Anda di halaman 1dari 71

PERUTUSAN MURID-MURID YESUS

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK UNTUK


SMA/SMK

KELAS XI - SEMESTER I & II

Win Hendri S.Fils


(Guru Bidang Studi)

DAFTAR ISI

Tema III : GEREJA

Semester I

Bagian Pertama : ARTI dan MAKNA GEREJA


Pelajaran 1 : Gereja sebagai Umat Allah
Pelajaran 2 : Gereja sebagai Persekutuan yang Terbuka

Bagian Kedua : HIERARKI dan AWAM


Pelajaran 3 : Hierarki dalam Gereja Katolik
Pelajaran 4 : Hubungan Awam dan Hierarki sebagai Partner Kerja

Bagian Ketiga : SIFAT-SIFAT GEREJA


Pelajaran 5 : Gereja yang Satu dan Kudus
Pelajaran 6 : Gereja yang Katolik dan Apostolik

Bagian Keempat : TUGAS-TUGAS GEREJA


Pelajaran 7 : Gereja yang Menguduskan (Liturgia)
Pelajaran 8 : Gereja yang Mewartakan Kabar Gembira (Kerygma)
Pelajaran 9 : Gereja yang Melayani (Diakonia)
Pelajaran 10 : Gereja yang Menjadi Saksi Kristus (Martyria)

Semester II

Bagian Kelima : GEREJA dan DUNIA


Pelajaran 11 : Gerejan dan Dunia
Pelajaran 12 : Ajaran Sosial Gereja
Pelajaran 13 : Keterlibatan Gereja dalam Membangun Dunia yang
Damai dan Sejahtera

Bagian Keenam : HAK ASASI MANUSIA


Pelajaran 14 : Hak Asasi Manusia
Pelajaran 15 : Perjuangan Menegakkan Hak Asasi Manusia di
Indonesia
Pelajaran 16 : Kekerasan dan Budaya Kasih
Pelajaran 17 : Menghargai Hidup
Pelajaran 18 : Aborsi
Pelajaran 19 : Bunuh Diri dan Euthanasia
Pelajaran 20 : Narkoba dan HIV/AIDS

TEMA III GEREJA

BAGIAN PERTAMA
ARTI & MAKNA GEREJA

1. Arti dan Makna Gereja


Gereja Katolik adalah Gereja yang benar, yang didirikan oleh Yesus Kristus,
yang para anggotanya saling dipersatukan dalam ikatan persekutuan rohani:
setia kepada Paus serta para uskup yang bersatu dengannya, satu dalam iman
dan kepercayaan, satu dalam perayaan ibadat. Gereja merupakan misteri,
sakramen keselamatan dan Umat Allah yang dalam perjalanan ziarah bersama
menuju kehidupan kekal.
Kata Gereja berasal dari bahasa Protugis: igreja, yang berasal dari bahasa
Yunani: εκκλησία (ekklêsia) yang berarti dipanggil keluar (ek= keluar; klesia dari
kata kaleo= memanggil); kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia)
memiliki beberapa arti:
 Arti pertama ialah 'umat' atau lebih tepat persekutuan orang Kristen. Arti ini
diterima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-tama
bukanlah sebuah gedung. Gereja (untuk arti yang pertama) terbentuk 50 hari
setelah kebangkitan Yesus Kristus pada hari raya Pentakosta, yaitu ketika Roh
Kudus yang dijanjikan Allah diberikan kepada semua yang percaya pada Yesus
Kristus.
 Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen.
Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel, maupun tempat
rekreasi.
 Arti ketiga ialah mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama
Kristen. Misalnya: Gereja Katolik, Gereja Protestan, dll.
 Arti keempat ialah lembaga (administratif). Contoh kalimat “Gereja
menentang perang Irak”.
 Arti terakhir adalah sebuah “rumah ibadah” umat Kristen, di mana umat
bisa berdoa atau bersembahyang.

Pemahaman tentang Gereja juga bisa dilihat dalam arti rohani dan arti fisik.
Berdasarkan artinya itu, maka Gereja adalah:
a. Arti Rohani:
 Umat yang dipanggil Tuhan
 Persekutuan semua orang di seluruh dunia yang percaya akan Yesus Kristus itu
Putra Allah dan satu-satunya Penyelamat kita.
 Himpunan yang didalamnya terdapat Umat Allah, Tubuh Kristus dan Bait Roh
Kudus ( bdk 1 Kor 10:32, 11:17-22, 15:9 ).
 Himpunan orang-orang yang digerakan untuk berkumpul oleh Firman Allah,
yakni berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi
santapan dengan Tubuh Kristus menjadi Tubuh Kristus.[2]

b. Arti Fisik; bangunan tempat ibadah persekutuan Umat yang beriman kepada
Kristus.

Bagi Paulus, Gereja adalah jemaat setempat namun juga mempunya arti
universal. Karena itu, didalam jemaat setempat terwujudlah Gereja Allah. Dalam
pemahaman gereja Paulus, orang tidak pergi ke Gereja untuk beribadat.
Perayaan bersama adalah Gereja, oleh karena perayaan itu tidak lain dari pada
“berkumpul sebagai jemaat” orang tidak berkumpul untuk ibadah atau untuk
taurat. Hidup jemaat dalam kondisi persaudaraan yang bertujuan untuk
komunikasi iman, saling meneguhkan dan menguatkan iman.[3]

2. Sejarah Singkat Tentang Gereja (khususnya Indonesia)


Sejarah Gereja Katolik meliputi rentang waktu selama hampir dua ribu tahun.
Sejarah Gereja Katolik merupakan bagian integral Sejarah kekristenan secara
keseluruhan. Istilah Gereja Katolik yang digunakan secara khusus untuk
menyebut Gereja yang didirikan di Yerusalem oleh Yesus dari Nazaret (sekitar
tahun 33 Masehi) dan dipimpin oleh suatu suksesi apostolik yang
berkesinambungan melalui Santo Petrus Rasul Kristus, dikepalai oleh Uskup
Roma sebagai pengganti St. Petrus, yang kini umum dikenal dengan
sebutan Paus.
"Gereja Katolik" diketahui pertama kali digunakan dalam surat dari Ignatius
dari Antiokhia pada tahun 107, yang menulis bahwa: "Di mana ada uskup,
hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, Gereja
Katolik hadir di situ."
Sejarah perkembangan Gereja dibagi menjadi 4 tahap antara lain:
 Masa Yesus: kehadiran Yesus di dunia adalah sebagai awal lahirnya Gereja.
Perkembangan gereja pada masa ini tampak dari percakapan Yesus dan
Petrus: "Sebab itu ketahuilah, engkau Petrus, batu kuat. Dan diatas alas batu
inilah aku akan membangun gereja-Ku yang tidak dapat dikalahkan: sekalipun
oleh maut!" ( bdk Mat 16:18).

 Masa Para Rasul: Perkembangan gereja pada masa ini sampai pada tahap
mendirikan perkumpulan Jemaat Perdanayang juga disebut Gereja Perdana.
Mereka selalu bertekun pada ajaran para Rasul, berkumpul, berdoa, dan
memecahkan roti bersama. Mereka menganggap segala kepunyaan mereka
adalah kepunyaan bersama. Mereka juga membagikan harta sesuai dengan
keperluan. Yang paling berperan di masa ini adalah St. Petrus. Setelah Yesus
wafat, Petrus menjadi sosok yang beriman dan pemberani.

 Masa Sesudah Para Rasul: Masa ini Gereja sudah berpusat di Roma, tempat
wafatnya St.Petrus. Pemimpin gereja yang pertama adalah St.Petrus. Penerus
St. Petrus disebut "Uskup Roma" atau "Paus".

 Masa Sekarang (di Indonesia):[4]Sejarah Gereja Katolik di Indonesia berawal


dari kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan Maluku. Orang pertama yang
menjadi Katolik adalah orang Maluku, Kolano (kepala kampung) Mamuya
(sekarang di Maluku Utara) yang dibaptis bersama seluruh warga kampungnya
pada tahun 1534 setelah menerima pemberitaan Injil dari Gonzalo Veloso,
seorang saudagar Portugis.
Salah satu pendatang di Indonesia itu adalah Santo Fransiskus Xaverius,
yang pada tahun 1546 sampai 1547 datang mengunjungi pulau Ambon, Saparua
dan Ternate. Ia juga membaptis beberapa ribu penduduk setempat. Beberapa
era sejarah Katolik yang ada di Indonesia sebagai berikut:
a. Era VOC
Sejak kedatangan dan kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie
(VOC) di Indonesia tahun 1619-1799, akhirnya mengambil alih kekuasaan politik
di Indonesia, Gereja Katolik dilarang secara mutlak dan hanya bertahan di
beberapa wilayah yang tidak termasuk VOC yaitu Flores dan Timor.
Para penguasa VOC beragama Protestan, maka mereka mengusir imam-
imam Katolik yang berkebangsaan Portugis dan menggantikan mereka dengan
pendeta-pendeta Protestan dari Belanda. Banyak umat Katolik yang kemudian
diprotestankan saat itu, seperti yang terjadi dengan komunitas-komunitas Katolik
di Amboina.
Imam-imam Katolik diancam hukuman mati, kalau ketahuan berkarya di
wilayah kekuasaan VOC. Pada 1924, Pastor Egidius d'Abreu SJ dibunuh di
Kastel Batavia pada zaman pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon
Coen, karena mengajar agama dan merayakan Misa Kudus di penjara.
Pastor A. de Rhodes, seorang Yesuit Perancis, pencipta huruf abjad Vietnam,
dijatuhi hukuman berupa menyaksikan pembakaran salibnya dan alat-alat ibadat
Katolik lainnya di bawah tiang gantungan, tempat dua orang pencuri baru saja
digantung, lalu Pastor A. de Rhodes diusir (1646).
Yoanes Kaspas Kratx, seorang Austria, terpaksa meninggalkan Batavia
karena usahanya dipersulit oleh pejabat-pejabat VOC, akibat bantuan yang ia
berikan kepada beberapa imam Katolik yang singgah di pelabuhan Batavia. Ia
pindah ke Makau, masuk Serikat Jesus dan meninggal sebagai seorang martir di
Vietnam pada 1737.
Pada akhir abad ke-18 Eropa Barat diliputi perang dahsyat antara Perancis
dan Britania Raya bersama sekutunya masing-masing. Simpati orang Belanda
terbagi, ada yang memihak Perancis dan sebagian lagi memihak Britania,
sampai negeri Belanda kehilangan kedaulatannya. Pada tahun 1806, Napoleon
Bonaparte mengangkat adiknya, Lodewijk atau Louis Napoleon, seorang Katolik,
menjadi raja Belanda. Pada tahun 1799 VOC bangkrut dan dinyatakan bubar.

b. Era Hindia-Belanda
Perubahan politik di Belanda, khususnya kenaikan tahta Raja Lodewijk,
seorang Katolik, membawa pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat
beragama mulai diakui pemerintah. Pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja
Katolik di Roma mendapat persetujuan Raja Louis Napoleon untuk mendirikan
Prefektur Apostolik Hindia Belanda di Batavia.
Pada tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di
Jakarta, yaitu Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr.
Yang diangkat menjadi Prefek Apostolik pertama adalah Pastor J. Nelissen, Pr.
Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) berkuasa menggantikan VOC
dengan pemerintah Hindia Belanda. Kebebasan beragama kemudian
diberlakukan, walaupun agama Katolik saat itu agak dipersukar. Imam saat itu
hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang yang hidup
berjauhan satu sama lainnya. Akan tetapi pada tahun 1889, kondisi ini membaik,
di mana ada 50 orang imam di Indonesia. Di daerah Yogyakarta, misi Katolik
dilarang sampai tahun 1891.

c. Van Lith
Misi Katolik di daerah ini diawali oleh Pastor F. van Lith, SJ yang datang ke
Muntilan pada tahun 1896. Pada awalnya usahanya tidak membuahkan hasil
yang memuaskan, akan tetapi pada tahun 1904 tiba-tiba 4 orang kepala desa
dari daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan mereka minta untuk diberi
pelajaran agama. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1904, rombongan
pertama orang Jawa berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air Semagung
yang terletak di antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini sekarang
menjadi tempat ziarah Sendangsono.
Romo van Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normaalschool
di tahun 1900 dan Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) di tahun 1904. Pada
tahun 1918 sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu
Yayasan Kanisius. Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah bekas
siswa Muntilan. Pada permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat.
Pada 1911 Van Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam calon
generasi pertama dari tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada tahun
1926 dan 1928, yaitu Romo F.X.Satiman, SJ, A. Djajasepoetra, SJ, dan Alb.
Soegijapranata, SJ.

d. Era Perjuangan Kemerdekaan


Albertus Soegijapranata menjadi Uskup Indonesia yang pertama ditahbiskan
pada tahun 1940. Tanggal 20 Desember 1948 Romo Sandjaja terbunuh bersama
Frater Hermanus Bouwens, SJ di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika
penyerangan pasukan Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta
dalam Agresi Militer Belanda II. Romo Sandjaja dikenal sebagai martir pribumi
dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia.
Mgr. Soegijapranata bersama Uskup Willekens SJ menghadapi penguasa
pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit
St. Carolus dapat berjalan terus.Banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional
yang beragama Katolik, seperti Adisucipto, Agustinus (1947), Ignatius Slamet
Riyadi (1945) dan Yos Sudarso (1961).

e. Era Kemerdekaan
Kardinal pertama di Indonesia adalah Justinus Kardinal Darmojuwono
diangkat pada tanggal 29 Juni 1967. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam
kehidupan Gereja Katolik dunia. Uskup Indonesia mengambil bagian dalam
Konsili Vatikan II (1962-1965).
Paus Paulus VI berkunjung ke Indonesia pada 1970. Kemudian tahun 1989
Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya
adalah Jakarta, Medan (Sumatra Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah dan DIY),
Maumere (Flores) dan Dili (Timor Timur).

Carilah dan ceritakanlah sejarah gerejamu?


PELAJARAN 1
GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH

A. Arti dan Makna Gereja sebagai Umat Allah


Istilah “Umat Allah” sudah digunakan dalam Perjanjian Lama yang kemudian
dimunculkan dan dihidupkan kembali oleh Konsili Vatikan II setelah sekian lama
Gereja menjadi terlalu hierarkis; didominasi oleh kaum rohaniwan dan awam
yang adalah mayoritas dalam Gereja agak terdesak ke pinggir. Dengan paham
Gereja sebagai Umat Allah, diakui kembali kesamaan martabat dan peranan
semua anggota Gereja. Semua anggota Gereja memiliki martabat yang sama,
hanya berbeda dalam hal fungsi.
Menurut Minear, umat Allah adalah umat yang kepadanya Allah mengutus
Anak-Nya sebagai Penyelamat dan Raja. Umat Allah tidak lepas dari kelahiran
Yesus atau PelayananNya, dan dari pesta Perjamuan Kudus atau Kebangkitan
atau bahkan keturunan Roh pada hari Pentakosta.[5] Tetapi juga harus diingat
bahwa Umat Allah juga tidak bisa lepas dari perjanjian yang mana aktivitas Allah
dalam zaman Abraham dan Musa. Kenyataan ini, tentu tidak mengecualikan
realitas pemilihan atau mengurangi makna yang abadi.
Dalam pemahaman ini, Tom Jacobs lebih menyetujui Ekaristi sebagai artian
Gereja[6] khususnya dalam artian “umat Allah” atau dengan perjamuan Ekaristi,
terbentuklah jemaat. Perayaan ekaristi tertuju pada pembentukan jemaat hal itu
jelas dalam 1 Kor 11:22. Bagi paulus, Jemaat Allah sama artinya dengan umat
Allah, tetapi dalam kata Yunani, “Umat (Laos) Allah” tidak tepatnya sama dengan
“Jemaat (Ekklesia) Allah” dan yang sangat menyolok, “umat Allah yang dipakai
oleh Paulus, hanya dipakai untuk kutipan-kutipan Perjanjian Lama
Geraja sebagai Umat Allah memiliki ciri khasnya yakni:
1. Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah
adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.
2. Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah dan untuk misi tertentu,
yaitu menyelamatkan dunia.
3. Hubungan antara Allah dan umatNya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat
harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-
janjiNya.
4. Umat Allah selalu dalam perjalanan melewati padang pasir menuju Tanah
Terjanji.
Dalam Perjanjian Baru, Gereja merupakan satu Umat Allah yang sehati
sejiwa, seperti yang ditunjukkan oleh Umat Purba.[7] Gereja harus merupakan
seluruh umat, bukan hanya hierarki saja dan awam seolah-olah hanya
merupakan tambahan, pendengar dan pelaksana. Singkatnya: Gereja hendaknya
MENGUMAT.
B. Dasar dan Konsekuensi Gereja yang Mengumat
1. Dasar dari Gereja yang Mengumat
Setiap orang dipanggil untuk melibatkan diri secara penuh dalam kehidupan
Umat Allah atau MENGUMAT. Mengapa harus demikian?
a. Hidup mengumat pada dasarnya merupakan hakikat dari Gereja itu sendiri,
sebab hakekat Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang
dicerminkan oleh hidup Umat Purba.[8]
b. Dalam hidup mengumat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat,
diterima dan digunakan bagi kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu
menampilkan segi organisatoris dan structural dapat mematikan banyak karisma
dan karunia yang muncul dari bawah.[9]
c. Dalam hidup mengumat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang
sama akan bertanggungjawab secara aktif dalam fungsinya masing-
masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia.[10]

2. Konsekuensi dari Gereja yang Mengumat


a. Konsekuensi bagi Pimpinan Gereja (Hierarki)
 Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi pelayanan. Pimpinan bukan di atas
umat, tetapi di tengah umat.
 Harus peka untuk melihat dan mendengar karisma dan karunia-karunia yang
bertumbuh di kalangan umat.

b. Konsekuensi bagi setiap Anggota Umat


 Menyadari dan menghayati persatuannya dengan umat lain. Orang tak dapat
menghayati kehidupan imannya secara individu saja.
 Aktif dalam kehidupan mengumat, menggunakan segala karisma, karunia dan
fungsi yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan dan misi Gereja di
tengah masyarakat. Semua bertanggung jawab dalam hidup dan misi Gereja.

c. Konsekuensi bagi Hubungan Awam dan Hierarki


 Paham Gereja sebagai Umat Allah jelas membawa konsekuensi dalam
hubungan antara hierarki dan kaum awam. Kaum awam bukan lagi pelengkap
penyerta, melainkan partner hierarki.
 Awam dan hierarki memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam hal
fungsi.

PELAJARAN 2
GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA
A. Model-model Gereja
1. Gereja Institusional Hierarkis Piramidal
Model Gereja institusional hierarkis pyramidal sangat menonjol dalam hal-hal
berikut:
a. Orgnasisasi (lahiriah) yang berstruktur pyramidal tertata rapi.
b. Kepemimpinan tertahbis atau hierarki hampir identik dengan Gereja itu sendiri.
Suatu institusi, apalagi institusi besar seperti Gereja Katolik, tentu membutuhkan
kepemimpinan yang kuat.
c. Hukum dan peraturan digunakan untuk menata dan menjaga kelangsungan
suatu institusi. Suatu institusi, apalagi yang berskala besar, tentu saja
membutuhkan hukum dan peraturan yang jelas.
d. Sikap yang agak triumfalistik dan tertutup. Gereja merasa sebagai satu-satunya
penjamin kebenaran dan keselamatan. Extra Ecclesiam Nulla Salus atau diluar
Gereja tidak ada keselamatan.

2. Gereja sebagai Persekutuan Umat


Model Gereja sebagai Persekutuan Umat sangat menonjol dalam hal-hal
berikut:
a. Hidup persaudaraan karena iman dan harapan yang sama. Persaudaraan ini
adalah persaudaraan kasih.
b. Keikutsertaan semua umat dalam hidup menggereja. Bukan saja hierarki dan
biarawan dan biarawati yang harus aktif dalam hidup menggeraja, tetapi seluruh
umat.
c. Hukum dan peraturan memang perlu, tetapi dibutuhkan pula peranan hati nurani
dan tanggung jawab pribadi.
d. Sikap miskin, sederhana dan terbuka. Rela berdialog dengan pihak mana saja,
sebab Gereja yakin bahwa di luar Gereja Katolik terdapat pula kebenaran dan
keselamatan.

B. Keanggotaan dalam Gereja sebagai Persekutuan Umat


Gereja sebagai Persekutuan Umat Allah untuk membangun Kerajaan Allah di
bumi ini.Semua anggota memiliki martabat yang sama, namun berbeda dari segi
fungsinya.

1. Golongan Hierarki
Hierarki adalah orang-orang yang ditahbiskan untuk tugas
kegembalaan.Mereka menjadi pemimpin dan pemersatu umat, sebagai tanda
efektif dan nyata dari otoritas Kristus sebagai kepala umat. Tugas-tugas hierarki
adalah sebagai berikut:
a. Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki
mempersatukan umat dalam iman, tidak hanya dengan petunjuk, nasehat dan
teladan tetapi juga dengan kewibawaan dan kekuasaan kudus.[11]
b. Menjalankan tugas-tugas gerejani, seperti merayakan sakramen, mewartakan
sabda dan sebagainya.

