Anda di halaman 1dari 5

Gereja yang Satu1

Pendahuluan

Gereja telah melewati perjalanan waktu yang begitu panjang. Dari masa Gereja
Perdana – Gereja Para Rasul – hingga sekarang ini, Gereja Modern. Dasar terwujudnya
Gereja adalah iman akan Yesus Kristus yang telah diutus oleh Bapa untuk menyelamatkan
umat manusia. Yesus sendirlah yang mendirikan Gereja dan juga sebagai pemimpin Gereja.
Di dalam perjalanan Gereja menyejarah, Gereja mengalami banyak peristiwa-peristiwa yang
mengombang-ambingkan kehidupan di dalam Gereja sendiri. Gereja pernah mengalami masa
kebebasan2, masa kejayaan, namun tak dapat dipungkiri juga bahwa Gereja juga pernah
mengalami masa kelam Gereja.

Pada abad pertengahan Gereja mengalami beberapa peristiwa kekelaman atau


kejatuhan Gereja sebagai satu kesatuan. Setelah misi penyebaran iman Kristiani menyebar ke
seluruh dunia, semakin banyak pula orang yang mengimani Yesus Kristus. Namun berkenaan
dengan banyaknya umat Kristiani di seluruh dunia, tidak dapat dipungkiri bahwa adanya
banyak perbedaan pendapat, penghayatan hingga pada praktek beribadat. Selain itu juga
dengan adanya kebijakan-kebijakan yang terpusat kepada Gereja Induk di Roma, maka ada
banyak ketidaksesuaian dengan keadaan umat di tempat yang lain, terutama di negara-negara
yang jauh dari Roma. Hal ini berdampak buruk, yaitu timbulnya perpecahan di dalam diri
Gereja sendiri. Peristiwa ini dapat dilihat dengan adanya Gereja Katolik Roma, Gereja
Ortodhox, dan Gereja Kristen.

Para pemimpin Gereja menyadari bahwa pada mulanya adalah satu dan terhimpun di
dalam nama Yesus Kristus, akan tetapi dikarena berbagai alasan, maka muncul perpecahan di
dalam Gereja. Hal ini memberikan efek kepada para pemimpin Gereja sendiri untuk
mempersatukan Gereja-Gereja yang dulunya terhimpun di dalam nama Yesus Kristus. Oleh
karena itu, muncullah upaya-upaya gerakan ekumene (oikumene) di dalam Gereja, yaitu
gerakan untuk mempersatukan Gereja.

Tema ini penulis pilih sebagai tema yang diangkat di dalam paper ini karena penulis
merasa penasaran (ingin tahu) tentang ekumene yang sudah lama diperjuangkan oleh Gereja,
1
Refleksi penulis tentang gerakan ekumenisme

2
Berkenaan dengan Edict Milan yang dikeluarkan oleh Konstantius pada tahun 315M, yang memperbolehkan
umat untuk memeluk agama Kristiani dengan bebas dan merdeka, bahkan menjadikan agama Kristiani sebagai
agama negara
1
baik Gereja Katolik Roma, Gereja Ortodhox dan Gereja Protestan. Hal ini menjadi penting
karena Gereja semulanya adalah satu, tetapi seturut perjalanan waktu, Gereja mengalami
perpecahan. Muncul keinginan untuk menyatukan kembali Gereja, dan upaya itu terus
dilakukan sampai sekarang. Gerakan ekumenis menjadi bagian dari sejarah Gereja, karena
hal ini berkenaan dengan kesatuan Gereja. Gerakan ekuminis akan menjadi catatan bersejarah
di dalam Gereja sendiri.

Perpecahan Gereja

Gereja telah menjalankan karya misinya ke seluruh penjuru dunia, dimulai dengan
perjuangan pewartaan Injil oleh Para Rasul yang terhimpun di dalam Gereja Perdana, hingga
pada saat ini menjadi Gereja Modern. Dalam perjalanan waktu, Gereja mengalami masa
kejatuhan atau masa kekelaman di dalam Gereja. Dengan berbagai alasan, beberapa petinggi
Gereja memisahkan diri dari Gereja Roma dibawah kepemimpinan paus.

Pada tahun 1054 Gereja Katolik Ortodhox memisahkan diri dari Gereja Katolik
Roma. Selanjutnya Gereja Katolik Roma juga terpecah menjadi dua pada tahun 1517.
Perpecahan pada tahun 1517 ini dirintis oleh seorang biarawan Agustin bernama King Martin
Luther yang mengajarkan tentang 95 dalil di dalam Gereja. Martin Luther secara terang-
teranan menolak ajaran Gereja tentang indulgensi yang dijual. Gerakan Martin Luther ini
diikuti oleh beberapa orang lain seperti Calvin, dan Frederick. Gerakan reformasi ini
mengundang Gereja Katolik untuk melakukan Konsili Trente pada tahun 1545, Gereja
berusaha untuk memperbaharui hidupnya kembali.

