Anda di halaman 1dari 15

Tugas Sejarah Dogma

Yovianus Tarukan
Mayor I, 2019

Pentingnya Kerasulan Kaum Awam di Tengah Masyarakat


Pengantar

Melihat dunia yang serba instant dan maju sungguh mempengaruhi kehidupan terutama
perkembangan iman manusia. Banyak orang terbawa oleh sikap egoisme, hedonisme dan
konsumerisme. Maka dibutuhkan iman aka Yesus Kristus sebagai obat utama dalam memerangi
penyakit tersebut. Untuk itu dibutuhkan orang-orang yang sungguh-sungguh mengenal Yesus
yang kita wartakan. Mereka adalah kaum tertahbis, rohaniawan/i serta tidak kalah penting yaitu
kaum awam. Kaum awam menjadi sarana yang baik untuk mewartakan injil ditengah dunia ini.
Kaum awam merupakan penguasa dunia dan mereka juga dapat dipakai untuk menyentuh hati
orang-orang yang berada disekitar mereka. Keterlibatan kaum awam dalam kehidupan
menggereja dewasa ini cukup menggembirakan. Para kaum awam mengambil bagian dalam
tugas perutusan gereja dan di dalam dunia. Konsili suci melihat realitas bahwa kaum awam
beriman dipanggilan Kristus Tuhan supaya bekerja di dalam kebun anggur yaitu terlibat aktif
dalam perutusan Gereja.1 Sebab kerasulan awam, yang bersumber pada panggilan kristiani
mereka sendiri, tak pernah dapat tidak ada dalam Gereja. Betapa sukarela sifat gerakan  semacam
itu pada awal mula Gereja, dan betapa suburnya, dipaparkan dengan jelas oleh Kitab suci sendiri
(lih. Kis 11:19-21; 18:26; Rom 16:1-16; Fip 4:3).2

Zaman sekarang dibutuhkan semangat merasul kaum awam yang tidak kalah besar.
Bahkan situasi sekarang ini jelas memerlukan kerasulan mereka yang lebih intensif dan lebih
luas. Imbauan apostolik Paus Yohanes Paulus II, lewat dokumen Christi Fideles Laici pada 12
maret 1989: menempatkan panggilan dan perutusan kaum awam dalam kehidupan menggereja
dengan memberikan latar belakang situasi dunia yang menuntut keterlibatan kaum awam. 3
Sebab makin bertambahnya jumlah manusia, kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi,

1
Bdk, Imbauan Apostolik Pasca Sinode “Christi Fideles Laici” Bapa Suci Yohanes Paulus II, 12
Maret 1989. nohlm. 7.
2
Lih. Konsili Vatikan II Tentang “Apostolicam Actuositatem” (AA), No. 1.
3
Ibid.

1
hubungan-hubungan antar manusia yang lebih erat serta dibanyak daerah yang jumlah imamnya
sangat sedikit membutuhkan kerasulan kaum awam. Ini merupakan tanda untuk mendesak kaum
awam semakin sadar akan tanggung jawab mereka, dan mendorong mereka untuk membaktikan
diri kepada Kristus dan Gereja.4

I. Pengertian tentang Kaum Awam


Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) isitlah “awam” artinya umum, tidak
istimewa, orang biasa, orang kebanyakan (bukan ahli, bukan rohaniawan). 5 Istilah awam
menunjuk pada orang biasa atau tidak termasuk dalam golongan khusus. Arti istilah awam
tersebut sering dipakai orang dalam percakapan harian masyarakat. Istilah awam memiliki
makna yang hampir sama dengan kata Laikos6 (Yunani) yang artinya semua anggota bangsa atau
umat pilihan Allah. Kaum awam menurut Konsili Vatikan II ialah semua orang beriman Kristiani
kecuali mereka yang menerima tahbisan suci dan mereka yang menjadi anggota suatu kelompok
rohaniawan yang diakui sah oleh Gereja.7 Menurut Christi Fideles Laici (CFL), kaum awam
dilihat sebagai bagian dari Gereja itu sendiri. Gereja dimengerti sebagai persekutuan orang-orang
beriman akan Allah, Bapa, Putra dan Roh Kudus serta bekerja sama untuk melanjutkan karya
keselamatan yang dirintis oleh Yesus Kristus demi Kerajaan Allah. Kaum awam beriman bukan
sekedar perpanjangan tangan dari Hirarki dan bukan hanya anggota Gereja tetapi mereka adalah
Gereja itu sendiri.8

II. Ciri Sekuler Kaum Awam


Ciri khas dan istimewa kaum awam yakni sifat keduniaannya (sekular), berbeda dengan
golongan imam (rohaniawan/i) yang berdasarkan panggilan khusus dan tugas perutusan mereka
diperuntukkan bagi pelayanan suci. Makin jelas bahwa kaum awam adalah anggota Gereja yang
tidak menerima sakramen imamat dan tidak termasuk dalam golongan yang berstatus religius
4
Ibid.
5
Depertemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan keempat (Jakarta:
balai Pustaka, 2011), hlm.102.
6
Istilah Laikos berasal dari kata laos artinya bangsa atau umat. Istilah laikos dipakai untuk
membedakan antara mereka yang masuk menjadi umat Allah dan yang bukan anggota umat Allah. Maka
dalam arti yang positif kata laikos artinya semua orang beriman. Bdk. Heuken, Kaum awam dan
kerasulannya, hlm. 25-26.
7
CFL. No. 9.
8
Tom Jacobs, Gereja Menurut Konsili Vatikan II, Yogyakarta: Kanisius, 1987. Hlm, 53.

