A. Model-model Gereja
1. Gereja Institusional Hierarkis Piramidal
Model Gereja institusional hierarkis pyramidal sangat menonjol
dalam hal-hal berikut:
a. Orgnasisasi (lahiriah) yang berstruktur pyramidal tertata rapi.
b. Kepemimpinan tertahbis atau hierarki hampir identik dengan
Gereja itu sendiri. Hukum dan peraturan digunakan untuk
menata dan menjaga kelangsungan suatu institusi. Suatu
institusi, apalagi yang berskala besar, tentu saja
membutuhkan hukum dan peraturan yang jelas.
c. Sikap yang agak triumfalistik dan tertutup. Gereja merasa
sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan
keselamatan. Extra Ecclesiam Nulla Salus atau diluar Gereja
tidak ada keselamatan.
2. Gereja sebagai Persekutuan Umat
Model Gereja sebagai Persekutuan Umat sangat menonjol dalam
hal-hal berikut:
a. Hidup persaudaraan karena iman dan harapan yang sama.
Persaudaraan ini adalah persaudaraan kasih.
b. Keikutsertaan semua umat dalam hidup menggereja. Bukan
saja hierarki dan biarawan dan biarawati yang harus aktif
dalam hidup menggeraja, tetapi seluruh umat.
c. Hukum dan peraturan memang perlu, tetapi dibutuhkan
pula peranan hati nurani dan tanggung jawab pribadi.
d. Sikap miskin, sederhana dan terbuka. Rela berdialog dengan
pihak mana saja, sebab Gereja yakin bahwa di luar Gereja
Katolik terdapat pula kebenaran dan keselamatan.
B. Keanggotaan dalam Gereja sebagai Persekutuan Umat
Gereja sebagai Persekutuan Umat Allah untuk membangun Kerajaan Allah di
bumi ini.Semua anggota memiliki martabat yang sama, namun berbeda dari segi
fungsinya.
1. Golongan Hierarki
Hierarki adalah orang-orang yang ditahbiskan untuk tugas kegembalaan.Mereka
menjadi pemimpin dan pemersatu umat, sebagai tanda efektif dan nyata dari
otoritas Kristus sebagai kepala umat. Tugas-tugas hierarki adalah sebagai
berikut:
a. Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki
mempersatukan umat dalam iman, tidak hanya dengan petunjuk, nasehat
dan teladan tetapi juga dengan kewibawaan dan kekuasaan kudus.
b. Menjalankan tugas-tugas gerejani, seperti merayakan sakramen,
mewartakan sabda dan sebagainya.
2. Biarawan-biarawati
Seorang biarawan/biarawati adalah anggota umat yang dengan
mengucapkan kaul kemiskinan, ketaatan dan keperawanan ingin selalu
bersatu dengan Kristus dan menerima pola nasib hidup Yesus Kristus secara
radikal dan dengan demikian mereka menjadi tanda nyata dari hidup dalam
Kerajaan Allah kelak. Kaul-kaul adalah sesuatu yang khas dalam kehidupan
membiara. Dengan menghayati kaul-kaul kebiaraan itu, para
biarawan/biarawati menjadi tanda:
a. Yang mengingatkan kita bahwa kekayaan, kekuasaan dan hidup keluarga
walaupun sangat bernilai, tetapi tidak absolut dan abadi, maka kita tidak
boleh mendewa-dewakannya.
b. Yang mengarahkan kita pada Kerajaan Allah dalam kepenuhannya kelak.
3. Kaum Awam
Kaum awam adalah semua orang beriman Kristen yang tidak termasuk dalam
golongan tertahbis dan biarawan-biarawati. Mereka adalah orang-orang
yang dengan pembaptisan menjadi anggota Gereja dan dengan caranya
sendiri mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja.
Bagi kaum awam, ciri keduniaan adalah khas dan khusus. Mereka
mengemban kerasulan dalam tata dunia, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat, entah sebagai ayah-ibu, sebagai petani, pedagang, camat, polisi
dan sebagainya.
C. GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN UMAT DALAM TERANG KITAB SUCI
Kis 4:32-37 tentang Cara Hidup Jemaat Perdana
Penjelasan :
Cara hidup Jemaat Perdana berupa kebersamaan dan mengganggap semua adalah
milik bersama mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang
pokok adalah bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak
seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain
berkekurangan.
Sikap dan cara hidup Jemaat Perdana dapat menjadi inspirasi hidup bagi kita
sekarang ini. Semangat persaudaraan dalam kehidupan bersama adalah hal yang
penting dalam hidup bermasyarakat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja
tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan ibadat, kegiatan-
kegiatan pembinaan iman, tetapi juga harus menyentuh kehidupan sosial, ekonomi,
politik dan budaya.
D. Gereja sebagai Persekutuan Umat yang Bersifat Terbuka
Beberapa cara yang dilakukan Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya
antara lain:
1. Gereja selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya mana saja
untuk saling mengenal, menghargai dan memperkaya.
2. Gereja membangun kerja sama dengan para pengikut agama-agama lain
demi pembangunan hidup manusia dan peningkatan martabat manusia.
3. Berpartisipasi secara aktif dan bekerja sama dengan siapa saja dalam
membangun masyarakat yang adil, damai dan sejahtera.