I. NAMA KEGIATAN
“RETRET PASUTRI PAROKI CIKARANG GEREJA IBU TERESA”
“Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang
membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai
melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu.” Yes 62:5
“Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah
mereka akan berpuasa.” Mrk 2:20 bdk. Luk 5:35
“Maka datanglah seorang dari ketujuh malaikat yang memegang ketujuh cawan, yang penuh
dengan ketujuh malapetaka terakhir itu, lalu ia berkata kepadaku, katanya: "Marilah ke sini,
aku akan menunjukkan kepadamu pengantin perempuan, mempelai Anak Domba." Why
21:9
Bahkan bisa dikatakan Kitab suci yang dimulai dengan kisah penciptaan pria dan
wanita menurut citra Allah (bdk. Kej 1:26-27) dan berakhir dengan vision
“Perjamuan kawin Anak Domba” (Why 19:7,9) berbicara tentang perkawinan dan
“misterinya”.
2. Ajaran Gereja
Perkawinan dalam Tradisi Gereja Katolik yang diangkat derajadnya menjadi salah
satu sakramen Gereja menegaskan bahwa institusi ini mempunyai tempat yang
cukup terhormat dalam praktik iman Gereja. Perkawinan bukan hanya dipandang
sebagai formalitas dan legalitas semata, atau sebagai bagian dari tata social
kemasyrakatan namun Perkawinan mempunyai nilai yang luhur karena diimani
sebagai panggilan Allah bagi manusia untuk ikut ambil bagian dalam karya
penciptaan dan tata rencana keselamatan Allah.
Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan
membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri
kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan
pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat
sakramen. (Kan. 1055 § 1)
Persekutuan hidup dan kasih suami-isteri yang mesra, yang diadakan oleh Sang Pencipta
dan dikukuhkan dengan hukum-hukumnya, dibangun oleh janji pernikahan atau persetujuan
pribadi yang tak dapat di tarik kembali. Demikianlah karena tindakan manusiawi, yakni saling
menyerahkan diri dan saling menerima antara suami dan isteri, timbullah suatu lembaga yang
mendapat keteguhannya, juga bagi masyarakat, berdasarkan ketetapan ilahi. Ikatan suci
demi kesejahteraan suami-isteri dan anak maupun masyarakat itu, tidak tergantung dari
manusiawi semata-mata. Allah sendirilah Pencipta perkawinan, yang mencakup berbagai
nilai dan tujuan.(Gaudium et Spes art.48)
Atas dorongan Roh Kudus, berlandaskan spiritualitas inkarnasi Yesus Kristus, serta
semangat Gembala Baik dan Murah Hati, umat Keuskupan Agung Jakarta berupaya
menyelenggarakan tata-pelayanan pastoral-evangelisasi agar semakin tangguh dalam iman,
terlibat dalam persaudaraan inklusif, dan berbelarasa terhadap sesama dan lingkungan
hidup.Keuskupan Agung Jakarta, kaj
Paa point pertama disebutkan bahwa seluruh Keuskupan Agung Jakarta berkomitmen untuk
mengembangkan pastoral Keluarga yang utuh dan terpadu. Retret ini menjadi salah satu bentuk
aktulisasi dari komitmen tersebut yang menjadi bagian dari program Paroki Cikarang Gereja Ibu
Teresa.
“Cinta dimulai dari rumah dan cinta bukanlah apa yang kita lakukan tetapi seberapa besar
cinta yang kita berikan dalam perbuatan kita.”
V. TUJUAN
1. Pasangan Suami Istri kembali menyadari nilai-nilai luhur perkawinan Katolik yang
telah mereka jalani selama ini. Para Pasutri diharapkan menyadari dan menghayati
hidup perkawinan mereka sebagai panggilan yang mulia dengan meneladan
Keluarga kudus Nazaret.
2. Pasutri merenungkan kembali dan memaknai kembali relasi dalam keluarga
terutama dengan pasangan sehingga dapat memperbaiki dan lebih
menyempurnakan komunikasi antar anggota keluarga.
3. Pasutri semakin menyadari dan menghayati arti penting doa sebagai salah satu
pondasi dalam hidup berkeluarga. Doa Keluarga menjadi bentuk sikap iman dalam
keluarga yang mengamini kehadiran dan melibatkan Tuhan dalam perjalanan hidup
keluarga.
