Anda di halaman 1dari 6

HAKEKAT PASTORAL

Oleh: Antonius MDN Manullang, S.Ag

1 Pengertian Pastoral

a. Arti Etimologis

Kata “pastoral” berasal dari kata bahasa Latin pastor yang berarti gembala. Sedangkan pastoral
adalah hidup dan segala kegiatan pastor untuk menggembalakan domba-domba (umat). Istilah
“pastor” pada awalnya hanya dikenakan kepada tugas para imam dalam melayani umat. Dan
pastoral itu sendiri berarti hidup dan kegiatan seorang imam dalam hubungan dengan
pelayanannya kepada umatnya. Dalam perkembangan, pastoral mulai mendapat arti yang lebih
luas yang tidak hanya terbatas pada hidup dan tugas seorang imam, tetapi menyangkut hidup dan
kegiatan seluruh Gereja.

b. Menurut Konsili Vatikan II

Menurut Konsili Vatikan II, pastoral berarti segala usaha dan karya Gereja (umat Allah) untuk
membantu meningkatkan kualitas iman dan kesejahteraan manusia, sehingga sang Gembala Ilahi
benar-benar menyata, hadir dan berkarya dalam seluruh tata kehidupan umat manusia. Pelayanan
keselamatan bagi semua orang sebagai tugas perutusan Gereka oleh semua anggota Gereja
selaras dengan bentuk, cara dan jabatannya. Pastoral hanya dapat dirumuskan dalam kaitannya
dengan pewartaan dan pelestarian kabar gembira secara hakiki dan aktual agar semua orang
memperoleh keselamatan.[1]
2 Pendasaran tentang Pastoral

a. Pendasaran Biblis

Kitab Suci memberi pendasaran mengenai makna kata “pastor” ini. Perjanjian Lama
menegaskan bahwa Israel hanya mengenal satu gembala sejati, yaitu YAHWE. Mereka
mengalami kegembalaan Yahwe dalam hidup dan sejarah mereka, sebagai yang
bertanggungjawab atas kesejahteraan rohani dan jasmani. Fungsi kegembalaan Yahwe secara
historis diaktualisasikan oleh orang-orang pilihan-Nya, seperti Yosua (bdk. Bil 27:17), Daud (2
Sam 5:2) dan juga raja-raja dan pemimpin Israel lainnya. Namun, tugas kegembalaan ini sering
disalahgunakan untuk menindas. Oleh karena itu, umat mendambakan kegembalaan Yahwe yang
sesuai dengan kehendak Yahwe sendiri.
Dalam Perjanjian Baru, model kegembalaan Yahwe menjadi nyata dalam pribadi Yesus Kristus,
karena Ia sungguh menghadirkan Allah yang menggembalakan umat-Nya. Tugas ini kemudian
dilanjutkan oleh para rasul dan diteruskan oleh para pejabat Gereja. Kegembalaan ini kemudian
membentuk suatu hierarki dan tetap berlangsung dalam jemaat.
b. Ajaran Konsili

Konsili-konsili melegitimasi keberadaan hierarki dan fungsi kegembalaan. Konsili Vatikan I


