Anda di halaman 1dari 33

PERTEMUAN PERTAMA

INISIASI KRISTIANI

A.  Doa Pembuka/Nyanyian
(Pembina meminta seorang peserta untuk membuka pertemuan dengan doa)

B.  Pengantar

Baptis — Krisma — Ekaristi disebut pula SAKRAMEN INISIASI: artinya tiga serangkai
yang mengukuhkan seseorang menjadi anggota penuh dari Gereja. Dengan dibaptis, orang
secara resmi menjadi anggota Gereja; dengan Krisma keanggotaannya dikukuhkan; dengan
Ekaristi pengukuhan itu dirayakan: Gereja "makan bersama" merayakan masuknya anggota-
anggota baru. Baptis dan Krisma sebenarnya hanya ingin memberi tekanan khusus kepada dua
aspek dari misteri yang sama, yakni inisiasi. Dalam pembaptisan pencurahan air mendapat
tekanan khusus sebagai lambang bahwa calon baptis menerima hidup baru dan
diterima sebagai anggota jemaah. Sedangkan Krisma ingin memberi tekanan istimewa kepada
Roh Kudus. Artinya calon krisma diajak lebih menyadari dan menghayati kehadiran Roh Kudus
dalam diri mereka; mereka harus semakin dijiwai oleh Roh Kudus, Roh Kristus sendiri, yang
menjiwai seluruh jemaah Kristen dan kegiatannya.

Dengan Sakramen Krisma dijelaskan bahwa orang yang sudah dibaptis kini dikukuhkan
sebagai anggota penuh jemaah, turut bertanggung jawab atas kesejahteraan umat, dan
mendapat kedudukan serta peranan yang sama seperti semua warga lainnya. la
memperoleh hak dan kewajiban menjadi salah satu tenaga penyelamat, baik penyelamat diri
sendiri maupun penyelamat masyarakat.

Menurut buku liturgi, "proses inisiasi Kristen dilanjutkan dalam sakramen krisma. Dalam
sakramen krisma itu orang beriman menerima Roh Kudus yang pada hari Pentekosta diutus
Tuhan kepada para rasul serta anugerah Roh Kudus ini, orang beriman menjadi lebih serupa
dengan Kristus dan dikuatkan untuk memberi kesaksian tentang Kristus, demi pembangunan
tubuh-Nya dalam iman dan cinta kasih.

Begitu juga dengan Pembaptisan dan Krisma. Pembaptisan, Yang disebut "pintu" (LG
11) untuk "masuk menjadi anggota umat Allah" (PO 5), mengarah ke dalam. Sebaliknya Krisma,
yang mewajibkan orang "menyebarluaskan dan membela iman sebagai saksi Krisus yang sejati"
(LG 11), mengarah ke luar. Tentu saja "dengan baptis dan penguatan/krisma orang ditugaskan
untuk kerasulan" (LG 33; lih. AG 36). Dengan demikian, kelihatan bahwa inisiasi merupakan
proses: masuk kemudian diutus. Tentp, saja, seseorang tidak masuk Gereja untuk "mapan" di
situ, melainkan supaya diutus. Oleh karena itu kedua sakramen bersama membuat orang
menjadi, anggota Gereja dalam arti penuh. Tetapi karena arahnya yang berbeda, kedua
sakramen ini pantas dibedakan.

C.  Materi Pokok

Sakramen sebagaimana dipahami oleh Gereja Katolik, adalah tanda yang terlihat, yang


dapat ditangkap oleh panca indera, yang dilembagakan oleh Yesus dan dipercayakan
kepada Gereja, sebagai sarana yang dengannya rahmat dari Allah dinyatakan melalui tanda
yang diterimakan, yang membantu penerimanya untuk berkembang dalam kekudusan, dan
berkontribusi kepada pertumbuhan Gereja dalam amal-kasih dan kesaksian (bdk. KHK, Kan.
840).

Gereja Katolik mengajarkan bahwa dampak dari suatu sakramen itu ada, yaitu ex opere
operato (oleh kenyataan bahwa sakramen itu dilayankan), tanpa
memperhitungkan kekudusan pribadi pelayan yang melayankannya. Tetapi kurang layaknya
kondisi penerima untuk menerima rahmat yang dianugerahkan tersebut dapat menghalangi
efektivitas sakramen itu baginya; sakramen memerlukan adanya iman meskipun kata-kata dan
elemen-elemen ritualnya berdampak menyuburkan, menguatkan, dan memberi ekspresi bagi
iman (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 224).

Dalam gereja katolik ada tiga sakramen yang disebut sebagai sakramen inisiasi, ketiga
sakramen ini merupakan sakramen yang menandakan bahwa sorang katolik telah sah menjadi
anggota penuh gereja dan terlibat penuh dalam tri tugas gereja. Kata inisiasi sendiri berasal dari
bahasa Latin Inire yang berarti masuk ke dalam. Jadi, inisiasi adalah perayaan ritus yang
menjadi tanda masuknya seorang yang diterima masuknya seseorang dalam sebuah kelompok
dan juga tanda diterima menjadi dewasa. Melalui inisisi kristiani dalam gereja katolik, orang
resmi menjadi anggota gereja, yang tampak nyata dalam peristiwa pembaptisan. Adapun
sakramen-sakramen yang ada dalam inisiasi Gereja Katolik adalah :

1.    SAKRAMEN BAPTIS

Sakramen Baptis adalah sakramen pertama yang diterima oleh seseorang yang hendak
menjadi anggota Gereja Katolik. Sakramen Baptis adalah sakramen pertama dalam inisiasi
Katolik. Inisiasi adalah penerimaan seseorang masuk ke dalam atau menjadi anggota kelompok
tertentu. Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua dosa pribadi dan
dari hukum akibat dosa-dosa tersebut, dan membuat orang yang dibaptis itu mengambil bagian
dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui “rahmat yang menguduskan” (rahmat pembenaran
yang mempersatukan pribadi yang bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya). Pembaptisan
juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan
komunio (persekutuan) antar semua orang Kristen.

            Sakramen baptis ini merupakan gerbang sakramen-sakramen, yang perlu untuk
keselamatan, entah diterima secara nyata ataupun dalam kerinduan, dengan mana manusia
dibebaskan dari dosa, dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah serta digabungkan dengan
gereja setelah dijadikan serupa dengan Kristus setelah dimateraikan yang tak terhapuskan, dan
hanya diterima secara sah dengan pembasuhan air sungguh serta bersama rumusan-rumusan
kata-kata yang diwajibkan ( bdk. KHK, Kan. 849 ).

Dalam penerimaan sakramen baptis harus melewati 3 Tahap Inisiasi (pembaptisan) Katolik,
sebagai berikut :

1)      Masa pra-katekumenat/simpatisan menjadi Katekumen; (Masa pemurnian motivasi calon,


dituntut pertobatan dan iman).

2)      Masa katekumen menjadi calon baptis; (Masa perkembangan iman calon baptis, merupakan
masa pengajaran dan pembinaan iman).

3)      Masa calon baptis menjadi Baptisan Baru; (Masa persiapan baptisan dan penerimaan menjadi
anggota Gereja Katolik).

4)      Sesudah dibaptis, para baptisan baru menerima atau mengalami masa pembinaaan iman
sebagai baptisan baru yang disebut mistagogi. Untuk dibaptis, seseorang harus percaya dan
beriman kepada Kristus. Percaya kepada Kristus berarti hidup sesuai dengan ajaran Kristus
dalam kehidupan sehari-hari. Melalui sakramen baptis seseorang dilahirkan kembali dalam air
dan roh. Lilin bernyala yang diterima oleh baptisan baru dalam upacara sakramen baptis
merupakan lambang baptisan baru yang sudah diterangi oleh Kristus dan harus senantiasa
berusaha hidup dalam terang Kristus.

Perayaan dan Pelayan Baptis

            Sakramen baptis dalam Gereja Katolik, hendaknya dirayakan menurut tata perayaan
dalam buku-buku liturgi yang disetujui, kecuali dalam keadaan darurat, dimana seorang pelayan
baptis harus menggunakan forma dan materia yang sudah ditentukan menurut hukum gereja,
sebagai tanda sahnya pembaptisan tersebut. Pelayan baptis dalam perayaan baptis yang
dirayakan pada dasarnya haruslah para kaum tertahbis, seperti uskup, pastor, dan diakon yang
disebut dsebagai pelayan biasa. Namun bilamana pelayan biasa tidak dapat hadir atau ada
halangan, baptisan bisa dilaksanakan secara licit oleh katekis atau orang lain yang ditugaskan
oleh Ordinaris wilayah, bahkan dalam keadaan darurat siapapun yang menpunyai maksud
semstinya dengan forma dan materia yang sudah ditentukan menurut hukum gereja ( bdk. KHK,
Kan. 861 $ 2). Namun harus diingat juga bilamana tidak dalam keadaan darurat tidak
seorangpun diijinkan melakukan pembaptisan tanpa seijin Ordinaris wilayah.

Calon Baptis dan Wali Baptis

            Calon baptis pada umumnya ialah setiap dan hanya manusia yang belum dibaptis. Baik
itu dewasa maupun banyi. Bilamana ia seorang dewasa ia harus mempunyai niat sungguh yang
diutarakan untuk menerima sakramen baptis tersebut, dan harus mendapatkan pengajaran
mengenai kebenaran iman kristiani dan kewajiban-kewajiban kristiani dan telah teruji dalam
hidup kristiani melalui katekumenat ( bdk. KHK, Kan.865 $ 1 ). Apabila calon baptisnya seorang
bayi, maka orang tualah yang bertanggung jawab penuh untuk pendidikan dan pembinaan
imannya, selain dari pihak Gereja. Seorang calon baptis haruslah memilih wali baptisnya, yang
dipilih sendiri ataupun oleh orang tuanya. Wali baptis haruslah katolik yang sudah menerima
sakramen-sakramen inisiasi dalam gereja katolik, berusia 16 tahun ke atas, tidak terkena
hukuman kanonik, dan bukan ayah adan ibu dari calon baptis.

Materi dan Forma Sakramen Baptis

Materi: Air, kain putih, lilin (dan sarana lain yang menunjang, yang sifatnya tidak wajib)

Forma: Aku membaptis kamu, dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus

Buah atau Rahmat Sakramen Baptis:

1)      Mendapat pengampunan dari segala dosa, baik dosa asal maupun dosa yang dibuatnya.

2)      Menjadi ciptaan baru dan dilantik menjadi anak Allah.

3)      Memperoleh rahmat pengudusan yang membuatnya sanggup semakin percaya kepada Allah,
berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya. Membuatnya hidup di bawah bimbingan dan
dorongan Roh Kudus. Membuatnya sanggup bertumbuh dalam kebaikan.

4)      Digabungkan menjadi Anggota Gereja, sebagai bagian dari Tubuh Mistik Kristus.
5)      Dimateraikan secara kekal dalam sebuah materai rohani yang tak terhapuskan, sebagai bagian
dari Kristus.

Macam-macam Baptisan:

1)      Baptisan Bayi: Baptisan yang diterima saat masih bayi.

2)      Baptisan Dewasa: Baptisan yang diterima saat sudah dewasa.

3)      Baptisan Rindu: Saat seseorang ingin dibaptis dan ingin menjadi anggota Gereja Katolik,
menjalani masa katekumenat namun sebelum dibaptis, ia sudah meninggal. Maka ia sudah
menerima Baptisan Rindu.

4)      Baptisan Darah: Saat seseorang ingin dibaptis dan ingin menjadi anggota Gereja Katolik,
menjalani masa katekumenat namun sebelum dibaptis, ia sudah meninggal karena membela
imannya.

2.    SAKRAMEN EKARISTI

Perayaan Ekaristi diimani sebagai “sumber dan puncak” kehidupan Kristiani. Di


dalamnya terdapat tindakan pengudusan yang paling istimewa oleh Allah kepada umat beriman,
karena terdapat kehadiran dan pengorbanan Yesus Kristus dalam rupa Tubuh dan Darah-Nya
atau Sakramen Ekaristi. Ekaristi juga menjadi tindakan penyembahan yang paling istimewa oleh
umat beriman kepada Allah. Ekaristi juga menjadi representasi umat beriman terhubung dengan
liturgi di surga. Betapa pentingnya sakramen ini sehingga partisipasi dalam perayaan Ekaristi
(Misa) dipandang sebagai kewajiban pada setiap hari Minggu dan hari raya khusus, serta
dianjurkan untuk hari-hari lainnya.

Sakramen Ekaristi berasal dari Yesus sendiri. Dalam Perjamuan Terakhir bersama para
murid, Yesus mengucap syukur dan memberikan pesan-Nya: Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan
bagi kamu, perbuatlah ini menjadi kenangan akan Aku. Ia juga berkata: Cawan ini adalah
perjanjian baru oleh darah-Ku yang ditumpahkan bagimu. Ia juga memberikan perintah untuk
melakukan hal itu sebagai kenangan akan diri-Nya: Perbuatlah ini menjadi peringatan akan
Daku. Perjamuan Tuhan diteruskan oleh Gereja dalam perjamuan Ekaristi. Perjamuan Ekaristi
adalah peringatan syukur untuk mengenangkan dan sekaligus menghadirkan kembali Yesus
yang mempersembahkan diri-Nya dalam kematian di salib demi keselamatan manusia, sesuai
dengan perintah Yesus.

