Anda di halaman 1dari 16

AJARAN SOSIAL GEREJA: SEJARAH, DOKUMEN-DOKUMEN SERTA MAKNA

Ada beberapa pokok yang akan disampaikan pada bagian ini. Sebutan ‘ajaran sosial
Gereja’ muncul bersamaan dengan keprihatinan dan keterlibatan Gereja dalam
bidang sosial, tetapi nama atau sebutan tersebut bukanlah tanpa kontroversi,
sebelum akhirnya nama/sebutan ‘ajaran sosial Gereja menjadi umum dikenal.

Selanjutnya kita akan berkenalan dengan dokumen-dokumen yang digolongkan ke


dalam ajaran sosial Gereja. Kami hanya akan membatasi diri pada dokumen-
dokumen yang umum dikenal dan selalu menjadi acuan. Bagaimana membaca
dokumen-dokumen itu? Apa makna dan hal-hal positif dari ajaran sosial Gereja?
Hal-hal itulah yang akan disajikan di sini.

Ajaran Sosial Gereja

Sebutan yang kurang lebih konvesional “ajaran sosial Gereja” bukanlah suatu istilah
(nama) dengan makna tunggal. Leo XII misalnya menyebutnya dengan: “doktrin”
yang digali dari Injil dan dari “filsafat Kristiani”. Pius XI menggunakan nama “filsafat
sosial” dan “doktrin dalam bidang ekonomi dan sosial”. Baru Pius XII yang pertama
kali menyebutAjaran Sosial Gereja yang kemudian selalu digunakan sampai
sekarang.

Yang menarik adalah bahwa istilah ‘ajaran sosial Gereja’ ditolak dalam Vatikan II.
Istilah atau sebutan tersebut dikritik karena memberi kesan menyindir “corpus”
ajaran dogmatis, dan memberi kesan bahwa Gereja mempunyai dua jenis ajaran:
dogma dan ajaran sosial. Karena itu penggunaan sebutan “ajaran sosial Gereja”
dihindari.

Ketika merumuskan Gaudium Et Spes ada perintah agar istilah tersebut tidak
digunakan. Kendati demikian, sambil mendengar perintah tersebut, GS no 76
mencoba mempertahankan sebutan ‘ajaran sosial’: “Tetapi selalu dan di mana-mana
hendaknya ia diperbolehkan dengan kebebasan yang sejati mewartakan iman,
menyampaikan ajaran sosialnya…..” (GS 76 par 5)..

GS no 76 dipungut suara dan sebenarnya cuma disetujui secara individual oleh


peserta Konsili; tetapi atas permintaan kelompok Uskup dari Brasil, sebutan “ajaran
sosial Gereja” tetap digunakan dalam GS.
Sebutan “ajaran sosial Gereja” muncul juga dalam dua dokumen lain dari Konsili
yaitu dalam Apostolicam Actuositatem 31 (AA) dan Inter Merifica 15 (IM).
Selebihnya sebutan itu muncul kembali dalam surat Apostolik Octogesima
Adveniens no. 1.4.42.

Sebagai alternatif untuk istilah “ajaran sosial Gereja” digunakan istilah “pemikiran
sosial kristiani”, “pengajaran sosial Gereja”, “magisterium sosial”. Kemudian, setelah
pidato Yohanes Paulus II dalam Sinode III Uskup Amerika Latin di Puebla tahun
1979, sebutan “Ajaran Sosial Gereja” digunakan secara resmi dan tidak lagi dapat
ditolak.

Kata sosial sebagai kata sifat dalam frase “ajaran sosial Gereja” mempunyai arti
jamak sesuai dengan konteks dan maksud pemakaiannya: pada waktu tertentu
artinya lebih mengacu ke ekonomi tetapi kemudian meluas mencakup semua saja
yang berkaitan dengan relasi antara pribadi dan relasi sosial-politik dalam
keseluruhan masyarakat.

Istilah “ajaran sosial Gereja”, mendapat macam-macam interpretasi. Ada dua


makna yang dimaksudkan dengan apa yang disebut ”ajaran sosial Gereja”:

 “Ajaran sosial Gereja” adalah keseluruhan ajaran Gereja pada masa


modern (XIX-XX) yang berkaitan dengan masalah-masalah pengaturan
kehidupan sosial (ekonomi, politik, budaya, dll). Ajaran sosial Gereja
mencakup ajaran sosial Para Paus sejak Leo XIII terutama dalam ensiklik-
ensiklik (RN, QA, MM PT, PP, LE, SRS dan CA), juga pidato Pius XII dan
Surat Apostolik OA. Termasuk dalam daftar ini adalah Gaudium et Spes.
Pengertian yang lain lebih luas adalah: “Ajaran sosial Gereja” mencakup
surat Uskup (pribadi, konferensi Uskup, Sinode, Konferensi Regional
seperti Medellin, Puebla, San Dominggo, Surat Para Uskup USA, dll). Juga
termasuk karya (yang disajikan) para teolog yang menganalisa dan
mensistematisasi ajaran magisterium mengenai realitas sosial.
 Di lain pihak “ajaran sosial Gereja” dimaksudkan sebagai suatu dinamika
atau kekuatan yang muncul dari iman kristiani yang dapat menerangi dan
mengubah realitas sosial setiap masa dan di setiap situasi. Jadi “ajaran
sosial Gereja” lebih merupakan suatu dinamika iman dari pada ajaran
formal; lebih sebagai suatu tuntutan ortodoxia dan ortopraksis daripada
suatu ajaran magisterium; lebih sebagai satu logika kehidupan dari pada
suatu argumen doktrinal. “Ajaran sosial Gereja” lebih dimaksudkan seperti
itu, karena itu bukanlah suatu “corpus” ajaran, tetapi lebih sebagai suatu
refleksi iman di hadapan problematika sosial; bukan ajaran resmi atau dari
hirarki, tetapi lebih sebagai wacana teologis dari jemaat beriman.
Dokumen-Dokumen Ajaran Sosial Gereja

