Anda di halaman 1dari 13

KATEKESE UNTUK ORANG TUA CALON BABTIS

PERTEMUAN I
1. Pengertian Sakramen
Kata sakramen berasal dari bahasa latin sacramentum, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
yang kudus atau yang illahi. Sakramen juga berarti tanda keselamatan Allah yang diberikan
kepada manusia untuk menguduskan manusia, membangun tubuh kristus dan akhirnya
mempersembahkan ibadat kepada Allah (SG 59). Karena sakramen sebagai tanda dan sarana
keselamatan, maka menerima dan memahami sakramen hendaknya ditempatkan dalam kerangka
iman dan didasarkan kepada iman. Sakramen biasanya diungkapkan dengan kata-kata dan
tindakan. Maka sakramen dalam gereja katolik mengandung 2 (dua) unsur hakiki yaitu forma
artinya kata-kata yang menjelaskan peristiwa illahi dan material artinya barang atau tindakan
tertentu yang kelihatan.
2. Pengertian dan tujuan Sakramen Babtis
Sakramen baptis adalah sakramen pertama yang diterima dari seseorang yang hendak
menjadi anggota gereja katolik. Sakramen baptis menjadi pintu gerbang bagi sakramen.
Sakramen yang berikutnya. Baptis mempersatukan kita dengan yesus kristus dengan
wafatnya dikayu salib, sehingga membebaskan kita dari kuasa dosa dan membuat kita
bangkit dengan dia untuk hidup tanpa akhir. Baptis merupakan perjanjian dengan Allah
orang harus mengatakan “ ya” untuk perjanjian itu.
Dasar Biblis Sakramen Baptis

Sakramen Baptis adalah salah satu sakramen inisiasi yang dalam perkembangannya bertolak dari
tradisi kehidupan Yudaisme bangsa israel yang juga mengenal baptisan sebagai upacara
permadian atau penyucian yang berfungsi menyucikan atau membersihkan orang dari kenajisan
dan dosa sebagaimana yang termuat dalam kitab Imamat 15:5.8.10.13.18.22 ; 16:4.24 dst. Akan
tetapi apa dalam hal ini, sakramen baptis sebagai itus inisiasi Kristen memiliki makna tersendiri
yang baru dan yang kemudian membedakannya dengan baptisan sebagaimana yang juga terdapat
dalam yudaisme dan banyak agama- agama adat yang pada zaman Yesus banyak berkembang di
sekitar lingkungan Yahudi. Salah satu hal yang membedakannya dengan baptisan- baptisan
diatas ialah dasar teologis dan makna yang terkandung dibalik pelaksanaan upacara tersebut.
Adapun beberapa dasar kitab suci dari sakramen baptis sebagai sebuah inisiasi kristen yang
membedakannya dari ritus baptisan lainnnya diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Mat 3:13- 17, dst; Yoh 1:29-32 menceritakan bagaimana Yesus dibaptis oleh Yohanes
Pembaptis dan bagaimana Yohanes Pembaptis sendiri bersaksi akan pribadi Yesus sebagai Anak
Domba Allah yang menghapus dosa dunia.

2) Mat 28:19, bdk Mrk 16:15 Yesus yang telah bangkit menampakkan diri dan mengutus murid-
murid Nya “Pergilah jadikanlah semua bangsa murid K dan baptislah mereka dalam nama Bapa,
Anak dan Roh Kudus.”

3) Yohanes 3:5 “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan
Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Melalui ayat ini kita dapat melihat Tuhan
Yesus sediri yang menekankan pentingnya baptisan sebagai jalan untuk masuk dalam Kerajaan
Allah.
4) Kis 2:38 St. Petrus mengatakan “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi
dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan
menerima karunia Roh Kudus.” Dalam ayat ini St. Petrus menekankan perlunya Baptis untuk
pengampunan dosa dan syarat untuk menerima karunia Roh Kudus.
5) Santo Paulus dalam Titus 3:5 “pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena
perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran
kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus”
6) lalu dalam Kis 22:16 “Dan sekarang, mengapa engkau masih ragu-ragu? Bangunlah, berilah
dirimu dibaptis dan dosa-dosamu disucikan sambil berseru kepada nama Tuhan!”
Dari beberapa ayat diatas jelaslah bahwa Sakramen Baptis bukan hanya sebuah lambang atau
simbol melainkan Baptisan memang sungguh- sungguh membuat kita lahir baru, karena Baptisan
itu berhubungan erat dengan Roh Kudus yang menguduskan dan membuat kita lahir baru.
Baptisan bertolak dan terinspirasi pada apa yang diterima oleh Yesus sendiri sebagai permulaan
dari karya Nya di dunia ketika Ia dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, serta bersumber pada apa
yang dikatakan oleh Yesus secara tologis dalam penampakan Nya kepada para rasul yakni untuk
menjadikan semua bangsa murid Nya dan membaptis mereka dalam nama Bapa, Anak, dan Roh
Kudus.

Bila kita perhatikan Yohanes 3:5 “Aku berkata kepadamu…”, kata “air dan Roh” yang berarti
Baptisan dan Roh Kudus memiliki suatu hubungan erat yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan
yang erat antara Baptisan dan Roh Kudus inilah yang membuat kita memperoleh hidup baru
pada saat kita dibaptis. Hubungan erat antara Roh Kudus dan Baptisan ini pulalah kiranya yang
dibicarakan oleh Rasul Paulus sehingga ia tidak menyebut Roh Kudus melainkan “Atau tidak
tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam
kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh Baptisan
dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh
kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” (Roma 6:3-4).

