Anda di halaman 1dari 8

Sifat-sifat 

Gereja

1. Gereja yang satu
2. Gereja yang kudus
3. Gereja yang Katolik
4. Gereja yang Apostolik

Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik adalah ciri atau sifat dari Gereja. Dengan
keempat ciri itu Gereja menyatakan bahwa yang insani dan yang ilahi bersatu dalam
diri Gereja. Keempat ciri itu saling berkaitan. Gereja tidak berdiri dengan dirinya sendiri,
tetapi berkat karunia Roh Kudus, dan Kristus yang menjadikan Gereja.

1. Gereja Yang Satu
Kesatuan dalam Gereja mendapatkan dasarnya dari kesatuan Allah yang Tunggal dalam Tiga
Pribadi yaitu: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Sama halnya dengan Gereja kendati beraneka
ragam namun tetap satu, yaitu Gereja yang berkumpul dalam Yesus Kristus. Roh Kuduslah
yang menyatukan Gereja.

Gereja yang satu ini terdiri dari :


1.1. Pengakuan iman yang sama, yaitu iman kepada Yesus Kristus yang telah wafat dan
bangkit.
1.2. Perayaan ibadat yang sama dan adanya pengakuan yang sama bahwa Sakramen adalah
tanda dan sarana keselamatan dari Allah.
1.3. Suksesi apostolik oleh tahbisan menegakkan kesepakatan di antara umat Allah sebagai
saudara dalam Kerajaan Allah.

2. Gereja yang Kudus
Gereja menjadi kudus karena Yesus Kristus adalah kudus. Yesus mengasihi GerejaNya dan
menyerahkan diri kepada Gereja untuk menguduskannya sehingga umat dipersatukan dengan
Yesus menjadi kudus. Pengudusan manusia dalam Kristus merupakan bagian dari semua
karya di dalam Gereja.

Gereja itu kudus karena mempunyai :


2.1. Asal yang kudus, yaitu berasal dari Kristus sendiri (Yoh 17 : 19, Ef 5 : 25 - 27).
2.2. Tujuan yang kudus, yaitu bersatu dengan Allah yang kudus (Ef 1: 4, 1Ptr 1 : 15).
2.3. Gereja dibimbing oleh Roh Kudus. Allah akan menyertai kita sampai akhir zaman (Mat
28 : 20b).

3. Gereja Yang Katolik
Katolik berarti umum, universal, ingin merangkul segalanya. Gereja diutus oleh Yesus ke
seluruh dunia untuk menjadikan semua bangsa menjadi muridNya (Mat 28 : 19).
Setiap Gereja lokal bersama dengan Uskup berusaha menterjemahkan keberadaan Kristus
sesuai dengan kondisi dan kehidupan kongkrit di masyarakat. Wajah Gereja di dunia tidak
bisa sama, tetapi yang sama adalah isi atau esensinya.

4. Gereja Yang Apostolik
Gereja itu apostolik, artinya ajarannya sesuai dengan ajaran para Rasul, utusan atau duta dari
Kristus. Kesesuaiannya itu merupakan wujud dari pesan Kristus sendiri, agar para muridNya
mengajarkan segala sesuatu yang telah diperintahkan kepadanya (Mat 28 : 20). Dan jemaat
perdana hidupnya sesuai dengan pesan Yesus itu, yaitu bertekun dalam pengajaran para Rasul
(Kis 2 : 42).

Gereja didirikan atas dasar para Rasul memiliki tiga macam arti, yaitu :
4.1. Gereja tetap dibangun atas dasar para Rasul dan para Nabi.
4.2. Dengan bantuan Roh Kudus, Gereja menjaga ajaran, warisan iman, pedoman sehat para
Rasul dan meneruskannya.
4.3. Gereja tetap diajar, dikuduskan dan dibimbing oleh para Rasul sampai kedatangan
kembali Yesus. Sekarang tugas para Rasul itu diteruskan oleh para Uskup, dibantu olh para
Imam.
Peran Hierarki dan Awam dalam Gereja Katolik

1.    Hierarki dalam Gereja Katolik.

Pengertian dan Dasar Kepemimpinan dalam Gereja (Hierarki)

