Anda di halaman 1dari 23

IMAMAT DI TENGAH PERUBAHAN YANG CEPAT

“AGAR SUKACITAMU MENJADI PENUH”

Oleh
Mgr. Aloysius Sudarso.SCJ

Bahan bacaan
Retret Imam-Imam Hati Kudus Yesus
Laverna 13-18 Oktober 2022

1
IMAMAT DI TENGAH PERUBAHAN YANG CEPAT
“Satu-satunya yang tetap di dunia ini adalah perubahan” Francois de la Rochefaucald

Pengantar
Tahun 2012 adalah ulang tahun ke 50 Konsili Vatikan II, dua tahun sebelumnya Gereja
Indonesia mendapat anugerah “berdirinya hierarki” gereja di Indonesia. Kita perlu bangga
bahwa uskup-uskup pendahulu ada peserta aktif dari Kon Vat II yang amat terkenal itu. Misal
Mgr. Djojo Seputra, Mgr. Soudant. SCJ dari keuskupan Palembang. Namun dalam kesempatan
ini kita ingin merenungkan dan merefleksikan hidup dan panggilan kita sebagai imam di tengah
perubahan yang cepat sambal memetic semangat yang ingin disampaikan Kon Vat II untuk
dilanjutkan oleh Gereja Katolik mengarungi peziarahan di dunia yang penuh dengan tantangan.
Konsili Vatikan II diproklamasikan oleh Paus Johanes XXIII. Dunia kagum bahwa Paus
yang sudah mendekati usia amat lanjut ini memprakarsai sebuah Konsili Ekumenis yang sangat
penting bagi Gereja Katolik dalam menghadapi perkembangan dan perubahan tata hidup dunia
dan masyarakat. Ketika mempromulgasikan Konsili itu Paus sadar bahwa Konsili yang dia awali
ini harus dilanjutkan oleh Paus berikutnya. Paus Johanes XXIII bersyukur bahwa beliau bisa
mengawali konsili sebelum mengakhiri hidupnya. Dokter meramalkan berdasarkan kondisi
kesehatannnya bahwa beliau akan wafat dalam beberapa bulan mendatang setelah konsili dibuka.
Pergeseran cara pandang Konsili dengan berefleksi atau berteologi tentang keberadaanya
di dunia ini menjadi fokus kita. Dengan harapan berguna bagi kita dan terutama menempatkan
diri sebagai imam dan biarawan baik sebagai bagian dari umat Allah maupun yang selalu
“sentire cum ecclesia – berpikir bersama gereja”. Ada beberapa pergerseran dan inside dari
konsili yang relevan: dari institusi kepada misteri. Dari monarki kepausan kepada kolegialitas
episcopal. Dari hierarki kepada Gereja Umat Allah. Dari universal kepada local. Dari Gereja
Roma kepada Gereja kristiani. Dari satu agama yang benar kepada berbagai agama. Dari Gereja
kepada dunia, menjadi gereja dalam dunia.

Dari Gereja Institusi ke Misteri


Kita boleh mengatakan bahwa sudah cukup lama gereja memandang diri sebagai institusi.
Struktur yang kelihatan terutama yang berkaitan dengan hak dan kuasa pejabat-pejabatnya.
Bahkan dikatakan bahwa skema pertama tentang gereja yang dipersiapkan oleh komisi teologi
Konsili Vatikan II masih sangat memberi bobot pada aspek hierarkis dan yuridis dari gereja
termasuk supremasi Paus. Ini semua ungkapan polemik beraroma anti protestan. Di dalam
diskusi, para bapa konsili menolak skema itu karena pandangan itu sarat dengan klerikalisme,

2
yuridis dan triumpalis. Sesuadah diskusi panjang dan mendalam Konsili menghasilkan teks
definitive yang disetujui dan dipromulgasikan oleh Paulus VI.
Lumen Gentium mengingatkan beberapa hal penting berkaitan dengan gereja sebagai
misteri. Yang ingin disampaikan adalah bahwa gereja bukan manusiawi, tetapi gereja adalah
realitas iman yang hanya dikenal melalui pengungkapan diri. Hanya dengan ambil bagian dalam
hidup menggereja orang sungguh dapat semakin mengenalnya. Berbicara tentang gereja sebagai
misteri mengingatkan kita akan kedalaman berhubungan dengan rahmat.
Dengan itu secara langsung mau mengatakan bahwa “asal usul ilahi dari gereja, cara
mengelola hidupnya dan tujuannya”. Gereja adalah misteri karena merupakan bagian dari
rencana penyelamatan Allah. Misteri yang berhubungan dengan design ilahi untuk
penyelamantan manusia. Itu adalah rencana Bapa untuk memberikan kepada semua orang
kemungkinan untuk keselamatan dan untuk mengumpulkan di dalam Gereja semua saja yang
mau percaya kepada PutraNya. Di dalam hidup, wafat dan kebangkitan Kristus itulah,
keselamatan itu terwujud. Apa yang pernah terjadi dalam diri Yesus itu sekarang sedang terjadi
dalam hidup orang beriman berkat kerja Roh Kudus. Jadi Gereja dipandang sebagai bagian dan
hadiah dari rencana Tuhan untuk penyelamatan semua bangsa manusia di dalam Yesus Kristus.

Gereja dan Kerajaan Allah


Salah satu unsur misteri dari Gereja dalah hubungan dengan kerajaan Allah. Ada godaan
mengidentikan gereja di dunia ini dengan kerajaan Allah. Sebelum KV II hal ini sungguh terjadi.
Ketika draf tentang Gereja diajukan dalam KV II ada selipan tentang Kerejaan Allah dalam draf
itu sudah dengan sendirinya menjauhkan identifikasi itu. Memang walaupun gereja dan kerajaan
Allah terpisah tetapi tidak secara total terbedakan. Bahkan 1) Awal dari gereja dapat ditelusuri
sejak Yesus meng agurasi kerajaan Allah dengan memproklamirkan Kabar Gembira atau kabar
baik. 2) Kerajaan Allah diwujudkan dalam kata dan tindakan Yesus, tetapi terutama dalam
seluruh pribadi Yesus sendiri. 3) sedangkan Gereja menerima perutusan untuk memaklumkan
dan menanamkan Kerajaan Kristus dan Kerajaan Allah itu dengan menjadikannya benih awal
kehadiran kerajaan Allah di dunia ini.
Gereja menjadi signum dan agens – tanda dan pelaku Kerajaan Allah, bukan dengan
mewartakan dan menanam, melainkan dengan menghasilkan mutu hidup sebagai perwujudan
awal dari Kerajaan Allah di dunia ini. Sejauh mana gereja mewujudkan kerajaan Allah di dunia
ini, sejauh gereja menjadi perwujudan nyata dari kasih Allah kepada manusia dan menghayati
nilai-nilai Injili. Dan sejauh Gereja ikut membangun dunia ini di atas dasar yang kuat kebebasan,
kesetaraan, cinta dan keadilan serta damai.

3
Gambaran Gereja sebagai Misteri
Konsili mengangkat berbagai gambaran gereja seperti dilukiskan oleh Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru: Bait Allah, Kebon Anggur Tuhan, Kawanan Kristus, Bait Roh Kudus, Umat
Allah dan Tubuh Kristus. Lukisan ini mau menunjukan bahwa gereja itu ada dalam proses
menjadi dirinya sendiri. Disamping itu mau disampaiakan bahwa gereja adalah realitas yang tak
bisa diungkapkan tuntas apalagi dalam konsep. Maka tak ada satu gambaran gereja yang bisa
mengungkapkan secara akurat dan lengkap. Meski demikian gambaran itu menunjuk pada
kesamaan yaitu bahwa Tuhanlah yang mengambil inisiatif terbentuknya Gereja. Gambaran itu
juga melukiskan bahwa manusia juga harus memberi tanggapan. Di sinilah terkandung unsur
ilahi dan manusiawi. Gereja itu visible dan invisible kelihatan dan tak kelihatan.

Gereja sebagai sakramen keselamatan


Deskripsi ini menurut KV II menggambarkan ide tentang gereja pada konsili sebelumnya.
Ada tiga unsur dari apa yang dinamakan sakramen: tanda, agen – pelaksana dan Hasil yang
menghadirkan apa yang ditandakan. Dengan kata lain sakramen yang dimaksud adalah symbol
dari realitas yang ditandakan. Keselamatan yang dimaksudkan adalah persatuan dengan Tuhan
dan sesama, mengalahkan kematian dalam segala dimensinya dan mencapai kepenuhan hidup.
KV II menolak pengertian tradisional tentang keselamatan sebagai keselamatan yang
melulu spiritual atau keselamatan murni di luar dunia. Pandangan KV II lebih menekankan
bahwa keselamatan itu personal dengan kedua dimensinya yaitu badan dan jiwa. Dan keduanya
berada di dunia sekarang dan yang akan datang. Maka misi gereja itu holistic bukan spiritualisme
yang tak membadan atau melulu aktivisme, maka gereja harus menjadi kredibel sign dari
keselamatan di dunia.