Kendati dalam pengertian kedua di atas – ASG sebagai refleksi iman umat beriman
di hadapan situasi nyata – umumnya dipahami bahwa ASG adalah ajaran formal
magisterium dalam bentuk ensiklik, surat apostolik, siaran Radio dan hasil sinode.
Sehingga kalau menyebut ASG maka dokumen-dokujmen itulah yang dimaksudkan.

Dokumen-dokumen sosial utama dari para Paus dan Vatikan II yang amat terkenal
adalah:

1. Rerum Novarum dari Leo XIII : “dikeluarkan 15 Mei 1891, merupakan


salah satu karya/dokumen terkenal dalam Gereja. Lima Paus sesudahnya
terus menerus memperingati dokumen tersebut: Pius XI tahun 1931
dengan ensiklik QA; Pius XII dengan pidato Penetekosta tahun 1941;
Yohanes XXIII 1961 dengan MM; Paulus VI tahun 1971 dengan OA;
Yohanes Paulus II dengan CA 1991. “Pengumuman RN 15 Mei 1891,
menandai momentum penting tidak saja dalam dunia perburuhan, tetapi
juga dalam Gereja serta dalam sejarah kemanusiaan. Tanpa berlebihan,
boleh dikatakan bahwa sesudah Trente hanya sedikit momentum yang
penting dalam Gereja sampai munculnya Rerum Novarum.
2. Quadragesimo Anno dari Pius XI tahun 1931: Pius XI adalah penerus
setia dari Leo XIII yang mempunyai inisiatif meneruskan dan
mengaktualkan RN pada masanya dengan menerbitkan ensiklik sebagai
kenangan 40 tahun RN.
3. Pius XII, juga mengajarkan banyak hal berkaitan dengan “ajaran sosial
Gereja”, dalam kotbah Pentekosta tahun 1941 sebagai kenangan 50 tahun
RN.
4. Mater et Magistra dari Yohanes XXIII tahun 1961: untuk memperingati
70 tahun RN;
5. Pacem in Terris dari Yohanes XXIII, 1963.
6. Populorum Progressio tahun Paulus VI 1967;
7. Surat Apostolik Octogesima Adveniens Paulus VI 1971.
8. Konstitusi Pastoral GS, Konsili Vatikan II, 1965.
9. Laborem Exercens 1981 Yohanes Paulus II tentang kerja manusia;
10. Sollicitudo Rei Socialis 1987 Yohanes Paulus II untuk memperingati 20
tahun Populorum Progressio; dan
11. Centesimus Annus 1991 Yohanes Paulus II berbicara tentang problem
sosial kontemporer dan mengenang 100 tahun RN.
Bagaimana memamahi dokumen-dokumen itu?

Untuk menggali isi dari dokumen-dokumen sosial para Paus dan Vatikan II perlulah
ajaran/pandangan dalam dokumen-dokumen itu ditempatkan dalam konteks historis
dan ideologisnya.

Perlu memiliki pengetahuan yang memadai tentang gerakan-gerakan baik dalam


dunia Kristen maupun di luarnya yang ingin ditanggapi oleh Paus. Misalnya, RN perlu
ditafsirkan dalam konteks gerakan sosial, baik kristiani maupun non kristiani, dari
abad XIX.

Ajaran-ajaran sosial para Paus sulit dipahami bila tidak mencermati situasi konkret
dari problem yang ditanggapi mereka dalam ajarannya dari sudut pandangan
Kristiani. Pengetahuan tentang situasi konkrit itu merupakan syarat mutlak untuk
melengkapi penafsiran otentik terhadap Magisterium Gereja.

Meskipun kita dapat membuat sintesa dari ajaran sosial para Paus, bagaimanapun
juga perlu memperhatikan ciri khas atau konteks historis (yang terbatas dan parsial)
dari setiap dokumen, demikian juga perkembangan tema-tema dalam dokumen
tersebut. Hanya dengan itu kita dapat membuat suatu sintesa dari keseluruhan
ajaran Paus. Sintesa tersebut dapat dicapai melalui proses berikut:

1.
1. menemukan isi dari setiap dokumen.
2. Menemukan pokok-pokok utama dan yang berkaitan dari
dokumen-dokumen itu
3. Sistematisasi seluruh isi dokumen-dokumen dalam sitensa yang
teratur.
Makna teologis-eklesial Ajaran Sosial Gereja

Ajaran sosial Gereja mengandung di dalamnya makna “teologis” dan “gerejani”.


