PENGANTAR
Baptis berasal dari kata “baptizein (bhs. Yunani)” berarti
menenggelamkan diri, mencelupkan ke dalam air dan mencurahi
dengan air. Dari sini muncul cara pembaptisan yaitu: diperciki air
atau ditenggelamkan di kolam. Baptis menjadi sakramen inisiasi atau
permulaan disamping Sakramen Ekaristi dan Penguatan/Krisma.
7. BAPTISAN BAYI
Banyak sekali saudara-saudari kita dari Gereja Protestan yang tidak
dapat menerima praktek babtisan bayi. Alasan yang sering diajukan
antara lain: Baptisan memerlukan pertobatan dan iman (anak kecil
dan bayi tidak bisa) juga yang sering juga diajukan adalah tidak
adanya dasar alkitab bagi babtisan bayi. Perlu kita ketahui bahwa
baptisan bayi lebih merupakan Tradisi Apostolik, dan kita ketahui
bahwa dasar Iman Katolik tidak hanya Alkitab tetapi juga Tradisi
Apostolik dan Magisterium. Jika kita ingin mencari babtisan bayi
dalam kita suci hal itu sulit didapat karena dalam Kitab Suci tidak
diungkapkan secara eksplisit mengenai baptisan bayi tetapi tidak ada
larangan agar anak-anak(bayi) dibaptis. Kita tahu bahwa baptisan itu
melahirbarukan dan menghapus dosa asal, oleh karena itulah Gereja
tidak melarang bayi dibaptis. Lalu bagaimana dengan iman anak??
jawaban yang mudah adalah bahwa perkembangan iman anak adalah
tanggung jawab orang tua karena itu janji mereka ketika menikah
untuk membesarkan anak-anak dalam iman katolik (tidak mungkin
ada orang tua yang mau anaknya berbeda iman dengannya). Sekarang
kita mencoba mereview Kitab Suci. Dalam Kis 2:38-39 dikatakan
“Jawab Petrus kepada mereka: Bertobatlah dan hendaklah kamu
masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus
untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh
Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi
orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh
Tuhan Allah kita.” Di sini jelas sekali ungkapan Petrus bahwa kita
perlu bertobat dan dibaptis yang akhirnya kita mendapat buah dari
baptisan itu yaitu menerima Karunia Roh Kudus (ayat 38) dan janji
itu berlaku pula untuk anak-anak (bayi juga termasuk anak-anak)
(ayat 39) tentunya juga dengan melakukan hal yang sama yaitu
dibaptis. Bila kita melihat dalam Perjanjian Lama dimana kita tahu
bahwa bayi harus disunat (padahal mereka tidak tahu apa-apa soal
iman) lihat pada Kej 17:12, Im 2:21, Luk 2:21 lalu pada Kolose 2:11-
12 “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang
dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari
penanggalan akan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu
dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan
juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah
membangkitkan Dia dari orang mati.” Di sini jelas bahwa Paulus
mempararelkan antara Sunat (Ayat 11) dengan Baptisan (ayat 11b-12)
kita tahu bahwa hukum sunat berlaku juga untuk anak (bayi) berarti
babtis pun demikian. Lalu dalam Kis16:15,33 dikatakan “ia dibaptis
bersama-sama dengan seisi rumahnya” (ayat 15) dan “Seketika itu
juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis.” (ayat 33) Dari kedua
ayat ini tidak tertutup kemungkinan akan adanya bayi dan ikut
dibabtis karena pada ayat itu maupun sebelum atau sesudahnya
tidak ada kata “kecuali bayi atau anak-anak”. Pada abad ke II sudah
ditemukan Babtisan bayi seperti St. Polikarpus, misalnya, dibunuh
sebagai martir pada tahun 155 M. Pada saat penguasa Romawi
memaksa Polikarpus untuk menyangkal Yesus Kristus dan untuk
menyembah kaisar Roma, ia berseru demikian, “Delapan puluh enam
tahun saya menjadi hamba-Nya, dan Ia tidak pernah berbuat yang
tidak baik kepadaku, bagaimana mungkin saya dapat menghojat
Rajaku yang telah menebusku?”. Kesaksian ini berarti bahwa
Polikarpus dibaptis sejak ia masih bayi atau kanak-kanak, yakni
sekitar tahun 70-an. Hal ini tidak benar hanya jika Polikarpus sudah
mencapai usia yang amat tinggi pada tahun 155 M itu, sehingga 86
tahun sebelumnya ia sudah dewasa dan baru dibaptis waktu itu.