Kesimpulan
Gereja sebagai misteri mau mengatakan bahwa realitas gereja tidak pernah bisa secara
adekuat dikonsepkan. Maka juga tidak ada model gereja yang bernilai mutlak. Paus Paulus VI
mengatakan bahwa gereja adalah misteri, karena di dalamnya hadirlah secara tersembunyi Allah
sendiri. Oleh karena dari inti yang paling dalam Gereja terbuka selalu pada pencarian baru dan
penemuan lebih luas dan dalam.
Penting digarisbawahi ketika berbicara gereja sebagai misteri. Sangat penting adanya
unsur pengalaman di dalam eksitensi kristiani. Dimensi terdalam dari gereja harus dapat
dipahami. Inilah dalam ilmu agama dinamakan agama yang berdasarkan pada pengalaman. Umat
pada umumnya tidak tertarik kepada agama yang pertama-tama menampilan diri sebagai
lembaga structural kaku. Umat akan menerima lebih agama yang menekankan pentingnya
pengalaman relegius.

4
Imam sebagai Gembala
Dalam kontens itu, mari kita renungkan hidup kita yang adalah imam sebagai gembala.
Peran gembala telah dirumuskan sejak lama dengan keutamaan-keutamaan dan sikap-sikap yang
diharapkan sesuai dengan teladan Gembala Utama. Namun karena jaman berubah selalu ada
tuntutan sikap-sikap baru yang coba kita simak. Sikap baru yang diharapkan bisa timbul karena
perkembangan luar biasa: kepemimpinan yang baru, rasio perbandingan jumlah imam dan umat.
Demokratisasi mengubah cara pendekatan, relaitas pluralitas yang semakin terasa, pengetahuan
katolisitas yang lemah dll. Maka kita dipanggil untuk mengembangkan dialog penggembalaan
yang unik dalam sejarah perjalanan hidup gereja.

Kehadiran atau Presensi Imam


Kehadairan adalah sangat esensial dalam tugas kegembalaan. Ada banyak tuntutan
kehadiran dalam pelayanan pastoral imam. Kehadiran imam itu korporatif artinya membawa
kelompok imam. Setiap imam membawa reputasi dan bobot korporatif imamat. Selain itu
presensi imam juga menampilan pengaruh, presensi sacral dalam ekaristi dan pendoa bagi yang
sakit. Aura dari sakramen yang sehari-hari dibawah dan memberi kesan yang berwibawa walau
sendiri tak selalu menyadarinya.
Sering juga kehadiran sekedar hadir seperti lilin atau bunga dari sebuah pertemuan: hadir
pada pesta perkawinan, meeting, piknik, kunjungan keluarga dan sekolah dll. Di situ imam
menampakan kehadiran pastoral sekedar hadir sesuai dengan harapan dan undangan. Walau ada
perbedaan dalam ketrampilan menampilkan diri, harapannya presensi itu sangat luar biasa. Yang
menantang tentu sejauh mana peran simbolik itu selaras dengan kepribadian yang mau
ditampilkan. Apakah peran public itu mempresentasikan kualitas kepribadian yang memadai atau
sekurang-kurangnya ini sekedar mengingatkan akan gaya leadership pastoral yang dapat menjadi
tempat mengungkapkan kepribadian seorang imam disamping peran liturgis dan khotbah.

Derita dan Pengorbanan


Gambaran pastor bonus dari injil Yohanes menjadi pedoman bagi setiap pastor dalam
gereja. ketangguhan gembala yang baik dapat dilihat dari dua hal; pertama, mengenal domba-
dombanya “tahu nama masing-masing”. Kedua, berani menyerahkan nyawanya bagi
kawanannya. Para imam ditahbiskan menurut peraturan Melkisedek, ini sebuah imamat yang
baru. Sebelumnya imam mengorbankan hewan dan mempersembahkan darah hewan. Tapai kalau
mereka mengikuti Yesus mereka harus mempersembahkan dirinya sendiri. Kristus adalah imam
sekaligus korban, yang menderita demi "atas nama" dan sebagai tebusan untuk orang banyak.
Imam pengikut Yesus diminta melengkapi apa yang kurang dari penderitaan Yesus itu. Oleh
karena itu kerelaan untuk menderita merupakan hal yang esensial bagi imam sebagai gembala.

5
Berani menderita sering diartikan negatif. Missal menunda sesuatu yang disukai demi irit.
Berkorban demi orang lain bermacam alasannya. Tetapi menderita atau berkorban lebih
menyatukan dengan penderitaan Kristus, itulah misteri dengannya keselamatan diperoleh. Berani
mengosongkan diri seperti Yesus, agar Kristus merasuk dalam diri imam. Sementara rendah hati,
belas kasih yang dilakukan adalah agar Imamat Kristus keluar untuk orang lain. Kenosis menjadi
model Kristus sang imam dan gembala maka pengorbanan diri para imam dalam hidupnya, akan
terintegrasi di dalam sukacita batin yang dalam sekaligus pelayanan kasih keluar.
Kenosis seorang imam berarti mengisi hidupnya dengan kesucian dan sebagai
korban/victim mengosongkan diri untuk melayani sesame dan dunia. Yang ini hanya mungkin
kalau sang imam bisa rendah hati (humilis) dan berbelas kasih (compassion) “ia akan menjadi
besar dan aku menjadi semakin kecil” Yoh 3:30.

Setia pada Komitmen Seumur hidup


Rasanya setia pada komitmen yang tak terputus itu merupakan tantangan besar hidup
imam dewasa ini. Komitmen terhadap tahbisan seumur hidup dapat menjadi kesaksian asli pada
salib Yesus dewasa ini. Keteguhan ini hanya dapat menjiwai, bila ia meyakini bahwa nilai dari
pengorbanan Yesus bagi dunia sungguh mutlak bagi keselamatan dunia. Kenyataannya banyak
para imam yang melepaskan komitmen walau tentu dengan alasan berbeda-beda. Menurunnya
panggilan imam, menimbulkan pertanyaan apakah imam masih perlu dalam gereja katolik.
Yang penting adalah kita harus mempunyai harapan, impian dan aspirasi sepanjang
perjalanan hidup kita, dan tugas pemimpin gembala adalah memberikan kepada umat Allah
sebuah visi mulia yang mereka bersama memperjuangkan dan menunjukan serta memberi
kesaksian tentang tujuan luhur hidup mereka. Dan gereja harus bisa menunjukan hadirnya nilai-
nilai kerajaan Allah di tengah-tengahnya.
Setia pada komitmen seumur hidup sebagai imam, sejak awal perjalanan panggilan
menuju imamat, idealism waktu belajar di seminari, ingin memahami identitas terang benderang
tentang imamat. Pertanyaan tentang identitas imam menjadi agak hilang sesudah tahbisan, karena
memang imamat itu mempunyai peran social dan perlu dipelajari dalam interaksi dengan umat.
Tantangan baru muncul karena masyarakat dewasa ini kurang bertahan dalam kesetiaan dan
komitmen baik itu di dalam keluarga, hidup membiara dan hidup imamat. Mungkin juga teladan
dari kita para imam yang memberi kesan kurang tangguh dalam kepribadian, kesan over kerja,
sumber hidup batin dibiarkan menipis sementara kerinduan akan kesegaran batin umat di dunia
yang kering ini semaki nampak. Terlihat juga karisma imam itu perkembangannya diserahkan
kepada pribadi-pribadi. Setia pada komitmen imamat seumur hidup itu sangat mempengaruhi
stabilitas imam dalam pelayanan-pelayanan yang membutuhkan jangka waktu lumayan mantab.

6
IMAMAT: Menjadi Tanda Perpanjangan kehadiran Yesus.
Imam sebagai simbol dan Pelaksana “kesatuan, kesucian,
kekatolikan dan keapostolikan” Gereja

Pribadi Yesus selalu menjadi ukuran kalau kita bicara hanya ada satu imamat yaitu
Imamat Yesus. Apabila Imam bertindak in persona Xhristi atau atas nama pribadi Yesus, Kepala
Gereja dan atas nama seluruh Umat Allah, maka Kristus harus menjadi dasar untuk setiap
refleksi teologis mengenai arti fundamental dari imamat.

