Ada beberapa pokok yang akan disampaikan pada bagian ini. Sebutan ‘ajaran sosial
Gereja’ muncul bersamaan dengan keprihatinan dan keterlibatan Gereja dalam
bidang sosial, tetapi nama atau sebutan tersebut bukanlah tanpa kontroversi,
sebelum akhirnya nama/sebutan ‘ajaran sosial Gereja menjadi umum dikenal.
Sebutan yang kurang lebih konvesional “ajaran sosial Gereja” bukanlah suatu istilah
(nama) dengan makna tunggal. Leo XII misalnya menyebutnya dengan: “doktrin”
yang digali dari Injil dan dari “filsafat Kristiani”. Pius XI menggunakan nama “filsafat
sosial” dan “doktrin dalam bidang ekonomi dan sosial”. Baru Pius XII yang pertama
kali menyebutAjaran Sosial Gereja yang kemudian selalu digunakan sampai
sekarang.
Yang menarik adalah bahwa istilah ‘ajaran sosial Gereja’ ditolak dalam Vatikan II.
Istilah atau sebutan tersebut dikritik karena memberi kesan menyindir “corpus”
ajaran dogmatis, dan memberi kesan bahwa Gereja mempunyai dua jenis ajaran:
dogma dan ajaran sosial. Karena itu penggunaan sebutan “ajaran sosial Gereja”
dihindari.
Ketika merumuskan Gaudium Et Spes ada perintah agar istilah tersebut tidak
digunakan. Kendati demikian, sambil mendengar perintah tersebut, GS no 76
mencoba mempertahankan sebutan ‘ajaran sosial’: “Tetapi selalu dan di mana-mana
hendaknya ia diperbolehkan dengan kebebasan yang sejati mewartakan iman,
menyampaikan ajaran sosialnya…..” (GS 76 par 5)..
Sebagai alternatif untuk istilah “ajaran sosial Gereja” digunakan istilah “pemikiran
sosial kristiani”, “pengajaran sosial Gereja”, “magisterium sosial”. Kemudian, setelah
pidato Yohanes Paulus II dalam Sinode III Uskup Amerika Latin di Puebla tahun
1979, sebutan “Ajaran Sosial Gereja” digunakan secara resmi dan tidak lagi dapat
ditolak.
Kata sosial sebagai kata sifat dalam frase “ajaran sosial Gereja” mempunyai arti
jamak sesuai dengan konteks dan maksud pemakaiannya: pada waktu tertentu
artinya lebih mengacu ke ekonomi tetapi kemudian meluas mencakup semua saja
yang berkaitan dengan relasi antara pribadi dan relasi sosial-politik dalam
keseluruhan masyarakat.
Kendati dalam pengertian kedua di atas – ASG sebagai refleksi iman umat beriman
di hadapan situasi nyata – umumnya dipahami bahwa ASG adalah ajaran formal
magisterium dalam bentuk ensiklik, surat apostolik, siaran Radio dan hasil sinode.
Sehingga kalau menyebut ASG maka dokumen-dokujmen itulah yang dimaksudkan.
Dokumen-dokumen sosial utama dari para Paus dan Vatikan II yang amat terkenal
adalah:
Untuk menggali isi dari dokumen-dokumen sosial para Paus dan Vatikan II perlulah
ajaran/pandangan dalam dokumen-dokumen itu ditempatkan dalam konteks historis
dan ideologisnya.
Ajaran-ajaran sosial para Paus sulit dipahami bila tidak mencermati situasi konkret
dari problem yang ditanggapi mereka dalam ajarannya dari sudut pandangan
Kristiani. Pengetahuan tentang situasi konkrit itu merupakan syarat mutlak untuk
melengkapi penafsiran otentik terhadap Magisterium Gereja.