Secara sintesis makna tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Ajaran sosial Gereja adalah peristiwa gerejani


Ajaran sosial Gereja tidak cuma berisi rumusan moral. Ajaran sosial Gereja adalah
peristiwa Gerejani dan merupakan peristiwa-peristiwa dalam Gereja dan yang
ditanggapi oleh Gereja dalam dua abad terakhir. Dalam kejadian-kejadian itu Gereja
menyatakan dan membangun model serta ajarannya. Dalam ajaran sosialnya klita
menemukan: (1). Gereja cenderung mengidentifikasikan diri dengan hirarki atau
mereepresentasi diri melalui hirarki, lebih khusus lagi Paus, yang menyampaikan
pandangan dan ajaran sosialnya. (2) Gereja yang dengan kekuatannya mempunyai
pengaruh moral memproklamasikan nilai-nilai martabat manusia. (3). Gereja yang
membela hak orang lemah dan pada saat yang sama juga menampilkan diri sebagai
penentu tatanan sosial.

Ajaran sosial Gereja: kebutuhan teologis-moral.

Ajaran sosial Gereja terbingkai dalam suatu “kebutuhan teologis Gereja”,


maksudnya bahwa dalam menanggapi persoalan sosial Gereja menyampaikan
pandangan serta ajarannya yang bersumber pada wahyu dan tradisi. Meskipun,
sebagai kegiatan magisterial, ajaran sosial Gereja adalah bagian dari pelayanan
pastoral. Ajaran sosial Gereja adalah bentuk pelayanan pastoral Gereja kepada
dunia, walaupun dalam struktur isinya terkandung pandangan teologis-moral. Dalam
Ajaran sosial Gereja kita menemukan: (1). suatu refleksi teologis, yang merupakan
paduan dari iman dan pengetahuan manusia. (2) Ajaran moral yang mengacu
kepada nilai universal, (3) Sehingga ajaran sosial gereja termasuk ke dalam teologi
moral, tepatnya moral sosial.

Ajaran sosial Gereja merupakan aplikasi teologi moral dalam bidang sosial.

Ajaran sosial Gereja merupakan bagian teologi moral, tetapi seperti sudah dikatakan
di atas, juga merupakan suatu peristiwa Gerejani, sehingga tidak terlepas dari
pokok-pokok berikut:

dimensi magisterial : dalam ajaran sosial gereja ditampilkan dimensi magisterial dari
hirarki. ASG adalah aplikasi kuasa mengajar Gereja. Terkait dengan
kekatolikan:ajaran sosial gereja menjalankan suatu fungsi memadukan,
memberdayakan dan mengarahkan kekuatan sosial dari gereja Katolik. Ajaran sosial
Gereja dapat merupakan pembenaran atau penolakan terhadap opsi sosial global
(mis. kapitalisme, sosialisme, dllsb).

Unsur-unsur Positif
Ajaran sosial Gereja tampil sebagai oase atau wilayah hijau di tengah padang gurun
teologi moral kasuistik dan neoscolastik. Ajaran sosial Gereja adalah penerus dari
ajaran klasik tentang : keadilan dan hukum.

Ada begitu banyak hal yang ditampilkan dalam ajaran sosial Gereja sejak abad XIX
sampai Vatikan II. Ajaran Sosial Gereja memperlihatkan :

(1) orang-orang Katolik mulai terlibat dalam pelayanan terhadap kemanusiaan;

(2) upaya serius dari suatu refleksi teologis secara interdisipliner;

(3) teologi di tempatkan ke dalam realitas dan dalam refleksinya menerima


rasionalitas yang ada dalam pengetahuan manusia baik dalam ilmu maupun teknik;

(4) ajaran sosial Gereja bukanlah hal abstrak dan a-temporal, sebaliknya
menyentuh problem nyata dalam realitas historis dan konkrit;

(5) ajaran sosial Gereja memulai suatu tradisi teologi-moral yang memberikan
sumbangan besar terhadap setudi demi melengkapi warisan pemikiran teologis
moral kristiani;

(6) ajaran sosial Gereja memberikan kontribusi bagi pembangunan struktur


demokratis; pembangunan kembali dimensi spiritual-demokratis pada republik
federasi Jerman setelah PD II; khususnya dalam teologi Jerman nampak jelas
pengaruh dari ajaran sosial Gereja. Demikina juga teologi-teologi pembebasan dan
kontekstual merupakan aplikasi ajaran sosial Gereja dalam konteks dan situasi
komunitas masyarakat tertentu.

Sdr. Peter C. Aman, OFM

Apakah Nilai-nilai Ajaran Sosial Gereja?


Katekismus Gereja Katolik mengajarkan tentang prinsip nilai ajaran sosial Gereja
sebagai berikut (silakan klik di situs ini untuk membaca Katekismus Gereja Katolik
secara on-line):

A. Prinsip Umum Partisipasi dalam Masyarakat


Gereja Katolik menekankan pentingnya tiga hal dalam kehidupan bermasyarakat:

1. Peran otoritas dalam kemasyarakatan, sebab setiap komunitas manusia


membutuhkan otoritas untuk memimpinnya (lih. KGK 1897-1904, 1918-1921)
2. Kesejahteraan Umum menjadi tujuan prinsip kehidupan bermasyarakat (lih. KGK
1905-1912, 1922-1927)
3. Prinsip tanggung jawab dan partisipasi setiap pihak dalam masyarakat untuk
mencapai kesejahteraan (lih. KGK 1913-1917)

