis bayi: Diterimakan setiap bulan sekali secara bersama-
sama dalam upacara di Gereja pada waktu yang ditentukan
setiap bulannya. Tidak diperkenankan untuk melaksanakannya
secara pribadi atau kelompok tertentu saja di luar waktu yang
ditentukan, kecuali dalam kasus sakit dan bahaya kematian
(baptis darurat), atau atas ijin dan persetujuan dari Pastor
Kepala Paroki.
B. Baptis anak, dewasa dan lansia: Diterimakan biasanya setahun
dua kali yakni menjelang perayaan Paskah dan Natal, kecuali
kebijakan untuk kasus tertentu, seperti kasus sakit dan bahaya
kematian (baptis darurat) atau mereka yang sekaligus
mempersiapkan perkawinan.
C. Bagi anak-anak yang berusia 10 Tahun atau kelas 4 SD ke
atas hingga 14 Tahun atau kelas 2 SMP: Dalam
pelaksanaannya akan diterimakan sakramen baptis dan
sekaligus komuni pertama. Sedangkan bagi yang berusia 15
Tahun atau kelas 3 SMP ke atas seterusnya (dewasa dan lansia)
akan diterimakan sakramen inisiasi lengkap (baptis, krisma dan
komuni pertama).
PEDOMAN UMUM PENERIMAAN
SEBAGAI ANGGOTA GEREJA KATOLIK

PENGANTAR
Ketika seorang beriman kristiani yang dibaptis dalam Gereja atau
jemaat Gerejawi bukan katolik hendak masuk kedalam gereja
Katolik,pristiwa tersebut dari sudut Gereja Katolik disebut sebagai
penerimaan ke dalam Gereja Katolik. Pedoman ini menyediakan
petunjuk dan bahan proses penerimaan mereka itu ke dalam Gereja
Katolik ritus Latin.Pedoman ini disusun sedemikian rupa sehingga
kepada calon yang bersangkutan tidak "ditanggungkan lebih banyak
beban dari pada yang perlu " (kis 15,28). Bagian tata upacara
penerimaan dalam pedoman ini merupakan penyesuaian berdasarkan
"pedoman Penerimaan Sebagai Anggota Gereja Katolik" yang
diterjemahkan oleh PWI-Liturgi dari ordo admissions Valide Iam
Baptizatorum In-Plenam Communionem Ecclesia Catholicae yang
terdapat dalan Ordo Initiationis Christianae Adultorum.

1. PERIHAL CALON
A. Kualifikasi anggota Gereja atau Jemaat gerejawi bukan Katolik
yang bisa diterima: Agar seorang yang telah dibaptis dalam gereja
atau jemaat gerejawi bukan Katolik dapat diterima dalam Gereja
Katolik, Ia haruslah:
 Diselidiki terlebih dahulu perihal keabsahan baptisannya,jika
tidak sah,tetap dapat diterima dalam Gereja Katolik tetapi
sebagai calon yang bukan kristiani.
 Mau diterima dalam Gereja Katolik.
 Mengenal Pokok-pokok iman dan Tradisi Iman Katolik.
 Hidup menggereja dan hidup kemasyarakatannya baik.
 Perkawinannya beres. Bila belum beres, perkawinannya
dibereskan terlebih dahulu.
 Tidak terkena halangan hukum Gereja Katolik.
B. Kriteria keabsahan baptisan Gereja atau jemaat gerejawi bukan
Katolik
 Sakramen baptis memberikan meterai kekal. Oleh karena itu,
Sakramen Baptis tidak boleh diulangi.
 Maka orang yang ingin diterima dalam Gereja Katolik perlu
diselidiki dengan saksama terlebih dahulu apakah memang
baptisannya yang dulu dilaksanakan di dalam Gereja atau
jemaat gerejawi bukan Katolik sah atau tidak.
 Gereja Katolik menilai keabsahan baptisan Gereja atau jemaat
gerejawi bukan Katolik dengan meneliti materia sacramenti
(Ditenggelamkan atau dimasukkan ke dalam air atau pun
dengan dituangi air) dan forma sacramenti (rumus trinitaris "Aku
membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putra dan Roh
Kudus") yang digunakan dalam baptis mereka. Contoh forma
yang tidak sah: "aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan
Putra dan Roh Kudus yang adalah Yesus Kristus".
 Hal ini dapat diteliti dengan mewawancarai calon yang
bersangkutan ataupun melihat data dalam bukti baptisan dari
Gereja atau jemaat gerejawi bukan Katolik tersebut. Dan masih
harus dipastikan pula apakah petugas Gereja atau jemaat
Gerejawi bukan Katolik tersebut menepati peraturan
Gerejanya.
 Dari penelitian tsb dapat diperoleh tiga kemungkinan
kesimpulan terkait baptisannya: diakui sahnya, tidak diakui
sahnya dan diragukan sahnya.
 Jika baptis yang dilaksanakan adalah sah maka ia diterima ke
dalam Gereja Katolik.
 Jika baptisnya tidak sah, dia harus dibaptis lagi.
 Jika baptis yang telah diterima diragukan keabsahannya, ia
harus dibaptis bersyarat. Dalam hal ini, harus dijelaskan
kepadanya apa sebabnya ia harus menerima pembaptisan
bersyarat. Pembaptisan bersyarat itu diberikan secara privat dan
bukan publik.
C. Langkah Pastoral selanjutnya
 Jika baptisannya tidak sah, ia harus mengikuti proses
pembinaan sama seperti calon baptis baru.
 Jika baptisannya sah, romo paroki dan tim asisten katekese bisa
mempertimbangkan apakah yang bersangkutan bisa melalui
"crash program" atau reguler melalui sesi tanya
jawab/wawancara dengan yang bersangkutan.
 Setelah diterima dalam Gereja Katolik, penerimaan itu
hendaknya segera dicatat dalam Buku Baptis paroki tempat ia
diterima.
D. Calon dari Gereja Timur atau Gereja Katolik bukan Ritus Latin
 Kalau seorang dari Gereja Timur mau memperoleh persekutuan
penuh dengan Gereja Katolik, hanyalah perlu bahwa ia
mengakui iman Katolik.
 Tetapi jika seorang dari ritus lain dalam Gereja Katolik mau
pindah ke ritus latin Gereja Katolik harus diperhatikan
ketentuan ketentuan dalam KHK Kan. 111 dan 112.

2. MATERI PENERIMAAN SEBAGAI ANGGOTA GEREJA KATOLIK


Catatan Penting: Jika yang bersangkutan merupakan calon nikah maka
materi-materi ini diberikan dalam rangkaian persiapan Sakramen Perkawinan.

MATERI PERTAMA: TENTANG PENGAKUAN IMAN (SYAHADAT)


