Pada bagian ini, akan dipelajari perkembangan kekristenan yang banyak dipengaruhi oleh
situasi politis, budaya, tradisi liturgis dan ajaran doktrinal. Faktor-faktor ini menjadikan Gereja
sebagai institusi yang tampak dalam berbagai kelompok yang memiliki kekhasan masing-masing.
Tidak jarang muncul pertentangan dan konflik antar kelompok sebagaimana tampak dalam
perkembangan sejarah.
memperhatikan dua kodrat yang dimiliki (keilahian dan kemanusiaan). Pada saat yang sama,
Kristus tidak dapat digambar sebagaimana pandangan Arianisme (hanya sebagai ciptaan) atau
Monofisitisme (hanya sebagai Allah) atau Nestorianisme (dua pribadi). Penghormatan ikon
diijinkan dalam Konsili Nicea II (787). Melalui ikon-ikon, orang dibawa masuk ke dalam realitas
kekudusan yang digambarkan.
Gereja Ortodoks terdiri dari Gereja-Gereja Ortodoks. Mereka menyebut diri sebagai Gereja
yang satu, kudus, katolik dan apostolik sebagai terumus dalam syahadat. Ortodoksi berarti sebagai
pujian yang benar. Minggu pertama prapaskah disebut sebagai minggu ortodoksi. Gereja-Gereja
yang termasuk di dalam Gereja Ortodoks adalah:
arianisme yang sebenarnya sudah dikutuk dalam konsili Nicea (325) namun terus menyebarkan
ajarannya. Dengan kata filioque ini, mau ditunjukkan keallahan Sang Putra. Gereja Timur
keberatan dengan penambahan filioque ini karena kedudukan Roh Kudus menjadi lebih rendah
daripada Putera.
Perbedaan pendapat mengenai primat paus menjadi monumen skisma antara Barat dan
Timur. Gereja Timur tidak mengenal sentralisasi sebagaimana Gereja Barat di bawah Roma.
Setiap patriak bersifat idependen. Primat yang dimiliki oleh patriak Konstantinopel hanya bersifat
kehormatan. Paus Leo IX memerintahkan berperang melawan kaum Norman di Italia Selatan yang
berada di bawah yurisdiksi Patriak Konstantinopel. Menanggapi hal ini, Patriak Konstantinopel
menyebut Roma sebagai bidaah karena praktek-praktek liturginya. Sebagai contoh: Barat
menggunakan roti tidak beragi dalam Ekaristi dan tidak mengucapkan alleluia dalam masa puasa.
Paus Leo IX mengutus Kardinal Humbertus da Silva Candida ke Konstantinopel untuk
menyelesaikan persoalan. Karena tidak ada titik temu, Kardinal Humbertus
mengekskomunikasikan Patriak Konstantinopel. Sebagai tanggapan, Konstantinopel
mengekskomunikasikan Roma. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1054. Konflik menjadi terbuka
ketika pada tahun 1204 pasukan Perang Salib ke-4 tidak ke Yerusalem namun justru mengepung
kota Konstantinopel, merampas harta dan membentuk kekaisaran Latin sampai tahun 1261 di sana.
reformasi yang ia nyalakan telah mendorong terbentuknya Gereja-Gereja yang tidak dalam
kesatuan dengan Gereja Roma. Reformasi ini melahirkan perpecahan dalam Gereja Barat.
Gereja Lutheran tidak memiliki pimpinan sentral. Masing-masing Gereja memiliki
otonomi. Namun Gereja-Gereja Lutheran di suatu negara bergabung dalam federasi untuk
membicarakan berbagai hal yang menyangkut kehidupan mereka. Dalam tingkat internasional,
mereka memiliki Federasi Lutheran Sedunia. Berbagai federasi ini tidak memiliki kuasa yurisdiksi
atau membuat keputusan yang mewajibkan. Sifat federasi ini adalah koordinasi. Setiap Gereja
bersifat independen.