B. Prinsip Keadilan Sosial


Keadilan sosial tercapai jika masyarakat menjamin setiap kelompok ataupun individu
untuk memperoleh hak mereka sesuai dengan kodrat dan panggilan hidup mereka.
Maka keadilan sosial terkait dengan kesejahteraan sosial dan pelaksanaan otoritas.
(lih. KGK 1928)

1. Penghormatan akan martabat manusia (KGK 1929-1933, 1943-1944)


2. Persamaan dan perbedaan yang ada di antara umat manusia (KGK 1934-1938,
1945-1947)
3. Solidaritas umat manusia (KGK 1939- 1942, 1948)

Surat Ensiklik Paus Leo XIII yang terkenal tentang Ajaran Sosial Gereja, yang
berjudul Rerum Novarum, menyebutkan beberapa prinsipnya sebagai berikut:
(silakan klik di sini untuk membaca lebih lanjut ensiklik ini)

1. Menghormati kepemilikan pribadi (private ownership) (RN 4-5)


2. Manusia dapat memimpin dirinya sendiri untuk bertanggungjawab atas
perbuatannya sendiri (RN 6-8)
3. Menghormati hak- hak keluarga (RN 9-10)
4. Sistem sosialisme harus ditentang, karena mengambil alih hak dan tanggung
jawab orang tua dalam keluarga (RN 12)
5. Gereja dibutuhkan untuk membantu mengarahkan nilai- nilai kehidupan dan
perbuatan manusia (RN 13-14)
6. Hubungan antara para pengusaha/ pemilik dan pekerja, harus selaras, untuk
menjaga keseimbangan kehidupan politik dan masyarakat (RN 15-17)
7. Kebenaran yang besar/ penting: Kristus menyatukan kedua kelas dalam
masyarakat dengan ikatan persahabatan dan saling pengertian (RN 18)
8. Penggunaan uang dengan bijaksana (RN 19)
9. Martabat pekerja, harus diperhatikan dengan semangat persaudaraan (RN 20-21)
10. Gereja dapat berperan membantu negara, dengan berpihak pada kaum miskin
(RN 22-26)
11. Keadilan untuk semua pihak (RN 27)
12. Pemerintah bertugas sebagai pelindung masyarakat, terutama dalam melindungi
secara hukum akan hak kepemilikan pribadi (RN 29-30)
13. Hak- hak para pekerja juga harus dilindungi, yaitu kepemilikan mereka, dan
terutama hak/ kepentingan mereka dalam hal rohani dan mental (RN 31-33)
14. Jam kerja, harus memberikan waktu istirahat; dan dimungkinkannya kaum wanita
agar dapat mengasuh anak- anak mereka (RN 34)
15. Keuntungan adanya kepemilikan: manusia akan dapat bekerja lebih keras demi
mendukung kehidupan keluarganya (RN 35)
16. Asosiasi pekerja, membantu para pekerja dan menghubungkan mereka dengan
pemilik/ pengusaha (RN 36-38)
17. Prinsip organisasi/ asosiasi: membantu memperbaiki kaum pekerja memperbaiki
keadaan mereka: yaitu jiwa, raga dan kepemilikan mereka, dan juga terutama
hubungan mereka dengan Tuhan (RN 41-44)

Ajaran Sosial Gereja sesungguhnya merupakan topik yang panjang untuk dibahas.
Sementara hanya ini dulu yang dapat kami sampaikan. Dokumen-dokumen Gereja
Katolik yang mengajarkan tentang ajaran Sosial Gereja, yaitu:

1. Rerum Novarum, Tentang kondisi pekerja, surat ensiklik Paus Leo XIII (1891)
2. Quadragesimo Anno, Rekonstruksi keteraturan Sosial, surat ensiklik Paus Pius XI
(1931)
3. Mater et Magistra, Kristianitas dan Perkembangan Sosial, surat ensiklik Paus
Yohanes XXIII (1951)
4. Pacem in Terris, Damai di Buni, surat ensikli Paus Yohanes XXIII (1963)
5. Konsili Vatikan II: Dignitatis Humanae, Deklarasi tentang Kebebasan Beragama
(1965)
6. Konsili Vatikan II: Gaudium et Spes, Gereja di Dunia Modern (1965)
7. Populorum Progressio, surat ensiklik Paus Paulus VI, tentang Perkembangan
Bangsa- bangsa (1967)
8. Octogesima Adveniens, surat apostolik Paus Paulus VI, memperingati Rerum
Novarum (1971)
9. Keadilan di Dunia, (Justice in the World), Sinoda para Uskup, 30 Nov 1971
10. Laborem Exercens, surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang Martabat
Pekerjaan (1981)
11. Sollicitudo Rei Socialis, surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II, memperingati 20
tahun Populorum Progressio (1987)
12. Centesimus Annus, surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II, memperingati 100 tahun
Rerum Novarum (1991)
13. Caritatis in Veritate, Kasih dan Kebenaran, surat ensiklik Paus Benediktus XVI
(2009)

Jika ingin diringkas, beberapa nilai ajaran sosial Gereja adalah:

1. Membela martabat manusia, menghargai hak- haknya, membangun keluarga dan


kebebasan beragama
2. Bertujuan untuk kesejahteraan umum
3. Solidaritas, mendukung partisipasi dan kerja sama di dalam kelompok dan antar
kelompok masyarakat.
4. Subsidiaritas, memberdayakan kelompok- kelompok masyarakat
5. Mengutamakan/ berpihak kepada kaum miskin

Kompendium Ajaran Sosial Gereja dapat dibaca di website Vatikan – silakan klik.