Yesus Kristus
Kebenaran sentral dari iman kristiani adalah Yesus Kristus. Orang kristiani percaya lebih
dari 2000 tahun lalu, bahwa Tuhan nampak di tengah-tengah mereka dalam diri kemanusaian
Yesus, menyerupai kita manusia, mempunyai pikiran dan kehendak seperti kita, mempunyai
tubuh dan jiwa seperti kita. Sabda menjadi daging dan tinggal di antara kita. Kristus seperti kita
dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa. Para pemikir melihat adanya progress dalam inkarnasi.
Dalam agama-agama kita bisa melihatnya. Di Mesir, di Yunani dan di antara bangsa yahudi,
dewa dewa menampakan diri atau berinkarnasi dalam wujud binatang, setengah binatang atau
setengah manusia. Namun di antara orang Yahudi diyakini bahwa Allah menampakan diri di
dunia dalam wujud seorang pribadi manusia.
Di dalam Yesus kerinduan terdalam dan universal manusia mendapat jawabannya. Bukan
hanya orang Yahudi tetapi mereka yang disebut kafir dan semua yang ambil bagian dalam
kondisi kemanusiaan pasti mengharapkan kesalamatan. Figure Yesus karena berbicara dalam
bahasa universal manusia, penjelmaannya bisa menjawab kerinduan umum setiap orang. Oleh
karena itu semua orang sebetulnya bisa menerima pernyataan yang diungkapkan oleh Injil karena
sungguh menyentuh kehidupan manusia.
Sejarah sengsara dan kematian Yesus sungguh menjawab teka teki sengsara dan kematian
yang dialami manusia. Seperti dilukiskan oleh Markus dalam kisah sengsara Tuhan. Yesus
sungguh mengalami kematian sedalam-dalamnya, bahkan kematiannya menghantar serdadu itu
mengungkapkan imannya “sungguh ia Putra Allah” dan hanya dalam kematian Yesus yang
mengerikan itu keallahanNya diwahyukan melalui ungkapan kata-kata serdadu. Yesus memikul
kematian dan apa saja yang melambangkan kematian “dosa, penyakit dan lainya” dan segala
yang menghancurkan kehidupan. John Paul II mengajak Gereja dan dunia untuk mencintai
kehidupan dan menciptakan budaya kehidupan dan menghancurkan segala budaya kematian.

7
Kebangkitan Yesus adalah kemenangan atas kematian yang disampaikan kepada para
muridNya dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia. Yang mengingkari diampuni
olehNya dan di anugrahi hidup baru di dunia ini. Dengan kebangkitanNya bungkus kematian
telah dipecahkan dan rohNya menyusupi seluruh dunia. Murid-muridNya diubah menjadi
manusia baru dan berani memberi kesaksian bahwa Dia hidup ditengah-tengah kita. Lingkaran
kejahatan yang membunuh Yesus dengan keji telah dipatahkan dengan pengampunan dan
memberikan hidup baru kepada mereka yang bertobat. Yesus yang mati dan bangkit menjadi
pintu terbuka bagi pengalaman akan Allah Trinitas yang diatas hidup ilahi itu gereja didirikan
dan tersebar keseluruh dunia.

Gereja
Kehadiran sesudah kebangkitan tidak terbatas pada kehadiran secara pribadi Yesus yang
sudah bangkit, tetapi Yesus hadir dalam korporasi yaitu gereja. Itulah gambaran gereja pada
intinya. Gereja menurut Paulus disebut “tubuh Kristus” dan dalam I Kor disebut tempat
bertahtanya kehadiran baru korporatif Yesus, menampakan diri dalam anugrah bagi komunitas
umat beriman. Roh Kristus menjadikan orang kristiani baru baik secara individu maupun
komuniter.
Kardinal Newman mengatakan bahwa orang Kristen yang percaya pada inkarnasi yakni
Tuhan ingin kehadiranNya dalam Kristus dilanjukan dalam waktu. Oleh karena itu tidak heran
kalau Gereja termasuk di dalamnya rencana design asli dari Allah sendiri. Karena gereja tetap
tinggal sebagai tempat terjadinya kehadiran Kristus menemui para pengikutNya.

Imamat
Kehadiran Yesus di dalam Gereja, maka bersama imamat Yesus menjadi dasar imamat di
dalam berbagai bentuk (imamat umum dan imamat tertahbis). Berbagai cara Yesus hadir di
dalam Gereja secara khusus didiskusikan dalam Sacrosanctum Concilium. Gereja sungguh
diresapi oleh kehadiran Yesus. Semua mengalir dari sumber yang sama yaitu Yesus, dan demi
kesejahteraan bersama Kristus hadir di tengah dan di hati umat beriman. Kehadiran Yesus ini
pada saat umat berkumpul atas namaNya. Ia hadir dalam korban Misa, baik dalam pribadi
pelayan “karena yang sekarang mempersembahkan diri melalui pelayan imam sama saja Dia
yang ketika itu mengorbankan diriNya di kayu salib, maupun terutama dalam rupa ekaristi.
Dengan kekuatanNya Ia hadir dalam sakramen-sakramen sedemikan rupa sehingga kalau ada
orang yang membaptis, Kristus sendirilah yang membaptis. Ia hadir dalam sabdaNya karana ia
sendiri bersabda kalau Kitab Suci dibacakan dalam Gereja. Ia hadir ketika gereja memohon dan
bermazmur, karena ia sendiri berjanji. Dalam Ekaristi Kristus hadir amat mersra dan
memuncaki banyak kehadiranNya. Dalam Ekaristi Kristus memberikan Tubuh dan darahNya,
hidupnya sendiri yang menyatu dengan hidup kita sebagai makanan".

8
Yesus hadir dalam imamNya. Walau kehadiran ini tak terpisahkan dari bentuk lain dari
kehadiranNya, tetapi kehadiran dalam imam ini sungguh unik dalam caranya sendiri. Kristus
adalah pribadi yang khusus, maka tidak aneh kalau Ia direpresentasikan oleh pribadi yang ia
pilih. Imam menjadi symbol berjalan dari kehadiran Yesus ditengah umat. Ia bergabung dalam
kebersamaan istimewa.

Tri - Tugas Kristus


Kehadiran Yesus di dalam Gereja dan di dalam imamnya secara lebih rinci diungkap
dalam tritugas nabi, imam, dan raja. Ini adalah peran mediasi antara Allah dengan keluarga
manusia yang berkembang dalam sejarah Israel kemudian di ambil alih oleh tradisi Kristiani.
Untuk menghubungkan tiga jabatan ini agar dapat melukiskan pribadi Yesus, lensa
teologis terbuka luas, peristilahan dan kategori tersebar luas sampai tumpang tindih. Pada
pokoknya bahwa melalui tritugas itu ingin mengungkapkan kepengantaraan yang telah dimulai
oleh Allah. Untuk selanjutnya tritugas Kristus melahirkan tugas besar Gereja: mewartakan,
menyucikan dan menggembalakan,
Bila tritugas itu dikenakan pada diri para imam nampaklah prespektif yang lain dan unik,
dalam istilah klasik: nabi, imam, dan raja yang menggambarkan titik terdalam dari imamat. Dan
itu merupakan relasi dasar antara imam dan pribadi Yesus. Termasuk didalamnya fungsional
imamat. Sangat luar biasa bahwa ketiga kategori itu melukiskan kedalaman, hubungan fungsional
dan otentis pada Kristus.

Imam Simbol dan Agen Kesatuan – Unitas


Sifat pertama dari gereja adalah kesatuan. Gereja adalah satu. Semua tingkatan komunio
dari gereja adalah komunio yang di dalamnya terjadi relasi kolaboratif dan yang tugas utamanya
membuat kesatuan gereja itu dapat disentuh, nampak, dan hidup. Kesatuan ini kompleks karena
selalu kesatuan dalam keanekaragaman; tidak mengherankan bagi mereka yang percaya pada
Trinitas yang satu Allah dengan tiga Pribadi.
Membangun kesatuan gereja itu tidak mudah kalau kita melihat pengalaman para pelayan
termasuk pengalaman para imam dan uskup. Peran sebagai pusat perputaran roda tentu tidak
selalu mudah. Jelas ada sifat manusiawi dan spiritual yang bisa mendukung atau menghalagi kita
sebagai imam atau uskup menjalankan peran itu. Misalnya kualitas pribadi yang cenderung
marah atau bermusuhan pasti sulit menjalankan peran pemersatu. Dan semakin orang berperan
pada jenjang yang lebih luas perannya, sementara kualitas kemanusiaannya cukup miskin akan
semakin parah juga efek dari sifat-sifat negative itu. Peran pemersatu ini seperti magnet yang
menari orang-orang dan menyatukan dalam kebersamaan.
Peran ini artinya orang yang dapat mengikat menjadi satu kebersamaan, membantu orang
hatinya menjadi lebih terbuka, tidak berpandangan sempit. Menjadikan orang mempunyai rasa

9
berkomunitas yang melampaui diri sendiri dan menjangkau ke luar. Dan lebih dari itu membuat
orang menggabungkan diri pada komunitas yang dibentuk oleh Roh Kudus sendiri, kuasa yang
dapat mempersatukan manusia menjadi satu tubuh mistik tempat kehadiran Yesus.
Komunio adalah ikatan kasih yang mengikat orang kristiani dan mempersatukan diri
dengan Kristus. Ini panggilan dan anugrah yang menjadikan mereka menjadi lebih luas dari
dirinya sendiri baik secara individu maupun kolektif, menjadi keutuhan kebersamaan yang lebih
dari pada sekedar menjadi bagian dari keseluruhan.
Para imam dipanggil untuk menjadi pelayan yang menjaga dan meperjuangkan kesatuan
gereja. Tugas ini dijalankan dengan berusaha menjaga keseimbangan tetap antara kesatuan dan
keanekaragaman baik di paroki maupun di keuskupan.
Ctt. Pastor A berperagai pemarah, maka mudah menimbulkan ketegangan bahkan
perpecahan. Ketika ada perpindahan, umat merasa lega. Sebaliknya pastor B selalu diminta
meleraikan perselisihan atau di utus setiap saat ada masalah dimana-mana. Ia seorang pendengar
yang baik bisa menghormati pendapat orang lain dan tetap tegas dalam prinsip. Maka ia disegani
orang. Ia dapat menghantar hati orang kepada kedamaian hati terdalam.

