Anda di halaman 1dari 10

ABSOLUTE PITCH SEBAGAI KECAKAPAN MUSIKAL SEORANG MUSISI

Daniel Sema
dosen pada Jurusan Musik Gereja STT ABDIEL
danny_sema@yahoo.com
abstraction

Absolute pitch (AP), the ability to identify or produce the pitch of a musical sound without
any reference point, has long fascinated musicians, music scholars, psychologists, and
neuroscientists. Absolute (or perfect) pitch exists in fewer than 1/10,000 ofthe adult
population and many claim that it cannot betaught.On the other hand, research suggests that
the mechanismsfor absolute pitch exist in us all but access is inhibitedduring early
maturation.AP gives the perception of an artist the rich color of every pitch.
A. Pendahuluan
Pada suatu kesempatanpenulis mengikuti ibadah di sebuah gereja pantekosta. Setelah
diawali dengan puji-pujian tibalah saatnya penyampaian renungan khotbah oleh pendeta tamu.
Untuk menutup renungannya pendeta menyanyikan sebuah lagu penutup dengan spontan
tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada para pemain musik (band). Ketika pendeta mulai
bernyanyi, para pemusik dengan sigap merespon nyanyian sang pendeta dengan iringan
musik. Namun sayang, bunyi instrumen makin kedengaran kacau tatkala mereka mencobacoba membidik nada-nada nyanyian sang pendeta, padahal melodinya sudah sangat dikenal
oleh mereka. Hingga nyanyian usai,pemusik tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai
pengiring. Peristiwa ini tentu sangat disayangkan. Sebagian orang mungkin merasa
terganggu karena dianggap mengurangi kekhusyukan ibadah; sebagian lagi mungkin
menganggap pemusik tidak siap; pemusik sendiri mungkin merasa tidak lagi nyaman karena
peristiwa ini.
Sepenggal kisah di atas mungkin juga terjadi di banyak gereja, terutama yang beraliran
pentakosta. Bukan cuma di gereja, di kalangan dunia hiburan kondisi semacam ini juga kerap
terjadi. Penyanyi atau hadirin yang bernyanyi kadang-kadang menyanyikan lagu secara
spontan. Mereka hanya menyebutkan judul lagu tanpa menyebutkan nada dasarnya. Dalam
kondisi seperti ini pemusik memang dituntut untuk selalu siap menghadapi segala
kemungkinan yang terjadi, termasuk bila melodi lagu tiba-tiba melorot turun setengah
tone atau bahkan lebih. Pemusik, sebagai pengiring, yang tidak mampu mengantisipasinya
akan kebingungan, bahkan bisa jadi gagal.
Kegagalan pemain musik bukan karena ia tidak cakap memainkan instrumen, melainkan
karena tidak memiliki suatu kecakapan musikal yang disebut absolute pitch atau pitch
mutlak. Dengan kecakapan absolute pitch, seorang musisi mampu membidik nada dengan
presisi tinggi dengan cepat dan tentu ini sangat membantunya bila harus menentukan nada
dasar seorang penyanyi, atau menuliskan melodi ke dalam notasi musik dengan tepat
1

(termasuk nada dasar berikut tanda-tanda aksidentalnya), yang semuanya ituhanya dilakukan
dengan mendengar.
Kemampuan absolute pitch juga bisa membantu seseorang membaca score musik
dalam pikiran dengan lebih cepat. Di samping kecakapan fungsional tadi, seorang musisi
dengan kecakapan absolute pitch-nya dikatakan lebih beruntung karena mampu mengenali
warna nada suatu pengalaman estetis yang tidak akan dialami oleh musisi pada
umumnya. Menurut penelitian yang pernah dilakukan, tidak semua musisi memiliki
kecakapan ini, bahkan mayoritas tidak memilikinya. Sebagian pakar mengatakan bahwa
absolute pitch sepertinya adalah bakat atau anugerah yang diberikan sejak bayi, sedangkan
yang lain mengatakan bahwa absolute pitch ada pada setiap orang tetapi tidak berkembang
baik ketika masa pertumbuhan.
Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk mengkaji dan mengungkap absolute pitch dari
segi hasil penelitian ilmiah, melainkan untuk mencoba menjawab sederet pertanyaan
seperti:Apakahabsolute pitch itu, mengapa orang yang memilikinya dikatakan lebih
beruntung secara musikal, apa keuntungannya, apakah ia semacam kecakapan yang bisa
dipelajari, wajibkah seorang musisi memilikinya atau sekurang-kurangnya berusaha
mengembangkan kemampuan ini? Untuk efisiensi penulisan istilah, dalam tulisan ini
absolute pitch disingkat AP; relative pitch,RP. Namun, bila dipandang perlu kedua
istilah tersebut tetap dipertahankan dan ditulis sebagaimana adanya.
Kata kunci:
absolute pitch