Pengantar
 Yesus tidak meninggalkan dokumen apapun mengenai syahadat
untuk jadi pegangan para rasul, tetapi Yesus tidak membiarkan
para rasul bingung, Ia mengutus Roh KudusNya yang mengajarkan
segala sesuatu kepada para rasul dan mengingatkan mereka semua
apa yang telah Yesus Katakan kepada mereka.
 Di abad ke 4, Kaisar Konstantinus mengizinkan orang Kristen
beribadat dengan bebas, sehingga muncul orang-orang Kristen
yang mempunyai pandangan-pandangan sendiri, yang berbeda,
bahkan ada yang bertentangan. Akibat dari itulah diperlukan satu
ajaran yang resmi untuk melawan ajaran-ajaran sesat tersebut.
Lahirlah Credo ini.
 Rumusan Syahadat dibagi dalam 4 bagian penting yaitu;
Pengakuan akan Allah Bapa, Pengakuan akan Allah Putera,
Pengakuan akan Allah Roh Kudus dan Pengakuan akan Gereja
Katolik.
1. Aku percaya akan Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta
langit dan Bumi
 Asal usul kata: Credo dari bahasa Latin (credere = Percaya).
Credo (Cor = hati dan Do = Aku memberikan). Credo tidak hanya
berarti percaya tapi juga memberikan atau menyerahkan hidup
kita pada “siapa/apa” yang kita percaya tersebut. Dalam hal ini
tentu saja Allah.
 Penggunaan kata “Aku”: Kenapa digunakan kata aku, karena
aku adalah kata ganti orang pertama tunggal. Tidak dipakai kata
saya karena saya berasal dari kata sahaya yang berarti hamba,
abdi, budak (menunjuk hubungan vertikal: tuan dan hamba).
Sedangkan syahadat iman itu tidak ditujukan kepada Tuhan
(hubungan vertikal) tetapi kepada manusia (hubungan
horisontal) dihadapan orang lain karena itu kata aku lebih tepat.
Setiap kali mengucapkan Syahadat iman/Credo, muncul
kesadaran bahwa aku dan bukan orang lain yang sedang
mengucapkan itu. Ini merupakan sebuah pengakuan iman yang
bersifat personal. Credo yang aku nyatakan menjadi ungkapan
imanku sendiri, menjadi “MILIK” ku kendati aku tetap menjadi
bagian dari umat Allah.
 Kata “Percaya”: mengakui dengan benar.
 Allah, Bapa yang Mahakuasa: Yang kita percayai dalam syahadat
iman adalah Allah Tritunggal: Allah Bapa, Allah Putra, Allah Roh
Kudus. Allah itu satu kodrat dan tetapi tiga pribadi. Percaya
akan Allah berarti menerima Allah sebagai dasar dan tujuan
hidup serta menyerahkan sepenuhnya kepada kehendakNya.
Yesus sendiri menyebut Allah itu Bapa. Yesus juga mengajarkan
kepada kita untuk berdoa kepada Bapa di surga. Hanya dalam
iman Yesus Kristus, kita “boleh” menyebut Allah itu Bapa. Allah
yang Mahakuasa berarti Allah sanggup melakukan segala
sesuatu. Kepada Bapa yang mahakuasa seperti ini, kita
menyerahkan diri kita.
 Pencipta langit dan bumi: Allah dengan “kehendakNya yang
bebas” menciptakan dunia ini. Allah menciptakan segala sesuatu
(kelihatan maupun yang tak kelihatan; di surga maupun di
bumi; juga manusia ciptaan yang paling sempurna). Sebagai
pencipta, Allah berkuasa atas segala ciptaanNya.
2. Dan akan Yesus Kristus, PuteraNya yang tunggal, Tuhan kita,
yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan
Maria, yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius
Pilatus, disalibkan, wafat dan dimakamkan, yang turun ke
tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang
mati, yang naik ke surga duduk di sebelah kanan Allah Bapa
yang Mahakuasa, dari situ ia akan datang mengadili orang yang
hidup dan yang mati.
 Yesus Kristus, Puteranya yang Tunggal, Tuhan kita: Nama Yesus
diberikan oleh Yusuf sesuai dengan pesan malaikat Gabriel.
Dalam Bahasa Ibrani YESUS berarti Allah yang membebaskan.
Dalam Yesus, Allah menyimpulkan seluruh karya
keselamatanNya bagi manusia. “KRISTUS” adalah kata Yunani
untuk ungkapan Ibrani “MESIAS” yang artinya “TERURAPI” gelar
Kristus berarti Ia yang diurapi. Ini menjadi Gelar Yesus.
Urapannya Yesus sebagai Mesias dimaklumkan pada saat
pembaptisanNya di sungai Yordan oleh Yohanes. Pekerjaan dan
perkataanNya menyatakan bahwa ia adalah “YANG KUDUS DARI
ALLAH”. Gelar “PUTERA ALLAH” menyatakan hubungan yang
unik dan kekal dari Yesus kristus dengan Allah BapaNya. Yesus
sendiri menyebut diriNya Tuhan. Kata Tuhan dari kata Adonai
(sebutan sopan untuk Allah). Gelar “TUHAN” bagi Yesus juga
mau menegaskan bahwa kekuasaan, kehormatan dan
kemuliaan, yang pantas diberikan kepada Allah juga harus
diberikan kepada Yesus. Gelar “TUHAN” menyatakan kekuasaan
penguasa.. Yesus Kristus adalah Immanuel yang berarti Tuhan
beserta kita.
 Yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria:.
Yesus dikandung dari Roh Kudus berarti Yesus berasal dari
Allah dan Yesus sungguh Allah. Roh Kudus diutus untuk
menguduskan rahim perawan Maria dan membuahiNya secara
ilahi. Bapa memberkati Maria lebih dari pribadi tercipta
manapun. Karena rahmat Allah Maria bebas dari setiap dosa
pribadi selama hidupnya.
 Yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus,
disalibkan, wafat dan dimakamkan: Bentuk-bentuk sengsara
Yesus: Ditinggal sendirian di kebun Zaitun waktu mengalami
sakrat maut, tubuhNya didera/dicambuk, kepalaNya dimahkotai
duri, memikul salibNya dari istana Pilatus sampai ke gunung
Golgota, kakiNya dan tanganNya dipaku, lambungNya ditikam
tombak dan walaupun Yesus tidak bersalah dijatuhi hukuman
mati. Benarkah Yesus sungguh mati di kayu salib? Yohanes
melihat sendiri dan memberi kesaksian bahwa Yesus benar mati
di kayu salib untuk menebus dosa kita sesuai dengan Kitab
Suci. Dalam rencana keselamatanNya, Allah menentukan bahwa
PuteraNya tidak cuma mati karena dosa manusia melainkan
juga harus merasakan kematian, pemisahan jiwaNya dari
badanNya.
 Yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari
antara orang mati: Yesus turun ke tempat penantian berarti
Yesus turun ke dunia orang-orang mati. Yesus menyampaikan
kabar kebahagiaan dan keselamatan bagi orang saleh yang telah
hidup dan mati sebelum Yesus. Tetapi Yesus tidak tinggal di
tempat penantian itu karena Yesus telah dibangkitkan oleh Allah
sebab tidak mungkin Yesus tetap berada dalam kuasa maut.
Lewat sentuhan dan makan bersama membuktikan bahwa Yesus
bukan hantu. Ia berdiri di depan para murid untuk meyakinkan
mereka bahwa tubuh yang baru bangkit seperti mereka lihat
adalah tubuh yang sama yang disiksa dan disalibkan. Namun
tubuh yang baru bangkit ini sekaligus memiliki sifat-sifat tubuh
yang sudah dimuliakan. Tidak terikat oleh ruang dan waktu. Ia
dapat ada atau menampakkan diri seturut kehendakNya.
 Yang naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang
Mahakuasa: Yesus naik kesurga karena Yesus telah
meyelesaikan tugasNya di dunia ini, Yesus hidup bersama
dengan Allah Bapa. Yesus naik kesurga setelah 40 hari dari
kebangkitanNya. Yesus duduk disebelah kanan Allah Bapa,
artinya Yesus mengambil bagian dalam Kekuasaan Allah Bapa.
Yesus menjadi penguasa dan Raja sebab Ia adalah Raja yang
datang dalam nama Tuhan.
 Dari situ Ia akan dating mengadili orang yang hidup dan mati:
Yesus akan datang mengadili orang hidup dan mati, maksudnya
ialah Yesus menjadi Hakim atas semua orang dari segala Zaman
dan tempat. Kuasa ini diberikan oleh Allah yang menentukan
Yesus menjadi hakim atas orang hidup dan mati.
3. Aku percaya akan Roh Kudus
 Roh Kudus adalah Roh kebenaran, penghibur yang akan selalu
hadir di tengah-tengah kita, mengajar kita segala sesuatu,
mengingatkan kita akan segala sesuatu yang telah dikatakan
Kristus kepada kita, memberi kekuatan bagi kita untuk bersaksi.
Roh Kudus memberikan kepada kita 7 karunia (Yes 11:2):
Kebijaksanaan, Pengertian, Pengetahuan, Nasihat, Kekuatan,
Kesalehan, Takut akan Allah. Ada berbagai lambang Roh Kudus,
seperti air (yang menghidupkan), api (daya transformasi
perbuatan Roh Kudus), awan dan sinar (Allah yang hidup dan
menyelamatkan), meterai (karakter yang tak terhapuskan dan
tidak dapat diulangi lagi), merpati (lambang Roh Kudus).
4. Aku percaya akan Gereja Katolik yang kudus, persekutuan para
kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan dan kehidupan
kekal.
 Gereja Katolik yang kudus: Kata Gereja dalam Bahasa Yunani
(eklesia), sedang dalam bahasa latin (ecclesia), Bahasa
Portugisnya (igreja) berarti kumpulan atau golongan. Jadi Gereja
adalah kumpulan orang-orang beriman kepada Yesus Kristus
yang dibaptis dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus dan
meneruskan karya keselamatan Allah dalam dunia. Umat Allah
yang sedang berziarah di rumah Bapa membutuhkan sebuah
bangunan/gedung untuk berkumpul dan beribadat bersama,
bangunan tersebut dinamakan gereja. Yang memimpin Gereja
adalah Kristus sendiri (secara tidak kelihatan, tetapi secara
duniawi (kelihatan) yaitu Paus dengan bantuan karunia
Roh Kudus. Paus bertindak sebagai wakil Kristus di dunia
sebagai pemimpin umat katolik sedunia. Petrus sebagai Paus
pertama kali. Jadi dasar Gereja adalah Petrus dan para rasul
lainnya.
 Persekutuan para kudus: Ungkapan “persekutuan para kudus”
mempunyai 2 arti: Pertama, persekutuan pada “hal-hal Kudus”
terutama Ekaristi. Kedua, ungkapan ini berarti juga persekutuan
antara “orang-orang Kudus” dalam Kristus yang telah menderita
demi banyak orang. Persekutuan para Kudus berarti semua
orang beriman kepada Kristus dipersatukan oleh Roh Kudus
menjadi umat Allah yang Kudus. Persatuan ini mencakup hidup
di dunia dan akhirat, orang yang masih hidup dan yang sudah
meninggal. Oleh karena itulah kita berdoa kepada Bapa di surga
dengan pengantara para Kudus (santo-santa) dan kita
mendoakan orang-orang yang sudah meninggal dunia.
 Pengampunan dosa: Berkat kebangkitan Yesus Kristus maka
tersedialah pengampunan bagi kita. Kita bisa mendapatkannya
lewat sakramen pembaptisan dan juga sakramen rekonsiliasi.
Gereja mempunyai kuasa mengampuni dosa berkat Kristus
sendiri: Terimalah Roh Kudus, barang siapa kau ampuni
dosanya, dosanya diampuni.
 Kebangkitan badan: Kebangkitan Badan berarti bahwa manusia
yang percaya kepada Yesus Kristus akan bangkit bersamaNya
dan hidup bersamaNya dalam kemuliaan Bapa. Percaya pada
kebangkitan badan berarti percaya bahwa keutuhan
keselamatan tidak hanya menyentuh jiwa saja, tetapi juga tubuh
ini (yang mortal). Suatu saat tubuh akan hidup kembali dan
bersatu utuh secara baru/mulia dengan jiwa dalam
kemanusiaan yang utuh.
 Kehidupan kekal: Kehidupan kekal mulai saat kita mati. Tapi
benihnya sudah kita mulai saat pembaptisan yaitu saat kita mati
dan bangkit bersama Kristus. Iman akan kehidupan kekal
adalah wujud kepastian akan masa depan kita. Dalam bahasa
Rasul Petrus kehidupan kekal adalah partisipasi kita dalam
kodrat Ilahi.
5. Amin
 Kata “AMIN” hendak menanggapi dan memperkuat kalimat
pembuka syahadat. Amin adalah suatu seruan tanda setuju
yang berarti “demikianlah hendaknya”. Kata amin pada akhir
syahadat iman atau doa-doa kita berarti kita setuju terhadap
apa yang telah kita ucapkan.

