Anda di halaman 1dari 16

Nama : Leli Wanda Simamora

Relita Oktaviani Napitupulu

Ray Aldi Ebenezer Sembiring

Tingkat/Jurusan : II A/ Theologi

Mata Kuliah : Liturgika

Dosen Pengampu : Mery Ulina Ginting, M.Si. Theol. Kelompok 5

Sejarah Liturgi Pada Abad-abad Pertengahan

I. Pendahuluan
Pada minggu sebelumnya kita telah mempelajari sejarah liturgi pada abad ke-1 sampai pada
abad ke-6. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas dan mengupas lebih dalam lagi sejarah
liturgi pada abad-abad pertengahan, yaitu abad peretengahan pertama dan abad pertengahan kedua.
Semoga sajian ini dapat menambah pengetahuan kita bersama. Kritik dan saran yang membangun
selalu kami nantikan, agar kedepannya makalah ini menjadi lebih baik lagi.
II. Pembahasan
2.1. Latar Belakang
Bersamaan dengan kehancuran kekaisaran Romawi di wilayah barat pada abad ke-5
setelah pecah menjadi dua: Romawi Barat dan Romawi Timur – memecahkan konsentrasi
pemerintahan Romawi di Roma. Perpecahan tersebut membentuk sejumlah negara baru, yaitu
Prancis, Inggris, Jerman dan negeri-negeri Skandinavia. Negara-negara baru tersebut membuka
peluang penginjilan bagi gereja. Sejumlah imam dikirim oleh gereja. Bersamaan dengan itu,
penyebaran penginjil menyebabkan penyebaran liturgi dan tradisinya ke gereja-gereja
baru.1 Selama zaman abad pertengahan, gereja di Eropa Barat memainkan peranan yang
menentukan di seluruh kehidupan masyarakat. Di Eropa Barat, gereja dinamakan Gereja Katolik-
Roma, yang dipimpin oleh uskup kota Roma, pusat gereja, yang disebut dengan Paus.
Di Eropa Barat perkembangan Gereja Katolik-Roma pada awal abad pertengahan mula-
mula sangat ditentukan oleh ketidak stabilan politik sesudah kuasa kekaisaran Romawi
hilang. Paus menjadi pemimpin juga di bidang politik. Biara-biara menjadi pusat kebudayaan,
pendidikan serta teologia, tetapi karena kekacauan masyarakat, belum terlihat usaha untuk

1
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi (Jakarta: BPK GM, 2010), 78-79.
menciptakan sesuatu yang baru pada bidang-bidang tersebut. Baru sekitar tahun 800, pada zaman
kaisar Karel Agung, keadaan politik menjadi lebih stabil, yang menyebabkan perkembangan
pada bidang kebudayaan, pendidikan, politik dan juga teologia. Pada abad pertengahan yang jaya
(910-1300), dalam teologia ditempuh jalan-jalan baru.2
2.2. Liturgi Abad-abad pertengahan Pertama
Memasuki abad-abad pertengahan berarti kita memasuki suatu masa sepanjang kurang
lebih seribu tahun dalam sejarah gereja. Masa abad-abad pertengahan diawali dengan runtuhnya
politik Negara Romawi yang dimanfaatkan secara baik oleh Uskup Roma. Sejak abad ke 5,
uskup digelari Paus atau Papa, artinya bapak, dan menganggap diri dioanggil Tuhan untuk
menjadi kepala Gereja selaku “pengganti Rasul Petrus”. Gereja memulai era baru. Para uskup
melakuakan kampanye untuk menjadi papa. Julukan paus untuk pertama kalinya diberikan
kepada Leo I (440-461). Lahirnya kepausan membawa dampak perkembangan gereja Roma ke
luar Roma. Selanjutnya, pengkabaran injil keluar Roma telah menjadi usaha gerejawi yang
dilakukan secara teratur dan terencana.3
Bersamaan dengan itu, kehancuran kekaisaran Romawi di wilayah barat pada abad ke-5
setelah pecah menjadi dua: Romawi Barat dan Romawi Timur. Bersamaan dengan itu,
penyebaran penginjilan menyebabkan penyebaran liturgy dan tradisinya ke gereja-gereja baru.
Lahirnya sempalan-sempalan karena perpecahan (haeresis), tradisi membiara, tradisi Timur
yang berpusat di Konstantinopel dan Barat yang berpusat di Roma, dan perkembangan sejumlah
tata gereja mempertegas kenyataan keberbagaian liturgi secara khusus dan kehidupan beregereja
secara umum. Keberbagaian corak liturgi pada awal abad-abad pertengahan makin nyata. Sekitar
abad ke-7 ritus-ritus liturgi yang berbeda baik di Timur maupun di Barat telah menemukan
bentuk dasar serta ciri khas masing-masing. Keberbagaian liturgy sendiri merupakan bentuk
nyata dari keberbagaian tradisi dan dogma yang mulai muncul sejak abad ke-3. Dalam sejarah
gereja abad ke-5 ada dua rumpun tradisi besar dalam liturgi, yaitu liturgi Roma dan liturgi Gallia.
Liturgy Gallia berkembang ke wilayah Barat, yang sebelumnya telah menggunakan liturgi
Roma. Kedua liturgi ini saling berbeda dan bermuara di Italia. Sebagian dari Italia menggunakan
liturgi Roma, dan sebagian lagi menggunakan liturgi Gallia. Liturgi Gallia adalah tandingan
liturgi Roma penyebarannya mulai dari Timur menuju kea rah Italia Utara, bermula dari Milan,