Gereja sebagai persekutuan umat mempunyai struktur kepemimpinan, yang kita sebut


Hierarki. Untuk menggembalakan dan mengembangkan Umat Allah, Kristus dalam Gereja-
Nya mengadakan aneka pelayanan yang tujuannya demi kesejahteraan seluruh Umat Allah.
Sebab, para pelayan yang mempunyai kekuasaan kudus, melayani saudara-saudara mereka
supaya semua yang termasuk Umat Allah, dengan bebas dan teratur bekerja sama untuk
mencapai tujuan tadi, dan dengan demikian mencapai keselamatan.
Yesus Kristus, Gembala kekal, mendirikan Gereja Kudus, dengan mengutus para rasul seperti
Dia sendiri diutus oleh Bapa (Yoh 20:21). Para pengganti mereka,
yakni para Uskup, dikehendaki-Nya untuk menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir
zaman. Supaya episkopat itu sendiri tetap satu dan tak terbagi, Yesus mengangkat Santo
Petrus menjadi ketua para rasul lainnya. Dalam diri Petrus, Yesus menetapkan adanya azas
dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan. (Lumen Gentium, Art.
18)
Perutusan ilahi yang dipercayakan oleh Yesus kepada para rasul akan berlangsung sampai
akhir zaman (Mt 28:20), Sebab, Injil yang harus mereka wartakan bagi Gereja merupakan
azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu, dalam himpunan yang tersusun
secara Hierarkis, para rasul telah berusaha menggangkat para pengganti mereka.
 
Para Uskup pengganti para rasul yang dipimpin oleh Sri Paus pengganti Petrus bertugas
melayani Jemaat bersama para pembantu mereka, yakni para imam dan diakon. Sebagai
wakil Kristus, mereka memimpin kawanan yang mereka gembalakan (pimpin), sebagai guru
dalam ajaran, imam dalam ibadat suci, dan pelayan dalam bimbingan (Lumen Gentium, Art
20)
 
b.      Susunan Hierarki
Susunan kepemimpinan dalam Gereja sekarang dapat diurutkan sebagai berikut:
1)              Dewan Para Uskup dengan Paus sebagai kepala
Pada akhir masa Gereja Perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah
pengganti para rasul. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas para uskup
(karena ada 12 rasul). Bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para
rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh para Uskup. Tegasnya, dewan para Uskup
menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup.
Seseorang menjadi uskup, karena diterima ke dalam dewan itu.
2)              Paus
Konsili Vatican II menegaskan: “Adapun dewan atau badan para uskup hanyalah berwibawa,
bila bersatu dengan imam agung di Roma, pengganti Petrus, sebagai kepalanya dan selama
kekuasaan primatnya terhadap semua, baik para gembala maupun kaum beriman, tetap
berlaku seutuhnya.” Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil
Kristus dan gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal
terhadap Gereja, dan kuasa itu selalu dapat dijalankan dengan bebas (Lumen Gentium, Art
22). Penegasan itu didasarkan pada kenyataan bahwa Kristus mengangkat Santo Petrus
menjadi ketua para rasul lainnya. Petrus diangkat menjadi pemimpin para rasul. Paus,
pengganti Petrus, adalah pemimpin para uskup.
3)            Uskup
KonsiliVatican II merumuskan dengan jelas: “masing-masing uskup menjadi asas dan dasar
kelihatan bagi kesatuan dalam Gerejanya” (Lumen Gentium, Art.23). Tugas pokok uskup
adalam mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu selanjutnya dibagi menjadi tiga
tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja, yaitu tugas pewartaan, perayaan, dan
pelayanan, di mana dimungkinkan komunikasi iman dalam Gereja. Tugas utama dan
terpenting bagi para uskup adalah pewartaan Injil (Lumen Gentium, Art. 25)
4)      Pembantu Uskup: Imam dan Diakon.
·         Para Imam adalah wakil uskup. Di setiap Jemaat setempat dalam arti tertentu, para
imam menghadirkan uskup. Tugas konkret mereka sama seperti uskup. Mereka ditahbiskan
untuk mewartakan Injil dan menggembalakan umat beriman.
·         Para Diakon : Pada tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang
ditumpangi tangan bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan (Lumen Gentium Art
29). Para diakon adalah pembantu khusus uskup di bidang materi sedangkan imam pembantu
umum.
NB. Kardinal bukan jabatan hirarkis dan tidak termasuk dalam struktur hierarki. Kardinal
adalah penasehat utama Paus dan membantu Paus terutama dalam reksa harian
seluruh Gereja. Para Kardinal membentuk suatu dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak
memilih Paus dibatasi 120 orang yang di bawah usia 80 tahun. Seorang Kardinal dipilih oleh
Paus dengan bebas.
 