Meskipun kita dapat membuat sintesa dari ajaran sosial para Paus, bagaimanapun
juga perlu memperhatikan ciri khas atau konteks historis (yang terbatas dan parsial)
dari setiap dokumen, demikian juga perkembangan tema-tema dalam dokumen
tersebut. Hanya dengan itu kita dapat membuat suatu sintesa dari keseluruhan
ajaran Paus. Sintesa tersebut dapat dicapai melalui proses berikut:
1.
1. menemukan isi dari setiap dokumen.
2. Menemukan pokok-pokok utama dan yang berkaitan dari
dokumen-dokumen itu
3. Sistematisasi seluruh isi dokumen-dokumen dalam sitensa yang
teratur.
Makna teologis-eklesial Ajaran Sosial Gereja
Ajaran sosial Gereja merupakan aplikasi teologi moral dalam bidang sosial.
Ajaran sosial Gereja merupakan bagian teologi moral, tetapi seperti sudah dikatakan
di atas, juga merupakan suatu peristiwa Gerejani, sehingga tidak terlepas dari
pokok-pokok berikut:
dimensi magisterial : dalam ajaran sosial gereja ditampilkan dimensi magisterial dari
hirarki. ASG adalah aplikasi kuasa mengajar Gereja. Terkait dengan
kekatolikan:ajaran sosial gereja menjalankan suatu fungsi memadukan,
memberdayakan dan mengarahkan kekuatan sosial dari gereja Katolik. Ajaran sosial
Gereja dapat merupakan pembenaran atau penolakan terhadap opsi sosial global
(mis. kapitalisme, sosialisme, dllsb).
Unsur-unsur Positif
Ajaran sosial Gereja tampil sebagai oase atau wilayah hijau di tengah padang gurun
teologi moral kasuistik dan neoscolastik. Ajaran sosial Gereja adalah penerus dari
ajaran klasik tentang : keadilan dan hukum.
Ada begitu banyak hal yang ditampilkan dalam ajaran sosial Gereja sejak abad XIX
sampai Vatikan II. Ajaran Sosial Gereja memperlihatkan :
(4) ajaran sosial Gereja bukanlah hal abstrak dan a-temporal, sebaliknya
menyentuh problem nyata dalam realitas historis dan konkrit;
(5) ajaran sosial Gereja memulai suatu tradisi teologi-moral yang memberikan
sumbangan besar terhadap setudi demi melengkapi warisan pemikiran teologis
moral kristiani;
Surat Ensiklik Paus Leo XIII yang terkenal tentang Ajaran Sosial Gereja, yang
berjudul Rerum Novarum, menyebutkan beberapa prinsipnya sebagai berikut:
(silakan klik di sini untuk membaca lebih lanjut ensiklik ini)
Ajaran Sosial Gereja sesungguhnya merupakan topik yang panjang untuk dibahas.
Sementara hanya ini dulu yang dapat kami sampaikan. Dokumen-dokumen Gereja
Katolik yang mengajarkan tentang ajaran Sosial Gereja, yaitu:
1. Rerum Novarum, Tentang kondisi pekerja, surat ensiklik Paus Leo XIII (1891)
2. Quadragesimo Anno, Rekonstruksi keteraturan Sosial, surat ensiklik Paus Pius XI
(1931)
3. Mater et Magistra, Kristianitas dan Perkembangan Sosial, surat ensiklik Paus
Yohanes XXIII (1951)
4. Pacem in Terris, Damai di Buni, surat ensikli Paus Yohanes XXIII (1963)
5. Konsili Vatikan II: Dignitatis Humanae, Deklarasi tentang Kebebasan Beragama
(1965)
6. Konsili Vatikan II: Gaudium et Spes, Gereja di Dunia Modern (1965)
7. Populorum Progressio, surat ensiklik Paus Paulus VI, tentang Perkembangan
Bangsa- bangsa (1967)
8. Octogesima Adveniens, surat apostolik Paus Paulus VI, memperingati Rerum
Novarum (1971)
9. Keadilan di Dunia, (Justice in the World), Sinoda para Uskup, 30 Nov 1971
10. Laborem Exercens, surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang Martabat
Pekerjaan (1981)
11. Sollicitudo Rei Socialis, surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II, memperingati 20
tahun Populorum Progressio (1987)
12. Centesimus Annus, surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II, memperingati 100 tahun
Rerum Novarum (1991)
13. Caritatis in Veritate, Kasih dan Kebenaran, surat ensiklik Paus Benediktus XVI
(2009)
Kompendium Ajaran Sosial Gereja dapat dibaca di website Vatikan – silakan klik.