2
C. De Jong, Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 60-64.
3
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 77.
lalu ke Gallia, Spanyol, Inggris, dan Irlandia. Sejak semula liturgi tidak pernah seragam. Ada
banyak ragam.4
2.2.1. Buku-buku Liturgi dari Rumpun Tradisi Roma dan Gallia
Buku-buku yang termasuk dalam rumpun liturgi Roma, yaitu:
1. Sacramentarium Gregorius, buku yang diperkirakan berasal dari zaman Karel
Agung (742-814). Nama Gregorius pada buku tersebut menandakan bahwa buku misa
tersebut berasal dari Paus Gregorius, atau setidaknya digunakan oleh Paus Gregorius.
Isinya tentang ordinarium misa, dos-doa, prefasi, unsur-unsur misa, nyanyian resitasi
untuk uskup, berbaai hari raya dan tahun liturgy yang dimuali dari malam natal 24
desember, doa-doa penahbisan daikon, imam atau presbiter, dan uskup.
2. Sacramentarium Gelasianum adalah bentuk kombinasi sakramentarium kiriman
Adrianus ke Prancis dengan naskah-naskah serupa di zamannya. Naskah-naskah
tersebut antara lain liturgia romana vetus dari Murator, Rheinau, biara Santo Gallen.
Isi buku tersebut adalah perayaan-perayaan penahbisan, berkat bagi perawan dan
janda, kosekrasi altar. Dasar liturginya berasal dari Roma, namun secara khusus
mengarah untuk gereja dan kerajaan Prancis.
3. Sacramentarium Leonia pada sekitar abad ke-7 berisi dua belas seksi hari raya yang
berhubungan dengan dua belas bulan yang bersangkutan.
4. Kumpulan Naskah Ravenna pada sekitar abad ke-10 di Kota Bavenna. Buku
tersebut berisi empat puluh doa persiapan natal dimana dua puluh tujuh diantaranya
berasal dari liturgy Roma, tujuh surat dari Uskup AgungRavenna atas nama Yohanes,
dan sebuah surat dari Paus Sergius III kepada Gereja di Ravenna yang ditulis antara
tahun 900 dan 910.
5. Ordines Romani pada sekitar abad ke-9 dan ke-15 berisi liturgy ekaristi, babtisan,
dan dua penahbisan.5
Buku-buku yang termasuk dalam liturgi Gallia, yaitu:
1. Missale Gothicum, berisi misa malam natal, misa para kudus, setelah Epifania,
minggu-minggu prapaska, paska, perayaan-perayaan penemuan Salib Kudus, hari raya
penginjil Yohanes, dan sebagainya.

4
Ibid, 78-80.
5
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 80-81.
2. Missale Gallicanum Vetus berisi misa bagi santo Germanus dari Auxerre, doa-doa
bagi perawan dan janda, misa in Adventum Domini, malam natal, malam setelah natal,
ritus-ritus katekumenat, tradition symboli, dan minggu-minggu sebelum paska.
3. Misa-misa yang dipublikasikan oleh Mone buku yang berasal dari misa Gallia,
tanpa pengaruh unsur Roma
4. Buku pengajaran Luxeuceil berisi pengajaran-pengajaran misa sesuai dengan tahun
liturgy Gallia.
5. Surat-surat Santo Germanus dari Paris berisi tata misa, unsur-unsur liturgy secara
detail, perayaan untuk peristiwa istimewa dan tata busana liturgy.
6. Buku-buku Inggris dan Irlandia berisi ordinarium misa, doa-doa untuk peristiwa
istimewayang bersifat proprium, ordo babtisme, ordo ad infirmum visitandum, dan
misa untuk Irlandia.
7. Misa Bobbio isinya adalah tiga misa in Adventum Domini, malam btal, hari raya para
kudus.
8. Buku-buku Ambrosian isinya adalah hari raya santo Martinus dan minggu-minggu
setelah Pentakosta.
9. Buku-buku Mozarabis terdiri dari sakramentaria padea sekitar abad ke-10.6
2.2.2. Liturgi Papal dalam Liturgi Roma
Zaman kepausan membawa dampak bagi timbulnya liturgi kepausan, disebut
liturgi papal atau ritus papal. Liturgi yang dilayankan oleh Paus berbeda dengan liturgi
yang dilayankan oleh imam biasa dari jemaat yang dipimpin oleh imam. Hingga kini,
liturgi papal masih rutin dilaksanakan setiap pecan di Vatikan.. liturgi papal atau katedral
menjadi akar bagi pembentukan misa agung. Liturgi di gereja papal berbeda dengan gereja
parokial, kapel, atau ibadah di pemakaman. Oleh Karena liturgi papal membutuhkan
ruang yang besar dan istimewa ada tempat-tempat atau statio tertentu yang ditetapkan
sebagai gereja papal atau gereja katedral.7
2.2.3. Liturgi Gallia
Liturgi Gallia berasal dari liturgy oriental dan pada mulanya menggunakan bahasa
Yunani. Bagian bertama adalah liturgy masuk. Kemudian nyanyian masuk, yakni
monogenes atau introitus atau ingress atau officium, dinyanyikan. Disusul dengan

