Anda di halaman 1dari 43

SAKRAMEN

PENYEMBUHAN
Sakramen Tobat dan
Minyak Suci
Anggota Kelompok 3 :
Yuni Yulia Kristiani Pesau
Linda
Riventi Pali Kamoda
Yudita Olky

UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016
Sakramen Tobat
Sakramen pengampunan dosa atau
rekonsiliasi adalah salah satu dari dua
sakramen penyembuhan. Sakramen ini
adalah sakramen penyembuhan rohani
dari seseorang yang telah di baptis
yang terjauhkan dari Allah karena telah
berbuat dosa.
Dosa adalah perbuatan melawan cinta
kasih Tuhan dan sesama. Setiap dosa
berarti manusia menjauhkan diri dari
Tuhan. Dosa dilakukan secara sadar,
dengan sengaja (diinginkan) , dan
dalam keadaan bebas ,akan berakibat
merugikan dirinya sendiri dan orang
Akibat dosa , manusia
kehilangan rahmat Allah yang
pernah ia terima dalam
sakramen baptis. Dosa ikut
mengotori kesucian Gereja
Kristus Relasi dengan sesama
pun ikut rusak. Jika seseorang
bertobat maka, ia pun berdamai
kembali dengan Allah ,Gereja,
dan sesama.
Gereja melalui mereka yang
Yang dituntut dalam sakramen tobat
bukan sekedar rasa sesal dan air mata,
melainkan metanoia atau perubahan
hati dan seluruh sikap hidup . Yang
diminta Allah dan manusia adalah niat
baik dan usaha pertobatan yang
dilakukan manusia. Allah selalu siap
menerima orang yang bertobat.
Proses Penamaan
Sakramen
Ada banyak nama yang disematkan kepada
Sakramen Tobat. Dalam Katekismus Gereja
Katolik tercantum beberapa nama untuk
Sakramen Tobat, antara lain:
Sakramen Tobat, karena umat beriman
melaksanakan secara sakramental
panggilanYesus untuk bertobat (bdk. Mrk
1:15), untuk bangkit dan kembali kepada Bapa
(bdk. Luk 15:18).

Sakramen Pemulihan, karena umat


beriman menyatakan langkah pribadi dan
gerejani demi pertobatan, penyesalan dan
pemulihan warga Kristen yang berdosa.
Sakramen Pengakuan, karena penyampaian
pengakuan dosa-dosa di depan imam
merupakan unsur hakiki dari sakramen ini.

Sakramen Pengampunan, karena oleh


absolusi imam, Kristus menganugerahkan
secara sakramental kepada orang yang
mengakukan dosanya pengampunan dan
kedamaian.

Sakramen Perdamaian, karena Kristus


memberikan cinta Allah yang mendamaikan:
Berilah dirimu didamaikan dengan Allah
(2Kor 5:20).
Istilah rekonsiliasi
1. Istilah rekonsiliasi menjadi kata kunci
untuk Sakramen Tobat. Sejak pembaharuan
yang dilakukan oleh Konsili Vatikan II,
nama rekonsiliasi lebih sering dipakai,
walaupun nama Sakramen Tobat dan
Pengakuan Dosa masih tetap dipakai.
Dokumen resmi Gereja sendiri biasa
menyebut Sakramen Rekonsiliasi dengan
Sakramen Tobat (SC 72).
2. Istilah rekonsiliasi menunjukkan arti rujuknya dua
orang atau dua jemaat dengan menghilangan apa
saja yang telah memisahkan mereka (bdk. Mat
5:23).
Dalam Ef 2:14-18, Yesus disebut damai yang
tekah merobohkan tembok pemisah antara Yahudi
dan bukan Yahudi dengan darah-Nya di salib. Ia
telah membasmi perseteruan, sehingga kedua
kelompok memiliki satu Roh, dan dalam Roh itu
mereka mendekat kepada Bapa. Tetapi agar semua
itu sungguh terjadi, umat beriman harus
menanggapi sabda Allah, yang memang
mengambil inisiatif, yakni memanggil kita dan
yang dengan rahmat-Nya membuat pertobatan kita
sungguh menjadi kenyataan.
3. Kenyataan ini mengungkapkan bahwa
rekonsiliasi menekankan pendekatan
ganda, yaitu pendekatan ilahi dan
pendekatan manusiawi. Pendekatan ilahi
nampak bahwa Allah yang berinisiatif lebih
dahulu menawarkan perdamaian kepada
umat-Nya. Pendekatan manusiawi adalah
tanggapan manusia terhadap tawaran Allah
itu dengan sesal sungguh, berdamai dengan
sesama dan berdamai dengan alam semesta.
Pelaku Sakramen
Rekonsiliasi atau Tobat
1. Pemimpin Ibadat
Pemimpin ibadat adalah pelayan yang
mempersiapkan penerimaan Sakramen
Tobat dalam ibadat tobat. Pemimpin ibadat
ini dapat imam, diakon atau awam
(prodiakon).
2. Bapa Pengakuan
Bapa pengakuan adalah uskup dan imam
yang diberi wewenang untuk
mendengarkan pengakuan peniten dan
menerimakan absolusi dari Allah. Ia
menjadi saksi dan pendukung pertobatan
peniten, dan telah disumpah untuk
memegang rahasia pengakuan
Bapa pengakuan tidak hanya
mendengarkan pengakuan dan menilai
keadaan si pentobat dalam cara yang
serba manusiawi. Bapa pengakuan adalah
pelayan pertobatan. Ia melaksanakan ini
tidak hanya dalam sakramen, ia harus
mewartakan dan memanggil umat beriman
untuk bertobat.