Imam Simbol dan Pelaksana Kesucian/Sanctitas


Ciri kedua gereja adalah kudus. Tuhan sendiri adalah kudus. Tujuannya adalah
bagaimana membuat gereja transparan untuk kehadiran Tuhan di tengah umatNya. Menjadikan
kodrat sakramentalitas gereja dapat bersinar keluar. Sebagaimana Kristus adalah tanda hubungan
timbal balik manusia dengan Allah, demikian juga Gereja harus menjadi tanda kehadiran Kristus
di tengah keluarga manusia.
Rintangan terbesar dari kesucian tentu saja dosa. Walau gereja suci, anggotanya manusia
biasa. Manusia yang adalah pendosa. Walau gereja itu suci, kesuciannya bukan sesuatu yang
abstrak. Di dalamnya ada pengampunan. Kekudusan dapat dilihat secara transparan menghadikan
Tuhan. Betapa menariknya ketika kehadiran Tuhan dipancarkan di dalam hidup orang yang
percaya. Hal ini amat dinatikan dalam diri para imam yang menjadi penjaga dan tanda transparan
kehadiran Allah.
Ctt: imam A orang relegius sejati. Ia sering nampak tekun berdoa, juga dalam kotbah
terpancar keyakinan mendalam. Dari nada ucapannya menjadikan seakan tempat do aitu lebih
berwibawa dan sacral. Dan ia membuat orang menjadi lebih berperhatian pada orang lain.
Sepertinya ketulusan dan kedekatan dengan kehadiran Tuhan membawa orang kepada mutu
hidup beriman sejati.
Imam B sering dipertanyakan dalam kehadirannya ketika merayakan ekaristi, ketika
berkotbah dan melayani sakramen kelihatan kurang konsen, tak terasa kedalamannya. Tidak
menghantar hati kepada sesuatu yang luhur. Sering ada sindiran “if you gi ti the strange town,
and want to know a good testorant, ask the local prist, he knows”

10
Imam Simbol dan Pelaksana Katolisitas
Gereja adalah katolik. Universalitas gereja itu sangat nampak nyata, terutama dengan
terbentuknya gereja local yang hidup dan dinamis di seantero dunia. Ikatan universalitas ini
terwujud dalam banyak bentuknya. Jejaring kepedualian, bahkan sekarang ada saudari kembar
paroki, opsi untuk yang miskin dan menjadi korban perang, gempa dll. Perlu imam yang sungguh
menyadari serta menghidupi katolisitas itu dengan menunjukan kepada umatnya bahwa gereja itu
lebih luas dari paroki. Namun universalitass itu harus dirasakan gereja local, memperhatikan
gereja semesta dengan beraksi bagi gereja setempat adalah semangat yang perlu ditanamkan.
Tugas besar imam untuk menyadarkan diri dan umat bahwa gereja lebih luas secara akrab dan
intim hadir dalam setiak gereja local.

Imam Simbol dan Agen Apostolisitas


Gereja berakar pada iman para rasul. Iman apostolik adalah sebuah tradisi yang hidup,
yang setiap generasi ingin mengestafetkan kepada beriman berikutnya. Di dalam dunia yang
berubah begitu cepat sebuah tradisi adalah penyimpanan kebijaksanaan yang membawa
kestabilan. Iman katolik membawa kepada sudut pandang dan kebijaksanaan jaman dan yang
memberi mata yang membantu mendicerment dilemma dan masalah jaman modern. Ia menolong
membedakan persolan baru manusia dari persoalan yang sifatnya tak kenal waktu dan disitu
imam memberikan jawaban semua yang benar, dengan rumusan yang sedikit berbeda pada setiap
generasi.
Tak dipungkiri bahwa dunia sekarang cenderung memandang kebijaksanaan dari tradisi
lama sebagai hal yang kuno ketinggalan jaman. Di sinilah Gereja, para imam harus terus belajar
menanggapi reaksi dengan sabar, tetap mengajarkan kebenaran dengan konsekuen dan
ketangguhan. Di dalam hal ini cara gereja menjelaskan dan membela kesucian hidup sungguh
merupakan contoh luar biasa. Meneruskan tradisi bukan hanya masalah buku-buku atau
peraturan. Pengajaran harus disampaikan secara hidup, karena tradisi yang hidup dapat
diteruskan. Imam selalu mempunyai peran penting dalam penerusan ini. Namun para imam harus
sungguh meresapi iman para rasul itu dan itu tugas yang tidak mudah. Karena ini merupakan
pendidikan lama dan yang menjadi darah dan daging yang perlu dibatinkan. Namun sebagai
pewarta para imam diajak menjawab pertanyaan Paulus kebijaksanaan siapa yang engkau
ajarkan, apakah kebijaksanaan dunia atau kebijaksanaan Kristus? Kebijaksanaan Kristuslah yang
memberi hidup.

Imam sebagai Memento


Isi dari imamat memang sangat kompleks, namun symbol yang hidup seringkali dirasakan
di tempat biasa dan umum. Pelayan-pelayan Yesus pertama-tama adalah sebuah memento
melalui berbagai macam cara. Cara kita berpakaian, cara kita berbicara, kebiasaan-kebiasaan

11
harian dari bangun pagi sampai istirahat malam, cara kita mendekati orang, cara kita menata
hidup, tanggungjawab dan cara kita berdisiplin diri. Memento artinya menjadi peringatan atau
ingatlah. Imam adalah peringatan yang hidup bahwa hidup ini singkat adanya, dan pengadilan
Tuhan pasti datang.
Imam yang memakai jubah masih bisa menjadi ungkapan yang menunjuk pada tugas
untuk Tuhan dan sesama. Saat imam hadir banyak orang segan untuk bercerita yang senonoh bila
terlanjur mereka akan minta maaf. Bila ada bahaya umat minta mendoakan dan bahkan menerima
pengampunan dosa. Bila dalam bahaya maut mereka minta dipanggilkan imam. Permintaan itu
sering spontan dan tiba-tiba. Dengan alasan yang sama bila ada kejatuhan imam, mereka
langsung mematri di dalam sebuah batu.
Imam sebagai memento menjadi symbol kehadiran Kristus. Dalam Matius 25
menyadarkan kita tentang tanda kehadiran Kristus dalam sesama yang sakit, lapar, haus dan
telanjang, sedih, menderita, dipenjara. Bahkan di dalam mereka itu Kristus mengidentifikasikan
diriNya. Inilah bentuk kehadiran Kristus yang tersembunyi. Sementara dalam diri Imam Kristus
secara public dihadirkan. Suatu kehormatan sekaligus beban. Sumber pujian dan umpatan.
Meski begitu imam sering merasa tidak mampu dan layak karena beban dan
tanggunjawab, tugas-tugas yang begitu banyak. Perasaan tak bisa dan tak pandai dalam tugas
pokoknya juga dirasakan “tugas berkotbah, menguduskan dan menggembalakan”. Gereja tidak
pernah mengklaim bahwa Yesus memilih orang yang sempurna dan paling cakap. Panggilan
tetap misteri, sering imam bertanya diri mengapa saya dipanggil. Yang terjadi adalah Tuhan
sering memanggil yang lemah untuk menjadi kuat melalui anugrahNya. Newman mengatakan
“Barang siapa yang berusaha melawan dunia, atau yang berbuat baik apapun berdasarkan
kekuatannya sendiri, pasti ia akan jatuh. Kita bisa berbuat baik, hanya kalau Tuhan memberikan
kuasa untuk melaksanakannya”.