Melalui Ekaristi, kita mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus Kristus (Komuni
Suci) serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya. Roti dan anggur ditransformasi menjadi
Tubuh dan Darah Kristus. Perubahan ini disebut transubstansiasi. Hanya uskup atau imam yang
dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri.

Skema besar Perayaan Ekaristi terdiri dari:

Ritus Pembukaan

Liturgi Sabda

Liturgi Ekaristi

Ritus Penutup

Materi dan Forma Sakramen Ekaristi:


Materi: Roti dan Anggur

Forma: “Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu, perbuatlah ini menjadi kenangan akan
Aku”. “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagimu. Perbuatlah
ini menjadi peringatan akan Daku”.

3.    SAKRAMEN KRISMA

Menurut buku liturgi, “proses inisiasi Kristen dilanjutkan dalam sakramen krisma. Dalam
sakramen krisma itu orang beriman menerima Roh Kudus yang pada hari Pentekosta diutus
Tuhan kepada para rasul. Berkat anugerah Roh Kudus ini, orang beriman menjadi lebih serupa
dengan Kristus dan dikuatkan untuk memberi kesaksian tentang Kristus, demi pembangunan
tubuh-Nya dalam iman dan cinta kasih”. Di sini terletak kesulitan sakramen krisma: Roh Kudus
itu sudah diterima dalam pembaptisan, yang merupakan kelahiran kembali dari air dan Roh (lih.
Yoh 3:6; Kis 2:38).

Sakramen Krisma adalah salah satu dari tiga sakramen inisiasi Kristen yaitu Baptis,
Krisma dan Ekaristi. Sakramen Krisma memiliki dasar Kitab Suci dari Kis 8:16-17 "Sebab Roh
Kudus belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam
nama Tuhan Yesus. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka
menerima Roh Kudus."  dan dari Kis 19:5-6 "Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi
diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di
atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam
bahasa roh dan bernubuat". dari kedua kutipan ini jelas bahwa Sakramen Krisma membutuhkan
penumpangan tangan untuk mengundang Roh Kudus.

Di dalam sakramen Krisma, kita menerima "Kepenuhan Roh Kudus" sehingga kita dapat
secara penuh dan aktif berkarya dalam Gereja. bandingkan dengan para rasul yang menerima
Roh Kudus saat Pantekosta, sebelum peristiwa Pantekosta mereka sudah menerima Roh Kudus
(lihat Yoh 20:22) tetapi mereka baru 'aktif' sesudah Pantekosta. Demikian juga  halnya dengan
kita karena sebenarnya Roh Kuduspun sudah kita terima saat Permandian, yaitu Roh yang
menjadikan kita Anak-Anak Allah, dan yang membersihkan kita dari Dosa Asal (lebih Jelasnya
lihat tentang Sakramen Babtis). Itulah disebutkan bahwa Sakramen Babtis adalah Sakramen
Paskah dan Sakramen Krisma adalah Sakramen Pantekosta.

Dalam Sakramen Krisma juga ada Pengurapan dengan minyak Krisma yang berarti kita
yang sudah menerima Krisma Dikuduskan, Dikhususkan, dan menerima Kuasa untuk melakukan
tugas perutusan kita sebagai umat beriman (bdk 1 Samuel 10:1;1Samuel 16:13;  1 Raj 1:39).
Dengan menerima Sakramen Krisma, kita menerima Roh Kudus yang merupakan meterai,
Tanda bahwa kita ini milik Allah. Dengan menerima Krisma berarti berarti kita dinilai sudah
dewasa dalam Iman, dilantik menjadi saksi Iman dan terlibat penuh dalam Gereja.

Sakramen krisma adalah sakramen yang meneguhkan, menguatkan kembali iman


seseorang dan mengobarkan semangat Roh Kudus yang diterima saar dibaptis. Untuk menandai
kedewasaan sseorang secara imani, maka diberikan Sakramen Krisma kepada orang tersebut.
Sakramen Krisma mencurahkan serta mempersatukan kita lebih sempurna dengan
Gereja. Sakramen Krisma dapat disebut juga Sakramen Penguatan. Sakramen Penguatan juga
disebut Sakramen Roh Kudus karena dalam sakramen ini Roh Kudus menjiwai orang beriman
atas cara yang istimewa dan memampukannya untuk menjadi pewarta kabar sukacita Kristus
bagi banyak orang. Orang beriman Kristiani yang telah menerima Sakramen Krisma akan
dipenuhi Roh Kudus dan beroleh kekuatan iman serta terpanggil untuk :

1)      Menjadi dewasa akan dalam iman, harapan dan kasih

2)      Mau terlibat dalam Gereja umat Allah


3)      Bersedia menjadi saksi Kristus yang menampakkan iman dan kebenaran kepada semua orang

4)      Mampu menjadi ragi, terang dan garam dunia di dalam masyarakat, dan melakukan kebaikan,
kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kelemahlembutan, kemurahan hati, kesetiaan,
kejujuran, penguasaan diri, supaya semakin banyak orang mengalami cinta dan kehadiran Allah.

Oleh karena Pembaptisan, Ekaristi, dan Penguatan membentuk satu kesatuan maka “
umat beriman …. diwajibkan menerima sakramen itu tepat pada waktunya” ( Kitab Hukum
Kanonik, kanon 890). Tanpa penguatan dan pembaptisan, sakramen pembaptisan memang sah
dan berhasil guna, namun inisiasi Kristen masih belum lengkap ( KGK, Art, 1306 )

Dalam ritus latin sakramen penguatan diberikan “ melalui pengurapan dengan krisma di dahi
dengan peletakan tangan dan dengan perkataan : “ Semoga dimaterai oleh karunia Allah, Roh
Kudus” ( KGK, Art. 1299-1300 ). Pemberi penguatan yang sebenarnya adalah Uskup ( KGK, Art.
1312 ). Berkat Sakramen Krisma, kita terikat pada Gereja secara lebih sempurna dan diperkaya
dengan daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa. Dengan demikian, kita diwajibkan untuk
menyebarluaskan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati, dengan perkataan
maupun perbuatan (Lumen Gentium art. 11)

D.  Diskusi

Bentuk sebuah kelompok (terdiri dari 2-4 orang) lalu diskusikan lah beberapa hal di
bawah ini :

1.      Menurut kalian mengapa inisiasi kristiani sangat penting dalam Gereja Katolik?

2.      Jelaskan mengenai ketiga sakramen yang masuk dalam inisiasi kristiani?

3.      Menurut pendapat kalian sebagai seorang katolik yang sudah menerima inisiasi kristiani, apa
saja tugas dan tanggung jawab kita, dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, dan menggereja.
(jawaban dari pertanyaan diskusi bisa dipaparkan dalam bentuk pleno setiap kelompo, sesuai waktu dan kondisi
yang ada)

E.  Doa Penutup/Nyanyian
( kembali seorang peserta menutup pertemuan dengan doa/nyanyian)
PERTEMUAN KEDUA

SAKREMEN (DILUAR INISIASI KRISTIANI)

DAN SAKRAMENTALI

A.  Doa Pembuka/Nyanyian
(Pembina meminta seorang peserta untuk membuka pertemuan dengan doa)

B.  Pengantar

Ketujuh sakramen (Pembaptisan, Penguatan, Ekaristi, Pengakuan Dosa,


Tahbisan, Perkawinan, dan Urapan orang sakit) merupakan tanda yang
menyampaikan rahmat dan kasih Tuhan secara nyata. Hal ini merupakan
pemenuhan janji Kristus yang tidak akan pernah meninggalkan kita sebagai
yatim piatu (Yoh 14:18). Melalui sakramen tersebut, Allah mengirimkan Roh
Kudus-Nya untuk menyembuhkan, memberi makan dan menguatkan kita.
Keberadaan sakramen sebenarnya telah diperkenalkan sejak zaman
Perjanjian Lama, tetapi pada saat itu hanya merupakan simbol saja -seperti
sunat dan perjamuan Paskah (pembebasan Israel dari Mesir)- dan bukan
sebagai tanda yang menyampaikan rahmat Tuhan. Kemudian Kristus datang,
bukan untuk menghapuskan Perjanjian Lama melainkan untuk menggenapinya.
Maka Kristus tidak menghapuskan simbol-simbol itu tetapi menyempurnakannya,
dengan menjadikan simbol sebagai tanda ilahi. Sunat disempurnakan menjadi
Pembaptisan, dan perjamuan Paskah menjadi Ekaristi. Dengan demikian,
sakramen bukan hanya sekedar simbol semata, tapi menjadi tanda yang
sungguh menyampaikan rahmat Tuhan.
Di sini kita melihat bagaimana Allah tidak menganggap benda- benda
lahiriah sebagai sesuatu yang buruk, sebab di akhir penciptaan Allah melihat
semuanya itu baik (Gen 1:31). Bukti lain adalah Kristus sendiri mengambil rupa
tubuh manusia (yang termasuk ‘benda’ hidup) sewaktu dilahirkan ke dunia (lih.
Ibr 10:5) Kita dapat melihat pula bahwa di dalam hidupNya, Yesus
menyembuhkan, memberi makan dan menguatkan orang-orang dengan
menggunakan perantaraan benda-benda, seperti tanah sewaktu menyembuhkan
orang buta (Yoh 9:1-7); air sewaktu mengubahnya menjadi anggur di Kana (Yoh
2:1-11), roti dan ikan dalam mukjizat pergandaan untuk memberi makan 5000
orang (Yoh 6:5-13), dan roti dan anggur yang diubah menjadi Tubuh dan
DarahNya di dalam Ekaristi (Mat 26:26-28). Jika Yesus mau, tentu Ia dapat
melakukan mujizat secara langsung, tetapi Ia memilih untuk menggunakan
benda- benda tersebut sebagai perantara. Janganlah kita lupa bahwa Ia adalah
Tuhan dari segala sesuatu, dan karenanya Ia bebas menentukan seturut
kehendak dan kebijaksanaan-Nya untuk menyampaikan rahmatNya kepada kita.
Selain ketujuh sakramen dalam gereja katolik dikenal juga sakramentali, yaitu
merupakan pengudusan yang berupa doa-doa dan devosi di luar ketujuh
sakramen dalam gereja katolik.

C.  Materi Pokok

1.    Sakramen-sakramen (diluar inisiasi kristiani)

Di dalam Gereja Katolik, selain ketiga sakramen yang masuk dalam inisiasi kristiani ada
juga beberapa sakramen lain yang merupakan satu kesatuan juga dengan ketiga sakramen
inisiasi tersebut.

1)   Sakramen Tobat/Rekonsiliasi

Sakramen Rekonsiliasi adalah yang pertama dari kedua sakramen penyembuhan, dan
juga disebut Sakramen Pengakuan Dosa, Sakramen Tobat, dan Sakramen Pengampunan [2].
Sakramen ini adalah sakramen penyembuhan rohani dari seseorang yang telah dibaptis yang
terjauhkan dari Allah karena telah berbuat dosa. Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan
si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia),
pengakuan kepada seorang imam (boleh saja secara spirutual akan bermanfaat bagi seseorang
untuk mengaku dosa kepada yang lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk
melayankan sakramen ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan. "Banyak dosa
yang merugikan sesama. Seseorang harus melakukan melakukan apa yang mungkin
dilakukannya guna memperbaiki kerusakan yang telah terjadi (misalnya, mengembalikan barang
yang telah dicuri, memulihkan nama baik seseorang yang telah difitnah, memberi ganti rugi
kepada pihak yang telah dirugikan). Keadilan yang sederhana pun menuntut yang sama. Akan
tetapi dosa juga merusak dan melemahkan si pendosa sendiri, serta hubungannya dengan Allah
dan sesama. Si pendosa yang bangkit dari dosa tetap harus memulihkan sepenuhnya kesehatan
rohaninya dengan melakukan lagi sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya: dia harus
'melakukan silih bagi' atau 'memperbaiki kerusakan akibat' dosa-dosanya. Penyilihan ini juga
disebut 'penitensi'" (KGK 1459). Pada awal abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat
berat dan umumnya mendahului absolusi, namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu tugas
sederhana yang harus dilaksanakan oleh si peniten, untuk melakukan beberapa perbaikan dan
sebagai suatu sarana pengobatan untuk menghadapi pencobaan selanjutnya.

Imam yang bersangkutan terikat oleh "meterai pengakuan dosa", yang tak boleh dirusak.
"Oleh karena itu, benar-benar salah bila seorang konfesor (pendengar pengakuan) dengan cara
apapun mengkhianati peniten, untuk alasan apapun, baik dengan perkataan maupun dengan
jalan lain" (kanon 983 dalam Hukum Kanonik). Seorang konfesor yang secara langsung merusak
meterai sakramental tersebut otomatis dikenai ekskomunikasi (hukuman pengucilan) yang hanya
dapat dicabut oleh Tahta Suci (kanon 1388). Sakramen pengampunan dosa atau rekonsiliasi
adalah salah satu dari dua sakramen penyembuhan (KGK 1423-1424). Sakramen ini adalah
sakramen penyembuhan rohani dari seseorang yang telah dibaptis yang terjauhkan dari Allah
karena telah berbuat dosa.

