Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AGAMA KATHOLIK

DOKUMEN GEREJA PACEM IN TERIS

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


“Damai di bumi sangat dirindukan oleh semua orag di sepanjang zaman.” Demikian
kalimat awal Ensiklik Pacem in Terris. Ensiklik Pacem in Terris (damai di bumi) merupakan
salah satu ensiklik yang dikeluarkan oleh Beato Yohanes XXIII. Ensiklik ini dikeluarkan pada
tanggal 11 April 1963. Ensiklik ini telah lama diedarkan dan telah banyak terjadi perubahan
dalam dunia dan ensiklik ini masih relevan untuk situasi dunia kita sekarang. Suatu dunia dan
abad yang baru. Ensiklik ini masih menggema dan menyuarakan perdamaian bagi seluruh
umat manusia dewasa ini.
Apa yang dikatakan dalam Ensiklik ini merupakan suara gereja yang menolak segala
bentuk kekerasan, peperangan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Yang ditekankan dalam
Ensiklik ini yaitu, penolakan terhadap hal-hal yang berlawanan dengan perdamaian atau
adanya nilai kekerasan dalam kehidupan manusia.
Mengapa gereja sangat prihatin terhadap perdamaian dunia, hal ini dikarenakan dari
hari ke hari perdamaian semakin menjauh dari dunia ini. Perdamaian sepertinya sulit untuk
diraih. Dalam suasana demikian, manusia dihantui oleh rasa takut, cemas dan kuatir yang tak
kunjung berakhir. Padahal setiap manusia dalam dirinya masing-masing sangat merindukan
perdamaian. Manusia menginginkan perdamaian menguasai hatinya dan menguasai seluruh
aktivitasnya sehari-hari. Singkatnya manusia membutuhkan perdamaian dalam segala
sesuatu yang dilakukannya sebagai manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas maka dapat dijabarkan beberapa rumusan masalah yang
berkaitan dengan tema yang ada diantaranya :
1. Apa itu Pecem in Terris?
2. Apa saja dasar-dasar nilai pijakan perdamian?
3. Bagiamana latar belakang diterbitkannya Pacem in Terris?
4. Bagaimana upaya yang dilakukan gereja dalam menerapkan Pacem in Terris di
Indonesia?

1.3 Tujuan Pembahasan


Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini ialah :
1. Untuk mengetahui apa itu dokumen Pacem in Terris
2. Untuk mengetahui apa saja dasar-dasar pijakan perdamaian
3. Untuk mengetahui latar belakang diterbitkannya Pacem in Terris
4. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan gereja dalam menerapkan Pacem in Terris
di Indonesia
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Dokumen Pacem in Terris


Ajaran Sosial Gereja (ASG) adalah doktrin yang disusun dan diajarkan oleh Gereja,
dalam kapasitas sebagai pengajar bangsa-bangsa.[2] Dalam penyusunannya Gereja
memperhatikan dua aspek, yakni Injil dan Realitas hidup masyarakat dalam segala aspek.
Gereja menginterprestasi peristiwa-peristiwa dalam sejarah, dengan bantuan Roh Kudus dan
dalam terang semuanya yang diwahyukan melalui Yesus Kristus. Sebab itu, ASG lahir dari
pertemuan antara Berita Injil dan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan
masyarakat. ASG dimaksudkan untuk membimbing prilaku kristiani, sehingga tidak
digolongkan dalam teologi, terutama teologi moral.
Dalam kenyataan pada Yesus Kristus dan kontinuitas dari tradisi Gereja, Gereja
terpanggil untuk mewartakan nilai-nilai dan ajarannya guna membantu manusia dalam
perjalanannya menuju kebenaran dan kebebasan. ASG berkembang dan dikembangkan
sesuai dengan situasi historis yang berubah. Sehingga setiap dokumen memuat penilaian
Gereja atas masalah sosial pada zamannya.
Melalui ajaran-ajaran sosialnya, Gereja mewartakan prinsip-prinsip untuk menilai
dan memperbaharui situasi dan system sosial dengan sasarannya agar terjadi perubahan
yang mendalam yakni, pembaharuan hati dan perbaikan struktu. Sebab itu, ASG perlu
diketahui oleh setiap orang katolik, agar tahu apa yang mesti diperjuangkan dan
diperbaharui dalam hidup pribadi, keluarga dan masyarakat secara umum (entah bersama
sesama agama maupun berbeda agama).
Pacem in Terris atau dalam bahasa Indonesia Tentang Usaha Mencapai Perdamaian
Semesta (Universal) dalam Kebenaran, Keadilan, Cinta Kasih, dan Kebebasan adalah sebuah
ensiklik kepausan yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes XXIII pada 11 April 1963 yang menjadi
isu setral pada dekade enam puluhan. Ensiklik ini menyerukan dihentikannya perang dan
genjatan sejata serta pentingnya memperkokoh hubungan internasional lewat lembaga yang
sudah dbentuk, yakni PBB. Dalam ensiklik terdapat muatan ajaran yang ditujuakn tidak
hanya untuk kalangan gereja katolik saja tetapi juga seluruh umat manusia. Ini merupakan
ensiklik terakhir yang dirancangan oleh Paus Yohanes XXIII.
Kalimat pembuka Pacem in Terris mengaskan pemahaman gereja katolik tentang
bagaimana perdamian dapat tercipta didunia :
" PACEM IN TERRIS, quam homines universi cupidissime quovistempore
appetiverunt, condi confirmarique non posse constat, nisiordine, quem Deus
constituit, sancte servato.”