12
AGAR SUKACITAKU MENJADI PENUH I
Yoh 16:24

Suka Duka Menjadi Imam Dewasa Ini


Kita semua bisa membuat daftar Panjang tentang suka duka menghayati hidup kita
sebagai imam. Pertanyaan mendasar adalah bagaimana sukacita itu ada dalam imamat kita? Segi
ini dipakai sebagai salah satu pendekatan agar imamat kita subur. Dewasa ini sering digambarkan
hidup seorang imam penuh depresi, sering mengalami krisis. Memang banyak factor terjadinya
krisis hidup imam: turunnya jumlah orang muda yang tertarik pada panggilan imamat, ada yang
mempersoalkan identitas imamat, ada skandal-skandal dalam diri imam.
Ada kalanya imam berada dalam suasana tenang, tapi tiba-tiba ada saja yang
menghebohkan dalam hidup para imam, diikuti kegoncangan di tengah umat. Depresi dan
imamat adalah dua hal yang bertentangan. Seorang direktur bisa mengalami depresi dan tetap
bekerja secara efektif. Namun tidak bisa dengan seorang imam yang tugasnya pewarta, sekaligus
orang yang hidupnya kacau dan gundah. Imam hanya bisa menjadi pewarta kabar gembira yang
dipercaya, kalau pada dasarnya dia orang yang menemukan sukacita. Yang dimaksudkan tentu
saja sukacita yang membatin yang memancar dari panggilan imamatnya. Sukacita semacam ini
ada hubungan dengan kesedihan dan kemarahan. Imamat memanggil kita ambil bagian dalam
sengsara Kristus, tetapi juga dukacita, penderitaan dan kemarahan sesama. Itulah penderitaan
orang-orang yang mencoba hidup dalam terang semangat injil.
Ada beberapa hal yang bisa membuat imam merasa tertekan dan bagaimana
menghadapinya melalui sedih dan gembira: identitas imam, leadership, paroki sebagai
komunitas, menghadapi dosa dan kegagalan.

Identitas imam
Dalam sebuah tulisan tentang wajah imamat yang berubah, disinggung krisis jiwa imam
yaitu jiwa yang mencari identitas yang berkembang sebagai pelayan Kristus tertahbis. Maka
identitas dilihat sebagai suatu yang merasuk sampai kedalam jiwa. Ada yang tidak
mempersoalkan identitas imamat bahkan mengingkari adanya persoalan itu.
Sebelum konsili, imamat seakan telah mempunyai identitas jelas: figure kultis yang
mempunyai status dan kehormatan hanya karena tahbisan. Ia terhormat karena merayakan misa
dan diberi kuasa mengubah anggur dan roti menjadi tubuh dan darah Kristus, juga kalau
sebelumnya hidupnya agak acak-acakan. Identitas seperti ini dipertanyakan Kon Vat II.
Ditemukannya kembali beberapa pokok penting dari imamat: ”imamat umum orang beriman

13
atau umat Allah, tentang panggilan semua kepada kesucian dan bahwa perkawinan adalah
panggilan yang suci” dan oleh konsili imamat dilihat terutama dalam hubungannya dengan
“pelayan dan leadership”. Identitas ini disambut dengan antusias oleh para imam karena secara
teoritis sekurang-kurangnya membebaskan dari klerikalisme yang kaku, dan memberikan
identitas yang lebih menyerupai Kristus dan Injil.
Mengapa sesudah Konsili masih banyak pertanyaan tetang siapa imam? Terlebih di
negara dimana kekristenan sudah lama tertanam. Di Indonesia bagaimana? Mungkin ada
beberapa sebab: pertama, gagasan imam sebagai pelayan dan leader itu indah, tetapi cenderung
ditarik ke arah yang berbeda. Misalnya mau melayani keuskupan dengan tangan besi dan
sebagainya.
Kedua, gambaran imam dalam teologi modern begitu ideal sehingga tak satu pun dari kita
yang bisa menghidupinya. Imam harus administrator yang efisien, pengkotbah yang pandai,
pemimpin liturgi yang kreatif, guru rohani, pemimpin inspiratif, pendengar yang sabar, dekat
dengan siapa saja. Melihat ini kita langsung patah semangat.
Ketiga, teologi tentang pelayan cenderung berfokus pada apa yang imam harus lakukan
daripada siapa imam itu. Ini dapat menjadi pandangan utilitarisme imamat. Untuk menjadi imam
yang baik harus bekerja tak pernah berhenti dan berhasil. Sedangkan dunia sekarang ini yang
secular cenderung tak mengutamakan Tuhan dan hidup keagamaan, imam sering merasa hasil
kerjanya hanya kecil dan kurang berhasil.
Keempat, konsep pelayanan menjadi begitu luas. Awam telah terlibat amat luas dan jauh
dalam pelayan kegerejaan. Maka bisa menimbulkan kesan imamat itu tidak terlalu special. Tentu
ini berbeda di banyak tempat.
Kiranya melalui empat point itu bisa dimengerti kalau ada sementara imam yang lebih
cenderung pada imam dulu, yaitu figure kultis, imam elitis dengan teologi pelayanan dan sisanya
mencari-cari.
Dalam surat kepada orang Ibrani, sebagai dokumen Perjanjian Baru yang
mengembangkan teologi tentang imamat. Di situ ada lukisan tentang Kristus sebagai imam
Agung dengan figure imamat kultis, yang mempersembahkan ibadat surgawi. Tetapi kesuciannya
tidak lepas dari hubunganNya dengan orang lain. Ini memberikan kepada visi imamat yang
dalam dan menjebatani polarisasi yang melihat imamat sebagai pelayanan dan yang bernostalgia
akan imamat kultis.
Kesucian imamat dalam surat Ibrani ini terletak dalam lukisan bahwa Kristus merangkul
kita dalam segala ketidak sempurnaan dan kedosaan manusia. Kesucian ini ditampilan bukan dari
kejauhan melainkan dari kedekatan dengan kita manusia. Puncak dari pelayanan suci itu adalah
ketika Dia disalibkan dan merangkul kematian, karena itu Yesus wafat di luar kota agar
menyucikan banyak orang dengan darahNya.

14
Injil tidak pernah berbicara tentang Yesus sebagai imam, tetapi kita menemukan teologi
yang sama tentang kesucian. Yesus merangkul mereka yang tak tersentuh, para penderita kusta,
makan minum dengan para pendosa, ia adalah domba korban yang mati di altar salib. Oleh
karena itu seluruh umat Allah adalah kudus dan imami, karena mengungkapkan Kristus yang
merangkul kita dengan seluruh hidup. Dalam Ekaristi menjadi jelas sakramen kesucian itu,
karena ia memberikan Tubuh dan darahNya kepada semua orang termasuk murid-murid yang
menghianati dan menyangkalNya. Hal ini memberikan kepada para tertahbis visi imamat yang
lepas dari klerikal elitis dan yang didasarkan pada kedekatan dan identifikasi kita dengan umat
yang dalam perjuangan dan bahkan dalam kegagalan.
Saat Agustinus ditahbiskan ia menangis, dikira dia menangis karena tidak ditahbiskan
uskup, ternyata karena sebelumnya ia bimbang dan ragu hatinya. Bagaimana saat kita menerima
tahbisan? Sebelumnya tahbisan memberikan kepada imam dekat dengan umat justru ketika umat
merasa jauh dari Tuhan. Imam bersama umat dalam kegagalan dan kelemahan, dalam dosa dan
keterbatasan. Maka imam kadang jatuh pada penampilan imamat kultis, bukan karena pengertian
imamat injil kurang dipahami.
Visi imamat secara esensial adalah misioner-keluar dari diri sendiri. Ini berarti bahwa
melayani komunitas kristiani tidak dapat menjadi pelayanan imam yang ekslusive dari semua
pelayanan lain. Betapa pun kekurangan tenaga imam, gereja (paroki dan keuskupan) harus
berusaha tetap mencari jalan untuk keluar agar mereka yang tak pernah mendekati gereja dapat
disentuh dan disapa.
Panggilan menjadi kudus berlaku untuk seluruh gereja. Kesucian imam tidak berarti
bahwa mereka harus secara moral berada di atas semua orang lain. Menjadi suci tidak sama
dengan menjadi kelompok elit. Kesucian ini mengungkapkan kesucian Allah yang rela keluar
untuk semua yang berada di pinggiran. Ini termasuk keberadaan imam tertahbis yang tak
mempunyai lingkungan social tertentu dalam masyarakat. Imam harus bisa kesana kemari untuk
menggapai yang belum disentuh Tuhan. Kedudukan itu tidak dimengerti masyarakat umum, tapi
imam harus menyadarinya. Seorang Teolog Kardinal Danielu meninggal di anak tangga ketika
berjunjung ke lokalisasi pelacuran. Pers ribut dengan berbagai komentar. Ia seorang yang saleh,
dia coba di sela hidup dan kesibukannya mencoba menyentuh jiwa-jiwa yang belum disapa
Tuhan, dia memperkenalkan gereja. di situ dia berusaha menjadi imam yang baik dan suci.
Barangkali itulah tempat yang tepat untuk meningalnya cardinal.
Dalam arti itu bisa dimengerti bahwa gereja memilih imam yang tak menikah. Imam
dengan pengertian itu sulit ditempatkan dalam sebuah struktur masyarakat terutama hidup
keluarga. Menggapai keluar kepada semua supaya disentuh Tuhan melalui gaya dan cara hidup
serta pendekatan imam. Inilah imamat yang seyogyanya kita mengerti dan hayati. Seperti Tuhan
yang kita imani keluar untuk mendekati siapa saja manusia ciptaanNya yang tersebar kemana-
mana, demikian imamat harus begitu.