MATERI KEDUA: TENTANG SAKRAMEN-SAKRAMEN GEREJA,


SAKRAMENTALI DAN DEVOSI
I. Tentang Sakramen
Sakramen dalam Gereja Katolik adalah bagian dari tugas Gereja
menguduskan. Sakramen berarti tanda dan sarana keselamatan Allah
yang diberikan kepada Manusia. Kata sakramen berasal dari bahasa
Latin Sacramentum yaitu hal-hal yang berkaitan dengan yang kudus
atau yang ilahi. Sakramen dalam Gereja Katolik mengandung 2 (dua)
unsur hakiki yaitu: pertama, forma artinya kata-kata yang
menjelaskan peristiwa ilahi; dan kedua materia artinya barang atau
tindakan tertentu yang kelihatan
Sakramen-Sakramen dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
A. Sakramen inisiasi Kristen yaitu: Sakramen Pembaptisan,
Penguatan, dan Ekaristi Kudus.
B. Sakramen Penyembuhan: Sakramen Tobat dan Sakramen
Pengurapan Orang Sakit.
C. Sakramen-Sakramen pelayanan persekutuan dan perutusan
yaitu Sakramen Imamat dan Sakramen Perkawinan.
Berikut ini adalah penjelasan tentang Sakramen dalam Gereja Katolik:
1. Pembaptisan: Sakramen Baptis merupakan sakramen yang
pertama kali kita terima sebelum sakramen sakramen yang lain.
Pada saat penerimaan Sakramen Baptis kita diperciki air kemudian
diolesi minyak serta diberi kain putih dan lilin bernyala. Semua itu
merupakan lambang bahwa kita telah di bersihkan dari dosa asal
dan siap menjadi terang bagi sesama. Dengan menerima sakramen
baptis kita telah diangkat menjadi anak Allah dan digabungkan
dengan gereja yang menjadikan kita anggota Tubuh Kristus serta
siap diutus untuk berbuat baik kepada semua orang. Pembaptisan
hanya dapat di terima satu kali untuk selamanya namun
meninggalkan material rohani yang tidak dapat di hapuskan.
2. Penguatan, juga disebut Krisma: Allah Bapa memperkuat jiwa
kita lewat Sakramen penguatan atau sakramen Krisma. Hal ini
dapat dilihat Dalam Kisah Para Rasul 2:2-13 yang menceritakan
bahwa setelah Yesus Kristus naik ke Surga Roh Kudus dicurahkan
kepada para rasul. Karena karunia Roh kudus inilah para rasul
menjadi berani berbicara dan bersaksi di tengah banyak orang.
Turunnya roh kudus atas para rasul dirayakan pada hari Raya
Pentekosta. Bagi orang dewasa, sakramen penguatan sebetulnya
merupakan bagian dari sakramen permandian. Orang yang telah
dipermandikan ditandai dengan minyak (krisma), tanda kekuatan
Roh Kudus, sebelum diutus untuk memperjuangkan cita-cita
Kristus dalam Gereja dan masyarakat. Sakramen penguatan
menjadi tanda kedewasaan maka orang yang menerima Sakramen
Penguatan turut serta bertanggung jawab atas kehidupan umat
Allah.
3. Ekaristi: Perayaan Syukur atas Kasih Allah Bapa Lewat
Pengorbanan Tuhan Yesus Kristus dirayakan setiap kali kita
mengikuti Misa atau Sakramen Ekaristi. Pada saat Ekaristi kita
mengenang karya penyelamatan Yesus Kristus bagi manusia yang
terjadi melalui wafat dan kebangkitanNya. Berkumpul di sekitar
meja Altar untuk menyambut Kristus dalam sabda dan
perjamuanNya merupakan kehadiran Gereja yang paling nyata dan
penuh; ungkapan yang paling konkret dari persatuan umat dan
Tuhan serta persatuan para anggotanya.
4. Rekonsiliasi/Sakramen Tobat: Para pengikut Kristus perlu
bertobat dan membaharui diri secara terus-menerus di
hadapan Tuhan dan sesama. Tanda pertobatan di hadapan Tuhan
dan sesama itu. Seseorang yang melakukan sesuatu yang bertolak
belakang dengan kehendak Tuhan berarti dia memisahkan diri dari
Tuhan dan sesama.
5. Pengurapan Orang Sakit: jika seorang anggota umat sakit keras,
keprihatinan Tuhan diungkapkan dengan sakramen perminyakan
orang sakit. Kristus menguatkan si sakit dengan Roh KudusNya
yang ditandakan dengan minyak suci. Dengan demikian, si sakit
dibuat siap dan tabah untuk menerima apa saja dari tangan Allah
yang mencintai kita, baik dalam kesembuhan maupun dalam maut.
Dengan menderita seperti Kristus, si sakit menjadi lebih serupa
dengan Kristus.
6. Imamat: umat membutuhkan pelayan-pelayan yang bertugas
menunaikan berbagai tugas pelayanan di tengah umat demi
kepentingan umat dan perkembangan umat dalam hidup beriman
dan bermasyarakat. Pelayan-pelayan itu juga berfungsi untuk
mempersatukan umat, membimbing umat dengan berbagai cara
demi penghayatan iman pribadi dan bersama dan membantu
memperlancar komunikasi iman demi tercapainya persekutuan
umat.
7. Pernikahan: Dalam sakramen perkawinan terdapat tiga pihak yang
terlibat yakni mempelai pria, wanita dan Allah Bapa Sendiri. Ketika
mempelai pria dan wanita menerima sakramen ini maka Allah
hadir di tengah tengah mereka untuk menjadi saksi dan
memberkati melalui perantaraan Imam atau diakon yang berdiri
sebagai saksi dari pihak gereja. Oleh karena itu dalam geraja
katolik perkawinan bersifat kudus dan tidak dapat terceraikan.
Membangun keluarga merupakan kejadian yang sangat penting
dalam hidup seseorang. Tentu usaha sepenting ini tidak di luar
perhatian Kristus serta umatNya. Maka Kristus sendiri hadir dalam
cinta mereka antar suami-istri.
II. Sakramentali dan devosi
Selain ketujuh Sakramen dalam Gereja Katolik yang telah dijelaskan
diatas, Gereja Katolik memiliki sakramentali dan devosi-devosi sebagai
sarana pengudusan dalam Gereja.
1. Sakrmentali adalah tanda-tanda suci (berupa ibadat/upacara/
pemberkatan) yang mirip dengan sakramen-sakramen. Berkat
tanda-tanda suci ini memiliki berbagai buah rohani yang ditandai
dan diperoleh melalui doa-doa permohonan dengan perantaraan
Gereja. Aneka ragam sakramentali: Pertama, pemberkatan yakni
pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makanan, dsb.
Contoh: pemberkatan ibu hamil atau anak, alat-alat pertanian,
mesin pabrik, alat transportasi, rumah, patung, rosario, makanan,
dsb. Pemberkatan atas orang atau benda/barang tersebut adalah
pujian kepada Allah dan doa untuk memohon anugerah-
anugerahNya. Kedua, pemberkatan dalam arti tahbisan rendah
yakni pentahbisan/pemberkatan orang dan benda. Contoh:
pentahbisan Lektor, Akolit dan Katekis; pemberkatan benda atau
tempat untuk keperluan liturgi seperti pemberkatan Gereja/Kapel,
altar, minyak suci, lonceng dan lain-lain.
2. Devosi (Latin: devotion yag berarti penghormatan) adalah bentuk-
bentuk penghoratan/kebaktian khusus orang atau umat beriman
kepada rahasia kehidupan Yesus yang tertentu misalnya
kesengsaraanNya, hatiNya yang Mahakudus, Sakrameng
Mahakudus atau kepada orang-orang kudus misalnya Bunda Maria
dengan Novena 3 kali Salam Maria, berdoa Rosario, ziarah ke Gua
Maria. Segala macam bentuk devosi ini bersifat sukarela (tidak
mengikat/tidak wajib) dan harus bertujuan untuk semakin
menguatkan iman kita kepada Allah dalam diri Yesus Kristus.
Sakramen, sakramentali dan devosi merupakan rahmat terbesar yang
disediakan Allah Bapa melalui gereja-Nya.Oleh Karena itu sebagai
umat beriman sudah seharisnya kita menerima sakramen-sakramen
tersebut agar kita dapat memperoleh anugerah keselamatan dan
perlindungan dari Tuhan.