3. Jenis-jenis Sakramen Babtis


A. Permandian Darah diterima orang yang demi iman akan Kristus di bunuh sebelum
menerima sakramen permandian.
B. Permandian Darurat dibaikan oleh seorang imaM atau awam dalam keadaan darurat
tanpa dilaksanakannya upacara biasa baik karena calon permandian itu dalam bahaya
maut ataupun karena tiada seorang imam atau diakon untuk memberikannya secara
wajar.
C. Permandian Kerinduan adalah keinginan ikhlas untuk menerima sakramen permandian
yang disertai tobat sempurna atas semua dosa berat, permandian ini sudah memenuhi
persyaratan bagi penerimaan sakramen pemandian tetapi belum mencap jiwa dengan
materi Abadi.
D. Permandian bayi adalah karena seorang bayi belum bisa mengungkapkan iman yang
mutlak diperlukan untuk sakramen baptis, maka pembaptisan bayi hanya bisa
dipertanggung jawabkan bila orang tua atau orang lain (wali) dan seluruh umat bersedia
menerima tugas itu: membesarkan anak dalam iman kristiani. Hal itu hendaknya
dibicarakan sebelum upacara pembaptisan dan janji itu mesti diucapkan dalam upacara.
E. Permandian dewasa

4. Makna dan arti Simbol Sakramen Babtis


 Air Baptis adalah diberkati dengan meriah dalam perayaan malam paskah:
digunakan dalam liturgi pembaptisan sebagai lambang penghapusan dosa asal
sebangai mana umat terpilih, yaitu bangsa israel, dibebaskan dari perbudakan
melalui air laut merah, demikian pula manusia dibebaskan dari perbudakan setan
melalui air pembaptisan.
 Penandaan salib dari minyak krisma pada dahi. Maksudnya adalah bahwa dengan
pembaptisan kita diangkat oleh Allah menjadi milik-Ny, anak Allah. Salib adalah
“cap” resmi dari gereja untuk menandakan bahwakita adalah anak Allah. Dengan
tanda itu, kita menjadi ahli waris keselamatan yang dianugrahkan Allah kepada
kita. Keselamatan itu akan disempurnakan kelak bila panggilan Tuhan, Sampai
pada kita masing- masing. Selain itu, salib juga adalah tanda keselamatan dengan
melihat salib, kita diingatkan akan keselamatan yang dianugrahkan kepada kita
oleh Allah Bapa Dalam Putera-Nya, Y esus Kristus. Salib juga adalah tanda cinta
kasih. Demi cinta kasih-Nya yang begitu besar, ia merelakan diri-Nya mati dikayu
salib. Akhirnya, salib menandakan “lurus keatas” dan “ lurus kesamping”
menandakan garis vertikal ( hubungan dengan Allah) dan garis horizontal
( hubungan dengan sesama manusia)
Minyak melambangkan kekuatan jadi dengan diberikan tanda salib pada
dahi dari “minyak” krisma, seorang yang dibaptis mendapatkan kekuatan
(tentu dari Allah) agar mampu melaksanakan/ menghidupkan martabat
anak Allah yang telah diterimanya dalam pembaptisan itu.
 Pakaian Baptis
Pakaian putih yang sesudah seorang dibaptis dikenakan padanya oleh wali
baptisnya, sebagai lambang dari martabat luhur yang diperolehnya sebagai orang
kristen dan yang harus dijaganya takbercela sampai menghadap Tuhan.
 Lilin Baptis
Dinyalakan dari lilin paskah sesudah seseorang dibaptis lalu diserakan kepadanya
oleh wali baptisnya sebangai tanda persatuan dengan kristus cahaya dunia. Lilin
itu juga lambang hidup baru selaku putera cahaya, maka sebaiknyadihiasi,
misalnya dengan tanggal pembaptisan. Lilin baptis hendaknya disimpan baik-
baik, sehingga menjelang ajal dapat dinyalakan untuk terakhir kalinya, sebagai
tanda kesetiaan kepada Kristus.

Pemberian / Pemilihan Nama Baptis

Nama baptis adalah nama orang-orang kudus: nama Santo dan Santa dengan
mendapatkan nama baptis dalam pembaptisan, kita dimasukkan kedalam suatis “ persekutuan
para kudus” : kita dimasukkan kedalam suatu communio umat Allah. Dengan memilih nama
baptis seseorang yang dibaptis mempunyai cita-cita untuk meneladani orang kudus yang
dipilihnya sebagai namanya. Dengannya ia berharap agar semangat hidup Santo atau Santa yang
dipakainya, juga menjadi semangat hidupnya pula, oleh karena itu, sipenerima baptis pun
menjaga dan membantu dia dalam usahanya mewujudkan cita-citanya utuk mempunyai
semangat hidup seperti Santo atau Santa yang dipilihnya. Diharapkan pula bahwa Santo atau
Santa yang dipilihnya akan memberikan perlindunganya.
PERTEMUAN II

Tujuan:

1. Para orang tua calon anak yang mau dibaptis menyadari betapa pentingnya Pendidikan
iman anak tanggungjawab orang tua.
2. Menjadi wali baptis pada Calon Baptis dalam Upacara Sakramen Permandian.
3. Mendampingi terus menerus kehidupan iman anak baptisannya sehingga anak
baptisannya tersebut sungguh-sungguh mampu menjadi pribadi Katolik yang tangguh
dalam iman dan perilaku iman.
4. Tekun mendoakan anak baptisnya.

