Anda di halaman 1dari 6

Isi dan dasar Teologi Pembebasan

Berbicara mengenai Teologi Pembebasan berarti tidak lain, kita akan berbicara mengenai
situasi dan keadaan penindasan yang terjadi di Amerika Latin. Dimana dikatakan bahwa Gereja
tidak netral dalam melihat keadaan masyarakat setempat sehingga Gereja selalu menindas
masyarakat kecil. Maka Gustavo kembali ketika ia menyelesaikan studinya di Eropa. Ia melihat
bahwa ilmu yang ia pelajari selama disana tidak relevan dengan kenyataan yang ia hadapi saat
ini, sehingga ia belajar kembali mengenai Injil dan teologi dalam konteks Amerika Latin.
Namun, sebelum kita melihat lebih jauh lagi mengenai pemikirannya, kita akan melihat
lebih dulu tentang apa itu sebenarnya ‘Pembebasan’? Pembebasan dalam hal ini adalah hidup
tanpa ada gangguan dari orang lain atau hidup di bawah tekanan orang lain. Karena kalau orang
merasa bebas berarti mereka akan mengalami kedamaian dan kebahagiaan serta hidup tidak
diperalat oleh orang lain. Maka disinilah mereka akan merasakan suatu keadilan yang hakiki.
Sebab, semua hal adil dan tidak berat sebelah. Untuk itu, ada beberapa dasar yang
mengungkapkan bahwa kehidupan manusia tidak terikat atau ditindas oleh orang lain, yakni;
a. Dasar Biblis (Kitab Suci)
Panggilan Musa untuk menghantar umat Israel keluar dari Mesir. Sebab Allah melihat
bahwa bangsa manusia (Israel) hidup penuh dengan penderitaan dan penindasan sehingga Ia
mengutus Musa untuk pergi membebaskan mereka dari kesengsaraan mereka. Meskipun
awalnya Musa mebolak tawaran itu, sebab ia merasa tidak sanggup untuk melakukan hal
tersebut. Namun Allah memampukannya sehingga ia mampu untuk pergi menyelamatkan bangsa
Israel.1 Karena Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya dalam keadaan menderita terlalu
lama. Ia begitu cinta kepada bangsa manusia sehingga meskipun mereka menyakiti hati-Nya, Ia
tidak pernah meninggalkan-Nya. Ia tetap menyertai mereka hingga mereka bebas dari
perbudakkan di Mesir dan hidup bahagia di tanah terjanji.
Dalam Injil Lukas 4:18, dikatakan “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah
mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang tawanan, dan
penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk
memberitakan tahun Rahmat Tuhan telah datang”. Misi Yesus datang ke dunia untuk
menyelamatkan orang berdosa dan mewartakan Kerajaan Allah bagi semua orang. Karena itu
merupakan tujuan utama-Nya datang kedunia. Sebab, dunia ada begitu banyak orang berdosa