6
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 82-83.
7
Ibid, 83-84.
silentium facite atau salam. Trisagion, yakni tiga nyanyian masuk, dinyanyikan oleh
uskup secara bilingual; dalam bahasa Yunani terlebih dahulu, kemudian bahasa Latin.
Kyrie eleison dinyanyikan oleh dua anak laki-laki. Lalu umat menyambutnya dengan
menyanyikan benedictus dominus deus Israel, yakni nubuatan berdasarkan Lukas 1:68-
79 yang dikenal dengan “nyanyian pujian Zakaria”. Selanjutnya adalah pembacaan
Alkitab dan diselingi Mazmur. Pembacaan kedua diambil dari surat-surat rasuli yang
diselingi dengan nyanyian benedicite oleh tiga anak parvuli (laki-laki) dengan respon oleh
umat dengan menyanyikan alleluia. Pembacaan ketiga adalah injil. Homili atau khotbah
dilakukan setelah pembacaan Injil. Selanjutnya adalah berkat bagi katekumen yang
dilanjutkan dengan prosesi persembahan, yakni procession oblationis. Selanjutnya adalah
doa bertudung. Ada kalanya dimulai dengan salamatau cium kudus. Cium kudus
dilanjutkan dengan doa syukur. Salam damai didahului dengan doa colletio ad pacem.
Kemudian liturgy dilanjutkan dengan doa collection post sanctus berupa epiclesis. Setelah
doa, adalah unsur commixtio atau regnum, yakni pelayanan mencelupkan satu atau
beberapa roti perjamuan kudus yang telah dikonsekrasi ke dalam cawan. Bagian terakhir
dari liturgi ini adalah pengucapan syukur akhir perjamuan kudus. Pada akhir abad-abad
pertengahan peran umat dalam ibadah makin berkurang.8
2.2.4. Perkembangan dan Penetapan Sakramen
Sebelum tiba pada bagian ini, uraian mengenai sakramen terbatas sampai akar-
akar sakramen. Pada abad ke-6 sampai abad ke-11 terjadi perubahan besar dalam teologi
sakramen. Baptisan berubah kedalam pengertian sederhana sebagai ritus air dan firman.
Karena baptisan dianggap liturgi publik dan diterima seumur hidup. Pertobatan salah satu
akar praktik baptisan-ditonjolkan sebagai ritus personal dan sakramen yang dapat
diulangi. Sakramen adalah tanda dari suatu yang sakral. Namun, misteri sakral disebut
juga sakramen, sebagaimana sakramen ilahi. Maka, sakramen dapat berarti tanda dari
suatu yang sakral, atau suatu yang sakral yang ditandakan. Kini, kita memiliki sakramen
sebagai tanda-tanda jadi. Jadi sakarmen adalah bentuk kelihatan dari anugerah yang tak
terlihat. Ada tujuh sakramen, yaitu baptisan, konfirmasi, misa, pertobatan, perminyakan
suci, penahbisan, dan perkawinan.9
2.2.5. Perkembangan Disiplin Spritualitas dan Monastik

8
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 91-94.
9
Ibid, 96-97.
Pada awal abad-abad pertengahan, biara-biara barat mulai menjadi mandiri dan
mapan dalam menerapkan metode pelatihan spiritualitas. Dalam hal metode askese, biara
Barat banyak menimba ilmu dari gerakan Monastik padang pasir Mesir. Pola kenobit
dianggap lebih baik sebab mencerminkan gaya hidup sebuah keluarga, selain karena
alasan iklim Italia dan dunia. Barat umumnya yang lebih dingin dari pada Mesir, terutam
musim dingin. Peran seorang ayah atau ibu dalm keluarga menjadi pengikat para naggota
keluarga yang lain, yaitu anak-anak, sanak saudara, cucu dan sebagainya.10
2.3. Liturgi Abad-abad Pertengahan Kedua
Yang dimaksud dengan abad-abad pertengahan bagian kedua adalah masa antara
menjelang Paus Gregorius VII dan menjelang reformasi abad ke-16. Paus Gregorius VII dan
Paus Nikolas II mencurahkan perhatian serius untuk membatasi dominasi pemerintahan. Dalam
hal ini Kaisar mencampuri urusan gereja. Abad-abad pertengahan tidak melulu diwarnai oleh
masalah politik, yakni perseteruan anatara gereja dan Negara. Muncul pula dampak lain setelah
gereja ingin mengatasi kuasa Negara. Perayaan liturgi adalah salah satu dampak tersebut.
Katedral-katedral menjadi makin kokoh. Sejumlah gedung gereja yang megah didirikan.
Perkembangan ordo-ordo biara meningkat pada zaman tersebut.11
2.3.1. Gereja Katedral di antara Gereja Parokial
Hingga abad ke-7, banyak bangunan gereja katedral berarsitektur basilika. Lambat
laun gereja basilika disejajarkan dengan katedral. Sejak semula basilika Leteran-Roma
adalah gereja katedral dari abad-abad pertengahan. Waktu itu liturgi di basilika Leteran
telah lepas dari akarnya sehingga berkembang atau sebenarnya terpelihara dua bentuk
liturgi yaitu:
 Pemeliharaann ritus perayaan liturgi di Kapel Paus
 Perkembangan liturgi secara independen di basilikia Leteran.
Liturgi Papal menjadi model dasar bagi gereja Eropa pada awal Abad Pertengahan
walaupun tiap daerah tetap memasukan atau menyisipkan penyusaiannya pada locus-nya.
Imam sebagai pemimpin paroki diharapkan menjaga dan merawat gereja, termasuk
merayakan liturgi. Selain itu, menetapkan pembayaran para uskup, memberikan perhatian
kepada orang miskin, kebutuannya sendiri dan para pembantunya. Jadi ada empat hal yang
harus di perhatikan imam, yaitu Uskup, orang miskin, bangunan gereja dan kebutuhan