Tema yang diangkat dalam Retret ini adalah Meneladan Keluarga Kudus dalam Hidup
berkeluarga. Tema ini dipilih karena Keluarga Kudus Nazaret, Yesus, Maria dan Yosef
adalah teladan ideal dari hidup berkeluarga. Dalam keempat injil, perikopa-perikopa yang
mengisahkan Keluarga ini penuh dengan makna dan nilai-nilai yang dapat menginspirasi
dalam hidup Perkawinan.
Persekutuan hidup dan kasih suami-isteri yang mesra, yang diadakan oleh Sang Pencipta dan
dikukuhkan dengan hukum-hukumnya,… (GS art. 48)
Dasar perkawinan adalah kasih (cinta) antara pria dan wanita. Namun seringkali dalam
perjalanan perkawinan cinta ini tergerus oleh rutinitas dan permasalahan-permasalahan
yang timbul dalam perjalanan bahtera perkawinan. Retret ini diharapkan dapat kembali
menempatkan cinta sebagai dasar perkawinan dan sebagai kekuatan yang menyatukan
pasutri dalam menghadapi tantangan hidup perkawinan.
Dalam retret ini akan banyak menekankan pada permenungan Kitab Suci dan refleksi
pribadi yang tertulis serta sharing pribadi dengan pasangan. Oleh sebab itu, pembagian
waktu dalam setiap sesi adalah sebagai berikut :
Ada beberapa hal yang disampaikan dalam sesi Pengantar dan Pembukaan ini :
a) Perkenalan
Bagian perkenalan ini adalah perkenalan dari semua peserta dan semua yang terlibat
dalam proses Retret ini, baik para pemateri/pendamping, para fasilitator dan juga para
panitia. Bentuk perkenalan bisa berupa permainan atau perkenalan biasa. Namun
disusahakan bentuk perkenalan ini menekankan interaksi antar pasangan.
Bagian ini memberi penjelasan singkat mengenai retret dan juga aturan-aturan yang akan
dijalankan selama retret ini. Penekanan penting pada aturan-aturan adalah bukan untuk
mengekang tetapi lebih sebagai cara untuk mendukung agar proses retret berjalan dengan
lancer. Seperti misalnya silentium, tepat waktu dan lain sebagainya.
c) Gambaran aktifitas yang akan dilaksanakan selama retret berlangsung dan tata cara
menjalani setiap aktifitas dan proses retret
Beberapa aktifitas yang akan dilakukan oleh para peserta retret perlu diberi penjelasan
singkat agar saat menjalankan aktifitas tersebut para peserta sudah memahami apa yang
harus dilakukan, sehingga tidak terlalu banyak pertanyaan ketika akan dijalankan. Hal ini
untuk menghemat waktu sekaligus memberi gambaran yang sama sejak awal.
Peserta perlu diberi informasi berkenaan dengan tempat-tempat yang akan dipakai selama
proses retret agar mempermudah saat mempersiapkan diri untuk mengikuti acara ataupun
menemukan tempat-tempat yang diperlukan seperti letak ruang makan, toilet dan lain
sebagainya.
Selain itu rundown acara perlu juga diinfomasikan kepada peserta meskipun hanya secara
garis besar agar mereka tidak terlalu banyak bertanya dan lebih siap mengikuti acara demi
acara.
Retret akan dibuka dengan Ibadat Pembukaan yang dapat berupa Perayaan Ekaristi atau
Ibadat Sabda. Tujuan Ibadat Pembukaan ini adalah :
a) Mempersiapkan secara batin para peserta untuk memasuki suasana retret yang
membutuhkan ketenangan dan focus pada permenungna-permenungan yang akan
dijalani selama retret.
b) Memohon Rahmat Tuhan dan kehadiran Roh Kudus untuk berkenan hadir dan
membimbing serta membuka hati dan budi para peserta sehingga dimampukan untuk
memetik buah-buah rohani selama Retret.
c) Memohon bimbingan Roh Kudus bagi para pemateri, para fasilitator dan semua orang
yang terlibat di dalamnya, agar pelayanan yang mereka jalankan dapat maksimal dan
dijauhkan dari segala kuasa jahat dan tetap melayani dengan kerendahan hati dan
penuh sukacita.
d) Memohon kelancaran selama proses Retret berlangsung.
e) Merenungkan tema besar Retret yakni Keluarga Kudus sebagai Teladan Keluarga
Katolik.
