Anda di halaman 1dari 12

RETRET PASUTRI

PAROKI CIKARANG GEREJA IBU TERESA

I. NAMA KEGIATAN
“RETRET PASUTRI PAROKI CIKARANG GEREJA IBU TERESA”

II. BENTUK KEGIATAN


Bentuk Kegiatan yang dilaksanakan adalah “RETRET”
Menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia ‘RETRET” diartikan sebagai khalwat
(pengasingan diri) mengundurkan diri dari dunia ramai untuk mencari ketenangan batin.
Retret dapat berarti sebuah periode pengalaman menyendiri (seorang diri) ataupun
pengalaman mengasingkan diri bersama dengan sebuah kelompok/komunitas.
Secara etimologi kata “RETRET” berasal dari Bahasa Inggris yakni “RE” = Kembali dan
“TREAT” = Mengolah Kata “RETRET” dimaksud sebagai suatu kegiatan atau aktifitas
mengolah kembali. Apa yang diolah? Bahan yang diolah adalah pengalaman hidup para
peserta retret itu sendiri yang diolah kembali oleh mereka sendiri. Para fasilitator atau
pemateri dan materi yang dipersiapkan hanyalah sebagai alat bantu dalam proses
pengolahan tersebut.
Jadi bisa disimpulkan bahwa “RETRET” adalah suatu kegiatan pribadi yang dilakukan oleh
seseorang baik secara perorangan ataupun kelompok untuk mengolah kembali
pengalaman hidup secara mental dan rohani supaya memperoleh gairah baru untuk fight
dalam kehidupan ini. Dari retreat ini diharapkan peserta semakin menyadari siapa dirinya
di hadapan TUHAN dan siapa dirinya di hadapan sesama. Retreat bermuara pada evaluasi
dan pembaharuan relasi baik dengan Sang pencipta maupun dengan sesama.

III. LATAR BELAKANG


Latar Belakang dilaksanakannya kegiatan ini adalah :
1. Kesadaran bahwa Keluarga adalah pentingnya keluarga sebagai pondasi dasar dan
sekaligus tiang penyangga Gereja pada khususnya dan negara pada umumnya.
Perhatian pada pembinaan bagi keluarga ini sangatlah penting untuk dapat
membantu terbentuknya keluarga yang harmonis, beriman dan siap menjadi saksi
Kristus di tengah masyarakat.
2. Kemajuan pesat teknologi mempengaruhi perubahan masyarakat dari segi budaya,
pola pikir dan pola sikap. Hal ini juga berpengaruh pada perkembangan pola pikir
dan pola sikap dalam memandang dan menghayati nilai luhur dari panggilan hidup
keluarga. Pola pikir serba instan, shortcut dan pragmatis menjadi keprihatinan yang
cukuo mendalam karena sedikit demi sedikit menggerus nilai-nilai luhur dari hidup
perkawinan dan keluarga.
3. Dari penelitian para ahli di bidang perkawinan dan keluarga serta hasil survey
tentang perkawinan (termasuk survey keluarga yang dilakukan di PITC pada tahun
2017) menunjukkan bahwa factor utama dari penyebab perpecahan dalam keluarga
dan menjadi permasalahan dasar dalam hidup berkeluarga adalah masalah
komunikasi.
4. Bapak/suami yang berperan sebagai pemimpin dalam keluarga dan ibu/istri yang
berperan sebagai penolong dalam keluarga adalah subyek-subyek yang paling
berperan dalam menentukan warna dan arah dalam keluarga. Oleh sebab itu,
pembinaan dan pendampingan kepada pasutri ini adalah suatu hal yang mutlak
penting dalam proses pendampingan dan pembinaan keluarga.