Berikut adalah contoh perbedaan kesan lahir (Tom Jacobs) antara penghayatan umat
Katolik dengan umat Protestan 3:

Katolik Protestan
Hubungan dengan Gereja menentukan Hubungan dengan Kristus menentukan
hubungan dengan Kristus hubungan denagn Gereja
Hirarkis (bermula dari Kristus) Segala pelayanan diciptakan oleh manusia
Allah bersatu dengan manusia dalam rupa Allah transenden dan Gereja sejati tidak
manusiawi kelihatan
Tekanan pada sakramane Tekanan pada sabda/pewartaan
Imam kultis yang mempersembahkan kurban Pendeta profetis yang menyampaikan sabda
(Ekaristi) Allah
Kitab Suci dibaca dan dipahami dalam umat Masing-masing orang membaca dan

3
Emmanuel Gerrit Singgih, PH.D, Tantangan dan Perkembangan Gerakan Oikumene di Indonesia; Gereja
Indonesia Pasca Konsili Vatican II, 176, Yogyakarta : Kanisius. 1997
2
dipimpin oleh hierarki mengaitkan Kitab Suci sendiri
Mementingkan perasaan, kesenian dan Menekankan pengetahuan, ilmu dan
kehangatan ketegasan
Agama kontemplasi (memandang) Agama iman (mendengarkan)

Gerakan Ekumene

Gerakan ekumenis adalah kegiatan dan usaha-usaha yang dilakukan untuk


mendukung kesatuan umat Kristen. Hal ini dapat berupa daya upaya untu menghindari kata-
kata, penilaian serta tindakan yang tidak cocok dengan situasi saudara-saudari yang terpisah.
Bentuk lain yang dapat dilakukan adalah dengan berdialog antara pakar, serta memberikan
kesempatan kepada jemaat untuk memaknaain dan ambil serta dalam usaha persaudaraan
tersebut.

Perpecahan di dalam diri Gereja merupakan dampak dari perbedaan pendapat, konflik
dan penghayatan hidup praktis. Akan tetapi pada dasarnya Gereja-Gereja tersebut
mendasarkan diri pada iman yang sama, yaitu Yesus Kristus. Iman kepada Yesus Kristus
inilah yang menjadikan Gereja satu. Dengan kerinduan akan kesatuan, para pemimpin Gereja
berusaha untuk menyatukan Gereja-Gereja ini kembali. Ada banyak upaya yang dilakukan
oleh Gereja Katolik untuk mengupayakan ekumene ini.

Pada tanggal 25 Januari 1959, Paus Yohanes XXIII menyerukan gerakan ekumene
dengan mengadakan rapat ekumene, beliau memanggil Gereja-Gereja yang berpisah dengan
Gereja Katolik Roma. Selanjutnya, upaya untuk menghidupkan gerakan ekumene dilanjutkan
di dalam Konsili Vatican II, melalui dekrit tentang ekumene yang disahkan pada tanggal 21
November 1964, yaitu dekrit “Unitatis Redintegratio”. Melalui dekrit ini, para bapa konsili
menobatkan Gereja Katolik yang awalnya menjadi outsider dari skeptis terhadap gerakan
ekumenis, sekarang mulai menjadi pejuang gerakan untuk menyatukan Gereja kembali
menjadi satu.

Pada abad XIX sudah dimulai gerakan ekumenis modern dengan berdirinya WCC
(World Council of Churches) pada tahun 1938. Sebelumnya tahta suci tidak sepenuhnya
menyetujui ekumenis ini yang sudah dimulai sejak tahun 1910 4. Di dalam Mortalium Animos
(Paus Pius XI, 1928) melarang umat Katolik untuk ikut serta dalam gerakan ekumenis,
karena dianggap sebagai kesesatan yang serius. Akan tetapi, melalui instruksi dari Tahta Suci
4
Tahun 1910, diadakan pertemuan ekumene internasional dimulai dengan Konverensi Misioner di Edinburgh
tahun 1910
3
pada tahun 1948, diperlunakkan larangan ini, umat Katolik kini boleh ikut ambil bagian di
dalam gerakan ekumenis. Kini melalui Konsili Vatican II dalam dekrit Unitatis Redintegratio,
Gereja Katolik berjuang untuk menyatukan kembali Gereja-Gereja lain.

Ekumene dalam Konsili Vatican II

Dekrit Unitatis Redintegratio secara khusus memberikan dukungan akan pemulihan


kesatuan di antara segenap umat Kristen. Hal ini merupakan maksud utama dari Konsili
Vatican II. Di dalam gerakan ekumenis, segenap umat meyerukan Allah Tritunggal dan
mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Penyelamat, dan hal ini dilakukan di dalam jemaat. 5
Gereja adalah satu dan tunggal, dalam Gereja seperti inilah cinta kasih Allah kepada manusia
sangat tampak, melalui Yesus Kristus yang menjadi manusia yang kemudian menderita dan
wafat untuk menyelamatkan semua manusia. Di dalam GerejaNya, Ia mengadakan Sakramen
Ekaristi yang mengagumkan dan melambangkan serta mewujudkan Gereja. Melalui
pewartaan Injil oleh para Rasul dan penggantinya, Yesus Kristus menghendaki supaya
umatnya berkembang serta menyempurnakan persekutuannya dalam kesatuan, yaitu dalam
pengakuan satu iman (UR 2). Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam Gereja yang
satu ini pula terjadi perpecahan. Muncul pertentangan-pertentangan dan akibatnya jemaat
terpisahkan. Tidak ada yang dapat dipersalahkan karena hal ini. Gereja Katolik mencoba
merangkul mereka – jemaat yang terpisahkan – dengan sikap bersaudara dan saling
menghormati. Sebab pada dasarnya semua jemaat disatukan di dalam nama Yesus Kristus,
sehingga mereka juga disatukan di dalam satu persekutuan dengan Gereja Katolik (UR3).

Ekumenisme merupakan tanggung jawab dari semua umat beriman. Semua orang
yang sudah dibaptis dan menjadi satu dalam persekutuan. Melalui usaha-usaha tersebut
sudahlah nampak hubungan yang sudah terjalin antara semua orang Kristen, dan mengantar
menuju kesatuan yang penuh (UR 5). Ekumenis membawa pembaharuan di dalam hidup
Gereja. Dengan adanya pembaharuan dapat meramalkan bahwa di masa mendatang
ekumenisme akan berkembang dengan baik (UR 6). Ekumenisme menuntut adanya
pertobatan sejati. Pertobatan sejati adalah pembaruan hati. Pertobatan sejati ini dapat
dimohonkan kepada Roh Kudus supaya dapat menyangkal diri dengan penuh cinta kasih (UR
7). Segenap umat Kristen hendaknya bekerjasama yang ditandai dengan sikap saling
menghargai memberikan kesaksian tentang harapan kita akan kesatuan.

Penutup
5
Lih. UR 1
4
Ekumenisme merupakan upaya dari segenap umat beriman Kristiani untuk
menyatukan kembali persekutan mereka yang selama ini terpisah, muncul Gereja Ortodhox,
Gereja Protestan, dan Gereja Katolik Roma. Perbedaan pendapat dan penghayatan praktis
menjadikan diri Gereja terbelah dan dari pengalaman perpecahan ini muncul kerinduan untuk
bersatu. Upaya-upaya banyak dilakukan oleh umat beriman Kristiani untuk memberi
dukungan kepada gerakan ekumenisme. Ada berbagai bentuk upaya seperti dengan pendirian
WCC yang pada akhir tahun 2013 memiliki anggota sebanyak 345. Bentuk lain ialah dengan
melakukan dialog, doa bersama dan upaya-upaya lain.

Ekumenisme menjadi tanggung jawab semua umat Kristen. Dengan segala upaya
mencoba untuk menyatukan kembali Gereja. Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah,
apabila Gereja bersatu kembali, lalu siapakah yang akan menjadi pemimpin tertinggi di
dalam Gereja? Bagaimana dengan Tradisi yang berbeda dari setiap Gereja? Akankah semua
dipertahankan atau diperbaharui?

Pustaka

KWI, Dokumen Konsili Vatican II-Unitatis Redintegratio, Terjemahan Bahasa Indonesia.


Obor : Jakarta. 2013

______, Gereja Indonesia Pasca Vatikan II, Kanisius : Yogyakarta. 1997

http://www.oikoumene.org/en/about-us; diakses pada Sabtu, 13 Desember 2014 pukul 08.00

http://www.sesawi.net/2012/10/11/50-tahun-konsili-vatikan-ii-12-oktober-1962-2012-
gerakan-ekumenisme-mulai-dari-bawah-5b/; diakses pada Sabtu, 13 Desember 2014 pukul
08.10

Anda mungkin juga menyukai