memberi corak yuridis-organisatoris formal tanpa memperhatikan segi rohani dan komunionya.
Konsekuensinya, Gereja dinilai sebagai hierarki yang mengatur segalanya. Pastoral kemudian
mendapat arti sebagai bentuk kegiatan hierarki dalam pemeliharaan jiwa-jiwa. Sebagai koreksi
atas kepincangan ini, Konsili Vatikan II memberi arti baru. Pastoral kemudian dipahami sebagai
kegiatan dari seluruh umat (Gereja) dalam mengaktualisasikan kegembalaan Allah. Ketika
dipermandikan, umat Allah sudah diberi tugas sebagai imam, nabi dan raja. Karena itu,
Pastoral mempunyai posisi yang amat strategis dan menjadi penting demi suatu penghayatan
iman yang otentik, matang dan dewasa. Pastoral adalah perwujudan secara konkret perutusan
Allah yang disesuaikan dengan tempat, waktu, orang, lingkungan, metode, perancanaan tertentu.
Tugas pelayanan ini hanya bersifat membantu, sedangkan umat harus bertanggung jawab atas
kehidupan imannya sendiri. Dengan demikian, membebaskan dan memberdayakan umat mesti
dilaksanakan berdasarkan kebutuhan umat hic et nunc dalam kebudayaan dan waktu tertentu.
Pada posisi ini muncul kebutuhan pemahaman yang lebih baik akan teologi praksis, yang
bersumber pada praksis pengalaman iman manusia atau refleksi iman atas pengalaman-
pengalaman yang ada.
Pada akhir-akhir ini persekutuan itu terbentuk dalam kelompok yang lebih kecil dan dikenal
sebagai Komunitas Umat Basis (KUB). KUB merupakan cara baru dalam berpastoral.
Pembentukkannya merupakan suatu kebutuhan untuk menjamin ketahanan umat di masa
transisi. Dari pembentukan KUB ini diharapkan umat dapat memperdayakan dan membebaskan
dirinya. John M. Prior menyebut Komunitas Umat Basis sebagai Gereja kontekstual dengan ciri-
ciri sebagai basis Gereja setempat, basis masyarakat setempat, basis kerasulan dan basis
pemberdayaan umat awam, yang memiliki keprihatinan kepada orang-orang miskin sebagai
pilihan pastoral Gereja Universal di mana KUB menjadi focus dan locus dalam berpastoral.

3 Prinsip-Prinsip Pastoral

Secara umum, ada tiga prinsip utama pastoral, yakni : [2]

1. Prinsip mulai dari bawah. Prinsip ini membicarakan tentang program pastoral yang
menggerakkan dan mengutamakan kebersamaan sosial di tingkat “akar rumput”;
2. Prinsip subsidiaritas, yaitu menghargai potensi dan kondisi sosial yang ada dan tersedia
serta memanfaatkannya untuk menjawabi tuntutan dan kebutuhan umat dan masyarakat;
3. Prinsip kemitraan. Program pastoral membutuhkan kerja sama berbagai komponen umat
Allah melalui hubungan yang komplementaris, terbuka dan penuh tanggung jawab.

4 Tujuan Karya Pastoral


Selain ketiga prinsip di atas, karya pastoral juga memiliki tujuannya. Pelayanan pastoral
memiliki empat tujuan, yaitu : [3]
1. Untuk menciptakan suatu kondisi pastoral yang toleran dan menumbuhkembangkan
semangat persaudaraan dan solidaritas Kristiani;
2. Bertujuan untuk menggerakkan dan menyadarkan umat untuk ikut terlibat secara aktif
dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat, serta akan merasa memiliki Gereja
sebagai bagian tak terpisahkan dari Tubuh Mistik Kristus;
3. Bertujuan untuk meningkatkan semangat kebersamaan dan rasa tanggung jawab untuk
memelihara kehidupan imannya yang terjelma secara konkret dalam perilaku sosialnya.
4. Pengembangan masyarakat berdasarkan injil dan menjawabi situasi konkret yang
dialaminya.
Dengan adanya keempat tujuan dari karya pastoral ini, maka pelayanan pastoral akan memiliki
arah kerjanya.
2.5 Bidang-Bidang Karya Pastoral di Paroki

Dalam rangka mengembangkan hidup menggereja secara benar, tepat dan terarah oleh semua
umat beriman, maka dipandang perlu untuk terlebih dahulu mengenal bidang-bidang pokok
pelayanan Gereja, dan bagaimana pelaksanaan praktisnya. Bidang-bidang karya pastoral paroki
itu adalah bidang kerygma, bidang liturgia, bidang diakonia, bidang koinonia dan bidang
martyria.

a) Bidang Kerygma (Pewartaan)