25/05/2018
Jawaban:
Ajaran sosial Gereja sebenarnya adalah ajaran Gereja yang diperuntukkan bagi
kebaikan bersama (common good) dalam masyarakat, untuk mengarahkan
masyarakat kepada kebahagiaan. Banyak orang menghubungkan surat ensiklik Bapa
Paus Leo XIII, Rerum Novarum, tahun 1891, sebagai tanggapan Gereja Katolik yang
nyata terhadap keadaan krisis sosial dunia. Namun sebenarnya, keberadaan ajaran
sosial Gereja telah ada sejak lama, bahkan sejak jaman Perjanjian Lama.
Maka sumber ajaran sosial Gereja Katolik adalah: (disarikan dari buku karangan
Arthur Hippler, Citizens of the Heavenly City, A Catechism of Catholic Social Teaching,
(Rockford Illinois: Borromeo Books, 2003) p. 1-11:
1. Kitab Suci, terutama ke-sepuluh perintah Allah yang menjadi dasar pengajaran
moral dalam Gereja Katolik (lih. KGK 264-2068). Melalui hukum-hukum Musa di
Perjanjian Lama, sesungguhnya kita dapat mengetahui bahwa Allah memberikan
hukum tidak hanya untuk mengatur penyembahan kepada Allah, tapi juga untuk
mengatur kehidupan yang benar antara sesama keluarga dan masyarakat. Hukum ini
yang kemudian disarikan menjadi “Kasihilah Tuhanmu dengan segenap hatimu dan
kekuatanmu… dan kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri” (lih. Mat
22:37-39)
2. Pengajaran para Bapa Gereja dan para Pujangga Gereja (Doctors of the Church),
terutama St. Agustinus (354-430) melalui bukunya The City of God, yang mengatur
pengajaran tentang manusia dan masyarakat; dan St. Thomas Aquinas (1225-1274),
dengan bukunya, Summa Theologiae, di mana bagian yang terbesar
dari Summaadalah Teologi moral/ Moral Theology.
3. Pengajaran dari Bapa Paus, yaitu dari surat-surat ensiklik dan pengajaran lisan/
dalam homili/ sermon/ pidato. Pengajaran dari Bapa Paus ini merangkum Kitab Suci
dan pengajaran dari para Bapa Gereja dan Pujangga Gereja. Bapa Paus yang
mengajarkannya ajaran sosial ini kepada dunia adalah merupakan tanda bahwa
Kristus tak meninggalkan umat manusia bagai yatim piatu, namun terus
menyertainya dengan ajaran-Nya yang ditujukan bagi semua orang, demi kebaikan
bersama.
Memang banyak orang sukar melihat bahwa ajaran dari Bapa Paus merupakan ajaran
bagi semua orang, sebab mereka berpikir bahwa Paus hanya mengajar umat Katolik.
Namun sebagai the Vicar of Christ, wakil Kristus di dunia, sebenarnya, Paus
mempunyai tugas untuk mengajar semua orang. Otoritas Paus dalam mengajarkan
doktrin sosial Gereja sifatnya tetap, tidak terpengaruh ‘masa jabatan’. Maka artinya:
1. Paus yang sekarang ini mengajarkan sesuatu yang telah menjadi pengajaran
Gereja sepanjang sejarah, dan tidak mengajarkan hal yang baru/ ‘inovasi’ yang
dibuatnya sendiri.