relative pitch

pitch

nada

not

warna nada

tangga nada

B. Absolute Pitch (AP) dan Relative Pitch (RP)


Absolute Pitch atau disebut juga Perfect Pitch adalah suatu kemampuan menyebutkan
atau mengidentifikasi nada pada sebuah instrumen yang dibunyikan tanpa melihat fisik dan
jenisnya, atau kemampuan menyanyikan nada tanpa bantuan apa pun, misalnya piano
(Gardner,2009:37-38).Istilah absolute pitch mula-mula diperkenalkan oleh Karl Stumpf,
seorang pelopor dalam bidang psikologi eksperimental di Universitas Berlin. Istilah ini
digunakan di dalam bukunya, Tonpsychologie, yang di dalamnya ia melakukan tes
pengidentifikasian nada kepada dirinya sendiri dan tiga orang subjek, termasuk pemain cello
virtuoso, David Popper. Dari hasil tes itu Popper memperoleh hasil yang lebih baik daripada
lainnya. (Folan,2013:6). Dengan kata lain, David Popper dianggap memiliki kemampuan
AP.
Boleh dikatakan bahwa orang yang memiliki AP seolah-olah memiliki garpu tala di
dalam otaknya. Ward (1998) mengatakan bahwa dengan AP seseorang mampu
mengidentifikasi atau memproduksi ulang sebuah nada yang diperdengarkannya. Misalnya,
jika nada yang diperdengarkan adalah A (440 Hertz), seseorang dengan AP bisa meniru
ulang nada itu dengan mudah tanpa berpikir panjang. Selain itu, seseorang dengan AP bisa
membunyikan nada sesuai dengan keinginannya tanpa persiapan terlebih dahulu. Itu artinya,
bila ia sedang terlibat percakapan serius tentang isu-isu politik, ekonomi, olah raga,
2