2. Biarawan-biarawati
Seorang biarawan/biarawati adalah anggota umat yang dengan
mengucapkan kaul kemiskinan, ketaatan dan keperawanan ingin selalu bersatu
dengan Kristus dan menerima pola nasib hidup Yesus Kristus secara radikal dan
dengan demikian mereka menjadi tanda nyata dari hidup dalam Kerajaan Allah
kelak. Kaul-kaul adalah sesuatu yang khas dalam kehidupan membiara. Dengan
menghayati kaul-kaul kebiaraan itu, para biarawan/biarawati menjadi tanda:
a. Yang mengingatkan kita bahwa kekayaan, kekuasaan dan hidup keluarga
walaupun sangat bernilai, tetapi tidak absolut dan abadi, maka kita tidak boleh
mendewa-dewakannya.
b. Yang mengarahkan kita pada Kerajaan Allah dalam kepenuhannya kelak.

3. Kaum Awam
Kaum awam adalah semua orang beriman Kristen yang tidak termasuk dalam
golongan tertahbis dan biarawan-biarawati. Mereka adalah orang-orang yang
dengan pembaptisan menjadi anggota Gereja dan dengan caranya sendiri
mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja.
Bagi kaum awam, ciri keduniaan adalah khas dan khusus. Mereka
mengemban kerasulan dalam tata dunia, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat, entah sebagai ayah-ibu, sebagai petani, pedagang, camat, polisi
dan sebagainya.

C. Gereja sebagai Persekutuan Umat dalam Terang Kitab Suci (Kis 4:32-37)
 Kutipan Kitab Suci: Kis 4:32-37

Cara Hidup Jemaat Perdana

32
Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa,
dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah
miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.33Dan
dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan
Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-
limpah. 34Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka;
karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya
itu dan hasil penjualan itu mereka bawa 35dan mereka letakkan di depan kaki
rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan
keperluannya.
36
Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas,
artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus. 37Ia menjual ladang miliknya
lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.

 Pejelasan:
Santo Lukas dalam kutipan Kitab Suci (Kis 4:32-37) di atas memberikan
gambaran yang ideal terhadap komunitas/persekutuan Jemaat Perdana. Cara
hidup Jemaat Perdana berupa kebersamaan dan mengganggap semua adalah
milik bersama mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang
pokok adalah bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak
seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain
berkekurangan.
Sikap dan cara hidup Jemaat Perdana dapat menjadi inspirasi hidup bagi kita
sekarang ini. Semangat persaudaraan dalam kehidupan bersama adalah hal
yang penting dalam hidup bermasyarakat. Kebersamaan kita dalam hidup
menggereja tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan
ibadat, kegiatan-kegiatan pembinaan iman, tetapi juga harus menyentuh
kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya.

D. Gereja sebagai Persekutuan Umat yang Bersifat Terbuka


Gereja hadir di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk dunia.
Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang,
terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan
dan harapan, duka dan kecemasan dari murid-murid Yesus
(Gereja).[12] Singkatnya, Gereja hendaknya menjadi Sakramen Keselamatan
bagi dunia.
Beberapa cara yang dilakukan Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya
antara lain:
1. Gereja selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya mana saja untuk
saling mengenal, menghargai dan memperkaya.
2. Gereja membangun kerja sama dengan para pengikut agama-agama lain demi
pembangunan hidup manusia dan peningkatan martabat manusia.
3. Berpartisipasi secara aktif dan bekerja sama dengan siapa saja dalam
membangun masyarakat yang adil, damai dan sejahtera.

BAGIAN KEDUA
HIERARKI & AWAM

Gereja adalah persekutuan yang semua anggotanya sungguh-sungguh


sederajat martabatnya, sederajat pula kegiatan umum dalam membangun Tubuh
Kristus (LG 31). Ada fungsi khusus dalam Gereja yang diemban oleh hierarki,
ada corak hidup khusus yang dijalani biarawan/wati, ada fungsi dan corak hidup
keduniaan yang menjadi medan khas para awam. Tetapi yang pokok adalah
iman yang sama akan Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus. Yang umum lebih
penting daripada yang khusus.

1. Hierarki
Kata hierarki berasal dari bahasa Yunani “hierarchy” yang berarti jabatan
(hieros) suci (archos). Itu berarti bahwa yang termasuk dalam hierarki adalah
mereka yang mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan.
Dan orang yang termasuk hieraki disebut sebagai para tertahbis.
Namun, pada umumnya hierarki diartikan sebagai tata susunan. Hieraki
sebagai pejabat umat beriman kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus
yang tidak kelihatan sebagai tubuhNya, yaitu Gereja. Dalam tingkatan hieraki
tertahbis (hierarchia ordinis), Gereja terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon (KHK
330-572). Menurut tata susunan yuridiksi (hierarchia yurisdictionis), yurisdiksi ada
pada Paus dan para Uskup yang disebut kolegialitas. Kekhasan hierarki terletak
pada hubungan khusus mereka dengan Kristus sebagai gembala umat.
Struktur hierarki bukanlah suatu yang ditambahkan atau dikembangkan
dalam sejarah Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki
Tuhan dan akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam
sejarah hierarki di bawah ini:
a. Jaman Para Rasul
Awal perkembangan hirarki adalah kelompok kedua belas rasul. Kelompok
inilah yang pertama-tama disebut rasul. Rasul atau “apostolos” adalah utusan.
Akan tetapi setelah kebangkitan Kristus, sebutan rasul tidak hanya untuk
kelompok kedua belas, melainkan juga utusan-utusan selain kelompok kedua
belas itu. Bahkan akhirnya, semua “utusan jemaat” (2Kor8:22) dan semua
“utusan Kristus” (2Kor 5:20) disebut rasul. Lama kelamaan, kelompok rasul lebih
luas dari pada kelompok kedua belas rasul. Sesuai dengan namanya, rasul
diutus untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian tentang kebangkitan
Kristus.

b. Jaman sesudah Para Rasul


Setelah kedua belas rasul tidak ada, muncul aneka sebutan, seperti
“penatua-penatua” (Kis 15:2), dan “rasul-rasul”, “nabi-nabi”, pemberita-pemberita
Injil”, gembala-gembala”, “pengajar” (Ef 4:11), “episkopos” (Kis 20:28), dan
“diakonos” (1Tim 4:14). Dari sebutan itu ada banyak hal yang tidak jelas arti dan
maksudnya. Namun pada akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja St.
Ignatius dari Antiokhia yang mengenal sebutan “penilik” (episkopos), “penatua”
(prebyteros), dan “pelayan” (diakonos). Struktur inilah yang selanjutnya menjadi
struktur hierarki Gereja yang menjadi Uskup, Imam, dan diakon. Di sini yang
penting, bukanlah kepemimpinan Gereja yang terbagi atas aneka fungsi dan
peran, melainkan bahwa tugas pewartaan para rasul lama-kelamaan menjadi
tugas kepemimpinan jemaat.

2. Awam
Kaum awamadalah semua orang kristen yang tidak termasuk dalam golongan
tertahbis dan biarawan biarawati, yaang adalah orang-orang yang yang dengan
pembaptisan menjadi anggota gereja dan dengan caranya sendiri mengambil
bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja.
Kaum Awam dapat di definisikan secara:
 Definisi teologis: Awam adalah warga negara yang tidak ditahbiskan. Jadi awam
meliputi biarawan seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
 Definisi tipologis: Awam adalah warga gereja yang tidak ditahbiskan dan juga
bukan biarawan biarawati.
Bagi kaum awam, perutusan Gereja Katolik bukan saja dibidang liturgi dan
pewartaan, tetapi juga dibidang pengembalaan. Misalnya sebagai:[13]
 Pengurus Dewan Paroki Tugasnyaadalah memikirkan, merencanakan,
memutuskan dan mempertanggung-jawabkan hal-hal yang bermanfaat bagi
kehidupan dan karya paroki. Misalnya kegiatan pewartaan sabda, perayaan
liturgi dan membangun masyarakat.
 Pengurus Wilayah atau Stasi Tugasnya adalah mengkoordinasi kegiatan antar
lingkungan yang berada didalam wilayah Dewan Parokinya.
 Pengurus Lingkungan Tugasnya adalah menampung dan menyalurkan masalah-
masalah yang ada di lingkungan kepada Dewan Paroki atau Pastor Parokinya.
Juga mengadakan pendataan dalam lingkungan atau kelompok dan
mengadakan pertemuanbersama dengan Pengurus Kelompok.
 Pengurus Kelompok Tugasnya adalah menjadi tumpuan utama dan pertama untuk
mengembangkan kehidupan umat Katolik. Merekalah yang melakukan berbagai
program lingkungan dalam rangka pembinaan umat.

PELAJARAN 3
HIRARKI DALAM GEREJA KATOLIK

A. Panggilan dan Pilihan Tuhan untuk menjadi Gembala Umat Allah dalam
Terang Kitab Suci
 Kutipan Kitab Suci: Yoh 21:15-19

Gembalakanlah Domba-dombaKu

15
Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak
Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab
Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau."
Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.” 16Kata Yesus pula
kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau
mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa
aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-
domba-Ku."
17
Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata
untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-
Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi
Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku. 18Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat
pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika
engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain
akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak
kaukehendaki." 19Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus
akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata
kepada Petrus: "Ikutlah Aku."
 Penjelasan:
Yesus memilih Petrus menjadi gembala dan pemimpin umatNya.Walaupun
Petrus sering ceroboh bahkan pernah menyangkalNya sampai tiga kali.Pemilihan
Petrus oleh Tuhan sungguh berdasarkan kasih karuniaNya semata.Manusia tidak
memiliki andil apa-apa untuk itu.
Yang dituntut oleh Tuhan dari Petrus (dan semua penggantinya) hanyalah
kasih.Kasih dapat menghapus banyak dosa. Mungkin Tuhan berpikir seorang
pemimpin yang tahu kelemahannya akan bersikap penuh pengertian dalam
memimpin orang lain. Petrus banyak belajar dari kelemahannya.Yang penting,
cintanya kepada Tuhan tidak diragukan.
Dengan demikian, seorang pemimpin Gereja atau gembala dalam Gereja
adalah orang yang sangat mengasihi Yesus dan bersedia menyerahkan
nyawanya untuk Yesus dan umat gembalaannya.

B. Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja


Katolik
1. Dasar Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja
Kepemimpinan dalam Gereja pada dasarnya diserahkan kepada hierarki
yang berasal dari Kristus sendiri.Konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan
Ilahi, para uskup menggantikan para rasul sebagai penggembala
Gereja”.[14] Konsili juga mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus Kristus,
Gembala kekal, telah mendirikan Gereja kudus, dengan mengutus para rasul
seperti Ia sendiri diutus oleh Bapa.[15]Para pengganti mereka yakni para uskup
dikehendakiNyamenjadi gembala dalam GerejaNya hingga akhir
zaman.[16]Dengan demikian, dasar dari kepemimpinan dalam Gereja adalah
berasal dari kehendak Tuhan.

2. Struktur Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja


a. Dewan Para Uskup dengan Paus sebagai Kepalanya
Para uskup adalah pengganti para rasul.Tugas dari dewan para uskup adalah
menggantikan dewan para rasul dan yang memimpin Gereja adalan dewan para
uskup. Ketika Kristus mengangkat dua belas rasul, Ia membentuk mereka
menjadi semacam dewan atau badan yang tetap. Sebagai ketua dewan,
diangkatNya Petrus yang dipilih dari antara mereka.
Sama seperti Santo Petrus dan para rasul lainnya yang atas penetapan
Tuhan merupakan satu dewan para rasul, demikian pula Paus, pengganti Petrus,
bersama para uskup, pengganti rasul, merupakan suatu himpunan yang serupa.

b. Paus
Konsili Vatikan II menegaskan: “Adapun dewan atau badan para uskup
hanyalah berwibawa, bila bersatu dengan imam agung di Roma, pengganti
Petrus, sebagai kepalanya dan selama kekuasaan primatnya terhadap semua
baik para gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku seutuhnya.” Sebab
Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil Kristus dan
gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal
terhadap Gereja dan kuasa itu selalu dapat dijalankan dengan bebas.[17]
Kristus mengangkat Santo Petrus menjadi pemimpin para rasul.Paus,
pengganti Petrus, adalah pemimpin para uskup.

c. Uskup
Konsili Vatikan II merumuskan dengan jelas: “Masing-masing uskup menjadi
asas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam Gerejanya”.[18]Tugas pokok
uskup adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas pemersatu itu
dibagi menjadi tiga khusus yakni: tugas pewartaan, perayaan dan pelayanan.
Tugas utama para uskup adalah pewartaan Injil.[19]Uskupyaitu memimpin umat
dalam kalangan pastoral keuskupan.

d. Pembantu Uskup: Imam dan Diakon


 Para Imam adalah wakil uskup disetiap jemaat setempat.Tugas konkret para
imam adalah pewartaan, perayaan dan pelayanan umat.Para imam ditahbiskan
untuk mewartakan Injil dan menggembalakan umat beriman.
Imam merupakan “penolong dan organ para uskup” (Lumen Gentium 28)
Didalam Gereja Katolik ada imam diosesan (sebutan yang sering dipakai imam
praja) dan imam religius (ordo atau kongregasi).Imam diosesan adalah imam
keuskupan yang terikat dengan salah satu keuskupan tertentu dan tidak
termasuk ordo atau kongregasi tertentu. Imam religius (misalnya SJ, MSF, OFM,
dsb) adalah imam yang tidak terikat dengan keuskupan tertentu, melainkan lebih
terikat pada aturan ordo atau kongregasinya.[20]
 Para Diakon; tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para diakon yang
ditumpangi tangan bukan untuk imamat, melainkan untuk
pelayanan.[21]Diakon adalah pembantu Uskup dan Imam dalam pelayanan
terhadap umat beriman. Mereka ditahbiskan untuk mengambil bagian dalam
imamat jabatan. Karena tahbisannya ini, maka seorang diakon masuk dalam
kalangan hirarki. Di Gereja Katolik ada 2 macam Diakon, yaitu: 1) mereka yang
dipersiapkan untuk menerima tahbisan Imam. 2) mereka yang menjadi Diakon
untuk seumur hidupnya tanpa menjadi Imam.[22]

Catatan: “Kardinal”, Kardinal bukan jabaran hirarkis dan tidak termasuk


struktur hirarkis. Kardinal adalah penasehat Paus dan membantu Paus dalam
tugas reksa harian seluruh Gereja. Mereka membentuk suatu dewan Kardinal.
Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi 120 orang yang di bawah usia
80 tahun. Seorang Kardinal dipilih oleh Paus secara bebas.Kardinal adalah
merupakan gelar kehormatan. Kata “kardinal” berasal dari kata Latin”cardo” yang
berarti “engsel”, dimana seorang Kardinal dipilih menjadi asisten-asisten kunci
dan penasehat dalam berbagai urusan gereja. Kardinal dapat dipilih dari
kalangan Imam ataupun Uskup. Di Indonesia telah ada 2 orang Kardinal,
yaitu Yustinus Kardinal Darmojuwono Pr (alm.) dan Julius Kardinal Darmaatmaja
SJ.

3. Fungsi Khusus Hierarki


Fungsi khusus hirarki adalah:
a. Menjalankan tugas gerejani yakni tugas-tugas yang secara langsung dan
eskplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja seperti melayani sakramen-
sakramen, mengajar agama dan sebagainya.
b. Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hirarki
mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.

4. Corak Kepemimpinan dalam Gereja


a. Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus, dimana
campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Oleh sebab itu,
kepemimpinan dalam Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan suatu
bakat, kecakapan atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak
diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi
Akulah yang memilih kamu.” Kepemimpinan dalam masyarakat dapat
diperjuangkan oleh manusia, tetapi di dalam Gereja tidaklah demikian.
b. Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti
semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal
dari Kristus sendiri. Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan untuk
melayani, bukan untuk dilayani. Kepemimpinan untuk menjadi orang yang
terakhir bukan yang pertama. Kepemimpinan untuk mencuci kaki sesama
saudara.
c. Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapus oleh
manusia.

PELAJARAN 4
HUBUNGAN AWAM & HIERARKI SEBAGAI PARTNER KERJA

A. Awam dan Kerasulan Awam


1. Arti dan Pengertian tentang Awam
Kaum awam adalah semua orang beriman kristiani yang tidak termasuk
golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui
dalam Gereja.[23]
Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen resmi Gereja ada
dua macam:
a. Definisi teologis: awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi awam
meliputi biarawan seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
b. Definisi tipologis: awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga
bukan biarawan/biarawati. Maka dari itu, awam tidak mencakup para bruder dan
suster.

2. Peranan Awam
a. Kerasulan dalam Tata Dunia
Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari Kerajaan Allah
dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan
kehendak Allah.Awam dalam kehidupan sehari-hari hendaknya menggunakan
fungsi dan perannya dalam masyarakat dan keluarga untuk mewartakan
Kerajaan Allah.Status dan jabatan serta pekerjaan yang dimiliki harus digunakan
sebaik-baiknya dalam menata dunia agar menjadi lebih baik.

b. Kerasulan dalam Gereja


Awam hendaknya berpartisipasi dalam kegiatan Gereja bersama-sama
hierarki membangun Gereja. Awam hendaknya turut berpartisipasi dalam tri
tugas Gereja:
 Tugas sebagai nabi, pewartaan sabda, seorang awam dapat:
 Mengajar agama, sebagai katekis atau guru agama.
 Memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman.
 Tugas sebagai imam, menguduskan, seorang awam dapat:
 Memimpin doa dalam pertemuan-pertemuan umat.
 Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadat.
 Membagi komuni sebagai prodiakon.
 Menjadi pelayan altar.
 Tugas sebagai raja, memimpin atau melayani, seorang awam dapat:
 Menjadi anggota dewan paroki
 Menjadi ketua stasi, ketua lingkungan atau wilayah.
 Menjadi ketua mudika, sekami dan organisasi gerjani lainnya.

B. Hubungan Awam dan Hierarki


1. Gereja adalah Umat Allah
Konsili Vatikan II menegaskan bahwa semua anggota Umat Allah memiliki
martabat yang sama. Yang berbeda adalah fungsinya.Keyakinan ini dapat
menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen gereja. Tidak boleh
ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja
Kristus dan menyepelekan komponen lainnya. Keyakinan ini harus
diimplementasikan secara konsekwen dalam hidup dan karya semua anggota
Gereja.

2. Setiap Komponen Gereja Memiliki Fungsi yang Khas


Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas.Hierarki bertugas
memimpin (atau lebih tepat melayani) dan mempersatukan seluruh Umat Allah.
Biarawan/wati dengan kaul-kaulnya bertugas mengarahkan umat Allah kepada
dunia yang akan datang (eskatologi). Para awam bertugas merasul dalam tata
dunia ini.Mereka harus menjadi rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam
masyarakat ipoleksosbudhankamnas.

3. Kerja Sama
Walaupun tiap komponen Gereja memiliki fungsinya masing-masing, namun
untuk bidang-bidang dan kegiatan tertentu, lebih dalam kerasulan internal gereja
yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan
kerjasama dari semua komponen. Dan hal ini hendaknya hierarki tampil sebagai
pelayanan yang memimpin dan mempersatukan. Pimpinan tertahbis, yaitu dewan
diakon, dewan uskup yang bertugas menyatukan rupa-rupa, jenis dan fungsi
pelayanan yang ada.Hierarki berperan memelihara keseimbangan dan persatuan
diantara sekian banyak pelayanan.Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta
memelihara keseluruhan visi, misi dan reksa pastoral. Karena itu, tidak
mengherankan bahwa di antara mereka yang termasuk dalam dewan hierarki
bertanggung jawab memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan
sakramen.