10
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 98-99.
11
Ibid, 101-104.
pribadi. Bagi imam paroki di kota, ada semacam tuntutan pelayanan yang lebih tinggi
ketimbang sebagai paroki didesa. Tuntutan tersebut terutama pelayanan liturgi.
Kehidupan Collegia dengan aktifitas liturginya di tunjang oleh uskup. Secara liturgis,
uskup sangat berperan atas imam-imam, tetapi tidak mencampuri urusan biara.12
2.3.2. Arsitektur Gereja
Setelah tahun 600-an, antara zaman Konstantinus dan Karel Agung, muncul
zaman baru yang dikenal dengan abad-abad Pertengahan sebagai masa kebangkitan
aritektur gereja. Hal ini dibarengi dengan kebangkitan ekonomi dan perkembangan biara
pada sekitar abad ke-11. Bentuk gereja pertama yang dibangun dalam ukuran raksasa
setelah rumah-rumah dan katkombe ialah basilika. Basilika adalah bangunan Romawi
untuk kegiatan umum. Dalam bentuk awalnya basilika bermodel sederhana dan kosong,
basilika hanya seperti hanggar bagi manusia dengan pilar di dalamnya. Arsitektur gereja
dirancang tidak melulu berdasarkan timbangan kebutuhan fungsional. Gedung gereja juga
bukan sekedar tempat untuk menampung orang sebanyak-banyaknya, melainkan sebagai
saran spiritual untuk merasakan perumpaan dengan Allah. Setelah model basilika,
aritektur bizantium memberi warna pada bangunan gereja. Walaupun pengaruh bizantium
tidak luas, model ini menjadi saksi sejarah liturgis. Ciri khas bizantium adalah atap
berkubah, bahkan berkubah besar. Ada tiga bentuk kubah: kubah bentuk tunggal, kubah
bersusun, dan kubah berkuncup. Kubah-kubah tersebut disusun tanpa tiang penyangah
inti di tengahnya. Antara tahun1500 dan 1200, Arsitektur romanesque, manjadi pola agak
umum bagi gereja. Bangunan ini di lengkapi dengan menara yang tingginya dapat
mencapai 100m dan beratap batu. Ruang di dalamnya luas, ada yang mampu menampung
sepuluh ribu orang. Jika pada awalnya bangunan gereja raksasa dan basilika lebih berupa
ruang dalam yang panjang lurus, romanesque membuat model salib pada naosnya.13
2.3.3. Liturgi Pernikahan
Pada satu pihak pernikahan dianggap urusan pribadi, bukan urusan lembaga
agama. Pernikahan tidak perlu digerejakan. Ia berurusan cukup dengan hukum negara
atau adat istiadat. Akan tetapi, pada pihak lain. Pernikahan berdimensi religius dan moral.
Pejabat gereja diikutsertakan walaupun yang berperan ialah kepala keluarga atau kepala
komunitas. Baru pada abad ke-5, di Roma pernikahan mulai dihubungkan dengan

12
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 104-106.
13
Ibid, 110-113.
perjamuan kudus. Pernikahan digerejakan, tetapi gereja tidak memutuskan sah tidaknya
sebuah pernikahan. Bahkan tidak ada kewajiban tertentu yang memutuskan bahwa
pernikahan harus dilayankan dalam liturgi gereja. Bagi gereja, pernikahan yang sah ialah
persetujuan kedua pihak yang menikah dan keluarganya. Gereja mendukung usaha dan
melindungi institusi pernikahan. Disitulah kejujuran dan ketulusan terjamin sebab tidak
ada manipulasi atau language game. Maka, gereja membuat semacam tata pernikahan.
Garis besar yang dibuat gereja pada abad ke-9 dalam pernikahan adalah sebagai berikut:
Upacara pernikahan menempuh beberapa tahap. Lebih dahulu adalah pertunangan
di bawah kuasa kepala keluarga masing-masing. Kemudian perayaan pernikahan sendiri,
mencakup penyerahan emas kawin secara tertulis yang disepakati oleh kedua pihak,
memasang cincin, dan menandatangani surat pernikahan. Mempelai pergi ke gereja
dengan membawa persembahan yang dalam misa dipersembahan oleh imam. Mempelai
diselubungi dan diberi berkat oleh imam, kecuali perkawinan kedua. Mempelai keluar
dari gedung gereja dengan karangan bunga di kepala dan pulang. Setelah perkawinan
dilakukan di dalam gereja, peran imam atau uskup dalam pernikahn semakin penting
dalam hal sahnya sebuah pernikahan. Imam atau uskup memasangkan karangan bunga
pada kepala pengantin, menggabungkan tangan pengantin dan memberkatinya, serta
membawakan doa atau Mazmur. Oleh karena pejabat negara yang menikahkan dan
pejabat negara yang memberkati atau hanya menghadiri sering kali sama, pengantin boleh
memilih peresmian nikah mereka, yaitu catatan sipil atau pemberkatan di gereja. Dengan
demikian, pelayanan pemberkatan pernikahan dijadikan kewajiban oleh hukum negara
menurut forma canonica. Sejauh ini ketentuan peran pejabat gereja, yakni imam dan
uskup sebagai pegawai negeri dalam penikahan berkaitan langsung dengan peraturan
negara atau adat istiadat.14
2.3.4. Ordo-ordo Biara Baru
Abad-abad pertengahan kedua juga diwarnai dengan munculnya beberapa ordo
biara yang kemudian menjadi induk-induk biara-biara di masa kemudian. Pada bab
sebelumnya, telah di kemukankan tentang Cluny dan Citeaux sebagai pewaris tradisi
benddikitin, yakni mengikuti peraturan atau regula Santo Benediktus. Cluny tidak betahan
lama. Setelah beberapa kali terbakar, Cluby betul-betul tidak timbul lag sekitar abad ke-
14. Sementara Citeaux kemudian melahirkan tradisi Cisterciensis, sebutan yang