dsb.,lalu,entah karena kemauannya sendiri atau karena diminta, ia dengan segera bisa
membunyikan nada C (512Hrtz) dengan tepat tanpa berpikir lama. Contoh terkenal dari
seseorang dengan kemampuan AP adalah kisah yang dipaparkan oleh Diana Deutsch (2006)
dalam The Enigma of Absolute Pitch,yang menuliskan sebuah peristiwa tentang Mozart saat
berusia tujuh tahun:
Pada Musik Panas tahun 1763, keluarga Mozart memulai tur yang sangat terkenal ke
Eropa yang akhirnya menetapkan reputasi komposer muda ini sebagai suatu keajaiban
musikal. Sebelum mereka berangkat, sepucuk surat tanpa nama pengirim muncul pada
Augsburgischer Intelligenz-Zettel yang menjelaskan kemampuan luar biasa dari seorang
Wolfgang yang berusia tujuh tahun. Surat itu antara lain mengatakan sebagai berikut:
Selanjutnya, saya melihat dan mendengar, ketika ia diminta mendengarkan dari kamar
sebelah, bagaimana mereka menguji nada tinggi-rendah bergantian, bukan cuma pada
instrumen piano, melainkan juga pada setiap instrumen yang ada di situ, dan ia keluar
kamar dengan cepat sambil menunjukkan huruf-huruf nama not musik. Sungguh! Saat
mendengarkan bunyi bel atau detak jam atau bahkan jam-kantung, ia mampu seketika
itu juga mengatakan not dari bel atau penunjuk waktu.
David Burge (dalam Folan,2013:3) menganalogikan AP sebagai warna visual, yaitu
mendengarkan warna dalam spektrum bunyi. Artinya, untuk mengetahui warna tertentu dari
sebuah benda, seseorang tidak perlu membandingkannya dengan warna lain. Untuk
mengatakan warna sebuah cangkir kopi, misalnya, coklat tua,seseorang tidak perlu
membandingkannya dengan warna benda lain, misalnya celana blue jeans, hanya sekedar
untuk mengetahui bahwa warna cangkir kopi tersebut adalah coklat. Begitu juga untuk
mengatakan warna sebuah mobil biru tua, ia tidak perlu melihat terlebih dahulu warna lain
sebagai pembanding, misalnya, warna ban yang hitam. Tak perlu dibandingkan dengan warna
benda mana pun! warna cangkir kopi itu memang coklat, benar-benar coklat absolut; warna
mobil itu memang biru tua, benar-benar biru tua.Hal yang sama seharusnya berlaku pada
bunyi. Untuk dapat memastikan bahwa bunyi dengan frekuensi tertentu adalah D,
kepadanya tidak perlu diperdengarkan bunyi C1 (atau C tengah) terlebih dahulu. Itulah
yang disebut dengan pengidentifikasian nada.
Pengidentifikasian nada (dengan cara menyebutkan nama not) sebenarnya hanya
memilih satu not dari 12 not, yaitu 12 not di dalam satu oktaf (C-C#-D-D#-E-F-F#-G-G#-AA#-B) yang dikenal sebagai pitch classes. Pengidentifikasian nada ini seharusnya mudah dan
kelihatannya sepele bagi musisi profesional yang sudah menghabiskan waktu ribuan jam
untuk membaca score musik, memainkan not yang dibacanya, dan mendengarkan nada yang
dimainkannya. Namun kenyataannya tidak demikian. Kebanyakan orang justru akan dengan
lebih mudah mengidentifikasi nada melodi yang dikenalinya hanya dengan mendengarkan.
Usaha ini tentunya membutuhkan jauh lebih banyak informasi daripada hanya sekedar
menyebutkan satu nada tunggal. Kegagalan orang seperti disebutkan di atas ialah karena ia
tidak memiliki AP di dalam dirinya. Ini berkaitan dengan sindrom anomia warna, yaitu
seseorang yang dapat mengenali dan membedakan warna, namun tidak mampu
menghubungkan warna-warna itu dengan nama-nama verbal (Geschwind,1966: 137-146).
Jadi, misteri utama dari AP bukanlah apa sebabnya ada sebagian orang memiliki kemampuan
ini, melainkan apa sebabnya kemampuan ini jarangditemui. (Deutsch,2006:1).
3