25/05/2018

Apakah itu Ajaran Sosial Gereja?


Pertanyaan:
Apakah dasar ajaran Gereja dan alkitab dari kecintaan kita pada tanah air? Saya
pernah mendengar istilah “teologi sosial-politik”. Apakah itu sama dengan Ajaran
Sosial Gereja? Apakah itu Ajaran Sosial Gereja? Apakah itu sama dengan instruksi
agar Gereja Katolik membuat kegiatan dan lembaga sosial dalam masyarakat? Kita
tahu Gereja banyak mendirikan rumah yatim-piatu, sekolah dan rumah
perawatan/Rumah Sakit. Apakah itu artinya Gereja sudah melaksanakan ajaran sosial
dari Tuhan? Soalnya, lembaga agama lain seperti misalnya Muhammadiyah pun
membuat rumah sakit dan pelayanan umum. Apakah Ajaran Sosial gereja juga mirip
seperti Muhammadiyah yaitu supaya membuat pelaksanaan ajaran agama mencapai
masyarakat umum?

Jawaban:
Ajaran sosial Gereja sebenarnya adalah ajaran Gereja yang diperuntukkan bagi
kebaikan bersama (common good) dalam masyarakat, untuk mengarahkan
masyarakat kepada kebahagiaan. Banyak orang menghubungkan surat ensiklik Bapa
Paus Leo XIII, Rerum Novarum, tahun 1891, sebagai tanggapan Gereja Katolik yang
nyata terhadap keadaan krisis sosial dunia. Namun sebenarnya, keberadaan ajaran
sosial Gereja telah ada sejak lama, bahkan sejak jaman Perjanjian Lama.
Maka sumber ajaran sosial Gereja Katolik adalah: (disarikan dari buku karangan
Arthur Hippler, Citizens of the Heavenly City, A Catechism of Catholic Social Teaching,
(Rockford Illinois: Borromeo Books, 2003) p. 1-11:
1. Kitab Suci, terutama ke-sepuluh perintah Allah yang menjadi dasar pengajaran
moral dalam Gereja Katolik (lih. KGK 264-2068). Melalui hukum-hukum Musa di
Perjanjian Lama, sesungguhnya kita dapat mengetahui bahwa Allah memberikan
hukum tidak hanya untuk mengatur penyembahan kepada Allah, tapi juga untuk
mengatur kehidupan yang benar antara sesama keluarga dan masyarakat. Hukum ini
yang kemudian disarikan menjadi “Kasihilah Tuhanmu dengan segenap hatimu dan
kekuatanmu… dan kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri” (lih. Mat
22:37-39)
2. Pengajaran para Bapa Gereja dan para Pujangga Gereja (Doctors of the Church),
terutama St. Agustinus (354-430) melalui bukunya The City of God, yang mengatur
pengajaran tentang manusia dan masyarakat; dan St. Thomas Aquinas (1225-1274),
dengan bukunya, Summa Theologiae, di mana bagian yang terbesar
dari Summaadalah Teologi moral/ Moral Theology.
3. Pengajaran dari Bapa Paus, yaitu dari surat-surat ensiklik dan pengajaran lisan/
dalam homili/ sermon/ pidato. Pengajaran dari Bapa Paus ini merangkum Kitab Suci
dan pengajaran dari para Bapa Gereja dan Pujangga Gereja. Bapa Paus yang
mengajarkannya ajaran sosial ini kepada dunia adalah merupakan tanda bahwa
Kristus tak meninggalkan umat manusia bagai yatim piatu, namun terus
menyertainya dengan ajaran-Nya yang ditujukan bagi semua orang, demi kebaikan
bersama.
Memang banyak orang sukar melihat bahwa ajaran dari Bapa Paus merupakan ajaran
bagi semua orang, sebab mereka berpikir bahwa Paus hanya mengajar umat Katolik.
Namun sebagai the Vicar of Christ, wakil Kristus di dunia, sebenarnya, Paus
mempunyai tugas untuk mengajar semua orang. Otoritas Paus dalam mengajarkan
doktrin sosial Gereja sifatnya tetap, tidak terpengaruh ‘masa jabatan’. Maka artinya:
1. Paus yang sekarang ini mengajarkan sesuatu yang telah menjadi pengajaran
Gereja sepanjang sejarah, dan tidak mengajarkan hal yang baru/ ‘inovasi’ yang
dibuatnya sendiri.
2. Demikian pula, ajaran para Paus di masa lampau tetap berlaku. Contohnya, surat
ensiklikal Centesimus Annus dari Paus Yohanes Paulus II ditulis berdasarkan Rerum
Novarum dari Paus Leo XIII dan Quadragesimo anno dari Paus Pius XII. Dan yang
baru-baru ini surat ensiklik Caritatis in Veritate dari Paus Benediktus XVI merupakan
pengembangan/ kelanjutan dari surat-surat ensiklik dari para Paus pendahulunya
tersebut. Dalam surat ensikliknya, khususnya Rerum Novarum dan Centesimus Annus,
Paus mendorong dibentuknya kegiatan dan lembaga sosial dalam masyarakat yang
sifatnya untuk mendukung masyarakat itu sendiri, namun harus dilihat dasarnya,
bahwa semua itu adalah untuk menerapkan hukum kasih dalam masyarakat.
Memang dalam hal ini Gereja tidak mengajarkan penemuan suatu sistem bisnis/
pengaturan masyarakat, namun Gereja mengajarkan prinsip-prinsip dasarnya demi
mengarahkan umat manusia kepada kekudusan, sehingga manusia dapat mencapai
tujuan akhirnya, yaitu surga. Semua perkembangan di dunia tidak boleh
menghalangi manusia untuk mencapai tujuan akhir ini.
Maka dengan demikian, ajaran sosial Gereja tidak terbatas pada mendirikan rumah
sakit atau keterlibatan politik, atau “teologi sosial politik” seperti yang pernah anda
dengar. Mungkin ada baiknya jika anda membaca surat ensiklik Paus Benediktus
XVI Caritas in Veritate (In Charity and Truth), silakan klik, sehingga anda memperoleh
gambaran tentang ajaran sosial Gereja.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.or