Bidang kerygma adalah bidang pewartaan. Dalam bidang ini, gereja mengemban peran dan
kewibawaan untuk mewartakan Injil sebagai pesan Ilahi bagi semua orang, dan dunia dituntut
untuk mendengarkannya dengan rendah hati.
Mewartakan kabar gembira adalah tugas dari seluruh umat beriman. Tugas tersebut merupakan
tugas pelayanan yang harus dijalankan oleh Gerja yang diperolehnya dari Yesus Kristus. Tugas
tersebut dapat pula dilaksanakan, baik ke dalam maupun ke luar Gereja. Pewartaan ini
mencakup katekese, kotbah, pendalaman iman, bimbingan pastoral dan bimbingan rohani. [4]
b) Bidang Liturgya (Ibadat)

Liturgya merupakan wujud persatuan dengan Allah dan persaudaraan iman. Dalam liturgi,
khususnya dalam perayaan ekaristi kita bersatu dengan Kristus sumber hidup kita. Sebagai
anggota umat Allah, kaum awam hendaknya benar-benar menghayati perayaan liturgi dan
mengambil bagian secara aktif dalam perayaan tersebut, dengan sikap tubuh yang penuh hormat
kepada Allah. Karena perayaan ini merupakan puncak kehidupan Kristiani. Dalam bidang
liturgi, Gereja menjalankan tugas mendidik bagi umatnya, misalnya pada saat perayaan ekaristi
di mana pada saat itu seorang imam ataupun seorang awam membawakan kotbah yang intinya
mendidik umat untuk bisa menumbuhkembangkan iman yang sudah ada serta mampu
mewujudkan iman itu dalam kehidupan sehari-hari. Konstitusi tentang Liturgi (Sacrosantum
Concilium no. 4) menegaskan bahwa tujuan pembaharuan liturgi adalah agar seluruh umat
setempat bersama-sama merayakan liturgi dengan sadar dan aktif sesuai dengan peranan masing-
masing, sehingga penghayatan iman mereka sungguh ditingkatkan. Hal ini mau menjelaskan
bahwa penyadaran umat dalam liturgi Gereja perlu ditingkatkan, dalam arti umat hendaknya
mengetahui dengan benar arti dan makna dari apa yang dibuat dalam ibadat atau penerimaan/
perayaan sakramen-sakramen Gereja. [5] Karena itu, liturgi diusahakan keseluruhannya untuk
menjawabi kebutuhan umat dan sesuai dengan situasi konkret.
c) Bidang Diakonia (Pelayanan)

Kata diakonia merupakan salah satu istilah penting dalam Perjanjian Baru yang ditujukan untuk
Gereja sehubungan dengan pelayanan kepada jemaat. Istilah tersebut mencakup semua bentuk
pelayanan sabda, sakramen dan bantuan material. Tugas dan penggilan sebagai diakonia atau
pelayan telah dilaksanakan oleh kelompok para rasul (bdk. Kis 2: 41 – 47). Tugas dan panggilan
sebagai pelayan bukan menjadi tugas atau tanggungjawab para pemimpin saja, bukan pula tugas
para kaum tertahbis, melainkan tugas semua kaum beriman. Semangat diakonia terungkap dan
terlaksana dalam persaudaraan yang dibangun di antara anggota jemaat. Persaudaran sejati
secara nyata diwujudkan dalam tindakan bersatu dan segala kepunyaan mereka adalah
kepunyaan bersama. Mereka menjual segala milikinya lalu membagi-bagikannya kepada semua
orang sesuai dengan kebutuhan setiap orang (Kis 2: 44 – 45; 4: 32 – 47).
Diakonia berarti kesediaan untuk saling melayani sebagai sikap dasar (optio fundamentalis)
pengikut-pengikut Yesus (bdk. Yoh 13 : 12- 17). Dalam hal ini, pelayanan itu diberikan
khususnya kepada mereka yang disingkirkan/dikucilkan dari masyarakat dengan melakukan
karya kasih dan berjuang demi keadilan dan kedamaian.
d) Bidang Koinonia (Persekutuan)

