Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“Sakramen Tobat”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK II

Nama Anggota:

 Elprin Catrin Limbong (6161101190052)


 Pius Yohanes Mangelo (
 Richardo Y Mesu (

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS

Tahun ajaran 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati
indahnya alam ciptaanNya dan juga telah menunjukkan kepada kita jalan yang baik dan benar
sampailah makalah ini bisa selesai dengan baik.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas agama Katolik harapan kami semoga
makalah ini bisa bermanfaat menambah pengetahuan bagi para pembaca nya. Karena
keterbatasan pengetahuan dari kami tentu banyak yang masih harus di perbaiki lagi oleh
karena itu sebaiknya pembaca bisa mencari beberapa informasi dari berbagai pihak lagi
sebagai tambahan dari materi ini. Sekian dan terima kasih semoga bermanfaat.

Makassar, November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SAKRAMEN TOBAT
1. PENGERTIAN SAKRAMEN TOBAT
2. DOSA BERAT DAN DOSA RINGAN
B. PERKEMBANGAN PAKTEK SAKRMEN TOBAT DALAM KITAB SUCI
1. KITAB SUCI PERJANJIAN LAMA
2. KITAB SUCI PERJANJIAN BARU
C. SEJARAH PERKEMBANGAN PAKTEK SAKRAMEN TOBAT
D. SIKAP-SIKAP PENTING DALAM SAKRAMEN TOBAT
E. PERAN-PERAN DALAM SAKRAMEN TOBAT
1. BAPA PENGAKUAN
2. PENTOBAT (PENITEN)
F. FORMA DAN MATERIA SAKRAMEN TOBAT