2
yang diakui oleh gereja (LG 31). Setiap orang beriman kristiani yang berdasarkan Sakramen
Babtis dan penguatan ditugaskan oleh Allah untuk kerasulan, kaum awam terikat kewajiban
umum dan mempunyai hak, baik secara perseorangan maupun tergabung dalam perserikatan,
untuk mengusahakan, agar warta ilahi keselamatan dikenal dan diterima oleh semua orang di
seluruh dunia, kewajiban itu semakin mendesak dalam keadaan-keadaan dimana injil tidak dapat
didengarkan dan Kristus tidak dapat dikenal orang selain lewat mereka (KHK 225).
Melalui permandian kaum awam digabungkan menjadi satu tubuh bersama Kristus dan
dilantik menjadi umat Allah. Permandian menghidupkan kita kembali di dalam kehidupan Putra
Allah, membersatukan kita dengan Kristus dan dengan tubuhNya, yakni Gereja, dan mengurapi
kita dalam Roh Kudus, menjadikan kita kenisah-kenisah rohani. Jadi kaum beriman kristiani
yang berkat sakramen Babtis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpuan menjadi umat
Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat 9 kenabian10 dan rajawi
Kristus,11 tanpa memisahkan diri dari kaum tertahbis atau rohaniawan/i. Dengan demikian, dunia
menjadi tempat dan sarana bagi kaum awam beriman guna menunaikan panggilan Kristen
mereka, sebab dunia itu sendiri dimaksudkan supaya memuliakan Allah Bapa dalam Kristus.
Mereka tidak dipanggil supaya meninggalkan posisi mereka di dunia melainkan dipercayakan
kepada mereka suatu panggilan untuk semangat injil, dapat menguduskan dunia, mencari
kerajaan Allah dengan melibatkan diri di dalam urusan duniawi dan dengan menata semuanya itu
sesuai dengan rencana Allah (CFL.15)
Paus Pius XII menyatakan bahwa kaum beriman, lebih tepat kaum awam beriman,
senantiasa berada pada garis depan kehidupan gereja, bagi mereka gereja merupakan asas
penjiwaan untuk masyarakat. Oleh karenanya, mereka itu secara khusus hendaknya memiliki
kesadaran yang semakin jelas bukan hanya tentang menjadi miliki gereja, melainkan tentang

9
Gelar imamat untuk kaum awam yang dimaksud adalah “imamat umum” yang dibedakan
dengan imamat jabatan. Imamat Jabatan dikhususkan untuk para imam dimana oleh karena pelayanan
mereka, para imam bersatu dengan Kristus. Sedangkan Imamat Umum untuk kaum awam lebih
dimengerti sebagai partisipasi kaum awam dalam imamat Kristus. Partisipasi kaum awam dalam imamat
umum lebih pada pelaksanaan ibadat. Bdk. Tom Jacobs, Gereja Menurut Vatikan II, hlm. 53.
10
Tugas sebagai nabi adalah tugas menjadi saksi kepada sesama. Kristus telah memberikan
Sabda-Nya kepada para pengikut-Nya dan ia juga yang memberikan sensus fidelium atau rasa cita
beriman kepada anggota Gereja-Nya. Sabda Kristus itulah yang menjadi sumber kesaksian kaum awam
untuk diwartakan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga, masyarakat dan lingkungan Gereja.
Bdk. LG. No.35.
11
Dokumen Konsili Vatikan II tentang Kaum Awam, Hlm 113.

3
menjadi gereja, maksudnya persekutuan kaum beriman di bumi dibawa kepemimpinan Paus,
kepala semuanya dan pimpinan para Uskup dalam persektuan dengan dia.12 Tanpa menimbulkan
pemisahan dengan imamat pelayanan dari kaum tertahbis atau rohaniawan/i Karena itu, kaum
awam bersama semua anggota gereja merupakan ranting-ranting yang dipersatukan pada Kristus
pokok anggur yang sejati, dan dari Dialah mereka memperoleh kehidupan serta kesuburan.13