IV. DASAR PEMIKIRAN


Adapun dasar pemikiran dilaksanakannya kegiatan “Retret Pasutri” ini adalah :
1. Kitab Suci
Perkawinan dalam Kitab Suci mempunyai nilai yang tinggi dan terhormat. Kisah-
kisah perkawinan tokoh-tokoh dalam Kitab Suci menunjukkan bahwa perkawinan
menjadi bagian penting dalam sejarah Keselamtan umat manusia. Perkawinan
menjadi panggilan mulia dari Allah bagi pria dan wanita untuk ikut ambl bagian
dalam karya penciptaan dan sejarah keselamatan.
Begitu mulianya panggilan hidup perkawinan, hubungan antara Allah dan umat
manusia pun dalam beberapa kitab digambarkan sebagai relasi hubungan suami
istri dengan penggunaan kata mempelai.
“Demikianlah aku akan membawa pulang seluruh rakyat itu kepadamu seperti seorang
mempelai perempuan kembali kepada suaminya. Jadi, engkau mencari nyawa satu orang
saja, sedang seluruh rakyat tetap selamat." 2Sam 17:3

“Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang
membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai
melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu.” Yes 62:5

“Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah
mereka akan berpuasa.” Mrk 2:20 bdk. Luk 5:35

“Maka datanglah seorang dari ketujuh malaikat yang memegang ketujuh cawan, yang penuh
dengan ketujuh malapetaka terakhir itu, lalu ia berkata kepadaku, katanya: "Marilah ke sini,
aku akan menunjukkan kepadamu pengantin perempuan, mempelai Anak Domba." Why
21:9

Bahkan bisa dikatakan Kitab suci yang dimulai dengan kisah penciptaan pria dan
wanita menurut citra Allah (bdk. Kej 1:26-27) dan berakhir dengan vision
“Perjamuan kawin Anak Domba” (Why 19:7,9) berbicara tentang perkawinan dan
“misterinya”.
2. Ajaran Gereja
Perkawinan dalam Tradisi Gereja Katolik yang diangkat derajadnya menjadi salah
satu sakramen Gereja menegaskan bahwa institusi ini mempunyai tempat yang
cukup terhormat dalam praktik iman Gereja. Perkawinan bukan hanya dipandang
sebagai formalitas dan legalitas semata, atau sebagai bagian dari tata social
kemasyrakatan namun Perkawinan mempunyai nilai yang luhur karena diimani
sebagai panggilan Allah bagi manusia untuk ikut ambil bagian dalam karya
penciptaan dan tata rencana keselamatan Allah.
Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan
membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri
kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan
pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat
sakramen. (Kan. 1055 § 1)

Persekutuan hidup dan kasih suami-isteri yang mesra, yang diadakan oleh Sang Pencipta
dan dikukuhkan dengan hukum-hukumnya, dibangun oleh janji pernikahan atau persetujuan
pribadi yang tak dapat di tarik kembali. Demikianlah karena tindakan manusiawi, yakni saling
menyerahkan diri dan saling menerima antara suami dan isteri, timbullah suatu lembaga yang
mendapat keteguhannya, juga bagi masyarakat, berdasarkan ketetapan ilahi. Ikatan suci
demi kesejahteraan suami-isteri dan anak maupun masyarakat itu, tidak tergantung dari
manusiawi semata-mata. Allah sendirilah Pencipta perkawinan, yang mencakup berbagai
nilai dan tujuan.(Gaudium et Spes art.48)

3. Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta


Dalam Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta tahun 2016 – 2020 dikatakan :
Gereja Keuskupan Agung Jakarta sebagai persekutuan dan gerakan umat Allah bercita-cita
menjadi pembawa sukacita Injili dalam mewujudkan Kerajaan Allah yang Maha Rahim
dengan mengamalkan Pancasila demi keselamatan manusia dan keutuhan ciptaan.