Bacaan dalam Ibadat ini akan diambil dari bacaan Liturgi Pesta Keluarga Kudus :
Yesus, Maria dan Yusuf yakni :
Sesi ini mengantar peserta untuk merenungkan perkawinan mereka sebagai sebuah
panggilan untuk turut serta dalam karya penciptaan dan keselamatan dari Allah. Oleh
sebab itu, sikap terbuka terhadap kehadiran Allah, terbuka terhadap campur tangan karya
Allah dalam hidup perkawinan menjadi sikap dasar iman yang harus dimiliki.
Dengan merenungkan perikopa Kabar Gembira malaikat Gabriel kepada Maria, pasutri
diajak untuk merenungkan bahwa sejak dari awal perkawinan yang terjadi adalah berawal
dari Allah dan merupakan bagian dari rencana Allah atas hidup manusia.
Tujuan dari sesi ini adalah mengajak para pasutri untuk sampai pada kesadaran dan
penghayatan bahwa komitmen pasutri dalam perkawinan adalah suatu jawaban atas
panggilan Allah. Sebuah sikap dasar iman dalam perkawinan yang sekaligus juga menjadi
dasar keterbukaan dalam hubungan dengan pasangan. Janji perkawinan yang diucapkan
saat menikah adalah bentuk lain dari kata-kata Maria, “Sesungguhnya aku ini adalah
hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1 : 38)
Perikopa : Luk 1 : 26 - 38
Dalam sesi ini para pasutri diajak untuk menghormati pasangan. Seringkali hubungan
dalam perkawinan dan keluarga mengalami masalah yang disebabkan oleh masalah
penghormatan dari subyek yang berinteraksi. Begitu banyak perpecahan dan
ketidakharmonisan dalam rumah tangga dimulai dari pengabaian perasaan diri sendiri
maupun pasangan yang terungkap dalam ketidakhormatan terhadap kelemahan dan
kekurangan pasangan.
Perasaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari manusia, mengingkari dan
mengabaikan perasaan baik diri sendiri maupun pasangan adalah sikap ketidakpedulian.
Perasaan yang sebenarnya bersifat netral ketika tidak terolah dengan baik dan muncul
dalam reaksi negative yang memicu hilangnya rasa saling menghormati di antara
pasangan. Hal ini menjadi pemicu masalah di antara pasangan dan dalam keluarga.
Tujuan dari sesi ini adalah mengajak pasutri untuk menumbuhkan sikap hormat dan
penghargaan akan pasangan dengan memahami perasaan pasangan. Sikap Yusuf yang
“berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya” (Mat 1 : 24) menjadi
salah satu permenungan yang mendalam mengenai penghormatan pada pasangan.
Dalam kebimbangan dan ketakutan, kebingungan dan keterkejutan, Yusuf berhasil
mengolah dan bereaksi dengan positif atas situasi tersebut.
Perikopa : Mat 1 : 18 - 25
Sesi ini mengajak pasutri untuk merenungkan nilai kesetiaan dalam perkawinan. Janji
perkawinan yang diucapkan bahwa akan mendampingi pasangan sampai maut
memisahkan diajak untuk direnungkan kembali. Kematian adalah sesuatu yang pasti
terjadi pada setiap orang, hanya masalah waktunya yang tidak diketahui. Persiapan untuk
menghadapi peristiwa ini menjadi permenungan yang penting bagi para pasutri.
Tujuan dari sesi ini adalah mengajak para pasutri untuk menyadari nilai agung dari
kesetiaan yang berpuncak pada kesiapan dari pasangan untuk menyongsong kematian.
Mengajak pasutri untuk melihat maut yang memisahkan mereka adalah pintu gerbang
kemenangan. Dan seperti Yesus, menyongsong kematian dengan penuh kemenangan
dengan berkata “Sudah selesai.” (Yoh 19 : 30)
Perikopa : Yoh 19 : 25 – 30
Sesi ini mengajak pasutri untuk menyadari dan merenungan kembali arti doa dalam
keluarga. Doa keluarga adalah salah satu pilar dalam perkawinan dan keluarga. Karena
dalam doa keluarga inilah bentuk paling nyata keterbukaan pasutri dan keluarga akan
campur tangan Allah dalam kehidupan. Sejak awal mula perkawinan terbentuk, Allah hadir
dan selama perjalanan perkawinan itu pun Allah selalu menyertai. Keterbukaan akan
kehadiran Allah inilah yang diperlukan yang terwujud dalam Doa Keluarga.