Levitin (2006) mengatakan bahwa kebanyakan dari kita bisa mengidentifikasi bunyi
semudah mengidentifikasi warna. Namun, bunyi yang kedengaran itu tidak teridentifikasi
sebagai nama nada, tetapi sebagai timbre (warna bunyi). Ia juga menyatakan bahwa bisa saja
seorang bukan-musisi memiliki AP; tetapi oleh karena bukan musisi, ia tidak begitu
memperdulikannya atau sekurang-kurangnya tidak memiliki cukup kosa kata untuk
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan AP.
Kemunculan AP pada diri seseorang boleh dikatakansangat langka, sehingga bisa
disebut sebagai anugerah misterius yang hanya ada pada diri sedikit orang berbakat. Bila
warna visual dikenali oleh 98% populasi manusia, maka AP hanya dimiliki oleh satu banding
10.000 orang. Kesan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa musisi-musisi paling terkenal,
seperti: Bach, Beethoven, Handel, Menuhin, Boulez, dll. memiliki kemampuan AP
(Deutsch,2006:1).Akan tetapi, sekalipun orang dengan AP mampu mengidentifikasi nada
dengan ketepatan tinggi (70-99%, tergantung kepada soal yang diberikan), namun pemilik AP
bisa juga membuat kesalahan oktaf, artinya ia mampu mengidentifikasi kelas atau kelompok
nada (pitch class), tetapi ketinggian atau posisinya salah. Misalnya C4 diidentifikasi sebagai
C5, yang pitch-nya satu oktaf lebih tinggi.
Berbeda dengan AP, Relative Pitch (RP) adalah kemampuan untuk mengidentifikasi
atau menyanyikan nada bila ada satu nada lain digunakan sebagai titik acuan. Misalnya, jika
diperdengarkan nada A (sebagai acuan), seseorang dengan RP mampu membunyikan nada
D. Hal ini terjadi oleh karena ia mengidentifikasi nada berdasarkan interval (jarak
antara-nada dalam satuan tone) yang sudah ditetapkan dalam sistem penalaan musik Barat.
Jarak nada A ke nada D adalah 2 tone yang sama dengan jarak nada G ke C; jarak
Bes ke Es, dst;atau seseorang bisa menentukan sebuah nada itu adalah F setelah
kepadanya diperdengarkan terlebih dahulu nada Bb. Adapun interval dari nada Bb ke F
adalah 3 tone. Kebanyakan orang memiliki kemampuan ini. Sistem solmisasi
(penggunaan do, re, mi, fa, sol,dst untuk menyanyikan nada) dan sistem simbol nada dalam
angka 1, 2, 3, ..., 7 (yang dikenal dengan notasi angka) menggunakan keterampilan RP
dalam mengidentifikasi bunyi nada.
Walaupun AP dan RP ini adalah dua keterampilan yang berbeda;akan tetapi, oleh
karena AP jarang sekali dijumpai (pada diri musisi sekalipun), maka ada anggapan bahwa
pemilik AP lebih unggul daripada pemilik RP. Dari satu sisi mungkin bisa diakui
demikian,namun pada sisi lain, menurut pemilik AP sendiri, keterampilannya ini tidak
menguntungkan. Pianis Wu Qian mengeluhkan bunyi-bunyian non-musikal seperti bunyi
dengung generator lampu-lampu teater terdengar sebagai pitch tertentu alih-alih suara bising
(Gardner,2009). Selain itu, pemilik AP akan terganggu dan merasa tidak nyaman bila ia
membaca sebuah karya musik dalam bentuk transposisi kunci. Ketika seorang pemilik AP
melihat nada-nada untuk partitur trumpet in Bb, maka dalam benaknya ia akan membaca not
C sebagai nada C standard, bukan nada Bes (Moy,2008:6). Padahal bagi pemain
trumpet in Bb nada C dalam partitur akan kedengaran sebagai bunyi nada Bes (bunyi riil
yang keluar dari trumpet in Bb); nada D, sebagai C; nada F, sebagai Eb; dst.

AP dan RP adalah dua keterampilan berbeda dalam mendengar pitch. Keduanya saling
melengkapi bila digabungkan, bagaikan dua belahan otak: kiri dan kanan. David Lucas Burge
mengatakan bahwa RP memberikan pemahaman intelektual (seperti belahan otak kiri)
mengenai apa yang kita dengar; AP memberikan persepsi warna nada (seperti belahan otak
kanan). Karena pemunculan AP ini langka, maka tidak sedikit penelitian tentang audio
musikal menyoroti AP dan berbagai aspeknya.
C. Asal Mula Absolute Pitch (AP)
Karena AP sangat jarang dijumpai, maka ada semacam spekulasi yang berkaitan dengan
asal mulanya. Satu pandangan, yang telah bertahan lebih dari satu abad berpendapat bahwa
kemampuan ini ada pada diri sedikit orang yang memang secara genetika dikaruniakan bakat
itu, dan ini akan terlihat nyata jika situasi sekitarnya memang mendukung. Ada dua
argumentasi umum terhadap pandangan ini: pertama, AP biasanya muncul diri seseorang
ketika berusia sangat muda, masih kecil, atau bahkan tidak memiliki pendidikan musik
formal; kedua, kemampuan ini diwariskan dalam keluarga (Deutsch,2006:3).Menurut
Bachem, seorang penelitiAP, kemampuan untuk memperoleh AP muncul pada diri musisi
yang sangat berbakat (dirijen, komposer, pianis konser) dengan frekuensi lebih besar daripada
musisi rata-tata (pemain orkes, guru piano, dan tukang stem piano). Ada bukti bahwa faktor
keturunan mempunyai peran penting dalam kemampuan AP ini, sebagaimana halnya
kemampuan dalam faktor-faktor bakat musikal dan bakat-bakat lainnya.
Pandangan lain mengatakan bahwa AP dapat diperoleh oleh setiap orang kapan pun,
asalkan ia mau berlatih dengan intensif. Di dalam sejumlah website di internet banyak sekali
ditawarkan program-program pelatihan untuk memperoleh kecakapan AP dengan jaminan
berhasil. Namun sayang, claim tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah.
(Takeuchi,1993:345-361). Satu-satunya laporan yang mungkin bisa dipercaya mengenai studi
ini ialah dari Brady yang menguji dirinya sendiri dengan mendengarkan rekaman selama 60
jam, dan mendapatkan hasil 65% jawaban betul pada soal AP. Menurutnya, masa-masa paling
sulit untuk mencapai kemampuan AP ialah pada masa tua; ini berlawanan dengan masa anakanak yang memperolehnya tanpa usaha keras dan tanpa sadar.
Penyebab munculnya AP itu sendiri pada diri seseorang masih tetap misterius, tetapi
tampaknya penyebab itu adalah gabungan dari beberapa faktor: pelatihan musik pada usia
dini, bahasa dan genetika (keturunan). Levitin dan Deutsch (dalam Folan,2013:38)
berpendapat bahwa: (1) AP sebenarnya dimiliki oleh setiap orang sejak lahir namun tidak
berkembang maksimal karena tidak mendapat pelatihan musik; (2) pembelajaran bahasa
bernada (tonal language) pada usia sangat muda, misalnya bahasa Mandarin, bisa membantu
mengembangkan AP. Ini terjadi karena bayi menghubung-hubungkan pitch (ketinggian nada)
dengan arti kata. Ini tentunya berbeda dengan bayi yang belajar bahasa tak bernada (nontonal languange), misalnya bahasa Indonesia atau Inggris, yang menggunakanpitch hanya
untuk mengekspresikan emosi, tetapi arti kata tetap tidak berubah, sehingga ia tidak banyak
http://www.perfectpitch.com/perfectrelative.htm