15
Sementara spiritualitas imam dan relegius harusnya demikian, yaitu memancarkan
kesucian Allah yang keluar dari diri dan mendekati manusia untuk disentuhNya. Visi dan
spiritualitas inilah yang akan menjebatani dikotomi mereka yang melihat imam dari apa yang
dibuat dan melihat imamat dari siapa sebetulnya imam itu. Memancarkan kesucian Allah berarti
membawa transformasi dari isolasi ke dalam komunitas, dari kematian kepada kehidupan, dan
dari kesedihan kepada sukacita.
Bagaimana kita imam dan relegius menghayati panggilan ini, khususnya ketika
menghadapi krisis dalam masyarakat dan gereja? bagaimana seorang imam dan relegius
meneladan gerakan Tuhan yang merangkul dunia (seculum).

Imam sebagai Pemimpin


Teologi baru memandang imam sebagai pemimpin sering kurang dimengerti secara baik
atau memang sulit dimengerti. Imamat lebih mudah dikaitakan dengan pelayanan daripada
dengan leadership. Leadership lebih sering dikaitkan dengan management bisnis. Dan leadership
lebih bisa dievaluasi dari segi sukses dan kemajuan serta tercapainya tujuan atau goal. Sedangkan
imamat bukan pertama-tama soal sukses dan keberhasilan. Sementara surat Ibrani memberikan
pandangan leadership imam yang dipahami dari pribadi Yesus yang menghantar kita kehadapan
Allah. Yesus memimpin dan mendahului dan mengambil langkah pertama.
Kepemimpinan imam pun dipahami dalam mengantar mereka mengambil langkah
pertama, mendatangi mereka yang dipinggirkan dan tersingkir, memberi pengampunan kepada
yang mencari. Paus Johanes Paulus II menilai imam dan kepemimpinan telah menunjukan
bagaimana imamat diwujudkan dalam kepemimpinan yang mengambil langkah menuju yang lain
(muslim, orthodox, Yahudi) dengan tidak takut ambil resiko. Mengambil langkah pertama untuk
meminta maaf atas masa kelam. Dan kepemimpinan seperti ini harus dibarengi dengan
kesendirian dan dihadapakan pada salib. Berani menghadapi keterbatasan-keterbatasan tanpa rasa
takut dan putus asa. Leadership seperti ini memberikan sukacita dan kebebasan juga kalau kita
harus menghadapi tantangan hidup imamat. Berani melangkah setapak lebih dahulu.

Paroki sebagai Komunitas


Suatu bidang dimana kita bisa dihadapkan pada kegagalan dan kekecewaan ialah dalam
membangun paroki sebagai komunitas. Ada imam yang mengeluh dan menggambarkan
komunitas parokinya lebih sebagai SPBU daripada komunitas sejati. Meski paroki secara bagus
dilukiskan dalam teologi, namun jaman ini paroki menjadi nomor sekian dari berbagai
perkumpulan lain di sekitar umat beriman. Imam mengandalkan paroki sebagai komunitas utama,
tetapi umat kadang memperlakukannya sebagai komunitas kesakitan.
Yang perlu kita sadari adalah setiap komunitas yang kita bangun tidak mungkin
sempurna, apalagi paroki itu semacam komunitas yang menanti kedatangan Kerajaan Allah yang

16
belum hadir sepenuhnya. Setiap komunitas baik itu paroki maupun kelompok di tengah umat
adalah symbol penantian sesuatu yang dirindukan yaitu Kerajaan Allah. Kalau paroki itu terlalu
sukses jangan sampai ada salah pengertian bahwa kerajaan Allah sudah selesai datang dan bisa
jadi pastor paroki dia anggap sebagai sang Mesias.
Perjamuan malam terakhir adalah contoh dan model gambaran komunitas kristiani.
Ingatlah kegagalannya, ada murid yang menghianati, ada murid yang menyangkal Yesus, tanda
bahwa kerajaan Allah masih harus datang. Apakah Yesus gagal? Kita tidak bisa membangun
komunitas sendiri, hanya tanda kearah itu. Komunitas akan datang sebagai anugerah. Dimana
komunitas pastoran, komunitas para imam dan biarawan serta keluarga, menjadi tanda kehadiran
kerajaan Allah meski belum sempurna.

Berhadapan dengan Dosa dan Kegagalan


Imam adalah pewarta kabar gembira. Rasa gagal dan kecewa mudah mengenda panggilan
si pewarta. Apalagi warta gembira itu harus dibawa kepada siapa saja dan juga kepada banyak
orang yang dihantui oleh kegagalan dan putus asa. Kegagalan pada diri sendiri, pengetahuan
akan kedosaannya, kegagalan akan pastoral dan kesaksian hidup. Tapi injil menawarkan
pengampunan dosa dan panggilan imam juga berhadapan dengan dosa-dosa kawanan yang
dipercayakan Tuhan kepadanya. Kegagalan seakan menjadi bahan mentah ketika dia bekerja.
Bagaimana mewartkan kabar sukacita ditengah situasi ini?
Imam perlu mempunyai jalan hidup dan cara hidup bersentuhan dengan keabadian. Imam
harus menunjukan jalan itu menuju kepada yang abadi kepada siapapun. Di dunia kita tidak jalan
berputar-putar. Imam harus tumbuh dan berkembang batinnya dan relasinya dengan yang ilahi.
Pemberian diri secara ekaristis. Dimana sukacita, syukur kerajaan Allah bisa dirasakan sekarang
ini dalam sukacita. Memancarkan sukacita seperti itu adalah kesucian para imam. Gereja harus
menunjukan sukacita itu dimana orang menemukan terang Tuhan untuk mereka. Harapannya
orang dapat menemukan sukacita itu dalam diri imamnya, juga menemukan sukacita Allah dalam
hidup, pelayanan dan komunitas. Bila sukacita ada dalam hati imam, maka umat akan saling
memperhatikan dalam kasih dan selalu ada iman dan harapan. Sukacita imam adalah bagian
mendalam dari mewartakan injil dan manifestasi kesucian Allah.

17
AGAR SUKACITAMU MENJADI PENUH II

Buah-buah kesucian
Dari waktu kewaktu perlulah sebagai imam mengadakan pemeriksaan hidup untuk
melihat tanda-tanda perkembangan dalam diri sendiri, dengan melihat hasil dari pembaharuan
hidup dan kesucian yang nampak dalan diri kita. Meski Tuhan penentu terakhir, tetapi examen
seperti itu dapat menunjukan ada tidaknya perkembangan dalam penghayatan hidup kita dan
perlunya mengambil langkah untuk bekerjasama dengan rahmat berlimpah dari Tuhan.
Pertubuhan kita dalam kesucian harus memperlihatkan jejak yang kelihatan, tanda yang
menunjukan intensitas hidup ilahi dalam diri kita. Umat sewajarnya dapat melihat Kristus yang
lagi berdoa, mengajar, menyucikan dan sedang menyembukan di dalam imamNya. kita
diharapkan menjadi semacam epifani atau penampakan gembala yang baik dan menyertai
kawanannya dalam mengarungi jaman.
St. Paulus memberikan kepada kita sebuah daftar dari buah-buah Roh Kudus yang
mengungkapkan kesucian batin kita dan mewahyukan kehadiran Roh yang memberi kesaksian
bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan buah Roh itu ialah “kasih, sukacita, damai, sabar,
kebaikan, kesetiaan, kelembutan dan control diri”. Jangan melihat buah-buah itu secara abstrak
tetapi bagaiman masing-masing dari buah itu memberi direksi kepada hidup kita sehari-hari.
Cinta seorang imam harus memancarkan cinta Kristus dengan pemberian diri
sepenuhnya. Imam hidup bukan untuk dipenuhi melainkan supaya dia melimpahkan kerpada
orang lain. Sudah cukup baginya kalau ia dipenuhi oleh Kristus “hidup yang kuhayati sekarang
bukanlah miliku sendiri, Kristus hidup dalam diriku” Gal. 2:20. Imam telah dijadikan menjadi
mempelai gereja dan seperti Paulus memperingatkan kita bahwa perkawinan hanya menjadi
penghalang bagi panggilannya yang luhur. “Orang yang tidak kawin akan sibuk dengan perkara-
perkara Tuhan, terus sibuk untuk menyenangkan Tuhan, tetapi orang yang menikah sibuk
dengan tuntutan dunia dan sibuk untuk menyenangkan istrinya. Hatinya dengan itu terbagi” 1
Kor 7:32-33. Karena itu selibat imamat menuntut bertarak bukan hanya dari kenikmatan daging,
tetapi juga dari setiap keterlibatan emosional yang cenderung membagi hati kita.
Setiap status hidup memberikan kebahagiaannya sendiri, tetapi sukacita imamat adalah
antisipasi sukacita surgawi dengan cara yang khusus. Inlah sukacita dari sebuah kebijaksanaan
yang membuat kita melihat segalanya dari kacamata Tuhan. Inilah sukacita iman dan harapan
yang menjauhkan keputusasaan dan depresi kita. Bukankah panggilan akan meninkat jumlahnya