Tujuan dari sesi ini adalah mengajak Pasutri untuk semakin menghayati doa keluarga
sebagai pilar utama dalam keluarga. Yesus yang berdoa di taman Getsemani menjadi
pokok permenungan. Bukan hanya sekali itu saja, dalam beberapa kisah-kisah injil
diceritakan Yesus yang menyendiri untuk berdoa (lih. Mat 14:23 ; Mrk 1:35 ; Mrk 6:46 ; Luk
3:21, 5:16, 6:12, 9:18, 9:28, dll). Sangat jelas bahwa doa menjadi bagian penting dalam
hidup dan karya Yesus. Kebiasaan Yesus berdoa ini bukanlah sesuatu yang tiba-tiba.
Kebiasaan ini bisa dipastikan telah dimulai sejak Yesus kanak-kanak dalam asuhan orang
tuanya.
Perikopa : Luk 22 : 39 - 46
Pengampunan adalah suatu sikap agung yang menjadi turunan utama dari ajaran Kasih
Kristus. Dalam perkawinan yang menyatukan dua pribadi yang berbeda, sikap
pengampunan mutlak sangat diperlukan. Penyatuan dua pribadi yang berbeda ini
dipastikan akan menghasilkan konflik sepanjang perjalanan perkawinan. Sikap
pengampunan salah satu bagian yang terpenting dalam memperjuangkan kelangsungan
perkawinan. Gary Thomas, (penulis buku-buku tentang perkawinan) mengatakan :
“Bahkan saya percaya salah satu tujuan utama perkawinan adalah untuk mengajarkan
kita bagaimana mengampuni.” (“Sacred Marriage”, 2005)
Tujuan dari sesi ini adalah mengajak pasutri untuk menghidupi sikap pengampunan dalam
perkawinan. Tidak bisa dipungkiri bahwa perkawinan adalah proses panjang dua pribadi
yang saling menyesuaikan diri untuk mencapai kesatuan yang utuh. Dalam proses itu,
kesalahan, kebosanan, keputusasaan, kekeringan, kelelahan akan sangat mungkin terjadi
dan melukai satu sama lain. Oleh sebab itu, Pengampunan adalah energy yang
menghidupkan dalam perkawinan. “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan
jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh 8 : 11) menjadi inspirasi dalam
menghidupi sikap pengampunan dalam hidup perkawinan.
Perikopa : Yoh 8 : 1 - 11
Dalam sesi ini, pasutri diajak untuk merenungkan pentingnya komunikasi dalam
perkawinan. Hampir semua perpecahan dalam keluarga berawal dari gagalnya komunikasi
terjalin di antara pasangan. Oleh sebab itu, perlu satu usaha bersama untuk membangun
komunikasi yang baik dalam keluarga. Salah satu bentuk komunikasi yang ideal dalam
keluarga adalah dialog. Dalam dialog pribadi yang terlibat di dalamnya mendengarkan satu
sama lain, yang berarti menaruh perhatian pada perasaan satu sama lain, kini dan di sini.
Bahkan melampaui kata-kata yang diucapkan itu sendiri. Itulah pengungkapan diri satu
sama lain, khususnya perasaan yang terdalam akan kesatuan satu sama lain.
Tujuan dari sesi ini adalah merenungkan bersama komunikasi yang terjalin dalam
kehidupan pasutri dan mengajak pasutri untuk mengembangkan komunikasi dalam
perkawinan dengan dialog. Dengan berdialog pasangan dapat berusaha saling memahami
sehingga seperti Maria yang tanggap akan putranya, “Apa yang dikatakan kepadamu,
buatlah itu.” (Yoh 2 : 5)
Perikopa : Yoh 2 : 1 - 5
Sesi ini merupakan sesi pribadi. Dalam sesi ini setiap pribadi diminta untuk merenungkan
perjalanan perkawinan mereka selama ini dan apa yang mereka rasakan selama ini baik
tentang perkawinan mereka maupun tentang pasangan mereka. Setelah itu mereka
diminta untuk menuliskannya dalam kertas, mengungkapkan semua yang ingin mereka
ungkapkan pada pasangan mereka. Apa saja yang mungkin selama ini belum terungkap.