14
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 78-79.
dikenakannya pada akhir abad ke-15. Pada masa kira-kira sama lahirnya Citaeux, yakni
abda ke-11, muncul biara baru di La Grande Chartreuse-Prancis, para Rahib dan muridnya
yang menyebut diri mereka Kartusian. Pada akhir abad ke-13, Fransisikus Asisi
mendirikan ordo Frates Minores, yakni persaudaraan hina-dina, ata dikenal pula kaum
Fransiskan15
2.3.5. Pemberitaan Firman/Khotbah
Ciri-ciri yang paling mencolok dalam pewartaan Injil di Eropa pada abad pertengahan
(tahun 500-1200) ialah melibatkan peran serta para raja dan penguasa setempat. Jika
seorang raja masuk Kristen, para rakyat di wilayah kerajaannya akan ikut menjadi Kristen.
Pada zaman itu, soal menganut suatu agama bukanlah keputusan dan atau urusan pribadi,
melainkan kewenangan di tingkat kaum, suku, dan etnis. Pemikiran tersebut berkembang
dari pandangan bahwa agama adalah unsur penentu jaminan atas kemakmuran seluruh
kaum, suku, dan etnis tersebut. Oleh sebab itu, para raja dan penguasa berperanan besar
dalam pewartaan Injil dalam hal-hal berikut:
a. Seorang penguasa, yang baru saja percaya, dan bebas dari pengaruh luar, berkuasa
mutlak di wilayah kerajaannya. Ia dapat mempengaruhi, bahkan memerintahkan
seluruh rakyatnya agar ikut percaya (contoh: Ethelbert dari Kent, Inggris, pada akhir
abad ke-7; Vladimir di Rusia pada akhir abad ke-10).
b. Beberapa raja dari negara-negara Kristen yang kuat ikut mendukung dan melindungi
para utusan Injil tatkala mereka diutus ke wilayah perbatasan kerajaan mereka (contoh
raja-raja di Perancis mendukung utusan Injil seperti Willibrod dan Bonifacius,
demikian juga beberapa orang raja Kristen di Skandinava).
c. Raja-raja Kristen yang menaklukkan bangsa-bangsa lain dan memaksa bangsa
taklukan untuk masuk Kristen (contoh klasik: Charlemagne dari Perancis yang
menaklukkan kaum Saxon di Jerman pada akhir abad ke-8).
Tidak kalah pentingnya ialah, setiap utusan yang pergi memberitakan Injil sebelumnya
telah dimuridkan dan terlatih di dalam suatu monasteri. Para utusan itu mendirikan
monasteri-monasteri yang berfungsi sebagai pusat pelatihan dan dukungan (doa dan
keuangan) bagi mereka yang diutus untuk pergi. Pendirian monasteri-monasteri itu
berguna sebagai (a) tempat kediaman para rohaniawan; (b) pusat penelitian pengerja
pribumi yang berhasil dimenangkan melalui penginjilan; (c) teladan bagi orang-orang

15
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 131-133.
kafir. Mereka dididik dengan pelbagai pelajaran utama yang digali dari dalam alkitab,
dengan kemampuan berbahasa Latin, dan dengan ke dalaman pemikiran teologi milik
Bapa-bapa Gereja Barat. Para utusan itu bukan hanya cakap berkhotbah dan
memberitakan Injil saja, tetapi mereka juga membuktikan kuasa Injil itu dengan kesaksian
hidup yang saleh, tertib, dan disiplin di tengah-tengah kefasikan masyarakat yang
kafir. Dengan menggunakan pelbagai metode tersebut, kekristenan telah meluas ke
hampir seluruh penjuru Eropa sampai tahun 1200. Namun karena banyak rakyat sering
masuk Kristen secara massal, dan tidak pernah dimuridkan dengan baik, kekristenan pada
zaman itu menghadapi ancaman bahaya sinkretisme.16
2.3.6. Pengakuan dan Nyanyian
Niceanum adalah (pengakuan iman jemaat), karena itu disebalah Timur ia selalu
di ucapkan oleh anggota-anggotanya di dalam ibadah. Juga di Spanyol dan di Prancis ia
mula-mula di ucapkan oleh angota-angota jemaat. Tetapi kemudian, dalam abad ke X,
tugas itu di ambil alih oleh paduan suara. Dalam liturgi-liturgi disebelah Timur ia
merupakan unsur tetap dari ibadah jemaat dan ditempatkan sesudah cium salam. Dalam
misa di Roma pengakuan iman jemaat dikaji dan atau dijanjikan sesudah pembacaan injil
sebagai jawaban atas pembacaan-pembacaan Alkitab yang mendahuluinya atau sebagai
alat penghubung antara pembacaan-pembacaan Alkitab dan persembahan korban.
Apostolicum (pengakuan iman Rasuli) adalah unsur tetap dari liturgi baptisan dan ibadah
doa tiap-tiap hari. Disini sejak abad-abad pertengahan dipakai (didoakan) bersama-sama
dengan Bapa Kami dan Ave Maria pada permulaan dan akhir ibadah.
Athanasianum (pengakuan iman Athanasius) berasal dari sebelah barat. Ia mulai
dengan kata-kata Latin “Quicumque”, karna itu kadang-kadang disebut juga demikian.
Sampai sekarang tidak tahu dengan pasti siapa yang menyusun Athanasianum ini, tetapi
memakai kata Anthanasius, tetapi telah terang , bahwa bukan bapak gereja yang
menyusunnya. Ia ditulis dalam bahasa Latin. Isinya adalah suatu uraian tentang dogma
Trinitas dan Kristologia. Teologis ini bersandar pada ajaran Ambrosius dan Agustinus.
Nyanyian-nyanyian ibadah, yang dipakai dalam abad-abad pertengahan umumnya sama
saja dengan nyanyian-nyaian yang dipakai dalam abad-abad yang mendahuluinya.
a. Kyrie eleison (Tuhan kasihanilah). Disebalah barat nyanyian ini telah dirobah oleh
Gregorius besar menjadi Christe eleison.