BAGIAN KETIGA
SIFAT-SIFAT GEREJA

Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil dan dihimpun oleh


Allah sendiri, oleh karena itu disadari pula bahwa Gereja adalah suatu
persekutuan yang khas. Mulai dari jaman yang langsung menyusul era rasul,
Gereja diyakini mempunyai keempat sifat yaitu:
 Gereja itu “satu” karena Roh Kudus yang mempersatukan para anggota jemaat
satu sama lain, dan juga dengan kepala jemaat yang kelihatan, yakni uskup; lagi
pula mempersatukan para uskup satu sama lain dengan pusatnya di Roma.
 Gereja itu “kudus” karena berkat Roh Kudus yang menjiwaiNya, Gereja bersatu
dengan Tuhan, satu-satunya yang dari diriNya sendiri kudus.
 Gereja itu “katolik”, “menyeluruh”, “am” atau “umum” karena tersebar di seluruh
dunia sehingga mencakup semua.
 Gereja itu “apostolik” karena warganya dikatakan “anggota umat Allah” jika
bersatu dengan pusat-pusat Gereja yang mengakui diri sebagai tahta para Rasul
(apostoloi), seperti Keuskupan Yerusalem (Yakobus), Antiokhia (Petrus), Roma
(Petrus), Konstantinopel (Andreas).
Keempat sifat itu memang kait mengait, tetapi tidak merupakan rumus yang
siap pakai.Gereja memahaminya dengan merefleksikan dirinya sendiri dengan
karya Roh Kudus di dalam dirinya.Gereja itu Ilahi sekaligus insane, berasal dari
Yesus dan berkembang dalam sejarah.Gereja itu bersifat dinamis, tidak sekali
jadi dan statis, oleh karena itu sifat-sifat Gereja tersebut harus selalu
diperjuangkan.[24]
PELAJARAN 5
GEREJA YANG SATU & KUDUS

A. Gereja yang Satu dan Kudus


1. Gereja yang Satu
Ciri khas dari Gereja yang satu adalah:
 Kesatuan iman para anggotanya: kesatuan iman ini bukan kesatuan yang statis,
tetapi kesatuan yang dinamis. Iman adala prinsip kesatuan batiniah Gereja.
 Kesatuan dalam pimpinannya (hierarkis): hierarki mempunyai tugas untuk
mempersatukan umat. Hierarki sering dilihat sebagai prinsip kesatuan lahiriah
dari Gereja.
 Kesatuan dalam kebaktian dan kehidupan sakramental: kebaktian dan
sakramen-sakramen merupakan ekspresi simbolis kesatuan Gereja itu (Ef 4:3-6).
Gereja yang satu adalah Gereja yang tampak sebagai perwujudan kehendak
tunggal Yesus Kristus untuk dalam Roh Kudus tetap hadir kini di tengah manusia
untuk menyelamatkan (LG 8).Kesatuan Gereja pertama-tama dinyatakan dalam
kesatuan iman (lih. Ef 4:3-6) yang mungkin dirumuskan dan diungkapkan secara
berbeda-beda. Kesatuan juga dalam satu Injil, satu baptisan, dan satu jabatan
yang dikaruniakan kepada Petrus dan kedua belas rasul. Kesatuan yang hakiki
dan konkret diungkapkan oleh Paulus dalam model “tubuh”: Tubuh itu dibentuk
dengan babtis dan diaktualisasikan dengan Perayaan Pemecahan Roti (1Kor
10:17).
Kesatuan tidak sama dengan keseragaman sebagai “Bhineka Tunggal Ika”,
baik dalam Gereja Katolik sendiri maupun dalam persekutuan ekumenis, sebab
kesatuan Gereja bukanlah semacam kekompakan organisasi atau kerukunan
sosial. Yang utama bukan soal struktur organisasi yang lebih bersifat lahiriah,
tetapi Injil Kristus yang diwartakan, dirayakan, dan dilaksanakan di dalam hidup
sehari-hari.
Kristus memang mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul, supaya
kolegialitas para rasul tetap satu dan tidak terbagi.Di dalam diri Petrus, Kristus
menetapkan asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap
kelihatan.Kesatuan ini tidak boleh dilihat pertama-tama secara universal.Tidak
hanya Paus tetapi masing-masing uskup (pemimpin Gereja lokal) menjadi asas
dan dasar yang kelihatan dari kesatuan dalam Gereja.
Kristus akan tetap mempersatukan Gereja, tetapi pihak lain disadari pula
bahwa perwujudan konkret harus diperjuangkan dan dikembangkan serta
disempurnakan terus menerus. Oleh karena itu kesatuan iman mendorong
semua orang Kristen supaya mencari “persekutuan” dengan semua saudara
seiman.
2. Gereja yang Kudus
Gereja itu kudus karena sumber dari mana ia berasal, karena tujuan ke mana
ia diarahkan, dan karena unsure-unsur Ilahi yang otentik di dalamnya adalah
kudus. Ciri khas Gereja yang kudus adalah:
 Sumber dari mana gereja berasal adalah kudus. Gereja didirikan oleh Kristus.
Gereja menerima kekudusannya dari Kristus atas doa-doaNya (lih Yoh 17:11).
 Tujuan dan arah Gereja dalah kudus. Gereja bertujuan untuk kemuliaan Allah
dan penyelamatan umat manusia.
 Jiwa Gereja adalah kudus, sebab jiwa gereja adalah Roh Kudus sendiri.
 Unsur-unsur Ilahi yang otentik di dalam Gereja adalah kudus, seperti ajaran-
ajaran dan sakramen-sakramen.
 Anggotanya adalah kudus, karena ditandai oleh Kristus melalui pembabtisan
dan diserhakan kepada Kristus serta dipersatukan dalam iman, harapan, dan
cinta yang kudus. Semua itu tidak berarti bahwa anggotanya selalu kudus (suci),
namun ada juga yang mencapai kekudusan heroik. Semua dipanggil untuk
kekudusan.
Gereja yang kudus berarti Gereja menjadi perwujudan kehendak Allah yang
Mahakudus untuk sekarang juga mau bersatu dengan manusia dan
mempersatukan manusia dalam kekudusanNya (bdk LG 8, 39, 41 dan 48).
Gereja yang kudus itu dipandang sebagai tanda Gereja yang benar. Bahkan
sebelum rumusan Syahadat dikenal, orang telah menyebut Gereja sebagai „yang
kudus”.Hal itu menentukan sikap terhadap para pendosa.
Secara obyektif sifat “kudus” berarti bahwa dalam Gereja adalah sarana
keselamatan dan rahmat Tuhan di dunia serta merupakan tanda rahmat yang
kudus, yang akan menang secara definitif pada akhir jaman.
Secara subyektif sifat “kudus” berarti bahwa Gereja tak akan kehabisan tanda
dan orang kudus (bdk. Ibr 2:1), jadi menyangkut kekudusan subyeknya.
Ajaran ini dipahami bersama dengan ajaran iman bahwa para pendosa itupun
anggota Gereja sehingga Gereja tak hanya ada pendosa tetapi adalah pendosa
sejauh warganya dan pemukanya memang para pendosa yang masih berdosa
dan akan berdosa. Itulah mengapa Gereja harus senantiasa menguduskan diri
dengan memperbarui terus menerus (UR 4:6)
Lalu sifat “kudus” juga berarti bahwa Gereja yang dinodai oleh dosa itu tak
akan sebegitu dirusak oleh dosa sampai Roh Kudus sama sekali meninggalkan
Gereja atau tak kelihatan lagi (Mat 16:18). Sebab, Gereja dijamin Tuhan untuk
tak sampai kehilangan rahmatNya kendati berdosa. Dan Roh Kudus itu sendirilah
yang akan menjadi jiwa Gereja, sehingga kekudusan tidak tergantung pada
anggota Gereja melainkan pada Roh Kudus yang menjadi sumber kekudusan
Gereja. Itulah mengapa St. Paulus berkata “atau tidak tahukah kamu bahwa
tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang
kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1 Kor
6:19).

B. Memperjuangkan Kesatuan dan Kekudusan Gereja


1. Memperjuangkan Gereja yang Satu
Konsili Vatikan II menyatakan bahwa “pola dan prinsip terluhur misteri
kesatuan Gereja adalah kesatuan Allah yang Tunggal dalam tiga pribadi Bapa,
Putra dan Roh Kudus” (UR 2).Kenyataannya, perpecahan dan pemisahan terjadi
di dalam Gereja.Memang “Allah telah berkenan menghimpun orang-orang yang
beriman akan Kristus menjadi Umat Allah dan membuat mereka menjadi satu
Tubuh.Tetapi, bagaimana rencana Allah itu dilaksanakan oleh orang Kristen?
Perpecahan dan keretakan yang terjadi dalam Gereja tentu saja disebabkan
oleh perbuatan manusia.Tata susunan sosial Gereja yang tampak
melambangkan kesatuannya dengan Kristus (GS 44). Tetapi justru struktur sosial
itu sekaligus membedakan (memisahkan) Gereja yang satu dengan yang lain.
Umat Kristen kelihatan terpecah belah, justru karena struktur-struktur yang mau
menyatakan kesatuan masing-masing kelompok itu.Meski demikian, hampir
semua, kendati melalui aneka cara, mencita-citakan satu Gereja yang kelihatan,
yang sungguh bersifat universal dan diutus ke seluruh dunia (UR1). Di satu
pihak, diimani bahwa Kristus akan tetap mempersatukan Gereja, tetapi di pihak
laindisadari bahwa perwujudan konkret harus berkembang dan disempurnakan
terus-menerus. Oleh karena itu, kesatuan iman mendorong umat Kristen supaya
mencari “persekutuan” (communion) dengan semua saudara dalam iman,
walaupun bentuk organisasinya mungkin masih jauh dari kesatuan sempurna.
Kesatuan Gereja pertama-tama harus diwujudkan dalam persekutuan konkret
antara umat beriman yang hidup bersama dalam satu Negara atau daerah yang
sama. Tuntutan zaman dan tantangan masyarakat merupakan dorongan kuat
untuk menggalang kesatuan iman dalam menghadapi tugas bersama. Kesatuan
Gereja terarah kepada kesatuan yang jauh melampaui batas-batas Gereja dan
terarah kepada semua orang yang “berseru kepada Tuhan dengan hati yang
murni” (2 Tim 2:22).
Semangat kesatuan harus dipupuk dan diperjuangkan oleh setiap umat
Kristen sendiri. Usaha yang dapat digalakkan untuk memperkuat persatuan “ke
dalam” misalnya:
 aktif dalam kehidupan Gereja.
 setia dan taat pada persekutuan umat termasuk hierarki, dsb.
Sedangkan untuk menggalakkan persatuan “antar-Gereja” misalnya
 lebih bersifat jujur dan terbuka satu sama lain, lebih melihatkan kesamaan
daripada perbedaan.
 mengadakan berbagai kegiatan sosial maupun peribadatan bersama, dsb.
Kesatuan Gereja tidak identik dengan uniformitas.Kesatuan Gereja di luar
bidang esensial Injili memungkinkan keanekaragaman.Kesatuan harus lebih
tampak dalam keanekaragaman.

2. Memperjuangkan Gereja yang Kudus


Kekudusan Gereja dijelaskan dalam Konstitusi Lumen Gentium. Dikatakan
bahwa “Kita mengimani bahwa Gereja tidak akan kehilangan kesuciannya,
sebab, Kristus Putra Allah, yang bersama dengan Bapa dan Roh Kudus dipuji
bahwa hanya Dialah kudus, mengasihi Gereja sebagai mempelaiNya” (LG 9).
Gereja itu kudus karena kristus, Kepala gereja, membuatnya (anggotanya yang
tetap berdosa) kudus.
Kekudusan juga terungkap dengan “aneka cara pada masing-masing orang”.
Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya
untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja,
yang berasal dari Kristus, yang mengikut sertakan Gereja dalam GerakanNya
kepada Bapa ole Roh Kudus. Pada taraf misteri Ilahi, Gereja sudah suci: “Di
dunia ini, Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun
belum sempurna” (LG 48). Ketidaksempurnaan ini menyangkut pelaksanaan
insani, sama seperti kesatuannya.
Dalam hal kekudusan yang pokok bukan bentuk pelaksanaannya, melainkan
sikap dasarnya.Kudus diartikan sebagai “yang dikuduskan Tuhan”. Jadi,
pertama-tama “kudus” itu menyangkut seluruh bidang sacral dan keagamaan.
Yang suci bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikuduskan Tuhan atau
orang, tetapi yang kudus itu Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun
orang yang disebut “kudus” karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan.
Kekudusan tidak datang dari Gereja, tetapi dari Allah yang mempersatukan
Gereja dengan Kristus dalam Roh Kudus. Gereja disebut kudus karena Kristus
sebagai kepala menguduskan anggotaNya. Jadi, kekudusan Gereja tidak
terutama diartikan secara moral, tetapi secara teologial, meyangkut keberadaan
dalam lingkup hidup Allah.Anggota Gereja adalah “orang kudus” yang dipanggil
untuk hidup secara kudus di tengah-tengah dunia yang tidak mengindahkan
Yang Mahakudus.Gereja adalah milik Allah (1Ptr 2:9) dan karenanya kehendak
Ilahi harus ditaati di dalam Gereja dan oleh anggotanya.
Usaha yang dapat diperjuangkan menyangkut kekudusan anggota-anggota
Gereja, misalnya:
 saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai putra-putri Allah.
 memperkenalkan anggota-anggota Gereja yang sudah hidup secara heroik
untuk mencapai kekudusan.
 merenungkan dan mendalami Kitab Suci, khususnya ajaran dan hidup Yesus,
yang merupakan pedoman dan arah hidup kita, dsb.
PELAJARAN 6
GEREJA YANG KATOLIK & APOSTOLIK

A. Gereja yang Katolik dan Apostolik


1. Gereja yang Katolik
Gereja bersifat katolik karena terbuka bagi dunia, tidak sebatas pada tempat
tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu dan golongan masyarakat
tertentu. Kekatolikan Gereja tampak dalam:
 Rahmatdan keselamatan yang ditawarkan.
 Imandan ajaran Gereja yang bersifat umum (dapat diterima dan dihayati
siapapun).
Secara harafiah, kata “katolik” menunjukkan Gereja yang berkembang “di
seluruh dunia”.Memang benar, Gereja tersebar ke mana-mana, namun tidak
benar bahwa tidak ada tempat yang tidak ada Gereja.
Dalam bahasa Yunani “katolik” berarti menyeluruh atau umum.Ignatius dari
Antiokhia yang pertama kali menggunakan istilah ini, mengatakan bahwa “di
mana ada uskup, di situ ada jemaat, seperti di mana ada Kristus, di situ ada
Gereja “katolik”.Hal ini mau mengatakan bahwa dalam perayaan Ekaristi, yang
dipimpin oleh uskup, hadir bukan hanya untuk jemaat setempat tetapi juga
seluruh Gereja.Jadi, gagasan pokok bukanlah bahwa Gereja telah tersebar ke
seluruh dunia, melainkan bahwa dalam setiap jemaat setempat hadirlah Gereja
seluruhnya.
Gereja selalu lengkap atau penuh, artinya tidak ada Gereja setengah-
setengah atau sebagian.Gereja setempat (paroki, stasi) bukanlah “cabang”
Gereja universal.Setiap Gereja setempat, bahkan setiap perkumpulan orang
beriman yang sah, merupakan seluruh Gereja.
Selanjutnya, kata “katolik” dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja
universal yang dilawankan dengan sekte-sekte. Kata katolik tidak hanya
mempunyai arti geografis (tersebar ke seluruh dunia), tetapi juga “menyeluruh”,
dalam arti “lengkap” berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka” dalam arti
tertuju kepada siapa saja. Pada jaman Reformasi, kata “katolik” muncul lagi
untuk membedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu, kata “katolik”
secara khusus dimaksudkan umat Kristen yang mengakui Paus sebagai
pemimpin Gereja universal.
Dalam syahadat kata “katolik” masih mempunyai arti “universal” atau “umum”.
Ternyata “universal” pun mempunyai dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif:
 Segi kuantitatif adalah faktor geografis, yang mana memperoleh warganya dari
semua bangsa dan hidup di tengah segala bangsa. Gereja sebagai sakramen
Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas pada
anggota Gereja saja, melainkan juga terarah pada dunia. Dengan sifat katolik ini
dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri untuk
berkiprah ke seluruh dunia.
 Segi kualitatif, karena ajarannya dapat diwartakan kepada segenap bangsa dan
segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu baik dan
luhur. Gereja terbuka, menampung dan memajukan terhadap segenap
kemampuan, kekayaan, dan adat istiadat bangsa-bangsa. Tidak hanya
menampung dan menerima saja melainkan juga menjiwai seluruh dunia. Yang
hadir di mana-mana serta mengangkat segala kekayaan umat manusia
sesungguhnya bukan Gereja melainkan Roh yang berkarya dalam dan melalui
Gereja. Dalam hal ini tidak ada sesuatu pun yang tidak diterima Gereja.

2. Gereja yang Apostolik


Gereja disebut apostolik karena Gereja berhubungan dengan para rasul yang
diutus Kristus. Hubungan itu tampak dalam:
 Legimitasi fungsi dan kuasa hierarki dari para rasul. Fungsi dan kuasa hierarki
dari para rasul.
 Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal dari kesaksian para rasul.
 Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya berasal dari para rasul.
Apostolik berasal dari kata Yunani, “Apostello” (mengutus, menguasakan)
yang berarti utusan, suruhan, wakil resmi yang diserahi misi tertentu.Kata
“apostolik” kemudian dipakai untuk menyebut para rasul.
Gereja yang apostolik berarti bahwa Gereja yang berasal dari para rasul, dan
tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka.Kesadaran bahwa Gereja
dibangun atas dasar para rasul dengan Kristus sebagai batu penjuru, sudah ada
sejak jaman Gereja perdana.
Gereja Katolik dalam hubungan dengan para rasul lebih mementingkan
pewartaan lisan, memusatkan perhatian pada hubungan historis, turun temurun,
antara para rasul dan para pengganti mereka, yakni para uskup.Hubungan ini
tidak boleh dilihat semacam “estafet”, yang di dalamnya ajaran yang benar
bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada
uskup sekarang.Yang disebut apostolik bukanlah para uskup, melainkan
Gereja.Hubungan historis ini pertama-tama menyangkut seluruh Gereja dalam
segala bidang dan pelayanannya.
Gereja bersifat apostolik berarti Gereja mengakui diri sama dengan Gereja
Perdana, yakni Gereja para rasul. Hubungan historis ini tidak dimengerti sebagai
pergantian orang, melainkan segala kelangsungan iman dan pengakuan.
Sifat apostolik juga tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulang apa
yang sejak dahulu diajarkan dan dilakukan Gereja. Keapostolikannya berarti
bahwa dalam perkembangan hidup, tergerak oleh Roh Kudus, dan Gereja
senantiasa berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya. Gereja
selalu membaharui dan menyegarkan dirinya.Sifat apostolik harus mencegah
Gereja dari rutinisme yang bersifat ikut-ikutan.Dalam hal ini, seluruh Gereja tidak
hanya bertanggung jawab atas ajaran Gereja, tetapi juga dalam pelayanannya.

B. Mewujudkan Gereja yang Katolik dan Apostolik


1. Mewujudkan Kekatolikan Gereja
Gereja bersifat universal, umum dan terbuka. Oleh sebab itu perlu
diusahakan antara lain
 Sikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat bahkan agama
bangsa manapun.
 Bekerja sama dengan pihak mana saja yang berkehendak baik dalam
mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
 Selalu berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang
baik untuk umat manusia.
 Untuk setiap orang kristiani diharapkan memiliki jiwa yang besar dan keterlibatan
penuh dalam kehidupan masyarakat, sehingga dapat member kesaksian bahwa
“katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa saja yang
berkehendak baik.
Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri kedalam
dunia.Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas
dirinya.Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas Gereja tidak
tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan identitas yang bersifat
dinamis, yang selalu di mana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun
juga bentuk pelaksanaannya.Kekatolikan Gereja bersumber dari firman Tuhan
sendiri (lih. Mrk 16:16; Luk 10:16).

2. Mewujudkan Keapostolikan Gereja


Keapostolikan Gereja tidak berarti Gereja sekarang hanya merupakan copian
dari Gereja para rasul.Gereja sekarang hanya terarah kepada gereja para rasul
sebagai dasar dan permulaan imannya. Karena pewartaan para rasul dan
penghayatan iman mereka terungkap dalam Kitab Suci, maka sifat keapostolikan
gereja akan tampak terutama dalam kesetiaan kepada Injil. Kesatuan dengan
Gereja purba adalah kesatuan hidup, yang pusatnya adaah Kitab Suci dan
Tradisi.Secara konkret, tradisi selalu merupakan konfrontasi terus-menerus
antara situasi gereja sepanjang masa dan pewartaan Kitab Suci.Gereja harus
senantiasa menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret berpangkal pada sikap
iman Gereja para rasul.
Jadi usaha untuk keapostolikan Gereja, antara lain:
 Setia dan mempelajari Injil, sebab Injil merupakan iman Gereja para rasul.
 Menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret dengan iman Gereja para rasul.
 Setia dan loyal kepada hiararki sebagai pengganti para rasul.
C. Sifat-sifat atau Ciri-ciri Gereja yang Dituntut Zaman Ini
1. Gereja yang Merakyat dan Mengutamakan yang Miskin
 Gereja dituntut untuk lebih merakyat dan mengutamakn orang-orang sederhana
dan miskin. Yesus sendiri adalah orang sederhana dan miskin. Ia memilih rasul-
rasul dari kalangan orang sederhana dan miskin. Oleh karena itu, Gereja harus
mengutamakan orang-orang sederhana dan miskin, misalnya kaum tani,
nelayan, buruh, penganggur, gelandangan dan sebagainya.
 Gereja harus menjadi abdi atau pelayan bagi orang sederhana dan miskin.
 Gereja harus memiliki semangat kesederhanaan dan kemiskinan.