MATERI KETIGA: TENTANG LITURGI GEREJA KATOLIK


I. Pengertian Liturgi
Liturgi, berasal dari kata Yunani leiturgia (leiturgos, leiturgeo), kata ini
mendapat arti profan yaitu: karya pelayanan yang dilakukan oleh
rakyat untuk rakyat. Dalam Gereja, liturgi berarti kebaktian yang
umum, resmi dan utuh, yang dilaksanakan oleh Tubuh mistik Yesus
Kristus yakni oleh Kepala beserta anggota-anggotanya. Liturgi
merupakan salah satu dari 5 tugas pokok Gereja: Diakonia
(pelayanan), Koinonia (Persekutuan), Martyria (Kesaksian), Kyrugma
(Pewartaan), Liturgia (Peribadatan).
Dalam dokumen Konstitusi Liturgi Konsili Vatikan II dijelaskan bahwa
liturgi memiliki 2 makna penting yaitu:
1. Liturgi sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus.
Kristus sebagai imam mempunyai tugas meluhurkan Allah,
menguduskan manusia dan membangun Tubuh Mistik Kristus.
Tiap kali Gereja merayakan liturgi, terlaksana 3 tugas Kristus:
 Melanjutkan dan menerapkan penebusan, sehingga semakin
meresapi hati dan hidup umat.
 Melanjutkan dan menyatakan hormat bakti kepada Allah,
sehingga hidup manusia dengan segala liku-likunya menjadi
satu pujian bagi Allah.
 Melanjutkan pembangunan tubuh mistik Kristus,
memperkenalkan Kristus lewat penghayatan Injil, sehingga
makin banyak orang percaya kepada Kristus.
2. Liturgi sebagai tanda yang tepat guna. Dalam liturgi lewat tanda-
tanda lahir, diungkapkan dan dihasilkan pengudusan manusia,
dibangun Tubuh Kristus dan dilaksanakan kebaktian umum
seutuhnya oleh Tubuh Mistik Kristus, yakni oleh kepala dan
anggota-anggotanya. Hal ini berarti:
 Liturgi berdaya menyelamatkan. Liturgi sebagai pelaksanaan
tugas imamat Yesus Kristus merupakan tanda yang berdaya
menyelamatkan.
 Liturgi bersifat mengajar.Liturgi bukan saja mengandalkan iman,
melainkan juga memupuk, meneguhkan dan menyatakan iman.
 Liturgi merangkum sakramen-sakramen. Melalui sakramen-
sakramen, karya penyelamatan Kristus diterapkan kepada
manusia dengan menggunakan tanda-tanda lahir.
II. Fungsi Liturgi
Gereja dalam Konsili Vatikan II menjelaskan liturgi berdasarkan Kitab
Suci: “Supaya semua orang diselamatkan” (I Tim 2: 4), liturgi adalah
perayaan keselamatan oleh Gereja.
1. Segi vertikal: Penyelamatan manusia (Gereja) oleh Allah melalui
SabdaNya dan segala tindakan Allah, serta karya bakti manusia
(Gereja) bagi Allah lewat iman dan ibadat, di sini manusia
menjawabi panggilan dan undangan Allah.
2. Segi horizontal: menyangkut perayaan relasi antara manusia dan
sesamanya serta dengan segala unsur alam ini. Dalam liturgi
manusia merayakan tanggungjawabnya terhadap sesama dan
dunianya. Ia merayakan eksistensinya sebagai ”manusia bagi orang
lain”.
Tiga hal penting yang harus digarisbawahi adalah:
1. Gereja
 Kepala dan anggota-anggotanya.
 Umat beriman umumnya, secara konkret dalam badan gereja:
keuskupan, paroki, atau persekutuan kristen berupa apapun
(Mat 18:20).
 Partisipasi dan peranserta : secara lahir dan secara batin.
 Pelayan dan Umat.
2. Perayaan
 Pengalaman manusiawi
 Peringatan akan peristiwa penyelamatan
 Ungkapan perasaan mendalam dalam persaudaraan
 Tata upacara
3. Keselamatan
 Keselamatan abadi, sebagai antisipasi.
 Keselamatan sekarang ini, sebagai perwujudan kerajaan Allah.
III. Tahun Liturgi
Tahun liturgi merupakan perayaan karya penyelematan umat Allah
dalam Kristus sepanjang periode waktu satu tahun. Selama kurun
waktu setahun Gereja memaparkan seluruh misteri Kristus, dari
penjelmaan serta kelahiranNya hingga kenaikanNya ke surga, sampai
hari Pentakosta dan sampai kedatangan Tuhan yang bahagia dan
penuh harapan. Struktur tahun liturgi adalah sebagai berikut:
1. Lingkaran Natal
 Masa Adven: mulai Minggu I Adven sampai dengan tgl. 24
Desember. Warna Liturgi: Ungu.
 Hari Raya Natal: 25 Desember. Warna Liturgi: Putih
 Masa Natal: dimulai 26 Desember sampai dengan HR
Pembaptisan Tuhan. Warna Liturgi: Putih. Susunannya: Oktaf
Natal (26 Desember s/d 01 Januari), Minggu I (HR Keluarga
Kudus), Minggu II (HR Epifani) dan Minggu III (HR Pembaptisan
Tuhan)
2. Lingkaran Paskah
a. Masa Prapaskah (Ungu): dimulai dari Hari Rabu Abu sampai
dengan hari Sabtu Vigili. Masa tobat, pantang dan puasa.
b. Pekan Suci: dimulai dari HR Minggu Palma (Perayaan Tuhan
Yesus memasuki Yerusalem, dirayakan 1 minggu sebelum
Paskah) sampai dengan hari Sabtu Vigili. Dalam pekan Suci
terdapat hari raya - hari raya penting yang merupakan perayaan
inti iman Kristen. Yaitu dalam Tri Hari Suci.
c. Tri Hari Suci:
 Hari Kamis Putih (Putih): Penetapan Perjamuan
Suci/Peringatan Perjamuan Malam Terakhir. Hal-hal yang khas
dalam liturgi Kamis Putih : pembasuhan kaki dan tuguran.
 Hari Raya Jumat Agung (Merah): Peringatan Sengsara dan
Wafat Tuhan Yesus Kristus. Hal-hal yang khas dalam liturgi
Jumat Agung: tidak ada Ekaristi, tidak ada nyanyian kecuali
Mazmur dan Bait Pengantar Injil, pembacaan Kisah Sengsara
menurut Injil Yohanes, penghormatan salib, doa umat meriah
dan berkat meriah.
 Hari Sabtu Vigili dan Hari Minggu Paskah (Putih): Pesta
Kebangkitan Tuhan. Hal-hal yang khas dalam liturgi Sabtu
Vigili: upacara cahaya (pemberkatan api dan lilin paskah serta
perarakan lilin paskah, pujian paskah), bacaan meriah
sebanyak 9 bacaan (bisa dikurangi menjadi 4 bacaan),
pemberkatan air dan pembaharuan janji baptis (sangat tepat
diadakan upacara sakramen baptis) dan berkat meriah Paskah.
 Masa Paskah (Putih): berlangsung selama 50 hari, dimulai dari
Hari Minggu Paskah sampai dengan HR Pentakosta. Dalam
Masa Paskah terdapat hari raya-hari raya penting yaitu: Oktaf
Paskah (dimulai dari HR Minggu Paskah sampai dengan
Minggu Paskah I yang dirayakan sebagai Hari Kerahiman Ilahi),
HR Kenaikan Tuhan (jatuh pada hari Kamis, 40 hari sesudah
Minggu Paskah) dan HR Pentakosta (50 hari sesudah Paskah,
diperingatan sebagai turunnya Roh Kudus dan hari lahir
Gereja).
3. Lingkaran biasa
a. Terdiri atas 33 atau 24 hari minggu yang dibagi menjadi 2
bagian: pertama, dimulai dari sesudah HR Pembaptisan Tuhan
sampai dengan Hari Selasa sebelum Hari Rabu Abu. Kedua,
dimulai dari sesudah HR Pentakosta sampai dengan HR Kristus
Raja Semesta Alam (1 minggu sebelum Adven).
b. Dalam masa ini, misteri Kristus dirayakan secara global atau
menyeluruh. Dalam masa biasa ini ada juga hari-hari raya yang
penting, yang sangat erat berhubungan dengan iman kita,
diantaranya:
 HR Tritunggal Mahakudus: dirayakan 1 minggu setelah
Pentakosta.
 HR Tubuh dan Darah Kristus: dirayakan 2 minggu setelah
Pentakosta.
 HR Hati Yesus Yang Mahakudus: dirayakan pada hari Jumat
setelah HR Tubuh dan Darah Kristus.
 HR Tuhan dipersembahkan di Kenisah: 40 hari setelah Natal.
 HR Santo Yoseph: 19 Maret.
 HR Santa Perawan Maria Menerima Kabar Sukacita: 25 Maret.
 HR St. Petrus dan Paulus: 29 Juni.
 HR Tuhan Yesus menampakkan KemuliaanNya: 6 Agustus.
 HR Santa Perawan Maria Diangkat ke surga: 15 Agustus.
 HR Malaikat Agung Gabriel, Rafael dan Mikhael: 29
September.
 HR Semua Orang Kudus: 1 Nopember.
 Peringatan Arwah Para Beriman: 2 Nopember.
 HR Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda: 8 Desember
4. Lingkaran Khusus
Di samping itu, ada juga hari-hari khusus yang telah menjadi
kebiasaan umat beriman, merayakan hari-hari tersebut dalam rangka
devosi:
a. Hari Jumat pertama dalam bulan: Penghormatan kepada Hati
Yesus Yang Mahakudus dan Sakramen Mahakudus (adorasi).
Peringatan besar hari raya ini adalah hari Jumat setelah HR
Tubuh dan Darah Kristus.
b. Hari Sabtu pertama dalam bulan: Peringatan Hati Maria yang
Tersuci, Hari Doa bagi Para Imam.
c. Bulan Mei: Bulan Maria.
d. Bulan September : Bulan Kitab Suci Nasional
e. Bulan Oktober: Bulan Rosario
f. Bulan Nopember: Peringatan dan Doa bagi arwah orang-orang
beriman.

MATERI KEEMPAT: TENTANG TRADISI GEREJA KATOLIK


(https://www.youtube.com/watch?v=Zx3lbJ_Mcgw)
Pengantar
Masyarakat Indonesia memiliki kekayaan tradisi yang luar biasa.
Hampir di setiap daerah di Nusantara, kita dapat menyaksikan
berbagai macam tradisi yang secara turun-temurun masih tetap
terpelihara dan tetap dilakukan. Tradisi-tradisi itu tetap hidup
sekalipun modernisasi sudah pula melanda masyarakat yang
bersangkutan. Walaupun demikian, ada sebagian tradisi dalam
masyarakat yang sudah punah, atau berubah wujudnya. Gereja pun
memiliki tradisi yang sangat kaya. Tradisi yang dimaksud bukan
sekedar upacara, ajaran atau kebiasaan kuno. Tradisi yang hidup
dalam Gereja lebih merupakan ungkapan pengalaman iman Gereja
akan Yesus Kristus, yang diterima, diwartakan, dirayakan, dan
diwariskan kepada angkatan-angkatan selanjutnya. Konsili Vatikan II
memandang penting peran Tradisi ”Demikianlah Gereja dalam ajaran,
hidup, serta ibadatnya melestarikan serta meneruskan kepada semua
keturunan, dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya”. Tradisi ”berkat
bantuan Roh Kudus” berkembang dalam Gereja, ”sebab
berkembanglah pengertian tentang kenyataan-kenyataan maupun
kata-kata yang ditanamkan,” dan ”Gereja tiada hentinya berkembang
menuju kepenuhan kebenaran Ilahi” (D8). Dalam arti ini tradisi
mempunyai orientasi ke masa depan.
II. Para Rasul dan Pengganti Mereka sebagai Pewarta Injil
Oleh karena itu pewartaan para Rasul, yang secara istimewa
diungkapkan dalam kitab-kitab yang diilhami, harus dilestarikan
sampai kepenuhan zaman melalui penggantian-penggantian yang
tiada putusnya. Maka para Rasul, seraya meneruskan apa yang telah
mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka
berpegang teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka
terima entah secara lisan entah secara tertulis dan supaya mereka
berjuang untuk membela iman yang sekali untuk selamanya
diteruskan kepada mereka. Adapun apa yang telah diteruskan oleh
para Rasul mencakup segala sesuatu, yang membantu Umat Allah
untuk menjalani hidup yang suci dan untuk berkembang dalam
imannya. Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup, serta ibadatnya
melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya
seluruhnya, imannya seutuhnya. Tradisi yang berasal dari para rasul
itu berkat bantuan Roh Kudus berkembang dalam Gereja: sebab
berkembanglah pengertian tentang kenyataan-kenyataan maupun
kata-kata yang diturunkan, baik karena kaum beriman, yang
menyimpannya dalam hati, merenungkan serta mempelajarinya,
maupun karena mereka menyelami secara mendalam pengalaman-
pengalaman rohani mereka, maupun juga berkat pewartaan mereka,
yang sebagai pengganti dalam martabat Uskup menerima kurnia
kebenaran yang pasti. Sebab dalam perkembangan sejarah Gereja
tiada hentinya menuju kepenuhan kebenaran ilahi, sampai
terpenuhilah padanya sabda Allah. Ungkapan-ungkapan para Bapa
Suci memberi kesaksian akan kehadiran Tradisi itu pun Gereja
mengenal kanon Kitab-kitab Suci selengkapnya, dan dalam Tradisi itu
Kitab suci sendiri dimengerti secara lebih mendalam dan tiada
hentinya dihadirkan secara aktif. Demikianlah Allah, yang dulu telah
bersabda, tiada hentinya berwawancara dengan Mempelai PuteraNya
yang terkasih. Dan Roh Kudus, yang menyebabkan suara Injil yang
hidup bergema dalam Gereja, dan melalui gereja dalam dunia,
mengantarkan Umat beriman menuju segala kebenaran, dan
menyebabkan sabda Kristus menetap dalam diri mereka secara
melimpah.
Hubungan antara Tradisi dan Kitab Suci
Jadi Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan erat sekali dan
berpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan
dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah
tujuan yang sama. Sebab Kitab suci itu pembicaraan Allah sejauh itu
termaktub dengan ilham Roh ilahi. Sedangkan oleh Tradisi Suci sabda
Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada
para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka,
supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan
mereka memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya dengan setia.
Dengan demikian Gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu
yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka dari itu
keduanya (baik Tradisi maupun Kitab Suci) harus diterima dan
dihormati dengan cita-rasa kesalehan dan hormat yang sama.
Macam-macam Tradisi Gereja Katolik
Secara umum, tradisi Gereja Katolik berupa Ibadat Jalan Salib,
Novena, Penghormatan kepada Maria, Tanda Salib, Ziarah dan lain-
lain.