Atas dorongan Roh Kudus, berlandaskan spiritualitas inkarnasi Yesus Kristus, serta
semangat Gembala Baik dan Murah Hati, umat Keuskupan Agung Jakarta berupaya
menyelenggarakan tata-pelayanan pastoral-evangelisasi agar semakin tangguh dalam iman,
terlibat dalam persaudaraan inklusif, dan berbelarasa terhadap sesama dan lingkungan
hidup.Keuskupan Agung Jakarta, kaj

Melalui tata-pelayanan pastoral-evangelisasi yang sinergis, dialogis, partisipatif dan


transformatif, seluruh umat Keuskupan Agung Jakarta berkomitmen untuk:

1) Mengembangkan pastoral keluarga yang utuh dan terpadu.


2) Meningkatkan kualitas pelayan pastoral dan kader awam.
3) Meningkatkan katekese dan liturgi yang hidup dan memerdekakan.
4) Meningkatkan belarasa melalui dialog dan kerjasama dengan semua orang yang
berkehendak baik untuk mewujudkan masyarakat yang adil, toleran dan manusiawi
khususnya untuk mereka yang miskin, menderita dan tersisih.
5) Meningkatkan keterlibatan umat dalam menjaga lingkungan hidup di wilayah
Keuskupan Agung Jakarta.

Paa point pertama disebutkan bahwa seluruh Keuskupan Agung Jakarta berkomitmen untuk
mengembangkan pastoral Keluarga yang utuh dan terpadu. Retret ini menjadi salah satu bentuk
aktulisasi dari komitmen tersebut yang menjadi bagian dari program Paroki Cikarang Gereja Ibu
Teresa.

4. Spiritualitas Ibu Teresa


Bunda Teresa sebagai pelindung Paroki Cikarang pun melihat keluarga sebagai
bagian yang penting dalam menyebarkan Kasih Kristus. Dalam salah satu
ungkapan beliau menggambarkan bahwa Kasih yang menjadi dasar dari kehidupan
dimulai dari “rumah” (keluarga)
“Love begins at home, and it is not how much we do… but how much love we put in that
action.”

“Cinta dimulai dari rumah dan cinta bukanlah apa yang kita lakukan tetapi seberapa besar
cinta yang kita berikan dalam perbuatan kita.”

V. TUJUAN

Tujuan yang hendak dicapai dari Retret ini adalah :

1. Pasangan Suami Istri kembali menyadari nilai-nilai luhur perkawinan Katolik yang
telah mereka jalani selama ini. Para Pasutri diharapkan menyadari dan menghayati
hidup perkawinan mereka sebagai panggilan yang mulia dengan meneladan
Keluarga kudus Nazaret.
2. Pasutri merenungkan kembali dan memaknai kembali relasi dalam keluarga
terutama dengan pasangan sehingga dapat memperbaiki dan lebih
menyempurnakan komunikasi antar anggota keluarga.
3. Pasutri semakin menyadari dan menghayati arti penting doa sebagai salah satu
pondasi dalam hidup berkeluarga. Doa Keluarga menjadi bentuk sikap iman dalam
keluarga yang mengamini kehadiran dan melibatkan Tuhan dalam perjalanan hidup
keluarga.

VI. TEMA DAN JUDUL

Tema yang diangkat dalam Retret ini adalah Meneladan Keluarga Kudus dalam Hidup
berkeluarga. Tema ini dipilih karena Keluarga Kudus Nazaret, Yesus, Maria dan Yosef
adalah teladan ideal dari hidup berkeluarga. Dalam keempat injil, perikopa-perikopa yang
mengisahkan Keluarga ini penuh dengan makna dan nilai-nilai yang dapat menginspirasi
dalam hidup Perkawinan.