Dosa adalah perbuatan melawan cinta kasih Tuhan dan sesama. Setiap dosa berarti
manusia menjauhkan diri dari Tuhan. Dosa dilakukan secara sadar, dengan sengaja
(diinginkan), dan dalam keadaan bebas, akan berakibat merugikan orang lain dan dirinya sendiri
serta merusak hubungan dengan Tuhan. Akibat dosa, manusia kehilangan rahmat Allah yang
pernah ia terima dalam sakramen baptis. Dosa ikut mengotori kesucian Gereja Kristus. Relasi
dengan sesama pun ikut rusak. Jika seseorang bertobat, maka ia pun berdamai kembali dengan
Allah, Gereja, dan sesama. Gereja melalui mereka yang memiliki kuasa para rasul, menjadi
saluran rahmat pengampunan dan pendamaian Allah dalam sakramen pengakuan dosa atau
sakramen tobat. Yang dituntut dalam sakramen tobat bukan sekedar rasa sesal dan air mata,
melainkan “metanoia“, atau perubahan hati dan seluruh sikap hidup. Yang diminta Allah dari
manusia adalah niat baik dan usaha pertobatan yang dilakukan manusia. Allah selalu siap
menerima orang yang bertobat. Adapun langkah-langkah pertobatan seseorang:
1.      Menyadari dan mengakui dosa.
2.      Menyesali dosa.

3.      Berniat untuk tidak berbuat dosa lagi.

4.      Mohon ampun.

5.      Mau menghidupi cara hidup yang baru.

(Pada saat kita memasuki kamar yang telah dipersiapkan, kita berlutut dan menerima berkat
pengantar dari Imam. Kemudian membuat tanda salib sebagai pembukaan pertobatan kita).

Kemudian katakanlah:

U: Bapa, Sakramen Tobat yang terakhir saya terima adalah (sebutkan kapan terakhir kali  menerima
Sakramen Tobat)

(Catatan: jika ini pertama kalinya menerima Sakramen Tobat, katakanlah):

U: Bapa, ini penerimaan Sakramen Tobat saya untuk pertama kalinya.


Kemudian ucapkanlah:

U:  Bapa, dari saat terakhir saya menerima Sakramen Tobat sampai saat ini, saya sadari telah
melakukan dosa-dosa. Dan oleh karena itu pada saat ini dihadapan Bapa, saya mau mengaku
kepada Allah Bapa Yang maha kuasa dan kepada seluruh umat Allah yang kudus, bahwa saya
telah berdosa dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian, khususnya
bahwa saya telah berdosa (sebutkan dosa anda dengan jujur). Saya sungguh menyesal atas
semua dosa saya itu, dan dengan hormat, saya meminta pengampunan serta penitensi yang
berguna bagi saya.

(Setelah itu, dengarlah nasihat dari Romo dan apa yang harus anda lakukan sebagai penintensi
atas dosa anda dengan seksama. Jika sudah mendapatkan nasihat, Romo akan meminta anda
untuk mengucapkan doa tobat sebagai berikut):

Allah yang maha rahim, aku menyesal atas dosa-dosaku. Sungguh patut Engkau hukum,
terutama karena aku telah tidak setia kepada Engkau Yang maha pengasih dan maha baik
bagiku. Aku benci akan segala dosaku, dan berjanji dengan pertolongan rahmat-Mu hendak
memperbaiki hidupku dan tidak akan berbuat dosa lagi. Allah Yang maha murah, ampunilah aku
orang berdosa ini. Amin

(Pada waktu Imam memberikan absolusi, anda harus membuat tanda salib, mengucapkan kata
terima kasih, lalu keluar dari kamar pengakuan.

2)        Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang kedua. Dalam sakramen
ini seorang imam mengurapi si sakit dengan minyak yang khusus diberkati untuk upacara ini.
"Pengurapan orang sakit dapat dilayankan bagi setiap umat beriman yang, karena telah
mencapai penggunaan akal budi, mulai berada dalam bahaya yang disebabkan sakit atau usia
lanjut" (kanon 1004; KGK 1514). Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi
kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang. Dalam tradisi
Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut,
sehingga dikenal pula sebagai "Pengurapan Terakhir", yang dilayankan sebagai salah satu dari
"Ritus-Ritus Terakhir". "Ritus-Ritus Terakhir" yang lain adalah pengakuan dosa (jika orang yang
sekarat tersebut secara fisik tidak memungkinkan untuk mengakui dosanya, maka minimal
diberikan absolusi, yang tergantung pada ada atau tidaknya penyesalan si sakit atas dosa-
dosanya), dan Ekaristi, yang bilamana dilayankan kepada orang yang sekarat dikenal dengan
sebutan "Viaticum", sebuah kata yang arti aslinya dalam bahasa Latin adalah "bekal perjalanan".

Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang kedua setelah Sakramen
Tobat. Dalam sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit dengan minyak yang khusus
diberkati untuk upacara ini. “Pengurapan orang sakit dapat diberikan bagi setiap umat beriman
yang berada dalam bahaya maut yang disebabkan sakit atau usia lanjut” (Kanon 1004; KGK
1514). Baru menderita sakit atau pun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat
sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang. Dengan pengurapan orang sakit, Gereja
dalam keseluruhannya menyerahkan si sakit kepada kemurahan Tuhan, agar Ia menguatkan
dan meluputkannya. Jika si sakit telah melakukan dosa, maka dosanya itu diampuni. Dan doa
yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia;
dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni (Yak 5:15). Dalam bahaya maut,
pengurapan orang sakit menguatkan manusia dalam menghadapi perjuangan terakhir dan
menghantarnya kepada persatuan dengan Tuhan, yang melalui kematian telah masuk ke dalam
kehidupan. Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang
berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai “Pengurapan Terakhir”, yang
diberikan sebagai salah satu dari “Ritus-Ritus Terakhir”. “Ritus-Ritus Terakhir” yang lain adalah
pengakuan dosa (jika orang yang sekarat tersebut secara fisik tidak memungkinkan untuk
mengakui dosanya, maka minimal diberikan absolusi, yang tergantung pada ada atau tidaknya
penyesalan si sakit atas dosa-dosanya). Sekaligus juga diberikan Ekaristi. Bila diberikan kepada
orang yang sekarat dikenal dengan sebutan “Viaticum“, sebuah kata yang arti aslinya dalam
bahasa Latin adalah “bekal perjalanan”.

Tata Cara Pengurapan Orang Sakit

(I: Imam, U: Umat)

Tanda Salib

I:Semoga damai sejahtera dari Allah meliputi tempat ini dan semua yang tinggal di dalamnya.

U: Sekarang dan selama-lamanya.

Percikan Air Suci:

I:Semoga air suci ini mengingatkan saudara akan Sakramen Baptis yang telah saudara terima dan
mengingatkan pula akan Yesus Kristus yang telah menebus kita melalui sengsara, wafat, dan
kebangkitan-Nya. Amin

Tobat (kalau perlu dan bisa, si sakit dapat mengaku dosa)

Doa Pembukaan: Ya Bapa yang maha pengasih, kami berkumpul disini ikut merasakan
penderitaan Saudara…kami berharap Engkau berkenan melepaskan kami dari beban hati ini
dan memberikan ketenangan, ketabahan, serta keselamatan kepada saudara kami. Kami mohon
dengan sangat, sudilah Engkau mendengarkan keluh kesah dan kerinduan hati kami semua.
Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami. Amin

Bacaan (Mat 8: 5-8. 10.13; Yak 5: 14-16, atau yang sesuai) dilanjutkan Homili singkat.

Pengurapan:
I: Semoga dengan pengurapan suci ini, Allah yang maha rahim menolong Saudara dengan rahmat
Roh Kudus.

U: Amin

I: Semoga Ia membebaskan Saudara dari dosa, menganugerahkan keselamatan dan berkenan


menabahkan hati Saudara.

U: Amin

I:  Marilah berdoa, Ya Allah, hamba-Mu yang sedang terbaring sakit ini telah menerima Sakramen
Pengurapan. Ia sangat mendambakan rahmatMu untuk keselamatan jiwa dan raganya.
Tunjukkanlah kasih sayang-Mu dan tabahkanlah hatinya dengan Roh-Mu. Semoga ia menjadi
teladan kesabaran dan kebahagiaan oleh karena imannya yang teguh dan pengharapannya
yang tak tergoncangkan. Semua ini kami mohonkan demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami.

U: Amin

Bapa Kami…(Doa Bapa Kami)

Komuni Bekal Suci (Viaticum) fakultatif

3)        Sakramen Perkawinan

Pernikahan atau Perkawinan, seperti Imamat, adalah suatu sakramen yang


mengkonsekrasi penerimanya guna suatu misi khusus dalam pembangunan Gereja, serta
menganugerahkan rahmat demi perampungan misi tersebut. Sakramen ini, yang dipandang
sebagai suatu tanda cinta-kasih yang menyatukan Kristus dengan Gereja, menetapkan di antara
kedua pasangan suatu ikatan yang bersifat permanen dan eksklusif, yang dimeteraikan oleh
Allah. Dengan demikian, suatu pernikahan antara seorang pria yang sudah dibaptis dan seorang
wanita yang sudah dibaptis, yang dimasuki secara sah dan telah disempurnakan dengan
persetubuhan, tidak dapat diceraikan sebab di dalam kitab suci tertulis Justru karena ketegaran
hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah
menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan
ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah
mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak
boleh diceraikan manusia. Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada
Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: ”Barangsiapa menceraikan istrinya lalu
kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinaan terhadap istrinya itu. Dan jika si istri
menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zina." (Mrk. 10:1–12)

Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan yang bersangkutan rahmat yang


mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam kehidupan perkawinan mereka serta untuk
menghasilkan dan mengasuh anak-anak mereka dengan penuh tanggung jawab. Sakramen ini
dirayakan secara terbuka di hadapan imam (atau saksi lain yang ditunjuk oleh Gereja) serta
saksi-saksi lainnya, meskipun dalam tradisi teologis Gereja Latin yang melayankan sakramen ini
adalah kedua pasangan yang bersangkutan. Demi kesahan suatu pernikahan, seorang pria dan
seorang wanita harus mengutarakan niat dan persetujuan-bebas (persetujuan tanpa paksaan)
masing-masing untuk saling memberi diri seutuhnya, tanpa memperkecualikan apapun dari hak-
milik esensial dan maksud-maksud perkawinan. Jika salah satu dari keduanya adalah seorang
Kristen non-Katolik, maka pernikahan mereka hanya dinyatakan sah jika telah memperoleh izin
dari pihak berwenang terkait dalam Gereja Katolik. Jika salah satu dari keduanya adalah
seorang non-Kristen (dalam arti belum dibaptis), maka diperlukan izin dari pihak berwenang
terkait demi sahnya pernikahan.

Perkawinan menurut Kitab Suci


Menjadi suami dan istri berarti suatu perubahan total dalam kehidupan seseorang.
Dalam kitab Kejadian dikatakan: “Seorang laki-laki meninggalkan ayah-ibunya dan bersatu
dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej 2:24). Orang meninggalkan masa
hidupnya sebagai anak dan mulai hidup sebagai suami-istri. Hidup itu tidak berarti
hidup dua orang bersama, tetapi hidup menjadi satu orang (dalam bahasa Ibrani “daging”
berarti makhluk, khususnya manusia). Dengan demikian mau diungkapkan kesatuan dalam
perkawinan atau “monogami” (sebagaimana dengan jelas diungkapkan dalam Im 18:18). Itulah
arti yang oleh Yesus diberikan kepada ayat ini dalam Mat 19:5 dan Mrk 10:7-8: Namun tidak
salah pula, kalau ajaran surat Efesus dihubungkan dengan sakramen perkawinan, sebab oleh
kesatuan dengan Kristus hubungan suami-istri termasuk “misteri’ Allah. Artinya, karena kesatuan
dengan Kristus karya Allah dinyatakan dan dilaksanakan dalam perkawinan. Sama seperti
sakramen tobat begitu juga untuk sakramen perkawinan tidak ditentukan upacaranya dalam
Kitab Suci. Bahkan mengenai inti perkawinan serta sifat sakramentalnya, jarang disebut. Tetapi
dalam Ef 5:11-33 ditunjukkan bahwa cinta Kristus kepada Gereja-Nya merupakan dasar yang
sesungguhnya bagi kesatuan suami-istri yang telah dibaptis. Cinta perkawinan mereka
mengambil bagian dalam cinta Kristus kepada Gereja-Nya. Dengan demikian ditunjukkan yang
paling pokok dalam setiap sakramen yaitu arti keselamatannya. Suami-istri dalam kesatuan
dengan Kristus diselamatkan oleh cinta perkawinan mereka sendiri.
Sakramen Pernikahan adalah suatu sakramen yang mengkonsekrasi penerimanya
(pasangan pria dan wanita) untuk suatu misi khusus dalam pembangunan Gereja dan
menganugerahkan rahmat demi perampungan misi tersebut. Sakramen ini, yang dipandang
sebagai suatu tanda cinta kasih yang menyatukan Kristus dengan Gereja, menetapkan di antara
kedua pasangan suatu ikatan yang bersifat permanen dan eksklusif yang dimateraikan oleh
Allah. Pernikahan sah sakramental antara seorang pria yang sudah dibaptis dan seorang wanita
yang sudah dibaptis dan telah disempurnakan dengan persetubuhan, tidak dapat diceraikan, dan
bersifat monogami. Karena mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Sakramen ini menganugerahkan kepada
pasangan yang bersangkutan rahmat yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam
kehidupan perkawinan mereka serta untuk menghasilkan dan mengasuh anak-anak mereka
dengan penuh tanggung jawab. Sakramen ini dirayakan secara terbuka di hadapan imam (atau
saksi lain yang ditunjuk oleh Gereja) serta saksi-saksi lainnya.
Demi kesahan suatu pernikahan, seorang pria dan seorang wanita harus:

1.      Terbebas dari halangan nikah.

2.      Ada konsensus atau kesepakatan kedua belah pihak. Masing-masing calon mengutarakan niat
dan persetujuan-bebas (persetujuan tanpa paksaan) untuk saling memberi diri seutuhnya, tanpa
memperkecualikan apa pun dari hak-milik esensial dan maksud-maksud perkawinan.