Tujuan dari sesi ini adalah untuk mengkonklusi seluruh proses permenungan dan olah
rohani selama retret ini dalam sebuah tulisan yang ditujukan kepada pasangan sebagai
bentuk komunikasi dan juga pemaknaan atas perjalanan perkawinan pasutri selama ini.
Seperti Maria yang “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan
merenungkannya” (Luk 2 : 19) namun di saat yang tepat mengungkapkan dengan
ketegasan “Mereka kehabisan anggur.” (Yoh 2 : 3)
Seluruh rangkain proses retret ini ditutup dengan Perayaan Ekaristi dengan tema “Supaya
oleh imanmu kamu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yoh 20 : 29). Kisah Thomas
yang meragukan kebangkitan Yesus ini menjadi kisah yang cukup terkenal dan menarik.
Kisah ini menjadi penggambaran yang paling riil atas pergulatan manusia akan imannya.
Seringkali dalam kehidupan memperjuangkan iman bukanlah hal yang mudah. Beriman
seperti masuk dalam ruang asing yang gelap dan hanya ada setitik cahaya di ujung sana.
Hanya harapan dan tekad untuk menuju ke cahaya itu, tanpa tahu ada apa di depan kita,
yang membuat kita mencapainya.
Begitu juga dalam Perkawinan, kita tdak pernah bisa memastikan apa yang akan terjadi
setelah mengucapkan janji perkawinan kita. Namun cahaya kecil di ujung sana yang
membuat setiap pasangan mempunyai harapan dan tekad untuk bergerak ke arah cahaya
itu. Bukan hal yang mudah untuk menjalani ketidakpastian itu, namun dengan keyakinan
akan kehadiran Tuhan di tengah-tengah perkawinan, menguatkan pasutri untuk
menjalaninya. “Damai Sejahtera bagi kamu” (Yoh 20 : 26)
IX. BENTUK AKTIFITAS
1) Pertemuan di kelas
Aktifitas ini adalah saat para peserta menerima pengantar materi dari para pemateri
atau pendamping di ruang kelas.
2) Merenungkan Sabda
Aktifitas ini adalah aktifitas pribadi, di mana setiap peserta secara pribadi diminta
merenungkan perikopa tertentu dengan mengaitkan pengalaman dan perjalanan
hidup selama ini. Dasar-dasar Lectio Divina perlu disampaikan untuk membantu
peserta dalam merenungkan sabda Tuhan
3) Refleksi Tertulis
4) Sharing
Sharing adalah aktifitas penting dalam retret. Ini adalah aktifitas berbagi
pengalaman atau permenungan baik oleh peserta atau pun para
pendamping/pemateri atau pun para fasilitator. Sharing ini bisa dalam bentuk
sharing dalam kelompok atau pun sharing pasangan.
5) Pujian
Setiap sesi akan diawali dengan pujian menyanyikan satu atau dua lagu untuk
mengantar peserta masuk dalam suasana doa dan permenungan. Oleh sebab itu,
perlu dipersiapkan tim pujian untuk memimpin dan membawa peserta dalam
bernyanyi. Lagu-lagu yang akan dipakai perlu dipersiapkan baik pemilihannya
sesuai sesi yang akan berjalan dan juga kelenkapannya (teks, iringan dll.).
Aktifitas ini dilakukan dengan tujuan untuk penyegaran peserta serta untuk mengisi
waktu yang kosong. Dengan mengacu tujuan dari katifitas ini maka yang perlu
diperhatikan adalah aktifitas ini harus melibatkan semua peserta, bersifat fun dan
waktu.
X. TARGET PESERTA
Target peserta adalah pasangan Suami Istri umat Paroki Cikarang Gereja Ibu Teresa.
Jumlah yang ditargetkan 25 pasang.
Jl. Dermaga Raya No.6 RT.3 RW.7, Klender, Duren Sawit, Kota Jakarta Timur, Daerah
Khusus ibukota Jakarta – 13470
Terlampir