Pendahuluan
Dalam kurun waktu yang terus berjalan ada berbagai indikator pergeseran pola hidup
manusia yang sejalan dengan munculnya penemuan-penemuan baru. Kisahkan saja sekilas,
pada abad pertengahan yang sangat didominasi oleh ke kekristenan perlahan mulai digeser
oleh hadirnya ilmu pengetahuan. Di dalamnya, paham yang sangat Teosentris beralih fokus
pula pada semangat antropotisme. Dulunya segala gerak langkah yang berpatok pada ajaran
teologi diganti dengan menaruh perhatian pada penghargaan terhadap eksistensi manusia.
Bahkan, bisa jadi sampai saat ini.
Manusia menjadi tolak ukur segala tindakan yang hendak dibuat. Hal itu
sesungguhnya bukanlah sesuatu yang keliru. Hanya saja, bukanlah tidak mungkin
menelurkan dampak bagi tindakan manusia itu sendiri yang serentak menularkan imbas bagi
makhluk ciptaan lain. Tidak heran bila segala sesuatu yang ada di bawah kolong langit harus
memberikan manfaat dan membawa keselamatan umat manusia. Akan tetapi, kecolongan
pemahaman mengakibatkan ketidakseimbangan dtindakan manusia itu sendiri dalam usaha
menguasai makhluk ciptaan lain. Oleh karena keselamatan manusia menjadi hal terpenting di
atas segala kepentingan lain, alam semesta mulai menjerit karena tubuh murninya digerus
abis tanpa memikirkan keselamatan alam semesta itu sendiri. Lantas, pertanyaannya adalah
siapa sesungguhnya yang diselamatkan? Apakah hanya manusia yang diselamatkan?
Bagaimana dengan keselamatan makhluk ciptaan lainnya? Dalam bingkai kapasitas sebagai
orang yang beriman Katolik, apa pandangan dan bagaimana ajaran Gereja tentang
keselamatan manusia dan makhluk ciptaan lain?
Pada tahun 2015 yang lalu, Paus Fransiskus mengeluarkan Ensiklik Laudato si’. Di
mana diangkat mengenai ajakan untuk peduli pada alam semesta. Sayangnya, ajakan ini
seolah-olah dipandang oleh sebagian orang sebagai sesuatu yang baru dari Gereja Katolik.
Entah itu, mungkin karena kepedulian terhadap alam itu sudah lama tidak lagi dikobarkan
dalam khotbah-khotbah atau pewartaan Gereja maupun oleh karena adanya isu kerusakan
lingkungan dan pemanasan global. Padahal, bila ditelusuri lebih jauh sesungguhnya isu
tentang lingkungan hidup itu sudah ada jauh sebelumnya selama sejarah perkembangan iman
1
Tugas Sejarah Dogma
Petrus Bajo Piran
Program Mayor I
Semester II, 2019
Katolik. Demikianlah tulisan singkat ini mencoba untuk melihat sejarah perkembangan ajaran
iman Katolik tentang keselamatan manusia dan makhluk ciptaan lain.
2
Tugas Sejarah Dogma
Petrus Bajo Piran
Program Mayor I
Semester II, 2019
bahwa Tuhan diciptakan, bukan dengan tindakan kehendak bebas dari semua
kebutuhan, tetapi dengan kebutuhan yang sama dengan kebutuhan yang sama dimana
ia harus mencintai dirinya sendiri atau menyangkal bahwa dunia diciptakan untuk
kemuliaan Allah, biarlah dia anathema.”
1
Dokumen Konsili Vatikan II, “ dekrit Unitatis Redintegratio, no. 3 , paragraf 1,” hlm. 191.
2
Dokumen Konsili Vatikan II, “Lumen Gentium, no. 48, paragraf 1,” hlm. 141.
3
Tugas Sejarah Dogma
Petrus Bajo Piran
Program Mayor I
Semester II, 2019
3
Ibid., Konstitusi Dogmatik Gereja; “LG No. 48, paragraf 3,” hlm 142.
4
Tugas Sejarah Dogma
Petrus Bajo Piran
Program Mayor I
Semester II, 2019
Penutup
Sejak semula, Gereja Katolik, Kudus dan Apostolik mengakui dalam pernyataan iman
bahwa Allah adalah Pencipta segala semesta. Bahkan, penolakan atas pernyataan iman
dianggap sebagai ajaran sesat atau tidak diselamatkan. Sejak semula pula belas kasih Allah
yang adalah Sang Pencipta segala semesta itu menghendaki keselamatan bagi seluruh umat
manusia.
Di mana manusia menjadi pusat segala ciptaan. Kaum beriman maupun tak beriman
sependapat bahwa segala sesuatu di dunia ini harus diarahkan kepada manusia sebagai pusat
dan puncaknya. Manusia sebagai pusat dan puncak dari ciptaan, dimana seluruh realitas dunia
diorientasikan. Hanya saja, itu bukan berarti kelestarian makhluk ciptaan lain dapat
diabaikan. Di mana, kuasa kepemilikan dan penggunaan segala sesuatu itu dihayati dalam
5
Tugas Sejarah Dogma
Petrus Bajo Piran
Program Mayor I
Semester II, 2019
bingkai sebuah hubungan layaknya manusia dengan Tuhan dan sebagai bentuk panggilan
manusia itu sendiri. Semuanya diperbolehkan untuk digunakan, akan tetapi ditegaskan pula
bahwa penggunaannya itu harus sesuai dengan sebuah pemahaman moral
Dalam Yesus Kristus kita semua dipanggil kepada Gereja, dan di situ kita
memperoleh kesucian berkat rahmat Allah. Gereja itu baru mencapai kepenuhannya dalam
kemuliaan di surga, bila akan tiba saatnya segala sesuatu diperbaharui. Apabila bersama
dengan umat manusia, dunia semesta pun yang berhubungan erat dengan manusia dan
bergerak ke arah tujuannya melalui manusia akan diperbaharui secara sempurna dalam
Kristus Yesus.
Daftar Pustaka
KWI, Dokumen Konsili Vatikan II, terjemahan R. Hardawijana. Jakarta: Obor, 2017.