POKOK-POKOK AJARAN SOSIAL GEREJA

Disarikan dari: Dr. Piet Go O.Carm, Ajaran Sosial Gereja Dalam Konteks Indonesia,
Dioma, 1991, hlm. 67-70

1. Perjuangan demi keadilan merupakan bagian In¬tegral pelaksanaan Iman


kristiani. Iman harus ter-laksana dalam cinta kepada sesama dan cinta
kepada sesama hanyalah nyata apabila memper¬juangkan keadilan dan
hormat terhadap martabat manusia.
2. Tatanan kehidupan masyarakat dalam dimensl politis, sosial, ekonomis dan
budaya harus menunjang perkembangan segenap orang dan kelompok orang
dalam keutuhannya sesuai dengan martabat mereka sebagai manusia
sebagai persona. Martabat manusia itu berdasarkan ke¬nyataan bahwa
manusia diciptakan menurut citra Allah hal mana sepenuhnya hanya dapat
diketahui dalam iman.
3. Hormat terhadap martabat manusia tercermin dan hormat terhadap hak-
hak asasi manusia. Di situ termasuk hak atas hidup, hak atas kehidupan
keluar¬ga yang sehat, hak para pekerja, hak atas kebebas¬an mengikuti
suara hati, hak kebebasan beragama, hak-hak politis, sosial dan ekonomis,
seperti hak untuk bergerak bebas, hak atas makanan, tempat tinggal,
pekerjaan dan pendidikan. Hak-hak itu wajib dilindungi oleh masyarakat
melalui lembaga-lem¬baganya.
4. Gereja mendukung patisipasi demokratis ma¬syarakat dalam pengambilan
keputusan politik.
5. Hubungan kerja/perburuhan harus ditata me¬nurut keadilan. Pekerjaan
[kepentingan manusia pekerja] mempunyal prioritas terhadap kepenting¬an
modal. ASG terutama menegaskan empat hal: (1) Upah yang wajar dan
fasilitas sosial lain; (2) hak buruh untuk membentuk serikat mereka sendiri
dan memperjuangkan hak-hak mereka; hak mogok sebagai “senjata” terakhir
dibenarkan; (3) buruh ambil bagian dalam pengambilan keputusan tentang
kebijakan perusahaannya; (4) buruh menerima bagian dari keuntungan yang
dicapai oleh perusahaannya; ia ikut memiliki perusahaan tempat ia kerja.
6. Solidaritas dengan mereka yang miskin, lemah dan tertindas. Kaum miskin
– dalam segala arti – harus diberi cinta den perhatian utama, karena mereka
yang paling dekat pada hati Allah. Kemiski¬nan yang paling mendesak
dewasa ini adalah keter¬belakangan ekonomis yang untuk sebagian besar
berdasarkan struktur-struktur kekuasaan yang tidak adil.
7. Tujuan negara dan lembaga-lembaga sosial lain adalah pemajuan
keselahteraan umum. Kesejah¬teraan umum adalah keseluruhan syarat-
syarat hidup masyarakat – ekonomis, politis, kultural – yang memungkinkan
orang-orang merealisasikan kema¬nusiaan mereka secara gampang dan
utuh.
8. Prinsip subsidiaritas: Tanggung jawab dan hak pengambilan keputusan
satuan-satuan sosial kecil jangan diambil alih oleh negara. Negara membantu
satuan-satuan sosial dalam masyarakat.
9. Bidang ekonomi harus mengabdi pada penyedia¬an kondisi-kondisi yang
perlu deml perkembangan seluruh anggota masyarakat sebagal manusia utuh
deml perkembangan semua bangsa. Hak dan fungsi pasar diakui, tetapi pasar
tidak boleh menjadi hukum satu-satunya. Kekuatan-kekuatan sosial, seperti
serikat buruh, dan terutama negara harus menjamin agar ekonomi
menunjang peme¬nuhan kebutuhan dasar seluruh anggota masya¬rakat,
memberikan perlindungan sosial, melayani masyarakat sebagai keseluruhan
dan komunitas internasional. Hak milik pribadi memiliki keterikatan sosial.
10. Perlu dibangun jalur-jalur solidaritas Inter¬nasional yang efektif.
11. Mendukung perdamaian lnternasional dan men¬cegah perang dan konflik
bersenjata merupakan salah satu tugas utama dewasa ini.
12. Dalam usaha membangun dunia yang lebih adil dan lebih sesuai dengan
martabat manusla semua agama dan semua fihak diajak berusaha bersama.