Nilai-nilai seperti kesetiaan, ketaatan pada kehendak Allah, kesederhanaan dalam


hidup, komunikasi yang sederhana namun penuh dengan sikap kedewasaan, kasih dan
perhatian di antara mereka dan lain sebagainya menjadi permenungan yang sangat
inspiratif bagi hidup berkeluarga. NIlai-nilai dalam hidup berkeluarga yang terus menerus
harus digali dan dihayati untuk menciptakan Keluarga Katolik Sejati.
Judul yang dipilih dalam Retret ini adalah “Masihkah Engkau Mencintaiku?”. Dalam
ajaran Gereja yang tertuang secara jelas dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja
Gaudium et Spes dikatakan bahwa :

Persekutuan hidup dan kasih suami-isteri yang mesra, yang diadakan oleh Sang Pencipta dan
dikukuhkan dengan hukum-hukumnya,… (GS art. 48)

Dasar perkawinan adalah kasih (cinta) antara pria dan wanita. Namun seringkali dalam
perjalanan perkawinan cinta ini tergerus oleh rutinitas dan permasalahan-permasalahan
yang timbul dalam perjalanan bahtera perkawinan. Retret ini diharapkan dapat kembali
menempatkan cinta sebagai dasar perkawinan dan sebagai kekuatan yang menyatukan
pasutri dalam menghadapi tantangan hidup perkawinan.

VII. METODE YANG DIGUNAKAN

Dalam retret ini akan banyak menekankan pada permenungan Kitab Suci dan refleksi
pribadi yang tertulis serta sharing pribadi dengan pasangan. Oleh sebab itu, pembagian
waktu dalam setiap sesi adalah sebagai berikut :

1. Pengantar oleh Pemateri : 45 menit


Pemateri memberikan sharing atas pengalaman dan refleksi pribadi sesuai
perikopa dan tema sesi dengan tujuan membantu peserta untuk merenungkan
hidup perkawinan mereka dalam terang Kitab Suci sesuai tema sesi yang
bersangkutan.
2. Refleksi Pribadi peserta : 45 menit
Waktu bagi setiap peserta untuk merenungkan secara pribadi perjalanan
perkawinan mereka sesuai dengan tema dan perikopa kemudian menuliskan
peremenungan tersebut.
3. Sharing Pasangan : 15 Menit
Pasangan saling menukarkan hasil permenungan mereka, membacanya dan
mendialogkannya berdua.
4. Sharing Pleno : 15 menit
Waktu bagi peserta untuk saling berbagi permenungan mereka. Karena
keterbatasan waktu sebaiknya setiap sesi dibatasi dua pasutri.
VIII. ALUR PROSES

Alur proses dalam Retret ini adalah sebagai berikut :

1. Pengantar dan Pembukaan

Ada beberapa hal yang disampaikan dalam sesi Pengantar dan Pembukaan ini :

a) Perkenalan

Bagian perkenalan ini adalah perkenalan dari semua peserta dan semua yang terlibat
dalam proses Retret ini, baik para pemateri/pendamping, para fasilitator dan juga para
panitia. Bentuk perkenalan bisa berupa permainan atau perkenalan biasa. Namun
disusahakan bentuk perkenalan ini menekankan interaksi antar pasangan.

b) Aturan-aturan selama Retret berlangsung

Bagian ini memberi penjelasan singkat mengenai retret dan juga aturan-aturan yang akan
dijalankan selama retret ini. Penekanan penting pada aturan-aturan adalah bukan untuk
mengekang tetapi lebih sebagai cara untuk mendukung agar proses retret berjalan dengan
lancer. Seperti misalnya silentium, tepat waktu dan lain sebagainya.

c) Gambaran aktifitas yang akan dilaksanakan selama retret berlangsung dan tata cara
menjalani setiap aktifitas dan proses retret

Beberapa aktifitas yang akan dilakukan oleh para peserta retret perlu diberi penjelasan
singkat agar saat menjalankan aktifitas tersebut para peserta sudah memahami apa yang
harus dilakukan, sehingga tidak terlalu banyak pertanyaan ketika akan dijalankan. Hal ini
untuk menghemat waktu sekaligus memberi gambaran yang sama sejak awal.

d) Penjelasan tempat dan waktu aktifitas

Peserta perlu diberi informasi berkenaan dengan tempat-tempat yang akan dipakai selama
proses retret agar mempermudah saat mempersiapkan diri untuk mengikuti acara ataupun
menemukan tempat-tempat yang diperlukan seperti letak ruang makan, toilet dan lain
sebagainya.