 Langkah pertama : Tugas dan tanggung jawab orang tua anak yang mau dibaptis

Peran Penting Orangtua

Para orangtua meminta agar anaknya dibabtis. Dengan demikian, orang tua yang dirinya dibaptis
mengakui mengambil tanggung jawab melatih anak dalam mempraktekkan iman, dan
membesarkan anak mereka dalam cara-cara Kristus. Ini termasuk:

Menceritakan anak tentang Allah yang mengasihi kita dan tentang Yesus teman kita

 Mengajarkan anak bagaimana berdoa


 Menanamkan nilai-nilai Kristiani pada anak
 Mengajarkan anak bagaimana menjadi seorang Kristen yang baik, melalui teladan
 Membawa anak ke Gereja untuk berdoa di Misa, terutama pada hari Minggu dan hari-
hari kewajiban
 Memastikan bahwa anak menerima pendidikan yang layak

Orang tua non-Katolik yang memberikan persetujuan mereka untuk pembaptisan tidak perlu
melakukan apapun yang bertentangan dengan keyakinan agama atau pribadi mereka. Namun
demikian, mereka diundang:

 Untuk terlibat dalam kehidupan iman anak mereka


 Untuk sepenuhnya menyadari arti dan implikasi baptisan
 Terbuka untuk berdiskusi dengan pasangan mereka setiap pemesanan / perbedaan yang
mereka miliki, dan untuk berbicara dengan menteri Gereja jika mereka ingin

Isi dari tanggungjawab - dalam koridor keagamaan dan iman - orangtua terhadap anak
bayi yang akan dibaptis adalah sangat berat. Tanggungjawab tidak dapat berhenti dalam
waktu-waktu tertentu, tetapi tanggungjawab terus berkelanjutan sampai bayi yang
dibaptis menjadi dewasa dan dapat menentukan jalan hidupnya sendiri.
Orangtua diharapkan terus memperhatikan perkembangan iman anak sampai batas
tertentu. Gereja mengharapkan anak dapat berkembang dalam suasana keluarga yang
kristiani.
Pada saat orangtua membawa bayi atau anaknya yang berusia di bawah lima tahun untuk
dibaptis, Gereja mengatakan “Keputusan untuk menjadi orang Katolik adalah keputusan
orangtua, BUKAN keputusan anak.”
 1. Persetujuan orang tua
Demi sahnya, tindakan pembaptisan pada bayi dibutuhkan persetujuan dari salah satu
atau kedua orang tuanya. Pernyataan ini berkaitan dengan kanon sebelumnya yakni kan.
867 yang menyatakan bahwa para orang tua wajib mengusahakan agar bayi dibaptis
minggu-minggu pertama sesudah kelahirannya. Namun pembaptisan anak yang orang
tuanya bukan Katolik harus mendapat persetujuan dari orang tua pihak bukan Katolik.
Prinsip ini mau menghormati hak dari orang tua yang bukan Katolik terhadap
pembaptisan anak. Selain itu, nampak kanon ini mau menekankan unsur kebebasan
beragama. Hal seperti itu ditegaskan oleh ajaran Konsili Vatikan II dalam Pernyataan
tentang Kebebasan Beragama no. 2: menyatakan bahwa ”pribadi manusia berhak atas
kebebasan beragama. Kebebasan itu berarti, bahwa semua orang harus kebal terhadap
paksaan dari pihak orang-orang perorangan maupun kelompok-kelompok sosial dan
kuasa manusiawi manapun juga, sedemikian rupa sehingga dalam hal keagamaan tak
seorangpun dipaksa untuk bertindak melawan suara hatinya…” (Dignitatis Humanae, no.
2). Maka pembaptisan yang bertentangan dengan kehendak orang tuanya dilarang, namun
hanya dalam situasi bahaya maut anak dapat dibaptis meskipun tanpa persetujuan orang
tuanya.
 2. Pendidikan iman anak tanggungjawab orang tua
Pendidikan iman anak merupakan tanggungjawab pertama dan utama dari orang tua.
Merekalah yang menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka mereka terikat
kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Terutama dalam keluarga kristen, anak-
anak sejak dini harus diajar mengenali Allah serta berbakti kepada-Nya dan mengasihi
sesama, seturut iman yang telah mereka terima di dalam sakramen pembaptisan (bdk.
Gravissimum Educationis, no. 3). Pernyataan ini berhubungan erat dengan hak natural
(kodrati) dari orang tua untuk mendidik anaknya dengan sekuat tenaga agar mengikuti
iman orang tuanya (bdk St. Thomas Aquinas hak orang tua: Patria Potestas). Atas dasar
itulah pembaptisan pada usia bayi dapat dilakukan, karena dijamin oleh orang
tua/walinya.
 3. Salus animarum (Kan. 1752)
 Dibalik pernyataan kanon 868 terdapat suatu prinsip yakni karya pelayanan pastoral
Gereja pertama dan utama demi keselamatan jiwa-jiwa, itulah hukum yang tertinggi (bdk.
Kan. 1752), Maka dalam pelayanan pastoral khususnya masalah pembaptisan anak dari
perkawinan yang bermasalah nilai keselamatan jiwa-jiwa menjadi prinsip utama. Selain
itu dalam kasus anak dalam bahaya mati (il pericolo di morte) melakukan pembaptisan
demi keselamatan jiwa anak itu hal yang penting dan pokok. Karena itulah dalam
keadaan bahaya mati meskipun orang tua tidak semua beragama Katolik atau salah
satunya beragama Katolik, tindakan pembaptisan bayi adalah sah dan tidak bertentangan
dengan kebebasan beragama.