PENGANTAR
Pembaptisan merupakan kelahiran dalam hidup baru di dalam
Kristus. Sakramen ini seperti pintu Gereja, dimana orang dimasukkan
dalam Gereja dan hidup di dalam Roh. Melalui pembaptisan
dimungkinkan orang menerima sakramen-sakramen lainnya demi
pemeliharaan hidup rohaninya. Karenanya pembaptisan menjadi
perlu demi keselamatan. Secara sederhana dapat dipahami bahwa
dengan dibaptis berarti seseorang diangkat menjadi anak-anak Allah,
dihapuskan dosa asalnya dan dijanjikan hidup kekal, serta masuk
dalam persekutuan umat Allah dalam GerejaNya. Maka baptis ingin
mengungkapkan seorang pribadi yang bersatu dengan Allah dan
bergabung dalam suatu persekutuan Gereja.
1. PERIHAL BAPTISAN
Prinsip umum bahwa baptisan diberikan kepada setiap orang yang
menghendaki secara sadar dan bertanggungjawab dirinya mau
dibaptis. Namun demikian, penerimaan sakramen baptis diberikan
kepada orang yang tidak mempunyai halangan, seperti hidup dalam
perkawinan yang tidak sah atau penganut paham poligami atau
poliandri. Tetapi jika hal ini bersedia untuk ’diselesaikan’ secara
gerejani, maka sakramen baptis dapat diterimakan. Perihal baptis
bayi (mengingat belum mempunyai kesadaran) tetap diberikan dalam
Gereja Katolik. Hal ini didasarkan pada rahmat penebusan
keselamatan juga diperlukan bagi bayi-bayi yang terlahir di dunia,
mengingat dosa asal. Selain itu juga merupakan tanggungjawab
orangtua untuk menumbuhkembangkan iman anak-anaknya sejak
dini. Setiap pasutri kristiani punya tanggungjawab untuk mewariskan
kekayaan imannya kepada anak-anak yang dipercayakan Tuhan
kepada mereka. Hal itu ada dalam pernyataan tertulis pada saat
dilakukan penyelidikan kanonik. Gereja Katolik menganggap sah
suatu baptisan jika mengindahkan secara materia menggunakan air
yang dikucurkan di dahi atau ditenggelamkan ke dalam air
dan forma menggunakan rumusan Tritunggal: Nama....., aku
membaptis engkau, dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Amin.
Setiap calon baptis diminta untuk memilih nama baptis dari orang
kudus (Santo atau Santa) yang ada. Maksud dari penggunaan nama
baptis mengandung maksud rohani, yakni merupakan simbol hidup
baru yang diterimanya melalui baptisan, dimana keutamaan,
kesucian dan keteladanan orang suci itu terpancar pada yang
memakainya, serta orang suci itu pun membantu melalui doa dan
relasi khususnya terhadap orang yang memakai nama orang kudus
tersebut agar hidupnya pantas bagi Allah. Setiap calon baptis juga
harus mempunyai wali baptis. Diharapkan wali baptis sudah dipilih
sejak dimulainya masa katekumenat. Wali baptis adalah orang yang
dipercaya dan bersedia menjamin perkembangan iman orang yang
baru dibaptis. Tetapi wali baptis tidak menentukan sahnya baptisan,
tanpa wali baptis pun baptisan tetap sah. Adapun kriteria seorang
yang dapat dipilih sebagai wali baptis adalah seorang yang berusia 17
tahun ke atas yang disetujui oleh orang tua si bayi/anak atau yang
bersangkutan jika sudah dewasa dan dipandang memiliki
kemampuan melaksanakan kewajiban sebagai wali baptis. Wali baptis
adalah bukan orang tuanya sendiri atau rohaniwan, atau
pasangannya yang akan menikah/jodohnya.