c.        Fungsi Hierarki
Seluruh umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi, imam, dan raja
(tugas: mengajar, menguduskan, dan mengembalakan). Tetapi umat itu tidak bersifat
seragam, maka Gereja mengenal pembagian tugas, tiap komponen umat (hierarki, biarawan,
biarawati, awam) menjalankan tugas dengan cara yang berbeda.
Fungsi khusus hierarki adalah:
Ø  Menjalankan tugas gerejani, yakni tugas-tugas yang secara langsung dan eksplisit
menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti melayani sakramen-sakramen, mengajar
agama dan sebagainya.
 
Ø  Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat
dalam iman dengan petunjuk, nasihat, dan teladan.
 
d.      Peranan Hierarki
Fungsi kepemimpinan hierarki adalah untuk menggembalakan Gereja sebagai umat
Allah.hierarki berada dalam umat Allah oleh karena kehendak Kristus untuk
menggembalakan seluruh Gereja-Nya.dengan demikian, hierarki memiliki peran penting
dalam penggembalaan Gereja Semesta. Dalam konteks Gereja Semesta (universal) ini,
hierarki  memiliki dua peran utama sebagai berikut:
Ø  Memberikan bimbingan pastoral dan tugas pengajaran. Tugas mengajar dan memberikan
bimbingan itu kerap dikenal dengan istilah magisterium Gereja atau kuasa
mengajar gereja dalam bidang iman. “Wewenang mengajar” tidak berarti bahwa dalam
pewartaan hanya hierarki yang aktif, sedangkan yang lain tinggal menerima dengan pasif
saja. Hierarki bertugas menjaga dan memajukan kesatuan serta komunikasi di dalam umat
Allah.
Ø  Memperhatikan Gereja-gereja di seluruh dunia. Hierarki Gereja memperhatikan pula
situasi-situasi yang dialami oleh Gereja-gereja partikular di seluruh dunia.
 
e.        Corak kepemimpinan dalam Gereja
1.      Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus, di mana campur
tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Oleh sebab itu, kepemimpinan
dalam Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan suatu bakat, kecakapan, atau prestasi
tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan
manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu”.
Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diperpanjang oleh manusia, tetapi kepemimpinan
dalam Gereja tidaklah demikian.
2.      Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-
murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.
Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan untuk melayani, bukan untuk dilayani.
Kepemimpinan untuk menjadi orang yang terakhir, bukan yang pertama. Kepemimpinan
untuk mencuci kaki sesama saudara. Ia adalah pelayan. (Paus dikatakan sebagai: Servus
Servorum Dei=Hamba dari hamba-hamba Allah).
Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapus oleh manusia.
Kepemimpinan masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia diangkat dan
diteguhkan oleh manusia.

Kaum Awam dalam Gereja Katolik

Istilah “Awam” diterjemahkan dari kata Yunani “Laikos” yang berarti bukan ahli. Dalam 
kaitan dengan kehidupan agama Yahudi, kelompok “Awam” adalah anggota umat yang
bukan golongan Imam atau Levit yang terkenal sebagai ahli Kitab Suci (Taurat).
Kompendium Ajaran Sosial Gereja  menjelaskan bahwa “ciri khas hakiki Kaum Awam
beriman  yang bekerja di  kebun  anggur  Tuhan  (bdk.Mat  20:1-16) adalah corak sekular
dari kemuridan mereka sebagai  orang   Kristen, yang justru dilaksanakan di dalam dunia”.
Fakta dalam kehidupan Gereja, bagian terbesar dalam Gereja adalah Kaum Awam. Menurut
Lumen Gentium art.31, Kaum Awam adalah semua orang beriman Kristiani kecuali mereka
yang termasuk golongan Imam atau berstatus religius yang diakui dalam Gereja. Jadi, kaum
beriman Kristiani, berkat baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi
Umat Allah. Dengan cara mereka sendiri, mereka ikut mengemban tugas Imamat, kenabian,
dan rajawi Kristus. Dengan demikian, sesuai dengan kemampuannya  mereka melaksanakan
perutusan segenap umat Kristiani dalam Gereja dan dunia.Tugas khas Kaum Awam adalah
melaksanakan dan mewujudkan kabar baik di tengah-tengah dunia, di mana kaum klerus dan
biarawan-biarawati tidak dapat masuk ke dalamnya kecuali melalui Kaum Awam.