16
Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Umum (Bandung: Biji Sesawi, 2013), 190-191.
b. Sanctus (Kudus, kudus, kudus). Nyanyian ini adalah nyanyian jemaat, baik di Timur
dan di Barat.
c. Haleluya (Pujilah Tuhan). Dalam abad-abad pertengahan Haleluya banyak sekali
digunakan. Terutama dalam liturgi-liturgi missa.
d. Nyanyian perjamuan (Communio). Nyanyian ini dinyanyikan oleh paduan suara,
sebagai Anthipon dengan mazmur selama kommuni (perjamuan).
e. Introitus (Nyanyian Masuk). Nyanyian ini terdiri dari tiga bagian yaitu, Antiphon,
mazmur, dan Gloria kecil, ini dinyanyikan berseling-seling oleh cantor (penyanyi) dan
koor (paduan suara).
f. Gradual (Responsorium). Yang sudah dinyanyikan sesudah pembacaan Injil.
g. Traktus. (Yang dinyanyikan dalam satu tarikan) yang artinya dinyanyian terus
menerus sampai selesai.
h. Nyanyian korban (Offertorium). Di gereja barat nyanyian ini dipakai untuk mengiringi
perembahan korban (Yang dibawa ke mezbah oleh para klerus dan anggota-anggota
jemaat).
i. Glori in excelsis Deo (Hormat bagi Allah ditempat yang maha tinggi, Luk 2:14).
Dinyanyikan dalam semua missa, kecuali dalam missa untuk orang-orang mati dan
pada waktu Advent dan waktu puasa.
j. Agnus Dei (Anak domba Allah). Nyanyian ini adalah nyanyian perjamuan yang
sebenarnya. Nyanyian ini dinyanyikan (oleh koor) pada perpecahan roti
berlangsung.17
2.3.7. Waktu Ibadah
Dalam abad-abad pertengahan jumlah ibadah semakin bertambah besar, sama seperti
abad-abad yang lalu yang di manajemaat selalu berkumpul pada:
a. Hari Minggu (hari Tuhan), hari raya paskah, hari raya kenaikan Tuhan Yesus dan hari
raya Pentakosta. Hari raya ini berlangsung seperti biasa.
b. Demikian pula persiapan (puasa) untuk hari raya Paskah. Hanya harus ditambahkan
disini, bahwa selama waktu puasa dilarang melakukan perayaan perjamuan malam
(eucharistia). Synode Laodikea kurang lebih tahun 360 memutuskan (dalam kanon
49), bahwa selama waktu quadragesima tidak boleh dipersembahkan roti, kecuali pada
hari sabtu dan minggu. Paus Innocentius I (402-417) menulis kepada Dicentius, bahwa

17
J.L.CH. Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad-Abad Pertengahan (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1996), 45-50.
rasul-rasul berpuasa pada hari antara Jumat Agung dan Paskah, karena pada hari itu
tidak boleh dijalani sakramen. Larangan ini tetap ditaati orang dalam abad-abad
berikut.
c. Hari raya natal. Dalam abad-abad ini hari raya natal ini telah menurun dirayakan pada
tanggal 25 Desember.
d. Advent. Ibadah ini tidak selamanya sama dirayakan orang. Ada jemaat yang
merayakannya hanya satu minggu (Jerusalem, dengan pembacaan Mat 1:1-17), ada
juga yang dua minggu (Suria, terutama ritus Jakob, dengan khotbah tentang puji-
pujian Zakaria dan Maria), ada yang tiga minggu (Antiokia, ritus Jakob), ada yang
empat minggu (Mesir, Rum), ada yang enam minggu (Liturgia Milano dan
Mozarabia), malahan ada juga yang tujuh mingg (ritus Armenia). Semuanya ini adalah
usaha dari jemaat untuk mempersiapkan perayaan natal dengan suatu waktu puasa,
seperti yang dibuatnya dengan perayaan paskah.18
2.3.8. Persebaran Brevir dan Liturgi Harian
Pada akhir abad ke-14, ketika rahib makin banyak mengadakan perjalanan keluar
biara sehingga tidak mungkin kembali untuk merayakan liturgi harian di kapel pada
waktunya. Oleh karena itu, biara menjadi brevir. Penyediaan brevir tersebur bertujuan
agar rahib tetap dapat merayakan liturgi harian di perjalanan seorang diri atau bersama
satu-dua teman seperjalannya. Brevir berasal dari kata latin brevio atau breviarium,
artinya penyingkatan atau ringkasan. Brevir berisi pelaksanaan liturgi, doa-doa, dan
nyanyian.19
2.4. Ibadah Pada Abad Pertengahan
2.4.1. Tempat Ibadah
Bentuk tempat ibadah yang dipakai pada permulaan abad-abad pertengahaan adalah
bentuk Basilika. Bentuk ini kemudian diganti oleh bentuk Romans (abad 11 dan 12) dan
bentuk Gotis (abad 13 dan 14).20
1. Bentuk Basilika.
Bentuk bangunan gereja pertama yang dibangun dalam ukuran raksasa setelah
rumah-rumah dan katakomba adalah basilika. Basilika adalah bangunan Romawi
untuk kegiatan umum. Model basilika diyakini sebagai bangunan gereja hingga