Koinonia adalah hidup komunitas, persaudaraan, kesatuan, keutuhan, sebagai umat Allah yang
sejati dan sejiwa. Koinonia memiliki banyak tuntutan, namun sulit diwujudkan secara sempurna
tetapi tetap menjadi tugas yang harus dilaksanakan oleh semua orang beriman. Adapun
tantangan yang menghalangi terwujudnya koinonia, antara lain; minat, kesukuan, perbedaan
status sosial, asal-usul dan sikap acuh tak acuh. Tantangan ini perlu dicegah dan diperangi agar
tidak terjadi perpecahan dan permusuhan di antara umat beriman.
Dasar persekutuan adalah iman dan persaudaraan. Berbagai keanekaragaman yang ada
hendaknya tidak mengurangi eratnya persaudaraan yang ada. Pastoral hidup sehari-hari harus
membantu umat agar dapat memberi kesaksian bahwa Tuhan hadir dan membahagiakan. Di sini
pastoral hidup sehari-hari haruslah mampu untuk mendorong umat Allah menghadirkan karya
penyelamatan dalam masyarakat, antara lain dalam kegiatan public, politik, kemanusiaan,
keadilan, damai, cinta kasih, dan hak-hak asasi manusia.
e) Bidang Martyria (Kesaksian Hidup)
Martirya dimengerti sebagai kesaksian yang jelas dan setia kepada Kristus juga jika kesaksian
itu menuntut pengorbanan dengan kematian. Kaum awam dipanggil dan diutus untuk menjadi
saksi Kristus dan dituntut sebuah pengorbanan demi Kristus yang diimaninya. Umat beriman
khususnya kaum awam dipanggil untuk menjadi saksi iman dalam segala situasi demi Kristus
yang diimaninya. Kekatolikan akan lebih berarti jika umat beriman berani bersaksi dengan hidup
yang baik sesuai dengan kebenaran iman.

2.6 Relasi Awam-Klerus dalam Karya Pastoral

Konsili Vatikan II Konstitusi Lumen Gentium menggarisbawahi kesamaan fundamental semua


anggota Gereja. Kesamaan itu lebih kuat dan lebih utama daripada segala macam perbedaan
seturut fungsi dan peran dan gaya hidup khusus di dalam Gereja. Pada tempat pertama dan
utama, semua anggota Gereja diangkat sebagai anak Allah dan memperoleh martabatnya sebagai
anggota penuh di dalam umat Allah. Namun, ada pula perbedaan fungsional dan perbedaan
menurut posisi dan peran, khususnya para anggota hierarki ditempatkan di dalam jemaat untuk
menjadi tanda hadirnya Kristus sebagai kepala, pemimpin.
Wewenang Kristus sebagai kepala, sebagai pemimpin yang mendahului Gereja itu harus
dihadirkan secara sakramental, sebagai tanda oleh mereka yang ditahbiskan dan ditempatkan
sebagai pemimpin sakramental di dalam Gereja. Akan tetapi, dari kekhasannya itu mereka bukan
sebagai kepala Gereja, melainkan hanya sebagai tanda hadirnya Kristus sebagai kepala dalam
Gereja-Nya.
2.7 Kebijakan dan Karya Pastoral

