Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“EKLESIOLOGI KONTEKSTUAL”

DOSEN PENGAMPU :

PRIBADYO PRAKOSA, M.SI.Teol.

YOLA PRADITA, M.Th

DISUSUN OLEH :

PUTRI (1902160029)

RUSDI (1902160029)

WINDA KANORA (1902160031)

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI FAKULTAS ILMU SOSIAL KEAGAMAAN


KRISTEN

PRODI MISIOLOGI

PALANGKA RAYA 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya. Makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan pembelajaran, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dan untuk
menambah Pengetahuan dan wawasan pembaca dalam memahami lebih dalam mata kuliah
Eklesiologi. Dengan makalah ini juga dapat di buat untuk bahan pembelajaran atau
pelengkap, dalam materi pembelajaran. Dalam makalah ini terdapat pokok pembahasan
dimana dijelaskan juga tentang Alat-alat keselamatan yaitu dimana dalam makalah ini
dijelaskan secara ilmiah dan teologis beberapa hal tersebut.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para mahasiswa/i yang sebelumnya belum mengetahui sekarang telah
mengetahui pembahasan yang kelompok kami tuang dalam makalah ini.

Palangka Raya, Mei 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………4-6


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................6
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………...7

2.1 Gereja Dan IPTEK………………………………………………………………….7-9


2.2 Panggilan Gereja Dalam Situasi Krisis…………………………………………….9-13

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….14

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………. 14

3.2 Saran…………………………………………………………………………………15

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seorang filsuf Yunani yang bernama Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia
merupakan makhluk sosial (zoon politicon). Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang
ingin selalu bergaul dan berkumpul dengan manusia lain. Dalam bergaul dan berkumpul
bersama, terjadi sebuah pertukaran nilai yang merupakan hasil dari interaksi antar manusia.
Interaksi dan pertukaran nilai terjadi secara terus menerus sehingga membawa manusia
menjadi makhluk yang memiliki pola atau cara hidup bersama. Cara hidup yang dimiliki
bersama ini berkembang secara terus menerus dan diwariskan dari generasi ke generasi
membentuk sebuah pola yang disebut sebagai budaya. Seperti yang dijelaskan oleh Marsella
dikutip dari Samovar (2004) mengatakan bahwa budaya adalah perilaku yang dipelajari
bersama kemudian di wariskan dari satu generasi ke generasi lainnya dengan tujuan
mendukung kelangsungan hidup individu dan sosial, adaptasi, pertumbuhan dan
perkembangan.

Para pengikut atau komunitas/ perkumpulan agama Kristen sering disebut sebagai
gereja. Kata gereja di Indonesia dapat di artikan sebagai tempat (rumah) ibadah atau
badan/organisasi/ perkumpulan umat Kristen. Namun dalam arti yang sesungguhnya, gereja
berasal dari bahasa Portugis: igreja, yang berasal dari bahasa Yunani: εκκλησία (ekklsia)
yang berarti dipanggil keluar (ek= keluar; klesia dari kata kaleo= memanggil); kumpulan
orang yang dipanggil ke luar dari dunia; 'umat' atau persekutuan orang Kristen (Eda, 2014).
Secara singkat definisi gereja adalah suatu perkumpulan orang - orang yang beragama
Kristen. Gereja menjadi sebuah wadah dimana manusia berkumpul atau bersosialisasi dengan
manusia lain karena memiliki sistem kepercayaan yang sama. Dalam perkembangannya,
gereja telah melewati berbagai peristiwa penting bahkan hingga saat ini. Gereja menjadi
sebuah komunitas yang tersebar di seluruh dunia dan memiliki peran besar terhadap
peradaban manusia.1

1
Boné, Edouard. 1998. Bioteknologi dan Bioetika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Coupland,
Douglas. 1991. Hal.234