Selain itu rundown acara perlu juga diinfomasikan kepada peserta meskipun hanya secara
garis besar agar mereka tidak terlalu banyak bertanya dan lebih siap mengikuti acara demi
acara.

2. Perayaan Ibadat Pembukaan

Retret akan dibuka dengan Ibadat Pembukaan yang dapat berupa Perayaan Ekaristi atau
Ibadat Sabda. Tujuan Ibadat Pembukaan ini adalah :
a) Mempersiapkan secara batin para peserta untuk memasuki suasana retret yang
membutuhkan ketenangan dan focus pada permenungna-permenungan yang akan
dijalani selama retret.
b) Memohon Rahmat Tuhan dan kehadiran Roh Kudus untuk berkenan hadir dan
membimbing serta membuka hati dan budi para peserta sehingga dimampukan untuk
memetik buah-buah rohani selama Retret.
c) Memohon bimbingan Roh Kudus bagi para pemateri, para fasilitator dan semua orang
yang terlibat di dalamnya, agar pelayanan yang mereka jalankan dapat maksimal dan
dijauhkan dari segala kuasa jahat dan tetap melayani dengan kerendahan hati dan
penuh sukacita.
d) Memohon kelancaran selama proses Retret berlangsung.
e) Merenungkan tema besar Retret yakni Keluarga Kudus sebagai Teladan Keluarga
Katolik.

Bacaan dalam Ibadat ini akan diambil dari bacaan Liturgi Pesta Keluarga Kudus :
Yesus, Maria dan Yusuf yakni :

 Bacaan 1 : 1 Sam 1:20 - 22, 24 - 28


 Bacaan Injil : Luk 2 : 41 – 52

3. Sesi 1 : KETERBUKAAN : SIKAP IMAN AWAL PEMULIHAN HIDUP


PERKAWINAN

Sesi ini mengantar peserta untuk merenungkan perkawinan mereka sebagai sebuah
panggilan untuk turut serta dalam karya penciptaan dan keselamatan dari Allah. Oleh
sebab itu, sikap terbuka terhadap kehadiran Allah, terbuka terhadap campur tangan karya
Allah dalam hidup perkawinan menjadi sikap dasar iman yang harus dimiliki.

Dengan merenungkan perikopa Kabar Gembira malaikat Gabriel kepada Maria, pasutri
diajak untuk merenungkan bahwa sejak dari awal perkawinan yang terjadi adalah berawal
dari Allah dan merupakan bagian dari rencana Allah atas hidup manusia.

Tujuan dari sesi ini adalah mengajak para pasutri untuk sampai pada kesadaran dan
penghayatan bahwa komitmen pasutri dalam perkawinan adalah suatu jawaban atas
panggilan Allah. Sebuah sikap dasar iman dalam perkawinan yang sekaligus juga menjadi
dasar keterbukaan dalam hubungan dengan pasangan. Janji perkawinan yang diucapkan
saat menikah adalah bentuk lain dari kata-kata Maria, “Sesungguhnya aku ini adalah
hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1 : 38)

Perikopa : Luk 1 : 26 - 38

4. Sesi 2 : Sikap Hormat : Air Kehidupan Perkawinan

Dalam sesi ini para pasutri diajak untuk menghormati pasangan. Seringkali hubungan
dalam perkawinan dan keluarga mengalami masalah yang disebabkan oleh masalah
penghormatan dari subyek yang berinteraksi. Begitu banyak perpecahan dan
ketidakharmonisan dalam rumah tangga dimulai dari pengabaian perasaan diri sendiri
maupun pasangan yang terungkap dalam ketidakhormatan terhadap kelemahan dan
kekurangan pasangan.

Perasaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari manusia, mengingkari dan
mengabaikan perasaan baik diri sendiri maupun pasangan adalah sikap ketidakpedulian.
Perasaan yang sebenarnya bersifat netral ketika tidak terolah dengan baik dan muncul
dalam reaksi negative yang memicu hilangnya rasa saling menghormati di antara
pasangan. Hal ini menjadi pemicu masalah di antara pasangan dan dalam keluarga.