2. Gereja yang Bersifat Kenabian


 Nabi adalah orang yang berani menyampaikan kehendak Allah kepada umat
manusia dalam situasi konkret yang dihadapi pada zamannya. Itu berarti Gereja
sebagai nabi, berani menyampaikan kehendak Allah dalam situasi apapun.
 Gereja harus berani mengatakan apa yang benar dan apa yang salah.
 Gereja harus berani mengecam dan menolak segala kebijakan dan tindakan
yang melanggar keadilan dan hak asasi manusia.
 Jika Gereja berani berbicara terus terang, maka suara dan kehendak Tuhan
akan terdengarkan, sebab Tuhan berbicara dan menyampaikan kehendakNya
melalui manusia.

3. Gereja yang Membebaskan


Gereja harus menjadi tanda keselamatan bagi umat manusia.Penyelamatan
berarti juga pembebasan manusia dari segala penderitaan baik penderitaan
rohani maupun jasmani.Dalam hal ini, Gereja diutus untuk menyuarakan dan
menjadi pelopor terciptanya dunia yang lebih adil, lebih bersaudara, lebih
berdamai dan bebas dari ketidakadilan serta permusuhan.

4. Gereja yang Merupakan Ragi


Gereja masa kini hendaknya laksana ragi yang mengembangkan dunia baru.
Gereja yang berada di luar dunia, sama seperti ragi ditaruh di luar adonan roti.
Setiap kelompok orang Kristen sebagai satu Gereja lokal harus menjadi ragi di
tempatnya masing-masing.Ragi yang membangun dunia baru, merombak
tembok-tembok yang memisahkan bangsa/manusia yang satu dan yang lainnya.

5. Gereja yang Dinamis


Gereja harus selalu memperbaharui diri sesuai dengan tuntutan
zaman.Gereja tidak boleh tetap ditempat, statis, melainkan terus maju dan actual
melibatkan dirinya dalam masalah-masalah yang selalu baru.

6. Gereja yang Bersifat Karismatis


Gereja yang dijiwai oleh Roh Kudus harus dapat memberi hidup secara
bebas dan leluasa kepada semua lapisan umat.Roh Allah telah memberikan
karunia-karunia kepada setiap orang demi kebaikan bersama.Roh Allah pulalah
yang memberikan kebijaksanaan, bakat-bakat dan kemampuan kepada siapa
saja untuk kemajuan Gereja.

BAGIAN KEEMPAT
TUGAS-TUGAS GEREJA

Gereja melanjutkan dan mengambil bagian dalam tritugas Yesus Kristus


yakni tugas nabi (mewartakan), tugas imami (menguduskan) dan tugas rajawi
(melayani).[25]

PELAJARAN 7
GEREJA YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA)

A. Doa dan Ibadat


Doa dan ibadat merupakan salah satu tugas gereja untuk menguduskan
umatnya dan umat manusia. Tugas ini disebut tugas imamiah Gereja, yang
artinya Kristus, Tuhan, Imam Agung yang dipilih antara manusia menjadikan
umat baru, “kerajaan imam-imam bagi Allah dan BapaNya”.[26]Mereka yang
dibaptis dan diurapi Roh Kudus disucikan menjadi kediaman rohani dan imamat
suci untuk (sebagai orang kristiani dengan segala perbuatan mereka)
mempersembahkan korban rohani dan mewartakan daya kekuatanNya.
Oleh sebab itu gereja bertekun dalam doa, memuji Allah dan
mempersembahkan diri sebagai korban yang hidup suci dan berkenan pada
Allah.Gereja memiliki imamat umum dan imamat jabatan, yang dengan cara
khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.
 Imamat umum: melaksanakan tugas pengudusan antara lain dengan berdoa,
menyambut sakramen-sakramen, memberi kesaksian hidup, pengingkaran diri
serta melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif.
 Imamat jabatan: membentuk dan memimpin umat, memberi pelayanan
sakramen-sakaramen.
Jadi, seluruh Gereja diberi bagian dalam imamat Kristus untuk melakukan
suatu ibadat rohani demi kemuliaan Allah dan keselamatan manusia. Ibadat
rohani adalah setiap ibadat yang dilakukan dalam Roh oleh setiap orang
Kristiani.

1. Doa yang Biasa


a. Arti Doa
 Doa berarti berbicara dengan Tuhan secara pribadi.
 Doa juga berarti merupakan ungkapan iman secara pribadi dan bersama-sama.
 Doa adalah komunikasi atau dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan
Tuhan dalam kehidupan yang nyata. Dalam dialog tersebut kita dituntut untuk
lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan selalu menjadi
pedoman yang menyelamatkan.

b. Fungsi Doa
 Mengkomunikasikan dira kepada Allah.
 Mempersatukan diri kita kepada Tuhan.
 Mengungkapkan cinta, kepercayaan dan harapan kita kepada Tuhan.
 Membuat diri kita melihat dimensi baru dari hidup dan karya kita sehingga kita
melihat hidup, perjuangan dan karya kita dengan mata iman.
 Mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang bersifat apostolis atau
merasul.

c. Syarat Doa yang Baik


 Didoakan dengan hati.
 Berakar dan bertolak dengan pengalaman hidup.
 Diucapkan dengan rendah hati.

d. Cara Doa yang Baik


 Berdoa secara batiniah.[27]
 Berdoa dengan cara sederhana dan jujur.[28]

2. Doa Resmi Gereja


Doa resmi Gereja disebut ibadat atau liturgi. Yang pokok bukan sifat resmi
atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa.
Dengan demikian, liturgi adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta TubuhNya
yaitu Gereja”.Oleh karena itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang
sangat istimewa” tetapi juga wahana utama untuk mengantar umat Kristiani ke
dalam persatuan pribadi dengan Kristus.[29]
Liturgi merupakan perayaan iman sebagai ungkapan iman Gereja, dimana
orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang
dirayakan.Liturgi sungguh-sungguh menjadi doa dalam arti penuh bila semua
yang hadir secara pribadi dapat bertemu dengan Tuhan dalam doa bersama.
Dengan demikian terjadi apa yang dikatakan Tuhan; “…..dimana ada dua atau
tiga orang berkumpul dalam namaKu, disitu Aku ada ditengah-tengah mereka”
(Mat 18:20). Atau dengan rumusan Konsili Vatikan II: “Di dalam jemaat-jemaat,
meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus
dan berkat kekuatanNya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan
apostolik”.[30]
Ibadat resmi Gereja tampak dalam ibadat pagi, ibadat siang, ibadat sore,
ibadat malam dan ibadat bacaan. Yang pokok dalam doa bukan sifat resmi atau
kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa.

B. Sakramen-sakramen Gereja
a. Arti dan Makna Sakramen
Sakaramen adalah tanda berdaya guna yang menghasilkan rahmat dan
memberikan kehidupan Ilahi kepada kita, yang ditetapkan Kristus dan
dipercayakan kepada GerejaNya. Bagi umat beriman yang menerimanya dengan
sikap batin yang wajar, mereka menghasilkan buah.[31]

1. Sakramen adalah Lambang atau Simbol


Sakramen-sakramen Gereja Katolik melambangkan dan mengungkapkan
karya penyelamatan Allah dan pengalaman dasariah manusia yang
terselamatkan. Sakramen sebagai sarana untuk menyampaikan kepada umat
manusia tentang rahasia penyelamatan Allah dan menunjukkan tindakan Allah
kepada kita.[32] Sakramen adalah tanda kehadiran dan cinta Allah kepada
manusia.

2. Sakramen-sakramen Mengungkapkan Karya Tuhan yang Menyelamatkan


Karya Allah dalam dunia adalah untuk menyelamatkan manusia. Allah yang
menyelamatkan itu hadir nyata dalam diri Yesus Kristus. Dalam Yesus, orang
dapat melihat, mengenal dan mengalami siapakah sebenarnya Allah. Allah yang
tidak kelihatan nampak dalam diri Yesus.
Yesus yang sekarang ini kelihatan dalam GerejaNya. Gereja adalah alat dan
sarana penyelamatan, dimana Kristus tampak untuk menyelamatkan manusia
dalam kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, tindakan-tindakan dan kata-kata
yang disebut sakramen. Sakramen-sakramen adalah “Tangan Kristus” yang
menjamah, merangkul dan menyembuhkan kita.

3. Sakramen-sakramen Meningkatkan dan Menjami Mutu Hidup Kita sebagai


Orang Kristiani
Manusia adalah makhluk yang lemah dan gampang jatuh dalam dosa.
Kejatuhan manusia dalam dosa mengakibatkan mutu hidupnya dihadapan Tuhan
semakin menurun. Orang membutuhkan penyegaran dan keselamatan dalam
hidup. Karena itu, orang datang kepada Allah untuk disucikan, dikuatkan dan
disegarkan untuk menjadi manusia baru. Dengan menerima sakramen, manusia
bersatu dengan Allah dan diangkat menjadi manusia baru dan lebih berarti.
Dalam sakramen-sakramen, hidup manusia disempurnakan dan menjadi lebih
berarti. Perayaan sakramen adalah suatu pertemuan antara Kristus dan
manusia.

b. Tujuh Sakramen
1. Sakramen Permandian/Baptis (Tanda Iman)
Pembaptisan adalah sakramen pertama dan mendasar dalam inisiasi
Kristiani. Pelayan sakramen ini biasanya seorang uskup atau imam, atau
seorang diakon. Dalam keadaan darurat, siapapun yang berniat untuk melakukan
apa yang dilakukan Gereja, bahkan jika orang itu bukanlah seorang Kristiani,
dapatmembaptis.
Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua dosa
pribadi dan dari hukuman akibat dosa-dosa tersebut dan membuat orang yang
dibaptis itu mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui "rahmat
yang menguduskan" (rahmat pembenaran yang mempersatukan pribadi yang
bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya).
Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat
Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang
Kristen. Jika seseorang secara resmi menyatakan tobat dan imannya pada
Kristus serta bertekad ikut serta dalam tugas panggilan Kristus maka ia diterima
dalam umat dengan sakramen permandian.
Orang yang menerima sakramen permandian diterima oleh Kristus menjadi
anggota tubuhNya, umat Allah (Gereja), orang tersebut laksana baru lahir dalam
gereja. Orang yang telah dipermandikan harus siap hidup bagi Allah. Perayaan
dalam peristiwa permandian berupa pencurahan air pada dahi, dan imam
berkata, ”Aku mempermandikan engkau dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus”.

2. Sakramen Penguatan/Krisma (Tanda Kedewasaan)[33]


Sakramen ini diberikan dengan cara mengurapi penerimanya dengan
Krismadisertai doa khusus yang menunjukkan bahwa karunia Roh Kudus
menandai si penerima seperti sebuah meterai. Melalui sakramen ini, rahmat yang
diberikan dalam pembaptisan "diperkuat dan diperdalam" (KGK 1303). Seperti
pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam
keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang
belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Pelayan sakramen
ini adalah seorang uskup yang ditahbiskan secara sah. Krisma menjadi tanda
kedewasaan, untuk turut serta bertanggung jawab atas kehidupan Umat Allah
dan pada sesama.

3. Sakramen Tobat[34]
Sakramen tobat adalah sakramen penyembuhan rohani dari seseorang yang
telah dibaptis yang terjauhkan dari Allah karena telah berbuat dosa. Sakramen ini
memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya
(tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam,
absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan.
Orang jatuh dalam dosa berarti merusak dan melemahkan si pendosa sendiri,
serta hubungannya dengan Allah dan sesama. Si pendosa yang bangkit dari
dosa tetap harus memulihkan sepenuhnya kesehatan rohaninya dengan
melakukan lagi sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya: dia harus 'melakukan
silih bagi' atau 'memperbaiki kerusakan akibat' dosa-dosanya. Penyilihan ini juga
disebut 'penitensi'" (KGK 1459). Para pengikut Kristus perlu bertobat secara
terusmenerus dihadapan Allah dan sesama. Tanda pertobatan tersebut diterima
dalam perayaan sakramen tobat.

4. Sakramen Ekaristi (Tanda Kesatuan)[35]


Malam perjamuan terakhir menjadi tanda terbentuknya suatu Ekaristi. Ekaristi
adalah sakramen yang dengannya umat Katolik mengambil bagian dari Tubuh
dan Darah Yesus Kristus serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya. Aspek
pertama dari sakramen ini (yakni mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus
Kristus) disebut pula Komuni Suci. Roti dan anggur yang digunakan dalam ritus
Ekaristi, dalam iman Katolik, ditransformasi dalam segala hal kecuali wujudnya
yang kelihatan menjadi Tubuh dan Darah Kristus, perubahan ini disebut
transubstansiasi.
Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi,
dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Diakon serta imam biasanya
adalah pelayan Komuni Suci, umat awam dapat diberi wewenang dalam lingkup
terbatas sebagai pelayan luar biasa Komuni Suci. Ekaristi dipandang sebagai
"sumber dan puncak" kehidupan Kristiani, tindakan pengudusan yang paling
istimewa oleh Allah terhadap umat beriman dan tindakan penyembahan yang
paling istimewa oleh umat beriman terhadap Allah, serta sebagai suatu titik
dimana umat beriman terhubung dengan liturgi di surga.

5. Sakramen Perminyakan Orang Sakit


Jika seorang anggota umat sakit keras, keprihatinan Tuhan diungkapkan
dengan sakramen perminyakan orang sakit. Kristus menguatkan si sakit dengan
Roh KudusNya yang ditandakan dengan minyak suci. Dengan demikian, si sakit
siap dan tabah untuk menerima apa saja dari tangan Allah yang mencintai kita,
baik dalam kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus,
si sakit menjadi lebih serupa dengan Kristus.[36]

6. Sakramen Pernikahan[37]
Sakramen ini menjadi suatu tada cinta kasih yang menyatukan Kristus
dengan Gereja menetapkan diantara 2 pasangan suatu ikatan yang bersifat
permanen dan eksklusif, yang dimateraikan oleh Allah. Dengan demikian
pernikahan antara pria yang sudah dibabtis dengan wanita yang sudah di babtis
telah dimasuki secara sah dan telah disempurnakan dengan persetubuhan, tidak
dapat diceraikan. Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan yang
bersangkutan rahmat yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam
hidup perkawinan mereka serta untuk meghasilkandan mengasuh anak mereka
dengan penuh tanggung jawab. Hidup cinta suami-istri menjadi tanda (sakramen)
cinta Allah kepada manusia.

7. Sakramen Imamat[38]
Atas kehendak Allah dan Uskup dari Gereja setempat, pria-pria tertentu dipilih
dan ditahbiskan untuk melayani Gereja sebagai daikon, imam dan uskup.
Sakramen imamat adalah sakramen pelayanan. Para uskup, imam dan daikon
dipanggil untuk menguduskan kaum awam, yang turut mengambil bagian dalam
imamat umum yang diterima saat mereka dibaptis.

C. Sakramentali dan Devosi dalam Gereja


1. Sakramentali
Gereja mengadakan tanda-tanda suci berupa ibadat/upacara/pemberkatan
yang mirip dengan sakramen-sakramen disebut sakramentali. Berkat tanda-
tanda suci ini berbagai buah rohani ditandai dan diperoleh melalui doa-doa
permohonan dengan perantaraan Gereja. Aneka ragam sakramentali:
a. Pemberkatan; pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makan dsb.
Contoh: pemberkatan ibu hamil atau anak, alat-alat pertanian, rumah, patung dll.
Pemberkatan atau orang atau benda/barang tersebut adalah pujian kepada Allah
dan doa untuk memohon anugerah-anugerahNya.
b. Pemberkatan dalam arti tahbisan rendah; pentahbisan orang dan benda.
Contoh: pentahbisan/pemberkatan lector, akolit dan katekis; pemberkatan benda
atau tempat untuk keperluan liturgy, misalnya pemberkatan gereja/kapel, altar,
minyak suci, lonceng dll.

2. Devosi
Devosi adalah bentuk-bentuk penghormatan/kebaktian khusus orang atau
umat beriman kepada rahasia kehidupan tertentu dari Yesus atau kepada orang-
orang kudus. Misalnya devosi kepada kesengsaraanNya, HatiNya yang
mahakudus, sakramen mahakudus, dll. Atau devosi kepada orang-orang kudus
seperti; devosi kepada Bunda Maria (Rosario), kepada santo-santa pelindung,
mengunjungi tempat ziarah, dll.

PELAJARAN 8
GEREJA YANG MEWARTAKAN (KERYGMA)

A. Tugas Mewartakan
1. Inspirasi Kitab Suci tentang perutusan murid-murid Yesus

Perintah untuk Memberitakan Injil


(Mat 28:16-20)

16
Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah
ditunjukkan Yesus kepada mereka.17Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya,
tetapi beberapa orang ragu-ragu.18Yesus mendekati mereka dan berkata:
"Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. 19Karena itu
pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu
yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
senantiasa sampai kepada akhir zaman."

2. Dasar Gereja sebagai Pewarta Sabda[39]


 Dalam diri Yesus dari Nazaret, Sabda Allah tampak secara konkret manusiawi.
Sabda menjadi manusia. Sabda Allah menjelmakan diri dalam sejarah kehidupan
manusia. Oleh karena itu, Sabda Allah senantiasa hidup dan berbicara dalam
segala zaman.
 Pada masa sebelum Kristus, Sabda Allah telah ada namun lebih diwarnai
dengan janji. Sedangkan sesudah penjelmaan (Kristus) Sabda Allah lebih
bersifat kesaksian hidup. Dalam kesaksian itu, Kristus, Sabda sejati hadir di
dalam sejarah manusia sebagai sarana keselamatan.
 Bentuk baru Sabda itu adalah Gereja. Kristus, Sabda Allah, menciptakan Gereja.
Lewat Gereja, Ia bisa hadir dan berbicara dalam sejarah manusia. Di pihak lain,
Gereja pada hakikatnya tidak lain daripada jawaban atas panggilan Yesus
Kristus, Sabda Allah. Seluruh hidup dan keberadaan Gereja merupakan jawaban
atas pewartaan dan kesaksian tentang Yesus Kristus, Sabda dan Wahyu Allah.

3. Bentuk-bentuk Sabda Allah dalam Gereja[40]


Dalam diri Yesus dari Nazaret, sabda Allah tampak secara konkret dan
manusiawi.Ada 3 bentuk Sabda Allah dalam Gereja:
1. Sabda/pewartaanpara rasul sebagai daya yang membangun Gereja.
2. Sabda dalam Kitab Suci sebagai kesaksian normatif.
3. Sabda Allah dalam pewartaan aktual gereja sepanjang zaman.
Tugas pewartaaan adalah untuk mengaktualisasi apa yang disampaikan Allah
dalam Kristus sebagaimana diwartakan Para Rasul. Dengan demikian, sabda
Allah sungguh datang pada manusia menyelamatkan mereka yang mendengar
dan melaksanakan pewartaan gereja.

4. Dua Pola Pewartaan


a) Pewartaan Verbal (Kerygma)
Pewartaan verbal pada dasarnya adalah tugas hierarki, tapi kaum awam juga
harus berpartisipasi, misalnya sebagai katekis, guru agama, fasilitator
pendalaman Kitab Suci, dll. Bentuk-bentuk pewartaan masa kini antara lain:
 Khotbah atau Homili; Khotbah adalah pewartaan tematis. Homili adalah
pewartaan yang berdasarkan suatu perikop Kitab Suci. Kedua-duanya
merupakan pewartaan mimbar. Khotbah dan homili yang baik harus menyapa
manusia. Walaupun secara lahiriah terjadi komunikasi satu arah, tetapi khotbah
yang baik harus dapat menciptakan komunikasi dua arah secara batiniah.
 Pelajaran Agama; Pelajaran agama adalah proses pergumulan hidup nyata
dalam terang iman.
 Katekese Umat; Katekese umat adalah suatu kegiatan kelompok umat dimana
mereka aktif berkomunikasi untuk menafsirkan hidup nyata dalam terang Injil,
yang diharapkan berkelanjutan dengan aksi nyata, sehingga dapat membawa
perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik.
 Pendalaman Kitab Suci; Pendalaman Kitab Suci dapat dilakukan dalam
keluarga, kelompok atau pada kesempatan-kesempatan khusus seperti pada
masa Prapaskah (APP), masa Adven dan bulan Kitab Suci (September).

b) Pewartaan dalam Bentuk Kesaksian (Matyria)


Pewartaan dalam bentuk kesaksian ini pada dasarnya lebih dipercayakan
kepada kaum awam.Setiap orang kristiani dalam hidupnya diharapkan dapat
menjadi garam dan terang dalam masyarakat.
5. Dua Tuntutan dalam Pewartaan
Tugas pewartaan adalah mengaktualisasi sabda Tuhan yang disampaikan
dalam Kristus sebagaimana diwartakan oleh para rasul.Usaha mengaktualisasi
sabda Tuhan itu mengandaikan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi.
Tuntutan-tuntutan tersebut antara lain sebagai berikut:
a) Mendalami dan menghayati sabda Tuhan.
Orang tidak dapat mewartakan sabda Allah dengan baik, jika ia sendiri tidak
mengenal dan menghayatinya. Oleh sebab itu, kita hendaknya cukup mengenal,
mengetahui dan menghayati isi Kitab Suci, ajaran-ajaran resmi Gereja dan
keseluruhan tradisi Gereja, baik Gereja universal maupun Gereja lokal.

b) Mengenal umat/masyarakat konteksnya


Dalam tugas pewartaan, hendaknya juga memperhatikan dan mengenal dengan
baik jiwa dan budaya masyarakat setempat. Agar apa yang diwartakan dengan
mudah diserap dan sejalan dengan situasi masyarakat. Intinya, Sabda Allah yang
diwartakan harus sesuai dengan konteks hidup masyarakat.

B. Magisterium dan Pewarta Sabda


1. Magisterium atau Wewenang Mengajar
Magisterium adalah kuasa mengajar dalam Gereja.Umat Allah hanya dapat
menjalankan tugas kenabiannya dalam kepatuhan kepada pimpinan Gereja,
sebab pimpinan Gereja inilah yang disebut magisterium. Namun, “wewenang
mengajar” tidak berarti bahwa dalam pewartaan hanya hierarki yang aktif,
sedang yang lain tinggal menerima dengan pasif.
Dalam pewartaan, hierarki bertugas menjaga kesatuan iman dan
ajaran.Hierarki adalah pengajar otentik (yang mengemban kewibawaan Kristus)
tentang perkara iman dan kesusilaan.Apa yang diajarkan tidak dapat sesat.
Karena ajaran iman itu adalah kehendak Penebus Ilahi. Karena itu ada empat
syarat sebuah ajaran iman tidak dapat sesat:
a. Ajaran harus menyangkut iman dan kesusilaan.
b. Ajaran harus bersifat ajaran otentik, artinya jelas dikemukakan dengan
kewibawaan Kristus.
c. Ajaran dinyatakan dengan tegas atau definitif (tidak dapat diganggu gugat).
d. Ajaran itu disepakati bersama (sejauh hal ini menyangkut pernyataan para uskup
sebagai dewan.
Agar umat beriman tidak dapat sesat dalam imannya, maka para hierarki
harus memimpin atau menggembalakan umat dengan baik.

2. Para Pewarta Sabda


Mereka yang secara khusus melibatkan diri ke dalam tugas pewartaan adalah
sebagai berikut:
a. Para Pengkhotbah
b. Para Katekis
c. Guru Agama

Menjadi pewarta merupakan suatu panggilan. Oleh karena itu, seorang


pewarta harus:
a. Dekat dengan yang diwartakannya.
b. Menjadi senasib dengan yang diwartakannya.
c. Berani menanggung derita seperti yang diwartakannya.
d. Siap untuk diutus dan “diserahkan” kepada umat yang mendengar
pewartaannya.
e. Memiliki komitmen yang utuh kepada umat.

PELAJARAN 9
GEREJA YANG MELAYANI (DIAKONIA)

A. Semangat Pelayanan Gereja dalam Terang Kitab Suci


1. Kutipan Kitab Suci

Bukan Memerintah Melainkan Melayani


(Mrk 10:35-45)

35
Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan
berkata kepada-Nya: "Guru, kami harap supaya Engkau kiranya mengabulkan
suatu permintaan kami!" 36Jawab-Nya kepada mereka: "Apa yang kamu
kehendaki Aku perbuat bagimu?" 37Lalu kata mereka: "Perkenankanlah kami
duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan
yang seorang di sebelah kiri-Mu." 38Tetapi kata Yesus kepada mereka: "Kamu
tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus
Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?" 39Jawab mereka:
"Kami dapat." Yesus berkata kepada mereka: "Memang, kamu akan meminum
cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus
Kuterima. 40Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku
tidak berhak memberikannya.Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa
itu telah disediakan."
41
Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada
Yakobus dan Yohanes. 42Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu
tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah
rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan
kuasanya dengan keras atas mereka. 43Tidaklah demikian di antara kamu.
Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi
pelayanmu, 44dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu,
hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. 45Karena Anak Manusia juga
datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan
nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.

2. Penjelasan
Yesus sangat menekankan semangat pengabdian dan semangat pelayanan
kepada murid-muridNya yang rupanya sangat berambisi untuk memiliki
kedudukan dan kekuasaan. Yesus mengenal struktur masyarakat feudal pada
zamanNya, yakni adanya kelas-kelas dan tingkat-tingkat dalam masyarakat.
tetapi, Yesus berkata “tidaklah demikian di antara murid-muridNya”. Mereka
harus memiliki sikap melayani. Sikap yang mau melayani itu ditunjukkan Yesus
dengan membasuh kaki para muridNya. Semangat pelayanan itu harus
diteruskan di dalam GerejaNya. Tugas kegembalaan atau kepemimpinan dalam
Gereja adalah tugas pelayanan.
Yesus datang untuk melayani bukan dilayani. Sebagai murid kristus maka kita
juga harus mengambil sikap untuk melayani, bukan dilayani. Saling
melayani,prinsip dasar kehidupan gereja, itulah panggilan gereja menurut hidup
Kristus. Pelayanan dalam perwujudan iman kristiani adalah dengan mengikuti
jejak kristus. Pelayanan dalam hal ini adalah kerjasama, tolong menolong, saling
membantu, menyadari, dan menghayati bahwa kemerdekaan adalah
kesempatan untuk melayani sesama yang tercapai dalam kebersamaan dan
persaudaraan.

B. Dasar Pelayanan dalam Gereja


Dasar pelayanan dalam Gereja adalah semangat pelayanan Kristus sendiri.
Pelayanan Kristiani adalah sikap pokok para pengikut Yesus. Dengan kata lain,
melayani sesama adalah tanggung jawab setiap orang Kristiani sebagai
konsekuen dalam imannya.

C. Ciri-ciri Pelayanan Gereja


 Bersikap sebagai pelayan
 Kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru
 Orentasi pelayan gereja terutama ditunjukan kepada kaum miskin
 Kerendahan hati
D. Bentuk-bentuk Pelayanan` Gereja
 Pelayanan di bidang kebudayaan dan pendidikan. Di bidang budaya; Gereja
berusaha melestarikan budaya asli yang bernilai. Di bidang pendidikan, Gereja
berupaya membangun sekolah-sekolah untuk pendidikan formal dan kursus-
kursus keterampilan yang berguna.
 Pelayanan di bidang kesejahteraan. Gereja mendirikan lembaga-lembaga sosial
ekonomi yang memperhatikan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat kecil.
Di bidang kesehatan, Gereja mendirikan rumah-rumah sakit dan poliklinik untuk
memperbaiki dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
 Pelayanan di bidang politik dan hukum.Gereja tampil dengan menyerukan HAM.
Gereja juga mengajak anggotanya agar terlibat dalam politik lewat partai-partai,
ormas-ormas yang mengutamakan kepentingan rakyat.

PELAJARAN 10
GEREJA YANG MENJADI SAKSI (MARTYRIA)

Kata saksi sering diartikan sebagai orang yang melihat atau mengetahui
sendiri suatu peristiwa (kejadian). Saksi menunjuk pada personal atau pribadi
seseorang yakni pribadi yang mengetahui atau mengalami dan mampu
memberikan keterangan yang benar.
Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan/menunjukan apa yang di alami
dan di ketahui tentang Kristus kepada orang lain. Penyampaian,
penghayatan/pengalaman itu dapat di laksanakan melalui kata-kata, sikap, dan
tindakan nyata.
Injil pertama-tama diwartakan dengan kesaksian yakni diwartakan dengan
tingkah laku dan peri hidup. Gereja juga mewarkatan Injil kepada dunia dengan
kesaksian hidup yang setia kepada Tuhan Yesus. Para murid Yesus memang
dipanggil untuk menjadi saksiNya, mulai dari Yerusalem, kemudian berkembang
ke seluruh Yudea dan Samaria, bahkan sampai ke ujung bumi.[41]
Menjadi saksi Kristus ternyata dapat menuai banyak resiko. Yesus telah
berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap
orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi
Allah.” (Yoh 16:2). Yesus sendiri telah menjadi martir dengan menderita dan
wafat di salib demi Kerajaan Allah.Dalam sejarah Gereja, kita tahu bahwa banyak
orang telah merelakan dirinya menjadi saksi Kristus.

PELAJARAN 11
GEREJA & DUNIA
A. Hubungan Gereja dan Dunia
Adanya Konsili Vatikan II memberikan pengaruh yang besar bagi gereja dalam
memberikan pandangannya terhadap dunia. Gereja membaharui pandangan
yang bersifat negatif kepada dunia menjadi lebih positif.

1. Pandangan Baru tentang Dunia dan Manusia


a. Dunia
Pada masa lampau dunia dipandang negatif sebagai: Dunia itu berdosa.
Dunia tidak berharga. Dunia itu berbahaya. Dunia itu jahat. Dunia tidak termasuk
dalam lingkup sejarah keselamatan manusia. Dunia sebagai penghalang dan
rintangan bagi manusia untuk mencapai keselamatan.
Pandangan diatas ini didasarkan pada penafsiran keliru terhadap teks Kitab
Suci:
 “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang
mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab
semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata
serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia”
(1Yoh 2:15-16).
 “Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa
si jahat” (1Yoh 5:19).
 “Janganlah menjadi serupa dengan dunia” (Rm 12:2).
Konsili Vatikan II memberikan cara pandang yang lebih positif tentang dunia:
Dunia dilihat sebagai seluruh keluarga manusia dengan segala hal ada di
sekelilingnya. Dunia menjadi pentas berlangsungnya sejarang manusia. Dunia
diciptakan dan dipelihara oleh cinta kasih Tuhan Pencipta. Dunia yang telah jatuh
dalam dosa, telah dimerdekakan oleh Kristus berkat penderitaan di salib dan
bangkit, untuk menghancurkan kekuasaan setan agar dunia dapat disusun
kembali sesuai dengan rencana Allah dan dapat mencapai kesempurnaan (GS.
2).

b. Manusia
 Martabat Manusia
 Gereja mengajarkan bahwa manusia mempunyai martabat yang luhur karena
manusia diciptakan menurut citra Allah dan dipanggil untuk memanusiawikan
dan mengembangkan diri menyerupai Kristus, dimana citra Allah tampak secara
utuh.
 Manusia adalah ciptaan yang istimewa karena memiliki akal budi, kehendak
bebas dan hati nurani.

 Masyarakat Manusia
Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat. Allah
menghendaki agar semua manusia membentuk satu keluarga dan
memperlakukan seorang akan yang lain dengan jiwa persaudaraan (GS. 24).
Kristus sendiri berdoa agar “semua menjadi satu..........seperti kita pun satu
adanya” (Yak 17:21-22).

c. Usaha atau Karya Manusia


o Dunia mengalami perkembangan di segala bidang kehidupan.
o Manusia dipilih oleh Tuhan sebagai “rekan kerja” dalam melaksanakan
perkembangan dunia.
o Usaha dan karya manusia memiliki nilai luhur karena manusia menjadi partner
Tuhan dalam mengembangkan dan menyempurnakan dunia.

2. Hubungan antara Gereja dan Dunia


a. Gereja postkonsilier melihat dirinya sebagai “Sakramen Keselamatan” bagi
dunia. Gereja menjadi terang, garam dan ragi bagi dunia. Dunia menjadi tempat
atau ladang, dimana Gereja berbakti. Dunia tidak dihina dan dijauhi, tetapi
didatangi dan ditawari keselamatan.
b. Dunia dijadikan mitra dialog. Gereja dapat menawarkan nilai-nilai injili dan dunia
dapat mengembangkan kebudayaannya, adat istiadat, alam pikiran, ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga Gereja dapat lebih efektif menjalankan
misinya di dunia.
c. Gereja tetap menghormati otonomi dunia dengan sifatnya yang sekuler, karena
didalamnya terkandung nilai-nilai yang dapat mensejahterakan manusia dan
membangun sendi-sendi Kerajaan Allah.
Bagi orang Kristen, berbicara tentang dunia manusia berarti berbicara tentang
Gereja sebagai umat Allah yang sedang berziarah di dunia ini.

B. Misi dan Tugas Gereja dalam Dunia


Tugas Gereja adalah mewartakan Kerajaan Allah kepada seluruh umat
manusia. Kerajaan Allah baru terwujud pada akhir zaman, tetapi Kerajaan Allah
harus diwujudkan mulai dari dunia ini.
Menjadi pelayan Kerajaan Allah berarti berusaha dengan segala macam
cara ke arah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allahg di tengah masyarakat,
misalnya persaudaraan, kerja sama, dialog, solidaritas dst.
Bagi Gereja, mewartakan Injil berarti membawa Kabar Gembira ke segala
lapisan umat manusia, sehingga berkat dayanya kabar tersebut masuk dalam
lubuk hati manusia dan membaharui umat manusia dari dalam. “Lihatlah Aku
memperbaharui seluruh ciptaan” (EN 18).

1. Martabat Manusia
Peranan Gereja bagi martabat manusia antara lain:
o Membebaskan martabat kodrat manusia dari segala perubahan paham.
o Menolak dengan tegas segala macam perbudakan dan pemerkosaan martabat
dan pribadi manusia.
o Menempatkan dan memperjuangkan martabat manusia sesuai dengan maksud
Penciptanya.

2. Peran Gereja dalam Masyarakat


o Membangkitkan karya-karya yang melayani semua orang, terutama yang miskin,
seperti karya-karya amal, dsb.
o Mendorong semua usaha ke arah persatuan, sosialisasi dan persekutuan yang
sehat di bidang kewargaan dan ekonomi.
o Karena universalitasnya, Gereja dapat menjadi pengantara yang baik antara
masyarakat dan negara-negara yang berbeda-beda hidup budaya dan politik.

3. Usaha dan Karya Manusia


Peran Gereja dalam usaha dan karya manusia:
o Gereja akan tetap meyakinkan putra-putrinya dan dunia bahwa semua usaha
manusia, betapapun kecilnya bila sesuai dengan kehendak Tuhan mempunyai
nilai yang sangat tinggi, karena merupakan sumbangan pada pelaksanaan
rencana Tuhan.
o Gereja akan tetap bersikap positif dan mendorong setiap kemajuan ilmiah dan
teknik di dunia ini asal tidak menghalangi melainkan secara positif
mengusahakan tercapainya tujuan akhir manusia.
o Konsili Vatikan II mencatat masalah-masalah yang dilihatnya sebagai mendesak
yakni martabat pernikahan dan kehidupan keluarga, pengembangan kemajuan
kebudayaan, kehidupan sosial ekonomi dan politik serta perdamaian dan
persatuan bangsa-bangsa.

C. Masalah Bangsa dan Sumbangan Gereja Indonesia dalam Penanganan


Krisis Multi Dimensi
1. Situasi Negara Kita (Krisis Multi Dimensi)
a. Krisis Lingkungan Hidup
Alam yang rusak dan dieksploitasi secara tidak bertanggungjawab. Penebangan
hutan besar-besaran. Pencemaran lingkungan oleh pabrik-pabrik. Dll.
b. Krisis Ekonomi
Adanya kesenjangan sosial dalam masyarakat. Sebagian orang semakin kaya,
semakin berkuasa dan semakin sewenang-wenang. Sebagian besar rakyat tetap
miskin dan bahkan semakin miskin. Adanya monopoli, kolusi, korupsi dan
sebagainya. Krisis moneter, harga berbagai kebutuhan hidup dan jasa
meningkat.
c. Krisis Politik
Hukum dan lembaga-lembaga hukum tidak berfungsi dengan baik. Kekuasaan
legislatif, eksekutif, yudikatif dan partai-partai digunakan untuk menjamin
kepentingan diri sendiri atau golongannya/kelompoknya sendiri.
d. Krisis Budaya dan Pendidikan
Nilai-nilai budaya semakin tidak diperhatikan. Mutu pendidikan semakin
menurun.

2. Akar dari Semua Masalah


a. Ketidakadilan: yang kaya dan berkuasa semakin berjaya, sedangkan yang
miskin semakin terpuruk.
b. Ketidakjujuran: korupsi dan nepotisme, kemunafikan dan formalisme.
c. Tidak adanya kesetiakawanan: keserakahan demi kepentindan diri sendiri dan
golongan semakin merebak.

3. Peranan dan Sumbangan Gereja


o Dalam melaksanakan tugas kenabiannya, Gereja menyuarakan penegakkan
keadilan, kejujuran dan kesetiakawanan.
o Membentuk gerakan-gerakan atau kelompok-kelompok yang peduli dengan
keadilan, kejujuran dan kesetiakawanan.

PELAJARAN 12
AJARAN SOSIAL GEREJA

A. Ajaran Sosial Gereja


1. Arti dan Makna Ajaran Sosial Gereja
 Ajaran Sosial Gereja adalah ajaran Gereja mengenai hak dan kewajiban sebagai
anggota masyarakat dalam hubungannya dengan kebaikan bersama baik dalam
lingkup nasional maupun internasional.
 Ajaran Sosial Gereja merupakan tanggapan Gereja terhadap fenomena atau
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat manusia dalam bentuk himbauan,
kritik atau dukungan.
 Ajaran Sosial Gereja merupakan bentuk keprihatinan Gereja terhadap dunia dan
manusia dalam wujud dokumen yang perlu disosialisasikan.

2. Ensiklik-ensiklik dan Dokumen Konsili Vatikan II yang Memuat Ajaran


Sosial Gereja Sepanjang Masa
a. Ajaran Sosial Gereja dari Rerum Novarum sampai dengan Konsili Vatikan II
 Ensiklik Rerum Novarum (Kondisi Kerja), ensiklik yang diterbitkan oleh Paus
Leo XIII, pada 15 Mei 1891, berisi tentang sikap tegas Paus dalam menentang
kondisi-kondisi yang tidak manusiawi bagi kaum buruh dalam masyarakat
industri. Perlu adanya hubungan yang wajar dan adil antara para buruh, pemilik
modal dan pemerintah.
 Ensiklik Quadragesimo Anno (Pembangunan kembali Tatanan Soisal), ditulis
oleh Paus Pius XI (pada peringatan ke 40 tahun Rerum Novarum), pada 15 Mei
1931, yang berisi tentang tanggapan Paus terhadap masalah-masalah
ketidakadilan sosial, mengecam kapitalisme dan persaingan bebas serta
komunisme yang menganjurkan pertentangan kelas dan pendewaan
kepemimpinan kediktatoran kelas buruh. Paus menegaskan perlunya tanggung
jawab sosial dari milik pribadi dan hak-hak kaum buruh atas kerja, upah yang adil
serta berserikat guna melindungi hak-hak mereka.
 Ensiklik Mater et Magistra (Ibu dan Guru), pada 15 Mei 1961, untuk
memperingati 70 tahun ensiklik Rerum Novarum dan ensiklik Pacem in
Terris (Damai di Bumi), pada 11 April 1963, yang dituliskan oleh Paus Yohanes
XXIII tentang sejumlah petunjuk bagi umat Kristiani dan pada pengambil
kebijakan dalam menghadapi kesenjangan di antara bangsa-bangsa yang kaya
dan miskin dan ancaman terhadapa perdamaian dunia. Orang-orang
Kristiani dan semua orang yang berkehendak baik bekerja sama menciptakan
lembaga-lembaga sosial sekaligus menghargai martabat dan menegakkan
keadilan serta perdamaian.

b. Ajaran Sosial Gereja sesudah Konsili Vatikan II


 Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes (Kegembiraan dan Harapan), pada 7
Desember 1965, oleh para bapa konsili menegaskan bahwa perutusan khas
religius Gereja memberinya tugas, terang dan kekuatan yang dapat membantu
pembentukan dan pemantapan masyarakat manusia menurut hukum
ilahi. Gaudium et Spes mendalami dan mengembangkan kesadaran diri Gereja
sebagai suatu Umat dalam Masyarakat, yang bersama-sama dipanggil Kristus
untuk mencintai dan melayani Allah, satu sama lain, dan segenap keluarga
manusia
 Dokumen Populorum Progressio (Perkembangan Bangsa-Bangsa) ditulis
oleh Paus Paulus VI, pada 26 Maret 1967, menanggapi jeritan kemiskinan dan
kelaparan dunia, menunjukkan adanya ketidakadilan struktural. Paus
menghimbau negara-negara kaya maupun miskin agar bekerja sama dalam
semangat solidaritas untuk membangun “tata keadilan dan membaharui tata
dunia”.
 Surat Apostolik Oktogesima Adveniens (Panggilan untuk Bertindak), ditulis
oleh Paus Paulus VI, pada 14 Mei 1971, untuk merayakan ulang tahun ke-80
tahun dokumen Rerum Novarum, mengetengahkan bahwa kesulitan
menciptakan tatanan baru melekat dalam proses pembangunan tatanan itu
sendiri, dimana jemaat-jemaat Kristiani memiliki tanggung jawab untuk
membangun tatanan hidup yang baru.
 Ensiklik Laborem Excercens (Kerja Manusia), oleh Paus Yohanes Paulus
II, pada 14 September 1981, tentang makna kerja manusia artinya manusia
dengan bekerja mengembangkan karya Allah dan memberi sumbangan bagi
terwujudnya rencana penyelamatan Allah dalam sejarah. Dalam hal ini, tenaga
kerja harus lebih diutamakan daripada modal dan teknologi.
 Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (Keprihatinan Sosial Gereja), oleh Paus
Yohanes Paulus II, pada 30 Desember 1987, dalam memperingati ulang tahun
ke-20 Populorum Progressio, tentang pembangunan yang mengeksploitasi
orang-orang kecil serta struktur dosa yang membelenggu masyarakat. Dalam
ensiklik ini Paus Yohanes Paulus II merefleksikan keadaan buruk ekonomi global
tahun 1980-an dan dampaknya yang merugikan jutaan orang, baik di negara
sedang berkembang, sambil menyebut kendala perkembangan sebagai “struktur-
struktur dosa” dari mana semua orang dipanggil kepada pertobatan dan
kesetiakawanan demi menjadikan kehidupan bangsa-bangsa lebih manusiawi
 Ensiklik Centesimus Annus (Seratus Tahun), oleh Paus Yohanes Paulus
II, pada 1 Mei 1991, mengungkapkan bahwa Gereja hendaknya terus belajar
untuk bergumul dengan soal-soal sosial.