4
Sebagai sebuah komunitas atau organisasi, gereja pun melakukan proses komunikasi dengan
anggotanya maupun kepada publik. Komunikasi itu dilakukan antara lain untuk
menyampaikan kesaksian Kabar Baik, pengajaran Injil, hingga menginformasikan kegiatan
maupun program gereja. Namun, mengkomunikasikan pengajaran Injil-lah yang menjadi
tugas utama gereja dalam meneruskan dan menyebarluaskan pengajaran Kristus kepada
dunia. Tugas ini disebut sebagai Amanat Agung yang tertulis dalam Matius 28:19-20
(Alkitab Terjemahan Baru) “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan
segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
senantiasa sampai kepada akhir zaman.”. Tugas Amanat Agung ini menjadi fokus utama
seluruh gereja di dunia maupun di Indonesia.

Sebelum adanya media sosial, pelayanan, kesaksian Kabar Baik maupun pengajaran
Injil pada dasarnya disampaikan melalui tatap muka atau secara langsung. Saat itu,
komunikasi dilakukan melalui khotbah di mimbar yang dalam Ilmu Komunikasi dapat
dianggap sebagai suatu bentuk komunikasi publik. Komunikasi publik adalah komunikasi
yang dilakukan seseorang di depan khalayak secara satu arah dengan tujuan menghibur,
menginformasikan, hingga mempersuasi(Wood, 2011). Komunikasi publik sebagai media
penginjilan telah ada sejak zaman Yesus, dimana Ia berkotbah di berbagai tempat dan diikuti
oleh banyak orang. Metode ini pun hingga sekarang masih dipakai gereja terutama oleh
pendeta untuk menyampaikan Firman Tuhan dan kesaksian Kabar Baik kepada jemaat.

Selain komunikasi publik, Yesus juga melakukan komunikasi kelompok, dimana ia


sering berkomunikasi secara dua arah bersama keduabelas murid-Nya. Hal ini juga dilakukan
gereja pada zaman sekarang seperti yang dapat kita temui pada kegiatan komunitas sel
(komsel). Kegiatan komsel merupakan kegiatan atau program yang dihadiri oleh beberapa
orang (anggota gereja) yang melakukan aktivitas kerohanian. Membahas Firman Tuhan,
menyampaikan kesaksian Kabar Baik, hingga berbagi pengalaman hidup menjadi ruang
komunikasi transaksional yang terjadi di dalam kelompok tersebut. Tidak hanya komunikasi
publik dan kelompok, namun kesaksian Kabar Baik dapat disampaikan secara personal.
Dalam berbagai peristiwa di Alkitab, diceritakan Yesus kerap kali bertemu dengan berbagai
Colon, Gaspar F. & May-Ellen M. Colon. Peranan Gereja Dalam Masyarakat, Buku
Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa. Edisi Penuntun Guru Juli-AgustusSeptember
2016.Bandung: Indonesia Publishing House, 2016, Hal.220

5
orang secara personal dan pada saat itulah Ia menyampaikan Firman Tuhan. Dalam
kehidupan bergereja, dapat kita temui banyak komunikasi personal yang terjadi, salah
satunya adalah konseling secara tatap muka antara pendeta atau konselor dan jemaatnya.
Seiring perkembangan zaman, komunikasi gereja tidak hanya dilakukan secara langsung,
namun dapat melalui perantaraan teknologi. Gereja dan teknologi khususnya teknologi
informasi komunikasi melebur menjadi satu memanifestasikan sebuah tujuan mulia yaitu
menyebarkan Injil ke seluruh dunia.

Teknologi informasi dan komunikasi ini dimanfaatkan oleh gereja sebagai media
komunikasi dalam menyampaikan pengajaran injil dengan berbagai pendekatan. Pendekatan-
pendekatan gereja zaman sekarang dalam berkomunikasi menggunakan teknologi dilakukan
melalui media massa hingga media sosial. Beberapa gereja atau yayasan Kristen di Indonesia
memiliki media massa yang dapat menjadi saluran informasi dan kesaksian Kabar Baik
seperti warta jemaat, majalah/ tabloid, radio hingga stasiun televisi. Majalah atau tabloid
rohani