memberi perhatian pada tinggi-rendah nada; (3) faktor genetika sangat menentukan bagi
berkembangnya AP asal didukung oleh lingkungan yang menunjang. Namun demikian,
walaupun telah banyak kajian dan spekulasi tentang penyebab munculnya AP pada diri
seseorang, penyebab sebenarnya mengenai kemampuan ini masih belum ditemukan.
Sebuah laporan menyebutkan bahwa orang yang memiliki kemampuan AP memiliki
temporal lobe1 lebih besar daripada yang dimiliki rerata manusia. Dengan kata lain, orang
yang memiliki ciri-ciri otak yang tidak biasa ini bisa memiliki AP karena pusat-pusat yang
berhubungan langsung dengan otak lebih dari ukuran normal. (Beck,2008:2). Kemudian
timbul pertanyaan, manakah yang lebih dahulu: Seseorang memiliki kemampuan AP
kemudian planum temporale2 menjadi lebih menonjol; ataukah planum temporale-nya
memang sudah menonjol terlebih dahulu yang kemudian mengembangkan kemampuan
AP?Neuroplasticity3 (plastisitas otak) berperan di sini, bagaikan perumpamaan ayam atau
telur yang muncul lebih dahulu. Orang dengan kemampuan AP barangkali planum
temporale-nya lebih menonjol sebagai respons berkembangnya kemampuan AP.
Dengan kata lain, karena orang ini mampu membunyikan nada A 440Hrtz hanya
dengan mencongak, maka dapat memainkan instrumen. Karena punya kemampuan kognitif
untuk memainkan musik, platinum temporale-nya tumbuh untuk meresponi kemampuan dan
studi musiknya. Jadi, apakah intisari dari AP itu kognitif? Levitin dan Roger (2005)
mengatakan bahwa untuk mampu membidik nada tanpa bantuan referensi dari luar (memiliki
AP) harus dimulai dari usia muda dan membutuhkan mekanisme otak. Sack (2008:100)
menunjukkan bukti-bukti jelas bahwa corpus collosum (struktur anatomi yang
menghubungkan dua belahan otak) dalam otak musisi lebih besar daripada yang ada dalam
otak non-musisi, dan lebih spesifik lagi, planum temporale-nya lebih besar asimetris pada
musisi dengan AP.
D. Empat Macam Kemampuan Manusia dalam Mengenali Pitch