1
Lih. Kel. 3:7-12
dan banyak orang yang menderita, tertindas dan dianiaya oleh kaum penguasa sehingga Ia datang
untuk menyatakan bahwa semua orang itu sama dan secitra dengan Allah. Di sini terlihatlah
suatu kebenaran dasar bahwa Allah yang menciptakan manusia secitra dan segambar dengan-
Nya.2 Dengan demikian, Allah menghendaki agar umat manusia harus hidup dan berkembang
seturut keinginan-Nya. Namun, karena keangkuhan mereka, mereka kemudian menindas sesama
yang lain. Hal ini pun menjadi luka di hati Allah karena sikap manusia yang cenderung tidak
puas dengan pencapaian mereka dan terus menghalalkan segala cara dan bahkan barang yang
haram demi memperbesarkan perut mereka.
Padahal Allah menghendaki agar umat manusia hidup berbaur satu sama lain dengan
damai dan bahagia demi menghadirkan nilai-nilai kerjaan Allah di tengah-tengah mereka.
Namun mereka salah menafsirkan tujuan baik dari Allah itu, sehingga banyak kekacauan
dimana-mana. Paus Fransiskus pernah berkata bahwa, Injil yang disampaikan oleh Yesus
merupakan cinta Allah yang begitu mendalam akan dunia ini sebab dunia adalah tempat makluk
ciptaan-Nya tinggal dan berkembang.3 Itulah cinta Allah yang begitu mendalam terhadap
manusia dan ciptaan-Nya. Ia tidak menghendaki agar bangsa manusia hidup menderita dan
tertindas oleh kedosaan mereka sehingga Ia datang untuk memperbaiki ketimpangan hidup itu
agar bangsa manusia boleh mengangkat wajah mereka di hadapan Allah mereka. Karena hakekat
dari hidup manusia adalah hidup bahagia satu sama lain demi menghadirkan Kerajaan Allah di
tengah-tengah kehidupan mereka setiap hari.
b. Gaudium Et Spes
Dokumen yang berbicara mengenai pastoral ini merupakan salah satu dokumen yang
dihasilkan oleh Konsili Vatikan II yang berbicara mengenai masalah hidup yang dihadapi oleh
manusia secara universal4. Maka dalam pembukaan dokumen ini dikatakan bahwa,
“Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia sekarang merupakan kegembiraan dan
harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. 5 Sebab pada dasarnya semua orang
dilindungi dan dipersatukan oleh Kristus dalam bimbingan Roh Kudus, sehingga Gereja sebagai
wujud nyata adanya bimbingan Roh Kudus yang menyertai umat manusia. Sebagaimana Yesus
sendiri yang menyertai umat-Nya hingga Ia kembali ke pangkuan Bapa, begitu pula Gereja pun

2
Bdk. Kej. 1:26a “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita”
3
Andrew Conradi, OFS. “Understanding JPIC, Canadian Edition” (2013). hlm, 16.
4
Konsili Vatikan II. Gaudium et Spes art. 3. OBOR: Cet. 13-Maret 2017, hlm. 523
5
Konsili Vatikan II. Gaudium et Spes art. 1. OBOR: Cet. 13-Maret 2017, hlm. 522
harus bertindak demikian, sebab konsili Vatikan II dilaksanakan agar melihat dunia secara
menyeluruh dan mendalam.6
Konsili Vatikan II bermaksud untuk membuka wawasan baru mengenai pandangan Gereja
dalam menghadirkan keselamatan Kristus dalam dunia yang universal ini. Sebab, hal itu
merupakan misi Gereja dalam melanjutkan misi Kristus untuk mewartakan keselamatan bagi
semua orang. Terlebih kepada mereka yang menderita dan tertindas. Gereja adalah tanda
keselamatan Kristus kepada dunia, sehingga Gereja tidak menutup diri terhadap dialog dengan
dunia. Terutama kepada mereka yang menderita dan tertindas akibat para penguasa dunia
(kapitalis). Oleh sebab itu, Gereja harus secara serius menanggapi hal ini. Sebab manusia
merupakan makluk yang sama secara kodrat sehingga harus dilihat secara manusiawi dan
menyeluruh. Karena, “ketika Gereja bertindak untuk menyelamatkan semua bangsa manusia dan
mewartakan Kerajaan Allah di tengah-tengah kehidupan manusia dewasa ini. Maka dengan
sendirinya Gereja menemukan kembali makna terdalam dari panggilan Gereja itu sendiri, yakni
mewartakan keselamatan kepada semua makluk ciptaan.” (LG. Art. 5)7
Dengan sendirinya, wujud konkret dalam menyatakan karya keselamatan itu salah satunya
adalah teologi pembebasan yang dikemukakan oleh Martin Chen dalam pandangan Gustavo.
Karena ia bertolak dari situasi dan keadaan Amerika Latin yang penuh ketimpangan dalam
kehidupan manusia.
c. Munculnya Teologi Pembebasan di Amerika Latin
Teologi Pembebasan muncul di Amerika Latin dan negara-negara dunia ketiga yang lain.
Teologi ini merupakan suatu pemikiran teologis yang berpusat pada pengalaman kaum miskin
dan perjuangan mereka untuk kebebasan, dimana Allah juga hadir di dalamnya. Karena dengan
teologi ini, nilai-nilai Injil dimunculkan kepermukaan dunia konkret. Dunia yang penuh dengan
masalah dan penindasan sehingga nilai-nilai Injil dimunculkan untuk bangsa manusia supaya
boleh mendapat kebebasan dan keadilan. Karena dari nilai-nilai yang dimunculkan maka peran
Gereja menjadi sangat penting. Sebab Gereja hadir untuk meneruskan misi Yesus di dunia ini,
yakni mewaratakan Keselamatan dan Kerajaan Allah bagi semua umat manusia. Sehingga
dengan sendirinya, hadirnya teologi pembebasan ini adalah untuk memecahkan masalah
ekonomi dan politik yang membawa problem bagi masyarakat. Masalah-masalah itu seperti;