Kristen yang ada di Indonesia antara lain : Bahana, Buletin Pillar, Laskar, Curahan
Hati, Charisma Magazine, The Christian Century, Relevant Magazine, Buletin Kefas, dan
masih banyak lagi. Kemudian media massa yang paling banyak digunakan oleh sebuah
institusi gereja/ yayasan Kristen di Indonesia adalah radio. Radio rohani Kristen dapat kita
temui di seluruh Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Gereja dan IPTEK


2. Panggilan Gereja Dalam Situasi Krisis
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk tau bagaimana cara penulisan ilmiah
yang baik dan bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi pembaca yang belum
mengetahui tentang topik yang dibahas. 2

BAB II

2
Colon, Gaspar F. & May-Ellen M. Colon. Peranan Gereja Dalam Masyarakat, Buku
Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa. Edisi Penuntun Guru Juli-Agustus September
2016.Bandung: Indonesia Publishing House, 2016, Hal.220

6
PPEMBAHASAN

2.1 Gereja Dan Iptek

Gereja sebagai komunitas beriman yang mengembara, yang berdimensi spasial sekaligus
temporal tidak pernah sepi dari tantangan yang berasal dari konteks di mana ia ada dan
berteologi. Kemajuan di bidang teknologiinformasi, pengaruh media sosial tak luput dari area
di mana gereja juga harus berurusan dan mengambil peran sebagai garam dan terang. Dalam
situasi seperti saat ini, gereja kembali diuji untuk tetap menjalankan fungsinya. Dari waktu ke
waktu, oleh topangan rahmat Tuhan, gereja telah menunjukkan keteguhan eksistensi
kontekstualisasinya sebagai perwujudan tugas dan panggilan: persekutuan, pelayanan dan
kesaksian. Gagasan tentang gereja digital adalah sebuah tawaran kehidupan menggereja pada
masa kini. Dunia virtual meskipun di satu sisi memiliki potensi untuk disalah gunakan untuk
kepentingan-kepentingan tertentu; namun di sisi lain dapat menjadi peluang di mana gereja
memiliki cara pandang baru dalam memandang realitas Allah yang transenden. Ketimbang
melihat realitas pemanfaatan media sosial dengan segala ancamannya, sudah waktunya gereja
memberikan manfaat baru bagi pembangunan komunikasi, komunitas dan pemuridan.

Gereja menyediakan layanan internet dalam kegiatan kesekretariatan, memiliki alamat


website, email, tidak sedikit yang juga memiliki akun media sosial – Facebook, Instagram,
Whatsapp, dan sebagainya, penggunaan multimedia dalam setiap pelaksanaan liturgi adalah
wujud nyata bahwa kehadirannya telah menubuh dengan kemajuan teknologi informasi dan
multimedia.Cara gereja bersikapdi tengah dunia digital tidaklahterlalu berbed baik secara
moral maupun spiritual, dengan caranya bersentuhan dengan konteks ia berada sejauh ini.
Jika gereja adalah wujud nyata tangan Allah bagi mereka yang terpinggirkan dan
pembelabagi mereka yang diperlakukan tidak adil, maka gereja juga akan menggunakan
kehadirannya di era digital ini sebagai kesempatan untuk menuntaskan misinya. Sebagaimana
salah satu gagasan Dulles di atas, jika panggilan gereja menekankan pembentukan komunitas
Kristen, maka kehadiran media sosial akan menjadi obyek pelayanan yang semakin penting
untuk memelihara koneksi komunalnya. Pemberitaan Firman akan selalu menjadi pusat
panggilan gereja, dan kehadiran newest media sekalipun akan berkolaborasi dengan media
yang lebih tua sebagai alat kerigmatis yang tetap efektif. 3

3
Generation X: Tales for an Accelerated Culture. London: AbacusGereja Dan Pengaruh
Teknologi.(Yahya Afandi),1987, Hal.115