2. Demikian pula, ajaran para Paus di masa lampau tetap berlaku. Contohnya, surat
ensiklikal Centesimus Annus dari Paus Yohanes Paulus II ditulis berdasarkan Rerum
Novarum dari Paus Leo XIII dan Quadragesimo anno dari Paus Pius XII. Dan yang
baru-baru ini surat ensiklik Caritatis in Veritate dari Paus Benediktus XVI merupakan
pengembangan/ kelanjutan dari surat-surat ensiklik dari para Paus pendahulunya
tersebut. Dalam surat ensikliknya, khususnya Rerum Novarum dan Centesimus Annus,
Paus mendorong dibentuknya kegiatan dan lembaga sosial dalam masyarakat yang
sifatnya untuk mendukung masyarakat itu sendiri, namun harus dilihat dasarnya,
bahwa semua itu adalah untuk menerapkan hukum kasih dalam masyarakat.
Memang dalam hal ini Gereja tidak mengajarkan penemuan suatu sistem bisnis/
pengaturan masyarakat, namun Gereja mengajarkan prinsip-prinsip dasarnya demi
mengarahkan umat manusia kepada kekudusan, sehingga manusia dapat mencapai
tujuan akhirnya, yaitu surga. Semua perkembangan di dunia tidak boleh
menghalangi manusia untuk mencapai tujuan akhir ini.
Maka dengan demikian, ajaran sosial Gereja tidak terbatas pada mendirikan rumah
sakit atau keterlibatan politik, atau “teologi sosial politik” seperti yang pernah anda
dengar. Mungkin ada baiknya jika anda membaca surat ensiklik Paus Benediktus
XVI Caritas in Veritate (In Charity and Truth), silakan klik, sehingga anda memperoleh
gambaran tentang ajaran sosial Gereja.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.or
Disarikan dari: Dr. Piet Go O.Carm, Ajaran Sosial Gereja Dalam Konteks Indonesia,
Dioma, 1991, hlm. 67-70
Rerum Novarum (hal-hal baru), oleh Paus Leo XIII, 15 Mei 1891, tentang
kondisi para buruh.
Era modern ASG mulai dengan Rerum Novarum. Rerum Novarum merupakan
ensiklik pertama yang menaruh perhatian pada masalah-masalah sosial
secara sistematis. Juga pertama kali jalan pikiran ajaran sosial berangkat dari
prinsip keadilan universal. Paus Leo XIII telah melihat parahnya kondisi kerja,
karena eksploitasi oleh kapitalisme tanpa kontrol akibat revolusi industri, dan
bangkitnya kekuatan sosialisme serta marxisme. Dengan berdasarkan hukum
kodrat, Paus membela hak-hak buruh, pentingnya keadilan dan solidaritas,
sekaligus juga meneguhkan hak kodrati atas kepemilikan pribadi.
Quadragessimo Anno (setelah 40 tahun), oleh Paus Pius XI, 15 Mei 1931,
berbicara mengenai rekonstruksi tata sosial kemasyarakatan.
Di tengah-tengah depresi parah, pada masa para diktator dan sistem-sistem
totalitarian sayap kanan maupun kiri berjaya, Paus Pius XI merayakan 40
tahun Rerum Novarum dengan menerbitkan Quadragessimo Anno. Paus
menegaskan kembali prinsip-prinsip dalam Rerum Novarum dan
mengaplikasikannya dalam situasi masa itu. Paus menolak solusi komunisme
yang menghilangkan hak-hak pribadi. Tetapi juga sekaligus mengkritik
persaingan kapitalisme sebagai yang akan menghancurkan dirinya sendiri.
Ajaran beliau menunjukkan bagaimana ASG berkembang dan menjadi lebih
spesifik, terutama dalam mempertahankan prinsip-prinsip agung: kedamaian
dan keadilan solidaritas, kesejahteraan umum, subsidiaritas, hak milik, hak
untuk berserikat, dan peranan fundamental keluarga dalam masyarakat.