MATERI KELIMA: TENTANG MORALITA GEREJA KATOLIK


Moral, dari kata Latin, moralis, artinya: cara bertindak. Bagi manusia,
moral berhubungan dengan penggunaan kehendak bebas untuk
melakukan suatu tindakannya. Gereja Katolik mengajarkan bahwa
iman tidak terpisah dari tindakan atau perbuatan agar dapat
menyelamatkan. Karena itu moralitas tidak terpisahkan dalam
kehidupan kita sebagai umat beriman. Moralitas ada salah satu pilar
dalam pengajaran iman: 1) Pengetahuan akan apa yang kita imani
(Credo/ Syahadat); 2) Bagaimana kita merayakan iman kita (Liturgi
dan Sakramen); 3) Bagaimana melaksanakan iman kita (Moralitas); 4)
Bagaimana menghidupi iman kita (Doa).
Ajaran-ajaran Gereja Katolik tentang moralitas bertumpu pada
prinsip-prinsip ini:
1. Manusia diciptakan oleh Allah menurut citra Allah dan dipanggil
untuk melakukan perbuatan baik dan kelak hidup berbahagia
selamanya di dalam Kerajaan Surga.
2. Karena berdosa, manusia sering gagal dalam perjuangan menuju
kepada tujuan akhir ini.
3. Dalam kasihNya, Allah mengutus Kristus untuk menebus dosa
kita. Dan bersama Allah Bapa, Kristus mengutus Roh Kudus untuk
memampukan kita sampai kepada tujuan akhir itu.
4. Diperlukan kehendak bebas manusia untuk dapat bekerjasama
dengan rahmat Allah ini, sehingga manusia dapat sampai pada
tujuan akhir yang membahagiakan ini.
Katekismus merangkum prinsip-prinsip dasar ini di paragraf
pertamanya: “Allah dalam Dirinya sendiri sempurna dan bahagia
tanpa batas. Berdasarkan keputusanNya yang dibuat karena
kebaikan semata-mata, Ia telah menciptakan manusia
dengan kehendak bebas, supaya manusia itu dapat mengambil bagian
dalam kehidupanNya yang bahagia. Karena itu, pada setiap saat dan
di mana-mana Ia dekat dengan manusia. Ia memanggil manusia dan
menolongnya untuk mencariNya, untuk mengenalNya, dan untuk
mencintaiNya dengan segala kekuatannya. Ia memanggil semua
manusia yang sudah tercerai-berai satu dari yang lain oleh dosa ke
dalam kesatuan keluargaNya, Gereja. Ia melakukan seluruh usaha itu
dengan perantaraan PuteraNya, yang telah Ia utus sebagai
Penebus dan Juru Selamat, ketika genap waktunya. Dalam Dia dan
oleh Dia Allah memanggil manusia supaya menjadi anak-anakNya
dalam Roh Kudus, dan dengan demikian mewarisi kehidupanNya
yang bahagia.”
5. Agar panggilan Tuhan dapat didengar oleh seluruh dunia, Kristus
mengutus para rasul untuk mewartakan Injil dan mengajarkan
segala perintahNya. Karena panggilan ini berlangsung sepanjang
abad, maka kita perlu mendengarkan para penerus Rasul, yaitu
para Paus dan Uskup yang sebagai pemimpin Gereja diberi tugas
untuk mengajarkan Injil dan perintah-perintah Tuhan itu dalam
kepenuhannya. Perintah-perintah Tuhan dinyatakan untuk
mengatur moral manusia, agar manusia dapat sampai kepada
tujuan akhir yaitu Surga.
6. Perintah-perintah Tuhan diketahui oleh manusia melalui akal
budinya oleh suara hati/ hati nuraninya.
Maka, untuk bahagia, jalannya adalah melakukan perbuatan baik,
yang dimulai dari meninggalkan dosa untuk selanjutnya mengikuti
teladan Kristus. Katekismus mengajarkan: “Warga Kristen ‘telah mati
bagi dosa, tetapi hidup bagi Allah dalam Yesus Kristus’ (Rm 6:11)
karena mereka telah digabungkan di dalam Kristus melalui
Pembaptisan…., mengambil bagian dalam kehidupan dari Dia yang
telah bangkit. Dalam mengikuti Kristus dan bersatu dengan Dia,
warga Kristen mampu meneladani Allah ‘sebagai anak-anak-Nya yang
kekasih’ (Ef 5:1) dan mengikutiNya pada jalan cinta kasih. Mereka
berusaha supaya dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan, ‘menaruh
pikiran dan perasaan’ yang ‘terdapat juga dalam Yesus Kristus’ (Flp
2:5) dan berpedoman pada teladanNya.”

