Anda di halaman 1dari 4

KISI-KISI PENILAIAN AKHIR SEMESTER GANJIL

PAK KATOLIK SMA-SMK NEGERI PONOROGO


K E LAS X I

BAB I MAKNA DAN PAHAM TENTANG GEREJA


PEMBELAJARAN – 1 GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH
 Asal kata “Gereja” dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Portugis “IGREJA.”
Sedangkan kata “Gereja” sendiri berasal dari kata bahasa Yunani Kuno yaitu “EKKLESIA”
yang berarti Kumpulan orang yang dipanggil.
 Gereja hidup dalam persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh cara hidup
jemaat Perdana
 Konsili Vatikan II memperkenalkan paham Gereja yang disebut sebagai GEREJA UMAT
ALLAH. Gereja dipahami sebagai Persekutuan. Sedangkan Umat Allah dipahami sebagai
paguyuban orang-orang beriman yang telah dipilih oleh Allah.
 Umat Allah dipanggil oleh Allah dengan misi tertentu yaitu menyelamatkan dunia. Karena
itulah, ciri khas Umat Allah adalah Umat yang dipanggil dan dipilih oleh Allah untuk
menyelamatkan dunia.

PEMBELAJARAN – 2 GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA


 Hakikat Gereja adalah Persekutuan orang yang dipanggil oleh Allah. Dalam kehidupan kaum
beriman, seluruh anggota Gereja bersama-sama mewujudkan Iman yang Satu dan Sama akan
Yesus Kristus.
 Gereja adalah Umat Allah dan terbuka bagi semua manusia untuk mencapai Keselamatan
Abadi. Gereja Katolik juga bersikap terbuka terhadap pemimpin/pemuka dan pemeluk agama
lain karena Gereja menyadari bahwa Keselamatan tidak hanya hadir di dalam Gereja, tetapi di
luar Gereja juga terdapat benih-benih Keselamatan.
 Gereja hidup di dunia tidak hanya bersifat rohaniah saja melainkan juga menyentuh
kehidupan sosial politik, ekonomi dan budaya.
 Gereja memiliki cara pandang yang berbeda sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II.
Sebelum Konsili Vatikan II, Gereja terlalu Triumpalistik (memegahkan diri) karena
menganggap bahwa Gereja-lah satu-satunya yang memiliki Kunci Keselamatan. Karena itu
dulu ada pandangan bahwa di luar Gereja tidak ada Keselamatan. Gereja memiliki kesan
tertutup dengan situasi yang terjadi di luar Gereja. Gereja juga terlalu Hierarki Sentris,
bahwa segala gerak perkembangan umat ditentukan oleh golongan kaum tertahbis (Uskup,
Imam), sederhananya: “opo jare Romo (apa kata Romo/Pastor)…” Umat akhirnya terlalu
pasif.
Sesudah Konsili Vatikan II, Gereja tidak lagi dipahami hierarki sentris, melainkan
Kristosentris (Kristus sebagai Pusat/ Kepala yang menggerakkan tubuhnya, yakni Gereja).
Gereja juga lebih terbuka dan menganggap bahwa di luar Gereja (pada agama-agama lain)
terdapat benih-benih keselamatan juga. Hanya saja keselamatan itu secara penuh ada dalam
Kristus di dalam Gereja. Gereja juga lebih terbuka kepada segala dinamika perubahan yang
sedang terjadi di dunia (sosio-politik-ekonomi-budaya).
 Pada saat ini sering dikatakan bahwa Gereja hendaknya tidak bersikap eksklusif (tertutup),
tetapi inklusif (terbuka), artinya bahwa Gereja selalu siap untuk berdialog dengan agama
dan budaya manapun di dunia, dan tidak hanya terbatas pada umatnya saja.
 Salah satu ciri khas yang dapat dilihat dari model Gereja sebagai Pesekutuan Umat adalah
bentuk keikutsertaan Semua Umat (tertahbis-biarawan/wati-kaum awam) dalam hidup
menggereja di bawah Hierarki.
 Umat memiliki tanggung jawab dalam mengumat, artinya bahwa semua umat memiliki
martabat yang sama dan bertanggung jawab dalam fungsinya masing-masing.
 Usaha yang dapat digalakkan dalam menguatkan Persekutuan Umat ke Dalam adalah dengan
aktif berpartisipasi dalam kehidupan menggereja.