Ketika seorang bayi / anak dibaptis, keputusan untuk menjadi orang Katolik merupakan
keputusan orangtua. Gereja mengijinkan pembaptisan anak-anak karena tanggung-jawab iman
anak ada dalam tangan orangtua berkat Sakramen Perkawinan. Maka, tugas utama orangtua
adalah membantu anak supaya perlahan-lahan keputusan untuk menjadi orang Katolik adalah
keputusan pribadinya. Tugas ini berat, sehingga Gereja menganjurkan perlu adanya wali baptis.
Artinya, tugas lain dari wali baptis adalah ambil bagian dalam tugas dan tanggung jawab
orangtua tersebut.

 Langkah ke dua : tugas dan tanggung jawab wali baptis

Tugas Para wali baptis

Wali baptis memiliki 2 fungsi penting:

 Mereka mewakili Gereja yang anak sedang dibaptis


 Mereka setuju untuk membantu dan mendukung orang tua dalam membesarkan anak
secara Katolik, dengan kata-kata, tindakan dan contoh yang baik

Kedua wali baptis harus berlatih anggota Gereja Katolik. Wali baptis harus dipilih dengan hati-
hati. Mereka haruslah orang-orang yang akan menjadi contoh bagi anak Anda tentang apa
artinya untuk mengikuti Yesus, dan harus memahami dan menerima tanggung jawab bahwa
mereka sungguh-sungguh melakukan ajaran Kristus.

Untuk memahami tugas Wali Baptis, kita pertama-tama perlu mengetahui tujuan dan efek dari
Sakramen Pembaptisan dan Krisma. Di samping untuk pengampunan seluruh dosa kita (bdk.
Katekismus Gereja Katolik 1263) dan memberikan meterai tak terhapuskan yang
menggabungkan kita dengan Kristus (bdk. KGK 1272-1274), Pembaptisan memiliki dua efek
lain yang bersifat sosial: Seseorang menjadi Putera Angkat Allah (bdk. KGK 1265) dan
seseorang menjadi anggota Tubuh Kristus, yaitu Gereja (bdk. KGK 1267-1271).
Krisma atau Penguatan melengkapi Pembaptisan (bdk. KGK 1303-1304). Karena Krisma
melengkapi Pembaptisan, efek-efek sosial Krisma sama dengan Pembaptisan. Mereka yang
menerima Krisma digabungkan lebih sempurna sebagai seorang Putera Angkat Allah dengan
Kristus Putera Tunggal Allah, disatukan lebih sempurna dengan Tubuh Kristus (Gereja), dan
dikuatkan untuk memberikan kesaksian iman dalam kehidupan sehari-hari. Tugas Wali Baptis
berhubungan secara langsung terhadap efek-efek sosial Pembaptisan dan Krisma ini.

Ketika seseorang menerima Pembaptisan, Allah mengampuni dosa-dosanya dan menghapuskan


seluruh hukuman akibat dosa. Bapa memberikan orang itu karunia keselamatan. Bagaimanapun
juga, orang itu dapat kehilangan rahmat ini. Sama seperti raja menghendaki hamba-hambanya
untuk menggunakan talenta-talenta mereka untuk kemuliaan raja dan mengambil kembali talenta
dari hamba yang malas dan jahat (Mat 25:14-30), maka Allah juga mengharapkan kita untuk
mengerjakan keselamatan kita melalui doa dan tindakan kasih. Singkatnya, kita harus terus-
menerus membuat diri kita bersatu dan menyelaraskan diri kita dengan Kristus. (Fil 1:27-2:18 ;
KGK 1691-1696). Oleh karena itu, Pembaptisan merupakan awal dari sebuah kehidupan spiritual
baru yang mana kita harus bertumbuh dalam kebajikan dan rahmat di hadapan Allah dan sesama
kita. Pertumbuhan dalam kebajikan dan rahmat ini mencerminkan status kita sebagai anak-anak
Allah karena pengangkatan (adopsi) dan sebagai anggota Tubuh Mistik Kristus, Gereja Katolik.

Teladan Iman

Peran Wali Baptis adalah untuk membantu pertumbuhan mereka yang dibaptis dalam kehidupan
spiritual mereka yang baru. Sebagai seorang Putera Angkat Allah dan anggota Keluarga Allah,
Gereja, mereka yang dibaptis harus  hidup dalam harmoni dengan Keluarga Allah. Seorang Wali
Baptis berjanji menyediakan teladan iman “agar yang dibaptis menghayati hidup kristiani
yang sesuai dengan baptisnya dan memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat
pada baptis itu.” (Kitab Hukum Kanonik 872). Bila yang dibaptis adalah seorang bayi atau anak
kecil yang orang tuanya adalah umat beriman Katolik, Wali Baptis membantu orang tuanya di
mana orang tua tetap merupakan pengajar iman utama bagi anaknya (Gravissimus Educationis
[GE] 3). Bila yang dibaptis adalah seorang bayi atau anak kecil yang orang tuanya bukan
Katolik, atau yang dibaptis adalah seorang dewasa, Wali Baptis harus menjadi teladan utama
dalam pertumbuhan spiritual anak baptisnya.