III. Perkembangan Peranan Kaum Awam Dalam Gereja


Gereja senantiasa membaharui diri seiring dengan perkembangan zaman dan Gereja
selalu mengalami perubahan baik secara kualitas maupun kuantitas. Pandangan Konsili di dalam
Gereja turut mempengaruhi “wajah” gereja dan pelaksanaan tugas-tugas gereja dalam pelayanan
pastoral. Oleh karena itu, pandangan yang dihasilkan oleh konsili juga berpengaruh terhadap
subyek dan tujuan kerasulan gereja.
1. Pra-Konsili Vatikan II
Sebelum Konsili Vatikan II, teologi pastoral tentang Gereja berpusat pada kaum tertahbis
atau “pastor-sentris”. Konsep “pastor-sentris” tersebut menempatkan kaum tertahbis sebagai
subyek utama dalam gereja. Kaum terthabis memiliki peran utama dan dominan dalam seluruh
aktivitas pastoral khususnya di paroki. Seluruh kegiatan kerasulan di paroki berorientasi pada
kebutuhan paroki dan perkembangan umat, sedangkan kaum awam dipandang sebagai aktivis
sekunder dalam seluruh kerasulan di paroki. Konsep gereja sebelum konsili Vatikan II yaitu
gereja yang hirarki atau gereja piramidal. Konsep gereja yang hirarki tersebut membedakan
tingkat kekuasaan dalam gereja, dimana kaum tertahbis pada posisi teratas dari seluruh umat
beriman. Gereja juga dimengerti sebagai suatu kesatuan organisatoris yang sifatnya serba ditata
dan menata. Dengan demikian, kaum awam berada dalam sikap menunggu untuk dilayani,
diajari dan pasif.
2. Konsili Vatikan II
Konsili Vatikan II adalah Konsili uskup sedunia yang diadakan di Vatikan, Roma pada
tahun 1962-1965 (terdiri dari 4 periode), yang diprakarsai oleh Paus Yohanes XXIII. Tujuannya
adalah untuk memperbaharui Gereja secara spiritual dengan cara kembali ke sumber Tradisi Suci
yang lama baik yang tertulis (Kitab Suci) maupun dari para Bapa Gereja dan tulisan Para Orang
Kudus (ressourcement). Diharapkan dengan demikian, Gereja dapat memperoleh kesegaran baru
12
Bdk. CFL. No. 9.
13
Ibid.

4
sehingga dapat menjawab tantangan zaman, dan iman Katolik dapat diterapkan di dalam
kehidupan sehari-hari (aggiornamento). Tujuan akhir dari pembaharuan ini adalah memusatkan
Gereja pada pribadi Kristus dan pada Misteri Paska-Nya, yang diterjemahkan oleh Konsili
sebagai seruan panggilan kepada semua orang untuk hidup kudus.
Dengan adanya Konsili Vatikan II, gereja mengalami perkembangan cukup pesat dan
membawa pembaharuan terhadap teologi Gereja Konsili Vatikan I. Setelah Konsili Vatikan II
gereja dilihat bukan lagi bersifat hierarkis (piramid), melainkan sebagai panguyuban umat
beriman berkat sakramen Babtis. Paus Yohanes Paulus II menetapkan sinode 1987 dengan tema:
Panggilan Kaum awam dalam Gereja di Dunia, 20 tahun sesudah konsili Vatikan II. Adapun
later belakang menjadi keprihatinan Bapa-Bapa sinode sehingga menetapkan tema tersebut
adalah:
 Kebutuhan dunia yang mendesak dewasa ini. para bapa sinode menyadari
panggilan dan perutusan gereja di tengah dunia dewasa ini tidaklah cukup kalau
hanya ditangani oleh para klerus maupun para religious. Makna dasar dari sinode
yaitu kaum awam beriman mendengar panggilan Kristus, mengambil bagian yang
aktif dengan sadar dan penuh tanggung jawab dalam perutusan gereja.
 Sekularisme dan kebutuhan akan agama. Kita mengakui bahwa dunia dewasa ini
di satu pihak semakin banyak menampakkan wajah bersikap acuh terhadap peran
Allah, namun dilain pihak ada kehausan nilai-nilai oleh agama.14
 Pribadi manusia yang agung telah dilanggar. Bapa-bapa sinode teringat akan
pelanggaran yang menimpa pribadi manusia. Ketika martabat manusia tidak
diakui dan dicintai, maka manusia tersebut tidak terlindungi terhadap bentuk-
bentuk manupulasi.15
Gereja sebagai persekutuan iman atau paguyuban berpengaruh terhadap teologi pastoral.
Pengaruhnya ialah pergantian titik perhatian dari klerus kepada Gereja secara keseluruhan.
Bentuk dari gereja sebagai paguyuban yaitu lingkaran, dimana Kristus menjadi pusat. Gereja
sebagai paguyuban merupakan suatu organisme yang memiliki jaringan di dalam dan bukan
gereja yang sifatnya organisasi. Hal ini bukan berarti bahwa peran para uskup dan imam tidak
penting. Uskup dan imam memiliki fungsi kegembalaan yang amat vital untuk menuntun para