Seorang bapa pengakuan haruslah


mempunyai pengetahuan yang cukup yang
diperoleh melalui studi. Pengetahuan ini
digunakan dengan bijaksana di bawah
bimbingan Gereja dan Roh Kudus.
Hendaknya ia senantiasa berdoa mohon
penerangan Roh Kudus agar ia dapat
membeda-bedakan roh dan dapat
memberikan obat yang baik bagi peniten.
Lebih dari itu, bapa pengakuan yang
disebut seorang bapa menunjukan atau
mengambarkan Kristus sendiri.

Setiap peniten yang datang kepadanya ia


harus mengungkapkan hati Bapa yang
siap mengampuni. Bapa pengakuan adalah
tanda kasih Bapa yang ditunjukkan dalam
diri Putera yang dalam kerahiman-Nya
menghadirkan karya penebusan, dan
dengan kuasa-Nya hadir dalam sakramen-
sakramen.
3. Peniten
Peniten adalah umat beriman yang
telah melakukan dosa, namun
menyesali dosa-dosanya, bertobat, dan
mohon pengampunan. Yang penting
dari peniten adalah tobat sungguh dan
mau merubah hidupnya agar semakin
serupa dengan Kristus. Lewat
tindakannya peniten memainkan
perannya dalam Sakramen Tobat.
Bersama imam, peniten merayakan
liturgi Gereja dan terus menerus
membaharui dirinya. Pembaharuan
peniten ini adalah bagian dari
pembaharuan tanpa henti dari Gereja
sendiri
Manfaat Sakramen Tobat
Sakramen Rekonsiliasi menghasilkan manfaat-
manfaat bagi peniten dalam hal rohani berupa:
pembebasan dari hukuman kekal (siksa dosa
abadi) yang disebabkan oleh dosa berat
pembebasan, setidaknya sebagian, dari siksa
dosa sementara yang disebabkan oleh dosa
perdamaian (rekonsiliasi) dengan Gereja dan
Allah, di mana peniten memperoleh kembali
rahmat yang sebelumnya hilang akibat dosa
Kedamaian dan ketenangan batin, serta hiburan
rohani (konsolasi)
meningkatkan kekuatan spiritual dalam
perjuangan sebagai seorang Kristiani (salah
satunya yaitu tambahan kekuatan untuk
menolak godaan berbuat dosa
Tata Cara Penerimaan
Sakramen Tobat
A. PERSIAPAN
Diluar kamar pengakuan / dalam
gereja
Sebelum menyiapkan diri menerima
sakramen tobat, ada baiknya
menjalankan langkah-langkah
pertobatan sebagai berikut:
Menyadari dan mengakui dosa
Menyesali dosa
Berniat untuk tidak berbuat dosa lagi
Mohon ampun
Mau menghidupi cara hidup yang
baru.
B. SAKRAMEN TOBAT
Dalam kamar pengakuan
1. Berlutut di hadapan Pastor sambil
berkata:
PASTOR, BERKATILAH SAYA ORANG
BERDOSA
(waktu Pastor memberkati, buatlah
Tanda Salib).
INI PENGAKUAN SAYA YANG PERTAMA
(Bila untuk pertama kalinya menerima
Sakramen Tobat) atau PENGAKUAN
SAYA YANG TERAKHIR .. MINGGU /
BULAN YANG LALU
(Untuk penerimaan Sakramen Tobat
yang selanjutnya).
2. DOSA-DOSA SAYA ADALAH
. .
Sesudah selesai mengakui dosa-
dosa, nyatakanlah:

PASTOR, SAYA MENYESAL ATAS


DOSA-DOSA SAYA, DAN DENGAN
HORMAT SAYA MOHON AMPUN
DAN DENDA ATAS DOSA-DOSA
SAYA.
3. Dengarkan Pastor memberi nasihat dan
denda dosa (penitensi).
DOA TOBAT
Allah yang maharahim, aku menyesal atas
dosa-dosaku.
Aku sungguh patut Engkau hukum,
terutama karena
aku telah tidak setia kepada Engkau yang
maha pengasih
dan maha baik bagiku. Aku benci akan
segala dosaku,
dan berjanji dengan pertolongan rahmat-
Mu hendak
memperbaiki hidupku dan tidak akan
berbuat dosa lagi.
Allah yang maha murah, ampunilah aku,
orang berdosa.
Amin.
4. Pastor memberikan pengampunan
(absolusi) dalam nama Tuhan Yesus,
dengan berkata:
Dalam nama Tuhan Yasus, saya
mengampuni dosamu,
kemudian Pastor memberkati, sambil
kita membuat Tanda Salib.

5. Setelah selesai kita ucapkan:


TERIMA KASIH PASTOR, lalu keluar
dari kamar pangakuan.
C. SESUDAH SAKRAMEN TOBAT
Diluar kamar pengakuan / dalam
gereja
1. Kita mendoakan doa-doa yang
diberikan olah Pastor sebagai
denda dosa (penitensi).
2. Kita mengucap syukur kepada
Tuhan yang telah mengampuni
dosa-dosa kita.
3. Lalu memohon bantuan Roh
Kudus untuk dapat memperbaiki
hidup kita dan tidak melakukan
kesalahan / dosa lagi.
Elemen-elemen Sakramen
Sakramen Rekonsiliasi terdiri dari 2 elemen utama,
yaitu "tindakan Allah" berupa pengampunan dosa
(atau absolusi), dan "tindakan manusia" berupa
penyesalan, pengakuan, dan silih (atau penitensi).
1. Penyesalan
Di antara seluruh tindakan peniten, penyesalan
adalah tahapan pertama. Penyesalan adalah
kesedihan jiwa dan kebencian terhadap dosa yang
telah dilakukan, bersamaan dengan niat untuk tidak
berbuat dosa lagi Kalau penyesalan itu berasal dari
cinta, di mana Allah saja yang patut dicintai di atas
segala sesuatu, maka dinamakan "penyesalan
sempurna" Penyesalan sempurna mengampuni dosa
ringan; dapat juga mendapat pengampunan atas
dosa berat jika didalamnya terdapat niat yang kuat
untuk secepatnya melakukan pengakuan secara
sakramental (melalui Sakramen Rekonsiliasi).
2. Pengakuan dosa
Dipandang dari sisi manusiawi,
pengakuan atau penyampaian dosa-
dosanya sendiri akan membebaskan
seseorang dan merintis
perdamaiannya dengan orang lain.
Melalui pengakuannya, seseorang
memandang dengan tepat dosa-
dosanya di mana ia bersalah
karenanya, menerima tanggung
jawab atas dosa-dosa tersebut; dan
dengan demikian orang tersebut
membuka diri kepada Allah dan
persekutuan dengan Gereja demi
masa depannya yang baru.
Pengakuan di hadapan seorang imam
merupakan bagian penting dalam
Sakramen Pengakuan Dosa sebagaimana
disampaikan dalam Konsili Trente
"Dalam Pengakuan para peniten harus
menyampaikan semua dosa berat yang
mereka sadari setelah pemeriksaan diri
secara saksama, termasuk juga dosa-
dosa yang paling rahasia dan telah
dilakukan melawan dua perintah terakhir
dari Sepuluh Perintah Allah (Keluaran
20:17, Ulangan 5:21, Matius 5:28);
terkadang dosa-dosa tersebut melukai
jiwa lebih berat dan karena itu lebih
berbahaya daripada dosa-dosa yang
dilakukan secara terbuka."
3. Pengampunan dosa
Setelah seorang peniten melakukan
bagiannya dengan menyesali dan
mengakukan dosa-dosanya, maka kemudian
giliran Allah melalui Putera-Nya (Yesus
Kristus) memberikan pendamaian berupa
pengampunan dosa (atau absolusi).
Pelaksanaan pelayanan pengampunan dosa
itu dipercayakan Kristus kepada para pelayan
apostolik (2 Korintus 5:18), yaitu para imam,
Sehingga dalam pelayanan sakramen ini,
seorang imam mempergunakan kuasa imamat
yang dimilikinya dan ia bertindak atas nama
Kristus. Rumusan absolusi yang diucapkan
seorang imam dalam Gereja Latin
menggambarkan unsur-unsur penting dalam
sakramen ini, yaitu belas kasih Bapa yang
adalah sumber segala pengampunan; kalimat
intinya: "... Saya melepaskanmu dari dosa-
dosamu ...".
Dalam Summa Theologia, Santo Thomas
Aquinas mengatakan bahwa rumusan absolusi
tersebut adalah berdasarkan kata-kata Yesus
kepada Santo Petrus (Matius 16:19) dan
hanya digunakan dalam absolusi sakramental
--yaitu pengakuan secara pribadi di hadapan
seorang imam.