B. Ajaran Sosial Gereja di Indonesia


Keprihatinan gereja-gereja terhadap orang miskin di Indonesia, rasanya
belum terlalu kuat. Mengapa?
1. Penampilan gereja di Indonesia lebih merupakan penampilan ibadah daripada
penampilan gerakan sosial. Penampilan sosial yang ada sampai sekarang
merupakan penampilan sosial karitatif seperti membantu orang miskin,
mencarikan pekerjaan bagi pengangguran dll. Namun mencari sebab-sebab
mengapa ada pengemis, mengapa ada pengangguran belum dianggap sebagai
yang berhubungan dengan iman.
2. Warga gereja yang hidupnya berkecukupan tidak termasuk dalam kelompok
orang-orang yang benar-benar menderita. Masih kurangnya semangat
keterlibatan dari mereka yang hidup berkecukupan untuk memberikan perhatian
bagi mereka yang menderita.
3. Orang-orang Katolik masih hidup dalam pengaruh kesadaran minoritas sehingga
merasa tidak berdaya dan tak dapat berbuat apa-apa. Akibatnya, hanya hidup
untuk memuaskan diri tanpa ada maksud untuk mengadakan perubahan dalam
hidup serta tergoda untuk mencari rasa aman pada yang lebih kuat atau
mayoritas.
4. Masalah-masalah sosial masih dalam konteks sebuah ajaran yang dipelajari,
diketahui, dipahami, atau dicita-citakan dan belum sampai pada tahap
pelaksanaan.

PELAJARAN 13
KETERLIBATAN GEREJA DALAM MEMBANGUN DUNIA YANG
DAMAI DAN SEJAHTERA

A. Arti dan Makna Adil, Damai dan Sejahtera


 Adil; tidak berat sebelah, berpihak kepada yang benar atau berpegang pada
kebenaran. Keadilan adalah satu prinsip menata dan membangun masyarakat
manusia yang damai sejahtera.
 Damai; adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang berlawanan.
Damai mengandaikan adanya tatanan sosial yang adil, sama dan secara yang
menjamin ketenangan dan keamanan hidup setiap manusia. Damai merupakan
kesejahteraan tertinggi, yang sangat diperlukan untuk perkembangan manusia
dan lembaga-lembaga kemanusiaan.
 Sejahtera; keseluruhan kondisi hidup masyarakat yang memungkinkan, baik
kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan, untuk secara lebih
penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri, sehingga setiap
orang memperoleh sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup secara manusiawi.
Misalnya, memperoleh nafkah, pakaian, perumahan, hak untuk memilih status
hidup dengan bebas dll.

B. Inspirasi dan Visi dari Injil dan Ajaran Gereja untuk Memperjuangkan
Masyarakat yang Adil, Damai dan Sejahtera.
Dasar inspirasi dan visi serta ajaran Gereja dalam memperjuangkan
masyarakat yang adil, damai dan sejahtera adalah kedatangan sang
Juruselamat.[42] Lukisan tentang „damai sejahtera” yang dikehendaki Allah
sama seperti yang dinubuatkan Nabi Yesaya dalam Kitab Perjanjian Lama.[43]
Kedatangan Tuhan ke dalam dunia menjamin adanya pembebasan dan
pendamaian yang benar, baik dalam keluarga, komunitas Gereja, maupun
masyarakat dunia. Tuhan yang telah mendamaikan kita dengan diriNya
menghendaki agar manusia hidup dalam damai sejahtera dengan sesamanya.
Juruselamat, Sang Raja Damai, datang ke dunia dan membangun
kerajaanNya agar manusia mengalami kesejahteraan lahir dan batin. Sebagai
pengikutNya, kita dipanggil untuk membangun Kerajaan Allah di dunia agar dunia
lebih manusiawi dan layak di huni. Kita diajak untuk menjadi garam dan terang
dunia[44] serta ragi bagi orang lain.
Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, art. 1 mengatakan bahwa kegembiraan
dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama
kaum miskin dan menderita, merupakan keprihatinan Gereja. Itu tandanya bahwa
Gereja diutus ke tengah-tengah dunia untuk membawa damai sejahtera.

C. Hal-hal Pokok yang harus Diperhatikan untuk Memperjuangkan Masyarakat


yang Damai dan Sejahtera.
Ketidakadilan struktural adalah penyebab yang terdalam mengapa
masyarakat kita tidak damai sejahtera. Karena itu, hal-hal pokok yang perlu
diperhatikan adalah:
a. Masyarakat harus sadar akan adanya situasi buruk dalam kehidupan. Dimana-
mana terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang perlu untuk diperjuangkan.
Tidak seorang pun boleh dirampas hak-hak dasar manusia dan tidak boleh
merampas hak orang lain.
b. Keadilan demi kesejahteraan hanya dapat diperjuangkan dengan
memberdayakan mereka yang menjadi kurban ketidakadilan. Para korban
ketidakadilan harus disadarkan tentang situasi yang menimpa mereka dan
secara bersama-sama berusaha untuk memperbaiki nasibnya.
c. Cara bertindak yang tepat adalah dengan memberikan kesaksian hidup melalui
keterlibatan untuk menciptakan keadilan dalam diri kita sendiri terlebih dahulu.
d. Usaha dalam memperjuangkan keadilan dan kesetiakawanan bersama
hendaknya didasarkan pada semangat cinta kasih dan kerja sama dan bukan
kekerasan.

D. Kendala-kendala

a. Menciptakan suatu masyarakat yang damai dan sejahtera adalah tidak


gampang karena berhadapan dengan struktur dan sistem yang tidak adil
dalam masyarakat. Karena itu dibutuhkan suatu gerakan kooperatif dan
sungguh-sungguh yang berasal dari masyarakat luas.
b. Masih adanya anggota masyarakat yang bersikap acuh tak acuh dan
bersikap pasrah saja.
c. Ada kelemahan-kelemahan manusiawi seperti ketidakjujuran,
keserakahan, egois dll.
d. Kurangnya dana dan sarana yang digunakan dalam proses
memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan.

PELAJARAN 14
HAK ASASI MANUSIA

A. Makna HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat dalam diri manusia,
yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
negara, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Hak-hak asasi merupakan hak yang universal. Artinya, hak-hak itu
menyangkut semua orang, berlaku dan harus diberlakukan dimana-mana.
Misalnya, hak untuk hidup layak, hak untuk mendapat pendidikan dan pekerjaan,
hak untuk menikah, dst. Menolak sifat universal hak-hak asasi manusia berarti
menyangkal unsur manusiawi yang terdapat dalam setiap kebudayaan.

B. Piagam PBB tentang HAM


PBB mendeklarasikan piagam HAM pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris,
yang isinya dapat digolongkan ke dalam dua kelompok;
1. Hak-hak sipil dan politik; lebih menyangkut hubungan warga negara dan
pemerintahan, serta menjamin agar setiap warga memperoleh kemerdekaan.
Misalnya; hak atas hidup, hak kebebasan berpikir dan hak kebebasan
menyatakan pendapat, hak kebebasan hati nurani dan agama, dll.
2. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya; lebih menyangkut hidup
kemasyarakatan dalam arti luas dan menjamin agar orang dapat
mempertahankan kemerdekaan. Meliputi: hak mendirikan keluarga serta hak
atas kerja, hak atas pendidikan, hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi
dirinya seniri dan keluarga dan hak atas jaminan waktu sakit dan hari tua, hak
atas lingkungan hidup yang sehat serta hak para bangsa atas perdamaian dan
perkembangan.

C. HAM dalam Terang Kitab Suci


Dalam Perjanjian Lama, pengalaman pembebasan hak-hak bangsa Israel dari
kukungan bangsa Mesir menjadi tanda sejarah keselamatan; sejarah
pembebasan, menjadi perhatian khusus bagi kaum miskin yang tertindas.[45]
Orang miskin dan tak berdaya mendapat perhatian khusus dari Tuhan. Maka,
hak-hak asasi pertama-tama harus diperjuangkan untuk orang yang lemah dan
yang tidak berdaya dalam masyarakat. Dasar perjuangan itu adalah tindakan
Tuhan sendiri yang melindungi orang yang tidak mempunyai hak dan kekuatan.
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang berdaulat dan semua hak
manusia adalah hak mengembangkan diri sebagai citra Allah.[46]

D. HAM dalam Terang Ajaran Gereja


Ajaran sosial Gereja menegaskan: “Karena semua manusia mempunyai jiwa
berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal
yang sama, serta karena penebusan Kristus, mempunyai panggilan dan tujuan
ilahi yang sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui”
(Gaudium et Spes, Art. 29). Dari ajaran ini tampak pandangan Gereja tentang
hak asasi, yakni hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan, ciptaan
Allah. Hak ini tidak diberikan kepada seseoarang karena kedudukan, pangkat
atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia seorang manusia.
Kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi.
Gereja mendesak diatasinya dan dihapuskannya “setiap bentuk diskriminasi,
entah yang bersifat sosial atau budaya, entah yang didasarkan pada jenis
kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa ataupun agama, karena
berlawanan dengan maksud dan kehendak Allah” (Gaudium et Spes, Art. 29).

E. Sejarah Perjuangan dan Kerja Sama Menegakkan HAM

a. Perjuangan PBB

 Pada tanggal 10 Desember 1948, PBB mengumumkan “Universal Declaration of


Human Right”.
 Tahun 1966, deklarasi tentang hak-hak asasi manusia dilengkapi dengan dua
pernyataan khusus:
o Perjanjian internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
o Perjanjian internasional tentang hak-hak sipil dan politik.
 Tahun 1975 hak-hak asasi dirumuskan lagi secara khusus dalam persetujuan
Helsinki.
 Tahun 1981 diumumkan piagam Afrika mengenai hak-hak manusia dan bangsa-
bangsa.
 Pada saat ini, PBB memiliki Panitia hak-hak manusia yang bertugas mengawasi
hak-hak manusia.

b. Perjuangan Gereja

 Ensiklik Mater et Magistra (1961) dan Pacem in Terris (1963) mulai berbicara
tentang HAM.
 Konsili Vatikan II (1962-1965) berulang kali berbicara mengenai HAM, terutama
dalam konstitusi Gaudium et Spes dan Dignitatis Humanae.
 Tahun 1974 panitia kepausan “Yustita et Pax” menerbitkan sebuah kertas kerja
“Gereja dan Hak-hak Asasi Manusia”.
 Komisi Teologi Internasional mengeluarkan sejumlah tesis mengenai martabat
dan hak-hak pribadi.
PELAJARAN 15
PERJUANGAN MENEGAKKAN HAM DI INDONESIA

A. Pelanggaran Hak Asasi di Indonesia


Pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia sudah berlangsung lama, yaitu
sejak zaman feodal, kemudian zaman kolonial Belanda dan pendudukan Jepang
dan masih disambung dengan zaman demokrasi terpimpin dan Orde Baru.
Beberapa contoh pelanggaran HAM di Indonesia antara lain:
 Tahun 1965, ribuan orang dieksekusi dengan hukuman mati atau dibuang ke
Pulau Buru tanpa proses pengadilan.
 Kerusuhan di berbagai daerah.
 Kasus penggusuran terhadap rakyat kecil.
 Hak orang untuk mengeluarkan pendapat, untuk berdemonstrasi, untuk
berpolitik bahkan untuk tinggal dan hidup dilanggar. Dll.
Yang paling menderita dan tak berdaya ialah orang-orang miskin dan kaum
perempuan serta anak-anak.

B. Pelanggaran Hak Asasi terhadap Kaum Miskin


Kata “miskin” memiliki cakupan yang luas. Mereka yang tergolong dalam
“miskin” antara lain:
 Mereka yang hidup tidak layak dalam hal sandang, pangan dan papan.
 Mereka yang tidak memiliki hak dalam partisipasi pengambilan keputusan politik.
 Orang yang terancam hidupnya.
 Orang yang terbelenggu kebebasannya untuk bersuara, berpendapat dan
berserikat.
 Orang yang tidak mendapatkan tempat dalam masyarakat.
 Orang miskin di desa; para petani garapan, para nelayan dan penganggur.
 Orang miskin di kota; para buruh, pemulung, gelandangan, pelacur, preman,
pedagang kaki lima, penjual surat kabar, anak jalanan dan pembantu rumah
tangga.
Mereka adalah orang-orang yang hampir tidak mempunyai hak, setiap saat
diperlakukan semena-mena oleh berbagai pihak dan tidak dapat membela
kepentingannya karena sarana kesejahteraan sosial dan hukum yang masih
sangat kurang memadai.
C. Pelanggaran Hak Asasi terhadap Kaum Perempuan
 Perendahan martabat perempuan, dimana perempuan diposisikan lebih rendah.
 Kaum perempuan kurang mendapat tempat dan peran di lembaga-lembaga
negara, seperti lembaga eksekutif dan legislatif.
 Diskriminasi undang-undang atau peraturan terhadap perempuan, lebih-lebih di
perusahan-perusahan. Misalnya; gaji atau upah bagi perempuan sering lebih
rendah dibandingkan dengan laki-laki, walaupun pekerjaannya sama.
 Wanita karier sering bekerja rangkap, di tempat kerja dan di rumah.
 Perempuan sering dijadikan sumber devisa sebagai TKW tetapi sering tanpa
perlindungan hukum.
 Perempuan (dan anak-anak) sering diperdagangkan dan dijadikan wanita
penghibur/pelacur.
 Kekerasan dalam rumah tangga. Dll.

D. Sebab Terdalam Terjadinya Pelanggaran HAM


 Struktur kemasyarakatan yang diciptakan oleh orang-orang yang memiliki
kekuasaan dan uang sehingga yang tidak berdaya dalam keadaan terjepit dan
menjadi bulan-bulanan kaum penguasa dan kaum kaya.
 Sistem sosial, politik dan ekonomi yang disusun penguasa dan penguasa
menciptakan ketergantungan rakyat jelata kepadanya, sehingga mereka dapat
bertindak sewenang-wenang.
 Pembangunan ekonomi, sosial dan politik dunia dewasa ini belum menciptakan
kesempatan yang luas bagi “orang-orang kecil”, melainkan justru mempersempit
ruang gerak “orang-orang kecil” untuk mengungkapkan jati dirinya secara penuh.
 Sistem patriarkhi yang diciptakan oleh kaum laki-laki, menjadikan wanita dalam
posisi yang kedua dan bukan yang utama.

E. Sikap Yesus terhadap Kaum Lemah


 Sikap dan tindakan Yesus berpihak pada kaum miskin zamanNya.
 Ia sering menyerang para penguasa agama dan politik yang memperberat hidup
orang-orang kecil yang tidak berdaya.
 Yesus berani berdiri pada pihak yang kurang beruntung, pendosa, orang miskin,
wanita, orang sakit dan tersingkir baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi.
 Yesus mengajak orang-orang kecil untuk mengatasi kekurangan dan kemiskinan
mereka dengan kerelaan untuk saling membagi dan memberi.
 Terhadap perempuan, Yesus bersikap terbuka, bergaul dengan wanita tanpa
takut kehilangan nama baik. Yesus berbicara terbuka dengan wanita dan dengan
cara itu Ia melawan arus zamanNya. Yesus menerima dan menghormati mereka.
Yesus menghargai kedudukan dan peran wanita dalam kehidupan bersama.

F. Usaha Menegakkan HAM di Indonesia


1. Pemerintah
 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.
 Keputusan Presiden tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
 Tap MPR tentang Hak Asasi Manusia.
 Undang-Undang RI tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum.
 Undang-Undang RI tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

2. Komnas HAM
Dalam usaha menegakan HAM, dibentuklah Komisi Nasional HAM yang
bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak setiap orang dalam kehidupan
bermasyarakat. Namun dalam prakteknya, lembaga ini belum dapat bekerja
dengan maksimal.
Selain itu, muncul juga beberapa lembaga swasta yang memperjuangkan
HAM seperti Indonesia Coruption Watch (ICW), Komisi untuk oang hilang dan
korban tindak kekerasan (Kontras), dll. Namun semua bentuk lembaga tersebut
kadang mengalami kesulitan karena dihadang oleh sistem dan struktur politik,
ekonomi dan budaya yang ada.

3. Gereja
Sepanjang sejarahnya, Gereja telah berusaha untuk senantiasa memberikan
perhatian dan memperjuangkan nasib orang-orang miskin. Perhatian Gereja
nampak dalam ensiklik-ensiklik para Paus, konferensi-konferensi para uskup dan
surat gembala yang menyuarakan supaya hak-hak rakyat kecil diperhatikan dan
ditegakkan.
KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia), selalu berpegang teguh pada
ajaran sosial Gereja yang antara lain: “karena semua manusia mempunyai jiwa
berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal
yang sama, serta karena penebusan Kristus mempunyai panggilan dan tujuan
ilahi yang sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui”
(Gaudium et Spes, Art. 29). Gereja mendesak diatasinya dan
dihapuskannya “setiap bentuk diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau
kebudayaan, entah yang didasarkan pada jenis kelamin, warna kulit, suku,
keadaan sosial, bahasa ataupun agama, karena berlawanan dengan maksud
dan kehendak Allah” (Gaudium et Spes, Art. 29).
KWI dan hampir semua keuskupan membentuk lembaga yang antara lain
memperjuangkan hak asasi manusia dari rakyat kecil itu, misalnya:
a. Komisi Keadilan dan Perdamaian
b. Komisi Migran
c. Komisi Hubungan Antara Agama
d. Jaringan Mitra Perempuan
e. Crisis Center dll.
Lembaga-lembaga diatas telah bekerja keras, antara lain:
a. Mengadakan pendidikan dan pelatihan tentang HAM kepada para fasilitator dan
masyarakat luas supaya mereka mengetahui dan menyadari akan hak-haknya
dan kemudian terlibat untuk turut memperjuangkan haknya.
b. Mengadakan berbagai lembaga advokasi untuk membela hak-hak rakyat.
c. Memperluas jaringan kerjasama dengan pihak mana saja untuk
memperjuangkan HAM.