14
Bdk. CFL. No. 4.
15
Bdk, CFL. No. 5.

5
anggota gereja. Hirarki berperan sebagai fungsi pemersatu dan penggerak bagi seluruh
keterlibatan kaum awam dalam mengembangkan Gereja. Ciri menonjol dari konsep teologi
gereja konsili Vatikan II yaitu suasana kekeluargaan, kerjasama, komunikatif dan saling
mendewasakan.
Melalui Konsili Vatikan II, Gereja menekankan bahwa kaum awam dipanggil untuk
berperan serta dalam pengudusan Gereja kendatipun mereka tidak termasuk dalam hierarki
Gereja. Panggilan kaum awam untuk menguduskan Gereja dilihat sebagai suatu bentuk kerasulan
yang berangkat dari status awam sebagai kalangan yang hidup di tengah-tengah dunia. Artinya,
karena kaum awam memiliki kekhasan, yaitu sifat keduniaannya (LG 31), maka mereka
dipanggil oleh Allah untuk menunaikan tugasnya sebagai ragi di dalam dunia dengan semangat
Kristen yang berkobar-kobar (AA 2). Dengan kata lain, kaum awam terlibat aktif dalam
perutusan gereja. Gereja diciptakan untuk menyebarluaskan kerajaan Kristus di mana-mana demi
kemuliaan Allah Bapa, dan dengan demikian mengikut sertakan semua orang dalam penebusan
yang membawa keselamatan, supaya melalui mereka seluruh dunia sungguh-sungguh diarahkan
kepada Kristus.
Kaum awam bertugas untuk menguduskan dunia, meresapi pelbagai urusan duniawi
dengan semangat Kristus supaya semangat dan cara hidup Kristus mengolah seluruh dunia
bagaikan ragi, sehingga Kerajaan Allah dapat bersemi di tengah dunia. Dari pernyataan ini kita
dihantar pada suatu kesimpulan bahwa Konsili Vatikan II benar-benar menyadari peran serta
kaum awam dalam pelayanan Gereja kendatipun mereka tetap berbeda dengan kaum klerus yang
tertahbis. Namun, dalam pelaksanaan tugasnya, mereka sama dengan kaum klerus berkat
sakramen permandian. Peran ini semakin disadari oleh Konsili Vatikan II dengan mengatakan
bahwa “berdasarkan panggilan khasnya, kaum awam bertugas untuk mencari Kerajaan Allah
dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Kaum
awam hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan manusia, dan dalam
situasi hidup berkeluarga dan hidup kemasyarakatan yang biasa. Di sana mereka dipanggil agar
sambil menjalankan tugas khasnya, dibimbing oleh semangat Injil, mereka menyumbang
pengudusan dunia dari dalam laksana ragi. Berkat kesaksian hidupnya, bercahayakan iman,
harap dan cinta kasih, mereka memperlihatkan Kristus kepada orang lain. Jadi, tugas mereka
secara khusus ialah menerangi dan menata semua ikhwal duniawi yang sangat erat berhubungan
dengan mereka, sehingga dapat berkembang sesuai dengan maksud Kristus dan meruapakan

6
pujian bagi pencipta dan penyelamat.”  Melalui panggilan kaum awam dalam sifatnya yang khas,
kaum awam mengingatkan para imam, kaum rohaniwan dan rohaniwati betapa pentingnya
kenyataan duniawi dan fana di dalam rencana penyelamatan Allah.

IV. Hubungan Kaum Awam dengan Hirarki


Walaupun tiap komponen memiliki fungsinya masing-masing, namun untuk bidang-
bidang tertentu, terlebih dalam kerasulan internal yaitu membangun hidup menggereja, masih
dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen. Dalam hal ini hendaknya hierarki
tampil sebagai pelayan yang memimpin dan mempersatukan. Pimpinan tertahbis, yaitu dewan
Diakon, dewan Presbyter, dan dewan Uskup tidak berfungsi untuk mengumpulkan kekuasaan ke
dalam tangan mereka, melainkan untuk menyatukan rupa-rupa tipe, jenis, dan fungsi pelayanan
(kharisma) yang ada.
Hierarki berperan untuk memelihara keseimbangan dan persaudaraan di antara sekian
banyak tugas pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta memelihara keseluruhan
visi, misi, dan reksa pastoral. Karena itu, tidak mengherankan bahwa di antara mereka termasuk
dalam dewan hierarki ini ada yang bertanggungjawab untuk memelihara ajaran yang benar dan
memimpin perayaan sakramen-sakramen. Kemudian Hirarki juga mempercayakan kepada kaum
awam berbagai tugas, yang lebih erat berhubungan  dengan tugas-tugas para gembala, misalnya
dibidang pengajaran kristiani, dalam berbagai upacara liturgi, dalam reksa pastoral. Berdasarkan
perutusan itu dalam pelaksanaan tugas mereka para awam wajib mematuhi sepenuhnya Pimpinan
Gereja yang lebih tinggi. Para religius, para bruder maupun suster, menghargai karya-karya
kerasulan kaum awam. Hendaknya mereka dengan senang hati membaktikan diri untuk ikut
mengembangkan kegiatan-kegiatan kaum awam menurut semangat dan kaidah-kaidah tarekat
mereka.

V. Karya Kerasulan Awam


Kerasulan awam merupakan tugas rohani yang sangat luhur untuk mengembangkan
Gereja dan menguduskan dunia beserta kehidupannya. Sebab dunia dilihat sebagai tempat di
mana dosa berpijak dan dunia lebih mencintai kegelapan atau dosa, sehingga dunia perlu