BAB II SIFAT-SIFAT GEREJA


 Ajaran Tradisional Gereja menyebutkan bahwa sifat-sifat Gereja Katolik adalah SATU,
KUDUS, KATOLIK, dan APOSTOLIK
 Rumusan pengakuan Iman orang Katolik ada dalam doa AKU PERCAYA (Credo)
PEMBELAJARAN – 3 GEREJA YANG SATU
 Kesatuan Gereja yang utama adalah kesatuan dalam hal Iman
 Dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK no. 813) Gereja itu SATU karena 3 Alasan Dasar:
Pertama, Gereja itu SATU menurut Asalnya, yang adalah TRITUNGGAL MAHAKUDUS
(Kesatuan Allah Tunggal dalam tiga Pribadi BAPA, PUTRA, dan ROH KUDUS.
Kedua, Gereja itu SATU menurut Pendirinya, YESUS KRISTUS, yang telah mendamaikan
semua orang dengan Allah melalui darah-Nya di Salib.
Ketiga, Gereja itu SATU menurut Jiwa-nya, yaitu ROH KUDUS, yang tinggal di hati umat
beriman, yang menciptakan Persekutuan umat beriman dan yang memenuhi serta
membimbing seluruh Gereja.
 Kesatuan Gereja juga kelihatan nyata. Setiap umat katolik dipersatukan dalam pengakuan
iman yang satu dan sama, dalam perayaan ibadat bersama terutama sakramen-sakramen, dan
satu struktur hierarkis berdasarkan suksesi apostolik (Para Rasul dan para penggantinya
sekarang, yakni Uskup)
 Sifat Gereja yang satu terwujud dalam kesetiaan semua Anggota Gereja pada satu ajaran Iman
akan Yesus Kristus, Mempraktekkan satu iman, satu dalam Komuni, dan ada di bawah kepala
Gereja yang satu, yaitu Paus, yang mewakili Kepala Gereja yang tidak kelihatan, Yaitu Yesus
Kristus.

PEMBELAJARAN – 4 GEREJA YANG KUDUS


 Gereja yang kudus berarti gereja menjadi perwujudan kehendak Allah yang Maha Kudus
untuk sekarang juga mau bersatu dengan manusia dan mempersatukan manusia dalam
kekudusan-Nya.
 Gereja itu Kudus secara Objektif berarti Gereja adalah sarana keselamatan dan Rahmat
Tuhan di dunia.
 Gereja itu Kudus secara Subjektif berarti bahwa Gereja tidak akan kehabisan tanda dan orang
kudus (menyangkut kekudusan subjeknya). Di dalam Gereja, tidak hanya ada orang Kudus,
tetapi juga ada Pendosa yang masih berdosa dan akan berdosa. Karena itu Gereja harus
senantiasa menguduskan diri dengan memperbaharui diri terus-menerus.
 Gereja adalah Kudus karena :
1. Sumber dari mana Gereja berasal adalah Kudus. Gereja didirikan oleh Kristus. Gereja
menerima kekudusannya dari Kristus atas doa-doa-Nya
2. Tujuan dan arah Gereja adalah Kudus. Gereja bertujuan untuk kemuliaan Allah dan
penyelamatan umat manusia
3. Jiwa Gereja adalah Kudus, sebab Jiwa Gereja adalah Roh Kudus sendiri
4. Unsur-unsur yang otentik di dalam Gereja adalah Kudus, seperti ajaran-ajaran Iman
dan Sakramen-sakramen
5. Anggotanya adalah kudus, karena ditandai oleh Kristus melalui pembabtisan dan
diserahkan kepada Kristus serta dipersatukan dalam Iman, Harapan, dan Kasih yang
kudus.
 Salah satu cara mencapai kekudusan adalah dengan berdoa kepada Allah (berkomunikasi/
berelasi… memohon… mempesatukan diri… mengungkapkan cinta-iman dan harapan …)
 Melalui Sakramen (tanda dan sarana kehadiran Allah), Gereja menguduskan umatnya:
Sakramen Inisiasi : Babtis – Ekaristi – Krisma
Sakramen Perkawinan
Sakramen Imamat
Sakramen Tobat
Sakramen Pengurapan orang sakit
Sakramen yang hanya diterima sekali seumur hidup adalah Sakramen Babtis, Krisma dan
Imamat
 Inti dari Perjamuan Ekaristi adalah Puji Syukur atas Karya Penyelamatan Allah
 Kesucian Gereja tidak datang dari dirinya sendiri, melainkan datang dari Allah yang
dipersatukan dengan Kristus dalam Roh Kudus.