Ringkasan Dokumen ASG


Penjelasan tentang dokumen-dokumen disarikan dari Social Teaching of the
Church dan tulisan Prof. Dr. Armada Riyanto CM, Sekilas tentang Dokumen-
dokumen Ajaran Sosial Gereja.

Rerum Novarum (hal-hal baru), oleh Paus Leo XIII, 15 Mei 1891, tentang
kondisi para buruh.
Era modern ASG mulai dengan Rerum Novarum. Rerum Novarum merupakan
ensiklik pertama yang menaruh perhatian pada masalah-masalah sosial
secara sistematis. Juga pertama kali jalan pikiran ajaran sosial berangkat dari
prinsip keadilan universal. Paus Leo XIII telah melihat parahnya kondisi kerja,
karena eksploitasi oleh kapitalisme tanpa kontrol akibat revolusi industri, dan
bangkitnya kekuatan sosialisme serta marxisme. Dengan berdasarkan hukum
kodrat, Paus membela hak-hak buruh, pentingnya keadilan dan solidaritas,
sekaligus juga meneguhkan hak kodrati atas kepemilikan pribadi.
Quadragessimo Anno (setelah 40 tahun), oleh Paus Pius XI, 15 Mei 1931,
berbicara mengenai rekonstruksi tata sosial kemasyarakatan.
Di tengah-tengah depresi parah, pada masa para diktator dan sistem-sistem
totalitarian sayap kanan maupun kiri berjaya, Paus Pius XI merayakan 40
tahun Rerum Novarum dengan menerbitkan Quadragessimo Anno. Paus
menegaskan kembali prinsip-prinsip dalam Rerum Novarum dan
mengaplikasikannya dalam situasi masa itu. Paus menolak solusi komunisme
yang menghilangkan hak-hak pribadi. Tetapi juga sekaligus mengkritik
persaingan kapitalisme sebagai yang akan menghancurkan dirinya sendiri.
Ajaran beliau menunjukkan bagaimana ASG berkembang dan menjadi lebih
spesifik, terutama dalam mempertahankan prinsip-prinsip agung: kedamaian
dan keadilan solidaritas, kesejahteraan umum, subsidiaritas, hak milik, hak
untuk berserikat, dan peranan fundamental keluarga dalam masyarakat.
Mater et Magistra (ibu dan guru), oleh Paus Yohanes XXIII, 15 Mei 1961,
tentang kemajuan sosial dalam terang ajaran kristiani.
Diterbitkan pada peringatan 70 tahun Rerum Novarum, ensiklik ini
mengungkapkan keprihatinan mendalam Paus akan keadilan. Paus
mencermati tumbuhnya jurang antara negara kaya dan miskin, sebagai
produk dari sistem tata dunia yang tidak adil dan akibat dari poenekanan
yang terlalu kuat pada kemajuan industri, perdagangan, dan teknologi masa
itu. Dalam ensiklik ini diajukan pula “jalan pikiran” Ajaran Sosial Gereja: see,
judge, and act. Gereja Katolik didesak untuk berpartisipasi secara aktif dalam
memajukan tata dunia yang adil.
Pacem in Terris (damai di bumi), oleh Paus Yohanes XXIII, 11 April 1963.
Ajaran tentang perdamaian dan perang adalah tema penting dalam ajaran
sosial dari seluruh Paus modern. Paus, menyerukan perdamaian kepada
dunia. Pada saat itu baru terjadi krisis Kuba, salah satu masa paling
menegangkan dalam perang dingin dengan ancaman nuklirnya. Masa itu juga
ditandai dengan berakhirnya kolonialisme di banyak negara, yang diwarnai
dengan perselisihan tragis, yang melibatkan rasisme, tribalisme, dan aplikasi
brutal ideologi marxisme. Untuk memajukan tatanan sosial yang penuh
damai, Paus mendukung partisipasi rakyat dalam proses pengambilan
keputusan berkaitan dengan kesejahteraan umum, terutama melalui proses-
proses demokratis.
Gaudium et Spes (kegembiraan dan harapan), merupakan dokumen
Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern, hasil Konsili Vatikan
II, 7 Desember 1965.
Dokumen ini merupakan refleksi para Bapa Konsili tentang kehadiran Gereja
di tengah dunia modern. Dalam refleksi itu, mereka mengaplikasikan ajaran-
ajaran Gereja tentang moral dan sosial pada harapan-harapan dan
tantangan-tantangan yang dialami di banyak negara pada masa itu. Para
Bapa Konsili sangat kuat mendorong partisipasi umat Katolik dalam berbagai
dimensi kehidupan duniawi.
Populorum Progressio (kemajuan bangsa-bangsa), oleh Paus Paulus VI, 26
Maret 1967.
Paus Paulus VI berbicara di pihak jutaan rakyat dari negara-negara
berkembang. Berhadapan dengan semakin lebarnya jurang antara negara-
negara kaya dan miskin, Paus menegaskan bahwa keadilan tidak bisa
dipisahkan dari pembangunan dan kemajuan. Pembangunan dan kemajuan
harus ditujukan pada perkembangan manusia yang integral. Isu tentang
marginalisasi kaum miskin akibat pembangunan banyak dibahas. Ensiklik ini