7
dikuduskan melalui salib yang nyata dalam kerasulan awam.16 Kerasulan awam dimengerti
sebagai tugas untuk mengambil bagian dalam tugas perutusan gereja yaitu keselamatan.
Kristus yang diutus oleh Bapa menjadi sumber dan asal seluruh kerasulan Gereja. Maka
jelaslah kesuburan kerasulan awam tergantung dari persatuan mereka dengan Kristus yang
memang perlu untuk hidup, menurut sabda Tuhan: “Barang siapa tinggal dalam Aku dan Aku
dalam dia, ia menghasilkan buah banyak, sebab tanpa Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”
(Yoh 15:5). Kehidupan dalam persatuan mesra dengan Kristus itu dalam Gereja dipupuk dengan
bantuan-bantuan rohani, yang diperuntukkan bagi semua orang beriman, terutama dengan keikut-
sertaan aktif dalam liturgi suci (Bdk Konsili vatikan II. Konstitusi Liturgi art 11). Upaya-upaya
itu hendaknya digunakan oleh para awam sedemikian rupa, sehingga mereka sementara
menunaikan dengan saksama tugas-tugas duniawi dalam keadaan hidup yang serba biasa, - tidak
menceraikan persatuan dengan Kristus dari hidup mereka, melainkan sambil melaksanakan tugas
menurut kehendak Allah, tetap berkembang dalam persatuan itu. Melalui jalan itu kaum awam
harus maju dalam kesucian dengan hati riang gembira, sementara mereka berusaha mengatasi
kesulitan-kesulitan dengan bijaksana dan sabar ( KV II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art.
32, 40-41). Baik tugas-pekerjaan dalam keluarga maupun urusan-urusan  keduniaan lainnya
jangan sampai menjadi asing terhadap cara hidup rohani, menurut amanat Rasul: “Apa pun yang
kamu lakukan dalam kata-kata maupun perbuatan, itu semua harus kamu jalankan atas nama
Tuhan Yesus Kristus, sambil bersyukur kepada Allah dan Bapa kita melalui Dia” (Kol 3:17).
Hidup seperti itu menuntut perwujudan iman, harapan dan cinta kasih, yang tiada
hentinya.  Hanya dalam cahaya iman dan berkat renungan sabda Allah manusia dapat selalu dan
di mana-mana mengenal Allah, - “kita hidup dan bergerak dan berada” dalam Dia (Kis 17:28),
Di dorong oleh cinta kasih yang berasal dari Allah, kaum awam mengamalkan kebaikan
terhadap semua orang, terutama terhadap rekan-rekan seiman (lih. Gal 6:10), sementara mereka
menanggalkan “segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan,
kedengkian dan fitnah” (1Ptr 2:1), dan dengan demikian menarik sesama kepada Kristus. Sebab
cinta kasih Allah, yang “dicurahkan ke dalam hati kita melalui Roh Kudus yang dikurniakan
kepada kita” (Rom 5:5), menjadikan kaum awam mampu untuk sungguh-sungguh mewujudkan
semangat Sabda Bahagia dalam hidup mereka. Sementara mengikuti Yesus yang miskin, mereka
tidak merasa hancur karena kekurangan harta duniawi, tetapi juga tidak menjadi sombong karena

16
A. Hauken. Kaum Awam dan Kerasulannya. Jakarta: Komisi kerasulan awam, hlm 38.

8
kelimpahan. Sambil mengikuti Kristus yang rendah hati, mereka tidak gila hormat (lih. Gal
5:26), melainkan berusaha berkenan kepada Allah lebih daripada kepada manusia, serta selalu
siap sedia untuk meninggalkan segalanya demi Kristus (lih. Luk 14:26) dan menanggung
penganiayaan demi keadilan (lih. Mat 5:10), sementara mengenangkan sabda Tuhan: “Barang
siapa mau mengikuti Aku, hendaklah ia mengingkari dirinya dan memikul salibnya dan
mengikuti Aku” (Mat 16:24). Mereka saling bersahabat secara kristiani dan saling membantu
dalam kebutuhan manapun juga.
Corak hidup rohani kaum awam itu harus memperoleh ciri khusus berdasarkan status
pernikahan dan hidup berkeluarga, selibat atau hidup menjanda, dari keadaan sakit, kegiatan
profesi dan sosial. Oleh karena itu janganlah mereka berhenti memupuk dengan tekun sifat-sifat
dan keutamaan-keutamaan sesuai dengan keadaan-keadaan itu yang telah mereka terima, dan
mengamalkan kurnia-kurnia yang telah mereka terima dari Roh Kudus.
  Selain itu para awam, yang mengikuti panggilan mereka telah masuk anggota salah satu
perserikatan atau lembaga yang telah disahkan oleh Gereja, begitu pula berusaha mengenakan
dengan setia corak hidup rohaninya yang istimewa.  Hendaknya mereka menjunjung tinggi juga
kemahiran kejuruan, citarasa kekeluargaan dan kewarganegaraan, maupun keutamaan-
keutamaan yang termasuk hidup kemasyarakatan sehari-hari, yakni: kejujuran, semangat
keadilan, ketulusan hati, peri-kemanusiaan, keteguhan jiwa, yang memang amat perlu juga bagi
hidup kristiani yang sejati.
A. Kaum Awam Dipanggil Kepada Kekudusan
Kaum awam dipanggil pada kekudusan, yaitu kesempurnaan cinta kasih, kekudusan
merupakan kesaksian paling besar tentang martabat yang diberikan kepada seorang murid
Kristus. Konsili vatikan II berbicara dengan tegas betapa pentingnya panggilan kepada
kekudusan, ini menjadi tuntutan dasar yang dibebankan kepada semua putera dan puteri gereja
( Bdk, art CFL 16). Tuntutan ini bukan sekedar imbauan moral, melainkan suatu tuntutan tak
teringkari yang timbul dari misteri gereja, dialah pokok anggur pilihan yang ranting-rantingnya
hidup dan bertumbuh dengan tenaga yang kudus dan pemberi hidup yang sama dari Kristus,
dialah Tubuh Mistik Kristus yang anggota-anggotanya hidup dalam kekudusan sama dari
kepalanya ialah Kristus. Setiap orang di dalam gereja justru karena mereka itu anggota, maka
mereka menerima dan mendapat bagian di dalam panggilan kekudusan. Di dalam kepenuhkan