3.      Dirayakan dalam “forma canonika” (Kan. 1108-1123) atau tata peneguhan. Suatu perkawinan
harus dirayakan  dihadapan tiga orang, yakni petugas resmi Gereja sebagai peneguh, dan dua
orang saksi.

Jika salah satu dari keduanya adalah seorang Kristen non-Katolik, maka pernikahan
mereka hanya dinyatakan sah jika telah memperoleh izin dari pihak berwenang terkait dalam
Gereja Katolik. Jika salah satu dari keduanya adalah seorang non-Kristen (dalam arti belum
dibaptis), maka diperlukan izin dari pihak berwenang terkait demi sahnya pernikahan.

4)        Sakramen Imamat

Imamat atau Pentahbisan adalah sakramen yang dengannya seseorang dijadikan uskup,
imam, atau diakon, sehingga penerima sakramen ini dibaktikan sebagai citra Kristus. Hanya
uskup yang boleh melayankan sakramen ini. Pentahbisan seseorang menjadi uskup
menganugerahkan kegenapan sakramen Imamat baginya, menjadikannya anggota badan
penerus (pengganti) para rasul, dan memberi dia misi untuk mengajar, menguduskan, dan
menuntun, disertai kepedulian dari semua Gereja. Pentahbisan seseorang menjadi imam
mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta
menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk merayakan
sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi. Pentahbisan
seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Hamba semua orang,
menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan
Gereja dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan
firman Allah.

Orang-orang yang berkeinginan menjadi imam dituntut oleh Hukum Kanonik (Kanon


1032 dalam Kitab Hukum Kanonik) untuk menjalani suatu program seminari yang selain berisi
studi filsafat dan teologi sampai lulus, juga mencakup suatu program formasi yang meliputi
pengarahan rohani, berbagai retreat, pengalaman apostolat (semacam Kuliah Kerja Nyata), dst.
Proses pendidikan sebagai persiapan untuk pentahbisan sebagai diakon permanen diatur oleh
Konferensi Wali Gereja terkait. Berkat Sakramen Pembaptisan, semua orang diikutsertakan
dalam Imamat Kristus. Namun berkat Sakramen Tahbisan, orang beriman “atas caranya yang
khas mengambil bagian dalam Imamat Kristus” dan “diarahkan satu kepada yang lain”, walaupun
“berbeda dalam kodratnya” (LG 10), untuk mengembangkan rahmat Pembaptisan dalam
penghayatan iman, harapan dan cinta, dalam hidup sesuai dengan Roh Kudus. Sakramen
Imamat diterima oleh seseorang sekali seumur hidup. Dengan sakramen ini maka seorang
manusia diangkat untuk mengabdikan hidupnya sebagai citra Kristus. Gereja menyatakan ini
dengan berkata bahwa seorang imam, berkat Sakramen Tahbisan, bertindak “atas nama Kristus,
Kepala” [in persona Christi capitis]. Menjadi konfigurasi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam
Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup setempat, untuk
merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi.
Hanya uskup yang boleh melayani sakramen ini.

Imamat ini adalah satu pelayanan. “Adapun tugas yang oleh Tuhan diserahkan kepada
para gembala umat-Nya itu, sungguh-sungguh merupakan pengabdian” (LG 24). Ia ada
sepenuhnya untuk Allah dan manusia. Ia bergantung seutuhnya dari Kristus dan imamat-Nya
yang satu-satunya dan ditetapkan demi kesejahteraan manusia dan persekutuan Gereja.
Sakramen Tahbisan menyampaikan “satu kuasa kudus”, yang tidak lain dari kuasa Kristus
sendiri. Karena itu, pelaksanaan kuasa ini harus mengikuti contoh Kristus, yang karena cinta
telah menjadi hamba dan pelayan untuk semua orang.

Tiga Jenjang Tahbisan:

Pelayanan Gereja yang ditetapkan oleh Allah dijalankan dalam berbagai pangkat oleh
mereka, yang sejak kuno disebut Uskup, Imam, dan Diaken (LG 28). Ajaran iman Katolik yang
dinyatakan dalam liturgi, dalam magisterium dan dalam cara bertindak Gereja yang
berkesinambungan, mengenal dua jenjang keikutsertaan dalam imamat
Kristus; episkopat dan presbiterat. Diakonat mempunyai tugas untuk membantu dan melayani
mereka. Karena itu istilah “sacerdos” dalam pemakaian dewasa ini menyangkut uskup dan
imam, tetapi bukan diakon. Meskipun demikian ajaran iman Katolik mengajarkan bahwa ketiga
jenjang jabatan; kedua jenjang imamat (episkopatdan presbiterat) dan jenjang jabatan
pelayanan (diakonat), diterimakan oleh satu kegiatan sakramental, yang dinamakan
“penahbisan”, artinya melalui Sakramen Tahbisan.

Pentahbisan uskup merupakan kegenapan sakramen Imamat. Menjadikannya anggota


badan penerus (pengganti) para rasul dan memberi misi untuk mengajar, menguduskan, dan
menuntun, disertai kepedulian dari semua Gereja. Orang-orang yang berkeinginan menjadi
imam dituntut oleh Hukum Kanonik (Kanon 1032 dalam Kitab Hukum Kanonik) untuk menjalani
suatu program seminari yang selain berisi studi filsafat dan teologi sampai lulus, juga mencakup
suatu program formasi.

2)   Sakramentali

Sakramentali (bahasa Inggris: sacramentals), atau sakramentalia, adalah tanda-tanda


yang dari segi tanda mirip dengan tujuh sakramen namun berbeda dari beberapa segi antara
lain yaitu sakramentali tidak ditetapkan Kristus sebagai sarana rahmat. Gereja berwenang
menetapkan maupun menghapuskan materi-materi sakramentali. Sakramen menghantar rahmat
berkat ritus itu sendiri, sedangkan sakramentali bergantung pada sikap (atau disposisi batin) si
penerima dan doa pengantaraan umat. Dengan perantaraan tanda itu, rahmat ditandai dan
diperoleh berkat doa pengantaraan seluruh umat Gereja. Sebagian sakramentalia berupa benda
seperti air suci, skapulir, manik rosario, dan lainnya; sebagian lain berupa tindakan
seperti berkat dan eksorsisme.

Konsili Trente membela manfaat sakramentali terhadap tuduhan kaum Reformator


Protestan yang menyatakan bahwa sakramentali merupakan sarana usaha manusia untuk
menyelamatkan diri. Tanda-tanda penglihatan sangat sesuai dengan kodrat manusia sebagai
mahluk jasmani dan rohani untuk membuka hatinya terhadap rahmat ilahi yang tak kelihatan dan
untuk berterimakasih atasnya. Selain itu, Martin Luther mempertahankan tanda
salib dan pendeta-pendeta Protestan tetap memberikan berkat kepada orang yang beriman.

D.  Diskusi

Guru mengajak siswa masuk dalam kelompok ( 2-4 orang ) lalu mendiskusikan beberapa
pertanyaan berikut :

1.      Jelaskan apa yang kalian ketahui tentang sakramen!

2.      Sebut dan jelaskan beberapa sakramen lain yang tidak masuk dalam inisiasi kristiani secara
lengkap!

3.      Menurut pendapat kalian mengapa kita perlu menerima sakramen-sakramen tersebut?

4.      Apa yang dimaksud dengan sakramentalia, hal-hal apa saja yang masuk dalam sakramentalia?
berikan contohnya!
  (jawaban dari pertanyaan diskusi bisa dipaparkan dalam bentuk pleno setiap kelompo, sesuai waktu dan kondisi
yang ada)
E.  Doa Penutup/Nyanyian
( kembali seorang peserta menutup pertemuan dengan doa/nyanyian)

PERTEMUAN KETIGA

ROH KUDUS

A.  Doa Pembuka/Nyanyian
(Pembina meminta seorang peserta untuk membuka pertemuan dengan doa)

B.  Pengantar

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia bisa hidup dan beraktifitas, dikarenakan ada roh
yang memberikan hidup dan mendorong manusia untuk melakukan sesuatu. Kehadiran roh itu
terlihat dari nafas manusia. Roh itulah yang membuat manusia bergerak. Roh itu berasal dari
Allah yang telah memberikan manusia nafas kehidupan, yang berawal dari kisah penciptaan
manusia.

Roh mencakup bidang iman dan kepercayaan. Roh merupakan tempat pertemuan
manusia dengan Allah. Maka roh sebetunya bukan lagi kemampuan manusia. Allah sendirilah
yang memberikan roh kepada manusia, yang memampukan dia menyambut Allah (bdk.Iman
Katolik, hal.10. 3.Roh). Roh yang berasal dari Allah  ini dalam perkembangan selanjutnya
disebut sebagai Roh Kudus.

Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. Roh Kudus (dalam bahasa


Ibrani  Ruah haqodesh) hanya dipercayai oleh umat Kristiani dan adalah pribadi penolong yang
memimpin kita, dalam bentuk Roh yang dijanjikan oleh Yesus Kristus sebelum kenaikan-Nya
ke surga. Menurut ajaran Kristiani, seorang Kristen memiliki Roh Kudus di dalam dirinya. Roh
Kudus merupakan Roh Allah yang menolong, memimpin, menghibur, dan menjadi Teman Yang
Setia. Roh Kudus menuntun umat Kristiani agar hidup sejalan dengan kehendak Tuhan. Roh
Kudus juga merupakan penghubung antara umat Kristiani dengan Allah.

C.  Materi Pokok

Pendamping menggali pengalaman peserta mengenai peran serta Roh (Roh Kudus)
dalam hidupnya sehari-hari dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

a.       Apakah peranan "roh" dalam hidup manusia?

b.      Tanpa "roh" apa yang terjadi atas manusia?


(peserta menjawab pertanyaan tersebut secara lisan sesuai pengalaman hidupnya)

Pandangan Mengenai Roh Kudus

                Kepada umat yang berkumpul pada hari pentekosta, Petrus berkata, “Sesudah Yesus
ditinggikan oleh tangan kanan Allah, dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan, maka
dicurahkan-Nya sebagaimana kamu lihat dan dengar di sini”(Kis 2:33).  Ini sesuai dengan janji
Yesus pada perjamuan terakhir,”Aku akan meminta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan
kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu, yaitu Roh Kebenaran”(Yoh
14:16).

Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu
Tuhan. Dan ada, berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu, yang mengerjakan
semuanya dalam semua orang. Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan pernyataan Roh
untuk kepentingan bersama. Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk
berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia
berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan
iman, dan kepada yang lain la memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang
seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain la
memberikan karunia bernubuat, dan kepada yang lain lagi la memberikan karunia untuk
membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang la memberikan karunia untuk
berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain la memberikan karunia untuk
menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama,
yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya.
Yang diajarkan mengenai Kristus dalam arti tertentu juga berlaku untuk Roh Kudus, sebab dari
satu pihak juga karya Roh Kudus adalah karya Allah (lih. Rom 5:5) dan dari pihak lain Roh
Kudus tidak sama dengan Kristus (Uh. Yoh 16:7-15 dan Mat 28:19). Maka dari itu Roh Kudus
terbedakan dari Kristus (dan tentu juga dari Allah Bapa), tetapi Roh Kudus juga harus dikatakan
Allah, sama seperti Kristus. Keallahan-Nya sama, kepribadianNya lain. Sebab, seandainya Roh
Kudus hanya makhluk saja atau "sesuatu" yang bukan ilahi, maka manusia sesungguhnya tidak
benar-benar tersentuh oleh Allah melalui Roh Kudus. Rahmat Allah berarti bahwa kita sungguh-
sungguh bertemu dengan Allah. Kalau dikatakan, dalam Kitab Suci, bahwa pertemuan itu terjadi
oleh Roh Kudus, maka Roh Kudus  sendiri bersifat "tak tercipta" atau ilahi. "Allah telah
memeteraikan tanda  milik-Nya atas kita dan memberikan Roh Kudus di dalam hati kita" (2Kor
1:22).