Artinya, "Perdamaian di bumi, yang paling dirindukan atau didambakan oleh semua orang
darisegala zaman, dapat ditegakkan dengan kuat, hanya apabila perintah yang ditetapkan
olehAllah dapat ditaati dengan setia.

2.2 Dasar - Dasar Nilai Pijakan Perdamain


Di tengah gejolak yang melanda dunia ini, manusia cenderung bersikap skeptis,
bahwa ‘Perdamaian tidak dapat dicapai.’ Benarkah demikian? Ensiklik Pacem in
Terris berbicara kepada semua orang bahwa kita semua menjadi bagian dari keluarga
manusia dan memancarkan terang atas kehendak bersama bangsa-bangsa di manapun
mereka berada untuk hidup aman, adil, dan memiliki harapan di masa yang akan datang.
Ensiklik ini memberi harapan akan terwujudnya suatu tatanan hidup antar manusia.
Dalam Ensiklik itu, inspirator Konsili Vatikan II itu menyodorkan empat hakiki
yangmenjadi syarat perdamaian yang juga terdapat dalam jiwa manusia: kebenaran,
keadilan,cinta kasih, dan kebebasan.

 Kebenaran akan membangun perdamaian apabila setiap orang secara tulus mengakui
bukanhanya haknya sendiri tetapi juga kewajibannya terhadap sesama manusia. Tugas
manusia bukan saja mencari kebenaran tetapi juga menanamkan kebenaran itu kepada
orang lain.Kebenaran yang dimaksud bukan sekedar slogan atau teori semata tentang
kebenaran,melainkan kebenaran yang dihayati sendiri, yang dijiwai dan yang
diaktualkan dalamkesehariannya. Kebenaran itu tidak lain adalah Allah sendiri.
Menghayati kebenaran berartimenghayati hidup Allah sendiri.
 Keadilan akan membangun perdamaian, jika di dalam pelaksanaannya setiap orang
menghormati hak orang lain dan benar-benar melaksanakan tugas yang ditentukan bagi
mereka. Dengan menghormati hak orang lain berarti, manusia mengakui keberadaan
sesamanya. Keberadaannya sebagai makhluk yang memiliki hak dan martabat sebagai
ciptaan Tuhan.
 Cinta kasih akan membangun perdamaian, apabila orang-orang merasakan bahwa
kebutuhan orang lain sebagai kebutuhannya sendiri dan membagikan hartanya kepada
sesama, terutama nilai-nilai akal budi dan semangat yang mereka miliki. Cintakasih
dalam ajaran kristianimenduduki tempat utama. Cintakasih menyangkut segala-galanya.
Dengan membagikan segala apa yang ada pada kita, berarti kita membangun suatu
dunia yang penuh damai. Membagi cintakasih berarti membagi perdamaian.
 Kebebasan akan membangun perdamaian dan membuatnya berkembang, jikalau di
dalam memilih sarana untuk tujuan itu, orang-orang bertindak sesuai dengan akal dan
bertanggung jawab akan tindakannya sendiri. Kebebasan tidak berarti manusia bebas
melakukan sesuatu tanpa dibatasi. Kebebasan yang sejati justru merupakan suatu
tindakan yang didasarkan pada kemampuan manusia untuk bertanggung jawab atas
segala tindakannya. Yang dimaksudkan disini adalah tindakan bukan hanya sekedar
tindakan saja, melainkan tindakan benar yang menghasilkan suatu perdamaian.

Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa inti ensiklik ini ialah kesejahteraan hidup
manusia terwujud bila damai dialami oleh segenap manusia dan terjaminnya hak dan
kewajiban manusia secara utuh. Sebab itu, perdamaian menjadi fokus dan nilai utama yang
diperjuangkan oleh Yohanes XXIII, dengan penekanan dan pengakuan akan hak dan
kewajiban setiap manusia sebagaimana yang diwahyukan Allah melalui ajaran-ajaran-Nya
dalam Kitab Suci.Ketika merancangnya, Paus Yohanes XXIII sedang menderita kanker. Ia
wafat dua bulankemudian sesudah ensiklik ini selesa

2.3 Latar Belakang Diterbitkannya Pacem in Terris


Ensiklik Pacem in Terris muncul dalam suasana mencekam yang sedang melanda
dunia.Abad ke-20 merupakan abad penuh pergolakan. Suatu abad yang dikuasai oleh
egoisme manusia. Dalam abad itu, terjadi banyak pemerkosaan terhadap hak asasi manusia.
Begitu banyak terjadi pertumpahan darah dan korban berjatuhan tak terhitung jumlahnya.
Di awali oleh revolusi ekonomi yang melanda beberapa negara. Ajaran Karl Mark
menjadi dewa yang menguasai sebagian dunia. Di sana munculnya materialisme yang
menguasai manusia. Manusia begitu serakah. Ia haus akan harta dunia. Pandangan ini
dimaksudkan juga untuk menyingkirkan hal-hal yang menghalangi kemajuan dalam bidang
ekonomi. Yang dimaksud adalah nilai-nilai iman.
Iman telah meninabobokan manusia sehingga manusia enggan berusaha, demikin
pendapat mereka. Karl Mark sendiri tidak menolak Tuhan. Ia hanya menolak ‘cara’
atau praktek beriman yang membelenggu kemajuan ekonomi, tetapi para pengikutnya
menafsirkan ajarannya secara lain. Akhirnya, ajaran itu berubah menjadi permusuhan
besar-besaran terhadap Gereja, kaum beriman, para pastor, suster, dan lain-lain.
Akibat dari penyingkiran nilai iman dan keserakahan manusialah, maka yang
terjadi berikutnya adalah persaingan. Persaingan bukan saja dalam bidang ekonomi,
namun merambat ke bidang lain seperti politik dan persenjataan. Dari hari ke hari
persaingan itu semakin memanas. Akibat persaingan ini adalah munculnya dua perang
besar. Perang dunia pertama dan kedua yang memakan korban begitu banyak, baik dari segi
materi maupun nyawa manusia.Pada saat yang bersamaan muncul beberapa tokoh
penghancur yang menjadi penyebab munculnya peperangan besar itu. Mereka menjadi
inspirator munculnya ketegangan yang menguasai dunia, seperti: Lenin, Stalin, Adolf Hitler,
dan lain-lain.
Ketegangan tidak berhenti, tetapi berlanjut terus. Perang dingin pun menyusul
kemudian.Perang ini telah menjadi sesuatu yang paling menakutkan dalam sejarah umat
manusia. Negara-negara maju yang berkepentingan mulai meluaskan pengaruhnya secara
diam-diam. Hal ini ditandai dengan terpecahnya menjadi negara-negara Blok Timur dan Blok
Barat.
Seolah-olah kelanjutan dari keadaan sebelumnya, ketegangan masih terus
berlangsung.Perang besar telah terjadi yaitu Perang Teluk antara Irak dan Kuwait. Hingga
saat ini, ancaman perang ini terus berlanjut dan telah berubah menjadi suatu permusuhan
dan saling membenci antara Irak dan Amerika dengan sekutu-sekutunya. Selain itu, negara-
negara - tidak terkecuali miskin atau kaya - berlomba-lomba mendemonstrasikan
kekuatan senjatanya. Bahaya produksisenjata nuklir menjadi isu dan ancaman besar yang
melanda dunia.
Sekarang, marilah kita melihat semua peristiwa yang terjadi itu. Dari segi iman, satu
hal yang tidak dapat dilupakan. Abad ke-20, merupakan abad para martir. Banyak umat