Absolusi yang diberikan di hadapan publik


bukanlah sakramental, tetapi hanyalah doa
mohon pengampunan atas dosa-dosa ringan;
contohnya absolusi yang diberikan setelah
Pernyataan Tobat dalam misa. Namun
demikian dalam KGK 1483 dituliskan
pengecualian di mana dalam keadaan sangat
darurat dimungkinkan upacara komunal
Sakramen Rekonsiliasi dengan pengakuan
dosa dan absolusi secara umum, misalnya
dalam bahaya maut yang mengancam secara
langsung saat terjadi perang.
4. Penyilihan
Menurut KGK 1459, kebanyakan dosa-dosa yang
diperbuat seseorang menyebabkan kerugian
bagi orang lain. Sehingga orang tersebut wajib
sedapat mungkin mengganti rugi atas
perbuatannya (misalnya mengembalikan barang
yang dicurinya, memulihkan nama baik orang
yang difitnahnya, membayar kompensasi dan
merawat orang yang dilukainya), di mana
prinsip keadilan pun sudah menuntut hal
tersebut.
Namun dosa juga melukai dan melemahkan
pendosa itu sendiri, sebagaimana juga
dampaknya dalam hubungannya dengan Allah
dan sesamanya. Absolusi yang diterima dalam
Sakramen Rekonsiliasi menghapuskan dosa,
namun tidak memulihkan semua kekacauan
yang disebabkan oleh dosa. Setelah pendosa
diampuni dari dosanya, ia harus memulihkan
kesehatan spiritualnya dengan melakukan
sesuatu yang lebih untuk menebus
kesalahannya; pendosa yang telah diampuni
tersebut harus "melakukan silih", atau biasa
Penitensi yang diberikan bapa
pengakuan (sebutan bagi imam yang
melayankan sakramen ini)
mempertimbangkan keadaan pribadi
peniten dan melayani kepentingan
rohaninya; diberikan sedapat mungkin
sesuai dengan kadar dosa yang
dilakukan peniten.
Penitensi tersebut dapat terdiri dari
doa, derma, karya amal, pelayanan
terhadap sesama, penyangkalan diri
yang dilakukan secara sukarela,
berbagai bentuk pengorbanan, dan
terutama menerima salib yang harus
dipikulnya dengan sabar. Penitensi-
penitensi tersebut membantu peniten
agar dapat semakin menyerupai Kristus
(Roma 3:25, 1 Yohanes 2:1-2).
Ada beberapa hal praktis yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan Sakramen Tobat ini:

Pemberi Sakramen Tobat adalah Uskup dan para imam yang


telah menerima wewenang berkat Sakramen Tahbisan. Tidak
semua umat tahu hal ini. Pernah ada umat yang ingin
mengaku dosa kepada frater atau suster, kemudian ia
disarankan supaya dating kepada imam yang punya
wewenang untuk itu.
Perlu adanya katekese mengenai surga, neraka, api
penyucian, dosa, kerahiman Allah, dan sebagainya, sehingga
umat memiliki penghargaan secara baru dan merayakan
Sakramen Tobat secara lebih intens. Sakramen Tobat
dirayakan bukan hanya sekurang-kurangnya sekali setahun
(lihat perintah Gereja ke-4 dalam 5 perintah Gereja), tetapi
lebih baik lagi kalau dilakukan lebih sering dan teratur.
Pastor Paroki (pelayan Gereja) perlu sekali menanamkan
dalam diri umat kesadaran akan pentingnya merayakan
Sakramen Tobat secara pribadi. Tentu saja hal ini menuntut
kesediaan para imam untuk menerimakan Sakramen Tobat
kapan saja umat memintanya secara wajar (bdk. Katekismus
Gereja Katolik, No. 986).
Penyadaran akan kelemahan dan dosa serta penelitian batin
perlu dibudayakan; juga ibadat tobat bersama pada
kesempatan-kesempatan tertentu, misalnya kesempatan retret,
rekoleksi, Adven, Prapaskah, dan sebagainya.
Sakramen Tobat adalah salah satu keunggulan dan kekhasan
Gereja Katolik, yang tidak dimiliki oleh Gereja-Gereja
Protestan. Kita sendiri harus menghargainya secara baru dan
merayakannya secara lebih intens. Melalui Sakramen Tobat,
bilur-bilur, penyakit, dan luka-luka dosa kita disembuhkan
oleh Allah yang Maha belas kasih. Pengampunan dan
penyembuhan-Nya sungguh konkrit dan nyata.
Gejala Zaman Sekarang Mengenai Sakramen
Tobat
Sebelum Konsili Vatikan II, umat sering mengaku
dosa. Akan tetapi dewasa ini, ada gejala bahwa
umat jarang pergi mengaku dosa. Seorang pastor
pernah berkomentar begini, Dewasa ini sedikit
umat yang mengaku dosa, tetapi banyak yang
menyambut komuni. Komentar ini tentu
mengandung nada keprihatinan. Kita tahu bahwa
untuk menyambut komuni, umat beriman harus
bersih dari dosa berat. Untuk bersih dari dosa
berat, umat harus mengaku dosa.
Agaknya umat merasa tidak berdosa, sehingga terus
menyambut komuni. Pastor M. Scanlan juga pernah
berkata, Dewasa ini kita lihat Sakramen Tobat telah
jatuh kedalam kesia-siaan yang semakin besar.
Pentingnya sakramen ini secara umum tidak dilihat lagi,
baik oleh imam maupun oleh umat. Kita tahu bahwa
Sakramen Tobat sebenarnya merupakan suatu
kesempatan baik bagi umat untuk membicarakan
masalah-masalah emosional dan rohani mereka pada
seorang imam.
Dalam Sakramen Tobat pun mereka dapat mengalami
penyembuhan. Ironisnya, ketika sakramen ini dapat
menjadi suatu bantuan besar bagi umat, sakramen ini
diabaikan orang banyak.
Penyebab Umat Kurang
Menghargai Sakramen Tobat

1. Umat tidak lagi mengerti tentang konsep dosa.


2. Hilangnya pengakuan diri sebagai orang berdosa.
3.Karena tidak adanya penyembuhan sesudah pengakuan
dosa. Banyak umat merasa tidak berguna mengaku dosa,
karena Sakramen Tobat tidak membuat mereka bertobat
sungguh dan tidak mengubah tingkah laku mereka. Mereka
tetap saja jatuh dalam dosa.

Akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa


yang bertobat (Lukas 15:7a)
Mengaku dosalah sekurang-kurangnya sekali setahun.
Sakramen
Pengurapan Orang Sakit
Pengalaman simbol adalah pengalaman
eksistensial-antropologis manusia. Dalam hidupnya
manusia menemukan dan mengalami simbol. Ada
banyak hal dalam hidup ini yang tidak bisa
dijelaskan lewat nalar dan emosi. Manusia secara
lebih mendalam dapat mengungkapkan diri lewat
simbol.