18
J.L.CH. Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad-Abad Pertengahan, 60.
19
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 133-134.
20
C. De Jong, Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja, 58.
sekitar seribu tahun lamanya dalam sejarah gereja sebelum dimodifikasi untuk
keperluan liturgi. Dinding-dinding, pilar, dan apsis (absis=lengkung) dibuat
berhiaskan mosaik dan freska kristiani. Altar dibuat dari batu, di dalamnya terdapat
makam seorang martir sebagai gambaran kesaksian iman. Ruang ibadah dibuat
menyerupai bahtera yang disebut naos. Dibuat lorong panjang
(disebut alos=aisle=sayap), selain panjang juga luas dan lebar sehingga memadai
untuk keperluan prosesi liturgis. Pola basilika sederhana dan berbentuk kotak-kotak
atau kubis21
2. Bentuk Romans
Jika pada awalnya bangunan gereja raksasa dan basilika lebih berupa ruang dalam
yang panjang dan lurus, romans membuat model salib pada naosnya. Sayap kiri dan
kanan membentuk palang horizontal sehingga naosnya bermodel
salib.22 Ruang basilika yang dipakai dalam abad sebelumnya diperluas, ditambahkan
sejumlah menara-menara pada gedungnya, temboknya tebal-tebal dan jendelanya
kecil-kecil. Sama seperti basilika bentuk romans banyak memakai balok-balok
horizontal. Bagian atas tiang-tiang dihiasi dengan patung-patung atau pahatan-
pahatan yang mengisahkan kisah-kisah Alkitab maupun kehidupan orang-orang suci.
Oleh karena hiasan-hiasan ini, ruang-ruang dari gedung-gedung romans kelihatan
lebih dinamis dan mewah daripada ruang basilika.23
3. Bentuk Gotis
Perkembangan kemudian dari romans adalah gaya gotis. Apsis bertudung di jendela
dan pintu mulai dibentuk sehingga mempunyai kuncup seperti bawang. Gotis ini
berbeda dengan romans dengan apsis setengah lingkaran24. Ciri khusus dari bentuk
ini adalah; usaha menciptakan ruang-ruang yang lebih besar dengan cara
menghindari pemakaian tembok-tembok yang tebal. Bahan-bahan yang
dipergunakan ringan dan rangka-rangka bangunannya tipis. Jendela-jendelanya
besar, bagian atas dari jendela-jendela itu melengkung tajam. Menara-menaranya
ramping dan tinggi. Bentuk gotis ini lebih dinamis dan lebih mewah daripada
gaya romans. Gedung-gedung gereja yang dibangun dengan gaya ini, lebih terang

21
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 110-111.
22
Ibid, 114.
23
J.L.CH. Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad-Abad Pertengahan, 58.
24
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, 115.
dan segar, lebih luas dan lebih tinggi. Banyak memakai patung-patung dan hiasan-
hiasan.25
2.5. Dogma Gereja Katolik Roma Pada Abad Pertengahan
2.5.1. Sakramen
Sakramen diambil dari bahasa Latin scramentum, yang berarti “sumpah”. Istilah
sakramen digunakan untuk upacara keagaman kristen. Terjemahan Alkitab
Latin (Vulgata), menerjemahkan kata Yunani mysterion dengan sacramentum yaitu
baptisan dan perjamuan kudus menjadi sakramen yang dimaksud. Oleh Gereja Abad
Pertengahan ditambahkan upacara keagamaan lain pada pengertian sakramen itu.26
Jumlah sakramen pun telah bertambah menjadi tujuh buah. Dengan sakramen-sakramen
ini Gereja membimbing manusia dari kecil sampai ke kuburnya. Menurut ajaran Gereja
Roma, rahmat dan keselamatan hanya boleh disambut manusia dengan menerima
sakramen. Sakramen itu merupakan saluran-saluran yang kedalamnya dicurahkan zat
rahmat dari atas, untuk memasuki, memenuhi, menyucikan dan menyelamatkan manusia
lahiriah-batiniah. Adapun ketujuh sakramen tersebut antara lain adalah:
1. Perjamuan (misa, sakramen maha kudus, sakramen altar, ekaristi).
Berdasarkan dogma transubstansiasi, roti yang telah ditahbiskanitu dipuja oleh
jemaat selaku Tuhan sendiri. Roti suci itu bernama hostia. Sesudah misa, hostia
disimpan dalam “rumah sakramen”, yang terdapat di atas atau di sebelah mezbah.
Itulah sebabnya orang katolik roma membuka topi waktu melalui sebuah gedung
gereja, dan bertelut ketika mereka masuk gerejadan lagi tiap kali mereka melaui
mezbah. Ada kalanya diadakan “prosesi (perarakan) sakramen”, yaitu hostia diarak-
arakkan keliling kota dalam suatu tempat yang elok, yang dibawa oleh seorang
imam, yang berjalan di bawah sebuah payung kehormatan.
2. Baptisan
Baptisan merupakan tanda dan materai pembasuhan serta pengampunan dosa oleh
darah kristus, pembaruan oleh roh, serta penyucian menjadi anggota kristus. Melalui
baptisan orang percaya dipindahkan ke dalam persekutuan dengan Kristus yang
dimuliakan, dan mereka akan diperkenankan menempuh jalan baru, yaitu hidup
menurut Roh, yang dikaruniakan juga kepada mereka.27