2.7.1 Kebijakan Pastoral Berdasarkan Karakter Umat

Kenyataan bahwa pemahaman tentang paroki (Gereja secara konkret) tidaklah mudah. Karena
itu, reksa pastoral tidak bisa dilaksanakan dengan sembarangan tanpa suatu usaha yang teliti dan
sungguh-sungguh. Di zaman teknologi modern, dengan perkembangan ajaran Gereja, para
pastor tidak boleh menutup mata dan berpegang teguh pada kemauannya sendiri atau
menganggap bahwa urusan pastoral merupakan tanggung jawab pastor saja. Masalah karya
pastoral bukanlah hanya ranah privat hirarki, melainkan semua umat beriman (bdk. LG, 10; Kan
204). Oleh karena itu, menentukan kebijakan pastoral tidak bisa digunakan secara filosofis-
teologis saja dan menggunakan kewenangan tahbisan bagi kaum klerus. Reksa pastoral haruslah
ditinjau dari pelbagai aspek manusiawi sekaligus ilahi. Reksa pastoral perlu membutuhkan lintas
kolaborasi antar bidang dan umat beriman khususnya awam dan religius. Semakin banyak orang
terlibat dalam bidang yang digeluti, maka semakin banyak waktu dan tenaga yang dibutuhkan
dan diharapkan pelayanan pastoral mendekati kebutuhan umat Allah dan menjawabi kehendak
Allah juga.
Di zaman yang semakin modern dan reformis ini, Gereja perlu belajar dari dunia sekular.
Penggunaan informasi teknologi lewat komputer data base, website, facebook dan twitter dapat
membantu mengenal umat beriman secara lebih dekat dan faktual. Data yang memberikan
informasi hendaknya dikumpulkan dan diolah menjadi sebuah informasi serta harus dirangkum
menjadi formasi karya pelayanan pastoral umat. Itulah yang sekarang ini amat ramai dibicarakan
di dalam karya pastoral berbasiskan data (The Pastoral Care base on data). Namun, kadang
pemahaman atas Pastoral berbasiskan data sebatas hanya pada pengumpulan data dan tidak
berlanjut pada pengambilan keputusan dalam reksa pastoral paroki.

Karena itu, yang perlu ditekankan pada saat sekarang adalah karya pastoral yang tidak saja
berbasis data, tetapi juga berdasarkan karakter umat. Agen pastoral mesti mengenal dan
memahami karakter umat yang dilayani. Pelayanan pastoral ada di dalam diri umat yang kita
layani. bukan pada data atau pada pastornya. Pastor bisa berganti, tetapi umat tetap berada di
paroki itu. Jadi, umat dengan karakternya menjadi dasar pijakan untuk mengambil kebijakan
pastoral (reksa pastoral).
2.7.2 Karya Pastoral Memerlukan Pendekatan Integral

Pendekatan integral atau holistik adalah suatu gaya karya pastoral yang sifatnya menyeluruh dan
terpadu, berdasarkan pemahaman dan perencanaan yang matang, dituntun oleh adanya visi dan
misi dasar yang jelas, yang merupakan tujuan dan arah karya pastoral paroki dalam rangka
melanjutkan karya penyelamatan Allah di dunia.
Pendekatan seperti ini amat membutuhkan pemahaman dan refleksi biblis-teologis, sebab karya
pastoral bukanlah karya perseorangan, melainkan karya kolektif. Ia adalah karya Allah sendiri,
wujud nyata kemauan Allah untuk menyelamatkan umat-Nya secara menyeluruh dan terpadu.
Pendekatan ini memerlukan kemampuan untuk mengenal secara tepat situasi paroki, baik intern
maupun ekstern.
2.7.3 Pendekatan Pastoral yang Integral Memerlukan Koordinasi Sektoral

Berbicara tentang koordinasi sektoral berarti berbicara tentang seni mengatur karya pelayanan
pastoral agar karya itu tidak hanya menitikberatkan pada bidang-bidang tertentu saja dan tidak
tergantung pada segelintir orang saja, tetapi meliputi berbagai bidang dan melibatkan berbagai
pihak di dalamnya.
Untuk itu, perlu dan sangat penting diadakan pembagian tugas ke dalam rumpun dan berbagai
seksinya, dengan maksud untuk membidangi pelbagai pelayanan dan karya pastoral secara tepat,
dan tanggung jawab atas koordinasi kesuksesannya diserahkannya kepada orang yang mampu
untuk bidang tersebut. Kemampuan tersebut dapat dicapai melalui proses pembelajaran. Praktek
ini muncul terutama karena konsep tentang karya pastoral itu sendiri yang dimengerti orang
sebagai karya penggembalaan umat, yang merupakan cara aktualisasi, kontemporisasi dan
kontekstualisasi dari karya Yesus melalui Gereja yang disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan
umat yang konkret.

Anda mungkin juga menyukai