Dewasa ini keterlibatan Kaum Awam dalam tugas menggereja dan memasyarakat semakin
aktif. Harus  diakui bahwa masih ada Awam yang masih bersifat pasif, menunggu  perintah 
dari  hierarki.  Namun  demikian,  hal  itu  tidak  mengurangi meningkatnya partisipasi Kaum
Awam dalam kegiatan kerasulan gerejani. Melalui pelajaran ini, para peserta didik dibimbing
untuk memahami siapa yang dimaksud dengan Kaum Awam dan apa yang menjadi tugas
khasnya dalam Gereja dewasa ini. Peserta didik juga dibimbing untuk memahami makna,
bentuk-bentuk keRasulan Awam serta   apa dan bagaimana hubungan  antara Awam dan
hierarki sebagai partner kerja yang sederajat untuk membangun Kerajaan Allah.

Siapakah Kaum Awam itu? “Yang dimaksud dengan istilah Awam disini ialah semua orang
beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan Imam atau status religius yang
diakui dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat babtis    telah    menjadi
anggota tubuh  Kristus, terhimpun  menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut
mengemban tugas Imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dengan demikian sesuai dengan
kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap Umat kristiani dalam Gereja dan di
dunia. Ciri khas dan istimewa Kaum Awam yakni sifat keduniaannya. Sebab mereka yang
termasuk golongan Imam, meskipun kadang-kadang memang dapat berkecimpung dalam
urusan-urusan  keduniaan, juga dengan mengamalkan profesi keduniaan, berdasarkan
panggilan khusus dan tugas mereka terutama diperuntukkan  bagi pelayanan suci. Sedangkan
para religius dengan status hidup mereka memberi kesaksian yang cemerlang dan luhur,
bahwa dunia tidak dapat diubah dan  dipersembahkan  kepada Allah, tanpa  semangat Sabda
bahagia. Berdasarkan panggilan mereka yang khas, Kaum Awam wajib mencari kerajaan
Allah, dengan mengurusi  hal-hal yang fana dan  mengaturnya  seturut  kehendak  Allah.
Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi,
dan berada ditengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang 
lebih terjalin dengan itu semua. Di situlah mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan
tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi
membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam. Begitulah
mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup
mereka, serta menampakkan  Kristus kepada sesama. Jadi tugas mereka yang istimewa yakni:
menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian
rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut  kehendak Kristus, demi
kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus”. (Lumen Gentium, Art. 31)

Hubungan Kaum Awam dengan Hierarki: “Dari harta-kekayaan  rohani  Gereja Kaum


Awam, seperti semua orang beriman kristiani, berhak menerima secara melimpah melalui
pelayanan para Gembala hierarkis, terutama bantuan sabda Allah dan sakramen-sakramen.
Hendaklah para Awam mengemukakan kebutuhan-kebutuhan  dan keinginan-keinginan
mereka kepada  para  Imam,  dengan  kebebasan  dan  kepercayaan, seperti  layaknya bagi
anak-anak  Allah dan saudara-saudara  dalam Kristus. Sekadar ilmu-pengetahuan, kompetensi
dan kecakapan mereka para Awam mempunyai  kesempatan, bahkan kadang-kadang juga
kewajiban, untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang menyangkut
kesejahteraan Gereja. Bila itu terjadi, hendaklah itu dijalankan melalui lembaga-lembaga
yang didirikan gereja untuk itu, dan selalu dengan jujur, tegas dan bijaksana, dengan hormat
dan cinta kasih terhadap mereka, yang karena tugas suci bertindak atas nama Kristus.