beriman yang mati karena membela imannya. Korban Kamp. Konsentrasi memakan jutaan
jiwa. Pembunuhan massal terhadap orang kristen merajalela di mana-mana. Banyak kaum
berimandigiring dan disekap di dalam penjara. Pengorbanan para martir di Korea, Jepang,
Vietnam,dan Uganda menjadi saksi keganasan abad ke duapuluh ini. Masih banyak lagi
pengorbanan para martir yang terjadi dalam abad duapuluh.
Dalam rentetan peristiwa di atas, Ensiklik Pacem in Terris seolah-olah tidak
mempunyai pengaruh apa-apa. Buktinya tidak adanya suatu perubahan dalam tatanan
kehidupan manusia.Kekerasan terjadi di mana-mana. Peperangan mengancam setiap saat.
Akan tetapi, inilah saatnya di abad yang baru ini kita kembali menggemakan suara
perdamaian sebagaimana telah digagas dalam Ensiklik tersebut.
Argumen-argumen Paus Yohanes XXIII menekankan bahwa Allah adalah dasar
tatanan moral. Baginya, masyarakat yang mendambakan kedamaian harus menjunjung
tinggi dan menghormati “the order laid down by God”. Hak-hak asasi manusia mendukung
tatanan tersebut. Atas hak-hak tersebut ditegakkan suatu bangunan dokumen; hubungan
antar manusia, hubungan antar komunitas-komunitas politik, hubungan antar agama dan
lainnya. Dalam kerangka demikian Paus menegakkan bahwa perdamaian memiliki berbagai
dimensi, dari hubungan individu hingga hubungan internasional.[7] Oleh karena itu, dalam
kehidupan setiap manusia tidak terlepas dari hubungan eksistensial. Setiap manusia yang
mendiami bumi mesti saling menjaga dan membangun kehidupan damai, karena kedamaian
adalah dambaan kita bersama.
Paus Yohanes XXIII menekankan perdamaian merupakan suatu tatanan yang
ditentukan dalam masyarakat secara universal dalam empat prinsip fundamental, yakni
kebenaran, keadilan, cintakasih dan kebebasan.[8] Dalam keempat prinsip inilah setiap
manusia mesti membangun dan menegakkan perdamaian, karena tanpa ditegakkannya
keempat prinsip ini perdamaian tidak akan tercipta dan malah menimbulkan berbagai
macam konflik baru. Kebenaran, keadilan, cintakasih dan kebebasan mesti ditegakkan dalam
kondisi masyarakat yang tidak aman dan damai. Pada dasarnya setiap manusia memiliki
kerinduan untuk damai, tetapi hanya karena keempat prinsip ini diabaikan dan tidak
ditegakkan serta tidak ada kemauan yang mendasar untuk menciptakan keadaan damai.
Maka seringkali keadaan ketidakdamaian menjadi berkuasa dalam kehidupan manusia.
Perdamaian diciptakan demi menghormati hak-hak asasi manusia, karena manusia
pada dasarnya adalah makhluk yang berasal dari Sang Damai (Allah). Pandangan tentang
hak-hak asasi manusia dapat dilihat dalam Pacem in Terris art. 9, 11, 12 dan 27 seperti; hak
menyangkut nilai-nilai moral dan kultural, hak-hak religius, hak hidup keluarga (hak orang
tua untuk mendidik anak-anak mereka, kesamaan antara laki-laki dan perempuan), hak
ekonomis (hak untuk bekerja, hak atas kondisi kerja yang manusiawi, hak untuk
berpartisipasi dalam manajemen), hak politik, dan hak atas kemerdekaan bergerak dan
migrasi. Maka, perlu untuk saling menghormati dan menghargai sesama manusia sebagai
manusia.
Damai sendiri sudah merupakan nama Allah, “Tuhan itu damai” (Hak 6:24). Allah
sendiri telah memperlihatkan diri-Nya kepada manusia dalam diri Yesus Kristus dan
menunjukkan ke-Allah-an sebagai pembawa kedamaian bagi segenap umat manusia.
[9] Dalam kitab suci 2Kor 13b:11 sangat jelas menguraikan bahwa Allah sebagai sumber dari
kedamaian itu “terimalah nasehat-Ku” sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai
sejahtera; maka Allah sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu.” Paulus
dalam suratnya ini mau memperlihatkan kepada umatnya yang hidup dalam perpecahan dan
konflik bahwa perlu ada pembaharuan hidup dengan saling mengampuni antar umat agar
damai tercipta antar sesama manusia itu. Allah sendiri adalah sumber damai datang dan
menyatakan kedamaian dalam konflik hidup itu. Maka diharapkan membangun persekutuan
demi mencapai kedamaian bersama.
Damai itu pertama-tama dan terutama adalah karunia Allah. Allah sendiri menjadi
pendamai dan mengaruniakan damai itu kepada manusia untuk melanjutkan misi-Nya. Misi
Allah mendapatkan peran utama antarasesama manusia melalui hokum utama “kasihilah
Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
akal budimu. Itulah hokum yang terutama dan yang pertama. Dan hokum yang kedua yang
sama dengan itu, kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:33-39).
Hokum ini dibuat demi menghormati setiap martabat manusia sebagai manusia dan
menghargai manusia sebagai ciptaan dan citra Allah yang sempurna. Hal ini ditetapkan demi
terjalin suatu kedamaian manusia universal, tanpa membedakan suku, budaya, agama dan
lain sebagainya. Pada posisi ini manusia dilihat sebagai yang terhormat dari pada ciptaan lain
yang ada di bumi.
Pada tempat ini damai merupakan tujuan akhir dan hidup menusia. Manusia hidup
di bumi ini hanya sebagai “titipan” atau sementara, maka yang diperlukan adalah hidup
damai di bumi untuk mencapai kedamaian absolute bersama sumber damai (Allah). Damai
juga adalah nama yang diberikan kepada Mesias, Raja Damai. Raja yang bisa membawa
damai kepada manusia, yang mengalami ketidakdamaian dalam kehidupan.
Yesus Kristus adalah damai kita yang memperbaharui relasi antara sesama manusia
(Ef 11:22). Damai memperbaharui kembali relasi yang retak, yang dihancurkan oleh dosa
antara manusia dengan Allah, sesama dan alam. Damai untuk mendapatkan kekuatan rohani
dan hidup menurut kehendak Allah, bukan kehendak manusia, termasuk kehendak-Nya akan
perdamaian.
Damai Kristus telah dipercayakan kepada murid-murid-Nya. Kristus mempercayakan
misi kedamaian itu kepada murid-murid-Nya untuk melanjutkannya kepada dunia. “damai
sejahtera Ku-tinggalkan bagimu.[10] Damai sejahtera Ku-berikan kepadamu, dan apa yang
Ku berikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar
hatimu” (Yoh 14:27). Tugas mulia yang ditinggalkan dan diberikan Tuhan untuk
menyampaikan kedamaian itu. Oleh karena itu, pengikut Kristus dipanggil menjadi
pembangun perdamaian di tengah pluralisme agama dan budaya, yang sering mengalami
situasi kekerasan dan penindasan antara sesama manusia.
Damai yang diperjuangkan bukanlah suatu keadaan yang statis dimana dapat dicapai
sekali untuk selamanya. Damai itu diperjuangkan terus-menerus, tanpa mengenal ruang dan
waktu. Damai diperjuangkan terus dengan jalan membela hidup, menghormati hak asasi
manusia dan menghargai martabat kemanusiaan.
Berkaitan dengan itu, memperjuangkan kedamaian merupakan tanda sebagai anak
Allah. Karena setelah Yesus memberikan tugas melanjutkan visi kedamaian kepada Para
Murid-Nya dan visi itu sekarang menjadi tugas Gereja, sehingga Gereja mesti hadir dalam
penderitaan dan kerinduan umat akan kedamaian di dunia. Karena itu, lebih-lebih menjadi
tugas kita sebagai pengikut-Nya. Kita dapat melanjutkan visi itu, demi tercipta nya
kedamaian dan ketenteraman manusia di tengah gejolak dan konflik hidup manusia