Pertolongan terbesar yang dapat diberikan oleh Wali Baptis adalah teladan iman. Wali Baptis
harus mengusahakan dan kebajikan dalam dirinya sendiri dan memberikan teladan doa. Sebagai
bagian dari teladan iman ini, Wali Baptis harus terlibat dalam hidup anak baptisnya. Teladan
Wali Baptis tidak bisa dilihat oleh anak baptisnya bila ia berada di luar kehidupan anak
baptisnya. Menjadi terlibat secara aktif dalam kehidupan anak baptisnya akan mendorong
hubungan yang kuat dan membuat Wali Baptis dapat menjalankan perannya sebagai role model.
Anak baptis dapat memahami dengan lebih baik statusnya sebagai seorang anak Allah.
Persyaratan Khusus

“Calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon
baptis dewasa dalam inisiasi kristiani, ... ” (KHK 872). Karena tugas ini begitu penting,
seorang Wali Baptis dalam Gereja Katolik harus:
1). Menjadi seorang Katolik yang berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja,
2).  Layak ditunjuk dan menerima tanggungjawab sebagai Wali Baptis
3). Memenuhi persyaratan usia yang ditetapkan oleh keuskupan setempat di mana Pembaptisan
dilakukan, dan
4). Bukan ibu atau ayah kandung dari orang yang dibaptis (GE 3; KHK 874 Point 1)

Keberadaam wali babtis sudah ada sejak masa gereja Perdana, ketika itu Barnabas menjadi wali atau penjamin

Paulus dalam pertobatannya (Kis. 9:26-27). Peran wali babtis pada masa ini sangat penting yaitu sebagai

pendamping dan pelindung babtisan dari awal persiapan,penerimaan secara resmi maupun setelah peristiwa

pembabtisan. Pada tahun 313, gereja berada dalam penganiayaan Kekaisaran Romawi dan perlu berhati-hati

dalam mencegah menyusupnya kaum kafir dan penganiaya. Kemudian dari abad IV – XV :ketika para awam

terlibat dalam karya pewartaan iman,para wali babtis berperan sebagai pendidik iman calon babtis, mengajari doa-

doa dan mmberi nama pelindung (nama babtis). Pada abad XV sampai konsili Vatikan II : peran wali babtis

sangatlah dominan, sampai menggeser peran orang tua calon babtis, dari permohonan pembabtisan sampai

selesai orang tua tidak dilibatkan. Pada konsili Vatikan II wali babtis berperan membantu orang tua, menghantar

anak2 babtisan menuju kedewaan iman kristiani, karena pendidik yang pertama dan utama adalah orang tua.

Peran wali babtis diuraikan dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) bab IV, kan 872 – Calon babtis sedapat mungkin

diberi wali babtis, yang berkewajiban mendampingi calon babtis dewasa dalam inisiasi kristiani, dan bersama orang

tua mengajukan calon babtis bayi untuk dibabtis, dan juga berusaha agar yang dibabtis menghayati hidup kristiani

yang sesuai dengan babtisnya dan memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada babtis itu.

Syarat-syarat menjadi wali babtis seperti yang sudah ditulis oleh bapak Papa Tan sesuai dengan KHK.

Beberapa usulan praktis :

(1) kiranya para petugas pastoral dapat mendampingi para orang tua dan wali babtis untuk memahami dan

menyadari kembali tugas dan peran mereka, melalui katekese bahkan dengan rekoleksi bersama.

(2) kiranya para orang tua atau calon babtis dapat memilih wali babtis yang tepat, agar bias mendampingi

babtisan secara berkelanjutan.

(3) para wali babtis mengadakan kunjungan, teristimewa pada hari-hari istimewa anak serani (babtis)nya. Disini

menjadi saat yang baik untuk menyapa , mengadakan komunikasi iman,bahkan memberikan dukungan entah

dalam bentuk motivasi atau memberi hadiah berupa buku-buku rohani atau benda rohani lainnya.

Sumber :Majalah LITURGI Vol. 24 _ no. 2, April – Juni 2013.

Selanjutnya dalam majalah LITURGI vol.24-no.3 ,dengan topic Wali Krisma ditulis :

Memperhatikan rangkaian hidup beriman, yang ditunjukkan dalam urutan sakramen yang diterimakan, memang

tepat kalau dianjurkan bahwa seorang pendamping atau wali krisma adalah juga sebelumnya merupakan wali

babtisnya.

Semoga bermanfaat.

PENCERAHAN TAMBAHAN DARI SALAH SEORANG ADMIN PAGE SL


sedikit rangkuman materi mengenai Fungsi dan Peran Wali Baptis, dari saya semoga dapat membantu.

Wali Baptis boleh dibilang adalah seorang “Pembantu” dari calon Baptis. Kenapa?

Karena mereka menjadi :

– Penjamin

– Wali Baptis

Penjamin harus mengetahui watak dan kelakukan, iman dan niat simpatisan atau katekumen; ia ikut memberikan

jaminan kepada Gereja bahwa calonnya itu pantas dilantik menjadi katekumen dan dipilih sebagai calon Baptis.