MATERI KEENAM: TENTANG MARIA


Pengantar
Berbicara mengenai Maria berarti berbicara mengenai Gereja.
Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat karena sama-sama
memiliki panggilan yang mendasar, yaitu panggilan keibuan. Maria
adalah tipos Gereja (citra Gereja) terutama dalam hal kasih, iman dan
persatuannya dengan Yesus Kristus. Dalam ketaatan dan imannya,
Maria menerima tawaran Allah untuk melahirkan Kristus yang adalah
kepada Gereja. Dalam konteks yang sama, Gereja pun secara terus-
menerus akan melahirkan anggota-anggota Kristus melalui pewartaan
dan permandian.
Konstitusi Lumen Gentium bab VIII berbicara secara khusus tentang
Maria, di mana Maria ditempatkan secara prinsipil sebagai anggota
gereja, namun memiliki peranan dalam karya penyelamatan. Karena
itu, orang kristiani diajak untuk mengakui keunggulan bunda Maria
dan didorong untuk mencintai serta meneladani keutamaan-
keutamaannya. Maria memiliki peranan besar dalam sejarah
keselamatan umat manusia. Peran fundamental Maria dalam
inkarnasi adalah sebagai bunda Allah. Allah, di dalam inkarnasi,
bekerja sama dengan Maria dan Maria tetap melibatkan dirinya secara
total dalam karya penyelamatan selanjutnya, yaitu dengan melahirkan
kembali umat manusia agar umat manusia semakin serupa dengan
Kristus.
Maria disebut ”Bunda Allah” dan ”Perawan”. Kedua sebutan ini saling
berhubungan satu sama lain, yaitu mengacu kepada keluhuran Yesus
sebagai Putra Allah dan kesucian Maria, di mana Maria bebas dari
segala dosa dan karena itu ia juga bebas dari kehancuran maut.
Dogma Maria sebagai ”Bunda Allah” sudah dinyatakan sejak Konsili
Efesus (431), dan dogma tentang ”keperawanan” Maria sudah
dinyatakan sejak abad ke-3 yang kemudian mulai digunakan dalam
syahadat dan secara khusus ditegaskan oleh Konsili Konstantinopel II
(553). Maria adalah ”Bunda Allah” karena peranannya yang sangat
fundamental. Peran fundamental Maria dalam inkarnasi adalah
sebagai bunda Allah, di dalam inkarnasi, bekerja sama dengan Maria
dan Maria tetap melibatkan dirinya secara total dalam karya
penyelamatan selanjutnya, yaitu dengan melahirkan kembali umat
manusia agar umat manusia semakin serupa dengan Kristus. Peran
Maria dalam inkarnasi merupakan dasar atau landasan bagi perannya
dalam kehidupan gereja. Karena itu, peran Maria dalam kehidupan
gereja saat ini adalah sebagai ibu dan sebagai teladan bagi umat,
sehingga umat beriman semakin bersatu dan serupa dengan Kristus.
Karena itu, gereja juga sepatutnya memaknai perannya dalam
kehidupan iman, yaitu sebagai ibu dan sebagai teladan bagi umat.
Peran gereja sebagai ”ibu” dan sebagai ”teladan”, antara lain:
a. Berkarya demi kesejahteraan bersama. Peran ini berlandaskan
pada prinsip solidaritas. Gereja menjadi ”ibu” yang berjuang demi
kebahagiaan umatnya, dan berperan aktif sebagai penginisiatif
dalam segala bentuk kehidupan iman umat.
b. Menjadi penolong bagi seluruh umat. Peran ini berlandaskan pada
prinsip subsidiaritas. Menurut maknanya, setiap usaha manusia
bersifat subsidier, artinya usaha-usaha itu harus senantiasa
ditolong, dan bukan dimusnahkan. Gereja berperan membantu
umatnya dalam mencapai segala usahanya. Gereja membantu
dunia, dan sebaliknya menerima banyak dari dunia. Gereja
menjadi sacramentum mundi atau sakramen bagi dunia (Gaudium
et Spes 45).
c. Memiliki opsi keterlibatan dan keberpihakan kepada kaum lemah.
Prinsip ini mengacu kepada fokus utama keprihatinan Gereja dan
keterlibatan sosial Gereja pada permasalahan sosial umat manusia,
dengan sikap yang tegas memihak kaum miskin dan kaum lemah.
Ketiga peran gereja yang dimaknai dengan mengacu pada peran
Bunda Maria dalam karya keselamatan ini adalah tuntutan mutlak
bagi gereja zaman ini, yaitu untuk mengaplikasikan peran Maria
sebagai ”ibu” dan sebagai ”teladan” dalam dan demi kehidupan iman
umat.
Selain itu, Bunda Maria juga disebut ”Perawan”. Keperawanan ini
tidak langsung berhubungan dengan panggilannya sebagai Bunda
Allah, tetapi dengan imannya, di mana karena iman dan ketaatannya
Maria menerima warta malaikat, menyerahkan diri sepenuhnya
kepada penyelenggaraan ilahi, dan melahirkan Putra Allah. Iman
Maria akan karya Allah membuat Maria menjadi suci secara total.
Keperawanan Maria menyatakan bahwa Yesus bukanlah manusia
biasa. Maria menjadi teladan iman, dasar pengharapan, dan sumber
cinta bagi gereja. Karena itu, sebagai sacramentum mundi, Gereja juga
harus memaknai peran Maria tersebut di dalam membangun dunia.
Peran gereja pun harus menjadi teladan iman, dasar pengharapan,
dan sumber cinta bagi dunia. Peran gereja itu, antara lain :
a. Menjawabi dan melaksanakan panggilannya sebagai ”ibu” dan
sebagai ”teladan” dalam ketaatan dan penyerahan diri secara total
kepada Allah, dan bukan demi kepentingan gereja itu sendiri
sebagai sebuah istituasi duniawi.
b. Menjadi tumpuan harapan bagi seluruh umat manusia yang
menjadi sarana dan tanda penyucian dunia
c. Mengupayakan kedamaian bagi dunia dengan mewartakan cinta
kasih, sehingga gereja pun hadir sebagai sarana penyelamatan
yang melahirkan manusia baru menjadi anak-anak Allah.
Gelar-Gelar Maria
Kenapa Maria diberikan gelar-gelar tertentu? Tentu saja karena
peranan Bunda Maria sendiri dalam Gereja. Pertama, Maria dipilih
Tuhan secara istimewa untuk menjadi Bunda Tuhan Yesus Kristus
juru selamat manusia. Pemilihan yang istimewa ini sangat dirasakan
akibatnya yang membahagiakan oleh Gereja sepanjang masa. Kedua,
seperti yang dijelaskan oleh Lumen Gentium No.62, keibuan Maria
dalam tata rahmat berlangsung terus tanpa putus, mulai dari
persetujuan yang diberikannya dengan setia pada saat menerima
kabar gembira dari malaikat Gabriel dan yang dipertahankannya
tanpa ragu sampai di kaki salib sampai kepada kesempurnaan abadi
semua orang beriman. Karena setelah diangkat ke surga, Maria tidak
meninggalkan tugas ini, melainkan melanjutkannya melalui
peraantaraan limpah dengan memberikan kita anugerah keselamatan
abadi. Hal itu menunjukkan bahwa peran Maria dalam tata
penyelamatan tetap aktual sepanjang sejarah Gereja tanpa terhenti
oleh hilangnya Maria secara fisik dari panggung sejarah dunia. Karena
itu Maria sungguh melebihi segala makluk di surga maupun di bumi,
dan keunggulan ini sekaligus menjadi alasan bagi umat beriman
untuk memuji, mencinta khusus, mengagumi dan menghormati Maria
sambil meneladani dan memohon bantuan pengantaraan doanya pada
Allah.
Katekismus Gereja Katolik artikel 969 dan Konstitusi Dogmatis
tentang Gereja (Lumen Gentium) mengajarkan ada 4 gelar utama
Maria dalam kedudukannya sebagai pengacara (advocata), pembantu
(ajutrix), penolong (auxiliatrix), dan perantara (mediatrix). Secara garis
besar, gelar-gelar Maria dikelompokkan dalam 2 bagian penting:
1. Gelar Maria yang bersifat doktrinal adalah gelar-gelar Maria yang
secara dogmatis penting bagi Gereja. Gelar-gelar tersebut adalah:
 Maria Bunda Allah: Maria Bunda Allah dalam bahasa Yunani
disebut Theotokos adalah gelar Maria yang sangat penting bagi
Gereja. Gelar ini didasarkan pada panggilan Elizabeth kepada
Maria dalam Injil Lukas 1:43. Gelar ini resmi disandangkan pada
tahun pada Konsili Efesus tahun 431. Pada tahun-tahun
tersebut berkembang ajaran oleh Nestorius dari Konstantinopel
yang memandang bahwa Maria hanya membawa tubuh Yesus
sebagai manusia, dan bukan sekaligus keilahianNya. Gelar
Maria Bunda Allah membawa implikasi teologis bahwa Yesus
adalah sungguh-sungguh manusia dan sungguh-sungguh Allah
sejak pertama Ia dikandung oleh Maria dan dengan demikian
gelar itu sekaligus mematahkan ajaran Nestorius dan
menyatakan bahwa Nestorianisme adalah sesat. Maria Bunda
Allah dirayakan Gereja Katolik dalam pesta setiap setiap tanggal
1 Januari.
 Maria, Perawan: Walaupun sangat biasa kita dengar, gelar ini
juga memiliki dasar dogmatis yang berasal dari Gereja awal,
bahwa Maria tetap perawan sebelum, saat dan sesudah
melahirkan Yesus. Hal ini juga berasal dari kutipan ucapan
Maria seperti tercatat dalam Injil Lukas 1:34. Ajaran ini berasal
dari ajaran Ignatius dari Antiokia, Ambrosius dari Milan dan
Agustinus dari Hippo dan akhirnya menjadi ajaran resmi Gereja
sejak Sinode Lateran tahun 649.
 Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa (Immaculata): Gelar ini
diberikan bahwa karena kesuciannya untuk mengandung
Tuhan, Maria dikecualikan dari dosa asal sejak Maria berada
dalam kandungan ibunya. Gereja percaya dan mengajarkan
bahwa sejak dikandung karena perkawinan orang tuanya, yaitu
St Joachim dan St Anna, Maria diberikan rahmat ilahi oleh
Allah, dikecualikan dari dosa dan mengalami kepenuhan rahmat
untuk hidup tanpa dosa. Ini tampak jelas dari salam sukacita
dari malaikat Gabriel kepada Maria yang menyebutnya ”penuh
rahmat”. Kepercayaan bahwa Maria Dikandung Tanpa Dosa
menjadi ajaran resmi Gereja tahun 1854, tetapi sebetulnya
kepercayaan bahwa Maria sendiri bebas dari dosa sudah ada
sejak lama, bahkan pesta perayaannya pada setiap tanggal 8
Desember sudah dirayakan sejak 1476, sebelum menjadi ajaran
resmi Gereja.
 Maria Diangkat ke Surga (Assumpta): Gelar ini mengikuti gelar
Yang Dikandung Tanpa Dosa dan kepercayaan turun temurun
bahwa Maria sungguh-sungguh dikecualikan dari manusia biasa
oleh Allah. Kepadanya telah diberikan kepenuhan rahmat hidup
tanpa dosa dan pada akhirnya saat paripurna hidupnya ia diberi
rahmat terakhir yaitu jiwa dan raganya diangkat ke surga. Gelar
dogmatis ini tergolong baru, menjadi ajaran resmi Gereja pada
tahun 1950 dari Paus Pius XII dalam konstitusi apostoliknya.
Walaupun demikian, kepercayaan bahwa Maria diangkat ke
surga dengan tubuh dan jiwanya sudah ada dalam tulisan-
tulisan sejak abad ke-5.
2. Gelar Maria yang bersifat devosi adalah gelar-gelar yang bersifat
puitis atau alegori. Gelar-gelar tersebut adalah:
 “Benteng Daud” adalah benteng yang berdiri menyolok dan
kokoh di puncak tertinggi pegunungan yang mengelilingi
Yerusalem. Benteng yang demikian merupakan sarana
pertahanan kota. Dengan benteng itu, peringatan akan dapat
segera disampaikan apabila musuh datang menyerang. Maria
diperbandingkan dengan Benteng Daud karena kesuciannya,
karena ia dikenal sebagai yang penuh rahmat dan karena ia
dikandung tanpa dosa. Dengan doa-doa dan teladannya, Maria
merupakan bagian dari “sarana pertahanan” Tuhan dengan
mana Kerajaan Allah akan berdiri tegak tak terkalahkan dan
dosa akan senantiasa dikalahkan.
 “Benteng Gading”. Gelar ini juga digunakan dalam Kidung Agung
yang menggambarkan pengantin terkasih. (Ungkapan serupa,
“Istana Gading” digunakan dalam Mazmur 45:9, untuk alasan
yang sama). Kedua ilustrasi tersebut menubuatkan hubungan
perkawinan antara Kristus dan pengantinNya, Gereja, seperti
disampaikan dalan Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus.
Di sini patut kita ingat, seperti diajarkan dalam Vatikan II,
bahwa Maria adalah “serupa Gereja”: Ia mengandung dari kuasa
Roh Kudus dan melalui dia, Juruselamat kita masuk ke dalam
dunia ini. Gereja, “oleh menerima Sabda Allah dengan setia pula
– menjadi ibu juga. Dan sambil mencontoh Bunda Tuhannya,
Gereja dengan kekuatan Roh Kudus secara perawan
mempertahankan imannya, keteguhan harapannya, dan
ketulusan cinta kasihnya”.
 Gelar “Tabut Perjanjian” mengangkat peran keibuan Maria. Perlu
diingat bahwa dalam Perjanjian Lama, Tabut Perjanjian adalah
rumah bagi Sepuluh Perintah Allah, Hukum Tuhan. Sementara
bangsa Israel dalam pengembaraan menuju tanah terjanji, suatu
tiang awan, yang melambangkan kehadiran Allah, akan turun
atas atau “menaungi” kemah di mana Tabut disimpan. Yesus
datang untuk menggenapi perjanjian dan hukum. Dalam kisah
Kabar Sukacita, perkataan Malaikat Agung Gabriel kepada
Maria, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang
Mahatinggi akan menaungi engkau,” menyatakan gagasan yang
sama. Karena itu, Maria yang memberi “rumah” Yesus dalam
rahimnya; adalah “Tabut” baru, dan bunda dari pelaksana
perjanjian yang sempurna dan kekal.
 “Cermin keadilan” karena tak seorang pun dapat mencerminkan
kasih dan penghormatan kepada Kristus dalam hidupnya lebih
baik dari Maria. Karena kemurniannya, kelimpahan kasihnya
dan karena ia menjadi “rumah” bagi Yesus, Maria disebut
“Rumah Kencana”. Yesus adalah Kebijaksanaan Tuhan, “Firman
itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” karenanya,
Maria yang mengandung Kristus, digelari “Takhta
Kebijaksanaan”.
 “Bintang Timur”, karena ia melambangkan orang-orang Kristen
yang menang, yaitu mereka yang bertekun dalam iman dan
beroleh bagian dalam kuasa Mesianis Kristus dan menang atas
kuasa kegelapan yaitu dosa dan maut. Istilah ini dapat
ditemukan dalam Kitab Wahyu: “Dan barangsiapa menang dan
melakukan pekerjaanKu sampai kesudahannya, kepadanya akan
Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan
memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan
diremukkan seperti tembikar tukang periuk - sama seperti yang
Kuterima dari BapaKu - dan kepadanya akan Kukaruniakan
bintang timur.” Juga dalam Kidung Agung kita temukan,
“Siapakah dia yang muncul laksana fajar merekah, indah
bagaikan bulan purnama, bercahaya bagaikan surya…”; sama
seperti cemerlangnya terang menghalau kegelapan fajar, Maria
memaklumkan kedatangan Putranya, yang adalah Terang Dunia.
 Maria juga adalah “Pintu Surga”. Maria adalah sarana yang
dipergunakan Kristus untuk datang dari surga demi
membebaskan kita dari dosa. Di akhir hidupnya, kita percaya
bahwa Bunda Maria diangkat jiwa dan badannya ke surga, suatu
kepenuhan janji akan kehidupan kekal dan kebangkitan badan
yang dijanjikan Yesus. Sebab itu, Maria adalah pintu melalui
mana Yesus masuk ke dalam dunia ini dan pintu kepada
kepenuhan janji di mana kita akan beroleh bagian dalam
kehidupan kekal.
 Karena itu, kita memandang Maria sebagai “Bintang Samudera”.
Bagaikan bintang samudera membimbing para nahkoda
mengarungi lautan berbadai menuju pelabuhan yang aman,
demikian juga Maria, melalui segala doa dan teladannya,
membimbing kita sepanjang perjalanan hidup kita, kadang
melalui samudera yang bergolak, menuju pelabuhan surgawi.
 Secara keseluruhan, Maria adalah “Mawar yang Gaib”. Mawar
dianggap sebagai bunga yang terindah, bunga kerajaan yang
harumnya melampaui segala bunga lainnya. Bunda Maria
memiliki kekudusan yang manis dan keutamaan yang cantik.
Singkatnya, segala gelar ini mengingatkan kita akan pentingnya
peran Bunda Maria dalam spiritualitas Katolik, sebagai teladan
keutamaan dan kekudusan dalam peran keibuannya dan
sebagai tanda akan kehidupan yang akan datang.
Devosi/Penghormatan kepada Maria
Devosi kepada Bunda Maria adalah salah satu bentuk penghormatan
khusus kepadanya, karena ia memiliki tempat dan peranan istimewah
yang melebihi orang kudus lainnya. Karena itu, setiap umat Katolik
harus memberikan penghormatan yang benar dan tepat kepadanya
sesuai dengan peranan dan kedudukannya dalam sejarah tata
penyelamatan.
Bentuk-bentuk devosi kepada Maria, yaitu:
1. Doa kepada Maria: Doa kepada Maria berisikan doa yang ditujukan
kepada Allah sambil menyebut peran Maria sebagai alasan doa
yang langsung ditujukan kepada Allah. Doa kepada Maria memiliki
beberapa bentuknya. Bentuk-bentuk doa yang paling populer dan
paling sering dipraktekkan adalah doa Salam Maria, doa Angelus
(malaikat Tuhan), doa rosario, dan litani Santa Perawan Maria. Doa
kepada Maria pada umumnya berisi maksud yang sangat konkret
dan realistis, yang bertitik tolak pada pengalaman hidup sehari-
hari dan pada kebutuhan hidup.
2. Patung Maria: Dalam ibadat umat Katolik, ada kebiasaan untuk
menunjukkan rasa cinta, rasa hormat kepada Maria, yaitu dengan
mengarak-arak patung Maria, berdoa di depan patung Maria, dan
sebagainya. Praktek penghargaan dan penghormatan ini tidak
ditujukan kepada patung sebagai sebuah benda, tetapi sebagai
simbol penghargaan dan penghormatan kepada pribadi Maria.
Meskipun demikian, kebiasaan-kebiasaan di atas seringkali
dipahami secara keliru, di mana muncul anggapan publik bahwa
kebiasaan-kebiasaan seperti itu adalah salah satu bentuk
penyembahan berhala. Terhadap anggapan seperti ini,
sesungguhnya, dapat dijelaskan bahwa kebiasaan-kebiasaan itu
tidak dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk penyembahan
berhala, karena dalam pelaksanaannya, umat Katolik tidak
menyembah patung itu sebagai salah satu benda, sesuai dengan
hakekatnya, tetapi umat Katolik menggunakan patung itu sebagai
sarana untuk berdoa kepada Sang Bunda. Umat Katolik yakin dan
percaya, bahwa melalui Bunda Maria dan dengan perantaraan
Puteranya, Allah akan mendengarkan dan memperhatikan segala
doa. Dengan demikian, umat Katolik tidak berdoa kepada patung
sebagai salah satu benda, tetapi kepada Bunda Maria.
3. Ziarah: merupakan fenomena religius yang bersifat umum.
Kebiasaan untuk berziarah bukan saja menjadi kebiasaan umat
Katolik saja, melainkan juga telah menjadi kebiasaan universal, di
mana suatu bangsa atau negara dan suatu agama memahami
ziarah sebagai salah satu fenomena religius yang memiliki makna
sakral. Pada umat Katolik, kebiasaan berziarah mulai berkembang
ketika para martir menjadi sasaran devosi rakyat. Dalam
perkembangan selanjutnya, Maria pun menjadi tujuan umat
berdevosi yang disalurkan dalam bentuk ziarah. Obyek ziarah yang
biasa menjadi tujuan umat dalam berdevosi kepada Maria adalah
gambar-gambar dan tempat penampakkan Maria. Tempat
penampakkan Maria biasanya menjadi tempat utama berziarah,
karena Maria tidak mempunyai makam yang bisa dijadikan tempat
untuk berziarah. Maria diangkat ke surga dengan seluruh jiwa-
raganya. Tempat berziarah yang paling banyak dikunjungi adalah
Lourdes dan Fatima. Gereja memahami ziarah sebagai perjalanan
tobat, olah askese, dan sebagai salah satu bentuk untuk
melaksanakan puasa. Ziarah juga dipandang sebagai ungkapan
iman umat yang sedang berziarah ke tanah air surgawi. Ziarah
merupakan devosi umat yang mampu menampilkan dimensi
kesatuan Gereja, karena pada umumnya para peziarah berasal dari
berbagai daerah dan suku bangsa. Ziarah juga diyakini sebagai
sarana untuk menciptakan perdamaian dunia.
Doa kepada Maria
1. Doa Angelus atau doa malaikat Tuhan telah dikenal sejak abad ke-
16 yang mulai dipraktekkan dan diperkenalkan kepada umat oleh
para pengikut St. Fransiskus dari Asisi. Doa ini biasanya
didaraskan sebanyak tiga kali dalam sehari, yaitu pada waktu pagi
(biasanya pada pukul enam), pada siang hari (biasanya pada pukul
dua belas), dan pada waktu sore hari (biasanya pada pukul enam).
Doa Tuhan dilakukan oleh umat biasa dengan maksud untuk
menggantikan ibadat harian (yang biasa disebut doa brevir) yang
merupakan doa khusus yang wajib dilakukan oleh para klerus.
Melalui doa angelus atau doa malaikat Tuhan ini, umat
menghormati dan mengenangkan peristiwa penyelamatan dan
misteri penjelmaan Allah. Doa Tuhan ini terdiri dari empat bagian
yaitu Maria diberi kabar oleh malaikat Tuhan maka ia mengandung
dari Roh Kudus, Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut
perkataan-Mu, Sabda sudah menjadi daging dan tinggal di antara
kita, Doakan kami ya Santa Bunda Allah supaya kami dapat
menikmati janji Kristus. Pada setiap bagiannya terdapat seruan
dan jawaban yang kemudian ditutup dengan doa khusus ´Salam
Maria’ yang menunjukkan peranan dan keikutsertaan Maria dalam
peristiwa penyelamatan, di mana Maria tampil sebagai perantara
yang turut berdoa.
2. Doa Rosario artinya karangan bunga mawar yang memiliki warna
yang bermacam-macam, seperti merah, putih, kuning, dan
sebagainya. Warna-warna itu mempunyai arti simbolik. Berdoa
rosario sudah dikenal sejak abad ke-13 dan menjadi suatu
kebiasaan umum sejak abad ke-15 yang didukung oleh para
pengikut Santu Dominikus. Pada waktu berdoa rosario, doa ”Salam
Maria” didaraskan 150 (seratus lima puluh) kali. Angka 150
(seratus lima puluh) pada doa rosario sesuai dengan jumlah bab
yang ada pada kitab Mazmur. Pada masa sebelum praktek doa
rosario menjadi kebiasaan umum, umat diwajibkan untuk selalu
membaca kitab Mazmur yang terdiri dari 150 (seratus lima puluh)
bab itu. Tetapi, karena sebagian besar umat tidak bisa membaca
buku maka untuk menggantikan kebiasaan membaca kitab
Mazmur, umat yang tidak bisa membaca buku diwajibkan untuk
berdoa rosario dengan mendaraskan doa ”salam Maria” sebanyak
150 (seratus lima puluh) kali. Dengan demikian, pada awalnya, doa
rosario adalah doa yang dilakukan untuk menggantikan kewajiban
membaca kitab Mazmur. Namun, dalam perkembangan
selanjutnya, doa rosario menjadi doa umum. Sebab, terlepas dari
terpelajar atau tidaknya seseorang, doa rosario merupakan doa
yang mudah, sederhana, dan praktis untuk mengungkapkan iman
semua umat kristiani.
3. Litani Santa Perawan Maria. Dalam Gereja Katolik, ada enam litani
yang sangat dikenal umat, yaitu litani para kudus, litani nama
Yesus, litani darah mulia, litani Santu Yusuf, dan litani Santa
Perawan Maria. Litani Santa Perawan Maria sudah dikenal sejak
tahun 1200-an. Pada tahun 1531, litani Santa Perawan Maria
dipakai untuk pertama kalinya di Loreto (Italia) dan pada tahun
1550, litani Santa Perawan Maria diresmikan sebagai salah satu
bentuk doa dalam Gereja Katolik. Doa dalam bentuk litani
merupakan satu doa yang terdiri atas serangkaian permohonan
yang dibawakan oleh seorang pemimpin dan ditanggapi oleh jemaat
yang ikut serta dalam doa tersebut. Dalam kaitannya dengan litani
Santa Perawan Maria, Maria ditempatkan dalam kerangka
kristologis dan soteriologis. Dalam litani tersebut, meskipun Maria
disebutkan dengan berbagai macam gelar, namun doa si pendoa
tetap terarah kepada Kristus dan Allah. Dalam hal ini, Maria tampil
sebagai pendoa bagi umat dan bersatu dengan orang-orang yang
berdoa bersamanya.

