SEMINAR PENATAAN EKONOMI KELUARGA KATOLIK Oleh Yayasan Caritas PSE KAM PENATAAN EKONOMI KELUARGA KATOLIK ARTI PENATAAN • Penataan berarti proses, cara, perbuatan menata; pengaturan; penyusunan. –Jadi berkaitan dengan ruang dan waktu, subyek dan obyek, sistem dan mekanisme. • Penataan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. • Penataan bukan hanya rancangan pengeluaran, tetapi juga rancangan pendapatan –Kenyataan ada keluarga yang hanya dominan membuat rancangan pengeluaran, tapi lupa membuat rancangan pendapatan. –Ada juga keluarga yang tidak pernah membuat penataan. Hidup berjalan begitu saja tanpa ada penataan. • Ada yang memang pendapatannya banyak, tetapi ada penataannya • Ada yang memang pengeluarannya banyak, tetapi tidak ada penataannya • Ada yang pendapatan dan pengeluargan banyak, tetapi kurang ditata • Ada yang yang pengeluarnya banyak, pendapatannya sedikit, juga tidak tertata Apa itu penataan ekonomi keluarga? • Berbeda dengan penataan keuangan. Penataan ekonomi bakan hanya bicara soal uang yang dikeluarkan, tetapi juga bagaimana proses sebuah usaha / kegiatan agar bisa menambah pendapatan bagi keluarga secara halal. • Penataan ekonomi keluarga melibatkan elemen-elemen keluarga (bapa-ibu dan anak). • Penataan ekonomi keluarga menyangkut sebuah interaksi sosial di dalam keluarga baik menyangkut ruang dan waktu, serta bersentukan dengan asset-aset lain (pribadi, institusi dan materi), baik intern keluarga maupun ekstern. • Penataan ekonomi keluarga mengarah pada jawaban siapa yang melakukan apa, siapa yang bertanggungjawab bidang apa, kapan membicarakan apa dan oleh siapa. • Penataan ekonomi keluarga juga termasuk menata material yang ada, apa yang akan dipakai oleh siapa, bagaimana dan untuk apa. • Penataan ekonomi kelaurga jelas bukan penataan ekonomi pribadi, tetapi satu komunitas kecil, satu gereja kecil (Ecclesia domestica) – Sejauh mana suami istri dan anak merancang baik pendapatan maupun pengeluaran – Kesepakan-kesepatan apa yang ada dalam keluarga berkaitan dengan usaha-usaha menambah pendapatan dan mempetanggungjawabkan pengeluaran. – Siapa yang bertanggungjawab akan keuangan? Bapa kah? Ibukah? Anakkah? Semuanya? Siapapun asalah itu menjadi sebuah pembicaraan di dalam keluarga seca jelas, transparan, rasionalisasi, tuntuan situasi, dll. • Ekonomi merupakan tingkahlaku manusia secara individu atau bersama-sama. • Keluarga adalah suatu satuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat yang ditandai oleh adannya kerja sama ekonomi dan mempunyai fungsi untuk berkehidupan, bersosialisasi atau mendidik anak dan menolong serta melindungi yang lemah khususnya merawat orangtua mereka yang telah lanjut usia. • Keluarga terdiri dari seorang laki-laki dan perempuan ditambah dengan anak-anak mereka yang tinggal dalam satu rumah yang sama. APA ITU PENATAAN EKONOMI KELUARGA KATOLIK • Penataan ekonomi keluarga Katolik berarti penataan ekonomi itu bercirikan iman Katolik yang berbeda dari penataan ekonomi sekular, humanis, ateis, liberal. • Penataan yang bernafaskan ROH ATAU IMAN KEKATOLIKAN (spiritualitas, moral, etika, Ajaran Sosial Katolik, dan teologis) • Penataan itu berlandaskan IMAN, KASIH DAN HARAP. • Penataan Ekonomi Keluarga Katolik – Ekonomi itu ditata dengan berbasis KETERLIBATAN semua anggota keluarga yang semuanya punya hak dan kewajiban. – Ekonomi itu ditata dengan moral Katolik. Ada rambu-rambu moral bagaimana mencari pendapatan yang halal, tidak menipu orang lain, tidak mengambil yang bukan hak, menggunakan uang demi meningkatkan semua martabat manusia bukan menghancurkan. – Ekonomi itu ditata dengan berlandaskan PRINSIP AJARAN SOSIAL GEREJA • Human dignity (Martabat manusia) • Preferential option for the poor (keberpihakan kepada kaum miskin) • Comman good (bonum Communae) (kepentingan umum) • Solidarity (Solidaritas) • Subsidiarity (Subsidiaritas) – Penataan itu berlandaskan BIBLIS • Hati-hati terhadap mamon (Mat 6:24) • Hak kaisar dan hak Allah (Mark 12:7) – Berlandaskan HUKUM ALLAH DAN PERINTAH GEREJA • Indahkanlah hari Tuhan • Jangan mencuri • Jangan berbohong • Jangan mengambil yang bukan milikmu – Penataan itu berlandaskan etika • Interaksi sehari-hari