Mater et Magistra (ibu dan guru), oleh Paus Yohanes XXIII, 15 Mei 1961,
tentang kemajuan sosial dalam terang ajaran kristiani.
Diterbitkan pada peringatan 70 tahun Rerum Novarum, ensiklik ini
mengungkapkan keprihatinan mendalam Paus akan keadilan. Paus
mencermati tumbuhnya jurang antara negara kaya dan miskin, sebagai
produk dari sistem tata dunia yang tidak adil dan akibat dari poenekanan
yang terlalu kuat pada kemajuan industri, perdagangan, dan teknologi masa
itu. Dalam ensiklik ini diajukan pula “jalan pikiran” Ajaran Sosial Gereja: see,
judge, and act. Gereja Katolik didesak untuk berpartisipasi secara aktif dalam
memajukan tata dunia yang adil.
Pacem in Terris (damai di bumi), oleh Paus Yohanes XXIII, 11 April 1963.
Ajaran tentang perdamaian dan perang adalah tema penting dalam ajaran
sosial dari seluruh Paus modern. Paus, menyerukan perdamaian kepada
dunia. Pada saat itu baru terjadi krisis Kuba, salah satu masa paling
menegangkan dalam perang dingin dengan ancaman nuklirnya. Masa itu juga
ditandai dengan berakhirnya kolonialisme di banyak negara, yang diwarnai
dengan perselisihan tragis, yang melibatkan rasisme, tribalisme, dan aplikasi
brutal ideologi marxisme. Untuk memajukan tatanan sosial yang penuh
damai, Paus mendukung partisipasi rakyat dalam proses pengambilan
keputusan berkaitan dengan kesejahteraan umum, terutama melalui proses-
proses demokratis.
Gaudium et Spes (kegembiraan dan harapan), merupakan dokumen
Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern, hasil Konsili Vatikan
II, 7 Desember 1965.
Dokumen ini merupakan refleksi para Bapa Konsili tentang kehadiran Gereja
di tengah dunia modern. Dalam refleksi itu, mereka mengaplikasikan ajaran-
ajaran Gereja tentang moral dan sosial pada harapan-harapan dan
tantangan-tantangan yang dialami di banyak negara pada masa itu. Para
Bapa Konsili sangat kuat mendorong partisipasi umat Katolik dalam berbagai
dimensi kehidupan duniawi.
Populorum Progressio (kemajuan bangsa-bangsa), oleh Paus Paulus VI, 26
Maret 1967.
Paus Paulus VI berbicara di pihak jutaan rakyat dari negara-negara
berkembang. Berhadapan dengan semakin lebarnya jurang antara negara-
negara kaya dan miskin, Paus menegaskan bahwa keadilan tidak bisa
dipisahkan dari pembangunan dan kemajuan. Pembangunan dan kemajuan
harus ditujukan pada perkembangan manusia yang integral. Isu tentang
marginalisasi kaum miskin akibat pembangunan banyak dibahas. Ensiklik ini
mendorong banyak umat Katolik untuk menjalankan option for the poor dan
menghadapi sebab-sebab penindasan.
Octogesima Adveniens (penantian tahun ke delapan puluh), oleh Paus
Paulus VI, 15 Mei 1971, tentang panggilan untuk bertindak.
Dengan melanjutkan tradisi menandai peringatan terbitnya Rerum
Novarum dengan dokumen kepausan, Paus membahas persoalan-persoalan
khas tahun 70an dengan surat apostolik kepada Kardinal Maurice Roy. Surat
tersebut memuji seruan kuat keadilan sosial dalam Populorum
Progressio dengan memperhitungkan ancaman komunisme dan masalah-
masalah serius lain, seperti urbanisasi, diskriminasi rasial, teknologi baru, dan
peran umat Katolik dalam politik. Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi
dipandang menjadi salah satu sebab lahirnya “kemiskinan baru”. Paus
mendorong umat untuk bertindak ambil bagian secara aktif dalam masalah-
masalah politik dan mendesak untuk memperjuangkan nilai-nilai injili guna
membangun keadilan sosial.