Fungsi penjamin itu selesai sebelum upacara “pemilihan”.

Pada zaman penganiayaan. fungsi itu tidak hanya amat penting, tetapi sering sulit juga dan berbahaya. Penjamin

mengawasi si calon seolah-olah “dari luar”(pada zaman dahulu ia tidak dikenal oleh si calon), untuk kemudian

memberi laporan kepada pemimpin Gereja.

Wali Baptis mendampingi katekumen pada hari “pemilihan”. dalam perayaan sakramen-sakramen inisiasi dan masa

“mistagogi”, artinya ia menunjukan jalan kepada katekumen supaya menerapkan Injil dalam hidupnya sendiri dan

dalam hubungannya dengan masyarakat. Ia harus menolong dalam keragu-raguan dan kebimbangan. Ia harus

memberi kesaksian dan menjaga perkembangan hidup kristianinya.

Tiap Calon Baptis akan mendapat satu atau dua orang Wali Baptis. (Anda bisa memilih dua wali baptis, pria dan

wanita, dan tidak harus suami istri. Bila hanya satu Wali Baptis dipilih dari jenis kelamin yang sama dengan anda).

Untuk para Calon Baptis dewasa, Wali Baptis berperan mendampingi Calon Anak Baptisnya dalam inisiasi kristiani

(setidaknya mulai dari upacara pemilihan nama baptis sampai Masa Mistagogi) dan mengusahakan agar Anak

Baptisnya tetap menghayati hidup Kristiani dan memenuhi kewajiban – kewajiban Kristianinya dengan setia (lih.

Kan 872).

Mengapa Anda memerlukan Wali Baptis?

Pembaptisan adalah Sakramen Iman, artinya bukan saja menjadi tanda anda beriman kepada Kristus, melainkan

juga sarana anda menerima Iman.

“Pada semua orang yang sudah dibaptis, apakah anak-anak atau orang dewasa, Iman masih harus tumbuh

sesudah pembaptisan” (KGK 1254). Iman mesti terus ditumbuhkembangkan. Terlebih dalam perjalanan, kita akan

dihadapkan pelbagai tantangan. ”Kamu akan dibenci semua orang karena nama-Ku. Tetapi orang yang bertahan

sampai kesudahannya ia akan selamat” (Mrk 1:13). Di sinilah kita membutuhkan bantuan dan dukungan orang

lain.

Wali Baptis secara tetap berupaya memperhatikan dan mendukung pertumbuhan iman Anda. Maka, peran dan

tanggung jawab mereka tidak sebatas dalam formalitas Liturgi Pembaptisan, melainkan diharapkan bisa menjadi

pendamping Anak Baptisnya dalam perkembangan menuju kedewasaan iman.

Berkaitan dan pendampingan Wali Baptis terhadap Anak Baptis, Anda mempunyai hak untuk memilih dan

menentukan sendiri siapa yang akan anda percaya menjadi Wali Baptis anda.

Syarat menjadi Wali Baptis

Agar seseorang dapat diterima untuk mengemban tugas Wali Baptis, haruslah:

• ditunjuk oleh Calon Baptis sendiri atau oleh orangtuanya atau oleh orang yang mewakili mereka atau, bila

mereka itu tidak ada, oleh Pastor Paroki atau pelayan baptis, selain itu ia cakap dan mau melaksanakan tugas itu;

• Telah berumur genap enam belas tahun, kecuali umur lain ditentukan oleh Uskup Diosesan atau ada kekecualian

yang atas alasan wajar dianggap dapat diterima oleh Pastor Paroki atau pelayan baptis;

• Seorang Katolik yang telah menerima Sakramen Penguatan (Krisma) dan Sakramen Ekaristi Maha Kudus, lagi
pula hidup sesuai dengan iman dan tugas yang diterimanya;

• Tidak terkena suatu hukuman kanonik yang dijatuhkan atau dinyatakan secara legitim;

• Bukan ayah atau ibu dari Calon Baptis. (Kan. 874 § 1)

Syarat dari Wali Baptis yg harus dipenuhi dalam administrasi Gereja

• Foto copy Surat Baptis (sudah Katolik)

• Foto copy Surat Krisma (dewasa secara iman)

• Foto copy Surat Perkawinannya dan keterangan tidak sedang terhalang dari secara legitim

• Menandatangani surat kesedian dan kesanggupannya membimbing dan mendukung dalam doa bagi anak

baptisnya.

Lebih dari sekedar kehormatan menjadi Wali Baptis adalah suatu panggilan untuk mengemban tugas mulia. Bila

orang yang anda pilih tidak menjalankan tugasnya dengan baik, tentu akan kecewa bukan?!. Anda berharap Wali

Baptis mendukung anda dalam doa. Kalau sebaliknya yang terjadi, tentu anda merasa dahulu anda salah pilih?

Maka perlu mempertimbangkan apakah dia mudah dimintai tolong dan bagaimana dia menghidupi iman

Katoliknya.

Seandainya dia hanya kadang-kadang pergi ke gereja mingguan atau hanya NAPAS (Natal dan Paska), sebaiknya

jangan dipilih. Tentu anda akan mencari yang mempunyai semangat doa sehingga bisa diharapkan mereka dengan

teratur mendoakan Anda. Syukur bila kemudian mereka bisa menjadi tempat konsultasi atau sekadar sharing

iman. Hendaknya juga tidak memilih Wali Baptis “langganan” yang sudah terlalu banyak menerima tanggung

jawab sebagai Wali Baptis.