Penutup
Maria adalah pribadi yang secara utuh membaktikan dirinya kepada
Yesus Kristus dengan kesediaannya untuk mengembang tugas
sebagai Bunda Allah dalam iman, dan dengan ketaatan total kepada
penyelenggaraan ilahi. Dengan demikian, Maria adalah teladan bagi
gereja, sebab di dalam Maria tampak sejarah keselamatan. Kehadiran
ibu Maria mutlak dibutuhkan dalam agama katolik karena pada
Maria, dalam Maria, dan melalui Maria menjadi nyata peranan
manusia dalam sejarah dan di dalam tata penyelamatan. Bunda Maria
telah menuntun Gereja untuk mengambil bagian di dalam
keutamaan-keutamaannya sehingga gereja pun dengan penuh
keyakinan mampu berkata: ”aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku
menurut perkataanMu”.
3. UPACARA PENERIMAAN SEBAGAI ANGGOTA GEREJA KATOLIK
 Upacara ini hendaknya nampak sebagai perayaan Gereja. Puncak
upacara tercapai dalam komuni kudus. Maka dari itu,upacara
penerimaan sebaiknya dilakukan dalam perayaan Ekaristi.
 Hendaknya dihindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan
kesan kesombongan. Maka harus diperhatikan juga keadaan
setempat lalu ditentukan secara konkret perayaan ekaristinya.
Dalam hal ini harus diperhatikan baik kepentingan ekumenis
maupun hubungan baru yang diikat antara calon yang
bersangkutan dengan persekutuan umat setempat.
 Kalau dengan alasan berat tidak dapat dirayakan Ekaristi
hendaknya upacara penerimaan berlangsung dalam ibadat sabda.
Susunan upacara hendaknya selalu dibicarakan dengan calon
yang bersangkutan.
 Kalau upacara penerimaan berlangsung diluar perayaan ekaristi
hendaknya hubungan dengan perayaan ekaristi tetap nampak.
Maka, perayaan ekaristi dengan Komuni Pertama dalam
persekutuan umat Katolik hendaknya menyusul secepat mungkin.
 Yang menerima seorang calon ke dalam persekutuan penug dengan
Gereja Katolik ialah uskup. Penerimaan itu dapat dipercayakan
kepada para Imam.
 Kalau pengakuan Iman dan penerimaan dilangsungkan dalam
perayaan ekaristi, hendaknya calon yang bersangkutan sedapat-
dapatnya mengaku dosa sebelumnya. Bapa pengakuan
sebaiknya diberitahu bahwa ia calon anggota Gereja Katolik. Setiap
Imam yang mempunyai Yurisdiksi dapat menerima pengakuan dosa
itu.
 Calon yang akan diterima itu sebaiknya didampingi oleh satu (atau
dua) orang penjamin/saksi yaitu seorang pria atau seorang wanita
atau seorang pria dan wanita yang memegang peranan dalam masa
perkenalan dan masa persiapan calon tersebut. Penjamin/saksi
tersebut bisa ketua wilayah rohani atau stasi atau katekisnya.
Peran dan tanggungjawab penjamin/saksi penerimaan sebagai
anggota Gereja Katolik mirip dengan wali baptis.
4. PENCATATAN PENERIMAAN SEBAGAI ANGGOTA GEREJA
KATOLIK
 Nama nama mereka yang diterima dalam Gereja Katolik harus
dicatat dalam buku baptis dan buku khusus yang mecatat tentang
penerimaan anggota Gereja atau jemaat gerejawi bukan Katolik.
 Dalam buku-buku tersebut,dicatat tanggal,tempat
pembaptisan,wali baptis(kalau ada) dan yang membaptis mereka.
 Dicantumkan pula tanggal dan tempat penerimaan mereka dalam
Gereja Katolik.