Oleh karena itu Konsili Konstantinopel I (381) menambahkan pada syahadat Konsili


Nicea (325) kata-kata ini: "[dan akan Roh Kudus], Tuhan yang menghidupkan, yang berasal dari
Bapa, yang serta Bapa dan Putra disembah dan dimuliakan, yang bersabda dengan perantaraan
para nabi". Para ahli teologi Barat, mulai dengan St. Agustinus (354-430), biasanya mengajarkan
bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan  Putra (karena hubungan antara Roh Kudus dan
Kristus). Tetapi secara resmi hal itu dimasukkan ke dalam syahadat (bahasa Latin)
baru  oleh Konsili Lyon II (1274). Pada  tahun 1981 (perayaan 1600 tahun
Konsili Konstantinopel  I) Paus Yohanes Paulus II memberi izin menghilangkan kata-kata "dan
Putra" dari syahadat Latin itu. Sebab dalam syahadat Yunani (dari 381 itu) memang tidak ada
kata "dan Putra". Gereja Timur berpegang teguh pada pendapat bahwa Roh Kudus berasal dari
Bapa, sama seperti Putra. Sebetulnya Gereja Barat secara prinsip juga tidak berkeberatan
terhadap rumus Timur. Konsili Florence (1442) menyatakan: "Apa pun Bapa dan apa pun milik-
Nya, Ia tidak punya dari yang lain, tetapi dari diri-Nya sendiri, Iaadalah dasar tanpa dasar. Apa
pun Putra dan apa pun milik-Nya, Ia p dari Bapa, Ia adalah dasar dari dasar. Apa pun Roh
Kudus dan apa Nya, Ia punya dari Bapa bersama dengan Putra. Tetapi Bapa dan Pu bukanlah
dua dasar bagi Roh Kudus, melainkan satu dasar". 

Karya Roh Kudus

            Seluruh kehidupan jemaat perdana, sebagaimana dilukiskan oleh Lukas dalam Kisah
Para Rasul, ditandai oleh karya Roh, bukan hanya pada awal atau kesempatan istimewa, tetapi
selalu dan di mana-mana (lih.Kis 6-8). Maka seperti halnya peristiwa pertobatan Kornelius
dilaporkan oleh Petrus dengan berkata :”Ketika aku mulai berbicara, Turunlah Roh Kudus ke
atas mereka, sama seperti dahulu ke atas kita’(Kis 11:15).

            Roh Kudus adalah daya kekuatan Allah yang mengangkat dan mengarahkan hidup kaum
beriman. Roh Kudus sendiri tidak kelihatan. Yang dikenal adalah pengaruh-Nya, akibat karya-
Nya. Pertama-tama Roh Kudus adalah Roh Iman, yang menggerakan orang supaya bertobat
kepada Yesus. Iman berarti pertemuan dengan Allah, dan Allah hadir oleh Roh-Nya. Maka “oleh
Roh dan karena iman kita menantikan kebenaran yang kita harapkan’(Gal 5:5). Roh Kudus
merupakan daya ilahi yang menggerakan orang beriman, dan dialami kehadiran-Nya dlam daya-
daya kekuatan yang diperoleh daripada-Nya (lih. 1 Kor 2:12 atau Rm 14:17). Oleh Roh-Nya Alah
telah memateraikan tanda milik-Nya atas kita dan memberi Roh Kudus di dalam hati kita sebagai
jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita”(bdk. 2 Kor 1:22; bdk. Ef 1:13). Karena Roh
ini juga kita diangkat sebagai anak-anak Allah. Roh ini berdoa untuk kita kepada Allah dengan
keluhan-keluhan yang tidak terucapkan (Rm 8:26).
Buah-Buah Roh

Buah Roh Kudus (bahasa Yunani: καρπος, karpos, "buah"; bahasa Yunani: πνευματος,


pneumatos, "roh") adalah istilah Alkitab yang merangkum 9 sifat nyata dari hidup Kristen yang
sejati menurut rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia pasal 5. Meskipun tertulis
ada 9 sifat (atau "atribut"), tetapi istilah aslinya dalam bahasa Yunani untuk "buah" adalah kata
tunggal, menegaskan bahwa hanya ada satu macam "Buah", dengan 9 sifat. Di seluruh Alkitab,
orang saleh diibaratkan seperti pohon, dan di pasal ini Paulus menjelaskan buah macam apa
yang dihasilkan oleh "pohon yang baik" yaitu orang saleh atau orang benar. Buah ini akan
dihasilkan oleh mereka yang sungguh-sungguh bertobat, yang menjadi pengikut
sejati Yesus Kristus. Sebaliknya, jika seseorang tidak menghasilkan buah ini, ia bukanlah
seorang Kristen sejati.
            Roh Kudus yang merupakan pemberian/rahmat dari Allah ini, membawakah buah-buah
dalah kehidupan manusia. Buah-buah Roh itu sebagai berikut:
1.      Kasih

2.      Sukacita

3.      Damai Sejahtera

4.      Kesabaran

5.      Kebaikan hati

6.      Kebajikan

7.      Kemurahan hati

8.      Kelemahlembutan

9.      Kesetiaan

10.     Kesederhanaan

11.     Penguasaan diri

12.     Kemurnian

Karunia-Karunia Roh Kudus

Roh Kudus adalah daya kekuatan Allah yang mengangkat dan mengarahkan hidup kaum
beriman. Roh Kudus sendiri tidak kelihatan dan juga jarang dibicarakan, Yang dikenal adalah
pengaruh-Nya, akibat karya-Nya. Pertama-tama Roh Kudus adalah “Roh iman” (2Kor 4:13; lih.
1Kor 12:9), yang menggerakkan orang supaya bertobat kepada Yesus. Oleh karena itu juga
dapat dibalik: “oleh iman kita menerima Roh” (Gal 3:14). Iman berarti pertemuan dengan Allah,
dan Allah hadir oleh Roh-Nya. Maka “oleh Roh dan karena iman kita menantikan kebenaran
yang kita harapkan” (Gal 5:5). Oleh karena Roh kita dapat menerima sabda Allah. Roh yang
sama juga menggerakkan para pewarta (lih. 2Ptr 1:21; Why 14:13; 22:17; Mrk 12:36). Bahkan
dengan tegas Paulus berkata: “Tidak seorangpun, yang dapat mengaku: Yesus adalah Tuhan,
selain oleh Roh Kudus” (1Kor 12:3). Roh lah yang mempertemukan orang dengan Allah, dan
oleh Roh orang boleh mengalami kehadiran dan daya kekuatan Allah.

Santo Paulus menekankan peranan Roh Kudus dalam kehidupan orang beriman: “Jika
orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus” (Rm 8:9). Sebaliknya, “siapa yang
mengikatkan dirinya pada Tuhan, ia menjadi satu Roh dengan Dia” (1Kor 6:17), dan “dalam satu
Roh kita semua telah dibaptis menjadi satu tubuh” (1Kor 12:13). Roh Kudus merupakan daya
ilahi yang menggerakkan orang beriman, dan dialami kehadiran-Nya dalam daya-kekuatan yang
diperoleh daripada-Nya (lih. 1Kor 2:12; juga 6:11; Rm 14:17; Gal 5:22-26). “Karena kasih Allah
telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang dikaruniakan kepada kita” (Rm 5:5).
Oleh Roh-Nya “Allah telah memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan memberikan Roh Kudus
di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita” (2Kor 1:22; bdk.
Ef 1:13).

Roh yang kita terima adalah “Roh sebagai anak” Allah. “Oleh Roh itu kita berseru: ya
Abba, ya Bapa. Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak
Allah” (Rm 8:15-16). Karunia Roh merupakan awal kehidupan rohani, yang makin berkembang
ke arah kesamaan dengan Kristus (lih. 2Kor 3:18; Gal 6:8; Rm 8:29), yang mencapai puncaknya
dalam kebangkitan badan: “Jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang
mati, diam di dalam kamu, maka Ia yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang
mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya yang diam di dalam kamu”
(Rm 8:11). Oleh karena itu ada ketegangan terus menerus antara Roh dan “daging”, penampilan
manusia baru dan penampakan daya-kekuatan dosa (lih. Rm 8:5-8). Namun “oleh kekuatan Roh
Kudus kita berlimpah-limpah dalam pengharapan” (Rm 15:13; Gal 6:8). Sebab “Roh sendiri
berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Rm 8:26),
maksudnya dengan doa yang hanya dimengerti oleh Allah sendiri (lih. 2Kor 12:4). “Kita
beribadah oleh Roh Allah dan bermegah dalam Kristus Yesus” (Flp 3:3; Ef 6:18). Ini tidak berarti
bahwa sudah tidak ada perbedaan lagi antara orang beriman. Sebaliknya, “kepada tiap-tiap
orang dikaruniakan pernyataan Roh untuk kepentingan bersama” (1Kor 12:7.11). “Ada rupa-rupa
karunia, tetapi satu Roh” (12:4).

Pewahyuan karunia-karunia Roh Kudus berakar pada nubuat nabi Yesaya mengenai


kedatangan Mesias: “Suatu tunasakan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari
pangkalnya akanberbuah. Roh TUHAN akan ada padanya : kebijaksanaan, pengertian, nasihat,
keperkasaan,pengenalan, rasa takut akan Allah, dan kesalehan -yaitu yang kesukaannya
adalahtakut akan Allah.” (Yesaya 11:2-3).

Karunia-karunia ini diberikan juga kepada semua orang beriman, dan juga melalui
Sakramen Baptis dan teristimewa Sakramen Krisma. St Paulus menyampaikan:“Sebab semua
orang yang dipilih-Nya darisemula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi
serupa dengangambaran Anak-Nya…” (Rm 8:29). Hal ini menyatakan bahwamelalui rahmat
sakramen, orang mengenakan identitas Kristus dan beroleh bagiandalam karunia-karunia
tersebut.

Disebut “karunia Roh Kudus” karena Roh Kudus yang mengaruniakannya. Karunia tsb
diberikan keseseorang, bukan pd saat org tsb dalam keadaan panik / genting; namun pd
jiwayang tenang dan rendah hati. Karna seperti ulasan sebelumnya, sifat Roh Kudusadalah
lemah lembuh, penuh kasih dan damai. Karunia-karunia tersebut membantu orang untuk
mencapai kemurnian dan menghantarnyapada kesempurnaan kebajikan, baik kebajikan Ilahi
(iman, harapan dan kasih –dlm hubungannya dg Allah) maupun kebajikan hidup pokok
(kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan penguasaan diri – dlm hubungannya dgn sesama
manusia). Karunia Roh Kudus membantu orang untuk ambil bagian dalam hubungan mesradgn
Bapa & Putra yang intim & lekat, baik sekarang dalam kehidupan inimaupun kelak dalam
kehidupan kekal. Karunia ini merupakan sikap yang tetap,yang mencondongkan manusia,
supaya mengikuti dorongan Roh kudus. Roh Kudus melengkapkan dan menyempurnakan
kebajikan dari mereka yang menerimanya. Roh Kudus membuat umat beriman siap mematuhi
tuntunan dan ilham Ilahi dengan tulus,sadar dan sukarela. 

Perjalanan spiritual, dengan bekal karunia-karunia Roh Kudus tersebut,


seperti melangkahi tangga-tangga, yaitu dari anak tangga yang terbawah menuju ke atas
menapaki tangga berikutnya. Dengan urutan karunia sebagai berikut: “Dengan takut akan Allah,
kita dihantar pada kesalehan; dari kesalehan diantar kepada pengenalan akn kebenaran;dari
pengenalan kita diantar untuk menimba kekuatan (keperkasaan), dari keperkasaan diantar
kepada nasihat, dengan nasihat kita bergerak menuju pengertian, dan dengan pengertian kita
menuju pada kebijaksanaan, dengan demikian, dengan ketujuh karunia Roh Kudus, terbukalah
bagi kita pintu di akhir pendakian, yaitu pintu masuk ke dalam kehidupan Surga”.

Sehingga urutan karunia-karunia Roh Kudus menuju ’tangga teratas’ adalah: karunia takut akan
Allah, kesalehan, pengenalan, keperkasaan, nasihat, pengertian, dan akhirnya kebijaksanaan.

1)   Karunia Takut Akan Allah

Karunia ini adalah karunia dalam urutan yang terbawah, karena inilah karunia yg menjadi
dasar / alas dari perjalanan menuju karunia berikutnya. Karunia ini memampukan orang untuk
menghindari dosa dan menghindari cinta diri (egoisme) dan kelekatan pada barang-barang
duniawi. Cintanya pada Allah, melebihi dari semuanya itu. Teristimewa, karunia ini
membangkitkan rasa hormat mendalam kepada Allah segala kuasa yang Mahatinggi dan Maha
Kasih.  Di sini, orang menyadari keterbatasannya, bahwa ia hanyalah sebagai ciptaan, hanya
setitik kecil dot di bumi yang hidupnya tergantung kepada Allah, bahkan ia hanya bisa bernafas
atas ijin Allah,.Shg ia tidak akan pernah mau dipisahkan dari Tuhanyang penuh belas kasih dan
belas kasihan. Karunia takut akan Allah inimembangkitkan dalam jiwa semangat sembah sujud
dan takwa kepada Allah yangMahakuasa serta rasa ngeri serta sesal atas dosa dan akibatnya.

Takut yang dimaksudkan di sini bukanlah seperti rasa takut seorang budakterhadap
tuannya; di mana seorang budak patuh pada tuannya, hanya melulu tundukpd kewajibannya dan
takut dimarahi tuannya. Seperti juga menjalani ketaatan pdAllah hanya krn org tsb sekedar
menjalankan kewajiban rohaninya; dan takut pdAllah hanya karena ia takut akan penghukuman,
baik hukuman yang sifatnyasementara di dunia ataupun hukuman abadi di neraka. 

Hubungan sejati dengan Tuhan didasarkan atas KASIH, bukan takut. Sebab itu, “takut
akan Allah” ini lebih merupakan takut anak kepada bapanya (orangtuanya); ia takut
sepert i seorang anak yg mengasihi dan menghormati orang tuanya dan anak tersebut tidak mau
menyakiti orang tuanya. Takut yang benar adalah yang menggerakkan orang untuk melakukan
kehendak Tuhan dan menghindari dosa karena kasih dan hormat kepada Tuhan, yg telah lebih
dulu mengasihi kita dengan segala berkat dan kebaikan-Nya dalam hidup kita.

Karunia takut akan Allah menghantar orang pada kesempurnaan terutama kebajikan


akan pengharapan: manusia menghormati Tuhan sebagai Tuhan, percayapada kehendak-Nya
dan mempercayakan hidupnya dalam tangan-Nya. Di samping itu,ia rindu untuk bersatu dengan
Tuhan saat di dunia dan selamanya di surga.Karunia ini juga merupakan landasan bagi karunia-
karunia yang lain. Seperti ditegaskan dalam Kitab Suci, “Berbahagialah orang yang takut akan
TUHAN,yang sangat suka kepada segala perintah-Nya.” (Mzm 112:1) dan “Awalkebijaksanaan
ialah ketakutan akan Tuhan.” (Sir 1:14). Orang yang digerakkan oleh ’karunia takut akan Allah’
akn slalu berjuang untuk hidup murni dan berkenan kepada-Nya, karena Tuhan adalah pencipta
darisegala kebajikan itu dan dengan hidup demikian ia mendatangkan kemuliaan serta
penghormatanbagi-Nya.

2)   Karunia Kesalehan

Dengan karunia takut akan Allah, orang dihantar pada karunia yg lebih tinggi yaitu
karunia kesalehan.  Dengan karunia ini maka Roh Kudus memampukan kita untk
menghaturkan sembah sujud kepada Allah, dan memberi diri taat kepadaNya.  Di sini, orang
menyatakan rasa hormat pada Allah sebagai Bapa yang penuhbelas kasih dan belas kasihan,
dengan setia berdoa, bersekutu, berserah dan mengandalkanNya dalam segala perkara. Serta
menghormati sesamanya sebagaianak-anak Allah yang saling mengasihi dan mendukung dalam
sgala hal kebaikan. Dengan demikian, karunia kesalehan memampukan orang untuk memenuhi
segala kewajibannya kepada Tuhan dan sesama; ia dimotivasi oleh hubungan cinta kasih yang
dialaminya bersama Allah dan sesama. 

Buah dari karunia kesalehan ini adalah, menjadikan orang rendah hati, penuhkasih,
damai dan ketulusan di dalam hidupnya. Juga membuat orang tersebut selalu merindukan
kebersamaan dengan Allah, terus mencari dan selalu ingin dekat pada kasih-Nya.  Karunia ini
menjadi karunia yang indah karena kita dimampukan untk menjalankan hukum kasih seperti
perintah utama Yesus: “ Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah
hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah:
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (Matius 22: 37-39).

3)   Karunia Pengenalan 

Karunia yang memampukan orang untuk mengenal dan menilai sesuatu denganbenar.


Menilai dalam hal kebenaran iman sesuai dengan dasar dan prinsip dari kebenaran yang telah
dinyatakan melalui arahan Roh Kudus. Dengan bimbingan Roh Kudus, maka jiwa kita
dimampukan untk mengenal perbuatan-perbuatan yang benar, dan juga yang tidak. Sehingga
kita didorong untu melakukan yang benar tersebut dan menghindari yang tidak benar.

Pada saat yang sama, karunia pengenalan memampukan orang untuk melihat melalui
karya ciptaanNya: bumi dan isinya, alam dengan segala keindahannya, keberadaan
kita sebagai manusia dalam tubuh dan jiwa, dan segala yang ada; bahwa Allah yang menjadikan
& mengatur semuanya dengan sangat baik dan demi kebaikan semua mahluk hidup.

4)   Karunia Keperkasaan

Dengan karunia sebelumnya yaitu: Takut akn Allah, Kesalehan & Pengenalan; jiwa
sudah bersatu mesra dengan Allah. Persatuan ini menjadikan jiwa beroleh damai sejahtera,
keyakinan dan kekuatan dari Allah, dalam segala hal. Atas dorongan Roh Kudus, jiwa diberikan
kekuatan untuk bertahan dalam percobaan, bertekun dalam derita, berjuang dalam
menyelesaikan permasalahan dengan benar, berjuang memurnikan diri dengan melawan segala
ajakan dosa, berjuang membebaskan diri dari segala yang jahat, serta bertekun dalam
kebenaran; demi memperoleh kehidupan yang berkenan kepada Allah. Karunia keperkasaan
memampukan orang untuk mengamalkan kebajikan-kebajikan lain dengan gagah berani, untuk
menderita dengan tabah dan penuh sukacita, untuk mengatasi dan memperbaiki segala sikap
yang suam suam kuku terhadap Tuhan dan sesama. Karunia ini menghantar kita pada
kesempurnaan jiwa, mengisi jiwa dengan energi, ketekunan dan ketangkasan.

5)        Karunia Nasihat 

Karunia Roh Kudus untuk membangkitkan ketaatan dan pasrah pada nasihat Allah
dalam segala tindakannya demi mencapai kekudusan dan keselamatan. Karunia nasihat
memampukan orang untuk menilai tindakan pribadi apakah baik dan harus dilakukan, atau
apakah jahat dan harus dihindari. Roh Kudus akan mendorong orang untuk melakukan yang
baik dan benar, dan mendorong orang untuk membebaskan diri dari hal yang tidak baik. 

Karunia nasihat membantu jiwa mengenal tentang hal kebijaksanaan, dan


mengarahkannya pada kesempurnaan. Karunia ini juga mendatangkan banyak manfaat:
memelihara suara hati yang baik, mampu mendengarkan dengan jernih suara Allah; mampu
memahami rencana dan kehendak Allah; menyediakan solusi dalam menghadapi situasi-situasi
sulit dan tak terduga, bahkan mampu membantu memberikan nasihat kepada orang-orang lain
dan mendorong org lain untk berbuat baik dan benar. Buah dari karunia ini adalah Roh Kudus
membentuk org memiliki jiwa yang sangat tegas untk menolak ajakan yang tidak baik.

6)   Karunia Pengertian 
Karunia Roh Kudus untuk memberikan pengertian dan pemahaman mendalam akan
kebenaran Ilahi dalam iman, bukan sebagai pencerahan sementara, melainkan sebagai
pemahaman tetap terhadap seseorang. Dengan pencerahan akal budi terhadap kebenaran, Roh
Kudus membantu orang untuk mengerti kebenaran iman dengan mudah dan mendalam, serta
memahami kedalaman kebenaran-kebenaran tersebut.  Karunia ini akan memberikan pengertian
mendalam mengenai Allah Bapa dan Allah Putra, bahkan memahami bagaimana Allah
mengasihi manusia sejak bumi diciptakan, sampai pada karya keselamatan Yesus Kristus. Juga
bahwa Allah tetap dan terus mengasihi, melindungi setiap kita yang mengasihiNya di bumi
ini, dengan segala pekerjaan-Nya (setiap hari) demi kebaikan setiap kita.

Karunia ini, yang memberikan pemahaman akan kebenaran-kebenaran iman, bekerja


dalam beberapa cara: menyingkapkan makna tersembunyi dalam Kitab Suci; menunjukkan
tangan Tuhan yang berkarya dalam hidup manusia, bahkan dapat memahami peristiwa-peristiwa
yang paling misterius atau penuh persoalan hidup (misalnya penderitaan); dan mampu
mengungkapkan kebenaran rohani yang tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa (misalnya
pemahaman akan misteri kurban Kristus dalam Ekaristi Misa).  Karunia ini menghantar kebajikan
akan iman pada kesempurnaan. Karenanya, St. Thomas mengatakan, “Dalam hidup ini,apabila
mata rohani dimurnikan oleh karunia pengertian, orang dapat dengan suatu cara tertentu melihat
Tuhan” (dikutip dari: Summa theologiae II-II, q.69, a. 2, ad. 3).

7)   Karunia Kebijaksanaan

Karunia untuk menilai dan mengatur segala sesuatu sesuai dengan norma-norma Ilahi
dan dengan kewajaran yang memancar dari persatuan kasihnya dengan Allah. Roh
Kudus membantu menterjemahkan dan menyatukan perkara-perkara Ilahi sehingga orang
dapat memahami apa rencana, maksud dan kehendak Allah atas kejadian-kejadian dalam hidup
orang tersebut. Orang dimampukan untuk mengenal dan menyelami misteri Allah. Karunia
kebijaksanaan menerapkan ilham-ilham Tuhan untuk menilai perkara-perkara duniawi maupun
perkara Ilahi. Karenanya, karunia ini mengarahkan tindakan-tindakan manusia agar sesuai
dengan yang Ilahi. Karunia ini memampukan orang untuk bertumbuh dalam persatuan mesra
dengan Tuhan. 

D.  Diskusi
  (jawaban dari pertanyaan diskusi bisa dipaparkan dalam bentuk pleno setiap kelompo, sesuai waktu dan kondisi
yang ada)

a.       Apa yang dimaksud dengan Roh Kudus?

b.      Apa yang dikerjakan Roh Kudus dalam jemaah?

c.       Sebuatkanlah dan jelaskan buah-buah dari Roh Kudus!

d.      Apa-apa saja karunia Roh Kudus? Untuk apa semua karunia itu?

e.       Apakah masih ada karunia lain dari Roh Kudus yang diberikan kepada kita, yang belum
disebutkan oleh Paulus tadi? (lih. Gal 5:22-23; Yes 11:2).

E.  Doa Penutup/Nyanyian
( kembali seorang peserta menutup pertemuan dengan doa/nyanyian)
PERTEMUAN KEEMPAT

SAKRAMEN KRISMA

A.  Doa Pembuka/Nyanyian
(Pembina meminta seorang peserta untuk membuka pertemuan dengan doa)

B.  Pengantar

Seperti kita tahu, manusia adalah makhluk ekspresif. Ketika menyampaikan suatu
maksud, orang tidak puas hanya dengan mengungkapkan isi atau maksud hatinya itu melalui
kata-kata atau tulisan. Orang yang mengungkapkan isi atau maksud hatinya juga dengan tanda,
lambang, atau simbol yang meneguhkan ungkapan kata-kata atau tulisan tadi. Untuk itu, dipakai
simbol atau lambang yang sedekat mungkin artinya dengan yang dikatakan atau
dimaksudkan. Kata biasanya menjelaskan isi hati atau maksud; lambang atau simbol
meneguhkan apa yang dikatakan. Dengan demikian, kata dan simbol atau lambang tidak dapat
dipisahkan; keduanya saling terkait. Simbol atau lambang yang dibuat biasanya menggunakan
sarana. Sarana pun dicari yang sesuai atau searti dengan lambang atau simbol dan katakata.
Dalam pelantikan seorang pejabat, misalnya, kata yang diucapkan adalah kata-kata sumpah
atau janji. Karena ada janji atau sumpah, maka di atas kepala pejabat itu ada Kitab Suci. Kitab
Suci itu adalah sarana yang cocok pada saat orang mengucapkan sumpah atau janji, karena
Kitab Suci menjadi tanda kehadiran Allah yang menjadi saksi orang yang mengucapkan janji
atau sumpah. Banyak contoh lain dalam kehidupan sehari-hari mengenai lambang atau simbol.