Akan lebih baik dan bisa jadi, pilihan kemudian jatuh kepada para warga lingkungan anda sendiri. Hal ini justru

mempunyai beberapa kelebihan, yakni kontak dengan Anda bisa lebih sering dilakukan sehingga kesaksian

hidupnya bisa anda lihat minggu demi minggu, dan bila Wali Baptis cukup aktif dalam hidup menggereja di

Lingkungan dan Paroki, niscaya juga menjadi teladan Anda terlibat dalam hidup menggereja.

Seorang Wali Baptis tidak dapat memberikan teladan iman bila ia tidak berbagi (sharing)
mengenai imannya. Karena seorang Wali Baptis berjanji untuk membantu dalam pembentukan
orang yang baru dibaptis dan setuju untuk mewakili komunitas iman dan mendorong anak
baptisnya untuk tetap berada dalam persatuan penuh dengan Gereja, Wali Baptis harus berada
dalam persatuan penuh dengan Gereja Katolik sendiri. Oleh karena itu, Wali Baptis bagi seorang
Katolik haruslah seorang Katolik yang baik dan benar. Dia harus telah menerima Sakramen
Ekaristi dan Sakramen Krisma dan harus hidup dalam keselarasan dengan iman Katolik (GE 3:
bdk. Kanon 874). Dia juga harus memenuhi syarat untuk menerima sakramen-sakramen dan
tidak terikat penalti/hukuman gerejawi.

Yang menjadi perhatian secara khusus saat ini adalah umat Katolik yang menikah di luar Gereja.
Karena orang seperti ini tidak hidup selaras dengan ajaran dan praktek Gereja, orang ini tidak
memenuhi syarat untuk diperbolehkan menerima Sakramen Ekaristi. Sampai dia menyatukan
dirinya kembali dengan Gereja, ia tidak dapat bertindak sebagai Wali Baptis.
Mengenai persyaratan pertama bahwa seorang Wali Baptis haruslah seorang Katolik, hal ini
berlaku mutlak untuk Gereja Katolik Roma, tetapi ada pengecualian untuk Gereja Katolik
Timur menurut Hukum Kanonik Gereja Katolik Timur. Pengecualian ini berkaitan dengan
hubungan antara Gereja Katolik Timur dengan saudara-saudara terpisah Gereja Ortodoks.
“Untuk suatu sebab yang layak,” mengenai Pembaptisan seorang Katolik Timur, “diizinkan
untuk mengakui umat beriman Kristen dari Gereja Timur non-Katolik lainnya untuk fungsi
sebagai sponsor, tetapi selalu pada saat yang bersamaan dengan sponsor dari Katolik." [1]
Hal ini berarti bahwa seorang Katolik Yunani-Ukraina dapat memiliki seorang Wali Baptis dari
Ortodoks Rusia, atau seorang Katolik Koptik dapat memiliki seorang Wali Baptis dari Ortodoks
Koptik, asalkan ada alasan yang baik untuk itu (misalnya hubungan keluarga) sementara orang
yang dibaptis ini juga memiliki seorang Wali Baptis Katolik lainnya.

Karena Pembaptisan adalah sakramen yang menyatukan seluruh umat Kristen (bdk. KGK 1271),
dan karena Gereja mengakui pentingnya hubungan keluarga dan persahabatan dekat, seorang
Katolik dapat melayani sebagai “saksi” bagi seorang Kristen non-Katolik dalam
pembaptisan, tetapi tidak sebagai seorang Wali Baptis. Seorang Katolik tidak dapat melayani
sebagai seorang Wali Baptis bagi seseorang yang tidak memilik niat atau intensi untuk
bertumbuh dalam iman Katolik. Demikian juga, seorang non-Katolik dapat bertindak
sebagai “saksi” pada saat Pembaptisan Katolik hanya bila ada setidaknya seorang Katolik
juga yang bertindak sebagai Wali Baptis bagi yang dibaptis pada saat Pembaptisan
tersebut. [2]. KHK 874 point 2 menyebutkan, “Seorang yang telah dibaptis dalam suatu
jemaat gerejawi bukan katolik hanya dapat diizinkan menjadi saksi baptis bersama dengan
seorang wali baptis katolik.” Norma Pastoral ini memungkinkan hubungan keluarga untuk
dipelihara dan iman dapat disaksikan oleh non-Katolik.

Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, adalah penting bahwa Para Wali Baptis dipilih untuk
tujuan-tujuan di atas dan bersedia menerima tanggungjawab-tanggungjawab tersebut. Para Wali
Baptis juga harus memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh uskup setempat.
Persyaratan-persyaratan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa Para Wali Baptis menerima
tanggungjawab dengan serius dan mampu untuk memenuhi tanggungjawab tersebut.