7
Gereja abad ini memang menghadapi banyak sekali tantangan unik, termasuk cara
berkomunikasi, menyebarkan informasi dan membangun hubungan baru. Namun pada
intinya pertanyaan-pertanyaan penting tetap tidak berubah bahkan jika harus ditafsirkan dan
dimediasi teknologi digital terbarukan. Bagaimana kita, sebagai murid Kristus tetap
mengasihi Allah dan sesama? Bagaimana kita melayani orang miskin dan terpinggirkan,
membangun komunitas orang percaya, memperkuat ikatan kita sebagai tubuh Kristus, dan
memberitakan Injil di era teknologi digital? Nampaknya perkembangan teknologi informasi
dan media digital akan menjadi bagian yang seiring-sejalan dengan cara gereja berusaha
menjawab berbagai Stedzer menawarkan tiga hal terkait bagaimana gereja dapat
memanfaatkan teknologi digital ini dalam memenuhi panggilan ekklesiologis-misionalnya,
antara lain:

1. Technology Enables Communication:

Melalui sosial media seperti Facebook dan Twitter atau melalui Blog Gereja, maka
seharusnya dapat dengan mudah dibangun sebuah komunikasi secara langsung dengan jemaat
di sepanjang hari bahkan minggu. Di sini teknologi memungkinkan jemaat dengan mudah
memiliki komunikasi langsung dalam skala yang lebih luas dan lebih jelas.

2. Technology Enables Community:

Teknologi memungkinkan ikatan komunitas eklesiologis yang lebih besar yang tidak
menuntut kedekatan secara fisik. Dalam dunia nyata, seseorang dapat saja duduk
berdampingan satu sama lain di dalam gereja dari minggu ke minggu bahkan tidak
salingbertegur sapa satu sama lain. Namun kini melalui teknologi, jemaat di gereja dapat
berdoa satu sama lain berkat halaman sebuah postingan di Facebook gereja. Meskipunsecara
nyata mereka sudah saling kenal, namun di lain waktu mereka bertemu satu sama lain melalui
media sosial di dunia maya. Diterima atau tidak, media sosial kini merupakan tempat
generasi muda berinteraksi. Ini merupakan market place baru yang barangkali dinilai
melintasi standarkewajaranbagi generasi masa lalu, namun apapun alasannya komunitas
untuk orang muda yang sekarang mulai dan akan terus berkembang ini harus menjadi
perhatian serius bagi embrio gereja digital.

3. Technology Enables Discipleship:

Gunakan teknologi di gereja untuk memungkinkan komunikasi, komunitas, dan


pemuridan. Gereja digital dapat saja menciptakan dan memiliki sebuah aplikasi khusus di

8
mana jemaat dapat mengakses secara bebas seperti: baik outline khotbah, materi pelajaran
alkitab berseri, diskusi isu-isu terkini hingga menjadi media pengumuman mingguan
gerejawi, melalui gawai pintar mereka masing-masing. Teknologi memungkinkan anggota
jemaat untuk meningkatkan kualitas pengalaman pemuridan mereka di gereja. Dan tentu,
semua ini hanyalah sarana untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pemuridan masa
kini. Perhatian utama yang senantiasa menjadi awasan adalah, bahwa seluk-beluk teknologi-
komunikasi digital ini bukanlah tujuan utama, melainkan sekadar untuk memungkinkan
panggilan gereja dan konteks berteologi di era teknologi digital ini.

2.2 Penggilan Gereja Dalam Situasi Krisis

Tugas dan Tanggungjawab Gereja.

Tugas panggilan gereja tertulis di dalam Matius 28:19-20: “Karena itu pergilah, jadikanlah
semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku perintahkan kepadamu. Dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia kata tugas diterangkan sebagai berikut, “Tugas” diartikan sebagai:
Kewajiban yang harus dikerjakan, pekerjaan yang merupakan tanggungjawab; pekerjaan
yang dibebankan; perintah untuk berbuat atau melakukan sesuatu.” Bila dihubungkan dengan
Gereja, maka kita dapati bahwa kata Tugas merupakan; kewajiban atau tanggungjawab yang
harus dilakukan oleh setiap orang percaya sesuai dengan maksud dan tujuan yang
memberikan tugas agung tersebut, yaitu Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja.4