5. TATA UPACARA PENERIMAAN (CONTOH)


Bapak, Ibu, Saudara-i, umat sekalian yang terkasih, marilah sekarang
kita mengikuti upacara penerimaan saudara/i….. kita yang dengan
kesediaan dan ketekunannya ingin menyatukan diri dalam
persekutuan Gereja Katolik yang kudus. Marilah kita mendoakannya
supaya ia tetap setia dan bertekun dalam iman Katolik. Akan tetapi,
sebelum kita menerimanya dalam persekutuan Gereja Katolik,
perkenankanlah saya sebagai Pastor yang menjadi wakil Paus sebagai
pemimpin tertinggi Gereja Katolik menanyakan kesediaan
saudara/i…..di hadapan umat sekalian yang hadir di sini sebelum
anda secara resmi diterima ke dalam persekutuan iman Gereja
Katolik.
1. Tanya Jawab
Imam : Apakah saudara/i bersedia dan rela hati untuk
menggabungkan diri dalam persekutuan iman Gereja
Katolik yang kudus?
Calon : Ya, saya bersedia.
Imam : Apakah saudara/i sudah mempelajari dengan cukup isi
iman Gereja Katolik dan tuntutannya serta relakah
saudara/i untuk memenuhinya?
Calon : Ya, saya sudah mempelajarinya dan rela memenuhinya.
Imam : Apakah saudara/i bersedia untuk menjalankan kewajiban-
kewajiban iman sebagai orang katolik di tengah-tengah
masyarakat dan gereja?
Calon : Ya, saya bersedia.
Imam : Apakah saudara/i bersedia untuk melibatkan diri secara
aktif dalam kehidupan anda sebagai anggota gereja katolik
baik di tengah-tengah masyarakat dan gereja?
Calon : Ya, saya bersedia.
Imam : Berjanjikah saudara/i untuk hidup sebagai seorang katolik
yang sejati dan mengabdi kepada Tuhan dengan setia
dalam Gereja Katolik yang kudus?
Calon : Ya, saya berjanji.
Imam : Berjanjikah saudara/i untuk mengusahakan segala cara
dan upaya mempertahankan iman katolik anda terlebih
dalam keadaan sulit apapun?
Calon : Ya, saya berjanji.
Imam : Dan kini saya bertanya kepada saksi, apakah saudara/i
mengetahui bahwa calon ini telah dibaptis dan sekarang
dengan tulus ikhlas minta diterima dalam Gereja Katolik
dan bersediakah saudara/i membantunya dalam
kebutuhan rohani?
Saksi : Ya, kami mengetahui dan bersedia.
Imam : Terima kasih atas kesediaan dan janji saudara/i untuk
menjalankan tugas berat nan mulia ini. Semoga Allah yang
Maha baik menyelesaikan dalam dirimu apa yang telah
dimulaiNya pada hari ini.
Calon : Amin
2. Pengakuan Iman
Imam : Saudara/i…..sesudah pertimbangan yang matang dan
terdorong oleh Roh Kudus, saudara/i mengajukan
permintaan agar memperoleh persekutuan penuh dengan
Gereja Katolik. Maka sekarang saya persilahkan saudara/i
bersama saksi dan umat sekalian yang hadir di sini
mengucapkan syahadat sebagai pernyataan iman
kepercayaan Katolik. Berdasarkan iman itu untuk pertama
kalinya saudara/i akan mengambil bagian dalam
perjamuan Ekaristi yang melambangkan persatuan Gereja.
Calon : Aku percaya akan Allah Bapa yang mahakuasa, pencipta
langit dan bumi dan akan Yesus Kristus
3. Upacara Peneguhan/Penerimaan
Calon berlutut. Imam meletakkan ujung stola ke atas bahu calon atau
menumpangkan tangan di atas kepala calon sambil berkata:
Imam : Sesudah pengakuan imanmu yang disaksikan oleh semua
umat Katolik yang hadir di sini maka atas nama Bapa
Uskup dan seluruh umat Katolik yang hadir di sini, saya
menerima anda sebagai anggota Gereja Katolik supaya
untuk seterusnya anda turut bersama kami, dalam iman
dan amal yang sama turut dalam ibadat dan penerimaan
sakramen-sakramen teristimewa dalam penerimaan
sakramen persekutuan dalam umat Katolik yakni Ekaristi
Kudus. Semoga Tuhan membantu saudara/i untuk hidup
sesuai dengan ajaran injil sebagaimana diwartakan oleh
Gereja Katolik.
4. Doa Berkat
Calon yang baru saja diterima dipersilahkan berlutut
Imam : Marilah berdoa: Ya Tuhan Allah Bapa kami, berkatilah
saudara/i kami ini, putera/i Gereja yang pada hari ini
menyatakan kesediaan dan tekadnya untuk
menggabungkan diri secara utuh dan penuh ke dalam
persekutuan iman Gereja Katolik yang kudus. Jadikanlah
ia saksi dan pewarta cinta dan damaiMu. Bantulah ia
untuk setia pada janjinya. Semoga Roh Kudus meneguhkan
tekad dan niat sucinya. Jadikanlah ia saksi yang berani
mewartakan kebaikan dan kebenaran. Sertailah ia dalam
segala usahanya. Terima dan ampunilah ia bila mengalami
kegagalan. Semoga berkatMu yang maha kuasa turun,
tinggal dan menetap dalamnya dalam nama Bapa (†) dan
Putera dan Roh Kudus
Calon : Amin
Pastor mereciki calon yang baru saja diterima ke dalam persekutuan Gereja
Katolik dengan air berkat.

Anda mungkin juga menyukai