2.4 Upaya yang Dilakukan Gereja dalam Menerapkan Pacem in Terris di Indonesia
khususnya mewujudkan perdamaian di tanah Papua
Dari Penjelasan di atas nampak bahwa Ensiklik Pacem in Terris yang diterbitkan 47
tahun yang lalu masih relevan bagi situasi Papua masa kini, terutama dengan kampanye
perdamaian dengan moto “Papua Tanah Damai”, yang dipimpin oleh para pemimpin agama
di Tanah Papua. Maka, ada beberapa relevansi yang ditemukan dalam tulisan makalah ini
adalah seperti berikut;
Relevansi pertama adalah bahwa “Papua Tanah Damai” merupakan visi masa depan
bersama dari semua orang yang hidup di tanah Papua. Pengertian tentang “Papua Tanah
Damai” tidak boleh dibatasi hanya pada tidak adanya perang di Tanah Papua. Perlu
ditekankan bahwa “Papua Tanah Damai” adalah hasil dari penegakan keadilan dan
pengembangan yang otentik. Setiap orang dan lembaga di Tanah Papua, baik secara pribadi
maupun bersama, dipanggil untuk terlibat dalam segala upaya menciptakan “Papua Tanah
Damai”.
Kedua, “Papua Tanah Damai”apabila tidak akan tercipta apabila, masih terdapat
ketidakadilan, ketidaksamaderajatan, dan ketidakseimbangan. Penderitaan karena bencana
alam dan buatan manusia, dan hak milik pribadi dijadikan absolut dan mengorbankan prinsip
kepentingan umum. Maka, aspek-aspek ini harus dikesampingkan demi kepentingan
bersama dalam membangun slogan yang dibangun para tokoh agama “Papua Tanah Damai”.
Ketiga, sambil menekan bahwa setiap manusia adalah pencipta, penanggungjawab
utama dari hidupnya, Ensiklik mengajarkan bahwa kita saling bahu-membahu menciptakan
kedamaian atas dasar kebenaran, keadilan cintakasih dan kemerdekaan/kebebasan yang
universal. Inisiatif-inisiatif pribadi mesti didorong. Perlu diupayakan pula kerjasama dan
dialog dengan berbagai pihak dan program-program yang jelas dan terencana untuk
menciptakan tanah damai di Papua.
Keempat, untuk menciptakan “Papua Tanah Damai”, perlu digalakkan satu visi. Visi
ini tidak hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi di Papua, tetapi mencakup
kemajuan pribadi manusia dalam keseluruhan aspek kehidupan. Visi mesti dialamatkan ke
setiap dan semua orang, dilaksanakan guna merubah kondisi yang kurang manusiawi ke
lebih manusiawi, memerangi ketidakadilan, ketidaksejahteraan (ekonomi, sosial, budaya),
diskriminasi, ketidakseimbangan (kaya-miskin), mengatasi konflik sosial, membebaskan
manusia dari bentuk perbudakan. Semuanya ini, bersasaran pada humanism yang sempurna
(terbuka terhadap dirinya sendiri, sesame dan Allah).[12] Akhirnya, demi menciptakan
“Papua Tanah Damai” kita saling bahu-membahu mendukung ide yang sudah dirancang.
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Ensiklik Pacem in Terris yang dikeluarkan 47 tahun yang lalu, masih sangat relevan
dan memberikan banyak sumbangan pemahaman dalam membangun tanah yang damai.
Yang penting sekarang adalah bagaimana merelevansikan ensiklik dalam membangun
kedamaian itu. Dalam tulisan ini saya mencoba merevansikan ensiklik Pacem in Teris yang
member pemahaman tentang kedamaian universal itu dengan “Papua Tanah Damai” yang
pernah dicanangkan oleh tokoh-tokoh agama di Papua.
Oleh karena itu, umat Kristiani diajak untuk ikut memerangi bahaya terorisme
berdasarkan nilai-nilai perdamaian yang telah diamanatkan oleh Paus dalam ensiklik Pacem
in Terris yang secara substansial menekankan pentingnya penghormatan terhadap hak-hak
setiap individu sebagai makhluk yang berhasil. terorisme lahir sebagai reaksi atas praktik
ketidakadilan yang menguntungkan segelintir individu dan kelompok tertentu. Terorisme
lahir sebagai reaksi untuk memperjuangkan hak dan suara mereka yang tidak diperhatikan
dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya dan pendidikan. Oleh karena itu, umat Kristiani
diajak untuk ikut memerangi bahaya terorisme berdasarkan nilai-nilai perdamaian yang
telah diamanatkan oleh Paus dalam ensiklik Pacem in Terris yang secara substansial
menekankan pentingnya penghormatan terhadap hak-hak setiap individu sebagai makhluk
yang berhasil

3.2 KRITIK DAN SARAN


Penulis tentunya masih menyadari jika makalah di atas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
Daftar Pustaka

http://repository.iftkledalero.ac.id/128/
https://id.scribd.com/document/422066221/Ensiklik-Paus-Yohanes-XXIII
https://id.scribd.com/document/503681450/PACEM-IN-TERRIS-1
https://imankatolik.or.id/ajaran_sosial_gereja.html
https://id.scribd.com/doc/14673993/04-Pacem-in-Terris

Anda mungkin juga menyukai