Tugas itu diberikan kepada semua orang yang telah menerima Yesus sebagai penebus
dan juruselamatnya, “Perintah Juruselamat kepada murid-murid meliputi semua orang
percaya. Perintah itu meliputi semua orang percaya dalam Kristus sampai akhir zaman.”
Selanjutnya dikatakan bahwa tugas menyampaikan Injil bagi orang Kristen bukanlah pilihan
tetapi keharusan, “Injil harus disampaikan, bukannya sebagai suatu teori yang tidak ada
kehidupan dalamnya, melainkan sebagai tenaga hidup untuk mengubahkan kehidupan.”

4
Generation X: Tales for an Accelerated Culture. London: AbacusGereja Dan Pengaruh
Teknologi.(Yahya Afandi),1987.Hal.115

9
Ini memunjukkan betapa perlunya kita melakukan tugas agung tersebut. Kepada
Petrus Tuhan berkata, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini aku akan mendirikan
jemaat-ku dan alam maut tidak akan menguasianya (Mat. 16:18). Ini adalah pernyataan
Tuhan Yesus akan suatu lembaga baru yang akan dibentuknya yaitu gereja. Kata gereja
(jemaat) berasal dari kata Yunani, Ekklesia.

Kata Ekklesia terbentuk dari 2 kata, yaitu ek (keluar) dan kaleo (memanggil).
Ekklesia bisa diartikan “dipanggil keluar” untuk masuk kedalam persekutuan orangorang
kudus.8Gereja adalah sekumpulan orang percaya yang bersatu sebagai satu tubuh dengan
sekarela. Mereka bersatu atas dasar iman kepada Yesus Kristus. Tujuan orang percaya
berkumpul bersama sebagai gereja adalah untuk melakukan misi Tuhan Yesus bagi dunia ini.
Hal yang Tuhan Yesus lakukan sewaktu di dunia ini ditugaskan-Nya kepada gereja-Nya
supaya gereja-Nya meneruskan pekerjaan itu. Gereja yang sehat akan menjangkau jiwa bagi
Kristus. Hasilnya adalah pertumbuhan dalam gereja itu sendiri. Sesungguhnya pertumbuhan
gereja bukan merupakan gol, melainkan hasil. Gereja ada dan bertumbuh tidaklah dapat
dilepaskan dari hakekatnya untuk melayani sesama dalam arti menjawab pergumulan yang
sedang dihadapi oleh manusia. Gereja dalam dirinya sendiri menyadari akan adanya tugas
panggilan di tengah-tengah dunia ini sepanjang zaman. Rentang waktu perjalanan gereja
dalam memahami keberadaan tersebut memberikan rumusan, yang membuat
pengelompokkan tugas panggilan gereja yang sering disebut dengan “tri-tugas panggilan
gereja” atau “tri darma gereja,” dengan uraian selanjutnya koinonia, marturia dan diakonia.5

Dari sudut pandang teologis setiap orang Kristen adalah bait Allah, Roh Allah diam di
dalamnya (1 Kor. 3:16:2 ; 2 Kor. 6:16). Oleh karena itu ketika berbicara tentang gereja fokus
perhatian bukan kepada gedung gerejanya tetapi kepada orang Kristen secara individu dan
persekutuan orang-orang percaya sebagai suatu persekutuan di tengah-tengah masyarakat dan
dunia. Gereja dibangun di atas batu dasar yang teguh dan kokoh yakni Yesus Kristus (1 Kor.
3:11). Jadi, Segala sesuatu yang berkaitan dengan gereja, landasan keimanannya, ibadahnya,
hubungan secara vertikal dan horizontal, sistem pengelolaan, struktur atau

5
Generation X: Tales for an Accelerated Culture. London: AbacusGereja Dan Pengaruh
Teknologi.(Yahya Afandi),1987,Hal.115

10
pengorganisasiannya, dan sebagainya harus senantiasa didasarkan pada batu dasar itu yaitu,
Yesus Kristus.