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
CATATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia melihat pada kemuliaan Allah dan memandangNya sebagai Allah yang maha
pengampun karena sifat maha pengampun yang dimilikiNya maka manusia berbuat dosa
tanpa merasa terbeban dan bersalah sebab pada dasarnya sifat Allah akan memberikan
pengampunan. Akibatnya banyak orang yang hanya merespon pertobatan hanya sebatas
perbaikan kesalahan tanpa berusaha sesungguhnya meninggalkan atau berbalik dari
kesalahan itu. Sering juga kita menemui pandangan lain tentang pertobatan yang diikat
dengan kegiatan seremonial. Artinya pertobatan sudah dirasakan atau dilakukan sebatas
melaksanakan aksi-aksi seremonial seperti berdoa, ibadah dan hal-hal lain yang bersifat
rohani dan gerejani. Pemahaman seperti ini jelas memiliki pengertian yang sempit
karena pertobatan dianggap sebatas melakukan kegiatan. Pertobatan dengan mendasar
pada kegiatan seperti itu bukanlah cara pertobatan yang sebenarnya. Verkuyl
mengatakan pertobatan sejati itu apabila seorang telah yakin bahwa ia telah melukai hati
Allah dengan dosadosanya dan ia telah menghina kasih sayang Tuhan dan merusak
kesetiaannya dan berbalik kepadaNya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Sakramen Tobat?
2. Dosa berat dan Dosa Ringan
3. Bagaimana perkembangan praktek sakramen Tobat dalam Kitab Suci?
4. Apa sejarah perkembangan praktek Sakramen Tobat?
5. Apa saja sikap-sikap penting dalam Sakramen Tobat?
6. Bagaimana peran-peran dalam Sakramen Tobat?
7. Bagaimana forma dan materi Sakramen Tobat
C. Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman
kepada mahasiswa tentang sakramen tobay, perkembangan sakramen tobat dalam
kitab sucui, perkembangan praktek sakramen tobat, sikap-sikap penting dalam
sakramen tobat, dan peran-peran dalam sakramen tobat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sakramen Tobat
1. Pengertian Sakramen Tobat
Sakramen tobat biasa dikenal juga dengan sebutan sakramen rekonsiliasi.
Dokumen resmi Gereja sendiri biasa menyebut sakramen rekonsiliasi dengan
“Sakramen Tobat” (SC 72). Namun, teologi dan liturgi Sakramen Tobat sekarang ini
kembali membiasakan diri dengan istilah reconciliation yang amat lazim digunakan
dalam Gereja abadabad pertama. Istilah “rekonsiliasi” ini merangkum sakaligus:
inisiatif Allah yang lebih dahulu menawarkan pendamaian kepada umat-Nya
(pendamaian dengan Allah), pendamaian kita dengan sesama, dan seluruh alam
ciptaan sebagai dimensi sosial ekologis, dan penyembuhan yang bermakna penemuan
kembali kehidupan damai pada hati orang yang bertobat dan telah menerima
pengampunan dosa.
Di dalam Sakramen tobat, Allah mengampuni dosa peniten dan mendamaikan
peniten dengan diri-Nya dan dengan sesamanya, memberi peniten hidup baru dan
mengubah peniten menjadi serupa dengan Kristus. Sakramen tobat bukanlah laporan
tentang dosa-dosa melalui perantaraan seorang imam tetapi sakramen tobat sebagai
media yang membantu peniten untuk berdamai dengan Allah dan juga dengan sesama
dan alam sekitarnya.
2. Dosa Berat dan Dosa Ringan
a) Dosa Berat
Dosa dalam teologi Katolik adalah tindakan atau perbuatan yang sangat keliru
(serius), yang dapat menyebabkan hukuman kekal apabila seseorang tidak
dibebaskan dari dosa ini sebelum wafatnya. Suatu dosa dipandang "berat" ketika
secara kualitatif sedemikian rupa sehingga mengakibatkan keterpisahan orang
yang melakukannya dari rahmat Allah yang menyelamatkan. Yang termasuk
dalam dosa berat yaitu :
1. pembunuhan
2. Perzinahan
3. Perceraian
4. Pornografi
5. Bunuh diri
b) Dosa Ringan
Menurut Gereja Katolik Roma, dosa ringan adalah suatu dosa yang lebih
rendah tingkatannya yang tidak menyebabkan keterpisahan sepenuhnya dari Allah
dan kutukan kekal dalam Neraka seperti yang disebabkan oleh dosa berat yang
tidak disesali. Dosa ringan mencakup tindakan yang tidak seharusnya dilakukan
seseorang, namun secara aktual tetap selaras dengan keadaan rahmat, berbeda
dengan yang diimplikasikan dosa berat. Dosa ringan tidak memutuskan
persahabatan seseorang dengan Allah, tetapi melukainya. Yang termasuk dosa
ringan yaitu:
1. Egois
2. Pelit
3. Mabuk-mabukan
4. Saling mengejek
B. Perkembangan Praktek Sakramen Tobat Dalam Kitab Suci
1) Kitab Suci Perjanjian Lama
Kitab Suci Perjanjian Lama mengenal praktek pertobatan baik menurut segi
ritual kultis maupun menurut aspek batiniah dan sikap hidup dan perbuatannya.
Perjanjian Lama biasa menghubungkan bencana dan penderitaan sebagai akibat dosa
dan kesalahan. Israel mengenal hari pengampunan yang disebut Yom Kippurim. Ritus
pertobatannya dalam bentuk berpuasa, menyobek pakaian, berpakaian karung kasar,
menaburi kepala dengan abu, dan berlutut atau duduk di tanah sambil menangis di
hadapan Yahwe (lihat Kitab Ezra 9: 5-15, Nehemia 9: 5-37, Daniel 3:26-45; 9:4-19,