PENGANTAR
Ketika seorang beriman kristiani yang dibaptis dalam Gereja atau
jemaat Gerejawi bukan katolik hendak masuk kedalam gereja
Katolik,pristiwa tersebut dari sudut Gereja Katolik disebut sebagai
penerimaan ke dalam Gereja Katolik. Pedoman ini menyediakan
petunjuk dan bahan proses penerimaan mereka itu ke dalam Gereja
Katolik ritus Latin.Pedoman ini disusun sedemikian rupa sehingga
kepada calon yang bersangkutan tidak "ditanggungkan lebih banyak
beban dari pada yang perlu " (kis 15,28). Bagian tata upacara
penerimaan dalam pedoman ini merupakan penyesuaian berdasarkan
"pedoman Penerimaan Sebagai Anggota Gereja Katolik" yang
diterjemahkan oleh PWI-Liturgi dari ordo admissions Valide Iam
Baptizatorum In-Plenam Communionem Ecclesia Catholicae yang
terdapat dalan Ordo Initiationis Christianae Adultorum.
1. PERIHAL CALON
A. Kualifikasi anggota Gereja atau Jemaat gerejawi bukan Katolik
yang bisa diterima: Agar seorang yang telah dibaptis dalam gereja
atau jemaat gerejawi bukan Katolik dapat diterima dalam Gereja
Katolik, Ia haruslah:
Diselidiki terlebih dahulu perihal keabsahan baptisannya,jika
tidak sah,tetap dapat diterima dalam Gereja Katolik tetapi
sebagai calon yang bukan kristiani.
Mau diterima dalam Gereja Katolik.
Mengenal Pokok-pokok iman dan Tradisi Iman Katolik.
Hidup menggereja dan hidup kemasyarakatannya baik.
Perkawinannya beres. Bila belum beres, perkawinannya
dibereskan terlebih dahulu.
Tidak terkena halangan hukum Gereja Katolik.
B. Kriteria keabsahan baptisan Gereja atau jemaat gerejawi bukan
Katolik
Sakramen baptis memberikan meterai kekal. Oleh karena itu,
Sakramen Baptis tidak boleh diulangi.
Maka orang yang ingin diterima dalam Gereja Katolik perlu
diselidiki dengan saksama terlebih dahulu apakah memang
baptisannya yang dulu dilaksanakan di dalam Gereja atau
jemaat gerejawi bukan Katolik sah atau tidak.
Gereja Katolik menilai keabsahan baptisan Gereja atau jemaat
gerejawi bukan Katolik dengan meneliti materia sacramenti
(Ditenggelamkan atau dimasukkan ke dalam air atau pun
dengan dituangi air) dan forma sacramenti (rumus trinitaris "Aku
membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putra dan Roh
Kudus") yang digunakan dalam baptis mereka. Contoh forma
yang tidak sah: "aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan
Putra dan Roh Kudus yang adalah Yesus Kristus".
Hal ini dapat diteliti dengan mewawancarai calon yang
bersangkutan ataupun melihat data dalam bukti baptisan dari
Gereja atau jemaat gerejawi bukan Katolik tersebut. Dan masih
harus dipastikan pula apakah petugas Gereja atau jemaat
Gerejawi bukan Katolik tersebut menepati peraturan
Gerejanya.
Dari penelitian tsb dapat diperoleh tiga kemungkinan
kesimpulan terkait baptisannya: diakui sahnya, tidak diakui
sahnya dan diragukan sahnya.
Jika baptis yang dilaksanakan adalah sah maka ia diterima ke
dalam Gereja Katolik.
Jika baptisnya tidak sah, dia harus dibaptis lagi.
Jika baptis yang telah diterima diragukan keabsahannya, ia
harus dibaptis bersyarat. Dalam hal ini, harus dijelaskan
kepadanya apa sebabnya ia harus menerima pembaptisan
bersyarat. Pembaptisan bersyarat itu diberikan secara privat dan
bukan publik.
C. Langkah Pastoral selanjutnya
Jika baptisannya tidak sah, ia harus mengikuti proses
pembinaan sama seperti calon baptis baru.
Jika baptisannya sah, romo paroki dan tim asisten katekese bisa
mempertimbangkan apakah yang bersangkutan bisa melalui
"crash program" atau reguler melalui sesi tanya
jawab/wawancara dengan yang bersangkutan.
Setelah diterima dalam Gereja Katolik, penerimaan itu
hendaknya segera dicatat dalam Buku Baptis paroki tempat ia
diterima.