Tiga tugas dan tanggung jawab gereja yaitu, koinonia (institusional), marturia (ritual)
dan diakonia (etikal). Segi-segi itu merupakan keseimbangan yang terus-menerus harus
dijaga karena ketika gereja hanya menekankan segi kelembagaan dan ritual, maka gereja
hanya ada untuk dirinya sendiri, kalau pelayanan hanya dianggap sebagai aspek ritual atau
alat untuk membantu organisasi gereja maka pelayanan tidak pernah akan menjadi pelayanan
sosial yang menjangkau masyarakat luas.

Kemiskinan dan Gereja

Gereja mewujudkan secara konkret perutusan pembebasan terhadap kemiskinan,


dimana sikap netral gereja yang turut melanggengkan status quo kemiskinan. Oleh karena itu
perlu kehadiran baru gereja ditengah sejarah yang merepresentasi jati dirinya sesuai semangat
injili. Misi “pembebasan” secara eklesiologis dan teologis merupakan tugas dan
tanggungjwab gereja. Demikian halnya kehadiran gereja yang memperlengkapi orang-orang
kudus agar menjadi jemaat yang diakonial, demi terciptanya kesejahteraan dan kedamaian
jemaat dan membangun Kerajaan Allah yang mensejahterakan jemaat di dunia. 6

Sebagaimana jemaat missioner adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil,


dikumpulkan, dipelihara oleh Allah yang bertugas untuk meneruskan misi pekerjaan Kristus
di dunia yaitu memberitakan injil keselamatan bagi seluruh umat manusia. Dengan demikian
kerajaan Allah telah dimulai dalam Yesus Kristus dan akan disempurnakan melalui
kedatanganNya yang kemudian.

Dari zaman Perjanjian Lama hingga saat ini orang-orang miskin selalu ada dimana-
mana bahkan jumlahnya semakin bertambah. “Kemiskinan memang telah menjadi salah satu
tema sentral dalam Contemporary Christian Theology dan telah menjadi a controversial

6
Generation X: Tales for an Accelerated Culture. London: Abacus Gereja Dan Pengaruh
Teknologi.(Yahya Afandi),1987, Hal.115

11
question, tetapi tidaklah membesar-besarkan untuk mengatakan bahwa hingga sekarang
sebagian besar gereja tidak menaruh cukup perhatian. Biasanya yang tertarik dengan isu ini
masih pada level individual 17 charity. Padahal keempat kitab Injil menuliskan bagaimana
Yesus ketika berada di dunia ini memberikan perhatian kepada orang-orang miskin. Kata
miskin digunakan untuk menunjukkan keadaan seseorang yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan primernya seperti, sandang, pangan dan papan.

Kompleksitas masalah kemiskinan dan alternatif pemecahannya telahmendorong para


ahli pikir untuk menawarkan konsep-konsep solutif dari masa ke masa, bahkan telah menjadi
kepedulian masyarakat internasional, termasuk di dalamnya Perserikatan Bangsa-bangsa.
Gereja-gereja juga tidak tinggal diam, pelbagai program, daya dan dana untuk memerangi
kemiskinan dioptimalkan. Negara-negara maju telah berhasil memerangi kemiskinan jasmani
dan kemiskinan ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir
menjadi milik mereka.7Gereja dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, kerjasama dengan
masyarakat untuk menanggulangi kompleksitas kemiskinan juga merupakan satu alternatif
dan ini dapat diwujudnyatakan sesuai dengan konteksnya. Alternatif yang disajikan ini tentu
baru merupakan sekapur sirih dan tetap terbuka terhadap pemikiran-pemikiran para pakar lain
yang menguasai ilmu empiris dan teologis, sebab abad XXI adalah abad yang menjanjikan
suatu pengharapan bagi umat manusia, namun juga abad yang akan diwarnai oleh
keprihatinan dan kecemasan. Alkitab memberitahu bagaimana seharusnya manusia itu peduli
kepada orang miskin, kekurangan dan kurang beruntung yang ada di sekeliling kita. Semua
yang mengaku sebagai pengikut Kristus, seharusnya melakoni agama yang praktis, yaitu
agama yang di praktekkan bukan sekadar mengikuti liturgi kebaktian di gereja.8