Barukh 1:15, Mazmur 106, Yeremia 14: 7-20, Yesaya 59: 9-15; 63: 7- 64: 11). Inti
upacara ini adalah umat menyerahkan diri secara penuh kepada perlindungan Yahwe.
Hal ini sebagai ungkapan pertobatan mereka untuk berbalik kepada Yahwe dan
mereka meyakini bahwa Allah mengampuni orang yang hatinya remuk redam.
Pengampunan itu dirasakan sebagai penyembuhan.
2) Kitab Suci Perjanjian Baru
Para penginjil bercerita tentang pertobatan dalam bentuk perumpamaan.
Perumpamaan Yesus yang paling indah adalah perumpamaan tentang anak yang
hilang (Lukas 15: 11- 32). Perumpamaan ini melukiskan bagaimana keadaan manusia
yang jauh dari Allah seperti anak yang hilang. Semua orang harus kembali kepada
Allah dengan kerinduan untuk bertobat dan bersatu kembali dengan-Nya. Allah
adalah Bapa yang penuh belas kasih yang dengan penuh kerinduan dan kesabaran
menantikan anak-anaknya untuk kembali kepada-Nya. Sebagai tanda bahwa
Sakramen tobat ini didirikan oleh Yesus Kristus, tradisi mengemukakan teks-teks
yang berbicara mengenai “mengikat dan melepaskan” (Matius 16:19 dan 18:18) dan
mengenai “mengampuni dosa atau meyatakan dosa orang tetap ada” (Yohanes 20:23).
Dan pengampunan itu mungkin karena Yesus telah memberikan Roh Kudus kepada
Gereja-Nya (Yohanes, 20:22).
C. Sejarah Perkembangan Praktek Sakramen Tobat
1. Rekonsiliasi Jemaat menurut Model Tobat Publik pada Zaman Patristik.
Dari kesaksian Surat Klemens (tahun 93-97) diungkapkan model pertobatan
dengan pengakuan dosa. Demikian pula pada pertengahan abad II, Didache
menyatakan bahwa pengakuan dosa dan pengampunan dosa menjadi pengandaian
seseorang boleh ikut Perayaan Ekaristi. Tertulianus pada akhir abad II menyebut tobat
publik. Tobat publik ini diperuntukkan bagi warga Gereja yang melakukan dosa berat
dan dilaksanakan sekali saja seumur hidup.
2. Tobat Pribadi atau Pengakuan Dosa Pribadi sejak Abad VI.
Praktek yang berat dari tobat publik (sekali saja seumur hidup) membuat
orang cenderung menghindarinya dan baru menerimanya menjelang datangnya ajal.
Tobat pribadi menjadi solusi untuk ini. Tobat ini berasal dari para rahib Irlandia pada
abad VI. Mulai tahun 800, tobat publik sudah mendominasi seluruh Gereja Barat. Pada
abad XIII, tobat pribadi diterima dan diajarkan dengan resmi oleh Gereja melalui
Konsili Lateran IV (1215).
3. Teologi Skolastik mengenai Sakramen Tobat.
Teologi Skolastik terutama memperbincangkan soal, apakah absolusi oleh
imam menyebabkan causa pengampunan dari pihak Allah. Tekanan teologi skolastik
mengenai sakramen Tobat pada umumnya adalah ciri pengadilan dari sakramen Tobat
tersebut. Pokok yang didiskusikan adalah kuasa imam untuk memberikan absolusi atau
pelepasan dari dosa.
4. Ajaran Resmi Gereja pada Abad Pertengahan mengenai Sakramen Tobat.
Konsili Lateran IV (1215) mewajibkan semua umat beriman untuk mengaku
dosa di hadapan imam sedikitnya sekali setahun dan untuk berusaha melakukan
penitensi. Konsili Trente (1551) menegaskan ajaran tentang sakramen Tobat sebagai
berikut: - Sakramen Tobat ditetapkan oleh Kristus sendiri dan dapat diulangi - Gereja
mempunyai kuasa untuk melepaskan dan mengampuni dosa - Pengakuan sakramental
di hadapan imam sesuai dengan perintah Kristus dan ditetapkan oleh hukum ilahi -
Menurut hukum Ilahi, pengakuan pribadi atas dosa berat adalah keharusan 12 - Semua
orang kristiani wajib mengaku dosa sekali setahun - Hanya imam, juga kalau ia
berdosa berat, yang mempunyai kuasa untuk mengikat dan melepaskan dosa.
5. Sakramen Tobat dalam Semangat Konsili Vatikan II.
Dalam konstitusi tentang liturgi momor 72 Konsili Vatikan II, menuntut
supaya sakramen tobat dibaharui dan menginginkan agar dalam pembaharuan itu peran
Gereja lebih ditonjolkan lagi. Perbaharuan yang dilakukan untuk melihat penghayatan
sakramen tobat secara benar menurut keyakinan iman kepercayaan. Di sini penekanan
lebih difokuskan pada pembaharuan liturgy tobat dengan memberikan kemungkinan
kepada pengakuan pribadi sebagai upacara sabda. Konsili Vatikan II berbicara tentang
sakramen tobat sebagai tempat, di mana orang berdosa diperdamaikan kembali dengan
Gereja. Dalam Lumen Gentium 11, menyatakan kembali dimensi eklesial sakramen
tobat: “Mereka yang memerima sakramen tobat memperoleh pengampunan dari belas
kasih Allah atas penghinaan mereka terhadapa-Nya, sekaligus mereka didamaikan
dengan Gereja, yang telah mereka lukai dengan berdosa, dan membantu pertobatan
mereka denngan cinta kasih, teladan, serta doa-doanya.” Paus Yohanes Paulus II
menulis surat apostolik Reconciliatio et Paenitentia (1984) yang menyampaikan suatu
teologi yang kurang lebih komprehensif. Dalam surat apostoliknya Yohanes Paulus II
mengajak umat yang adalah anggota Gereja, untuk melihat sakramen tobat dalam
konteks hidup menggereja di mana pelayanan sakramen tobat adalah tugas pokok dari
Gereja yang merupakan sakramen permandian.
D. Sikap- Sikap Penting dalam Sakramen Tobat