PELAJARAN 16
KEKERASAN DAN BUDAYA KASIH

A. Konflik dan Kekerasan di Tanah Air


Kekerasan yang sedang berlangsung di negeri kita menunjukkan rupa-rupa
dimensi dan rupa-rupa wajah.
1. Rupa-Rupa Dimensi Kekerasan
a. Kekerasan Psikologis; ada banyak kekerasan psikologis seperti kebohongan
sistematis, indoktrinasi, teror-teror berkala, ancaman-ancaman langsung atau
tidak langsung yang melahirkan ketakutan dan rasa tidak aman.
b. Kekerasan Lewat Imbalan; seseorang dipengaruhi dengan mendapat imbalan.
Akibatnya ia tidak dapat lagi untuk berbicara kritis. Ia terpaksa menjadi jinak.
c. Kekerasan Tidak Langsung; kekerasan yang terjadi secara tidak langsung tetapi
berdampak bagi manusia secara fisik dan psikologis. contoh kekerasan tidak
langsung adalah melempar batu ke rumah orang dan uji coba bom/nuklir.
d. Kekerasan Tersamar; suatu kekerasan disebut kekerasan biasanya jika ada
pelakuknya. Jika tidak ada pelaku, kekerasan itu disebut kekerasan tersamar
atau kekerasan struktural. Kekerasan ini sering juga digelar sebagai
“ketidakadilan sosial”.
e. Kekerasan yang Tidak Disengaja; kekerasan itu sengaja atau tidak sengaja,
tetap sebuah kekerasan bagi si korban. Karena itu, dari segi “korban”, misalnya
mati atau cacat, maka kekerasan yang hanya dimengerti dari tolok ukur sengaja
terlalu sempit dan melanggar rasa keadilan. Kekerasan yang tidak sengaja sering
dihubungkan dengan kekerasan struktural.
f. Kekerasan Tersembunyi (Laten); kekerasan yang dapat terjadi sewaktu-waktu
atau menunggu “bom waktu”. Cohtohnya kekerasan dan kekejaman yang laten
adalah sistem-sistem yang mengendalikan dan membelenggu kehidupan banyak
orang seperti feodalisme, fundamentalisme dan fanatisme.
2. Wajah-Wajah Kekerasan
a. Kekerasan Sosial; situasi diskriminatif yang mengucilkan sekelompok orang
yang tanah atau harta milik mereka dapat dijarah dengan alasan “Pembangunan
Negara”.
b. Kekerasan Kultural; terjadi ketika ada pelecehan, penghancuran nilai-nilai
budaya minoritas demi hegemoni penguasa. Apa yang menjadi milik kebudayaan
daerah tertentu dijadikan budaya nasional tanpa proses yang demokratis dan
budaya daerah lainnya dilecehkan.
c. Kekerasan Etnis; pengusiran atau pembersihan sebuah etnis karena ada
ketakutan menjadi bahaya atau ancaman bagi kelompok tertentu. Suku tertentu
dianggap tidak layak atau tidak disenangi diusir keluar.
d. Kekerasan Keagamaan; kekerasan yang terjadi karena ada fanatisme,
fundamentalisme dan ekslusivisme yang melihat agama lain sebagai musuh.
e. Kekerasan Gender; situasi dimana hak-hak perempuan dilecehkan akibat
budaya patriarkhi yang dihayati sebagai peluang untuk tidak atau kurang
memperhitungkan peranan perempuan.
f. Kekerasan Politik; kekerasan yang terjadi dengan paradigma “politik adalah
panglima”. Karena politik adalah panglima, maka paradigma politik harus
diamankan lewat pendekatan keamanan. Semua yang berbicara vokal dan kritis
harus dibungkam dengan cara isolaso atau penjara.
g. Kekerasan Militer; kekerasan yang terjadi karena ada militerisasi semua bidang
kehidupan masyarakat, misalnya larangan berkumpul.
h. Kekerasan Terhadap Anak-Anak; anak-anak dibawah umur dipaksa bekerja
dengan jaminan yang sangat rendah sebagai pekerja rumah.
i. Kekerasan Ekonomis; masyarakat yang sudah tidak berdaya secara ekonomis
diperlakukan secara tidak manusiawi.
j. Kekerasan Lingkungan Hidup; sebuah sikap dan tindakan yang melihat dunia
dengan sebuah tafsiran eksploitasi.

3. Akar dari Konflik dan Kekerasan


 Analisis “teori konflik” menemukan alasan kekerasan pada berbagai bentuk
“perbedaan kepentingan” kelompok-kelompok masyarakat sehingga kelompok
yang satu ingin menguasai bahkan mencaplok kelompok lainnya.
 Analisis “fungsionalisme stuktural” berpendapat bahwa hampir semua kerusuhan
berdarah di Indonesia disebabkan oleh disfungsi sejumlah institusi sosial,
terutama lembaga politik.

B. Pesan Injil dalam Hubungan dengan Konflik dan Kekerasan

 Salah satu dasar Kitab Suci adalah Matius 26:47-56[47].


 Yesus mengajak kita untuk mengembangkan budaya kasih dengan
mencintai sesama, bahkan mencintai musuh.[48]
 Pesan Yesus untuk kita memang sangat radikal dan bertolak belakang
dengan kebiasaan, kebudayaan dan keyakinan gigi ganti gigi yang kini
sedang berlaku. Kasih yang berdimensi keagamaan sungguh melampaui
kasih manusiawi. Kasih Kristiani tidak terbatas lingkungan keluarga
karena hubungan darah; tidak terbatas pada lingkungan kekerabatan atau
suku, tidak terbatas pada lingkungan daerah atau idiologi atau agama.
Kasih Kristiani menjangkau semua orang, sampai kepada musuh-musuh
kita.
 Dasar kasih Kristiani adalah keyakinan dan kepercayaan bahwa semua
orang adalah putra dan putri Bapa kita yang sama di surga. Dengan
menghayati cinta yang demikian, kita meniru cinta Bapa di surga. Dengan
menghayati cinta yang demikian, kita meniru citna Bapa di surga, yang
memberi terang matahari dan curah hujan kepada semua orang (baik
orang baik maupun orang jahat).
 Mengembangkan budaya kasih untuk melawan budaya kekerasan
memang tidak mudah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita merasa betapa
sulitnya untuk berbuat baik dan mencintai orang yang membuat kita sakit
hati.

C. Mengembangkan Budaya Non Violence dan Budaya Kasih


1. Usaha-usaha Membangun Budaya Kasih Sebelum Terjadi Konflik dan
Kekerasan
a. Dialog dan komunikasi supaya dapat lebih saling memahami kelompok lain.
Kalau diadakan komunikasi yang jujur dan tulus, segala prasangka buruk dapat
diatasi.
b. Kerja sama atau membentuk jaringan lintas batas untuk memperjuangkan
kepentingan umum yang sebenarnya menjadi opsi bersama. Rasa senasib dan
seperjuangan dapat lebih mengakrabkan kita satu sama lain.

2. Usaha-usaha Membangun Budaya Kasih Sesudah Terjadi Konflik dan


Kekerasan
a. Langkah pertama: konflik atau kekerasan perlu diceritakan kembali oleh yang
menderita. Kekerasan bukanlah sesuatu yang abtrak atau impersonal melainkan
personal, pribadi, maka perlu dikisahkan kembali. Unsur yang penting dari tahap
ini adalah rekonsiliasi menuntut pengungkapan kembali kebenaran, karena
“kebenaran memerdekakan”.[49] Menceritakan kebenaran akan sangat
membantu proses selanjutnya yaitu mengakui kesalahan dan pengampunan.
b. Langkah kedua: mengakui kesalahan dan minta maaf serta penyesalan dari
pihak atau kelompok yang melakukan kesalahan atau penyebab konflik
kekerasan. Tindakan meminta maaf adalah tindakan dua pihak dalam gerak
menuju rekonsiliasi. Dalam pengakuan kesalahan, orang mengalami
keterbatasannya. Pengalaman keterbatasan membuka kemungkinan bagi
manusia untuk berharap dan menantikan petunjuk dan jalan keluar yang
diberikan oleh pihak ketiga, pihak luar.
c. Langkah ketiga: pengampunan oleh korban kepada yang melakukan kekerasan.
Pengampunan berarti meninggalkan balas dendam terhadap pelaku kekerasan,
membiarkan pergi segala beban dendam lawan pelaku. Dalam pengampunan
kita menolak dosa, tetapi tidak menolak pendosa. Mengampuni berarti
berpartisipasi dalam sifat Allah sendiri.[50]
d. Langkah keempat: rekonsiliasi. Rekonsiliasi adalah pembaharuan. Para korban
diajak agar dapat mengampuni dengan tidak menyimpan balas dendam kepada
para pelaku.

PELAJARAN 17
MENGHARGAI HIDUP

A. Tindakan-tindakan Menghilangkan Nyawa


1. Pembunuhan dan pembantaian manusia.
2. Pengguguran kandungan.
3. Euthanasia; tindakan membebaskan seseorang dari penderitaan yang terlalu
berat dengan menyebabkan seseorang penderita mati secara pelan-pelan dan
tidak terasa.
4. Tindakan yang membahayakan kehidupan manusia, misalnya kebut-kebutan di
jalan, nakotika, mabuk-mabukan dll.
5. Tindakan yang menekan hidup manusia, misalnya fitnah, teror mental, ancaman,
perbudakan, dll.

B. Menghargai Hidup dalam Kitab Suci dan Ajaran Kristiani


1. Kitab Suci Perjanjian Lama
Umat Perjanjian Lama percaya akan Allah Pencipta, yang gembira atas
karyaNya. Bagi Allah, hidup, khususnya hidup manusia, amat berharga. Umat
Allah percaya akan Allah yang cinta hidup, mengandalkan Allah yang
membangkitkan orang mati dan membela hidup melawan maut. Tuhan itu Allah
orang hidup maka: “Jangan membunuh!”[51].
Ajakan firman kelima menegaskan: tidak membunuh orang dan tidak
membunuh diri sendiri. Sesorang hanya dapat dikatakan membunuh jika dia
melakukan perbuatan itu dengan sengaja dan orang yang dibunuh itu tidak
bersalah dan tidak membuat perlawanan.
2. Kitab Suci Perjanjian Baru
Kitab Suci Perjanjian Baru tidak hanya melarang pembunuhan, tetapi ingin
membangun sikap hormat dan kasih akan hidup. Yesus berkata: “Kamu telah
mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh;
siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap
orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata
kepada saudaranya: Kafir! Harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa
yang berkata: Jahil! Harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala”[52].
Hidup setiap orang harus dipelihara dengan kasih. Hidup manusia tidak boleh
dimusnahkan dengan kekerasan, tidak boleh dibahayakan dengan sembrono, dll.
Sebab setiap orang adalah anak Allah.

3. Ajaran Kristiani
a. Perang
Konsili Vatikan II, perang belum enyah dari kehidupan manusia dan setiap hari
di mana pun juga, perang meneruskan permusuhannya.[53] Tanpa berkecamuk
peperangan, dunia senantiasa dilanda kekerasan dan pertentangan antar-
manusia.[54]
Dalam ensiklik Pacem in Terris, Paus Yohanes XXIII mengatakan bahwa
perang tidak lagi boleh dipandang sebagai sarana menegakkan kembali
keadilan. Keamanan masyarakat tidak dapat dijamin dengan tertib kontrol
dengan sejata. Masyarakat hanya menjadi aman jika dalam kebersamaan diakui
hak asasi setiap orang.
b. Hukuman Mati
Gereja tidak mendukung adanya hukuman mati, namun tidak melarangnya
juga. Gereja mempertahankan bahwa kuasa negara yang sah berhak
menjatuhkan hukuman mati dalam kasus yang amat berat. Dilain pihak, dalam
etika (termasuk moral Katolik), makin diragukan alasan-alasan yang
membenarkan hukuman mati, sebab sama sekali tidak jelas, manakah perkara-
perkara yang amat berat yang dapat membenarkan hukuman mati.

C. Usaha-usaha untuk Menghargai Hidup


1. Menggali dan menyebarluaskan ajaran tentang “peri-kemanusiaan”, baik dari
ideologi negara (Pancasila) dan dokumen-dokumen negara lainnya, maupun dari
adat dan kebudayaan bangsa yang sangat mengutamakan kemanusiaan.
2. Memperkenalkan dan menyebarluaskan gagasan-gagasan Kristiani tentang nilai
kehidupan/nyawa manusia.
3. Melawan dan memboikot dengan tegas “budaya” kekerasan dan “budaya” maut.
4. Untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan diatas, kita dapat menggunakan:
semua mass-media yang ada, pengadaan buku-buku, posisi umat Katolik, baik
dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat luas.
5. Umat Katolik harus menunjukkan sikap hidup yang nyata dan tegas bahwa kita
sungguh menghormati kehidupan manusia. Kita ingin menghayati budaya cinta
kehidupan.

PELAJARAN 18
ABORSI

A. Pengguguran Kandungan/Aborsi
1. Dilatasi/Kuret
Lubang rahim diperbesar, agar rahim dapat dimasuki kuret, yaitu sepotong
alat tajam. Kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari
dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya terjadi banyak pendarahan.
a. Kuret dengan cara penyedotan; dilakukan dengan memperlebar lubang rahim,
kemudian sebuah tabung dimasukkan ke dalam rahim dan dihubungkan dengan
alat penyedot yang kuat. Dengan cara demikian, bayi dalam rahim tercabik-cabik
menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah botol.
b. Peracunan dengan garam; dilakukan pada janin berusia lebih dari 16 minggu (4
bulan), ketika sudah cukup banyak cairan yang berkumpul di sekitar bayi dalam
kantong anak. Sebatang jarum yang panjang dimasukkan melalui perut ibu ke
dalam kantung bayi, kemudian sejumlah cairan disedot keluar dan larutan garam
yang pekat disuntikkan ke dalamnya. Bayi dalam rahim akan menelan garam
beracun sehingga ia sangat menderita. Bayi itu akan meronta-ronta dan
menendang-nendang karena dibakar hidup-hidup oleh racun itu. Dengan cara ini,
sang bayi akan mati dalam waktu kira-kira 1 jam dan kulitnya benar-benar
hangus. Dalam waktu 24 jam kemudian, si ibu akan mengalami sakit beranak
dan melahirkan seorang bayi yang sudah mati. Namun, sering juga terjadi bayi
yang lahir itu masih hidup, tetapi biasanya dibiarkan saja agar mati.
c. Histerotomi/Caeser; dilakukan 3 bulan terakhir dari kehamilan. Rahim dimasuki
alat bedah melalui dinding perut. Bayi kecil ini dikeluarkan dan dibiarkan agar
mati atau kadang-kadang langsung di bunuh.
d. Pengguguran Kimia Prostagladin; pengguguran dengan memakai bahan-bahan
kimia yang mengakibatkan rahim ibu mengkerut, sehingga bayi dalam rahim itu
mati dan terdorong keluar. Kerutan ini sedemikian kuatnya sehingga ada bayi-
bayi yang terpenggal.

2. Alasan Melakukan Pengguguran


a. Alasan dari wanita (ibu) yang mau menggugurkan kandungannya antara lain:
 Karena malu, sebab mungkin buah kandungannya adalah hasil
penyelewengannya atau hubungan badan pra-nikah dengan pacarnya.
 Karena tekanan batin sebab buah kandungannya adalah akibat dari perkosaan
terhadap dirinya.
 Karena tekanan ekonomi, tidak sanggup membiayai hidup janin itu selanjutnya.
b. Alasan dari yang membantu melaksanakan pengguguran antara lain:
 Alasan utama mungkin karena uang, biasanya untuk pengguguran di bayar mahal.
Wanita atau ibu yang mau menggugurkan kandungannya biasanya dalam situasi
terjepit, maka berapa pun biayanya akan membayarnya.
 Mungkin saja ia prihatin dengan keadaan si wanita atau ibu yang kehamilannya
tidak dikehendaki.

3. Risiko Pengguguran Kandungan


 Pengguguran adalah operasi besar yang dapat mengakibatkan komplikasi yang
sangat berbahaya, misalnya; keguguran di masa mendatang, hamil di saluran
telur, kelahiran bayi yang terlalu dini, tidak dapat hamil lagi, dsb.
 Wanita atau ibu yang menggugurkan dapat mengalami gangguan-gangguan
emosional yang berat.

B. Pengguguran Kandungan dalam Terang Kitab Suci, Ajaran Gereja dan


Negara
1. Ajaran Kitab Suci
 Allah berkata kepada Yeremia: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim
ibumu, Aku telah mengenal engkau dan sebelum engkau keluar dari kandungan,
Aku telah menguduskan engkau. Aku telah menetapkan engkau menjadi Nabi
bagi bangsa-bangsa” (Yer 1:4-5).
 Allah mengutus malaikat kepada Zakharia dan memberitahukan tentang kelahiran
Yohanes Pembaptis: “Banyak orang akan bersuka cita atas kelahirannya, sebab
ia akan menjadi besar dalam pandangan Allah” (Luk 1:11-17).
 Malaikat Gabriel memberitahukan kepada Maria; “Sesungguhnya engkau akan
mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau
menamai Dia, Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah yang
maha tinggi………..dan kerajaanNya tidak akan berkesudahan” (Luk 1:31-33).
 Berdasarkan kutipan-kutipan Kitab Suci diatas, dinyatakan bahwa Allah tidak
menunggu sampai bayi itu dapat bergerak atau sudah betul-betul siap untuk lahir
baru Allah mengenal dan mengasihinya sebagai manusia. Sesungguhnya, hanya
Allah yang berhak memberi atau mencabut kehidupan.[55] Hanya Dia yang
berhak membuka dan menutup kandungan. Tetapi ibu-ibu dengan alasan-alasan
egoisnya dan dokter-dokter dengan alat-alatnya yang tajam telah
mempermainkan Allah karena telah menghilangkan kehidupan sang bayi dalam
kandungan ibunya.

2. Ajaran Gereja
Gereja sejak awal telah menolak dan menentang pengguguran. Gereja
membela hak hidup anak di dalam kandungan. Konsili Vatikan II menjelaskan
bahwa pengguguran adalah suatu tindakan kejahatan yang durhaka, sama
dengan pembunuhan anak. Sebab Allah, Tuhan kehidupan telah
mempercayakan pelayanan mulia melestarikan hidup kepada manusia, untuk
dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka kehidupan sejak saat
pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat[56]
Manusia dalam kandungan memiliki martabat yang sama seperti manusia
yang sudah lahir. Karena martabat itu, manusia mempunyai hak-hak asasi dan
mempunyai segala hak sipil dan gerejawi, sebab dengan kelahirannya hidup
manusia sendiri tidak berubah, hanya lingkungan hidupnya menjadi lain. Gereja
menghukum pelanggaran melawan kehidupan manusia ini dengan hukum Gereja
yaitu hukuman ekskomunikasi. “Barang siapa yang melakukan pengguguran
kandungan dan berhasil, terkena ekskomunikasi” (KHK Kanon 1398).[57]

3. Hukum Negara
Upaya perlindungan terhadap bayi dalam kandungan terwujud dalam
ketentuan hukum yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
342 “Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang
diambilnya sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak,
menghilangkan jiwa anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian
daripada itu, dihukum karena pembunuhan anak yang direncanakan dengan
hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.”
346 “Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya 4 tahun.
347 ( 1 ) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan
seorang perempuan tidak dengan ijin perempuan itu di hukum penjara selama-
lamanya 12 tahun.
348 ( 1 ) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan
seorang perempuan dengan izin perempuan itu dihukum penjara selama-
lamanya 5 tahun 6 bulan.
349 Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu dalam kejahatan
yang tersebut dalam pasal 346 atau bersalah atau membantu dalam salah satu
kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348, maka hukuman yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan 1/3-nya dan dapat dipecat
dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu.

C. Langkah-langkah Preventif untuk Mencegah Pengguguran Kandungan


1. Untuk para remaja: usahakan supaya tidak melakukan hubungan intim sebelum
resmi menikah. Dalam berpacaran dan bertunangan sikap tahu menahan diri
merupakan tanda pengungkapan cinta yang tertempa dan tidak egoistis.
2. Untuk para keluarga: perencanaan kehamilan harus dipertimbangkan dan
dipertahankan dengan sikap ugahari dan bijaksana. Kehadiran buah kandungan
yang tidk direncanakan harus dielakkan secara tepat dan etis.

PELAJARAN 19
BUNUH DIRI DAN EUTHANASIA

A. Alasan atau Sebab-sebab Bunuh Diri


Ada banyak alasan orang dapat melakukan bunuh diri, antara lain:
a. Orang mengalami depresi, tekanan batin, karena:
 Putus cinta, pasangan menyeleweng, kurang diperhatikan dan dihargai dalam
keluarga, dsb.
 Beban ekonomi yang tidak tertanggungkan, kehilangan pekerjaan, dililit utang,
dsb.
 Merasa hidup tak lagi bermakna, dsb.
b. Orang mau mengungkapkan protes; mungkin saja karena terjadi kasus-kasus
ketidakadilan, kemudia untuk memprotesnya orang melakukan aksi mogok
makan sampai tewas, membakar diri, menembak diri, dsb.

B. Euthanasia

1. Arti Euthanasia

Kata euthanasia berasal dari bahasa Yunani yang berarti kematian yang baik
(mudah). Kematian dilakukan untuk membebaskan seseorang dari penderitaan
yang amat berat.

2. Jenis-Jenis Euthanasia

a. Dilihat dari segi pelakunya


 Compulsary euthanasia yaitu bila orang lain memutuskan kapan hidup
seseorang akan berakhir. Orang tersebut mungkin kerabat, dokter atau bahkan
masyarakat secara keseluruhan. Misalnya: dilakukan para orang yang menderita
sakit mengerikan seperti anak-anak yang cacat parah.
 Voluntary euthanasia berarti orang itu sendiri yang minta untuk mati.

b. Dilihat dari segi caranya


 Euthanasia aktif yaitu mempercepat kematian seseorang secara aktif dan
terencana, juga bila secara medis ia tidak dapat lagi disembuhkan dan juga kalau
euthanasia dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri.
 Euthanasia pasif yaitu pengobatan yang sia-sia dihentikan atau sama sekali
tidak dimulai atau diberi obat penangkal sakit yang memperpendek hidupnya,
karena pengobatan apa pun tidak berguna lagi.

C. Masalah Bunuh Diri dan Euthanasia dari Segi Moral Kristiani


Manusia hidup karena diciptakan dan dikasihi Allah. Karena itu, biarpun
sifatnya manusiawi dan bukan ilahi, hidup itu suci. Kitab Suci menyatakan bahwa
nyawa manusia tidak boleh diremehkan. Hidup manusia mempunyai nilai
istimewa karena sifatnya yang pribadi. Karena itu, manusia tidak boleh
menghilangkan nyawanya sendiri, misalnya dengan melakukan bunuh diri atau
euthanasia. Hanya Tuhan yang boleh mengambil kembali hidup manusia.
1. Bunuh Diri; dari segi moral kritiani tindakan bunuh diri jelas dilarang, kecuali
demi nilai yang lebih luhur. Misalnya demi kebaikan, kepentingan dan
keselamatan umum.
2. Euthanasia; dari segi moral kristiani tidak diperbolehkan mempercepat kematian
secara aktif dan terencana, juga jika secara medis ia tidak lagi sendiri.[58] Tidak
seorang pun berhak mengakhiri hidup orang lain walaupun dengan rasa iba.
Pendapat Gereja Katolik mengenai euthanasi aktif sangat jelas, yakni tidak
seorang pun diperkenankan memintan perbuatan pembunuhan, entah untuk
dirinya sendiri, entah untuk orang lain yang dipercayakan kepadanya.
Penderitaan harus diringankan bukan dengan pembunuhan, melainkan
dengan pendampingan oleh seorang teman. Demi salib Kristus dan demia
kebangkitanNya, Gereja mengakui adanya makna dalam penderitaan, sebab
Allah tidak meninggalkan orang yang menderita. Dan dengan memikul
penderitaan dan solidaritas, kita ikut menebus penderitaan.

PELAJARAN 20
NARKOBA DAN HIV/AIDS

A. Narkoba

1. Arti dan Jenis Narkoba

a. Narkotika. Menurut UU RI No. 22 tahun 1997, Narkotika meliputi zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi
sintetis yaitu:
 Golongan opiat: heroin, morfin, candu, dll.
 Golongan kanabis: ganja, hashis, dll.
 Golongan koka: kokain, crack, dll.
b. Alkohol; minuman yang mengandung etanol (etil alkohol) tetapi bukan obat.
c. Psikotropika; menurut UU RI No. 5 tahun 1997, psikotropika meliputi zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkoba, seperti ecstasy, shabu-
shabu, obat penenang/obar tidur, obat anti dprresi dan obat anti psikosis.
d. Zat Adiktif; adalah inhalasia (aseton, thinner cat, lem), nikotin (tembakau) dan
kafein (kopi).
Napza tergolong zat psikoaktif. Zat psikoaktif adalah zat yang terutama
mempengaruhi otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan,
pikiran, persepsi dan kesadaran.

2. Tahap-tahap dan Gejala Orang Kecanduan Narkoba

a. User (pemakai coba-coba). Pada tahap ini orang menggunakan narkoba hanya
sekali-kali dan dalam waktu yang realtif jarang. Pada tahap ini hubungan
seseorang dengan keluarga dan masyarakatnya masih terjalin dengan baik,
demikian juga dalam bidang pendidikan. Semua terjadi karena orang tersebut
masih dapat mengontrol kebiasaan memakainya.
b. Abuser (pemakai iseng). Pada tahap ini seorang mengkonsumsi narkoba lebih
sering daripada saat ia berada dalam tahap pertama. Pengguna narkoba
tersebut mulai menggunakan narkoba sebagai suatu keisengan untuk melupakan
masalah, mencari kesenangan dan sebagainya. Pada tahap ini, orang tersebut
sebenarnya mulai dihantui masalah-masalah. Hal itu terjadi karena kontrol dirinya
terhadap penggunaan narkoba semakin lemah sehingga mempengaruhi
hubungannya dengan keluarga dan masyarakat secara langsung. Pendidikan
mereka juga mulai terganggu karena konsentrasi mereka terhadap pelajaran
semakin melemah.
c. Pecandu (pemakai tetap). Pada tahap ini seseorang telah kehilangan kontrol
sama sekali dalam penggunaan narkoba. Pada saat ini, bukan mereka yang
mengontrol kebiasaan penggunaan narkoba, melainkan mereka yang dikontrol
oleh narkoba. Hubungan antara orang tersebut dengan keluarga dan masyarakat
sudah rusak karena perilaki mereka benar-benar tidak terkontrol lagi.

3. Tanda-tanda Pencandu Narkoba

a. Fisik; berat badan turun drastis, sering menguap, mengeluarkan air mata,
keringan berlebihan, mata cekung dan merah, muka pucat, bibir kehitan-hitaman,
sering batuk dan pilek yang berkepanjangan, tangan penuh bintik-bintik merah
seperti bekas gigitan nyamuk dan ada luka bekas sayatan, ada goresan dan
perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan, buang air besar dan buang air
kecil berkurang dan juga gejala sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas.
b. Emosi; sangat sensitif dan cepat bosan, bila ditegur atau dimarahi akan
menunjukkan sikap membangkang, emosinya tidak stabil dan tidak ragu untuk
memukul orang dan berbicara kasar kepada anggota keluarga atau orang
disekitarnya.
c. Perilaku; malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas
rutinnya, sering berbohong dan ingkar janji, menunjukkan sikap tidak peduli dan
jauh dari keluarga, suka mencuri uang, menggadaikan barang-barang berharga
di rumah, takut akan air karena menyakitkan sehingga mereka malas mandi,
waktu di rumah kerap kali dihabiskan di kamar tidur, kloset, gudang, ruang yang
gelap, kamar mandi/tempat-tempat sepi lainnya.

4. Tanda-tanda Sakaw

a. Obat jenis opiat (heroin, morfin, putaw); menimbulkan gejala: banyak keringat,
sering menguap, gelisah, mata berair, gemetar, hidung berair, tak ada selera
makan, pupil mata melebar, mual atau muntah, tualgn atau otot sendi menjadi
sakit, diare, panas dingin, tidak dapat tidur, tekanan darah sedikit naik.
b. Obat jenis ganja; menyebabkan gejala-gejala: banyak berkeringat, gelisah,
gemetar, tak ada selera makan, mual atau muntah, diare, tak dapat tidur
(insomnia).
c. Obat jenis amphetamin (shabu-shabu, ekstasi); menimbulkan gejala: depresif,
gangguan tidur dan mimpi bertambah, merasa lelah.
d. Obat jenis kokain; menimbulkan gejala: depresi, rasa lelah yang berlebihan,
banyak tidur, mimpi, gugup, ansietas dan perasaan curiga.
e. Obat jenis alkohol atau benzodiazepin; menimbulkan gejala: banyak keringat,
mudah tersinggung, gelisah, murung, mual/muntah, lemah, berdebar-debar,
tangan gemetar, lidah dan kelopak mata bergetar, bila dehidrasi (kekurangan
cairan) tekanan darah menurun dan seminggu kemudian dapat timbul halusinasi
atau delirium.

5. Latar Belakang Orang Terlibat Narkoba

a. Faktor Intern
Faktor intern berarti faktor penyebab yang berasal dari diri orang itu sendiri.
Faktor intern dibagi menjadi:
1) Kepribadian
Adapun ciri kepribadian seorang remaja adalah:
 Kegelisahan; karena banyaknya keinginan yang harus dipenuhi tetapi kadang
tidak semuanya yang terpenuhi akibatnya mengalami kegelisahan.
 Pertentangan; pertentangan yang ada, baik di dalam diri remaja itu sendiri
maupun pertentangan dengan orang lain, pada umumnya disebabkan oleh emosi
remaja yangmasih labil.
 Berkeinginan besar untuk mencoba hal baru.
 Senang berkhayal dan berfantasi.
 Mencari identitas diri denga kegiatan berkelompok.
 Senang suasana meriah dan keramaian.
 Mudah bosan dan kesepian.
 Kurang sabar dan mudah kecewa.
 Suka mencari perhatian.
 Mudah tersinggung.
Jika semua ciri kepribadian ini tidak dikontrol dengan hati-hati dan bijaksana,
maka remaja akan sangat mudah terjerumus menjadi seorang pencandu
narkoba.
2) Inteligensi; remaja yang kemampuan inteliegnsinya kurang, kurang dapat
menggunakan pikirannya secara kritis dan kurang dapat mengambil keputusan
untuk memilih yang baik dan yang buruk. Mereka cenderung mengambil
keputusan dengan pemikiran yang dangkal, yang bersifat kenikmatan sementara.
3) Mencari pemecahan masalah; berhadapan dengan depresi atau beban hidup
yang berat, maka remaja cenderung mencoba mencari jalan keluar tanpa berpikir
panjang dalam mengambil keputusan. Akibatnya, mereka akan gampang
menjadi pengguna narkoba.
4) Dorongan kenikmatan; setiap orang mempunyai dorongan hedonistis yaitu
dorongan untuk mengulangi pengalaman yang dirasakan kenikmatan. Narkoba
dapat memberikan kenikmatan sesaat bagi penggunanya. Akibanya, orang
terdorong untuk merasakannya lagi.
5) Ketidaktahuan; kurangnya informasi tentang narkoba, bisa menyebabkan orang
tersebut menjadi pengguna narkoba.

b. Faktor Ekstern
1) Pengaruh keluarga; keluarga yang tidak utuh dan tidak harmonis bisa membuat
anak-anak frustasi. Keluarga yang terlalu memanjakan anak atau terlalu keras
terhadap anak, dapat memberi dampak negatif bagi kepribadian anak sehingga
dengan mudah menjadi pengguna narkoba.
2) Pengaruh sekolah; sekolah yang tidak disiplin dan mempunyai banyak siswa
yang sudah menjadi pengguna narkoba dapat menjadikan anak-anak lain untuk
terlibat dengan narkoba.
3) Pengaruh masyarakat; situasi masyarakat yang dipenuhi dengan bandar-bandar
narkoba serta nilai komersial yang sangat tinggi serta politis dari penjualan
narkoba. Hal ini mengakibatkan orang gampang terjerumus ke dalam dunia
narkoba.

B. HIV/AIDS
1. Arti HIV/AIDS
 AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Defliciency Syndrome.
Acquired artinya didapat. Immune artinya kekebalan tubuh. Syndrome artinya
kumpulan gejala penyakit. Jadi, AIDS artinya kumpulan gejala penyakit yang
timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh.
 HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. HIV adalah virus yang
secara pelan-pelan mengurangi kekebalan tubuh manusia.
 Infeksi kekebalan tubuh terjadi bila virus tersebut masuk ke dalam sel darah putih
yang disebut limfosit. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru.

2. Penularan HIV/AIDS
Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung
sel terinfeksi atau partikel virus. Cairan tubuh itu antara lain; darah, semen,
cairan vagina, cairan serebrospinal dan air susu ibu, bahkan virus juga terdapat
di dalam air mata, air kemih dan air ludah. HIV ditularkan dengan melalui cara-
cara berikut:
 Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lendir mulut, vagian atau
rektum berhubungan langsung dengan cairan tubuh yang terkontaminasi.
 Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang terjadi pada transfusi
darah, pemakaian jarum bersama-sama atau tidak sengaja tergores oleh jarum
yang terkontaminasi virus HIV.
 Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau selama
proses kelahiran atau melalui ASI.
 Penularan melalui oral seks (hubungan seksual melalui mulut).
 Virus HIV pada penderita wanita yang sedang hamil dapat ditularkan kepada
janinnya pada awal kehamilan (melalui plasenta) atau pada saat persalinan
(melalui jalan lahir).

3. Gejala infeksi HIV/AIDS


 Pembengkakan kelenjar getah bening.
 Penurunan berat badan.
 Demam yang hilang-timbul.
 Perasaan tidak enak badan.
 Lelah.
 Diare berulang.
 Anemia.
 Infeksi jamur di mulut.

C. Ajaran Kristiani tentang Narkoba dan HIV/AIDS


Santo Paulus mengajarkan bahwa tubuh kita dalah Bait Allah. Itu berarti,
kekacauan yang terjadi di dalam diri kita juga berarti kekacauan pada Bait Allah.
Karena itu, mengkonsumsi narkoba dan pergaulan bebas yang mengarah
kepada seks bebas dan berdampak pada HIV/AIDS berarti orang tersebut
berusaha merusak Bait Allah (tubuh). Karena tubuh manusia (Bait Allah) adalah
sarana keselamatan, Gereja selalu berupaya untuk mengingatkan warganya agar
hati-hati, waspada dan menghindari kemungkinan terlibat dalam kegiatan
mengkonsumsi narkoba (atau menjadi distributor, produsen), menghindari seks
bebas supaya tidak terinfeksi virus HIV.

D. Usaha Menghadapi Narkoba dan HIV/AIDS


1. Usaha Negara untuk Menghadapi Narkoba dan HIV/AIDS
 UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas)
tahun 2000-2004, dalam program kesehatan dan kesejahteraan sosial, antara
lain diutarakan mengenai perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat.
Sasarannya adalah meningkatkan perwujudan kepedulian perilaku hidup bersih
dan sehat dalam kehidupan masyarakat; menurunnya prevalensi perokok;
penyalahgunaan narkotika; psikotropika dan zat adiktif (napsa), serta
meningkatnya lginkungan sehat bebas rokok dan bebas napsa di sekolah,
tempat kerja dan tempat umum.
 Pemerintah membentuk BKNN (Badan Koordinasi Narkotika Nasional) yang
bertugas mencegah perluasan jaringan narkoba (pembuat, pemakai, pedagang
atau distributor).
 Pendirian Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) yang bertujuan untuk
menampung dan merehabilitasi korban narkoba.

2. Apa yang Dapat Dilakukan Gereja?


a. Gereja menyatakan kutukan terhadap kejahatan pribadi dan sosial yang
menyebabkan dan menguntungkan bagi penyalahgunaan narkoba/napza.
b. Memperkuat kesaksian Injil dari orang-orang beriman yang mengabdikan dirinya
kepada pengobatan pemakai narkoba menurut contoh Yesus Kristus, yang tidak
datang untuk dilayani melainkan untuk melayani dan memberikan hidupnya.[59]
c. Memberikan pendidikan nilai/moral bagi orang-orang, keluarga-keluarga dan
komunitas-komunitas, melalui prinsip-prinsip adikodrati untuk mencapai
kemanusiaan yang utuh dan penuh (menyeluruh dan total).
d. Memberikan informasi yang baik dan benar tentang narkoba kepada komunitas-
komunitas, orang tua, anak-anak remaja dan masyarakat.
e. Membantu orang tua meningkatkan keterampilan untuk membangun
kekeluargaan yang kuat.
f. Membantu orang tua melakukan strategi pencegahan penggunaan obat terlarang
di rumah dengan memberi contoh yang baik dan sehat, meningkatkan peran
pengawasan dan mengajari cara menolak penawaran obat terlarang oleh orang
lain.
g. Menyatakan cinta kasih ke-bapa-an Allah yang diarahkan kepada keselamatan
setiap pengguna narkoba dan para penderita HIV/AIDS, melalui cinta mengatasi
rasa bersalah. “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit
(Mat 9:12; Luk 15:11-32).
h. Melakukan tindakan pengobatan dan rehabilitasi, antara lain dengan cara:
menggalang kerja sama di antara komunitas-komunitas yang menyelenggarakan
pengobatan atau rehabilitasi dan menambah lembaga-lembaga yang mengelola
pencegahan penyalahgunaan narkoba dan penularan HIV/AIDS.
i. Memutuskan mata rantai permintaan atau distribusi narkoba denagn cara
memperkuat pertahanan keluarga dan pembinaan remaja di tingkat lingkungan,
wilayah dan paroki.

3. Apa yang dapat Dilakukan oleh Setiap Orang untuk Membantu Orang Lain
yang Kecanduan Narkoba atau Menderita HIV/AIDS?
a. Jangan menjauhi atau menolak mereka yang kecanduan narkoba atau terinfeksi
HIV/AIDS, karena mereka adalah manusia yang paling kesepian di dunia ini.
b. Memberikan peneguhan bahwa mereka dapat mengatasi persoalannya dengan
menjadi sahabat dan pendamping mereka.
c. Mendengarkan keluhan para pecandu narkoba dan pengidap HIV/AIDS.

“Hidupkanlah hidupmu dengan kehidupan yang menghidupkan.


Jangan pernah patah semangat karena perjuangan Anda adalah keberhasilan
Anda”
[1] Arti dan makna Gereja dalam http://yesaya.indocell.net/id483.htm
[2] Bdk. KGK no. 777
[3] Tom, Jacobs, Kononia dalam 5 Eklesiologi Paulus (Malang: Dioma,
2007), hlm. 65.
[4] Sejarah Gereja di Indonesia dalam http://unsurgereja.blogspot.com/
[5] Paul, Minear, Images of The Church In The New Testament (The
Westminster Press; 1960), hlm. 70.
[6] Tom, Jacobs, Kononia dalam 5 Eklesiologi Paulus (Malang: Dioma,
2007), hlm. 59.
[7] Lihat dan baca: Kis 2:41-41 “Cara Hidup Jemaat yang Pertama”.
[8] Ibid.,
[9] Lihat dan baca: 1Kor 12:7-10.
[10] Lihat dan baca: Ef 4:11-13;1Kor 12:12-18, 26-27.
[11]Lih.Lumen Gentium, art. 27.
[12] Bdk. Gaudium et Spess, art. 1
[13] Tugas Awam dalam http://katolikglobal.blogspot.com/2007/11/hierarki-
gereja-katolik-dimulai-dari.html
[14]Lumen Gentium, art. 20.
[15]Lih. Yoh 20:21
[16]Lih.Lumen Gentium, art. 18.
[17]Lih.Lumen Gentium, art. 22.
[18]Lumen Gentium, art. 23.
[19]Lih.Lumen Gentium, art.25.
[20] Imam dalam http://katolikglobal.blogspot.com/2007/11/hierarki-gereja-
katolik-dimulai-dari.html
[21]Lih.Lumen Gentium, art. 29.
[22] Diakon dalam http://katolikglobal.blogspot.com/2007/11/hierarki-
gereja-katolik-dimulai-dari.html
[23]Lih.Lumen Gentium, art. 31.
[24] Sifat-sifat Gereja diambil dari http://www.widiagung.co.cc/2009/03/sifat-sifat-
gereja.html
[25] KWI, Iman Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 382.
[26] Lih. Why 1:6
[27]Lih., Mat 6:5-6
[28] Lih., Mat 6:7
[29] Sacrosanctum Concilium, art. 7.
[30]Lumen Gentium, art. 26.
[31] Alfread McBride, O. Praem, Pendalam Iman Katolik; Tuntunan Praktis
untuk Mengenal Allah, Diri, Sesama dan Gereja, Jilid 1 (Jakarta: Obor, 2005),
hlm. 153.
[32] Sakramen dalam http://unsurgereja.blogspot.com/2007/11/tugas-tugas-
gereja.html
[33] Sakramen Krisma/Penguatan
dalam http://unsurgereja.blogspot.com/2007/11/tugas-tugas-gereja.html
[34] Sakramen Tobat
dalam http://unsurgereja.blogspot.com/2007/11/tugas-tugas-gereja.html
[35] Sakramen Ekaristi
dalam http://unsurgereja.blogspot.com/2007/11/tugas-tugas-gereja.html
[36] Yak 5:14-15: Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia
memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta
mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman
akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan
jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.
[37] Sakramen Pernikahan
dalam http://unsurgereja.blogspot.com/2007/11/tugas-tugas-gereja.html
[38] Alfread McBride, O. Praem, Pendalam Iman Katolik; Tuntunan Praktis
untuk Mengenal Allah, Diri, Sesama dan Gereja, Jilid 1 (Jakarta: Obor, 2005),
hlm. 157.
[39] KWI, Iman Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 382-383.
[40]Ibid., hal. 383-386.
[41] Bdk. Kis 1:8
[42] Baca: Lukas 2:10-14 dan Yesaya 9:5-6.
[43] Baca: Yesaya 11:1-10
[44] Baca: Matius 5:13-16
[45] Baca: Keluaran 3:7-8 dan Mazmur 69:34.
[46] Baca: Kejadian 9:6 dan Sirakh 17:3-4.
[47] Baca Matius 26:47-56
[48] Baca Lukas 6:27-36
[49] Baca Yohanes 8:32.
[50] Baca 2 Korintus 5:17-19
[51] Baca Kejadian 20:13
[52] Baca Matius 5:21-22
[53] Gaudium et Spes, Art. 79.
[54] Gaudium et Spes, Art. 83
[55] Baca Ulangan 32:39.
[56] Lihat Gaudium et Spes, Art. 51.
[57] KHK artinya Kitab Hukum Kanonik.
[58] Bdk. KUHP pasal 344.
[59] Baca Matius 20:28; Filipi 2:7.

Komentar

Anda mungkin juga menyukai