6
Ibid, hlm. 522
7
Konsili Vatikan II. Gaudium et Spes art. 5. OBOR: Cet. 13-Maret 2017, hlm. 525
penindasan, rasisme, kemiskinan, penjajahan, ideologi dan sebagainya. Bertolak dari
kesenjangan itu, teologi pembebasan diartikan sebagai suatu refleksi bersama dari komunitas
untuk masalah-masalah sosial yang terjadi di kehidupan manusia. Terlebih kehidupan manusia
Amerika Latin yang penuh dengan penindasan dan penderitaan.
Teologi Pembebasan (Liberation Theology) berawal pada abad ke-16, ketika Antonio de
Montesinos dan Bartolome de las Casas melontarkan teologi mereka mengenai kenabian untuk
melawan kaum penjajahan. Sedangkan istilah teologi pembebasan muncul pada tahun 1960-an.
Dimana, manusia dengan bebas melakukan suatu kebiasaan pastoral yang sederhana dan masuk
akal. Kemudian dari pihak Konsili Vatikan II juga mendorong pengembangan teologi
pembebasan ini dan juga konferensi Wali Gereja Amerika Latin di Medellin. Demi memberi
hak-hak kemanusiaan yang adil dan merata kepada semua orang. Terlebih kepada mereka yang
tertindas dan menderita di Amerika Latin.8
A. Teologi Pembebasan
Dalam memahami dan mengerti tentang pengertian pembebasan menurut pandagan
Gustavo, maka hal yang perlu kita lihat yakni bagaimana Martin Chen melihat pembebasan
berdasarkan tiga bagian. Pertama, makna pembebasan Kristiani dalam terang perkembangan.
Kedua, makna pembebasan Kristiani dalam kaitan dengan penyelamatan Allah. ketiga, makna
dari teologi pembebasan sendiri.

B.1. Pembebasan dan Perkembangan

Kata pembebasan adalah istilah kunci dalam teologi Gutierrez, karena itu Chen
menghantar kita supaya memahami secara tepat bagaimana Gustavo memakai istilah
pembebasan. Pertama-tama, Gustavo mengunakan istilah perkembangan. Tetapi kemudian ia
menolak penggunaan istilah perkembangan, karena istilah ini tidak memberikan keterangan
yang benar tentang realitas Amerika Latin. Menurut Gustavo istilah pembebasan memberikan
keterangan yang komprehensif (terperinci, utuh, lengkap) yang menyeluruh di bidang sosial,
personal dan teologis mengenai realitas Amerika Latin.

Hal yang pertama, hendak dilihat ialah, pembebasan menunjukan kenyataan yang
bertentangan dengan realitas dalam bidang ekonomi, politik, sosio-budaya Amerika Latin yang
8
Chen Martin. Teologi Gustavo Gutierrez. (Yogyakarta : Kanisius, 2002), hlm. 28
membuat pembagian masyarkat yaitu kelas “kaya dan miskin”. Dengan pembagian seperti itu
mulai menunjukan bahwa siapa yang terbesar atau tertinggi akan menghukum mereka yang
rendah atau miskin. Namun melihat realitas itu maka teologi pembebasan dari Gustavo ini
memberikan suara dan perjuangan untuk kelas sosial yang terdindas supaya keluar dari
penindasan tersebut. Kedua, pembebasan menunjukan akan martabat manusia untuk bertanggung
jawab terhadap hidup dan nasibnya. Oleh karena itu perubahan sosial yang sejati dari pembagian
sosial tidak adil dinyatakan tercapai kalau dilakukan oleh pribadi-pribadi yang bebas (dimensi
personal).