dalam keluarga • Interak dengan orang lain (bawahan, atasan, dan setara) Realita • Terjadinya kerukunan keluarga karena dipengaruhi banyak faktor. Salah satu faktornya adalah masalah ekonomi. Itu adalah sebuah tantangan. Untuk menjawab tantangan- tantangan ini kita dipanggil untuk ikut serta menolong umat kita. • Kondisi ekonomi keluarga yang baik merupakan salah satu unsur penunjang kesejahteraan keluarga. Ekonomi keluarga harus benar-benar dikelola dengan baik. Pengelolaan ekonomi keluarga mencakup tindakan merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengendalikan perolehan dan penggunaan sumber-sumber ekonomi keluarga. Dengan demikian kebutuhan setiap anggota keluarga dapat terpenuhi dan memastikan pertumbuhan ekonomi keluarga. Permasalahan ekonomi keluarga 1. Ada keluarga yang hanya pada pengelolaan, namun cara mendapatkan uang tak pernah dipikirkan. 2. Ada keluarga yang pengeluarannya lebih besar daripada penghasilannya. Seperti peribahasa mengatakan: “lebih besar pasak daripada tiang. 3. Ada keluarga yang suami istri memegang dompet keluarga. 4. Ada keluarga baik pihak ibu maupun bapa kurang terbuka dalam hal ekonomi martangan pudi, membeli bukan kebutuhan tetapi keinginan 5. Ada keluarga yang tidak pernah membuat perencanaan keuangan 6. Ada keluarga yang tidak pernah mencatat pengeluargan 7. Ada keluarga yang tidak pernah mengevaluasi keuangannya Apa yang anda tahu nasihat gereja tentang uang? • Penataan keuangan keluarga bukan hanya sebatas menuliskan pendapatan dan pengeluaran saja. Keluarga itu punya arti yang mendalam bagi orang kristen. Keluarga bukan saja sebagai kumpulan orang yang bergabung dua sampai seterusnya, tetapi keluarga itu dimensi teologis, dimana Allah ikut berkarya di sana. Allah punya rencana ilahi dalam keluarga. • Keluarga dalam pemahaman Gereja Katolik adalah persatuan suami-isteri berdasarkan atas kesepakatan suami-isteri, atas persetujuan mereka timbal balik; terarah kepada kesejahteraan suami-isteri dan kepada keturunan, dan pendidikan anak-anak. Hubungan ini diikat oleh cinta dan menjadi tanda dan citra persekutuan Bapa dan Putera dalam Roh Kudus • Keluarga adalah sel inti masyarakat dan Gereja (bdk. FC. 86), karena di sanalah mulai kehidupan hasil persekutuan cinta antara suami dan isteri. Di sanalah pertama-tama ditanamkan dan dialami arti cinta yang sesungguhnya. • Keluarga adalah sel inti karena di sanalah mulai kehidupan hasil persekutuan cinta antara suami dan isteri. Di sanalah pertama- tama ditanamkan dan dialami arti cinta yang sesungguhnya. • Keluarga adalah tempat pertama dan terutama pendidikan integral seorang anak: pendidikan kasih, pendidikan moral dan etika, pembinaan kepribadian, pendidikan intellektual dan afektif, dan pendidikan iman. Dengan kata lain, dalam keluarga seorang anak lahir, dibentuk, dan berkembang (GS, 47. 52). Di sanalah pusat pengalaman paling awal dan paling penting setiap orang. Maka, kalau keadaan keluarga-keluarga adalah baik, Gereja dan masyarakat akan baik; sebaliknya, jika keadaan keluarga-keluarga tidak beres, maka Gereja dan masyarakat akan mendapat imbas negatifnya. • Uang adalah Berkat Allah. Melaui usaha manusia, Allah memberkatinya, maka manusia memiliki uang. • Uang adalah penemuan manusia, bukan ciptaan Allah. Seperti penemuan-penemuan yang lain, penemuan uang, sebagai alat transaksi pastilah diridhoi oleh Sang Pencipta. Uang telah membuat hidup manusia lebih baik dan lebih mudah. Kalau ada masalah tentang uang, bukanlah soal keberadaannya tetapi bagaimana manusia menggunakan dan memperlakukannya. Ada orang yang “mendewakan” atau “mempertuankan” uang. Hal ini sangat merendahkan martabatnya sebagai manusia yang seharusnya hanya “mempertuankan” Allah. Beberapa Prinsip Etika dalam Pengelolaan Keuangan Keluarga • Pertama, uang “diciptakan” demi manusia, bukan sebaliknya, manusia ada untuk uang. Manusia tidak boleh berhamba kepada uang karena uang “diciptakan” untuk melayani manusia. • Kedua, uang harus digunakan pertama-tama sebagai sarana untuk mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan bersama, yakni, kesejahteraan keluarga dan masyarakat (bdk GS, 26. 