9
gelar ini, dan berdasarkan derajat yang sama dari semua anggota gereja, kaum awam terpanggil
kepada kekudusan (LG, 40).
Panggilan kekudusan itu berakar dalam permandian dan dianjurkan kembali di dalam
sakramen yang lain, terutama dalam ekaristi. Oleh karena kaum beriman dikenakan kembali
dalam kesatuan dengan Kristus dan disegarkan oleh RohNya maka kuduslah mereka (CFL.16).
Hidup menurut Roh itu terungkap dalam keterlibatan kaum awam dalam karya kerasulan di
dunia (Bdk, CFL.17). Apa saja yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan lakukanlah
segala-galanya demi nama Tuhan Yesus sambal bersyukur kepada Allah Bapa (Kol 3:17).
Dengan menerapkan kata-kata rasul Paulus, konsili dengan tegas menandaskan “baik
pemeliharaan keluarga maupun urusan lainnya tidak bisa dipisahkan dari perangkat hidup
kerohanian (Bdk. AA. 4). Persatuan kaum beriman merupakan hal teramat penting,
sesungguhnya mereka harus dikudusakan di dalam kehidupan profesial dan sosial sehari-hari.
Kaum awam beriman harus memandang kegiatan mereka sehari-hari sebagai peluang untuk
menggabukan diri mereka dengan Allah, melaksanakn kehendaknya melayani orang lain, dan
menuntun mereka kepada persatuan dengan Allah dalam Kristus (Bdk, CFL. 17). Panggilan
kepada kekudusan ini harus diakui dan dihayati oleh kaum awam pertama-tama sebagai
kewajiban yang tidak dapat diingkari dan bersifat menuntut serta sebagai teladan yang gemilang
pada cinta yang tak terbatas akan Bapa yang telah melahirkan kembali, maka panggilan kepada
kekudusan kaum awam, memiliki hubungan erat dengan tugas dan tanggug jawab yang
dipercayakan oleh gereja. Semua orang beriman kristiani sesuai dengan kedudukan khasnya,
harus mengarahkan tenaganya utnuk menjalani hidup yang kudus dan memajukan perkembagan
gereja serta pengudusannya yang berkesinambungan (KHK. 210).
B. Kaum Awam dipanggil untuk Mewartakan injil
Kaum awam beriman sebagai anggota gereja mempunyai panggilan serta tugas
mewartakan injil dengan karunia Roh Kudus. Injil yang diwartakan oleh kaum awam tidak dapat
dilepaskan dengan pribadi Yesus Kristus.17 Yesus Kritus telah memberikan tugas perutusan
kepada para Rasul-Nya untuk pergi menjadikan semua bangsa murid-Nya dan membabtis
mereka dalam nama Allah Tritunggal serta mengajarkan kepaa mereka apa yang telah Kristus
perintahkan (Bdk, Mat 28:19-20). Gereja mengikutsertakan kaum awam dalam menyampaikan
tugas perutusan Kristus. Bagi kaum awam amat banyak kesempatan untuk melaksanakan

17
Bdk, CFL, art. 33.

10
kerasulan pewartaan Injil dan pengudusan. Kesaksian hidup kristiani sendiri beserta amal baik
yang dijalankan dengan semangat adikodrati, mempunyai daya-kekuatan untuk menarik orang-
orang kepada iman dan kepada Allah. Mereka menghantar ke gereja orang-orang yang mungkin
sudah menjauhkan diri dari padaNya, serta membuat pemelaraan jiwa-jiwa lewat pengajaran para
katekis.18Sebab Tuhan bersabda: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang,
supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di sorga” (Mat 5:16).
Akan tetapi kerasulan semacam itu tidak hanya terdiri dari kesaksian hidup saja. Rasul
yang sejati mencari kesempatan-kesempatan untuk mewartakan Kristus dengan kata-kata, baik
kepada mereka yang tidak beriman untuk menghantar mereka kepada iman, baik kepada kaum
beriman untuk mengajar serta meneguhkan mereka, dan mengajak mereka hidup dengan
semangat lebih besar. “Sebab cinta kasih Kristus mendesak kita” (2Kor 5:14). Dan dihati setiap
orang harus menggema kata-kata Rasul: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil”
(1Kor 9:16).19

C. Membawa cinta kasih


Pelayanan kepada masyarakat dapat diungkapkan dan diwujudkan dengan cara beraneka
ragam, dari sifat yang spontan dan informal sampai pada yang lebih terstruktur, dari bantuan
secara individu atau kelompok dapat dilalui dengan pelayanan cinta kasih. Melalui cinta kasih
terhadap sesama, kaum awam beriman menjalankan dan memanifestasikan partisipasi mereka di
dalam jabatan Kristus selaku raja artinya, di dalam kekuasaan “Putera manusia yang datang
bukan supaya dilayani melainkan supaya melayani” (Mrk 10:45).20
Cinta kasih memberi kehidupan dan menunjang karya solidaritas yang memberhatikan
kehidupan manusia secara total. Kristus menjadikan perintah cinta kasih terhadap sesama itu
menjadi hukumnya sendiri, dan memperkayanya dengan makna yang baru, ketika Ia
menghendaki diri-Nya sendiri seperti juga saudara-saudara-Nya sebagai pribadi yang harus
dicintai, dan bersabda: “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang diantara saudara-
Ku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk Aku” (Mat 25:40). Sebab dengan mengenakan
kodrat manusia Ia telah menghimpun segenap umat manusia dalam suatu kesetiakawanan