7
Generation X: Tales for an Accelerated Culture. London: AbacusGereja Dan Pengaruh
Teknologi.(Yahya Afandi),1987,Hal.115

End, Th. Van den. Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000, Hal.215

8
Generation X: Tales for an Accelerated Culture. London: AbacusGereja Dan Pengaruh
Teknologi.(Yahya Afandi),1987,Hal.115

End, Th. Van den. Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000, Hal.215
12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sesudah mengkaji secara seksama tentang perkembangan IPTEK dan berbagai


persoalan yang diakibatkannya, masa depan dari agama-agama dewasa ini sangat ditentukan
oleh seberapa serius agama-agama itu menanggapi masalah-masalah aktual yang ada di
tengah masyarakat. Ketika agama hanya sibuk memberikan pengajaran konseptual,
mengurusi soal-soal kultus dan tidak peka terhadap persoalan konkrit, agama semakin
ditinggalkan oleh orang-orang yang mengatasnamakan diri generasi modern. Agama

13
seharusnya membantu para pemeluknya untuk menemukan kekayaan multidimensional dan
humanisme radikal yang sehat karena menyediakan refleksi iman yang memberi pencerahan
dan mengorientasikan hidup ke masa depan. Justru dengan menyerahkan diri kepada Yang
Tak Terbatas, manusia akan memperoleh kebebasan dan kedaulatan terhadap segala sesuatu
yang hanya terbatas dan sementara. Refleksi iman diharapkan memambantu manusia untuk
mengalami kesatuan antara cinta kepada Allah dan cinta kepada manusia.

Hal-hal materi tidak pernah memuaskan hati secara mutlak, bukan karena hal itu jahat
melainkan karena sifatnya yang tidak kekal (kondisional).20 Refleksi iman seharusnya
membantu manusia untuk memahami hubungan antara kepercayaan kepada Allah dan
kepercayaan kepada manusia, iman dan akal budi, kerohanian dan kejasmanian, dan harapan
akan hidup kekal di alam baka dengan keterlibatan penuh semangat pada pembelaan
keadilan. Selama masih ada ketidakadilan, orangorang miskin ketidakadilan, dan perebutan
kekuasaan, kekayaan dan kemapanan seharusnya tidak membuat orang beriman merasa
tenang untuk menikmatinya.

Persoalannya bukan apakah kekayaan dan kekuasaan itu boleh atau tidak boleh
melainkan apakah kekayaan dan kekuasaan itu diperoleh dan didistribusikan secara adil.
Kekayaan dan kekuasaan itu baik namun akan melukai kemanusiaan selama hal itu dicapai
secara tidak adil dengan menindas kepentingan sesama. Refleksi iman yang bersentuhan
dengan pengalaman konkrit akan membantu manusia untuk memahami hubungan antara
agama dan humanisme.

3.2 Saran
Makalah yang ditulis adalah makalah yang jauh dari kata sempurna. Olehkarena itu,
penulis mengharapkan saran dari pembaca demi kemajuan dari makalah tersebut.
Terimakasih Tuhan Yesus Memberkati.

14
Daftar Pustaka

 Boné, Edouard. 1998. Bioteknologi dan Bioetika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.


Coupland, Douglas. 1991.
 Generation X: Tales for an Accelerated Culture. London: AbacusGereja Dan
Pengaruh Teknologi.(Yahya Afandi).1987.
 Colon, Gaspar F. & May-Ellen M. Colon. Peranan Gereja Dalam Masyarakat,
Buku Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa. Edisi Penuntun Guru Juli-
AgustusSeptember 2016.Bandung: Indonesia Publishing House, 2016.

15
 End, Th. Van den. Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2000.

16

Anda mungkin juga menyukai