Ketiga, kata atau istilah pembebasan ini memilki dasar Alkitabiah, yaitu karya akan
pembebasan Allah terhadap umat-Nya. Allah yang membebaskan manusia itu terungkap pada
pribadi Yesus Kristus yang membebaskan manusia dalam cengkraman dosa dan segala
kecenderungan manusia. Karena itu, istilah pembebasan ini menunjukan kasih dan rahmat yang
diberikan oleh Allah kepada seluruh umat manusia. Atas rahmat Allah inilah martabat manusia
diperjuangkan supaya menjadi orang yang bebas dan merdeka terhadap ketidakadilan. Maka dari
itu, pembebasan merupakan perjuangan manusia untuk menuju hidup yang bebas bertanggung
jawab terhadap kehidupannya yang bersumber dari rahmat pembebasan yang telah Allah berikan.

B.2. Karya Penyelamatan Allah dalam Sejarah

Dalam tema ini, menurut Chen istilah pembebasan ada kaitan yang erat dengan kata
penyelamatan. Chen kembali mengunakan ungkapan atau pandangan dari Gustavo.
Penyelamatan itu merupakan persatuan antara manusia dengan Allah sehingga seluruh keadaan
manusia adalah perjalanan manusia untuk menuju kepenuhan dalam Kritsus. Maka
penyelamatan manusia itu merangkum seluruhnya dimensi kemanusiaan-Nya, yakni secara
jasmani maupun rohani (sosial, manusia, kosmos, kesementaraan dan kekekalan).

Bertolak dari pandagan Gustavo, maka Chan melihat bahwa Gustavo dalam teologi
pembebasannya merunjuk pada dinamika penyelamatan yang berlangsung dalam sejarah
manusia, atau dengan kata lain ia menekankan pada realitas historis penyelamatan. Maka
pembebasan adalah suatu proses yang mencangkup unsur keselurahan, sehingga tidak terbiarkan
satu pun dimensi kehidupan manusia yang disentuh. Karena ketika segala dimensi kehidupan
manusia tidak disentuh atau ditindas, maka tindakan dan sikap manusia sungguh tidak
mengekspersikan karya Allah. Maka pembebasan adalah suatu proses transformasi tentang
sejarah umat manusia dalam dinamika kerajaan Allah.

Chen dan Gustavo kemudian menegaskan kembali bahwa kendati pembebasan historis/
sejarah adalah perkembangan Kerajaan Allah dan penyelamatan, namun ia bukanlah Kerajaan
Allah dan bukan mengungkapkan seluruh penyelamatan. Karena mereka mengatakan bahwa
pembebasan adalah suatu yang terlaksana yaitu kedatangan Kerajaan Allah yang adalah suatu
rahmat dari Allah.

B.3. Teologi Pembebasan (teologi kaum miskin)

Berdasarakan kedua istilah yang digunakan yaitu ‘penyelamat’ dan ‘pembebasan’, maka
Gustavo dapat mendefinisikan teologi pembebasan sebagai suatu teologi penyelamatan dalam
keadaan yang bersifat konkret, historis dan politis yang ada di dalam dunia dewasa ini. Yang
dimaksud dengan stituasi yang bersifat historis ditendai dengan adanya ketidakadilan sosial
terhadap kaum lemah dan miskin (situasi Amerika Latin). Atas peristiwa yang terjadi ini maka
teologi Gustavo ini sering disebut sebagai teologi kaum miskin. Karena dalam teologi ini
membicarakan tentang kehidupan kaum miskin yang ditindas dan bagaimana mereka berjuang
untuk hidup.

Anda mungkin juga menyukai