1Temporal lobeadalah cuping berbentuk lingkaran yang terletak pada bagian tengah bawah dari cortex
(lapisan luar suatu organ), tepat di belakang pelipis; fungsinya memproses informasi audio yang
diterima dari telinga. (http://brainmadesimple.com/temporal-lobe.html )
2Planum temporale adalah bagain otak yang mempunyai peran penting dalam pengembangan bahasa
(http://brain.oxfordjournals.org/content/brain/119/4/1239.full.pdf)
3Neurplasticity(plastisitasotak) adalahkemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya
interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk
berubah dan beradabtasi terhadap kebutuhan fungsional. Mekanisme ini termasuk perubahan kimia
saraf (neurochemical), penerimaan saraf (neuroreceptive) , perubahan struktur neuron saraf dan
organisasi otak. Plastisitas juga terjadi pada proses perkembangan dan kematangan sistem saraf.
(https://infostroke.wordpress.com/neuroplasticity)
6

Dari segi pendeteksian (pengidentifikasian) atau pengenalan pitchatau ketinggian nada,


kemampuan manusia dibedakan menjadi empat macam: (1) orang tanpa AP dan RP; (2) orang
dengan RP tanpa AP; (3) orang dengan AP tanpa RP; (4) orang dengan AP dan RP.
1. Orang tanpa AP dan RP
Orang yang tanpa memiliki baik AP maupun RP dikatakan memiliki untrained ear
telinga tak terlatih, artinya ia hanya sedikit atau bahkan tidak memahami apa pun yang
didengarnya. Setiap orang tentu saja bisa menikmati musik tanpa mesti belajar atau belatih
terlebih dahulu. Untrained ear tidak akan memberikan pemahaman apa pun tentang musik.
Tanpa AP dan RP tidak akan ada pengenalan pitch. Oleh karena musik adalah seni
mendengarkan, telinga yang mengerti pitch akan mengenali bahasa musik. Jika seseorang
tidak mengenali nada atau akor yang didengarnya, maka musik akan berlalu begitu saja tanpa
mengandung arti, seolah-olah meninggalkan pertanyaan yang tak terjawab, dan seluruh detail
musik hilang begitu saja.
Orang tanpa AP dan RP dalam menikmati musik ini bisa diumpamakan sebagai
seseorang yang sedang memandangi gambar dari foto visual tak berwarna (gelap terang) yang
bentuknya tidak jelas (kabur/tidak fokus), atau seseorang yang sedang menonton film asing
pada layar televisi hitam-putih. Ia tidak bisa menikmati kekayaan warna pada film dan tidak
mengerti alur cerita film tersebut (karena tidak memahami bahasanya).
2. Orang dengan RP tanpa AP
Orang yang hanya memiliki RP akan mendengarkan musik dengan jelas dan terfokus
tajam. Kemampuan RP seseorang akan menjelaskan bagaimana tiap-tiap pitch bertautan
satu sama lain untuk membentuk bahasa musik, jadi mengerti apa yang sedang berlangsung
di dalam musik, misalnya seseorang bisa mengidentifikasi akor-akor dalam musik yang
didengarnya. RP memberikan bahasa interval dan akor secara lengkap. Jika seseorang
memahami musik dengan baik, ia, dengan kekreatifannya, akan mampu memilih harmoni
yang cocok agar musik terkesan mengalir. Apabila seseorang mampu mengikuti aliran musik,
ia akan mampu mengimprovisasinya. Pendek kata: RP memungkinkan seseorang menguasai
bahasa musik hanya dengan mendengarkan.
Dengan RP seseorang mampu mendengarkan musik dengan jelas dan fokus. Inilah yang
menyebabkan banyak musisi percaya bahwa untuk menjadi seorang musisi hebat hanya
dibutuhkan RP. Akan tetapi, bagaimanapun juga, dengan hanya mengandalkan RP seseorang
tidak akan mampu merasakan pengalaman estetis, yaitu merasakan warna dari pitch.
Sekalipun kejelasan dari musik bisa dicapai denga RP namun nada-nada yang terdengar
seolah-olah hanya hitam dan putih. Dengan kata lain, pada dasarnya nada-nada yang
didengarnya itu hanya tinggi atau rendah. RP tidak mampu mengidentifikasi letak
persisnya nada-nada yang didengar. Orang dengan RP tidak akan mampu mengidentifikasi
http://www.perfectpitch.com/perfectrelative.htm