Gereja mempunyai tradisi melaksanakan tugas pastoralnya untuk menguduskan umat


yang sedang dalam perjalanan menuju Bapa. Dalam menguduskan umatnya, Gereja diberi
wewenang untuk mencurahkan rahmat Allah. Rahmat Allah itu tidak kelihatan. Supaya umat
merasakan, melihat, dan diteguhkan bahwa rahmat Allah itu dicurahkan, maka Gereja membuat
tanda atau simbol atau lambang yang mewujudnyatakan bahwa rahmat itu sungguh sudah
dicurahkan. Supaya umat mengetahui rahmat apa yang dicurahkan, maka Gereja tidak cukup
hanya membuat tanda, simbol, atau lambang. Gereja menyertai tanda, lambang, atau simbol itu
dengan kata-kata yang jelas dan pasti bahwa rahmat itu dicurahkan. Hal yang sama terdapat
pula di dalam Kitab Suci. Ketika berhadapan dengan seorang yang lumpuh, Yesus berkata: "Hai
anak-Ku, dosamu sudah diampuni" (Mrk 2:5). Namun, karena tuntutan ahli Tuarat, maka Yesus
kemudian membuat tanda: "Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan
pulanglah ke rumahmu!" Orang itu pun bangun, segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi
ke luar di hadapan orang-orang itu, sehingga mereka semua takjub lalu memuliakan Allah ..."
(Mrk 2:11-12). Dalam Sakramen Krisma, Gereja mencurahkan rahmat Roh Kudus agar seorang
umat menyadari kehadiran Roh Kudus yang memberinya rahmat agar mampu melaksanakan
karya Kristus, membuat ia semakin dewasa dalam iman karena bimbingan Roh Kudus,
mendapat jaminan akan apa yang dibutuhkan untuk hidupnya. Orang yang menerima Sakramen
Krisma semakin berani menyatakan kebenaran, berani menghadirkan Kristus di dalam
kehidupan bermasyarakat.  Rahmat Roh Kudus yang dicurahkan kepada orang yang menerima
Sakramen Krisma ditandai dengan penumpangan tangan dan pengurapan dengan minyak
krisma disertai kata-kata: “Semoga dimeterai oleh karunia Allah, Roh Kudus”. Allah yang telah
mengurapi umatNya dengan minyak krisma, menjamin hidupnya dengan jaminan Roh Kudus
yang dicurahkan kepada umatNya (lih. 2Kor 1:21-22). Dengan memahami arti Sakramen Krisma
dan maknanya bagi kehidupan, penerima krisma diharapkan semakin menghayati peranan Roh
Kudus dalam hidupnya setiap saat.

C.  Materi Pokok

Sakramen Krisma merupakan tanda kedewasaan iman seseorang. Penerimaan


sakramen Krisma melengkapi rahmat pembaptisan, dan menyempurnakan inisiasi. Melalui
sakramen Krisma, seseorang diikat secara kebih kuat dan sempurna dengan Gereja serta
diperkaya dengan daya kekutan Roh Kudus. Konsekuensi dari sakramen Krisma adalah
tanggung jawab iman dan semakin wajib untuk menyebarluaskan dan membela iman sebagai
saksi Kristus.

Sakramen Krisma merupakan sakramen yang memberikan materai dan dengannya


orang yang telah dibaptis melanjutkan perjalanan inisiasi kristiani dan diperkaya dengan
anugerah Roh Kudus serta di persatukan secara lebih sempurna dengan gereja, menguatkan
dan semakin mewajibkan umat beriman untuk dengan perkataan dan perbuatan menjadi saksi-
saksi Kristus, menyebarkan dan membela iman (lih. KHK, Kan.879).
Perlu diperhatikan bahwa dalam sakramen krisma, orang beriman”diperkaya dengan
daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa (LG 11). Keistimewaan itu ditunjuk dengan
pengkhususan Roh Kudus, yang Sakramen Krisma atau juga disebut Sakramen Penguatan
adalah sakramen yang melengkapi apa yang sudah dimulai dalam pembaptisan. Hidup Ilahi
yang diterima pada waktu pemBaptisan perlu ditumbuhkan, menjadi kuat, dan dewasa. Seorang
anak menjadi pemuda atau pemudi yang sanggup mengambil keputusan dalam pergaulan
umum dan umat. Pada saat itu, ia menerima Sakramen Krisma supaya kehidupan rohaninya
secara khusus diperkuat oleh Roh Kudus agar ia menjadi mampu memberi kesaksian dengan
perkataan dan perbuatan dan seluruh kehidupannya. Maka Sakramen Krisma adalah sakramen
pendewasaan dalam Gereja: orang beriman disangupkan untuk hidup sesuai dengan kehendak
Allah baik dalam hidup pribadi,  dalam menjalankan pekerjaannya, maupun dalam mengamalkan
peranannya dalam masayarakat dan umat beriman. Sakramen Krisma diterimakan satu kali
karena menandai jiwa secara tak terhapuskan (meterai rohani), yaitu sebagai orang dewasa
dalam Kristus dan sebagai anggota Gereja dengan segala kewajiban dan haknya.
            Sakramen Krisma adalah salah satu dari tiga sakramen inisiasi Kristen yaitu Baptis,
Krisma dan Ekaristi. Sakramen Krisma memiliki dasar Kitab Suci dari Kis 8:16-17, "Sebab Roh
Kudus belum turun di atas seorang pun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam
nama Tuhan Yesus. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka
menerima Roh Kudus."  dan dari Kis 19:5-6, "Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi
diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di
atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam
bahasa roh dan bernubuat". Dari kedua kutipan ini jelas bahwa Sakramen Krisma membutuhkan
penumpangan tangan untuk mengundang Roh Kudus.

Di dalam Sakramen Krisma, kita menerima "Kepenuhan Roh Kudus" sehingga kita dapat
secara penuh dan aktif berkarya dalam Gereja. Bandingkan dengan para rasul yang menerima
Roh Kudus saat Pentakosta, sebelum peristiwa Pentakosta mereka sudah menerima Roh Kudus
(lihat Yoh 20:22) tetapi mereka baru 'aktif' sesudah Pentakosta. Demikian juga  halnya dengan
kita karena sebenarnya Roh Kudus pun sudah kita terima saat Sakramen PemBaptisan, yaitu
Roh yang menjadikan kita Anak-anak Allah, dan yang membersihkan kita dari Dosa Asal (lebih
Jelasnya lihat penjelasan tentang Sakramen PemBaptisan oleh kelompok lain). Itulah disebutkan
bahwa Sakramen PemBaptisan adalah Sakramen Paskah dan Sakramen Krisma adalah
Sakramen Pentakosta.

Dalam Sakramen Krisma juga ada Pengurapan dengan minyak Krisma yang berarti kita,
yang sudah menerima Krisma, dikuduskan, dikhususkan, dan menerima Kuasa untuk melakukan
tugas perutusan kita sebagai umat beriman (bdk. 1 Sam. 10:1; 1 Sam. 16:13;  1 Raj. 1:39).
Dengan menerima Sakramen Krisma, kita menerima Roh Kudus yang merupakan meterai, tanda
bahwa kita ini milik Allah.

Kalau Sakramen Pembaptisan yang disebut pintu (LG. 11) untuk masuk menjadi anggota
umat Allah (PO. 5) mengarah ke dalam, maka sebaliknya Sakramen Krisma mewajibkan orang
menyebarluasan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati (LG. 11) mengarah keluar.
Tentu saja dengan baptis dan Krisma, orang ditugaskan untuk kerasulan (LG. 33; Lih. AG. 36).
Dengan demikian, kelihatan bahwa inisiasi merupakan proses: masuk kemudian diutus. Tentu
saja seseorang tidak masuk Gereja atau mapan di situ melainkan supaya diutus.

Sakramen Krisma merupakan langkah kedua menjadi seorang


Katolik. Krismamerupakan sakramen. Artinya, “bahasa isyarat” dari Tuhan. Bahasa isyarat
seringkali berbicara lebih kuat dari bahasa-bahasa lain, karena bahasa isyarat sifatnya universal.
Dalam sakramen, Tuhan mempergunakan benda-benda biasa seperti air, roti, minyak dan juga
tindakan-tindakan tertentu untuk berbicara secara langsung kepada jiwa kita. Tidak seperti
bahasa isyarat lainnya, bahasa isyarat Tuhan mempunyai kuasa untuk mengubah orang yang
menerimanya. Sakramen Krisma merupakan yang pertama dari serangkaian sakramen yang
disebut sebagai sakramen “pengurapan”. Sakramen-sakramen tersebut mempergunakan
bahasa isyarat yang sama, yaitu pengurapan dengan minyak. Yang termasuk dalam sakramen
“pengurapan” adalah: Sakramen Penguatan atau Krisma, Sakramen Pengurapan Orang Sakit
dan Sakramen Imamat. Ketiga sakramen tersebut mempergunakan bahasa isyarat yang sama
untuk mengatakan sesuatu yang berbeda.

Minyak Krisma itu sendiri merupakan campuran minyak zaitun (atau kalau tidak mungkin
bisa juga dari minyak tumbuhan lain) dengan balsam (bahan wang-wangian lain ). Minyak
Krisma terbuat dari minyak zaitun. Karena minyak zaitun memiliki aroma yang kurang sedap,
maka ditambahkan balsem wangi. Minyak Krisma diberkati oleh Uskup Diosesan (Kan. 880)
biasanya dalam misa Krisma pada pagi hari Kamis Putih dalam Pekan Suci di Gereja Katedral
bersama-sama dengan minyak suci yang lainnya (mis. minyak pengurapan orang
sakit). Kemudian minyak Krisma dibagi-bagikan ke seluruh wilayah KeUskupan sebagai lambang
persatuan dalam Gereja. Minyak Krisma tidak boleh terlalu tua, digunakan  dalam menerimakan
Sakramen Krisma. Minyak Krisma juga digunakan  untuk mengelus telapak tangan dan kepala
calon Imam dalam Sakramen Tahbisan. Selain itu juga bisa digunakan dalam pemberkatan
gedung gereja, altar, piala, lonceng pada hari pentekosta diutus Tuhan kepada para rasul.

Rahmat Dalam Sakramen Krisma

1.      Menjadikan kita sungguh anak Allah.

2.      Rahmat pengudusan

3.      Dijadikan dewasa dalam iman

4.      Dijadikan imam dan nabi

5.      Menyatukan lebih teguh dengan Kristus.

6.      Menambahkan karunia Roh Kudus ke dalam diri kita.

7.      Mengikat kita lebih sempurna dengan Gereja.

8.      Menganugerahkan kepada kita kekuatan Roh Kudus.

Materi dan Forma Sakramen Krisma


Materi: Minyak Krisma (Minyak Zaitun)
Forma: ……..(Nama Calon Krisma) terimalah tanda karunia Roh Kudus (juga doa epiklese; mohon
turunnya Roh Kudus kepada penerima Krisma)

Pelayan Krisma

Pada dasarnya, Sakramen Krisma diterimakan oleh seorang Uskup tetapi juga oleh
Imam. Seorang Uskup atau Imam menumpangkan tangan di atas penerima seraya mengurapi
dahi dengan minyak Krisma sambil berkata: “Saudara…… terimalah tanda karunia Roh Kudus.
Penumpangan tangan yang dilakukan oleh Uskup atau Imam ini menjadi tanda lahiriah
penerimaan Roh Kudus (Bdk. Kis 8:14-17; 10,44-48; 19, 1-7).

Pelayan biasa sakramen penguatan adalah Uskup; sakramen itu dapat juga diberikan
secara sah oleh seorang imam yang memiliki kewenangan itu berdasarkan hukum universal atau
pemberian khusus dari otoritas yang berwenang (bdk. KHK, Kan. 882).

Calon Penguatan/Krisma

            Orang yang dapat menerima sakramen Krisma adalah semua orang yang sudah dibaptis
sah secara katolik dan belum menerimanya. Secara licit sakramen krisma ini, diluar bahaya maut
yang dapat menerimanya ialah orang yang dapat menggunakan akal, diberikan pengajaran,
berdisposisi baik dan dapat memperbaharui janji baptisnya.

Wali Penguatan/Krisma
            Wali penguatan hendaknya seorang beriman, karena ia mempunyai tugas bertindak
sebagai saksi kristus yang sejati dengan setia memenuhi kewajiban-kewajiban yang melekat
pada sakramen krisma. Disarankan wali krisma sebisa mungkin adalah wali yang menjadi wali
baptis calon krisma, bila memang memungkinkan.

Perlengkapan yang Mesti Disiapkan

·         Pakaian liturgi: Kalau Krisma diberikan dalam misa: pakaian misa baik untuk Uskup maupun
untuk para konselebran. Kalau misa dipimpin oleh imam lain, hendaknya petugas Krisma dan
imam lainnya yang membantu mengikuti misa dengan pakaian upacara: Alba, stola dan petugas
Krisma pluvial. Kalau diberikan di luar misa: Stola, alba, petugas Krisma Pluviale.

·           Kursi untuk Uskup dan untuk para imam yang membantu.

·           Wadah berisi minyak Krisma.

·           Buku upacara Krisma.

·           Perlengkapan untuk misa (Jika Krisma diberikan waktu misa).

·           Perlengkapan untuk mencuci tangan sesudah pengurapan.

D.  Diskusi
  (jawaban dari pertanyaan diskusi bisa dipaparkan dalam bentuk pleno setiap kelompo, sesuai waktu dan kondisi
yang ada)

a.       Apa saja rahmat dari Sakramen Krisma?

b.      Apa tugas dan tanggungjawab kita bilamana sudah menerima sakramen Krisma?

c.       Apa yang diungkapkan melalui penumpangan tangan dan pengurapan dengan minyak krisma
dalam upacara Krisma?

d.      Dengan lambang perminyakan dan penumpangan tangan apa makna sakramen krisma bagi
hidup orang beriman?

e.       Siapakah pelayan krisma dan siapa yang pantas sebagai calon krisma?

E.  Doa Penutup/Nyanyian
( kembali seorang peserta menutup pertemuan dengan doa/nyanyian)
PERTEMUAN KELIMA

TATA CARA PENERIMAAN SAKRAMEN KRISMA

A.  Doa Pembuka/Nyanyian

(pendamping meminta peserta memimpin doa)

B.  Tata Cara Penerimaan Sakramen Krisma

TATA PERAYAAN SAKRAMEN KRISMA

Upacara penerimaan sakramen Krisma terdiri dari 3 model: upacara Krisma dalam misa,
upacara Krisma di luar misa, dan upacara Krisma dalam bahaya maut.

A.        Upacara Krisma dalam Misa

Liturgi Sabda dilangsungkan seperti Upacara Misa. Sesudah bacaan Injil Uskup (dan para imam
pembantu) duduk. Para calon Krisma dipanggil oleh Pastor Paroki, atau seorang imam lain, atau
diakon, atau katekis menurut kebiasaan setempat. Misalnya begini: Para calon dipanggil
masing-masing, lalu maju ke ruang imam. Anak-anak hendaknya diantar oleh salah seorang dari
para wali Krisma atau dari orang tua, lalu mereka berdiri di depan petugas Krisma. Kalau jumlah
calon Krisma terlalu besar tidak perlu dipanggil satu per satu, tetapi hendaknya mereka berdiri
secara teratur di depan Uskup

Homili

Kemudian Uskup mengadakan homili singkat. Ia  menerangkan isi bacaan kepada calon
Krisma, para wali Krisma, orang tua, serta umat beriman, supaya mereka mengerti lebih jelas
dari sakramen Krisma

Pembaharuan Janji Baptis

Sesudah bacaan dan Homili, para calon penerima Krisma dianjukan oleh para wali Krisma.
Kemudian Uskup mengajak para calon penerima Krisma untuk membarui janji-janji baptis dan
iman 

Pemimpin bertanya kepada Calon Krisma:

U         : Jadi, apakah kamu menolak setan, segala perbuatan dan tipu muslihat?

CK      : Ya kami menolak

U         :  Percayakah saudara akan Allah Bapa yang Maha kuasa Pencipta langit dan bumi

CK      : Ya kami percaya

U         :  Percayakah saudara akan Yesus Kristus PuteraNya yang tunggal Tuhan kita yang dilahirkan
oleh Perawan Maria yang menderita sengsara, wafat dan dimakamkan;   yang bangkit dari alam
maut dan duduk di sisi kanan Bapa?

CK      :  Ya kami percaya

U         : Percayakah saudara akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang kudus, Tuhan yang menghidupkan,
yang pada hari ini dalam sakramen Krisma dianugerahkan kepada saudara secara istimewa
seperti kepada para rasul pada hari Pentekosta?  

CK      :  Ya kami percaya

U         : Percayakah kamu akan Gereja Katolik yang kudus, persekutuan para kudus, pengampunan
dosa, kebangkitan badan, dan kehidupan kekal?

CK      :  Ya kami percaya

         Uskup meneguhkan pengakuan imam ini dengan menyerukan/ menyanyikan:

U         : Inilah iman kita, inilah iman Gereja yang kita akui dengan bangga dalam  Kristus Tuhan kita.

CK/U  : Amin

Penumpangan tangan

Dengan tangan terkatup Uskup (bersama imam pembantu) berdiri menghadap umat dan
berkata:

U           :Saudara-saudara terkasih, Marilah kita berdoa kepada Allah Bapa yang maha Kuasa
agar Ia sudi mencurahkan Roh Kudus kepada para anakNya ini, yang telah dilahirkan kembali
bagi hidup abadi dalam sakramen pemBaptisan. Semoga Roh Kudus yang menguatkan mereka
dengan anugerahNya yang berlimpah, dan semoga berkat pengurapanNya mereka menjaid
serupa dengan Kristus, Putera Allah.

Semua hadirin berdoa sejenak dan batin.

Kemudian Uskup (bersama imam pembantu) mengulurkan kedua belah tangan ke arah calon
Krisma, lalu Uskup  mengucapkan doa Krisma

Pengurapan dengan Krisma

Diakon menyerahkan minyak Krisma kepada Uskup. Sesudah itu para calon diantar satu persatu
oleh wali Krisma atau orang tua kepada Uskup.Yang mengantar calon meletakan tangan kanan
atas bahu calon dan menyebutkan nama calon kepada Uskup/calon sendiri menyebutkan
namanya .

Uskup mencelupkan ibu jari kanan dalam minyak Krisma lalu  membuat tanda salib pada dahi
calon Krisma dengan berkata:

U         : ……..(Nama Calon Krisma) terimalah tanda karunia Roh Kudus

CK      : Amin

U         : Damai Kristus besertamu

CK      : Dan sertamu juga

Bila ada imam yang membantu memberikan sakramen Krisma maka semua tempat minyak
Krisma diserahkan dulu kepada Uskup, lalu Uskup sendiri yang menyerahkannya kepada
masing-masing imam yang membantu itu. Upacara ini dapat diiringi dengan nyanyian. Lihat lagu
MB. No. 449, 452, 453, 454, 455.  

Sesudah pengurapan, Uskup (para imam pembantu) membasuh tangan.

Setelah itu menyusul Doa Umat.

Setelah doa umat Uskup mengucapkan Doa Penutup Upacara Krisma. Marilah berdoa

Liturgi Ekaristi

Sesudah doa umat menyusul Liturgi Ekaristi menurut aturan upacara misa. Kecuali hal-hal
berikut:

1.      Syahadat tidak diucapkan karena sudah ada pengakuan iman

2.      Beberapa orang yang baru saja menerima Krisma dapat ikut serta membawa persembahan ke
altar

3.      Apabila dipergunakan Doa Syukur Agung I, diucapkan “Tuhan sambutlah” khusus

Jika mungkin para wali Krisma, orang tua, suami atau istri dan para katekis bersama
para penerima Krisma dapat menyambut komuni dua rupa

Sebagai ganti berkat biasa misa dapat diakhiri dengan rumus berkat khusus sambil
mengulurkan kedua belah tangan ke arah umat atau dengan doa untuk umat dan ditutup dengan
berkat
B.     Upacara Krisma di Luar Misa

Upacara Pembukaan

Setelah para calon Krisma, para wali Krisma, para orang tua dan umat berkumpul, Uskup
(bersama imam pembantu) disertai para diakon dan pelayan berarak menuju ke ruang Imam.
Sementara itu umat melagukan Mazmur atau nyanyian yang sesuai. Sesudah memberi hormat
kepada altar, Uskup memberi salam kepada umat yang hadir dan berdoa doa Pembukaan.

Liturgi Sabda

Dalam liturgi sabda sekurang-kurangnya dibacakan satu dari bacaan-bacaan yang disediakan.
Contoh: Efesus 4:1-6, Efesus 1:3a,4a, 13-19a). Apabila ada lebih dari satu bacaan, hendaknya
diikuti urutan biasa yakni Perjanjian Lama, Surat Para Rasul dan Injil. Antara Bacaan Pertama
dan Kedua dapat dinyanyikan Mazmur atau nyanyian lain.

Sesudah bacaan-bacaan, Uskup (dan para imam pembantu) duduk. Para calon Krisma dipanggil
oleh Pastor Paroki, atau seorang imam lain, atau diakon, atau katekis menurut kebiasaan
setempat. Misalnya begini: Para calon dipanggil masing-masing, lalu maju ke ruang imam. Anak-
anak hendaknya diantar oleh salah seorang dari para wali Krisma atau dari orang tua, lalu
mereka berdiri di depan petugas Krisma. Kalau jumlah calon Krisma terlalu besar tidak perlu
dipanggil satu per satu, tetapi hendaknya mereka berdiri secara teratur di depan Uskup

Homili atau Amanat

Kemudian Uskup mengadakan homili singkat. Ia  menerangkan  isi bacaan kepada calon


Krisma, para wali Krisma, orang tua, serta umat beriman, supaya mereka mengerti lebih jelas
dari Sakramen Krisma.

Pembaharuan Janji Baptis

Para calon Krisma berdiri, Uskup bertanya kepada mereka,dan mereka menjawab bersama-
sama (lih. Pembaharuan Janji Baptis seperti Upacara Krisma di dalam Misa)

Uskup meneguhkan pengakuan imam ini dengan menyerukan/menyanyikan:

U         : Inilah iman kita, inilah iman gereja yang kita akui dengan bangga dalam kristus  Tuhan
kita

CK/U   : Amin

Dengan tangan terkatup, Uskup (bersama imam pembantu) berdiri menghadap umat dan
berkata

U         : Saudara-saudara terkasih, Marilah kita berdoa kepada Allah Bapa yang maha Kuasa
agar Ia sudi mencurahkan Roh Kudus kepada para anakNya ini, yang telah dilahirkan kembali
bagi hidup abadi dalam sakramen pemBaptisan. Semoga Roh Kudus yang menguatkan mereka
dengan anugerahNya yang berlimpah, dan semoga berkat pengurapanNya mereka menjaid
serupa dengan Kristus, Putera Allah.

Semua hadirin berdoa sejenak dalam batin

Penumpangan Tangan
Kemudian Uskup (bersama imam pembantu) mengulurkan kedua belah tangan ke arah calon
Krisma, lalu Uskup  mengucapkan doa Krisma.

Pengurapan dengan Krisma

Diakon menyerahkan minyak Krisma kepada Uskup. Sesudah itu para calon diantar satu persatu
oleh wali Krisma atau orang tua kepada Uskup.Yang mengantar calon meletakan tangan kanan
atas bahu calon dan menyebutkan nama calon kepada Uskup/calon sendiri menyebutkan
namanya .

Uskup mencelupkan ibu jari kanan dalam minyak Krisma lalu  membuat tanda salib pada dahi
calon Krisma dengan berkata:

U         : ………….(Nama Calon Krisma) terimalah tanda karunia Roh Kudus

CK      : Amin

U         : Damai Kristus besertamu

CK      : Dan sertamu juga

Bila ada imam yang membantu memberikan sakramen Krisma maka semua tempat minyak
Krisma diserahkan dulu kepada Uskup, lalu Uskup sendiri yang menyerahkannya kepada
masing-masing imam yang membantu itu. Upacara ini dapat diiringi dengan nyanyian. Lihat lagu
MB. No. 449, 452, 453, 454, 455.  

Sesudah pengurapan, Uskup (para imam pembantu) membasuh tangan.

Doa Umat

Lalu Uskup mengucapkan doa penutup Krisma

Doa Bapa Kami

Kemudian semua hadirin mengucapkan doa Bapa Kami

Berkat

Kemudian Uskup memberkati semua hadirin. Sebagai ganti rumus berkat yang biasa, dapat
digunakan rumus berkat khusus (hlm. 37-38) atau doa untuk umat dan ditutup dengan berkat .

C.    Upacara Krisma dalam Bahaya Maut

Seseorang yang telah dibaptis sebaiknya menerima juga sakramen Krisma dan ekaristi supaya
inisiasinya lengkap. Jadi, kalau ia berada dalam bahaya maut, hendaknya ia menerima
sakramen Krisma dan kemudian, kalau ia sudah cukup umur, komuni bekal suci (viaticum)
sejauh keadaan mengizinkan, hendaknya ia diberi sekadar penjelasan sebelumnya.

Bila keadaan mengizinkan hendaknya dipergunakan upacara lengkap seperti upacara sakramen
Krisma di dalam atau di luar misa.

Dalam keadaan darurat petugas Krisma menumpangkan tangan atas orang sakit dan berkata.
Kemudian petugas Krisma mencelupkan ibu jari kanan dalam minyak Krisma lalu membuat
tanda salib pada dahi orang sakit sambil berkata:

P: …….(nama) terimalah tanda karunia Roh Kudus

Kalau dapat orang sakit menjawab:

CK: Amin

Bagian-bagian upacara persiapan dan penutup dapat ditambahkan sejauh keadaan


mengizinkan.

Dalam keadaan yang sangat mendesak, cukup orang sakit diurapi dengan Krisma dengan
rumus berikut:

P: …….(nama) terimalah tanda karunia Roh Kudus

C.  Doa Penutup

(pendamping meminta salah satu calon krisma untuk memimpin doa guna menutup pertemuan)

Diposting 16th November 2017 oleh Anonymous

Anda mungkin juga menyukai