Justicia in Mundo (keadilan di dunia atau Justice in the World), dikenal juga
dengan Convenientes ex Universo(berhimpun dari seluruh dunia).
Dokumen ini merupakan hasil Sinode para uskup di Roma tahun 1971.
Para uskup, yang berkumpul di Roma untuk sinode tahun 1971, menyuarakan
jutaan orang yang tinggal di negara-negara berkembang. Mereka tidak hanya
menyerukan diakhirinya kemiskinan dan penindasan, namun juga perdamaian
abadi dan keadilan sejati. Dalam Gereja, sebagaimana di dalam dunia,
keadilan harus dipertahankan dan dipromosikan. Misi Gereja tanpa ada suatu
upaya konkret dan tegas mengenai tindakan perjuangan keadilan, tidaklah
integral. Misi Kristus dalam mewartakan datangnya Kerajaan Allah mencakup
pula datangnya keadilan. Keadilan merupakan dimensi konstitutif pewartaan
Injil. Para uskup juga menyerukan dihormatinya hak untuk hidup, hak-hak
perempuan, dan perlunya pendidikan keadilan. Dokumen ini banyak
diinspirasikan oleh seruan keadilan dari Gereja-Gereja di Afrika, Asia, dan
Latin Amerika, khususnya pengaruh pembahasan tema “pembebasan” oleh
para uskup Amerika Latin di Medellin (Kolumbia).
Laborem Exercens (kerja manusia), oleh Paus Yohanes Paulus II, 14
September 1981.
Ditulis dalam rangka peringatan 90 tahun Rerum Novarum, Paus berbicara
tentang martabat kerja manusia dalam kerangka rencana ilahi. Ensiklik ini
mengkritik tajam komunisme dan kapitalisme karena memperlakukan
manusia sebagai alat produksi. Manusia berhak kerja, sekaligus berhak upah
yang adil dan wajar, sekaligus berhak untuk makin hidup secara lebih
manusiawi dengan kerjanya.
Sollicitudo Rei Socialis (keprihatinan akan masalah-masalah sosial), terbit
30 Desember 1987 dalam rangka memperingati 20 tahun Populorum
Progressio. Ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II.
Paus melukiskan kebutuhan akan solidaritas dan kebebasan, keadilan sejati
dan jalan yang lebih baik daripada sosialisme ataupun pasar bebas
kapitalisme. Ajaran Paus berfokus pada makna dan nilai pribadi manusia.
Dengan visi global tentang perubahan-perubahan sosial, Paus mengamati
relasi antar negara, mencela beban hutang pada negara-negara dunia ketiga
dan imperialime baru.
Centesimus Annus (tahun ke seratus). Ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II
dalam rangka 100 tahun Rerum Novarum. Terbit 15 Mei 1991.
Masa itu ditandai dengan jatuhnya komunisme. Paus menunjukkan akar
kekeliruan dari komunisme dan marxisme, namun sekaligus dengan sangat
tegas tidak membenarkan liberalisme dan kapitalisme sebagai ideologi dan
persepsi ekonomi yang akan mampu menyejahterakan manusia. Ensiklik ini
merupakan salah satu dokumen kepausan yang paling banyak dibahas di
akhir abad ke-20.
Caritas in Veritate (kasih dalam kebenaran). Ditulis oleh Paus Benediktus
XVI dan terbit 29 Juni 2009. Ensiklik ini berbicara tentang perkembangan
integral manusia dalam kasih dan kebenaran.
Ensiklik ini mendiskusikan krisis finansial global dalam konteks meluasnya
relativisme. Pandangan Paus melampaui kategori-kategori tradisional
kekuasaan pasar sayap kanan (kapitalisme) dan kekuasaan negara sayap kiri
(sosialisme). Dengan mengamati bahwa setiap keputusan ekonomi memiliki
konsekuensi moral, Paus menekankan pengelolaan ekonomi yang berfokus
pada martabat manusia.