34; KGK 1906). Adalah tidak tepat bila seseorang hanya memikirkan kebahagiaan dan kesejahteraan diri dan keluarganya, tanpa memikirkan yang lain. Menurut Paus Yohanes Paulus II, satu dari dua “struktur dosa” yang menandai zaman ini adalah “keinginan akan keuntungan, yang menyita segenap hati dan tenaga manusia” (YP II, SRS 1987, 37). • Ketiga, uang adalah sarana kasih dan solidaritas dengan sesama, terutama yang menderita, miskin dan terpinggirkan. “Apa saja yang kamu buat untuk saudaraku yang paling kecil ini, kau lakukan untuk-Ku” (Mat 25:40). Dengan cara ini, egoisme dan kerakusan akan dikurangi atau dihapuskan. • Keempat, uang harus digunakan sebagai sarana untuk mengucap syukur kepada Allah atas segala rahmat dan kebaikan yang selalu diberikan-Nya kepada manusia. Orang Yahudi telah mewariskan kebiasaan sangat bagus, yakni “persepuluhan” kepada kita orang kristen. Tradisi dimulai sejak Abraham, yang memberikan kepada Melkisedekh, imam Allah yang Mahatinggi, yang memberkatinya, sepersepuluh dari segala miliknya (bdk Kej 14: 18-20). Yakub juga telah bernazar akan membuat hal yang sama kepada Allah (Kej 28: 22). Kebiasaan ini menjadi aturan atau hukum bagi seluruh umat Israel: memberikan sepersepuluh dari segala penghasilan untuk Bait Allah (Ul 14: 22; bdk Luk 18:12). • Kelima, Yesus dengan jelas mengajarkan supaya setiap pengikut-Nya “memberikan kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22: 21; Mrk 12: 17; Luk 20: 22). Uang juga digunakan untuk membayar kewajiban kita kepada negara. – Tidak bisa disamakan ketaatan kepada Kaisar dan kepada Tuhan. Kaisar mempunyai batasaan kuasa, sementara Yesus tidak, karena kuasanya berasal dari Allah Bapa. – Tuhan tidak memberikan pertentangan – Menghargai keaadilan. – Kita harus menghargai HAK orang – KGK 2411-2412, 2238-2240. 2242 BAHAYA-BAHAYA – Kekuasaan berlebihan yang mengakibatkan sikap memperbudak yang lain (Pius XI, QA, 1931, 105) – Ketidaksetaraan kepemilikan yang berakibat pada sikap merendahkan yang lain berdasarkan kepemilikan dan harta tersebut. Dengan kata lain, martabat seseorang diukur dengan harta kekayaan – Tidak sesuai dengan prinsip “kelimpahan yang wajar”. Prinsip ini membedakan apa yang dibutuhkan dan apa yang perlu: banyak yang kita butuhkan tetapi tidak semua kebutuhan itu perlu. – Penggunaan semenamena: merasa bebas dan bisa sesuka hati menggunakan milik tanpa memperdulikan “intentio dantis” (kehendak Allah pemberi segala sesuatu). – “Kesesatan ekonomisme”: memandang kerja manusiawi semata-mata berdasarkan tujuan ekonomisnya (YP II, LE 1981, 13). Hal ini akan bisa menimbulkan bahaya berikut: • Budak pekerjaan: kerja bukan lagi sarana pewujudan diri, tetapi “pengumpulan modal” • Tidak memberikan upah yang adil, yang berarti melanggar hak orang lain. NAMAKU UANG (DUIT) Wajahku biasa saja, fisikku juga lemah, namun aku mampu merombak tatanan dunia... Aku juga “bisa” merubah perilaku, bahkan sifat manusia, karena manusia mengidolakan aku. Banyak orang merubah kepribadiannya, menghianati teman, menjual tubuh, bahkan meninggalkan keyakinan imannya, demi aku!!! Aku tidak mengerti perbedaan orang saleh & bejat, tetapi manusia memakai aku menjadi patokan derajat, menentukan kaya miskin & terhormat atau terhina ... Aku bukan iblis, tapi sering orang melakukan kekejian demi aku ... Aku juga bukan orang ketiga, tapi banyak suami-isteri pisah gara-gara aku ... Anak dan orangtua berselisih gara-gara aku. Sangat jelas aku bukan Tuhan, tapi manusia menyembah aku seperti Tuhan, bahkan kerap kali hamba- hamba Tuhan lebih menghormati aku, padahal Tuhan sudah pesan jangan jadi hamba uang .. Seharusnya aku melayani manusia, tapi kenapa malah manusia mau jadi budakku??? Aku tidak pernah mengorbankan diriku untuk siapapun, tapi banyak orang rela mati demi aku ... Perlu aku ingatkan, aku hanya bisa menjadi alat bayar resep obat anda, tetapi tidak mampu memperpanjang umur anda ... Kalau suatu hari anda dipanggil Allah SWT Tuhan YME, aku tidak akan bisa menemani anda, apalagi menebus dosa-dosa anda, anda harus menghadap sendiri kepada Sang Pencipta lalu menerima penghakiman-Nya ... Saat itu, Tuhan akan hitung-hitungan dengan anda. APAKAH SELAMA HIDUP ANDA MENGGUNAKAN AKU dengan baik, atau sebaliknya MENJA