Wali Baptis juga harus bukan orang tua dari orang yang dibaptis. Berdasarkan tradisi kuno
Gereja, hubungan spiritual muncul antara Wali Baptis dan Anak Baptis. Hubungan ini
membangun ikatan dalam iman dan membawa tanggungjawab orang tua secara rohani. Jika
orang tua kandung si anak tidak dapat memunculkan atau membentuk pribadi anak dalam iman,
Wali Baptis harus memenuhi kewajiban ini. Orang tua kandung telah memiliki hubungan
parental yang utama dengan anak yang dibaptis. Tetapi bila orang tua kandung ini juga menjadi
Wali Baptis bagi anak kandung mereka, maka tidak akan ada lagi orang lain yang dapat
membantu mereka atau menggantikan tempat mereka untuk mendidik iman anak mereka ketika
mereka tidak ada atau ketika mereka tidak sanggup memenuhi tugas tersebut.
Hubungan spiritual ini begitu kuat sehingga, pada masa lalu, Gereja tidak mengizinkan Wali
Baptis dan Anak Baptisnya menikah. Sementara larangan untuk menikah ini tidak lagi ada di
Gereja Barat, larangan ini tetap ada di Gereja-gereja Katolik Timur. Hal ini berarti bahwa dalam
Gereja-gereja Katolik Timur, seseorang tidak boleh menjadi Wali Baptis bagi calon
pasangannya, meskipun hal ini dapat dikesampingkan oleh uskup setempat.[3] Lebih jauh,
hubungan spiritual ini begitu penting sehingga Gereja merekomendasikan “agar diterima
sebagai wali penguatan (Krisma) orang yang sudah menerima tugas yang sama dalam
baptis.” (KHK 893 point 2)

Akhirnya, bagi seorang yang dibaptis Katolik, “ ... wali baptis hendaknya diambil hanya satu
pria atau hanya satu wanita atau juga pria dan wanita.” (KHK 873). Oleh karena, seorang
Katolik hanya boleh memiliki satu Bapa Baptis dan satu Ibu Baptis atau hanya salah satunya.

Membangun Keluarga Allah

Menjadi seorang Wali Baptis adalah tugas penting dalam Gereja Katolik. Seringkali Wali Baptis
dipilih dari anggota keluarga dan teman dekat. Sungguh sering, Wali Baptis tidak hidup dalam
daerah yang sama dengan Anak Baptisnya. Sementara hal ini membuat Wali Baptis sulit untuk
menjadi bagian dari kehidupan Anak Baptisnya, tetapi tetap tidak mustahil. Setidaknya, Wali
Baptis sebaiknya mengirimkan kartu ucapan selamat ulang tahun, selamat menerima Krisma,
selamat Natal, atau untuk peristiwa-peristiwa penting dalam hidup si Anak Baptis tersebut. Bisa
juga dengan menghadiahkan buku-buku Katolik atau Kitab Suci.

Mengingat dan menyadari Pembaptisan dan Krisma mereka akan mendorong para Anak Baptis
untuk menanggapi rahmat yang mereka terima dari sakramen ini dan menghidupi kehidupan
layaknya anak Allah. Mereka harus tetap berada dalam kontak dengan Wali Baptis melalui surat,
telepon, dan bila mungkin kunjungan pribadi dari Wali Baptis. Orang tua seharusnya mendukung
dan mendorong hubungan antara anak-anak mereka dengan para Wali Baptis anak-anak mereka.
Dengan cara ini, anak-anak tidak akan lagi menganggap Pembaptisan atau Krisma sekadar
sesuatu indah yang terjadi dalam hidup mereka. Lebih dari itu, mereka akan mengalami
hubungan yang konkret yang memberikan kesaksian mengenai status mereka sebagai Anak-anak
Angkat Allah. Lebih jauh lagi, mereka akan terdorong untuk hidup dalam harmoni dengan
keluarga Gereja yang lebih besar.

PERTEMUAN III
1. Peranan dan tanggungjawab umat dalam penerimaan Sakramen Babtis
2. Yang menerimakan sakramen Babtis
Baptisan bukan perbuatan manusiawi belaka tetapi Baptis adalah tanda dan sarana Rahmat
Allah, yaitu kelahiran/hidup baru dimana Allah berkarya melalui para pelayan-Nya. Baptisan
adalah karya Allah sendiri yang mencurahkan Roh Kudus-Nya. Baptisan tidak dapat
dibedakan/dipisahkan dari Iman kepada Yesus dan dari Pencurahan Roh Kudus. Baptisan
merupakan perwujudan iman seseorang kepada Yesus dan Iman itu berhubungan dengan
pencurahan Roh Kudus sebagaimana yang terdapat pada1 Kor 12:3 “Karena itu aku mau
meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorangpun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat
berkata: “Terkutuklah Yesus!” dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: “Yesus
adalah Tuhan”, selain oleh Roh Kudus.” Dari uraian diatas jelaslah bahwa Baptis bukan
hanya sebuah simbol tetapi benar-benar membuat kita lahir baru karena peranan dari Roh
Kudus yang membuat kita lahir baru didalam pembaptisan. oleh karena hal itulah St.Petrus
menegaskan perlunya baptisan bagi keselamatan “Juga kamu sekarang diselamatkan oleh
kiasannya (air bah), yaitu baptisan maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan
jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan
Yesus Kristus” (1 Pet 3:21).

Pandangan Keselamatan Dalam Gereja Katolik

Gereja pada masa pra konsili vatikan II terkenal dengan pandangannya Extra Excclesiam
Nulla Salus yang berarti diluar gereja tidak ada keselamatan yang bertolak dari teks kitab
suci;
1. Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia (Yesus), sebab di
bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya
kita dapat diselamatkan “Kis 4:12”

2. Kata Yesus kapanya “ Akula jalan kebenaran dan hidup, tidak ada seorang pun yang
datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6)

Anda mungkin juga menyukai