Maka tidak mengherankan jika Ernst Cassirer


menyebut manusia sebagai animal symbolicum.
Secara filosofis, simbol dibedakan dari tanda. Tanda
bersifat kognitif dan dangkal. Sementara simbol (sym
+ ballein: jatuh bersama dengan,
menyambungkan) mengungkapkan dimensi manusia
yang lebih dalam yang tidak bisa terungkap lewat
kata-kata belaka.
Simbol menyambungkan significans (tanda
eksternal, yang menandakan) dan
significatum (tanda eksternal, yang
ditandakan). Artinya dalam simbol makna
dan pe-makna jatuh bersama serentak.

Gereja Katolik kaya akan simbol. Salah satu


simbol yang akan dibahas dalam tulisan
singkat adalah minyak suci. Dalam
kehidupan sehari-hari, minyak
melambangkan keharuman, kesegaran,
kekuatan, dan pelantikan.
Pemakaian Minyak dalam Tradisi Kitab
Suci dan Orang Ibrani
Dalam periode Kitab Suci, minyak adalah bahan
untuk bumbu masak (Bil.11:8), bahan bakar untuk
lampu (Mat.25:1-9), bahan untuk menyembuhkan
luka-luka (Luk.10:34; Yes.1:6). Barangkali yang
paling sering disebut dalam Kitab Suci perihal
pemakaian minyak adalah untuk pengurapan raja-
raja (I Sam.10:1; 16:1,13), para imam (Kel.29:7),
dan nabi-nabi. Mengurapi dengan minyak di atas
kepala juga menyatakan tanda penghormatan
(Luk. 7:46). Pengurapan dipakai juga untuk mayat
(bdk. Mayat Yesus diurapi dalam Mrk. 16:1).
Mengurapi dengan minyak menandakan juga
kecantikan kosmetik dan mencegah kerusakan
kulit (Yud.10:3). Akan tetapi, yang diurapi
bukan hanya manusia, juga benda-benda.
Yakub menuangkan minyak ke atas batu-batu
di Betel sebagai tanda penyucian (Kej.28:18).

Tabernakel dan dekorasinya dikuduskan


dengan pengurapan minyak (Kel.30:26-28).
Panglima perang yang akan bertempur harus
meminyaki pedangnya (Yes.21:5). Minyak
dipakai dalam persembahan/kurban
(Kel.29:40; Bil.28:5).
Akhirnya, minyak dipakai sebagai ungkapan
figuratif: simbol kelimpahan (Yoel 2: 24), kata-
kata lembut (Ams.5:3), kegembiraan (Yes.61:3),
kesatuan fraternal (Mzm.132:1-2), dan pengaruh
Roh-Kudus (I Yoh.2:20,27).

Di antara Orang-orang Ibrani, minyak digunakan


untuk mengurapi raja dan imam (I Sam.16:13; I
Raj.1:39). Kata Ibrani untuk terurapi yakni
mashiah menjadi Mesiah. Petrus menyebut
Yesus, Messiah, Engkau adalah
Mesias(Mat.16:16). Messiah dalam bahasa
Yunani disebut Christos artinya yang
terurapi.
Ada 3 jenis minyak suci yang dipakai
dalam Liturgi Gereja Katolik, yakni:
1. OC (Oleum Cathecumenorum): minyak untuk
katekumen.
2. OI (Oleum Infirmorum): Minyak untuk orang
sakit.
3. SC (Sacrum Chrisma): Minyak untuk calon
Krisma, untuk mengurapi baptisan baru,
calon imam, calon uskup, gereja dan altar,
dll.
Minyak suci itusendiri adalah minyak zaitun
murni atau campuran dari minyak zaitun dan
balsam. Ketiga minyak itu harus dibarui setiap
tahun agar tetap segar, sisa yang masih ada
harus dibakar.

Minyak ini diberkati oleh uskup setiap tahun


dalam Misa Krisma. Minyak ini tidak boleh
diberikan kepada kaum awam. Kalau ingin
memiliki minyak kudus di rumahnya sendiri
(dengan izin waligereja setempat), mereka harus
menyimpannya di tempat aman dan hormat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai