oikos (=rumah) dan menein (=tinggal), sehingga oikoumene berarti "rumah yang ditinggali" atau
"dunia yang didiami". Dalam pengertiannya yang paling luas, ekumenisme berarti inisiatif
keagamaan menuju keesaan di seluruh dunia. Tujuan yang lebih terbatas dari ekumenisme adalah
peningkatan kerja sama dan saling pemahaman yang lebih baik antara kelompok-kelompok
agama atau denominasi di dalam agama yang sama.
Kata ini digunakan terutama sekali dalam kaitan dengan (dan oleh) agama Kristen untuk merujuk
pada gerakan menuju persatuan atau kesatuan denominasi Kristen yang terpecah-pecah karena
doktrin, sejarah, dan praktik.
Daftar isi
1 Keesaan Gereja
2 Tiga pendekatan
o 2.1 Ortodoks Timur
o 2.2 Katolik Roma
o 2.3 Protestan
o 2.4 Gereja-gereja bersatu dan menyatu
3 Ekumenisme dan pluralisme antar-iman
o 3.1 Organisasi ekumenis
4 Lihat pula
5 Referensi
6 Bibliografi
7 Pranala luar
Keesaan Gereja
Pada awal abad ke-20, sejumlah pemimpin Gereja Kristen mulai menyadari bahwa perpecahan
yang terjadi di dalam Gereja adalah sebuah masalah yang sangat besar. Sebelum meninggalkan
murid-muridnya, Yesus sendiri pernah memperingatkan akan kemungkinan ini melalui doanya
dalam Yohanes 17:20-21:
"Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang
percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama
seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di
dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
Karena itulah muncul gerakan ekumenis yang tujuannya adalah menciptakan keesaan Gereja.
Gerakan ini resminya dimulai oleh sekelompok pemimpin Gereja-gereja Protestan, khususnya di
dunia Barat, yang kemudian terwujud dalam bentuk Dewan Gereja-gereja se-Dunia.
Dengan gerakan ini, diharapkan seluruh umat Kristen di dunia dapat bekerja sama dan saling
mendukung.
Tiga pendekatan
Ekumenisme Kristen dapat digambarkan dalam tiga kelompok Gereja terbesar, yaitu Katolik
Roma, Ortodoks Timur, dan Protestan. Gambaran ini memang merupakan simplifikasi dari
kenyataan yang jauh lebih kompleks, namun setidak-tidaknya dapat membantu menjelaskan
permasalahan yang dihadapi oleh gerakan ini.
Ortodoks Timur
Kekristenan bagi Ortodoks Kristen adalah "Gereja"; dan Gereja adalah Ortodoksi, tidak lebih dan
tidak kurang. Karenanya, meskipun ekumenisme Ortodoks "terbuka bagi dialog, sekalipun
dengan iblis", tujuannya adalah untuk mengembalikan semua non-Ortodoks menjadi Ortodoksi
kembali. Salah satu cara untuk mengamati sikap Gereja Ortodoks terhadap non-Ortodoks adalah
bagaimana mereka menerima anggota baru dari kepercayaan yang berbeda. Orang-orang bukanKristen, misalnya penganut Buddhis atau ateis, diterima melalui sakramen baptisan dan krismasi
(chrismation). Penganut Protestan dan Katolik Roma kadang kala diterima hanya melalui
krismasi, asalkan mereka telah menerima baptisan Trinitas. Juga kaum Protestan dan Katolik
Roma sering dirujuk sebagai "heterodoks", yang artinya "percaya hal lain", bukannya "heretik"
("memilih hal lain"), menyiratkan bahwa mereka tidak dengan sengaja menolak Gereja.
Katolik Roma
Sampai dengan diadakannya Konsili Vatikan II, hubungan antara gereja Katolik Roma dan
tradisi-tradisi Kristen yang lain dapat dikatakan terputus. Pandangan tradisional gereja Katolik
Roma adalah "tidak ada keselamatan di luar Gereja (Katolik)". Sesungguhnya, keyakinan inipun
terjadi pada dua belah pihak. Akibatnya, sebelum Konsili ini, ekumenisme hanya dibedakan dari
tingkat penginjilan (evangelization). Konsil Vatikan II memulai zaman baru untuk
mengupayakan persatuan antara Roma dan tradisi-tradisi dogmatik yang lain. Inisiatif baru
ekumenisme ini merangkul inklusivisme agamawi sebagai sejalan dengan tujuan utama
ekumenisme Katolik, dan secara simultan menjauhkan diri dari pluralisme sebagai keadaan ideal
persatuan Kristen. Dua dokukmen utama merangkum perspektif Katolik Roma terhadap
ekumenisme:
Tujuan akhir tugas ekumenikal Katolik yang diatur dalam dokumen-dokukmen ini tidak lain
adlah komuni yang lengkap dan penuh kesadaran dari semua orang Kristen, atau sesungguhnya,
seluruh umat manusia, dalam satu iman dan satu Gereja Kristen, dimulai dari konversi umat
Katolik. Ekumenisme pada dasarnya adalah pembaharuan Katolik. Dalam pencapaian tujuan
akhir ini, perlu diputarbalik pola kebencian pada masa lalu, dan menempatkan Gereja dalam
pelayanan mereka yang dijauhkan darinya. Pelayanan ini tidak bisa ditujukan secara paradoks
dengan penghancuran musuh-musuh melalui siasat penguasaan dengan penjunjungan palsu,
melainkan harus dengan keinginan tulus untuk memberi manfaat kepada mereka yang dapat
dipahami sedemikian tanpa harus membutuhkan musuh untuk berdamai dulu. Jadi, ada
kompatibilitas paling tidak dalam prinsipnya, antara inklusivisme agamawi, dan tujuan akhir
untuk persetujuan penuh dalam iman, selama prinsip inklusivisme yang dianut Gereja tidak
bertentangan dengan kesetiaan panggilan mereka sendiri, melainkan perwujudan panggilan itu.
Dengan demikian, ekumenisme Katolik menggambarkan dirinya sendiri sebagai upaya untuk
memperbaiki konflik di dalam Gereja Katolik itu sendiri.[1]
Protestan
Beberapa Gereja Protestan di benua Amerika menggunakan bendera ini sebagai lambang keesaan
Kristen.
Gerakan ekumenis kontemporer Protestan dimulai pada tahun 1910, dengan dibukanya
Konferensi Misionaris Edinburgh pada 1910. Konferensi di Edinburgh ini dipimpin oleh tokoh
awam Methodis, John R. Mott, dan menandai perhimpunan Protestan terbesar hingga saat itu.
Tujuan konferensi ini dijelaskan sebagai upaya mengembangkan kerja sama lintas denominasi
untuk mengadakan misi sedunia. Akhirnya, terbentuklah organisasi-organisasi formal, termasuk
Dewan Gereja-gereja se-Dunia, Dewan Gereja-gereja Nasional, dan Gereja-gereja Menyatu di
dalam Kristus. Kaum Protestan telah sering menjadi pemimpin dalam kelompok-kelompok ini
dan yang sejenisnya.
Sejak saat itu, kaum Protestan telah terlibat dalam berbagai kelompok ekumenis, dan dalam
kasus-kasus tertentu mengusahakan keesaan denominasional yang organis, dan dalam kasuskasus lain hanya untuk pengembangan kerja sama saja. Karena luasnya spektrum denominasi
dan perspektif Protestan, kadang-kadang kerja sama sulit tercapai.
(PGI), dikenal dokumen Piagam Saling Menerima dan Saling Mengakui (PSMSM) yang
merupakan bagian dari Lima Dokumen Keesaan Gereja.
Kerja sama yang makin meningkat juga tampak di kalangan sejumlah denominasi yang bersamasama menggunakan satu gedung gereja dalam kebaktian atau ibadah yang terpisah atau
menyelenggarakan satu kebaktian dengan unsur-unsur dari berbagai tradisi.