18
Ibid,.
19
AA. No. 6.
20
Bdk, CFL. No. 41.

11
adikodrati menjadi keluarga-Nya. Dan Ia menetapkan cinta kasih menjadi tanda para murid-Nya
dengan sabda-Nya: “Semua orang akan tahu, bahwa kamu murid-muridKu, bila kamu saling
mengasihi” (Yoh 13:35).21 Supaya pengalaman cinta kasih itu selalu terluputkan dari segala
kecaman dan menjadi nyata sebagai amal kasih, hendaklah pada diri sesama dilihat citra Allah
yang menjadi pola penciptaannya, dan Kristus Tuhan – sungguh dipersembahkan kepada-Nya,
apa pun yang diberikan kepada orang miskin

VI. Bidang Kerasulan Kaum Awam


Kaum awam menunaikan kerasulan mereka yang bermacam-ragam dalam Gereja maupun
masyarakat. Dalam kedua tata hidup itu terbukalah pelbagai bidang kegiatan merasul. Yang lebih
penting diantaranya akan kami uraikan di sini, yakni: jemaat-jemaat gerejawi, keluarga, kaum
muda, lingkungan sosial, tata nasional dan internasional. Karena zaman sekarang ini kaum
wanita  semakin berperan aktif dalam seluruh hidup masyarakat, maka sangat pentinglah bahwa
keikut-sertaan mereka diperluas, juga dipelbagai bidang kerasulan Gereja.22
 Keluarga
Persatuan seorang pria dan wanita (keluarga) menjadi asal mula dan dasar dari masyarakat, dan
berkat rahmat Kristus, menjadikan-Nya sakramen agung dalam Kristus dan dalam Gereja (Ef
5:32). Para suami istri bekerja sama dengan rahmat dan menjadi saksi iman satu dengan yang
lain. Dalam Keluarga, suami-istri mewartakan iman sekaligus menjadi pendidik yang pertama
bagi anak-anak dengan kata-kata maupun teladan dari orang tua dalam membina anak-anak agar
menghayati hidup Kristiani.23. Orang tua merupakan orang yang kaya akan kebijaksanaan dan
takwa kepada Tuhan (bdk, sir 25:4-6). Dalam hal ini, orang tua menjadi anugerah dengan
menjadi saksi tradisi iman baik di dalam Gereja maupun di dalam masyarakat (bdk Mzm 44:2;
Kel 12:26-27), guru kehidupan dan pelaku cinta kasih.24
Keluarga sendiri menerima perutusan dari Allah menjadi sel pertama dan sangat penting dalam
masyarakat. Perutusan itu dilaksankan melalui cinta kasih seperti memajukan keadilan, melayani
saudara-saudara yang menderita kekurangan, memungut anak-anak terlantar dan menjadikannya

AA. No. 8.
21

AA. No.9.
22

23
Bdk. AA. No. 11.
24
Bdk. CFL. No 48.

12
anak, dengan murah hati menerima para pendatang, mendampingi kaum muda, ikut katekese,
membantu para calon keluarga.25
 Kaum Muda
Sinode memberi perhatian khusus untuk kaum muda. Mereka merupakan separuh dari sengenap
umat Allah di tengah masyarakat. Gereja melihat bahwa dalam diri kaum muda ada panggilan
menghasilkan buah bagi gereja berkat karya Roh Kristus. 26 Namun disatu sisi situasi hidup,
sikap-sikap batin serta hubungan-hubungan mereka dengan keluarga mereka sendiri telah amat
banyak berubah. Seringkali mereka terlalu cepat beralih kepada kondisi sosial ekonomis yang
baru. Dari hari ke hari peran mereka di bidang sosial dan juga politik semakin penting. Padahal
agaknya mereka kurang mampu menanggung beban-beban baru dengan baik.27 Karena itu, kaum
awam harus menjadi rasul-rasul pertama dan langsung bagi kaum muda, dengan menjalankan
sendiri kerasulan dikalangan mereka, sambil mengindahkan lingkungan sosial kediaman mereka.