apakah nada yang didengarnya itu nada D, C# atau C, dst.; demikian pula sebuah akor itu D
mayor atau C mayor atau A mayor, dst. Yang ia tahu ialah bahwa akor tersebut berjenis mayor.
Orang dengan RP tetapi tanpa AP dalam menikmati musik ini bisa diumpamakan
sebagai seseorang yang sedang memandangi gambar dari foto visual tak berwarna (gelap
terang) tetapi bentuknya jelas (tajam dan fokus), atau seseorang yang sedang menonton film
lokal pada layar televisi hitam-putih. Ia tidak bisa menikmati kekayaan warna pada film,
tetapi mengerti alur cerita film tersebut (karena memahami bahasanya).
3. Orang dengan AP tanpa RP
Orang yang memiliki hanya AP akan mendengarkan musik dengan penuh warna oleh
karena ia mampu mengenali nada-nada yang didengarnya dengan tepat. Apabila nada yang
sedang berbunyi adalah A, maka ia akan tahu bahwa nada itu adalah A, bukan D atau
Bb atau C atau yang lain. Ini sama halnya seseorang dengan penglihatan normal ketika
sedang melihat benda berwarna merah akan mengenalinya sebagai merah, dan tidak akan
mengatakan bahwa itu warna biru. Dengan AP seseorang mampu membedakan tiap-tiap pitch
dengan tepat. Kemampuan ini akan merombak kemampuan musik seseorang karena ia
mampu mengidentifikasi nada-nada yang didengarnya itu dengan tepat. Walaupun demikian,
tanpa RP pengalaman bermusik seseorang tidak akan fokus penuh.
Orang dengan AP tetapi tanpa RP dalam menikmati musik ini bisa diumpamakan
sebagai seseorang yang sedang memandangi gambar dari foto visual berwarna tetapi
bentuknya tidak jelas (kabur); atau seseorang yang sedang menonton film asing pada layar
televisi berwarna. Ia bisa menikmati kekayaan warna pada film, tetapi tidak mengerti alur
cerita film tersebut (karena tidak memahami bahasanya).
4. Orang dengan AP dan RP
Seseorang yang memiliki baik AP maupun RP akan mendengarkan musik dengan penuh
warna dan fokus;dia akan mampu mengidentifikasi akor dengan tepat. Misalnya, bila kepada
orang tersebut diperdengarkan sebuah akor, bukan saja ia mampu mengidentifikasi jenis akor
tersebut (misalnya: Mayor 7), melainkan juga mampu menunjukkan bahwa akor tersebut
adalah, misalnya, DM7, bukan yang lain. Ia mampu mengidentifisikasi jenis dan nama
sebuah akor dengan cepat dan tepat oleh karena RP yang dimilikinya menunjukkan hubungan
interval di antara anggota-anggota akornya (dalam kasus DM7 anggotanya adalah D F# A
C# yang berjarak: 2 1 2 tone); AP yang dimilikinya mendeteksi root akor tersebut,
yaitu: D.
Orang dengan APdanRP dalam menikmati musik ini bisa diumpamakan sebagai
seseorang yang sedang memandangi gambar dari foto visual berwarna, bentuknya jelas
(tajam dan folus); atau seseorang yang sedang menonton film lokal pada layar televisi
berwarna. Ia bisa menikmati kekayaan warna pada film sekaligusmengerti alur ceritafilm
tersebut (karena memahami bahasanya).
E. AP dan RP dalam Gerakan Musik
8