Hendaklah para Awam, seperti semua orang beriman kristiani, mengikuti teladan Kristus,
yang dengan ketaatan-Nya sampai mati, membuka jalan yang membahagiakan bagi semua
orang, jalan kebebasan anak-anak  Allah. Hendaklah  mereka dengan ketaatan kristiani
bersedia menerima apa yang ditetapkan oleh para Gembala hierarkis sejauh menghadirkan
Kristus, sebagai guru dan pemimpin dalam Gereja. Dan janganlah mereka lupa mendoakan 
di hadirat Allah para pemimpin mereka, sebab para pemimpin itu berjaga karena akan
memberi pertanggungjawaban atas jiwa-jiwa kita, supaya itu mereka jalankan dengan
gembira tanpa keluh-kesah (lih. Ibr 13:1).
Sebaliknya hendaklah para Gembala hierarkis mengakui dan memajukan martabat serta
tanggung jawab Kaum Awam dalam gereja. Dan hendaklah  mereka diberi kebebasan dan 
keleluasaan untuk  bertindak;  bahkan  mereka  pantas  diberi  hati, supaya secara spontan
memulai kegiatan-kegiatan juga. Hendaklah para Gembala dengan kasih kebapaan, penuh
perhatian dalam Kristus, mempertimbangkan prakarsa-prakarsa , usul-usul serta keinginan-
keinginan yang diajukan oleh Kaum Awam. Hendaklah para Gembala dengan saksama
mengakui kebebasan sewajarnya, yang ada pada semua warga masyarakat duniawi.

Dari  pergaulan  persaudaraan  antara  Kaum Awam dan  para  Gembala itu  boleh
diharapkan  banyak  manfaat  bagi  Gereja.  Sebab dengan  demikian  para  Awam diteguhkan
kesadaran bertanggungjawab dan ditingkatkan semangat. Lagi pula tenaga Kaum Awam
lebih mudah digabungkan dengan karya para Gembala. Sebaliknya, dibantu oleh pengalaman
para Awam, para Gembala dapat mengadakan penegasan yang lebih jelas dan tepat dalam
perkara-perkara rohani maupun jasmani. Dengan demikian seluruh Gereja, dikukuhkan  oleh
semua anggotanya akan menunaikan secara lebih tepat perutusannya demi kehidupan dunia.
(Lumen Gentium artikel 37)

Pengertian Awam: Yang dimaksud dengan kaum Awam adalah semua orang beriman
Kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status
kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31). Definisi Awam dalam praktek dan
dalam dokumen- dokumen Gereja ternyata mempunyai dua macam:

 Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, Awam


meliputi Biarawan/Biarawati seperti Suster dan Bruder yang tidak menerima tahbisan
suci.
 Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan
Biarawan/Biarawati. Maka dari itu Awam tidak mencakup para Suster dan Bruder.

Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi tipologis. Dan
untuk selanjutnya istilah “Awam” yang digunakan adalah sesuai dengan pengertian tipologis
di atas.

Hubungan Awam dan Hierarki sebagai Patner Kerja: Sesuai dengan ajaran Konsili
Vatikan II, rohaniwan (hierarki) dan Awam memiliki martabat  yang sama, hanya  berbeda 
fungsi. Semua fungsi sama  luhurnya,  asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi
Kerajaan Allah.

Peranan Awam: Peranan Awam sering diistilahkan sebagai KeRasulan Awam yang


tugasnya dibedakan sebagai KeRasulan internal  dan  eksternal. KeRasulan internal  atau
kerasulan “di dalam Gereja” adalah keRasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih
diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun Awam dituntut  juga untuk  mengambil bagian di
dalamnya. KeRasulan eksternal atau keRasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para
Awam. Namun harus disadari bahwa keRasulan dalam Gereja bermuara pula ke
dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir
untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini.

Kerasulan dalam tata Dunia (eksternal): Berdasarkan panggilan khasnya, Awam bertugas


mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya  sesuai
dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan
serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil Allah menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh
semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum
Awam dapat menjalankan keRasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan
manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia”
sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang
karya Kristus dan melayani keselamatan manusia. Dengan kata lain “tata dunia” adalah
medan bakti khas kaum Awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam
bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.

Sampai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat keRasulan dalam tata dunia
bukan sebagai kegiatan keRasulan. Mereka menyangka bahwa keRasulan hanya berurusan
dengan hal-hal rohani yang sakral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-
kegiatan dalam lingkup Gereja.