Tujuan dari sesi ini adalah mengajak pasutri untuk menumbuhkan sikap hormat dan
penghargaan akan pasangan dengan memahami perasaan pasangan. Sikap Yusuf yang
“berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya” (Mat 1 : 24) menjadi
salah satu permenungan yang mendalam mengenai penghormatan pada pasangan.
Dalam kebimbangan dan ketakutan, kebingungan dan keterkejutan, Yusuf berhasil
mengolah dan bereaksi dengan positif atas situasi tersebut.

Perikopa : Mat 1 : 18 - 25

5. Sesi 3 : Kesetiaan : Atap Pelindung Perkawinan

Sesi ini mengajak pasutri untuk merenungkan nilai kesetiaan dalam perkawinan. Janji
perkawinan yang diucapkan bahwa akan mendampingi pasangan sampai maut
memisahkan diajak untuk direnungkan kembali. Kematian adalah sesuatu yang pasti
terjadi pada setiap orang, hanya masalah waktunya yang tidak diketahui. Persiapan untuk
menghadapi peristiwa ini menjadi permenungan yang penting bagi para pasutri.

Tujuan dari sesi ini adalah mengajak para pasutri untuk menyadari nilai agung dari
kesetiaan yang berpuncak pada kesiapan dari pasangan untuk menyongsong kematian.
Mengajak pasutri untuk melihat maut yang memisahkan mereka adalah pintu gerbang
kemenangan. Dan seperti Yesus, menyongsong kematian dengan penuh kemenangan
dengan berkata “Sudah selesai.” (Yoh 19 : 30)

Perikopa : Yoh 19 : 25 – 30

6. Sesi 4 : Doa : Pilar Utama Perkawinan

Sesi ini mengajak pasutri untuk menyadari dan merenungan kembali arti doa dalam
keluarga. Doa keluarga adalah salah satu pilar dalam perkawinan dan keluarga. Karena
dalam doa keluarga inilah bentuk paling nyata keterbukaan pasutri dan keluarga akan
campur tangan Allah dalam kehidupan. Sejak awal mula perkawinan terbentuk, Allah hadir
dan selama perjalanan perkawinan itu pun Allah selalu menyertai. Keterbukaan akan
kehadiran Allah inilah yang diperlukan yang terwujud dalam Doa Keluarga.
Tujuan dari sesi ini adalah mengajak Pasutri untuk semakin menghayati doa keluarga
sebagai pilar utama dalam keluarga. Yesus yang berdoa di taman Getsemani menjadi
pokok permenungan. Bukan hanya sekali itu saja, dalam beberapa kisah-kisah injil
diceritakan Yesus yang menyendiri untuk berdoa (lih. Mat 14:23 ; Mrk 1:35 ; Mrk 6:46 ; Luk
3:21, 5:16, 6:12, 9:18, 9:28, dll). Sangat jelas bahwa doa menjadi bagian penting dalam
hidup dan karya Yesus. Kebiasaan Yesus berdoa ini bukanlah sesuatu yang tiba-tiba.
Kebiasaan ini bisa dipastikan telah dimulai sejak Yesus kanak-kanak dalam asuhan orang
tuanya.

Perikopa : Luk 22 : 39 - 46

7. Sesi 5 : Pengampunan : Energi yang Menghidupkan

Pengampunan adalah suatu sikap agung yang menjadi turunan utama dari ajaran Kasih
Kristus. Dalam perkawinan yang menyatukan dua pribadi yang berbeda, sikap
pengampunan mutlak sangat diperlukan. Penyatuan dua pribadi yang berbeda ini
dipastikan akan menghasilkan konflik sepanjang perjalanan perkawinan. Sikap
pengampunan salah satu bagian yang terpenting dalam memperjuangkan kelangsungan
perkawinan. Gary Thomas, (penulis buku-buku tentang perkawinan) mengatakan :