25
J.L.CH. Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad-Abad Pertengahan, 59.
26
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 394.
27
I. H. Enklaar, Pembaptisan Masal & Pemisahan Sakramen (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2003), 2-16.
3. Konfirmasi (sakramen penguatan)
Sakramen ini menyusul dan berdasar padakis 8:14-17. Maksudnya ialah
menguatkan iman dan mengaruniakan roh kudus. Konfirmasi itu dilakukan dengan
membuat tanda salib pada dahi dengan minyak suci dan dengan meletakkan tangan
pada orang yang menyambutnya. Hanya seorang uskup yang boleh melaksanakan
itu. Dalam jemaat katolik roma anak-anak menerima konfirmasi ketika umurnya
genap tujuh tahun.
4. Pengakuan dosa
Sakramen itu terbagi atas tiga bagian:
a. Penyesalan batin yang sungguh
b. Pengakuan dosa dengan mulut di hadapan imam yang memberi absolsi
(kelepasan dari dosa) atas nama Tuhan. Karena ia mendapat “ kuasa anak kunci”
itu dari tangan Tuhan itu sendiri menurut matius 16:19;
c. Penebusan dosa dengan amal atau penintensia. Dengan sakramen ini imam dapat
memelihara dan menguasai jemaat dengan baik sekali
5. Perminyakan (sakramen orang sakit) berdasar pada suatu kebiasaan dalam jemaat
yang mula-mula, yaitu orang sakit didoakan dan diurapi oleh ketua-ketua (yak 5:14).
Kemudian pengurapan ini menjadi sakramen resmi. Imam melakukan sakramen ini
kepada orang sakit yang akn meninggal, dengan membubuh minyak suci pada mata,
telinga, hidung, mulut, tangan dan kakinya. Diberi pula perjamuan penghabisan
kepada si sakit itu sebagai bekal untuk perjalanannya menjelang hidup yang baka.
6. Perkawinan
Kaum awam boleh kawin, sebab bagi mereka berlaku syarat-syarat kebajikan yang
lebih ringan. Tetapi dalam pada itu nika, yang termasuk hidup kodrati (alamiah),
perlu dipertinggi derajatnya dan dikuduskan oleh rahmat dan berkat Tuha, yang
dikaruniakan kepada suami istri dengan perantaraan gereja dengan sakramen nikah
yang kudus. Oleh karena itu nikah yang ditahbiskan oleh imamlah yang diakui oleh
gereja roma. Nikah resmi dihadapan pegawai pemerintah tidak dipandang nikah
yang disahkan oleh Tuhan, meskipun anggota-anggota gereja harus menurut
undang-undang negeri juga. Kesimpulan ajaran ini ialah bahwa nikah yang
ditahbiskan oleh gereja tak boleh diceritakan lagi, kecuali dalam hal istimewa sekali
dengan izin paus.
7. Tahbisan imam
Segala sakramen tadi disampaikan kepada jemaat dengan tangan imam, karena
dialah yang disanggupi untuk jabatan suci itu dengan suatu tahbisan istimewa. Oleh
tahbisan itu ia menjadi satu-satunya pengantara, yang dipakai oleh Tuhan untuk
menyampaikan rahmatNya kepada manusia. Sebab itu sakramen tahbisan imam
menjadi batu alas seluruh bangunan gereja roma. Sekali imam tetap imam, walaupun
ia murtad atau masuk sekta atau dipecat.28
III. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat kami simpulkan bahwa memasuki abad-abad pertengahan berarti
kita memasuki suatu masa sepanjang kurang lebih seribu tahun dalam sejarah gereja. Masa abad-
abad pertengahan diawali dengan runtuhnya politik Negara Romawi yang dimanfaatkan secara baik
oleh Uskup Roma. Keberbagaian corak liturgi pada awal abad-abad pertengahan makin nyata.
Sekitar abad ke-7 ritus-ritus liturgi yang berbeda baik di Timur maupun di Barat telah menemukan
bentuk dasar serta ciri khas msing-masing. Ciri-ciri yang paling mencolok dalam pewartaan Injil di
Eropa pada abad pertengahan (tahun 500-1200) ialah melibatkan peran serta para raja dan penguasa
setempat.
IV. Daftar Pustaka
Abineno, J.L.CH. Ibadah Jemaat dalam Abad-Abad Pertengahan. Jakarta: Badan Penerbit Kristen,
1996.
Berkhof, H. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014.
Browning, W.R.F. Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.
Culver, Jonathan E. Sejarah Gereja Umum. Bandung: Biji Sesawi, 2013.
De Jong, C. Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Enklaar, I. H. Pembaptisan Masal & Pemisahan Sakramen. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2003.
Rachman, Rasid. Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi. Jakarta: BPK GM, 2010.

28
H. Berkhof, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), 111-113.

Anda mungkin juga menyukai