18
kalau kita memberikan inspirasi kepada orang jaman ini dengan sukacita hidup panggilan kita,
pilihan Tuhan atas diri kita sebagai imam?
Tansqualitas Ordinis menurut Agustinus sama dengan damai. Kita akan mempunyai
damai kalau rumah kita tertata menurut tatanan Tuhan. Dan bila kita mempunyai rasa damai, kita
dapat membawanya kepada orang lain. Imam hendaknya membantu mereka yang ingin berdamai
dengan Tuhan melalui pengakuan. Hindarilah rasa enggan untuk memberikan absolusi, harap
siap untuk pelayanan itu dengan sungguh tanpa harus gelisah sebagai manusia. Rasanya gereja
membutuhkan pembaharuan dengan pertobatan lewat sakramen pendamaian ini. Melayani umat
sakramen-sakramen ditengah kesibukan hidup mereka adalah sarana perdamaian yang penting
bagi pembangunan gereja. juga jangan terlalu membebani dengan keharusan-keharusan lahiriah
yang tak perlu.

Kebaikan seorang Imam


Imam yang baik, begitu yang sering diharapkan nampak dalam kemurahan hatinya dalam
menggunakan waktu dan carap berbicara dengan orang lain. Ia tidak menakutkan, juga ketika
suaranya terdengar via handphone. Sukacita melalui ungkapan wajah/senyum dan kata-kata yang
meneguhkan, menguatkan dan bahkan kesabaran mendengar umat yang berbeban sungguh
mempunyai daya kekuatan bagi sesama. Perhatian pada umat yang sakit atau menderita, mengerti
dan memahami sesama imam yang membutuhkan itu ungkapan kebaikan yang menguatkan.
Lebih dalam dari itu adalah kebaikan yang mendorong imam untuk menghayati apa yang
dilakukan sebagai ungkapan bahwa demikianlah Yesus juga melakukannya di situasi hidup yang
dihadapi. Bagaimana orang sering menilai imam itu baik? Yang utama dan cukup mendalam
adalah kalau mereka melihat bahwa imamat seorang imam adalah “seluruh hidupnya”. Orang
kurang menghargai kalau imam memberikan kesan bahwa menjadi imam baginya tidak lebih dari
delapan jam perhari seperti tugas seorang pegawi. Umat memandang imam yang baik kalau
seutuhnya seorang imam: berpakaian, berdoa, kesiapsediaannya available – mudah didekati oleh
umat sebagai imam, juga dengan kehadirannya memperkaya umat bukan memperkaya diri
sendiri. Kedalaman hidup nampak juga dalam khotbah, kesiapan, dan dengan berbagai cara untuk
dapat melayani kebutuhan rohani umat. Tentu saja imam yang baik juga setia pada ekaristi harian
dan menghayati perannya sebagai pendoa bagi umat dan pengantara umat. Kendati segala alasan
yang bisa dikemukakan, imam yang baik tak akan melalaikan aspek-aspek itu agar dapat
memikul beban dari Kristus yang manis dan ringan adanya.

Kesetiaan seorang imam


Saya yakin semua imam terus berjuang untuk setia, tetapi tentu saja secara jujur dan
pertanyaan yang harus kita jawab sendiri adalah setia kepada siapa? Jaman ini banyak orang
mengatakan setia kepada Kristus, tetapi sedikit yang setia satu dengan yang lain. Beberapa

19
mengklaim diri setia kepada apa yang benar, tetapi ada kebenaran yang tidak berlaku pada
dirinya. Ada yang menyatakan setia kepada magisterium, namun kadang pensil, opini, tulisan dan
pendapat bersikap melawan kuasa mengajar gereja entah dari dalam diri uskup atau imam.
Kesetiaan harus diwujudkan kepada siapa? Kepada magisterium universal, kuasa
mengajar universal gereja. setia kepada Yesus. Magisterium itu pemberian Tuhan untuk menjadi
pelindung kita dari kekacauan dan pembelotan ajaran yang kita alami jaman ini. Kita lihat saja
ajaran sederhana Kon Vat II dalam LG yang membantu siapa saja dengan jelas kepada siapa
kesetiaan imam diarahkan. LG 22 “adapun dewan atau badan para uskup hanyalah berwibawa
kalau bersatu dengan imam Agung di Roma pengganti Petrus sebagai kepalanya” demikian juga
imam terhadap uskupnya dalam kesetiaan kepada ajaran gereja.

Kelembutan seorang imam


Bukankah nabi Yesaya meramalkan tentang kelembutan Mesias yang akan datang. Buluh
yang ringkih tak akan dipatahkan. Yesus tidak mematahkan buluh yang ringkih dan penuh luka.
Itulah lukisan yang terang benderang tentang kelembutan Sang Mesias. Dalam beberapa hal
imam memang ringkih seperti buluh, bahkan penuh luka dan Kristus tak mematahkannya. Di lain
pihak imam harus memberi kesaksian dan melaksanakan kelembutan Kristus itu kepada mereka
yang lemah. Ditengah berbagai ketegangan dan konflik yang melemahkan banyak orang
sehingga menjadi lemah dan terluka hidupnya. Imam dituntut berlaku lembut dengan tanpa
megkompromikan ajaran Kristus dan tetap selalu sadar akan kelemahannya dan apa yang
dideritanya sendiri serta berlaku lembut penuh kepekaan terhadap umat dan sesama imam.

Panggilan kepada Kesucian dan Ketaatan Imam


Ketaatan imam adalah keutamaan yang teramat penting. Namun juga merupakan nilai
yang tidak mudah. Amat penting karena imam di panggil untuks elalu siap mencari bukan
kemauan sendiri tetapi kehendak Allah yang mengutusnya. Alasan mendasar ketaatan imam
karena pada kenyataanya ia adalah instrument pribadi Kristus dan karena itu harus menyesuaikan
dirinya utuh kepadaNya. Coba renungkan "Kristus walaupun Anak Allah, belajar taat melalui
penderitaan” Ibr 5:18. Dan “Ia mengosongkan diri dengan mengambil keadaan sebagai hamba
… menjadi taat bahkan sampai taat sampai mati di salib”. Rom 5:19.
Korban Kristus di salib mempunyai nilai keselamatan dan sangat bermakna melalui
ketaatan dan kesetiaanNya kepada kehendak Bapa. Maka dapat dikatakan bahwa ketaatan kepada
Bapa merupakan hati dari imamat Kristus. Seperti Kristus taat kepada Bapa mengungkapkan
kehendak Bapa yang diwujudkan melalui ketaatan imam kepada para superiornya. Ketaatan diri
ini harus dipahami sebagai sebuah tindakan yang benar dari kebebasan pribadi, hasil dari sebuah
pilihan yang senantiasa dialami di hadapan Tuhan lewat doa dan matiraga. Keutamaan ini secara
intrinsic dituntut oleh sakramen dan oleh struktur hirarki gereja. Secara jelas diungkapkan dalam

20
janji imam. Pertama dalam upacara tahbisan daikon, kemudian dalam tahbisan imam. Dengan
sakramen dan ungkapan janji ini imam memperkuat ketaatannya untuk menyerahkan diri dan
karena itu mengambil bagian dalam dinamika ketaatan Kristus yang menjadi hamba dan taat
sampai mati di salib.
Ketaatan bagi imam pertama-tama adalah disposisi habitual dari pikiran yang
menghubungkan dia dengan kehendak Allah lewat otoritas dari superiornya dan yang
memungkinan imam mengatasi pengertian otonomi peibadi yang terlalu duniawi. Dan juga yang
memungkinkan imam menjalankan dengan setia pertaruran serta mengenal tempatnya dalam
presbyterium dan tugas melayani hierarki.
Ketaatan kepada magisterium, sikap taat kepada kuasa mengajar baik Paus maupun
Uskup. Karenanya imam jangan melenceng dengan mengikuti teori yang tak disetujui atau
keyakinan pribadi. Kesetiaan seperti ini harus ada demi otoritas diri imam dan utnuk memberikan
kepada umat beriman sebuah ajaran yang sesuai dengan kebenaran yang diwahyukan, imam
harus membimbing kawanannya dengan ajaran yang sehat dan tidak mengacaukannya dengan
teori-teori yang tak menentu dan melenceng.
Ketaatan menerima penugasan, ketaatan imam menunaikan tugasnya sebagai penginjil
dan pastor harus nampak dalam kesediaannya menerima dan melaksanakan tugas apa saja yang
dipercayakan kepadanya oleh propinsial dan uskup. Semangat iman dan ketaatan perlu, dengan
sikap terbuka untuk dipakai, tidak terus mempertanyakan tugasnya, apa lagi menolaknya begitu
saja. Apabila penunjukan sedang dipikirkan, imam harus terbuka memberi masukan,
menyumbangkan ide-ide dalam semangat dialog persaudaraan, tetapi pada saat diputuskan oleh
otoritas ia harus menerima dengan sukacita tanpa berkeberatan. Bahkan kalau nanti ternyata tidak
cocok dengan tugas yang sudah diterima dengan semangat ketaatan. Kalau ia sudah sampai usia
pensiun, semangat itu juga tetap ada.
Taat pada tuntutan dan norma tugas-tugasnya, pelayanan parstoral di dalam komunitas
kristiani seperti terutama paroki, menuntut imam cermat dan setia pada martabatnya, dalam hal
intensi misa telah ada ketentuan baik dari KHK dan Statuta. Bahkan siap merayakan misa tanpa
mendapatkan stipendium umat khususnya untuk orang miskin. Demikian juga hal-hal
administrative; liber baptis, liber matrimoniii dll, juga dokumen-dokumen penting perlu
diarsipkan demi kelengkapan kepentingan paroki.