PEMBELAJARAN – 5 GEREJA YANG KATOLIK


 Dalam bahasa Yunani, “KATOLIK” berarti Menyeluruh dan Umum. Dalam Syahadat (Doa
Aku Percaya/ credo) kata “Katolik” mempunyai arti Universal atau Umum. Istilah
“KATOLIK” ini pertama kali digunakan/ diperkenalkan oleh St. Ignatius dari Anthiokia
(awal abad ke 2)
 Secara harafiah, kata “katolik” menunjukkan Gereja yang berkembang di seluruh dunia.
Tetapi gagasan pokoknya adalah bahwa di setiap Gereja-gereja yang tersebar itu hadirlah
Gereja secara Keseluruhan. Gereja selalu lengkap/ penuh artinya bahwa tidak ada Gereja
yang setengah-setengah atau sebagian. Gereja setempat (paroki) bukanlah “cabang” dari
Gereja Universal. Setiap Gereja setempat merupakan seluruh Gereja.
 Kata Katolik, kemudian dipakai untuk menunjukkan Gereja yang Benar, Gereja Universal
yang dilawankan dengan sekte/aliran sesat.
 Kata Katolik tidak hanya mempunyai arti geografis (tersebar di seluruh dunia), tetapi juga
“menyeluruh” dalam arti “lengkap” berkaitan dengan ajarannya, serta berarti “Terbuka”
dalam arti tertuju kepada siapa saja (segala bangsa).
 Pada zaman Reformasi (ketika lahir gereja-gereja reformasi/protestan pada abad 16), kata
“Katolik” muncul lagi untuk membedakan dengan gereja protestan. Sejak saat itu, kata
“Katolik” secara khusus dimaksudkan Umat Kristen yang mengakui Paus sebagai
Pemimpin Gereja Universal.
 Singkatnya, Gereja bersifat Katolik karena terbuka bagi dunia, tidak sebatas pada tempat,
bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu dan golongan masyarakat tertentu.
 Kekatolikan Gereja tampak dalam:
a. Rahmat dan Keselamatan yang ditawarkan
b. Iman dan ajaran Gereja yang bersifat Umum (dapat diterima dan dihayati siapa pun)
 Jadi Gereja Katolik bersifat Universal, Umum, dan terbuka. Oleh karena itu yang perlu
diusahakan antara lain:
1. Sikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat bahkan agama bangsa manapun
2. Bekerja sama dengan pihak mana saja yang berkehendak baik dalam mewujudkan nilai-
nilai yang luhur di dunia ini.
3. Selalu berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang baik untuk
umat manusia.
 Setiap orang Kristiani diharapkan memiliki jiwa besar dan terlibat penuh dalam kehidupan
masyarakat, sehingga dapat memberikan kesaksian bahwa “Katolik” artinya terbuka untuk
apa saja yang baik dan siapa saja yang berkehendak baik.
 Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam
keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas dirinya.
 Gereja Universal, dipimpin oleh Paus, sedangkan Gereja Lokal dipimpin oleh Uskup.

PEMBELAJARAN – 6 GEREJA YANG APOSTOLIK


 Apostolik berasl dari kata Yunani “Apostello” (mengutus, menguasakan) yang berarti utusan,
suruhan, wakil resmi yang diserahi misi tertentu. Kata apostolik kemudian dipakai untuk
menyebut Para Rasul.
 Gereja yang Apostolik, berarti bahwa Gereja yang berasal dari para Rasul, dan tetap
berpegang teguh pada kesaksian iman mereka.
 Kesadaran bahwa Gereja dibangun atas dasar para Rasul dengan Kristus sebagai Batu
Penjuru, sudah ada sejak jaman Gereja Perdana. Gereja Katolik dalam hubungan dengan para
Rasul lebih mementingkan pewartaan lisan, memusatkan perhatian pada hubungan historis,
turun-temurun, antara para Rasul dan para pengganti mereka, yakni para Uskup.
 Gereja bersifat Apostolik, berarti Gereja mengakui diri sama dengan Gereja Perdana,
yakni Gereja Para Rasul. Hubungan historis ini tidak hanya dimengerti sebagai pergantian
orang, melainkan segala kelangsungan iman dan pengakuan iman.
 Sifat Apostolik, juga tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulang apa saja yang sejak
dahulu diajarkan dan dilakukan Gereja para Rasul. Keapostolikannya berarti bahwa dalam
perkembangan hidup, Gereja juga membaharui dan menyegarkan dirinya (dinamis), yang
tergerak oleh Roh Kudus, dan Gereja senantiasa berpegang pada Gereja para Rasul
sebagai norma imannya.
 Singkatnya Gereja disebut Apostolik karena Gereja berhubungan dengan Para Rasul yang
diutus Kristus. Hubungan ini tampak dalam:
a. Legitimasi fungsi dan kuasa hierarki dari para Rasul. Fungsi dan kuasa Hierarki dari
para Rasul.
b. Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal dari kesaksian para Rasul
c. Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya berasal dari para Rasul.
 Keapostolikan Gereja tidak berarti Gereja sekarang hanya merupakan copy-paste dari Gereja
para Rasul. Gereja sekarang terarah pada kepada Gereja para Rasul sebagai dasar dan
permulaan imannya. Karena pewartaan para Rasul dan penghayatan iman mereka
terungkap dalam Kitab Suci, maka sifat keapostlikan Gereja akantampak terutama dalam
kesetiaan kepada Injil.
 Kesatuan dengan Gereja Purba (Gereja para Rasul) adalah kesatuan hidup, yang pusatnya
adalah Kitab Suci dan Tradisi.
 Usaha-usaha untuk tetap menunjukkan Keapostolikan Gereja, antara lain:
a. Setia dan mempelajari Injil, sebab Injil merupakan iman Gereja para Rasul.
b. Menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret dengan iman Gereja para Rasul.
c. Setia dan loyal kepada hierarki sebagai pengganti para Rasul.
 Kepemimpinan dalam Gereja Katolik bersifat pengabdian dan pelayanan, sebagaimana
yang diajarkan oleh Yesus Kristus kepada para Rasulnya, yang kemudian diteruskan juga oleh
Gereja sepanjang zaman.

Anda mungkin juga menyukai