“Bahkan saya percaya salah satu tujuan utama perkawinan adalah untuk mengajarkan
kita bagaimana mengampuni.” (“Sacred Marriage”, 2005)

Tujuan dari sesi ini adalah mengajak pasutri untuk menghidupi sikap pengampunan dalam
perkawinan. Tidak bisa dipungkiri bahwa perkawinan adalah proses panjang dua pribadi
yang saling menyesuaikan diri untuk mencapai kesatuan yang utuh. Dalam proses itu,
kesalahan, kebosanan, keputusasaan, kekeringan, kelelahan akan sangat mungkin terjadi
dan melukai satu sama lain. Oleh sebab itu, Pengampunan adalah energy yang
menghidupkan dalam perkawinan. “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan
jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh 8 : 11) menjadi inspirasi dalam
menghidupi sikap pengampunan dalam hidup perkawinan.

Perikopa : Yoh 8 : 1 - 11

8. Sesi 6 : Komunikasi : Dinding Penghangat Perkawinan

Dalam sesi ini, pasutri diajak untuk merenungkan pentingnya komunikasi dalam
perkawinan. Hampir semua perpecahan dalam keluarga berawal dari gagalnya komunikasi
terjalin di antara pasangan. Oleh sebab itu, perlu satu usaha bersama untuk membangun
komunikasi yang baik dalam keluarga. Salah satu bentuk komunikasi yang ideal dalam
keluarga adalah dialog. Dalam dialog pribadi yang terlibat di dalamnya mendengarkan satu
sama lain, yang berarti menaruh perhatian pada perasaan satu sama lain, kini dan di sini.
Bahkan melampaui kata-kata yang diucapkan itu sendiri. Itulah pengungkapan diri satu
sama lain, khususnya perasaan yang terdalam akan kesatuan satu sama lain.
Tujuan dari sesi ini adalah merenungkan bersama komunikasi yang terjalin dalam
kehidupan pasutri dan mengajak pasutri untuk mengembangkan komunikasi dalam
perkawinan dengan dialog. Dengan berdialog pasangan dapat berusaha saling memahami
sehingga seperti Maria yang tanggap akan putranya, “Apa yang dikatakan kepadamu,
buatlah itu.” (Yoh 2 : 5)

Perikopa : Yoh 2 : 1 - 5

9. Sesi 7 : Pemulihan Itu Berawal Saat Ini

Sesi ini merupakan sesi pribadi. Dalam sesi ini setiap pribadi diminta untuk merenungkan
perjalanan perkawinan mereka selama ini dan apa yang mereka rasakan selama ini baik
tentang perkawinan mereka maupun tentang pasangan mereka. Setelah itu mereka
diminta untuk menuliskannya dalam kertas, mengungkapkan semua yang ingin mereka
ungkapkan pada pasangan mereka. Apa saja yang mungkin selama ini belum terungkap.

Tujuan dari sesi ini adalah untuk mengkonklusi seluruh proses permenungan dan olah
rohani selama retret ini dalam sebuah tulisan yang ditujukan kepada pasangan sebagai
bentuk komunikasi dan juga pemaknaan atas perjalanan perkawinan pasutri selama ini.
Seperti Maria yang “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan
merenungkannya” (Luk 2 : 19) namun di saat yang tepat mengungkapkan dengan
ketegasan “Mereka kehabisan anggur.” (Yoh 2 : 3)

10. Perayaan Ekaristi Penutup

Seluruh rangkain proses retret ini ditutup dengan Perayaan Ekaristi dengan tema “Supaya
oleh imanmu kamu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yoh 20 : 29). Kisah Thomas
yang meragukan kebangkitan Yesus ini menjadi kisah yang cukup terkenal dan menarik.
Kisah ini menjadi penggambaran yang paling riil atas pergulatan manusia akan imannya.
Seringkali dalam kehidupan memperjuangkan iman bukanlah hal yang mudah. Beriman
seperti masuk dalam ruang asing yang gelap dan hanya ada setitik cahaya di ujung sana.
Hanya harapan dan tekad untuk menuju ke cahaya itu, tanpa tahu ada apa di depan kita,
yang membuat kita mencapainya.

