Anda di halaman 1dari 19

Kesepakatan Nikah

Kesepakatan nikah
(consensus matrimonialis)
• Prinsip:
• Consensus matrimonium facit: kesepakatan membuat perkawinan
(kan. 1057 §1)
• Kesepakatan atau konsensus hanya akan membentuk perkawinan
kalau memiliki ketiga sifat berikut: kan. 1057 §2
1) Sungguh-sungguh (consensus verus)  kan. 1101 §1
2) Penuh (consensus plenus)  kan. 1101 §2
3) Bebas (consensus liber)  kan. 1103
• Konsekuensi: perkawinan TIDAK SAH bila:
 Tidak ada konsensus  nikah siri, nikah kampung, nikah bawah tangan
 Ada cacat konsensus atau defectus consensus  tidak terpenuhinya ketiga sifat
konsensus, karena:
1. Ketidakmampuan mengucapkan consensus karena (kan. 1095):
a. Tidak mampu menggunakan akal budi cukup  gila, idiot, depresi
berat
b. Cacat berat membentuk pandangan tentang perkawinan
c. Alasan psikis, hingga tidak mampu mengemban kewajiban hakiki
perkawinan
2. Kekeliruan dan penipuan
a. Mengenai hakikat dan tujuan perkawinan (kan. 1096)
b. Mengenai pribadi dan sifat yang menjadi tujuan langsung dan utama (kan.
1097)
c. Penipuan mengenai sifat pribadi pasangan (kan. 1098)
3. Simulatio: tidak ada kesesuaian sisi lahir dan batin (kan. 1101 §1)
a. Kanon 1101 §2: simulatio totalis atau partialis
b. Kanon 1102: perkawinan dengan syarat
c. Kanon 1103: keterpaksaan atau ketakutan besar dari luar dirinya
Kanon 1095
• Tidak mampu melangsungkan perkawinan:
 10 yang kurang dalam penggunaan akal-budi yang memadai;
 20 yang menderita cacat berat (gravis defectus) dalam penilaian
diskresi (discretionis iudicium) mengenai hak-hak serta kewajiban-
kewajiban hakiki perkawinan yang harus diserahkan dan diterima
secara timbal-balik;
 30 yang karena alasan-alasan psikis (natura pscychica) tidak
mampu mengemban kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan.
Tidak mampu memberikan consensus:
• 1°kan. 1095 untuk menggunakan akal budi secukupnya membuat
- ketidakmampuan
seseorang tidak mungkin mampu menikah dengan sah  gangguan kejiwaan,
insanitas atau amentia (kegilaan), penyakit jiwa, psikopat, psikoneurose, berada
dalam keadaan tidak sadarkan diri karena pengaruh alkohol, ganja, tertidur,
epilepsi.
• 2° - ketidakmampuan untuk menegaskan penilaian mengenai hak dan
kewajiban hakiki perkawinan akan menghalangi seseorang untuk menikah secara
sah  orang yang memiliki ketidakteraturan mental (mental disorder) sehingga
kemampuan intelektualnya pun mengalami gangguan.
• 3° - ketidakmampuan untuk mengemban hak dan kewajiban hakiki perkawinan
ketika seseorang tidak mampu melaksanakan kebersamaan seluruh hidup karena
alasan psikis  egoistis, narsistis, tidak bisa berhubungan seksual hanya dengan
satu orang karena hypersexual, homoseksual (gay dan lesbi), eksibisionis,
bestialis, alkoholik berat, psizofrenia, sadistis, masokis, sado-masokis.
Kanon 1096
• §1. Agar dapat ada kesepakatan perkawinan, perlulah para mempelai
sekurang-kurangnya mengetahui bahwa perkawinan adalah suatu
persekutuan tetap antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang terarah pada kelahiran anak, dengan suatu kerja sama seksual.
• §2. Ketidak-tahuan (ignorantia) itu setelah pubertas tidak diandaikan.
Pengetahuan minimal: kan.
1096
1) Perkawinan merupakan suatu persekutuan hidup seorang laki-laki
dan seorang perempuan (consortium totius vitae)
2) Persekutuan hidup ini berciri unitas dan indissolubilitas
3) Persekutuan hidup ini terarah pada prokreasi dan edukasi
4) Keturunan diperoleh melalui kerjasama seksual suami dan istri 
ada kemauan, kesadaran dan kebebasan
5) Pengetahuan minimal ini diandaikan setelah usia pubertas
Kanon 1097
• §1. Kekeliruan mengenai diri orang (error in persona) membuat
perkawinan tidak sah.
• §2. Kekeliruan mengenai kualitas orang (error in qualitate personae),
meskipun memberikan alasan kontrak, tidak membuat perkawinan
tidak sah, kecuali kualitas itu merupakan tujuan langsung dan utama.
Kekeliruan diri dan sifat calon:
1.
kan. 1097
Kekeliruan mengenai diri calon menggagalkan perkawinan
 Kesepakatan nikah selalu dilakukan dengan orang tertentu, bukan
dengan sembarang orang.
2. Kekeliruan mengenai sifat dibedakan:
a) Sifat pada umumnya: kaya, pandai, penuh perhatian  tidak
membatalkan perkawinan karena hanya merupakan obyek
aksidental, sedangkan obyek pokoknya tetap bertahan yakni bahwa
mau menikah dengan pribadi tertentu.
b) Sifat yang merupakan tujuan langsung dan utama: gadis atau
perawan, perjaka tulen  membatalkan perkawinan karena yang
menjadi alasan untuk menikah itu bukan orang atau pribadinya,
melainkan sifat pribadi orangnya.
Kanon 1098
Yang melangsungkan perkawinan karena tertipu oleh muslihat yang
dilakukan untuk memperoleh kesepakatan, mengenai suatu kualitas
dari pihak lain yang menurut hakikatnya sendiri dapat sangat mengacau
persekutuan hidup perkawinan, melangsungkan perkawinan dengan
tidak sah.
Penipuan mengenai sifat partner: kan.
1098tentang sifat seseorang hanya dapat menggagalkan perkawinan jika
• Penipuan
memenuhi keempat unsur ini:
1) Ada unsur penipuan atau muslihat, yakni bahwa orang secara sadar dan
sengaja mengatakan suatu sifat yang tidak benar tentang dirinya  misal:
tidak bisa punya anak karena sudah pengangkatan rahim tapi berkata
kepada calon suaminya bahwa dia bisa mempunyai anak.
2) Penipuan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan
nikah
dari calon pasangannya.
3) Penipuan hanya mengenai sifat diri dari salah satu pasangan, bukan
mengenai suatu peristiwa atau kejadian atau mengenai sifat orangtua.
4) Penipuan sifat ini dapat sangat mengacaukan kehidupan bersama 
penyakit menular yang berbahaya sekali dan tak tersembuhkan (AIDS),
maksiat yang sudah mengakar, buron polisi, status pernah menikah, pernah
memiliki anak di luar nikah.
Kanon 1099
Kekeliruan mengenai unitas atau indissolubilitas atau mengenai
martabat perkawinan, asalkan tidak
kemauan, menentukan
tidak meniadakan
sakramental kesepakatan perkawinan.
Kekeliruan mengenai ciri hakiki
perkawinan: kan.
1099
• Berbicara tentang kekeliruan hukum (error iuris): pemahaman atau
pengertian yang keliru mengenai sifat-sifat hakiki perkawinan dan
sakramentalitas perkawinan.
• Prinsip: kekeliruan biasa (error simplex) mengenai ciri hakiki tidak
menggagalkan perkawinan
• Kekecualian: kekeliruan yang menentukan keputusan untuk
menikah (error qualitificatus) menggagalkan perkawinan  misal:
orang katolik menikah dengan orang muslim dengan keyakinan dan
harapan bisa menikah secara poligami atau diceraikan
Kanon 1101
• §1. Kesepakatan batin dalam hati diandaikan sesuai dengan kata-kata
atau tanda-tanda yang dinyatakan dalam merayakan perkawinan.
• §2. Tetapi bila salah satu atau kedua pihak dengan tindakan positif
kemauannya mengecualikan perkawinan itu sendiri, atau salah satu
unsur hakiki perkawinan, atau salah satu ciri hakiki esensial
perkawinan, ia melangsungkan perkawinan dengan tidak sah.
Simulatio / kepura-puraan:
kan. 1101
1. Pengandaian: ada kesesuaian antara kehendak (sisi batin) dan ungkapan
(sisi lahir) untuk membentuk kesepakatan nikah.
2. Kontra  ketidaksesuaian antara keduanya menyebabkan simulatio atau
kepura-puraan yang membuat perkawinan TIDAK SAH.
a) Totalis: mengecualikan atau menolak seluruh perkawinan
b) Partialis: mengecualikan unsur hakiki perkawinan
• Hakikat  perkawinan sebagai persekutuan hidup
• Tujuan  bonum coniugum dan bonum prolis
• Ciri hakiki  unitas dan indissolubilitas serta sakramentalitas
Kanon 1102
• §1. Perkawinan tidak dapat dilangsungkan secara sah dengan syarat
mengenai sesuatu yang akan datang.
• §2. Perkawinan yang dilangsungkan dengan syarat mengenai sesuatu
yang lampau atau mengenai sesuatu yang sekarang, adalah sah atau
tidak sah tergantung dari terpenuhi atau tidaknya hal yang dijadikan
syarat itu.
• §3. Namun, syarat yang disebut dalam §2 itu tidak dapat dibubuhkan
secara licit, kecuali dengan izin Ordinaris wilayah yang diberikan
secara tertulis.
Perkawinan bersyarat:
1) Prinsip: kan. 1102
 Mempelai menikah tanpa menggantungkan suatu syarat tertentu pada janji
nikahnya
2) Motivasi:
 Menjamin kejelasan status perkawinan
3) Jenis dan kemungkinan:
a) Mengenai sesuatu yang akan datang:
 Tidak pernah diizinkan  perkawinan baru sah setelah syarat terpenuhi
b) Mengenai sesuatu yang lampau atau sekarang
 Boleh karena bisa langsung dipenuhi
 Dengan izin Ordinaris wilayah
Kanon 1103
Tidak sahlah perkawinan yang dilangsungkan karena paksaan atau
ketakutan berat yang dikenakan dari luar, meskipun tidak dengan
sengaja, sehingga untuk melepaskan diri dari ketakutan itu seseorang
terpaksa memilih perkawinan.
Ketakutan dan keterpaksaan:
1) kan.
Prinsip: orang1103
mesti menikah dengan penuh kebebasan, tanpa paksaan dan
ketakutan besar yang berasal dari luar dirinya
2) Motivasi: perkawinan merupakan suatu konsensus, yaitu tindakan kemauan
dan kehendak (kan. 1057)
3) Jenis keterpaksaan:
a) Paksaan fisik  pemukulan, kekerasan fisik
b) Paksaan moral  ancaman dibunuh, dipecat dari pekerjaan
4) Paksaan dan ketakutan yang menggagalkan:
a) Bersifat berat atau besar  serius, meskipun relatif
b) Berasal dari luar dirinya  meski tanpa sengaja
c) Tidak ada alternatif lain: orang terpaksa menikah untuk menghindarkan
diri dari paksaan dan ketakutan

Anda mungkin juga menyukai