Kasih dan belas kasih Tuhan juga menjadi dasar kepercayaan bagi pendosa untuk
mendapatkan pengampunan dalam Sakramen Tobat, yang diwakili oleh para pastor
dengan memberikan pengampunan atau absolusi. Seperti apa yang dirumuskan Karl
Rahner, “pendosa yang mengaku itulah yang menerima buahnya”. Ada pun sikap-sikap
tobat antara lainnya:
1. Penyadaran akan kelemahan dan dosa
Hidup yang disucikan, kehidupan baru yang diterima dalam Sakramen Baptis
tidak menghilangkan kerapuhan dan kelemahan kodrat manusiawi seseorang.
Kecenderungan kepada dosa (concupiscentia) pun tidak dihilangkan dari kodrat
manusiawi seseorang. Kecenderungan ini tetap ada dan tinggal dalam diri pribadi
seseorang.
Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja mengingatkan
bahwa Gereja itu kudus karena Kristus, Putera Allah, yang bersama dengan Bapa dan
Roh Kudus membuatnya kudus (Lumen Gentium, No. 39). Namun demikian, Gereja
itu “merangkum pendosa-pendosa dalam pangkuannya sendiri. Gereja itu suci
sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus-menerus menjalankan pertobatan dan
pembaruan” (Lumen Gentium, No. 8).[21]Kesadaran pribadi akan dosa-dosa yang
telah diperbuatnya memampukan dirinya untuk bertobat di mana ada suatu kerinduan
akan cinta dan belas kasihan Allah di dalam dirinya.
2. Penelitian Batin
Hal yang hendaknya juga tidak dilupakan dalam proses penyadaran diri akan
kelemahan dan dosa yang selalu bisa saja terjadi setelah pembaptisan, yaitu penelitian
batin. Orang diarahkan untuk masuk ke dalam lubuk hati yang terdalam, melihat dan
memeriksa kembali bahwa ternyata pribadi memang orang berdosa yang
membutuhkan pertobatan dan pembaruan. Penelitian batin yang sungguh-sungguh
seperti ini akan menyadarkan jati diri sebagai orang berdosa, baik dalam arti personal
(dosa-dosa pribadi) maupun dalam arti komunal (dosa-dosa sosial).
Sakramen tobat adalah tindakan Kristus bukan tindakan peniten. Tindakan
Kristus ialah memaklumkan kabar gembira dan membawa damai kepada peniten.
Efek dari pemakluman ini mengarahkan si peniten menjadi insyaf akan dosa-dosanya,
bahwa matanya betul-betul terbuka, dan bahwa ia mulai merasa menyesal sehingga
bertobat dan akhirnya ia merasa gembira atas rahmat pengampunan atas dosa yang
merupakan rahmat penyebuhan.
E. Peran-peran dalam Sakramen Tobat
Dalam Tata cara Sakramen Tobat ada tokoh-tokoh yang berperan aktif di dalamnya.
Di sini tokoh-tokoh yang berperan aktif di dalamnya antara lain Bapa pengakuan dan
Peniten itu sendiri.
1. Bapa Pengakuan
Bapak pengakuan mengambil bagian dalam peranan rangkap: Hakim-
Penyelamat! Keputusan hakim merupakan absolusi, pembebasan yang
menyembuhkan. “Vonis” itu hanya gagal, kalau orang yang mengaku tidak siap
dengan baik. Agar menjadi wakil Kristus yang baik dan agar kesempatan yang
menguntungkan itu sedapat-dapatnya menjamin hasil pekerjaan rahmat Ilahi, maka
imam bertindak sebagai wakil Kristus yang mengajar kepada pendosa melalui
tindakan Roh Kudus. Hendaknya imam di tempat pengakuan berlaku sedemikian
sehingga peniten lebih yakin akan kenyataan bahwa perayaan sakramen tobat ini
merupakan satu jalan yang ajaib untuk memuji Allah, serta merupakan salah satu
bentuk doa-doa liturgis.
2. Pentobat (Peniten)
Peran dari pentobat (peniten) dalam Sakramen Tobat sangatlah penting, hal ini
dilandaskan pada definisi dasar dari Sakramen Tobat itu sendiri yakni pentobat adalah
orang yang menyadari kedosaan dalam dirinya, di mana ada relasi yang tidak
harmonis antara dirinya dengan sesama dan juga Tuhan. Halangan yang paling besar
dalam menerima sakramen tobat adalah sikap sombing, angkuh, sikap egosentris
(selfsatisfication). Self-satisfication itu meniadakan, menghindari, mengelakkan
kerendahan hati, dan menutup jalan untuk memulihkan harmoni dengan TuhanAllah
dan sesama.
St. Agustinus, seorang psikolog besar di antara Bapa-Bapa Gereja mengatakan
bahwa: “langkah pertama menuju pembebasan dari dosa adalah kerendahan hati, dan
langkah kedua sekali lagi kerendahan hati dan langkah ketiga adalah kerendahan
hati.” Kebajikan penting yang dibuat peniten dalah kerendahan hati. Kebajikan itu
menimbulkan dalam hati kesadaran yang dalam dan asli tentang dosa. Dengan
kerendahan hati itu si peniten akan mengerti tentang apakah arti dosanya. Kerendahan
hati itu akan akan menyalakan keinginannya untuk bertemu Penyelamat dan Tabib
Ilahi.
F. FORMA DAN MATERIA SAKRAMEN TOBAT
Forma → “Allah yang bebelas kasih, telah mendamaikan dunia dengan Diri-Nya, melalui
wafat dan kebangkitan-Nya melalui pelayanan Gereja, ia menganugrahkan
kepada saudara pengampunan dan damai. Dan dengan ini aku melepaskan
saudara dari segala dosa. Dalam Nama Bapa (+) Putra dan Roh Kudus. Amin.
Materia → Ungkapan atau pernyataan sesal, tobat serta pengakuan dosa, dan penguluran
tangan, bekat Tanda Salin oleh Bapa atas kepala peniten.

BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang menerima Sakramen Tobat sebagai sakramen penyembuhan atas lukaluka dan
penyakit batin-hati-jiwa. Sakramen penyembuh-Nya akan membawa kita kepada hidup
dan keselamatan kekal. Untuk itu orangperlu mengenali dan merefleksikan bersama:
kedosaan pribadi sebagai suatu penyakit dan belaskasihan serta kerahiman Allah Bapa
sebagai suatu obat yang menyembuhkan jiwa dan raga. Sakramen Tobat selalu memberi
daya penyembuhan spiritual, yakni pengampunan dosa, juga memberikan penyembuhan
luka-luka batin (misalnya sikap mudah marah, dendam, iri hati, merasa dibenci, dan
sebagainya), atau penyembuhan relasi yang disharmonis dengan sesamanya atau pun
pembebasan dan kuasa kegelapan (misalnya terlibat dalam ilmu hitam, perdukunan, dan
sebagainya).
Dalam hal ini Sakramen Tobat dapat memberikan daya penyembuhan secara integral,
utuh. Orang sungguh-sungguh dapat merasakan hidup secara baru dan bebas dari beban-
beban yang selama ini terasa berat dan menyesakkan. Sebagai umat Kristiani, hal pertama
yang harus disadari di dalam diri untuk menerima Sakramen Tobat adalah kesadaran
untuk mengakui diri sebagai manusia yang berdosa. Kerendahan hati untuk mengakui jati
diri sebagai makhluk yang berdosa ini memampukan pribadi untuk bertobat.
DAFTAR PUSTAKA

Apa itu didache? Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Didache. diakses pada tanggal 1 januari


2013, pukul 20.00.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustka, 1990.
Hardawiryana, R. Sj. (terj). Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor, 1993. “Sakramen
Tobat,” Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 2004. Kanisius, 1990.
Djono Moi, Alberto A. O.carm. Jalan Kepada Allah. Malang: Dioma, 2000.
KirchbergerCrichton, J. D. and Komisi Liturgi KWI. Perayaan Sakramen Tobat.
Yogyakarta:, George. Allah Menggugat, Sebuah Tinjauan Dogmatik. Maumere: Ledalero,
2007.
CATATAN

Anda mungkin juga menyukai