Dalam bahasa, misalnya Bahasa Indonesia, huruf-hurufdigunakan untuk membentuk


kata. Setiap kata memiliki arti masing-masing. Kata-kata itu dirangkai untuk membentuk
kalimat yang memiliki arti lebih luas.Dalam musik, huruf itu diumpamakan denganpitch atau
nada (12 nada dari tangga nada kromatik). Nada-nada itu kemudian bergabung membentuk
akor (kata); akor-akor terangkai membentuk progresi harmoni (kalimat).
Dengan AP seseorang bisa mengerti tiap-tiap nada yang didengarnya dengan tepat,
sebagaimana tahu huruf-huruf yang membentuk kata (dalam bahasa).Tetapi, huruf-huruf
tunggal tidak membentuk bahasa, tidak ada artinya. Begitu juga nada-nada tunggal tidak
membentuk musik.RP menyebabkan seseorang mengerti bagaimana nada-nada itu tersusun
dan membentuk sebuah kalimat musik.
AP tidak bisa menggantikan RP. Hanya RP-lah yang memberikan gambaran jelas dari
musik yang sedang bergerak. Penjelasannya demikian: Jika seseorang memberikan salam
kepada kita, apakah ini yang kita dengar:H-a-i, a-p-a k-a-b-a-r A-n-d-a?Tentu tidak,
bukan?Yang terdengar adalah kelompok huruf, yaitu katadan kalimatyang kita mengerti:
Hai, apa kabar Anda?. Analoginya ialah dengan AP kita bisa mengenali huruf-huruf yang
menyusun kata. Sekalipun mengenali huruf-huruf itu satu per satu, tetapi huruf tetap tidak
memberikan arti apa-apa kepada kita. Musik adalah aliran nada-nada yang sangat cepat: c e
g a f # d b g c, dst. Sekalipun kita bisa mengenali setiap pitch dengan jelas,
namun musik jauh lebih dari sekedar nada-nada tunggal.Untuk memahami bahasa musik
dibutuhkan RP. RP mengelompokkan nada-nada menjadi interval, akor dan progresi yang
bisa dipahami. Jadi, AP dan RP melengkapi pengalaman musik seseorang dan memberikan
telinga profesional seorang musisi.
F. Simpulan
Apa yang menyebabkan terjadinya absolute pitch masih tetap misteri, namun
tampaknya ia muncul sebagai akibat perpaduan dari bermacam-macam faktor, seperti
pelatihan musik sejak usia dini, pengaruh bahasa dan genetik. Walaupun demikian, para
sarjana masih silang pendapat tentang hal ini.
Terlepas dari semuanya itu, kemampuan AP akan sangat fungsional bagi seorang musisi
dan memberikan banyak keuntungan daripada gangguan. Salah satu hal nyata dari
keunggulan AP ialah bahwa seseorang mampu mengidentifikasi nada atau tangga nada atau
akor dengan presisi dan keakuratan tinggi hanya dengan mendengarkan. Ini adalah kecakapan
musikal praktis yang sangat menguntungkan bagi seorang musisi. Sekalipun belum ada teori
pasti tentangcara melatih mengembangkan kemampuan AP, namun penulis yakin seseorang
dengan relatif pitch akan mampu mengembangkan AP bila mau belajar dengan tekun dan
dengan metode yang cocok, apalagidi dunia maya kini bertaburan website yang menawarkan
pelatihan AP dari yang gratis hingga yang berbiaya mahal, lengkap dengan jaminan
keberhasilannya. Ini bisa menjadi sarana yang baik untuk mempelajari absolute pitch.

Daftar Pustaka
Beck, Douglas L. (ed.). (2008). Absolute Pitch, Perfect Pitch, Relative Pitch, and other
musical notes. Editorials, September 17.
Deutsch, Diana. The Enigma of Absolute Pitch.Acoustic Today.Vol.2. 2006.Departmentof
Psychology, University of California, San Diego La Jolla, California 92093
Folan, Kirsty (2013).What Causes Absolute Pitch?. Bath Spa University.
Gardner, C. (2009). 'The Ears Have It'. BBC Music Magazine, July 2009.
Geschwind, N. and M. Fusillo. (1966). Color-naming defects in association with alexia,
Arch. Neurol. 15.
Levitin, D.J. and Rogers, S.E. (2005): Absolute Pitch: Perception, Coding, and Controversies.
Trends Cogn Sci. 2005 Jan; 9 (1): 26-33. Erratum in: TrendsCogn Sci. 2005 Feb; 9(2):45.
Levitin, D.J. (2006): This is Your Brain on Music The science of a human obsession. A
Plum Book.www.penguin.com. ISBN 978-0-452-28852-2.
Sack, O. (2008): Musicophillia: Tales of Music and the Brain. Vintage Books.ISBN 978-14000-3353-9.
Takeuchi, A.H. and S.H. Hulse. (1993). Absolute pitch, Psychol. Bull. 113.
Moy, Stephen, (2008). Absolute Pitch. UIUC Physics 199POM.
Ward, W.D. (1998). Absolute Pitch dalam D. Deutsch (Ed.): The Psychology of Music
(second edition). San Diego: Academic Press, 265-298. ISBN 0-12-21354-4.
http://www.perfectpitch.com/perfectrelative.htm
http://brainmadesimple.com/temporal-lobe.html
http://brain.oxfordjournals.org/content/brain/119/4/1239.full.pdf
http://www.perfectpitch.com/perfectrelative.htm

10

Anda mungkin juga menyukai