D. Calon dari Gereja Timur atau Gereja Katolik bukan Ritus Latin
Kalau seorang dari Gereja Timur mau memperoleh persekutuan
penuh dengan Gereja Katolik, hanyalah perlu bahwa ia
mengakui iman Katolik.
Tetapi jika seorang dari ritus lain dalam Gereja Katolik mau
pindah ke ritus latin Gereja Katolik harus diperhatikan
ketentuan ketentuan dalam KHK Kan. 111 dan 112.
Penutup
Maria adalah pribadi yang secara utuh membaktikan dirinya kepada
Yesus Kristus dengan kesediaannya untuk mengembang tugas
sebagai Bunda Allah dalam iman, dan dengan ketaatan total kepada
penyelenggaraan ilahi. Dengan demikian, Maria adalah teladan bagi
gereja, sebab di dalam Maria tampak sejarah keselamatan. Kehadiran
ibu Maria mutlak dibutuhkan dalam agama katolik karena pada
Maria, dalam Maria, dan melalui Maria menjadi nyata peranan
manusia dalam sejarah dan di dalam tata penyelamatan. Bunda Maria
telah menuntun Gereja untuk mengambil bagian di dalam
keutamaan-keutamaannya sehingga gereja pun dengan penuh
keyakinan mampu berkata: ”aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku
menurut perkataanMu”.
3. UPACARA PENERIMAAN SEBAGAI ANGGOTA GEREJA KATOLIK
Upacara ini hendaknya nampak sebagai perayaan Gereja. Puncak
upacara tercapai dalam komuni kudus. Maka dari itu,upacara
penerimaan sebaiknya dilakukan dalam perayaan Ekaristi.
Hendaknya dihindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan
kesan kesombongan. Maka harus diperhatikan juga keadaan
setempat lalu ditentukan secara konkret perayaan ekaristinya.
Dalam hal ini harus diperhatikan baik kepentingan ekumenis
maupun hubungan baru yang diikat antara calon yang
bersangkutan dengan persekutuan umat setempat.
Kalau dengan alasan berat tidak dapat dirayakan Ekaristi
hendaknya upacara penerimaan berlangsung dalam ibadat sabda.
Susunan upacara hendaknya selalu dibicarakan dengan calon
yang bersangkutan.
Kalau upacara penerimaan berlangsung diluar perayaan ekaristi
hendaknya hubungan dengan perayaan ekaristi tetap nampak.
Maka, perayaan ekaristi dengan Komuni Pertama dalam
persekutuan umat Katolik hendaknya menyusul secepat mungkin.
Yang menerima seorang calon ke dalam persekutuan penug dengan
Gereja Katolik ialah uskup. Penerimaan itu dapat dipercayakan
kepada para Imam.
Kalau pengakuan Iman dan penerimaan dilangsungkan dalam
perayaan ekaristi, hendaknya calon yang bersangkutan sedapat-
dapatnya mengaku dosa sebelumnya. Bapa pengakuan
sebaiknya diberitahu bahwa ia calon anggota Gereja Katolik. Setiap
Imam yang mempunyai Yurisdiksi dapat menerima pengakuan dosa
itu.
Calon yang akan diterima itu sebaiknya didampingi oleh satu (atau
dua) orang penjamin/saksi yaitu seorang pria atau seorang wanita
atau seorang pria dan wanita yang memegang peranan dalam masa
perkenalan dan masa persiapan calon tersebut. Penjamin/saksi
tersebut bisa ketua wilayah rohani atau stasi atau katekisnya.
Peran dan tanggungjawab penjamin/saksi penerimaan sebagai
anggota Gereja Katolik mirip dengan wali baptis.
4. PENCATATAN PENERIMAAN SEBAGAI ANGGOTA GEREJA
KATOLIK
Nama nama mereka yang diterima dalam Gereja Katolik harus
dicatat dalam buku baptis dan buku khusus yang mecatat tentang
penerimaan anggota Gereja atau jemaat gerejawi bukan Katolik.
Dalam buku-buku tersebut,dicatat tanggal,tempat
pembaptisan,wali baptis(kalau ada) dan yang membaptis mereka.
Dicantumkan pula tanggal dan tempat penerimaan mereka dalam
Gereja Katolik.