Dengan paham gereja sebagai “Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia” yang dimunculkan


oleh gaudium et Spes, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang sekuler diakui, maka dunia
dan lingkungannya mulai diterima sebagai patner dialog dapat saling memperkaya diri. Orang
mulai menyadari bahwa menjalankan tugas-tugas duniawi tidak hanya berdasarkan alasan
kewargaan dalam masyarakat atau negara saja, tetapi juga karena dorongan  iman dan tugas
keRasulan kita, asalkan dengan motivasi yang baik. Iman tidak hanya menghubungkan  kita
dengan Tuhan, tetapi sekaligus juga menghubungkan dengan sesama kita di dunia ini

Kerasulan dalam Gereja (internal): Karena Gereja itu Umat Allah, maka Gereja harus


sungguh-sungguh menjadi Umat Allah. Ia hendaknya mengkonsolidasi diri untuk benar-benar
menjadi Umat Allah. Ini adalah tugas membangun  gereja. Tugas ini dapat disebut keRasulan
internal. Tugas ini pada dasarnya dipercayakan kepada golongan hierarkis (keRasulan
hierarkis), tetapi Awam dituntut pula untuk ambil bagian di dalamnya. Keterlibatan Awam
dalam tugas membangun gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari
hierarki atau ditugaskan hierarki, tetapi karena pembabtisan ia mendapat tugas itu dari
Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri tugas gereja. 1) Dalam tugas nabiah
(pewarta sabda), seorang Awam dapat mengajar agama, sebagai katekis,memimpin kegiatan
pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dsb

Dalam tugas Imamiah (menguduskan), seorang Awam dapat

 Memimpin doa dalam pertemuan umat,


 Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah,
 Membagi komuni sebagi proDiakon,
 Menjadi pelayan putra Altar, dsb

Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang Awam dapat:

 Menjadi anggota dewan paroki,


 Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dan sebagainya.

Hubungan antara Awam dan hierarki, perlu memerhatikan  hal-hal berikut ini:

 Gereja sebagai Umat Allah: Keyakinan bahwa semua anggota warga Gereja memiliki


martabat yang sama, hanya berbeda fungsi dapat menjamin hubungan yang wajar
antara semua komponen Gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa komponen-komponen 
tertentu  lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan komponen  yang
lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara konsekuen dalam hidup dan
karya semua anggota Gereja.
 Setiap Komponen Gereja memiliki Fungsi yang khas: Setiap
komponen Gereja memiliki fungsi yang khas. Hierarki yang bertugas memimpin
(melayani) dan mempersatukan Umat Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya
mengarahkan Umat Allah pada dunia yang akan datang (eskatologis). Para  Awam
bertugas  meRasul dalam  tata  dunia.  Mereka menjadi  Rasul dalam keluarga-
keluarga dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosobudhamkamnas. Jika setiap
komponen gereja menjalankan fungsinya masing-masing dengan baik, maka adanya
kerja sama yang baik pasti terjamin.
 Kerja sama: Walaupun   tiap  komponen   memiliki  fungsinya  masing-masing, 
namun   untuk bidang-bidang tertentu, terlebih dalam keRasulan internal yaitu
membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan  partisipasi dan kerja sama dari
semua komponen. Dalam hal ini hendaknya  hierarki  tampil  sebagai pelayan yang
memimpin  dan mempersatukan.  Pimpinan  tertahbis, yaitu dewan Diakon, dewan
Presbyter, dan dewan Uskup tidak berfungsi untuk  mengumpulkan  kekuasaan ke
dalam tangan mereka, melainkan untuk menyatukan rupa-rupa  tipe, jenis, dan fungsi
pelayanan (kharisma) yang ada.

Hierarki   berperan   untuk   memelihara   keseimbangan  dan   persaudaraan   di antara 


sekian banyak tugas pelayanan. Para pemimpin  tertahbis  memperhatikan serta  memelihara 
keseluruhan  visi, misi,  dan  reksa  pastoral.  Karena  itu,  tidak mengherankan bahwa di
antara mereka termasuk dalam dewan hierarki ini ada yang bertanggungjawab untuk
memelihara ajaran yang benar dan memimpin  perayaan sakramen-sakramen.

Anda mungkin juga menyukai