mendorong banyak umat Katolik untuk menjalankan option for the poor dan
menghadapi sebab-sebab penindasan.
Octogesima Adveniens (penantian tahun ke delapan puluh), oleh Paus
Paulus VI, 15 Mei 1971, tentang panggilan untuk bertindak.
Dengan melanjutkan tradisi menandai peringatan terbitnya Rerum
Novarum dengan dokumen kepausan, Paus membahas persoalan-persoalan
khas tahun 70an dengan surat apostolik kepada Kardinal Maurice Roy. Surat
tersebut memuji seruan kuat keadilan sosial dalam Populorum
Progressio dengan memperhitungkan ancaman komunisme dan masalah-
masalah serius lain, seperti urbanisasi, diskriminasi rasial, teknologi baru, dan
peran umat Katolik dalam politik. Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi
dipandang menjadi salah satu sebab lahirnya “kemiskinan baru”. Paus
mendorong umat untuk bertindak ambil bagian secara aktif dalam masalah-
masalah politik dan mendesak untuk memperjuangkan nilai-nilai injili guna
membangun keadilan sosial.
Justicia in Mundo (keadilan di dunia atau Justice in the World), dikenal juga
dengan Convenientes ex Universo(berhimpun dari seluruh dunia).
Dokumen ini merupakan hasil Sinode para uskup di Roma tahun 1971.
Para uskup, yang berkumpul di Roma untuk sinode tahun 1971, menyuarakan
jutaan orang yang tinggal di negara-negara berkembang. Mereka tidak hanya
menyerukan diakhirinya kemiskinan dan penindasan, namun juga perdamaian
abadi dan keadilan sejati. Dalam Gereja, sebagaimana di dalam dunia,
keadilan harus dipertahankan dan dipromosikan. Misi Gereja tanpa ada suatu
upaya konkret dan tegas mengenai tindakan perjuangan keadilan, tidaklah
integral. Misi Kristus dalam mewartakan datangnya Kerajaan Allah mencakup
pula datangnya keadilan. Keadilan merupakan dimensi konstitutif pewartaan
Injil. Para uskup juga menyerukan dihormatinya hak untuk hidup, hak-hak
perempuan, dan perlunya pendidikan keadilan. Dokumen ini banyak
diinspirasikan oleh seruan keadilan dari Gereja-Gereja di Afrika, Asia, dan
Latin Amerika, khususnya pengaruh pembahasan tema “pembebasan” oleh
para uskup Amerika Latin di Medellin (Kolumbia).
Laborem Exercens (kerja manusia), oleh Paus Yohanes Paulus II, 14
September 1981.
Ditulis dalam rangka peringatan 90 tahun Rerum Novarum, Paus berbicara
tentang martabat kerja manusia dalam kerangka rencana ilahi. Ensiklik ini
mengkritik tajam komunisme dan kapitalisme karena memperlakukan
manusia sebagai alat produksi. Manusia berhak kerja, sekaligus berhak upah
yang adil dan wajar, sekaligus berhak untuk makin hidup secara lebih
manusiawi dengan kerjanya.
Sollicitudo Rei Socialis (keprihatinan akan masalah-masalah sosial), terbit
30 Desember 1987 dalam rangka memperingati 20 tahun Populorum
Progressio. Ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II.
Paus melukiskan kebutuhan akan solidaritas dan kebebasan, keadilan sejati
dan jalan yang lebih baik daripada sosialisme ataupun pasar bebas
kapitalisme. Ajaran Paus berfokus pada makna dan nilai pribadi manusia.
Dengan visi global tentang perubahan-perubahan sosial, Paus mengamati
relasi antar negara, mencela beban hutang pada negara-negara dunia ketiga
dan imperialime baru.
Centesimus Annus (tahun ke seratus). Ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II
dalam rangka 100 tahun Rerum Novarum. Terbit 15 Mei 1991.
Masa itu ditandai dengan jatuhnya komunisme. Paus menunjukkan akar
kekeliruan dari komunisme dan marxisme, namun sekaligus dengan sangat
tegas tidak membenarkan liberalisme dan kapitalisme sebagai ideologi dan
persepsi ekonomi yang akan mampu menyejahterakan manusia. Ensiklik ini
merupakan salah satu dokumen kepausan yang paling banyak dibahas di
akhir abad ke-20.
Caritas in Veritate (kasih dalam kebenaran). Ditulis oleh Paus Benediktus
XVI dan terbit 29 Juni 2009. Ensiklik ini berbicara tentang perkembangan
integral manusia dalam kasih dan kebenaran.
Ensiklik ini mendiskusikan krisis finansial global dalam konteks meluasnya
relativisme. Pandangan Paus melampaui kategori-kategori tradisional
kekuasaan pasar sayap kanan (kapitalisme) dan kekuasaan negara sayap kiri
(sosialisme). Dengan mengamati bahwa setiap keputusan ekonomi memiliki
konsekuensi moral, Paus menekankan pengelolaan ekonomi yang berfokus
pada martabat manusia.

Anda mungkin juga menyukai