VII. Pembinan Kaum Awam


Setelah melihat bagaimana terminologi kaum awam, dan perannya dalam pelayanan
Gereja sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II, maka pada bagian ini pertanyaan yang dapat kita
ajukan adalah perlukah pembinaan terhadap kaum awam dalam tugasnya untuk menunaikan
perutusan Gereja? Harus diakui bahwa manusia tidak dapat berjalan dengan kekuatannya dan
kemampuannya sendiri. Dengan kata lain, dalam menjalankan tugas perutusannya manusia harus
didampingi dan diberi pengarahan yang terus menerus.
Pembinaan terhadap kaum awam dapat kita temukan dalam Christi Fideles Laici. Di sana
dikatakan bahwa “kaum awam beriman harus dibina sesuai dengan persatuan yang timbul dari
keberadaan mereka sebagai anggota-anggota Gereja dan warga masyarakat manusia agar mereka
dapat menemukan dan menghayati panggilan serta tugas mereka yang sebenarnya” (CFL 59).
Dari sini kita melihat bahwa kaum awam bukanlah orang-orang yang berada dalam posisi
mengenal atau mengetahui segala sesuatu tanpa mereduksi keahlian mereka dalam bidang-
bidang yang mereka tekuni. Sebaliknya, kaum awam adalah orang-orang yang masih merangkak

25
Bdk. AA. No. 11.
26
Bdk. CFL. No. 46.
27
Bdk. AA. No 12.

13
dan belajar terus menerus untuk membangun pengetahuan mereka akan karya perutusan Gereja
di tengah dunia. Oleh karena itu, mereka harus diarahkan dan dibina secara terus menerus.
Konsili Vatikan II melalui Christi Fideles Laici menguraikan beberapa dimensi
pembinaan terhadap kaum awam. Beberapa dimensi tersebut dapat kita temukan dalam CFL 60,
antara lain: Pertama: Pembinaan rohani. Setiap orang dipanggil supaya bertumbuh terus menerus
di dalam persatuan yang mesra dengan Yesus Kristus, sesuai dengan kehendak Bapa, dalam
pengabdian mereka kepada orang lain dalam cinta kasih serta keadilan. Lebih lanjut dikatakan
bahwa kehidupan dalam persatuan yang mesra dengan Kristus di dalam Gereja ini dipupuk oleh
bantuan-bantuan rohani yang tersedia bagi semua umat beriman teristimewa dengan partisipasi
yang aktif di dalam liturgi. Kedua: Pembinaan doktrinal. Pembinaan ini tidak hanya
dimaksudkan sekadar dalam pengertian yang baik dalam dinamisme iman, tetapi bagaimana
kaum awam diberi pemahaman dalam menjawabi iman mereka di tengah dunia yang serba pelik
dengan berbagai persoalan iman. Oleh karena itu, perlu ada pendidikan katekese bagi kaum
awam agar mereka dapat memberikan alasan akan pengharapan mereka dalam menghadapi
situasi dunia yang rumit. Ketiga: Pembinaan terhadap Ajaran Sosila Gereja, artinya agar kaum
awam dapat memahami dan mengerti persoalan-persoalan sosial yang kadang-kadang dihadapi
oleh Gereja. Keempat: Pembinaan tentang nilai-nilai kemanusiaan yang dimaksudkan untuk
kegiatan-kegiatan misioner dan apostolik kaum awam beriman.
Penutup
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebelum Konsili Vatikan II (1962-1965), identitas kaum
awam mengalami kehilangan jati dirinya. Kehilangan jati diri kaum awam sebelum Konsili
Vatikan II dapat kita lihat dari kenyataan bahwa kaum awam seakan-akan tidak memiliki peran
yang berarti di dalam Gereja. Hal ini disebabkan oleh karena adanya perbedaan antara Klerus
dan kaum awam yang begitu tajam dalam berbagai aspek bidang pelayanan terutama dalam tugas
perutusan Gereja. Artinya, sebelum Konsili Vatikan II, tugas perutusan Gereja diserahkan
sepenuhnya kepada hierarki atau kaum Klerus. Hanya hierarki yang menjalankan tugas perutusan
itu secara aktif, sedangkan kaum awam bersifat pasif menerima tugas perutusan itu, karena kaum
awam dianggap berada di tengah-tengah dunia yang penuh dengan kefanaan.
Namun, pembaharuan yang diwujudkan oleh Konsili Vatikan II benar-benar merangsang
seluruh aspek kehidupan manusia. Paradigma tentang pelayanan di dalam Gereja mengalami
pergeseran yang begitu dahsyat setelah Konsili Vatikan II. Artinya, Konsili Vatikan II melihat

14
bahwa tugas pelayanan di dalam Gereja bukanlah hanya tugas para Klerus yang tertahbis,
melainkan juga kaum awam memiliki peranan yang sangat penting dalam tugas perutusan
Gereja. Bahkan Konsili Vatikan II melalui Lumen Gentium mengakui kesamaan martabat
manusia di hadapan Allah. 
Penutup
Dalam sejarah perkembangan iman umat, kita dapat melihat bahwa seluruh umat beriman
terlibat aktif seperti terbentuknya Gereja Perdana dengan melibatkan umat awam yang sangat
gentar dalam pewartaan mereka. semangat tersebut sungguh masih dibutuhkan pada saat ini.
Peranan Kaum awam dalam mewartakan Kabar Gembira tentang Kristus Sang Penyelamat
sehingga semua orang bisa mengenal Dia di seluruh dunia terlebih bagi mereka yang berada
dipelosok-pelosok atau daerah yang masih sulit dijangkau oleh imam. Kehadiran kaum awam
dan peranan mereka merupakn anugerah tersendiri bagi Gereja. Oleh karena itu kita perlu
menjaga dan membangun mitra yang baik dengan kaum awam agar berkumandanglah pesan
Yesus yaitu Mewartakan iman keseluruh dunia.

15

Anda mungkin juga menyukai