Begitu juga dalam Perkawinan, kita tdak pernah bisa memastikan apa yang akan terjadi
setelah mengucapkan janji perkawinan kita. Namun cahaya kecil di ujung sana yang
membuat setiap pasangan mempunyai harapan dan tekad untuk bergerak ke arah cahaya
itu. Bukan hal yang mudah untuk menjalani ketidakpastian itu, namun dengan keyakinan
akan kehadiran Tuhan di tengah-tengah perkawinan, menguatkan pasutri untuk
menjalaninya. “Damai Sejahtera bagi kamu” (Yoh 20 : 26)
IX. BENTUK AKTIFITAS

Aktfitas-aktifitas yang akan dilakukan selama retret :

1) Pertemuan di kelas

Aktifitas ini adalah saat para peserta menerima pengantar materi dari para pemateri
atau pendamping di ruang kelas.

2) Merenungkan Sabda

Aktifitas ini adalah aktifitas pribadi, di mana setiap peserta secara pribadi diminta
merenungkan perikopa tertentu dengan mengaitkan pengalaman dan perjalanan
hidup selama ini. Dasar-dasar Lectio Divina perlu disampaikan untuk membantu
peserta dalam merenungkan sabda Tuhan

3) Refleksi Tertulis

Permenungan maupun temuan-temuan dalam waktu-waktu pribadi seringkali lewat


begitu saja. Oleh sebab itu, untuk membantu agar buah-buah rohani yang
ditemukan perlu ditulis agar bisa menjadi “dokumentasi pribadi”. Suatu saat apa
yang menjadi buah-buah rohani ini bisa menjadi alat bantu untuk merefresh kembali
saat-saat mengalami “kekeringan” rohani dalam perjalanan perkawinan.

4) Sharing

Sharing adalah aktifitas penting dalam retret. Ini adalah aktifitas berbagi
pengalaman atau permenungan baik oleh peserta atau pun para
pendamping/pemateri atau pun para fasilitator. Sharing ini bisa dalam bentuk
sharing dalam kelompok atau pun sharing pasangan.

5) Pujian

Setiap sesi akan diawali dengan pujian menyanyikan satu atau dua lagu untuk
mengantar peserta masuk dalam suasana doa dan permenungan. Oleh sebab itu,
perlu dipersiapkan tim pujian untuk memimpin dan membawa peserta dalam
bernyanyi. Lagu-lagu yang akan dipakai perlu dipersiapkan baik pemilihannya
sesuai sesi yang akan berjalan dan juga kelenkapannya (teks, iringan dll.).

6) Permainan/Gerak dan Lagu

Aktifitas ini dilakukan dengan tujuan untuk penyegaran peserta serta untuk mengisi
waktu yang kosong. Dengan mengacu tujuan dari katifitas ini maka yang perlu
diperhatikan adalah aktifitas ini harus melibatkan semua peserta, bersifat fun dan
waktu.
X. TARGET PESERTA
Target peserta adalah pasangan Suami Istri umat Paroki Cikarang Gereja Ibu Teresa.
Jumlah yang ditargetkan 25 pasang.

XI. TEMPAT PELAKSANAAN

Tempat Pelaksanaan adalah :

PUSAT PASTORAL KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA, SAMADI KLENDER

Jl. Dermaga Raya No.6 RT.3 RW.7, Klender, Duren Sawit, Kota Jakarta Timur, Daerah
Khusus ibukota Jakarta – 13470

XII. WAKTU PELAKSANAAN

Retret akan dilaksanakan pada :

Hari : Jumat – Minggu

Tanggal : 26 – 28 April 2019

XIII. TIME TABLE

Terlampir

Anda mungkin juga menyukai