Panggilan kesucian dan kemurnian imam dalam hidup selibat


Selibat adalah pemberian yang gereja terima dan lanjutkan. Gereja yakin bahwa selibat
itu baik untuk gereja sendiri dan dunia. Seperti setiap nilai injili demikian hidup selibat harus
dilihat sebagai pembaharuan yang membebaskan khusunya untuk dunia dewasi ini dituntut
sebuah kesaksian radikal. Mengikuti Kristus adalah tanda dari suatu ralitas eskatologi “tidak
semua orang mengertinya, hanya orang yang dikaruniai saja. Karena ada orang yang tidak

21
dapat kawin karena ia lahir demikiand ari ibunya, dan ada yang dijadikan demikan oleh orang
lain dan ada orang yang mmembuat dirinya demikian atas kemauannya sendiri, oleh karena
Kerajaan Surga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah mengerti” Mat 19:10-13.
Inilah muatan teologis dan spiritual dari selibat dan kaul-kaul dalam hidup membiara
menjadi sempurna dan meneladan Yesus. Dalam arti inilah kemurnian bukan sebuah hukum yang
menghalangi pertumbuhan pribadi, tetapi kemurnian pertama-tama sebagai rahmat yang
diberikan Bapa kepada mereka yang berdoa dengan tekun, dengan kebenaran dan dengan
kerendahan hati. Tahbisan dan kaul tidak membebaskan orang dari godaan dan bahaya.
Kemurnian demi kerajaan Allah tidak dapat dicapai sekali untuk selamanya, tetapi merupakan
hasil dari perjuangan setiap hari. Maka para imam harus mempergunakan sarana-sarana normal
dan tidak melupakan praktek hidup selibat yang telah membawa hasil: pertama, ketulusan
terhadap Tuhan dan diri sendiri, tulus dan jujur terhadap Tuhan mendengarkan suara hati, melihat
aspirasi, kesulitan dan kelemahan. Pengenalan diri dan mengoreksi hal-hal yang merugikan,
kesungguhan bersama Tuhan menjamin bantuan ilahi dan menguatkan kepercayaan diri dan
sukacita dalam imamat.
Kedua, menggunakan sarana yang biasa, pengalaman menunjukan perlunya sarana
adikodrati maupun biasa makin menyuburkan kesetiaan pada janji selibat. Setiap hari
memperbaharui komitmen pada Kristus, perlu berdoa mohon anugrah kesetiaan dan ketekunan,
mepercayakan hati kepada Buda Maria, menjalani matiraga untuk meningkatkan control diri dan
membantu mengatasi halangan. Kematangan dan kedewasaan manusiawi adalah syarat untuk
hidup selibat. Imam perlu mengontrol hidup afeksinya dan kalau perlu mencari pertolongan ahli
dengan mengutamakan pilihan dari kalangan imam sendiri. Bijak dalam menjaga Kesehatan, dan
mengungakan media, serta bacaan dan pilihan yang ditonton.
Ketiga, pertemanan dengan perempuan, dalam relasi dengan lawan jenis perlu hati-hati
karena status imamat sendiri dan bahaya membuat batu sandungan pada umat. Kendati imam
harus bisa berelasi dengan siapa saja termasuk dengan perempuan, tetaplah perlu waspada
dengan perhatian yang berlebihan dan yang dapat menimbulkan relasi khusus dengan akibat
mengurangi kebebasan hati. Dengan tetap memperhatikan sikap budaya setempat maka
kedekatan dengan wanita jangan sampai mengurangi kepercayaan terhadap imam. Sering tidak
cukup imam mengatakan bahwa “yang penting saya tidak berbuat apa-apa”, sebaliknya bijaksana
mengikuti nasehat Paulus “dalam hal apa pun kami tidak menyebabkan orang tersandung,
supaya pelayanan kami jangan sampai dicela” 2 Kor 6:3.
Keempat, hubungan dengan keluarga sendiri, relasi dengan keluarga penting. Doa dan
dukungan dari keluarga untuk imam amat dibutuhkan. Yang bisa diberikan bukan uang dan
materi, tapi dukungan doa dan kekuatan rohani.

22
Panggilan pada kesucian dan semangat kemiskinan
Kemiskinan Kristus mempunyai makna penyelamatan. “Kristus walaupun kaya menjadi
miskin untuk kita, supaya dengan kemiskinanNya kita menjadi kaya” 2 Kor. 2:8-9. Bahkan
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Philipi mengatakan bahwa memberikan diri dan
semangat pelayanan itulah yang hendaknya memperkaya pastoral “Ia tidak memandang
kesetaraannya dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba” Phil 2:6-7. Seorang imam akan
mengalami kesulitan menjadi pelayan dan hamba untuk saudara-saudranya kalau ia gelisah akan
kebutuhannya dan kesejahteraanya.
Teladan Yesus baik untuk para imam, melepaskan secara rohani terhadap barang benda
dan dunia. Gereja dipanggil mengikuti jalan yang ditempuh Yesus yang memanggul karya
penebusan dalam kemiskinan dan di bawah tekanan. Dengan tahbisan dan kaul “imam diundang
merangkul kemiskinan sukarela”. Dengan demikian mereka akan menjadi lebih jelas menyerupai
Yesis dan menjadi semakin berbakti untuk pelayanan pastoral. Keutamaan kemiskinan pertama-
tama adalah memilih Tuhan sebagai bagian dan warisannya. Hidup di dunia, tanpa menjadi milik
dunia. Inilah yang membangun kebebasan dan pelepasan diri dari keterikatan hal duniawi.
Uang dan finansial memang penting sebagai rasa aman para imam ketika melayani altar,
supaya dengan demikian mereka dapat melaksanakan pelayanan tanpa harus terlalu gelisah dan
terganggu perhatiannya. Namun dalam penggunaan uang untuk milik pribadi, imam juga harus
dalam rangka kemiskinan dan cintakasih tanpa mengumpulkan kekayaan untuk dirinya sendiri.
Status imam dan biarawan bukan sarana untuk mencari uang bagi dirinya sendiri.
Gaya hidup bersahaja, dengan bersyukur pada penyelenggaraan ilahi. Para imam
harusnya menggunakan barang dunia secara wajar, sederhana, bersahaja dan tanpa kelekatan
pada kekayaan dan kefanaan. Dalam hal ini ia dapat menjadi saksi terpercaya dan akan
didengarkan oleh umat. Gaya hidup imam harus menjadi kesaksian injili dan tidak menjauhkan
diri dengan orang miskin. Menghindarkan diri dengan kemewahan, menghemat, menghindarkan
diri perjalanan dan liburan yang mewah, bekerja keras menggunakan waktu dengan baik. Dengan
semangat kemiskinan menjadi saksi dan penuh kasih merangkul orang miskin.
Transparan dalam pelaporan dan pertanggungjawaban. Permohonan bantuan juga harus
bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan intensio dantis-nya. Jelas pengajuan dan
penggunaannya sehingga ia bisa dipercaya. Kalau pemberian tidak dengan intension, maka
digunakan untuk kepentingan gereja dan pastoral dan untuk orang miskin. Umat memberi bukan
karena diri kita, tetapi karena kita imam dan mereka percaya kita pelayan gereja yang hidupnya
total untuk itu. Perhatian pada yang sakit dan tua juga sangat penting. Terlebih rekan imam,
konfrater yang lanjut usia perlu juga mendapatkan perhatian dan kasih bersama. Kita ada karena
mereka, mereka menjadi tanggung jawab kita juga.
***

23

Anda mungkin juga menyukai